LABIRIN HATI Pandangan seorang lelaki muda tertuju pada sebuah foto kenangan yang dipajang diruang tamu. Foto yang mengabadikan sebuah momen indah, dimana setiap wanita pasti sangat menginginkan peristiwa itu. Bola matanya bergerak kekanan dan kekiri mengikuti sudut pandang halusinasi gambar yang ada dihadapan. Sepertinya ada yang kurang dari foto tersebut. Ia memikirkan sesuatu yang kurang itu. Beberapa saat kemudian terdengarlah suara panggilan dari dapur. Sebuah ruangan yang harus rela berbagi dengan kamar kecil. “Ayah, diminum dulu kopinya nanti dingin loh” terang seorang istri kepada suaminya. “Ya, bentar lagi beb” Sapaan sayang diucapkan oleh pria muda. Karena tak kunjung menghampiri minuman yang dihidangkan. sang istri mendatangi pasangan hidupnya.
“Ayah lagi ngapain sih, kayaknya ada sesuatu yang penting banget. Tuh kopi lekas diminum, awas kalau enggak” Terang ketus seorang Istri. “Iya, iya nanti pasti kuminum” Jawabnya kembali. “Ayah lagi liat apa ?” Tanya penasaran pujaan hati. “Ayo kamu duduk disini, coba kamu pandangi foto dihadapan kita” Perintah kepala rumah tangga itu. “Biasa aja koq, gak ada yang beda” Jawab sang Istri. “Kemarin ditempat kerjaan banyak teman-teman aku yang meledek gitu deh” Sang suami mengalihkan pembicaraan. “Maksudnya Apa?” Tanya calon ibu itu. “Gini loh yayangku, my honey, my baby, si Ringgo baru aja nikah enam bulan kemudian udah punya anak, sementara Herman kemaren nih akad nikah lusanya
2
dikabarkan udah dapat anak kembar langsung, kita gimana? Udah 5 tahun Darling ?” Jelas panjang pria muda itu sambil memandang wajah istrinya. “Sabar napa, rejeki, jodoh, anak itu dari tuhan yang penting kita udah usaha. Gak bolehlah kita berburuk sangka dulu” Hibur sang istri. “Coba ibu bayangi kalau foto dihadapan kita ini ada 3 atau 4 orang kan enak dilihatnya” Terang Pria itu. “Oh… jadi maksud ayah begitu, baik” Hembusan angin malam yang dingin mengakhiri percakapan dua insan. Suara nyaring jangkrik jantan mengundang jangkrik betina untuk berkumpul. Ditambah temaram bulan purnama menerangi rumah keluarga kecil yang berada ditepian kali. Tiga bulan berlalu, setelah perbincangan hebat antara dua pasang suami istri itu. Nampaknya ada hasil yang menggembirakan. Si bidan desa yang
3
namanya tersohor sampai keujung provinsi, karena berhasil mengobati penyakit panu & kudis seorang menteri. Ia menyatakan kabar baik kepada seorang ibu muda. “Ma’af sebelumnya, ini dengan ibu siapa namanya ?” Tanya Bidan Puskesmas. “Siti Renita, cukup panggil Siti aja” Jawab Ibu tadi. “Sepertinya, ibu Siti mendapat berkah dari tuhan yang maha kuasa. Sekarang ibu sedang mengandung bayi.” Jelas Bidan terkenal. “Alhamdulillah, benarkah itu bu bidan. Ini anak pertama saya. Alhamdulillah ya Allah. Ibu muda bernama Siti Renita meloncat kegirangan. “Hati-hati ibu, kandungannya” Larang sang Bidan. “Ya, terima kasih, terima kasih banyak bu bidan.” Kabar gembira yang dibawa dari Puskesmas Desa itu membuat Siti Renita sangat bahagia. Keinginannya untuk mendapat keturunan hampir menjadi kenyataan. Mimpi yang ditunggu selama
4
lebih kurang lima tahun. Tapi masih ada yang mengganjal perasaan perempuan cantik. Apakah suaminya masih senang mendengar berita baik itu. Ia menerima jika anak yang dikandung itu nantinya lahir sebagai lelaki atau perempuan yang penting ia punya keturunan. Agar dia menjadi ibu yang bisa dibanggakan. Ketika ditengah perjalanan Siti Renita merasakan haus mendera dahaga. Dilihatnya sebuah warung gorengan dipinggir jalan. Tempat itu sangat ramai pembeli, diparkir
ditandai didepan
dengan warung
Motor-motor tersebut.
yang
Disapanya
pemilik warung itu. Wajahnya gak begitu cantik namun punya daya tarik buat lelaki hidung belang. “Tolong es teh manisnya satu” Perintah Siti Renita. Belum sempat bibir mungilnya menutup rapat. Raut muka Renita berubah pucat dengan cepat. Ia melihat tindakan yang menyulut amarah. “Oh..oh…oh jadi begini ya, kebiasaan kamu kalau istirahat siang. Mampir ke warung janda sialan ini.”
5
Marah Siti Renita menggelora dipelintir kumis tipis suaminya. “Ampuun beb, aku hanya makan doang disini !” Bantah lelaki itu sambil melepas genggaman tangan janda si empunya warung. “enggak pulang, kataku kamu harus pulang” Pertengkaran kedua suami istri itu membuat tegang seisi warung gorengan. Pukul setengah dua malam. Sang istri membangunkan tidur pulas si suami. “Ayah bangun, aku pengen makan” Ia menggoyang-goyang tubuh suaminya itu. “Apa sih kamu, malam-malam begini bikin gaduh aja. Nasi didapur banyak ambil sendiri sana” Bantah lelaki itu. “Aku gak mau nasi, Aku pengennya makan Es tape kacang tanah pak Slamet” Terang calon ibu. “yang bener aja kamu kalau ngidam, malem-malem gini pak Slamet dah tidur, besok aja aku beliin yang banyak satu tong sekalian”
6
Jelasnya. “Enggak aku maunya sekarang, kalau nggak anak kita nanti lahirnya tongos sayang” Ancam manja wanita cantik ini. “Udah tidur” Sang suami menarik selimut istri. Sembilan bulan berlalu begitu ringkas, anak yang diidam-idamkan mulai ada tanda-tanda mau keluar.
Keinginan
Hamidi
calon
ayah,
ia
mengharapkan anak lelaki yang tampan. Anak lelaki yang kelak menjadi penerus perjuangan keras dirinya. Anak lelaki yang dapat meringankan beban berat sebagai tulang punggung keluarga. Karena begitu heboh serta paniknya, ia menuruti perintah si Emak. Hamidi mengundang banyak dukun kampung. Dukun yang konon memiliki kesaktian turun temurun. Kemampuan dukundukun itu memang telah teruji dalam persalinan bayi-bayi didesa ini. “Ayo dorong, terus tarik nafasnya dalam-dalam” Perintah Dukun 1 sudah 25 tahun berpengalaman itu.
7
“Aduh, Em…..gak mau keluar tolong Aduh Em sakit… ” Jerit Renita terdengar dari bilik pintu kamar. Hamidi mendengar teriakan Istri ikut berurai air mata.
“Ayo.. cah ayu didorong, ojo ditahan-tahan” Perintah Dukun 2 agak lembut sambil mengunyah daun sirih. “Em….wus…wus..wus.. aduh masih belum keluar ya.” Jerit sang Istri terdengar sampai keluar rumah. Hamidi mulai gusar.
“Tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan perlahan, ya dorong dikit lagi udah kelihatan” Perintah Dukun 3 yang bertitelkan SMA. “Aduuuuuuuh, sakit …..wus…wus…ho..ho..ho…” Teriakan Renita terdengar keseluruh kampung. Hamidi
duduk
lemas
memegang
dikenakan si Emak.
8
kain
yang
Rupanya si jabang bayi ini memang keras kepala. Ia tidak mau keluar. Segala upaya dan usaha sudah dilakukan oleh para Tabib kampung. Akhirnya Ketiga Dukun ternama dan terkenal itu angkat tangan. “Panggil Bu Bidan tersohor itu Mid” Perintah tegas ibu Hamidi. “Kalau bayimu masih keras kepala tak mau keluar juga, biar aku saja yang turun tangan” Ancam perempuan tua itu. ia menggulung bajunya. Begitu khawatirnya Hamidi dengan keadaan Istri dan bayi yang mau dilahirkan. Ia memacu sepeda ontel kesayangannya. Hamparan sawah yang luas diterabas begitu saja. Tak pandang lagi ada orang atau hewan dihadapan. Ia memacu kendaraan itu dengan kecepatan tinggi. “Bu bidan, Bu bidan tolong istri saya hos…hos” Suara Hamidi terbata-bata. “Sabar pak ada apa, duduk dulu?” Jawab bidan lulusan luar negeri itu. “ini hal penting gak usah banyak omong bu, Ikut aku!”
9
Ditariknya tangan petugas Puskesmas. Dinaikannya bidan itu diatas boncengan sepeda. Nampak dari belakang pak Ngatijo berteriak memanggil bidan yang dibawa lari kabur Hamidi. “Buuuk Bid an sak it gi gi say a gi ma na ad uh” (Buuuk Bidan sakit gigi saya gimana aduh) Suara tak jelas dari Ngatijo terdengar sayup-sayup dari kejauhan. Sampai dirumah, Hamidi tambah terkejut, Ia melihat banyak warga berkumpul membaca surat Yaasin didepan rumah. Dibantingnya sepeda ontel itu. Bidan yang ada diboncengan ikut terjatuh. Ia malah
jadi
bingung.
Tanpa
pikir
panjang
digendongnya Bidan yang masih mengeluh sakit akibat terjatuh. “Mak… mak ini Bu Bidannya” Teriak Hamidi. “Letakkan disini, eh ma’af bu bidan maksud saya bawa kemari, tolong mantu saya” Jawab Emak, dari tadi ia dikelilingi kekhawatiran. “Renita gak apa-apakan mak” Tanya dia lagi.
10