AUDITOR JABATAN FUNGSIONAL YANG MENANTANG Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III 2004 1
Daftar Isi
Fokus Pengawasan Diterbitkan oleh Proyek Penyebaran Pengertian dan Kesadaran Pengawasan Melalui Jalur Agama (PPKPMJA) Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI Tahun 2004 Dewan Penyunting: Pembina: Slamet Riyanto Pengarah: Masyhuri AM, S. Saidi, Ahmad Ghufron, Chamdi Pamudji, Abdul Halim Penanggung jawab: Ahmed Ketua: Muhaimin Luthfie Sekretaris: Nur Arifin Anggota: Mudjimah, Ali Hadiyanto, Abdul Malik, Ahmad Zainuddin, Arif Nurrawi Tata Usaha: Aris Krido Halim, M. Machfudz, Sugina, Jumhadi Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Departemen Agama, Jalan M.H. Thamrin No.6, Jakarta 10340 Telp. (021) 3192-4509, 3193-0565 Telefax: (021) 314-0135, 3192-6803 e-mail:
[email protected] Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Surat Pembaca . . . . . . . . . . . . . . . 3 Editorial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 Fokus Utama - Mengenal jabatan fungsional . . . 5 - Profil ideal . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7 - Problematika seputar . . . . . . . . . 9 - Pemberantasan KKN . . . . . . . . . 12 Opini - Strategi pengumpulan . . . . . . . . 15 - Pengembangan profesi . . . . . . . 19 - Pengawasan dengan . . . . . . . . 21 - Kendala riil Auditor . . . . . . . . . . 25 - Kasus kepegawaian . . . . . . . . . . 28 - Strategi melaksanakan . . . . . . . . 33 PPA - Kiat-kiat pemberantasan . . . . . . 37 Randang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39 EYD . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42 Teknologi Informasi . . . . . . . . . . 47 AMO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52 Hikmah - Shalat dalam perjalanan . . . . . . 56 Renungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59 Relaksasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . 62
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, diutamakan dalam bentuk soft copy. Keterangan Cover: ........................................................... ........................................................................................................................
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
2
Surat Pembaca dapat mengetahui sejauhmana keberhasilan dan kekurangannya dalam menangani pengaduan masyarakat. M. Arief, Jepara
FP Semakin OK Sebagai pembaca dan pemerhati setia Fokus Pengawasan, saya menyampaikan salut pada tim redaksi yang terus menerus melakukan penyempurnaan. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada edisi kedua FP hadir dengan kemasan yang lebih baik, terbukti dari penggunaan kertas yang semakin berkualitas di samping isinya yang semakin beragam. Semoga FP maju terus di masa yang akan datang dan saya berharap FP dapat terbit secara kontinu. Namun demikian, redaksi FP dapat juga memuat liputan kegiatan-kegiatan penting di lingkungan Itjen Depag. Asri, Depok Tambah Rubrik Setelah mengikuti perkembangan FP selama dua edisi, saya mengusulkan untuk membuka kolom khusus rubrik menyangkut masalah pengaduan masyarakat yang sedang ditangani Itjen Depag. Hal ini menurut saya penting karena semakin banyaknya kasus-kasus pengaduan dari masyarakat yang ditangani Itjen Depag. Dengan begitu kita
Wawancara Saya ingin bertanya, apakah FP hanya memuat tulisan perorangan berupa analisis dan opini saja?. Dari dua edisi FP, saya belum membaca berita yang bersumber dari wawancara. Padahal Itjen merupakan tempat "bersarangnya" para auditor yang tentunya memiliki banyak pengalaman di bidang pengawasan. Rosmiati, Lapangan Banteng Hasil cetakan FP Kami mengucapkan terima kasih karena telah menerima FP edisi kedua. Melalui FP kami semakin mengetahui masalah-masalah pengawasan khususnya di lingkungan Departemen Agama. Namun ada hal teknis yang sedikit mengganggu kami saat membaca edisi kedua yaitu majalah yang kami terima sebagian besar hurufnya tidak jelas karena tinta hasil cetakan kurang baik. Semoga hal ini menjadi perhatian redaksi. Jawaban redaksi : Terimakasih atas tanggapan dan koreksinya semoga harapan Anda dapat kami wujudkan. Adapun saran kritik akan menjadi bahan perbaikan untuk edisi mendatang agar lebih baik lagi.
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
3
Editorial
da istilah yang sangat populer sejak era reformasi bergulir, yaitu 'pemberantasan KKN' dan good governance. Dua istilah itu menjadi sangat akrab di telinga kita, karena masyarakat tidak henti-hentinya menyuarakan tuntutan pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dan perwujudan good governance. Lembaga pengawasan yang memiliki peran controlling terhadap birokrasi pemerintah secara otomatis menjadi sorotan publik. Sebab melalui lembaga inilah masyarakat menaruh harapan tuntutannya terpenuhi. Menghadapi hal ini tentunya kinerja pengawasan menghadapi tantangan yang semakin berat. Masyarakat cukup sederhana dalam membuat indikator keberhasilan pengawasan, yaitu apabila KKN dapat dihapuskan dan terwujudnya good governance. Tata kepemerintahan yang baik (good governance) diukur dengan tingkat keberhasilan pemerintah menerapkan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam mengelola negara. Berbagai langkah untuk meningkatkan profesionalitas auditor sebagai SDM pengawasan telah dilakukan. An-
A
tara lain adalah dengan beralihnya jabatan auditor dari jabatan struktural menjadi jabatan fungsional. Dengan perubahan ini diharapkan terjadi peningkatan kualitas SDM pengawasan. Hal ini karena dengan menjadi jabatan fungsional, seorang auditor tidak bisa hanya berpangku tangan menunggu waktu untuk kenaikan pangkat. Sebaliknya dia harus aktif dan kreatif mengumpulkan kum angka kredit untuk kenaikan pangkat. Masalah pengumpulan kum angka kredit ternyata juga menjadi tantangan tersendiri bagi auditor. Sebab berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 19 Tahun 1996 seorang auditor paling lama dalam kurun waktu 6 tahun harus telah dapat mengumpulkan kum angka kredit untuk kenaikan pangkat. Apabila hal ini tidak dapat dipenuhi, pembebasan sementara dari auditor terpaksa harus diterima. Dalam kurun waktu paling lama 3 tahun masa pembebasan sementara seorang auditor harus dapat mengumpulkan kum angka kredit untuk kenaikan pangkat. Bila ternyata tetap tidak dapat memenuhi, maka dia sudah tidak dapat diangkat lagi sebagai auditor. Namun tantangan internal tersebut tidak seberapa dibanding tantangan eksternal menghadapi tuntutan masyarakat untuk melakukan pemberantasan KKN dan perwujudan good governance. Menyikapi tantangan ini seorang auditor harus benar-benar dapat melakukan tugasnya secara profesional dan independen. Dan di sinilah permasalahannya.3(na)
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
4
Fokus Utama
MENGENAL JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR Pengukuran keberhasilan atau indikator kinerja jabatan fungsional adalah kenaikan pangkat pejabat yang bersangkutan sebagai bukti kenaikan angka kredit. Makin sering kenaikan pangkat (minimal 2 tahun), berarti kinerjanya lebih baik dari pada pejabat yang terlambat kenaikan pangkatnya Untuk jabatan fungsional tertentu sampai pada batas maksimal waktu tidak naik pangkat harus bibebaskan sementara dari jabatannya. ejak berlakunya Kep. MENPAN No. 19/1996, Kep. Bersama Kepala BKN, Sekjen BPK dan Kepala BPKP No.10/1996, No. 49/SK/S/1996 dan Kep-386/K/1996, jabatan pemeriksa yang semula jabatan struktural berubah menjadi jabatan fungsional Auditor. Konsekuensi dari jabatan fungsional adalah kenaikan pangkatnya dengan angka kredit yang wajib dipenuhi paling lama dalam kurun waktu 6 tahun. Apabila tidak dipenuhi, pembebasan sementara dari jabatan fungsional sudah menanti, yaitu turun dahulu menjadi staf. Kondisi ini harus dijalani paling lama 3 tahun. Apabila dalam kurun waktu 3 tahun persyaratan angka kredit tidak dapat dipenuhi, maka habislah kesempatan untuk diangkat kembali dalam jabatan Auditor (pasal 27 ayat (1) dan pasal 29 ayat (1) Kep. Menpan 19/1996). Angka kredit dapat diberikan bila Pejabat Fungsional Auditor (PFA) telah selesai bertugas dengan menunjukkan bukti fisik yang menyatakan bahwa penugasan yang dilaksanakan telah memperoleh sesuatu hasil. Untuk memenuhi Kum (kumulatif
S
angka kredit), banyak peluang yang harus dicermati, digali dan dilaksanakan, dari unsur pendidikan, pengawasan (pelaksanaan), pengembangan profesi dan unsur penunjang, dengan perbandingan yang seimbang (80:20). Kalau hanya mengandalkan tugas pengawasan (audit), sulit untuk mengumpulkan kum dimaksud, sebab kesempatannya sangat terbatas. Hal ini terjadi karena kondisi anggaran pengawasan masih cukup memprihatinkan. Langkah-langkah efisien yang perlu dicermati agar waktu tidak terbuang percuma antara lain, hindari penumpukan pekerjaan purna tugas pengawasan, karena makin lama ditunda pekerjaan makin tidak tertangani, setiap ada kesempatan pendidikan dan seminar/diskusi upayakan untuk mengikutinya, setiap temuan dan hasil audit supaya dianalisis dan berikan solusinya yang pada akhirnya bisa dikembangkan menjadi karya ilmiah sebagai pengembangan profesi yang kaitannya dengan komponen Kum bagi Auditor. Pengembangan jabatan fungsional adalah kegiatan individual yang mandiri. Artinya perkembangan karir-
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
5
Fokus Utama nya tergantung dari aktivitas individu untuk melaksanakan kegiatan pengawasan yang langsung dinilai dengan angka kredit yang bersifat konkrit. Makin banyak kegiatan yang dijalani makin banyak angka kredit (Kum) yang dikumpulkan yang berarti makin cepat mendapatkan kenaikan pangkat (minimal 2 tahun). Jabatan fungsional berbeda dengan jabatan struktural, sebab penilaian kinerja jabatan struktural terletak pada atasannya, kenaikan pangkat minimal 4 tahun, sangat dipengaruhi penilaian pimpinan yang sifatnya abstrak dan kadang-kadang subyektif. Angka kredit Untuk mendapatkan kumulatif minimal angka kredit yang diperlukan, seorang auditor harus menempuh berbagai langkah strategis. Dilihat sepintas, nilai angka kredit yang diperoleh dari hasil kegiatan relatif kecil, tetapi beragam. Oleh karena itu kerajinan, ketelitian, dan kreativitas sangat diperlukan, sebab kalau tidak segera memulai berkreasi dikhawatirkan dalam 6 tahun kum tidak terkumpul. Seorang auditor harus menyiapkan berbagai perlengkapan bahan/komponen angka kredit, misalnya: blanko-blanko, peraturan-peraturan yang terkait, kalkulator, pedoman angka kredit PFA, Surat Tugas, Konsep SPMK dan sebagainya. Kalau hanya mengandalkan kegiatan audit di lapangan seorang auditor akan sulit memenuhi kum yang diminta, sebab frekuensi kegiatan audit masih belum mencukupi untuk pengumpulan angka kredit.
Peluang pengawasan yang cukup produktif adalah: penyusunan pedoman/juklak pengawasan, pemutakhiran pedoman (termasuk penyempurnaan peraturan yang telah ada), menelaah peraturan perundang-undangan, melaksanakan penyuluhan pengawasan, dan sebagainya yang bertujuan membuat ketentuan yang belum ada atau mengkaji ketentuan yang sudah tidak relevan lagi. Semua kegiatan ini bermuara pada pengawasan. Di samping hal tersebut, seorang auditor juga perlu memasang target tertentu, misalnya setiap 2 (dua) tahun bisa naik pangkat/jabatan, atau paling lambat 4 (empat) tahun bisa naik pangkat. Oleh karena itu perlu dibuat rencana/jadwal pencapaian kum, berapa kum/angka kredit yang harus dicapai setiap tahunnya. Semua kegiatan yang dapat dinilai dengan angka kredit penuh adalah kegiatan yang terkait dengan pengawasan, terutama dari unsur utama yaitu: pendidikan, audit dan pengembangan profesi. Agar auditor tidak merugi dalam penugasan disesuaikan dengan peran/kedudukan yang seharusnya dalam tim, atau setidak-tidaknya satu tingkat di bawah yang seharusnya sehingga bisa dinilai dengan angka kredit. Untuk itu setiap Surat Tugas Audit yang dikeluarkan oleh Irjen, ditindak lanjuti dengan Surat Tugas Inspektur atas nama Irjen, untuk menyesuaikan peran auditor dalam tim yang sebenarnya.3 (Ahmad Ghufron)
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
6
Fokus Utama
Profil Ideal Seorang Auditor uditor adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan, antara lain melakukan audit. Audit adalah kegiatan menghimpun, meneliti, membandingkan dan menilai bukti yang terukur guna mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari bukti yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan yang dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen. Untuk menjadi auditor, apalagi tipe auditor ideal, tentunya perlu memenuhi standar profesionalitas, objektivitas, dan integritas. Untuk sampai kepada kondisi tersebut tidaklah mudah, karena auditor diharuskan melewati tahapan pendidikan dan pelatihan tertentu yang semuanya bermuara pada peningkatan profesionalisme.
A
Profil Riil Jabatan auditor dapat dikatakan merupakan jabatan baru di lingkup birokrasi pemerintah. Memang sebelumnya sudah dikenal adanya jabatan pemeriksa yang berada pada jalur struktural, sedangkan auditor merupakan jabatan fungsional. Dengan perubahan jalur tersebut jelas akan mempunyai konsekuensi pada adanya beberapa tugas, fungsi dan tanggung jawab auditor, antara lain: 1)Kewajiban mengumpulkan angka kredit untuk kenaikan pangkat; 2)Kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan penjenjangan; 3)Auditor di-
harapkan mempunyai kecakapan profesional; 4)Auditor harus mempunyai integritas dan objektivitas yang tinggi; 5)Memiliki perilaku sebagai seorang auditor. Untuk menuju pada kondisi tersebut, seorang auditor harus memperhatikan, memahami dan menerapkan tugas, fungsi dan tanggung jawab, serta dapat dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. Memang tidak mudah untuk sampai pada kondisi tersebut mengingat jabatan auditor yang ada saat ini sebenarnya merupakan peralihan (inpassing) dari jabatan pemeriksa. Sudah tentu belum semua kondisi diatas dapat terpenuhi oleh para auditor saat ini. Pemenuhan kondisi tersebut akan berjalan secara gradual dengan tetap memperhatikan sisi profesionalisme auditor. Profil demikian merupakan profil yang eksis pada saat ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tentunya apa yang diinginkan yaitu seorang auditor yang ideal, yang mampu memenuhi kondisi ideal sebagaimana disebutkan di atas. Profil Ideal Untuk menuju pada sosok/profil seorang auditor yang ideal harus memenuhi kriteria/standar, antara lain: mempunyai kecakapan profesional, integritas dan objektivitas yang tinggi, serta memiliki perilaku sebagai seorang auditor. Kondisi ideal tersebut pada masa yang akan datang diharapkan dapat diimplementasikan memenuhi standar
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
7
Fokus Utama profesionalisme auditor. Untuk urgensi tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh auditor, yaitu: Pertama, perilaku auditor. Dalam konteks ini ada tiga hal penting yang harus diperhatikan: a)Perilaku auditor sesuai dengan tuntutan organisasi. Auditor wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. Jadi seorang auditor harus memberi contoh yang baik dalam menaati dan melaksanakan peraturan perundang-undangan dan berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku ditaati oleh masyarakat. Selain itu auditor harus memiliki semangat pengabdian yang tinggi kepada organisasinya, memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya, memiliki integritas yang tinggi, yakni kepribadian yang dilandasi unsur jujur, berani, bijaksana dan bertanggung jawab sehingga menimbulkan kepercayaan dan rasa hormat. Dan selalu mempertahankan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya, wajib menyimpan rahasia jabatan, rahasia negara dan rahasia objek yang diperiksa. b)Perilaku auditor dalam interaksi dengan sesama auditor. Dalam bertugas auditor wajib menggalang kerjasama yang sehat dengan sesama auditor, di mana harus saling menghargai setiap pendapat dari rekannya, saling percaya, mengerti perasaan sesama auditor, dan menekan rasa iri hati. c)Perilaku auditor dalam interaksi dengan Auditan. Terhadap Auditan,
auditor harus mampu menjalin interaksi yang sehat, harus mampu menciptakan iklim kerja yang baik, wajib menggalang kerjasama yang sehat. Kedua, kecakapan profesional. Seorang auditor harus bertindak profesional. Auditor dikatakan memiliki kecakapan profesional jika ia mampu melaksanakan audit yang ditugaskan kepadanya sesuai dengan standar audit yang berlaku. Jika auditor dalam tugasnya menggunakan tenaga ahli lain, selain audit akuntansi, ia tetap bertanggung jawab atas hasil pekerjaan tenaga ahli tersebut. Ketiga, tanggung jawab terhadap Auditan. Informasi yang diperoleh selama audit tidak boleh diungkapkan kepada pihak lain, kecuali atas ijin auditan. Namun untuk kepentingan hukum bila diperlukan, auditor dapat mengungkapkan informasi tentang auditan tanpa harus mendapat ijin dari auditan terlebih dahulu. Keempat, tanggung jawab kepada rekan seprofesi. Auditor pada prinsipnya harus bertanggung jawab pada dirinya dan juga sesama auditor. Hal ini mengandung makna bahwa dalam kaitan tugas-tugas sebagai seorang auditor harus saling mengingatkan, membimbing, dan mengoreksi auditor lainnya, harus memiliki rasa kebersamaan dan rasa kekeluargaan di antara sesama auditor. Memang untuk menjadi seorang auditor perlu tahapan yang harus dilalui. Dengan kata lain bahwa tingkatan tahapan tersebut sebenarnya merupakan langkah menuju sosok/profil auditor yang ideal (auditor yang profesional). 3 (Melia Fauziah)
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
8
Fokus Utama
PROBLEMATIKA SEPUTAR JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR udah hampir 4 tahun sejak terbitnya KMA No. 1 Tahun 2001, jabatan fungsional auditor eksis. Selama itu pula berbagai tugas dan fungsi, kegiatan pengawasan serta permasalahan menyatu dalam perjalanan waktu. Mungkin tidak terasa dari segi waktu, namun mungkin dapat dirasakan oleh para auditor dalam hal teknis operasionalnya. Dalam rentang waktu tersebut, sudah dapat diagendakan beberapa permasalahan yang sekiranya perlu untuk mendapat perhatian mengingat urgensinya bagi masa depan auditor dan tugas-tugas pengawasan. Diskursus permasalahan seputar jabatan fungsional auditor harus dicermati sebagai sebuah kebutuhan dan bukan untuk mencari sensasi. Untuk itu setiap masalah yang muncul sebaiknya menjadi pemicu bagi para auditor untuk bersama-sama memikirkannya dan mencari solusi yang sebaik-baiknya.
S
Masalah tugas dan fungsi Dalam KMA No. 1 Tahun 2001 sebenarnya sudah diatur mengenai tugas dan fungsi auditor, namun memang belum secara eksplisit, karena apa yang disebutkan pada pasal 641 dan 642 sebenarnya lebih mengarah pada Inspektur Regional. Pada pasal 641 disebutkan bahwa Inspektur Regional I, II, III, IV dan V mempunyai tugas pengawasan di bidang kepegawaian, keuangan, perlengkapan, tugas umum dan pembang-
unan berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Inspektur Jenderal. Selanjutnya dalam rangka tugas sebagaimana pasal 641, masing-masing Inspektur Regional menyelenggarakan fungsi, antara lain menyangkut penginventarisasian peraturan perundang-undangan, penyiapan rancangan dan penyusunan program pengawasan, penyusunan norma, pengujian dan penilaian hasil pengawasan, serta pengusutan kebenaran laporan/pengaduan. Tugas dan fungsi yang disebutkan di atas, meskipun untuk Inspektur Regional, namun secara tidak langsung adalah juga untuk para auditor. Hal ini berarti bahwa para auditor sebenarnya juga melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan keahliannya sebagaimana tertera dalam pasal 644 ayat (1) “Kelompok Tenaga Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya”. Konsep “sesuai bidang keahliannya” akan lebih sesuai jika diartikan bahwa setiap auditor bertanggungjawab pada bidang-bidang yang ada selama ini, yaitu kepegawaian, keuangan, perlengkapan, tugas umum dan pembangunan. Kondisi ini ternyata dalam realitanya berbeda, karena sebagai auditor ternyata diharapkan dapat menguasai bidang-bidang tersebut. Realita tersebut merupakan masalah riil yang harus dicari solusinya, agar jangan sampai berlarut-larut, ka-
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
9
Fokus Utama rena akan berdampak kurang baik. Alternatif solusi yang dapat dipaparkan untuk masalah tersebut adalah: Pertama, Konsep seorang auditor menguasai bidang-bidang yang ada adalah ideal, namun harus dibarengi pula dengan peningkatan profesionalisme. Jika justru penguasaan kelima bidang ada kecenderungan tidak akan optimal, maka perlu dikaji kembali untuk kepentingan yang lebih luas. Kedua, Penguasaan auditor pada bidang-bidang terkait, yaitu tugas umum dengan kepegawaian, serta keuangan dengan perlengkapan dan pembangunan. Secara praktis, setiap auditor mungkin dapat bergantian menangani bidang-bidang terkait dimaksud. Dapat juga beralih ke bidang lainnya, misalnya setelah dari tugas umum dan kepegawaian mungkin mendalami keuangan, perlengkapan dan pembangunan secara bertahap. Untuk urgensi tersebut jelas perlu waktu yang relatif lama. Ketiga, Apabila alternatif 1 dan 2 ternyata mempunyai kontribusi yang mungkin belum sesuai keinginan mayoritas auditor, maka peningkatan profesionalisme akan lebih tepat sesuai dengan bidang yang ada saat ini. Masalah angka kredit Tanggal 31 Desember 2003 adalah batas waktu bagi setiap auditor untuk dinilai angka kreditnya. Masa ini dapat dikatakan sebagai upaya pemutihan, karena untuk pertama kalinya dilaksanakan penilaian angka kredit. Setelah itu penilaian angka kredit bagi auditor akan dilaksanakan secara rutin pada akhir Juli dan Desember setiap
tahunnya. Bicara mengenai angka kredit merupakan "ruh" bagi auditor, karena akan berkorelasi pada kenaikan pangkat yang berarti tugas dan tanggung jawabnya semakin berat. Adapun untuk jumlah angka kredit pada dasarnya akan sangat bergantung pada jumlah aktivitas pokok (pendidikan dinas, kegiatan pengawasan dan pengembangan profesi) dan aktivitas penunjang. Untuk memperoleh angka kredit riil dapat dikatakan membutuhkan waktu, tenaga, pikiran, dan bahkan finansial. auditor harus mandiri untuk dapat mencapai suatu perolehan angka kredit tertentu. Berkaitan dengan angka kredit, setiap auditor harus berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kredit, Keputusan Bersama Kepala BAKN, Sekretaris Jenderal Bepeka dan Kepala BPKP Nomor: 10 Tahun 1996, Nomor: 49/SK/S/1996 dan Nomor: Kep-386/K/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya, serta Keputusan Kepala BPKP Nomor: Kep-595/K/1996 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya dalam Pelaksanaan Inpassing/Penyesuaian bagi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah di luar BPKP. Dari hasil penilaian tanggal 31 Desember 2003 oleh Tim Penilai Angka Kredit, dimana Penetapan Angka Kredit (PAK) masing-masing auditor ditandatangani oleh Inspektur Jenderal
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
10
Fokus Utama Dep. Agama, dapat dikatakan bahwa ternyata para auditor harus terus bekerja keras, karena angka kredit adalah inti dari setiap tugas/ kegiatan pengawasan yang diemban auditor. Ada beberapa hal urgen yang kiranya perlu menjadi perhatian bersama, khususnya antara Tim Penilai Angka Kredit dengan auditor yang dinilai, yaitu: Pertama, Antara Tim Penilai Angka Kredit (TPAK) dan setiap auditor yang dinilai harus ada kesepahaman mengenai suatu kegiatan/aktivitas (kriteria untuk dapat dinilai atau memperoleh angka kredit) berdasarkan Kep. Menteri PAN No. 19 Tahun 1996, sehingga ada kepastian dalam menilai bagi Tim Penilai Angka Kredit dan auditor akan merasa pasti dengan angka kredit yang diperoleh dari suatu kegiatan/aktivitas. Kedua, Semangat setiap auditor untuk mengumpulkan angka kredit diharapkan akan terus bertambah dengan dukungan dan koordinasi yang baik antarsesama auditor, antara auditor dengan Tim Penilai Angka Kredit, dan auditor dengan para pejabat di lingkungan Inspektorat Jenderal Dep. Agama. Ketiga, Diversifikasi kegiatan/aktivitas yang mempunyai implikasi pada angka kredit dapat terus dilaksanakan (dikembangkan) sesuai dengan kebutuhan riil auditor. Tidak hanya terbatas di lingkungan intern saja, akan tetapi dapat dijangkau di lingkungan ekstern Inspektorat Jenderal Dep. Agama. Keempat, Adanya sosialisasi yang
cukup intensif dan berkesinambungan (berkaitan dengan pembinaan bagi auditor), baik dari para pejabat di Inspektorat Jenderal Dep. Agama pada umumnya maupun dari Tim Penilai Angka Kredit pada khususnya. Dari keempat hal urgen tersebut, ada 2 masalah penting yang harus mendapat perhatian seksama Pimpinan, Tim Penilai Angka Kredit dan auditor: Pertama, Tingkat pencapaian angka kredit auditor secara profesional dan proporsional dapat dibarengi dengan ketepatan waktu peniliaian, sehingga tidak akan mempengaruhi waktu kenaikan pangka. Kedua, Upaya diversifikasi kegiatan dari auditor dapat dibarengi dengan kepastian perolehan angka kredit. Langkah yang ditempuh antara lain sosialisasi intensif dari Pimpinan dan Tim Penilai Angka Kredit, maupun upaya lainnya yang berkenaan dengan masalah seputar angka kredit auditor. 3 (Arif Nurrawi)
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
foto
11
Fokus Utama
PEMBERANTASAN KKN DAN INDEPENDENSI AUDITOR ejak reformasi bergulir tuntutan masyarakat agar dilibatkan dalam pengelolaan negara semakin menguat. Hal ini ditandai dengan semakin menguatnya tuntutan terhadap aparatur negara untuk mewujudkan good governance. Pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) merupakan agenda tuntutan yang paling sering mengemuka. Untuk mewujudkan hal ini masyarakat menuntut pemerintah agar menjalankan roda pemerintahan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel. Dengan kondisi ini unsur pengawasan menghadapi tantangan semakin berat. Sebab untuk melakukan pemberantasan KKN dan mewujudkan pemerintahan yang transparan, partisipatif, dan akuntabel peran pengawasan benar-benar sangat menentukan. Pengawasan tidak bisa dilakukan hanya menjadi kegiatan rutinitas. Orientasi 'kegiatan' apa yang harus dilakukan harus diubah menjadi orientasi 'hasil' apa yang harus didapatkan. Berkaitan dengan tuntutan masyarakat di atas, 'hasil' yang diharapkan dari pengawasan adalah KKN terhapus di bumi pertiwi ini dan pemerintah dapat menerapkan asas transparansi, partisipatif, dan akuntabel dalam menjalankan roda pemerintahan. Ini berarti bahwa 'hasil' tersebut menjadi indikator keberhasilan pengawasan.Artinya, walau kegiatan pengawasan terus dilakukan bahkan frekuensi ditingkatkan, na-
S
mun apabila tingkat KKN negeri ini masih saja tinggi berarti pengawasan belum berhasil. Berdasarkan hal ini, sebenarnya yang menjadi tantangan terberat auditor saat ini adalah pemberantasan KKN. Mengapa? Karena KKN sudah menggurita menjadi penyakit kronis bangsa. Hampir di semua lini pemerintahan terjadi perilaku KKN. Bahkan orang sudah menganggap KKN hal yang wajar. Sebaliknya perilaku anti KKN justru dianggap tidak wajar. Ini terjadi terutama di sektor pelayanan masyarakat. Ambil saja contoh pelayanan pencatatan nikah di KUA, pelayanan pengurusan KTP, pelayanan pengurusan SIM, pelayanan pengurusan sertifikat tanah, dan lain-lainnya. Orang yang melakukan perilaku KKN di sini misalnya dengan memberi tambahan uang untuk biaya pengurusan melebihi peraturan agar urusan lancar dianggap wajar, bahkan dianggap sudah semestinya. Sebaliknya, orang yang bersikukuh mengikuti aturan justru dianggap tidak wajar dan bodoh. Kelihatannya aneh terutama bagi orang-orang yang beragama, tapi itulah realita yang terjadi. Menghadapi kondisi ini unsur pengawasan sudah semestinya mencari strategi yang lebih canggih agar dapat mengemban tugas dan fungsinya. Untuk menetapkan strategi tersebut perlu diketahui lebih dahulu faktorfaktor yang menghambat keberhasilan
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
12
Fokus Utama pengawasan dalam menjalankan perannya. Faktor internal dan eksternal Pada dasarnya ada dua faktor yang menjadi masalah bagi auditor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah hal-hal yang berkaitan dengan tingkat indepensi dan profesionalitas auditor dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Seorang auditor yang tidak memiliki kapabelitas di bidang pengawasan akan kesulitan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Ibaratnya, seorang sopir tidak memiliki kemampuan standar sebagai sopir. Bukan saja dia tidak dapat menjalankan tugasnya, namun dia bahkan akan membahayakan bagi orang lain. Independensi juga menjadi masalah internal auditor. Untuk menjalankan perannya seorang auditor harus mampu bersikap independen. Apabila hal ini tidak dapat dilakukan, bukan saja dia tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, bahkan dia bisa jadi malah melegitimasi dan membangun KKN baru. Oleh karena itu pembinaan dan pengendalian auditor menjadi hal yang penting untuk mengatasi masalah internal ini. Dan itulah sebabnya maka jabatan auditor yang dulu merupakan jabatan struktural diubah menjadi jabatan fungsional. Akibatnya kenaikan pangkatnya tergantung dengan 'angka kredit'. Apabila angka kredit dipenuhi seorang auditor baru dapat naik pangkat. Sebaliknya, apabila auditor tidak dapat memenuhi angka kredit, dia akan tertunda kenaikan pangkatnya, bahkan bisa di'stafkan' lagi.
Faktor kedua adalah faktor eksternal. Yaitu semua masalah yang muncul bagi auditor yang berasal dari luar pribadi auditor. Dampak yang diakibatkan dari faktor eksternal ini adalah seorang auditor tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara independen dan profesional. Yang lebih sering menjadi sasaran adalah independensi auditor. Artinya masalah eksternal seringkali muncul dalam rangka mengganggu independensi seorang auditor. Faktor eksternal terutama berasal dari auditan dan atasan auditor. Pengaruh auditan terhadap auditor agar tidak menindak penyelewengan yang dilakukannya biasanya berupa pemberian 'hadiah-hadiah' kepada auditor. Mereka memberikan pelayanan yang berlebihan, bahkan kalau perlu menyiapkan 'amplop khusus' untuk auditor. Tujuannya jelas, yaitu agar auditor tidak dapat menjalankan tugasnya secara independen, sehingga mereka aman. Sebenarnya terhadap godaan eksternal ini sangat tergantung tingkat kepribadian auditor. Apabila faktor internal auditor baik, maka seorang auditor tidak akan tergoda sehingga tetap dapat menjalankan tugasnya secara independen dan profesional. Faktor eksternal yang sering menjadi masalah berat bagi auditor adalah datang dari atasan auditor. Seorang auditor seringkali tidak dapat berkutik menghadapi hal ini. Mungkin bisa saja di lapangan dia dapat melakukan tugas secara independen. Namun ketika proses penyelesaian tindak lanjut hasil audit, seorang auditor tidak dapat ber-
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
13
Fokus Utama buat banyak ketika menghadapi penyelesaian masalah yang tidak independen. Yang dimaksud dengan 'atasan auditor' adalah seluruh pejabat struktur yang berada di atas auditor. Misalnya atasan langsung dari lembaga pengawasan yang bernama Inspektorat Jenderal adalah Menteri. Biasanya pengawasan sulit menjalankan fungsinya secara independen dan profesional bila bertabrakan dengan 'kepentingan' pimpinan departemen. Lembaga pengawasan langsung di bawah presiden Melihat kondisi tersebut pernah muncul gagasan dari sebagian masyarakat agar lembaga pengawasan berada langsung di bawah presiden. Tujuannya agar lebih memiliki independensi dan "gigi" dalam melakukan pengawasan pada seluruh aparatur pemerintah. Akhir-akhir ini wacana tersebut mulai bergulir kembali. Hal ini terjadi karena sebagian masyarakat menilai lembaga pengawasan yang ada sekarang dianggap belum mampu menjalankan tugas dan fungsinya melakukan pemberantasan KKN secara signifikan. Wujud lembaga pengawasan langsung di bawah presiden yang pernah diusulkan tersebut adalah Badan Audit Pemerintah (BAP). SDMnya berasal dari kumpulan seluruh SDM Inspektorat Jenderal dan BPKP. Kedudukan lembaga pengawasan ini setara dengan menteri. Adalagi wacana yang lebih radikal. Seluruh lembaga pengawasan in-
ternal pemerintah seperti Inspektorat Jenderal dan BPKP dibubarkan. Lembaga pengawasan cukup eksternal pemerintah, yaitu BPK-RI (Badan Pemeriksa Keuangan RI). Semua SDM Inspektorat Jenderal dan BPKP ditampung ke BPK-RI. Tugas dan fungsinya adalah untuk mengawasi dan mengontrol roda pemerintahan. Namun demikian, tidak sedikit yang tidak setuju terhadap wacana tersebut. Menurut kelompok ini apabila lembaga pengawasan berada di luar departemen, apalagi di luar pemerintah, hal ini akan menyebabkan para SDM pengawasan semakin kurang memahami kondisi internal departemen. Apapun wujudnya, yang jelas lembaga pengawasan memiliki tugas yang tidak ringan dalam pemberantasan KKN dan perwujudan good governance di bumi pertiwi ini. Tantangan yang cukup berat ini semoga dapat diatasi, sehingga masalah pemberantasan KKN dan perwujudan good governance bukan sekedar slogan dan impian belaka. Akan tetapi dapat menjadi sesuatu yang nyata. Semoga.3 (Nur Arifin)
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
foto
14
Opini
STRATEGI PENGUMPULAN ANGKA KREDIT AUDITOR Oleh Akhmad Ghufron uditor adalah jabatan fungsional. Sebagaimana jabatan fungsional yang lain 'angka kredit' merupakan istilah yang akrab bagi para auditor. Kenaikan pangkat bagi auditor berarti kenaikan angka kredit bagi auditor. Angka kredit merupakan 'kebutuhan pokok' untuk dapat naik pangkat. Oleh karena itu seorang auditor perlu memiliki strategi dalam mengumpulkan angka kredit.
A
Persiapan Awal Ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam persiapan awal untuk kegiatan pengawasan. Pertama, Surat Tugas Pimpinan. Surat tugas dapat berasal dari Irjen atau Inspektur Regional. Penulisan posisi auditor sebagai apa harus jelas, sesuaikan dengan kedudukan dalam tim, apakah sebagai anggota, ketua atau pengendali. Sebagaimana diketahui, bahwa angka kredit dalam jabatan fungsional auditor dinilai berdasarkan norma hasil, sesuai dengan jenjang jabatan atau peran PFA (Pejabat Fungsional Auditor). Apabila memberikaan tugas pada auditor tidak sesuai dengan kedudukan dalam tim dapat berakibat kerugian bagi auditor. Dalam pasal 9 Kep. Menpan No. 19/1996, dijelaskan sebagai berikut. 1) Auditor Ahli yang melaksanakan kegiatan setingkat lebih tinggi angka kredit yang diperolehnya sebesar 110% dari angka kredit butir kegiatan yang seharusnya. 2) Auditor
Ahli yang melaksanakan kegiatan setingkat lebih rendah, angka kredit yang diperolehnya sebesar 90% dari angka kredit butir kegiatan yang seharusnya. Dengan klausul pasal 9 tersebut, pejabat Auditor Ahli yang melaksanakan kegiatan dua tingkat lebih rendah dari yang seharusnya (misal Auditor Ahli Madya seharusnya kedudukan dalam Tim sebagai Pengendali Teknis, ternyata ditugaskan sebagai anggota), maka tidak mendapat angka kredit. Untuk mengatasai hal tersebut, Surat Tugas yang dibuat Irjen bisa ditindak lanjuti dengan Surat Tugas Inspektur atas nama Irjen, yang menempatkan Auditor sesuai dengan kedudukan dalam Tim, atau setidak-tidaknya satu tingkat di bawah yang seharusnya. Kedua, Penyusunan Program Kerja Pengawasan termasuk jadwal kegiatan, yang merupakan bagian dari kegiatan pengawasan. Program kerja dan penjadwalan harus disusun dengan cermat, sesuaikan dengan realita di lapangan. Penyusunan program merupakan satu paket (bagian) dari pelaksanaan pengawasan/pemeriksaan (audit), yang lama waktunya kurang lebih dihitung 3 hari untuk angka kredit. Ketiga, blanko-blanko yang diperlukan (blanko kegiatan auditor yang diisi terlebih dahulu sebagai pancingan, blanko PAK, blanko Surat Pernyataan Kegiatan). Pengumpulan blanko
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
15
Opini dan persiapan bahan lainnya merupakan bagian dari penyusunan program, seperti tersebut di atas. Keempat, kalkulator, sebagai bahan untuk menghitung angka kredit, sebab tanpa kalkulator sulit menghitungnya, akan memakan waktu yang sangat lama. Kalkulator tidak hanya diperlukan bagi auditor yang mengaudit keuangan dan IKN saja, tetapi auditor lainnyapun memerlukan, terutama berkaitan dengan perhitungan jumlah angka kredit. Kelima, buku pinter, yaitu petunjuk praktis angka kredit jabatan auditor baik yang ditulis oleh penulis sendiri maupun oleh Tim Itjen. Ini diperlukan untuk memudahkan penerapan besarnya nilai angka kredit.Buku pinter atau pedoman lainnya, diperlukan untuk standar angka kredit yang diperlukan (misalnya: berapa jumlah angka kredit yang diberikan untuk kegiatan auditor dalam pelaksanaan tugas). Keenam, peraturan-peraturan, sebagai dasar pemeriksaan, pedoman temuan dan bahan pembinaan. Peraturan-peraturan diperlukan sebagai dasar hukum acuan pemeriksaan, apakah hasil temuan melanggar ketentuan atau tidak. Ketujuh, bekal akomodasi yang matang, harus cukup untuk transportasi berangkat dan pulang (PP), cukup untuk penginapan dan cukup untuk makan minum. Pendidikan dan Latihan Kegiatan pendidikan dan latihan dibedakan dalam 3 hal kegiatan, yaitu pendidikan formal, diklat kedinasan, dan pelatihan. Pertama, pendidikan
formal. Pendidikan formal bisa dihitung dengan angka kredit dari unsur utama, apabila ada kaitannya dengan tugastugas pengawasan, yang dimulai dari SLTA/D1= 25, SM/D3 = 50, S1/D.4 =75, S2 =100 dan S3/DR = 150. Jenis (kualifikasi) pendidikan formal yang sesuai dengan bidang tugas PFA yang bersangkutan ditetapkan oleh Kepala/Pimpinan Unit Organisasi masingmasing, setelah mendapat persetujuan instansi pembina. Apabila pendidikan formal tidak ada kaitannya dengan tugas-tugas pengawasan hanya dihargai nilai 5 dari unsur penunjang. Oleh karena itu jika masih menekuni kegiatan pengawasan sebagai auditor, untuk mengikuti pendidikan harus dilihat relevansinya dengan pengawasan. Kedua, diklat kedinasan. Diklat kedinasan sebagai kegiatan unsur utama, merupakan pendidikan nonformal, oleh karena itu penghargaannya/nilainya tergantung lamanya jam, yang dinilai dari: 30-80 jam = 1 (satu), 81 160 jam= 2 (dua),161- 480 jam = 3 (tiga),481- 640 = 6 (enam), 641-960 = 9 (sembilan), lebih dari 960 jam = 15 (lima belas). Angka kredit dari kegiatan mengikuti diklat kedinasan serta memperoleh STTPL dapat diberikan apabila sesuai dengan bidang tugasnya dan ditugaskan oleh Pimpinan Unit Organisasi. Diklat di luar kedinasan dapat diberikan angka kredit apabila ditugaskan oleh Pimpinan dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan PFA sesuai dengan bidang tugasnya.
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
16
Opini Ketiga, pelatihan. Kegiatan pelatihan adalah kegiatan yang mengutamakan praktek daripada teori untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan bidang pengawasan. Pelatihan termasuk kegiatan yang dapat dinilai dengan angka kredit sebagai sub unsur pengembangan profesi dari unsur utama. Besarnya nilai penghargaan bagi peserta pelatihan tergantung jabatan Auditor dan fungsi dalam pelatihan (peserta atau pemrasaran) yang dihitung perhari. Peran dalam latihan, akan menentukan nilai angka kredit yang diberikan. Untuk peserta nilainya 50 % dari pemrasaran, misalnya: gol III/a-III/b (Auditor Ahli Pertama/Auditor Pelaksanaan Lanjutan) mengikuti pelatihan sebagai peserta dapat dinilai 0,076 dan jika sebagai pemrasaran dapat dinilai 0,152 perhari. Kegiatan baik formal/nonformal maupun pelatihan, bukti fisiknya berupa Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar/Piagam/Sertifikat yang dikeluarkan oleh pejabat/lembaga yang berwenang, tidak perlu dinyatakan dengan Surat Pernyataan atasan langsungnya, sebagai pelengkap dari Ijazah/Piagam/Sertifikat/Tanda Lulus adalah Surat Tugas Pimpinan atau Izin belajar/Tugas belajar, yang diberikan oleh pejabat yang berwenang sebagai diatur dalam KMA. 129/1992 jo SE, Sekjen Dep. Agama No. B.II/2/Kp.02.3/48/1997. Tanpa Surat Perintah/Tugas dari pimpinannya atau Izin/Tugas belajar dari pejabat yang berwenang, dianggap liar. Disamping ijazah/piagam/sertifikat untuk bukti fisik masih diperlukan Surat Pernyataan Me-
lakukan Kegiatan dan laporan pelaksanaan PKS (Pelatihan di kantor Sendiri). Penggerakan, pembinaan, dan pelaksanaan pengawasan Kegiatan penggerakan, pembinaan, dan pelaksanaan pengawasan adalah kegiatan inti (eksen) dari pengawasan, antara lain berupa: menyusun pedoman, melaksanaan pemeriksaan, penelitian, pemantauan, pemaparan, membuat laporan dsbnya. Sebagai unsur utama yang nilainya 80% (dengan pengembangan profesi). Disini yang akan dibahas adalah kegiatan audit. Khusus untuk kegiatan pelaksanaan berupa audit operasional, audit khusus dan audit akuntabilitas ini, sudah termasuk persiapan (menyusun rencana kegiatan dan jadwal) 3 hari, pelaksanaan (tergantung berapa lamanya dilapangan), dan pelaporan dihitung 5 hari atau 3 hari, dihargai nilai perjam dan dalam satu hari sama dengan 7,30 jam. Besarnya penghargaan/nilai tergantung kedudukannya/ fungsinya dalam tim, apakah sebagai anggota (untuk Auditor Trampil semuanya berfungsi sebagai anggota dan untuk Auditor Ahli Pertama gol III/a dan III/b), Ketua Tim (Auditor Ahli Muda gol III/c dan III/d), Pengendali Teknis (Auditor Ahli Muda gol III/c dan III/d, atau Auditor Ahli Madya gol IV/a s.d. IV/c), Pengendali Mutu (Auditor Ahli Madya gol IV/a s.d. IV/c, atau Auditor Ahli Utama gol IV/d dan IV/e. Begitu juga kegiatan-kegiatan pengawasan lainnya meliputi persiapan, pelaksanaan dan pelaporan, yang harus diselesaikan dalam waktu yang
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
17
Opini ditentukan. Bukti fisik dari kegiatan ini adalah Surat Perintah Tugas dari pimpinan, rencana kegiatan dan jadwal, Kertas Kerja Pengawasan/Audit (KKP/KKA), STL- LHP/UHP dan Pernyataan Pelaksanaan kegiatan oleh pimpinan (Inspektur yang bersangkutan). Hasil temuan audit/pemeriksaan bisa dikembangkan menjadi tulisan berupa karya ilmiah, yang dipublikasikan sebagai kegiatan pengembangan profesi, atau bisa diseminarkan sebagai pemakalah (unsur penunjang). Berdasarkan lampiran Kep.Menpan No.19/1996, kedudukan Auditor dalam tim, adalah: a) Auditor Trampil (III/a s.d. III/d), kedudukan dalam tim sebagai Anggota Tim. b) Auditor Ahli Pratama (III/a s.d III/b), kedudukan dalam tim sebagai Anggota Tim, kalau ditugaskan sebagai Ketua Tim angka kreditnya 110 % dari yang seharusnya. c) Auditor Ahli Muda (III/c dan III/d), kedudukan dalam tim sebagai Ketua Tim atau sebagai Pengendali Teknis, kalau ditugaskan sebagai Anggota Tim, angka kreditnya 90 % dari yang seharusnya. d) Auditor Ahli Madya (IV/a s.d. IV/c), kedudukan dalam tim sebagai Pengendali Teknis dan sebagai Pengendali Mutu. Apabila ditugaskan sebagai ketua Tim, angka kreditnya 90 % dari yang seharusnya. e) Auditor Ahli Utama (IV/d dan IV/e), kedudukan dalam tim sebagai Pengendali Mutu. Apabila ditugaskan sebagai Ketua Tim sulit untuk dinilai angka kreditnya, sebab dua tingkat dibawah yang seharusnya. Kalau mau ditolelir, angka kreditnya adalah 90 % X Auditor Ahli Muda sebagai Ketua Tim. Untuk menempatkan Auditor se-
suai dengan peranan/kedudukannya dalam tim, atau setidak-tidaknya satu tingkat di bawah yang seharusnya, maka perlu strategi penugasan oleh Inspektur atas nama Inspektur Jenderal, dengan memperhatikan surat tugas Inspektur Jenderal, agar para Auditor tidak dirugikan dalam pelaksanaan kegiatan yang dikaitkan dengan angka kredit. Makin lama pemeriksaan di lapangan karena memang ingin mendapatkan hasil yang maksimal, yang kualitas, makin banyak angka kredit yang didapatkan (setiap hari dihargai 7 jam 30 menit). Untuk itu hilangkan perasaan harus cepat selesai, hilangkan perasaan yang penting memeriksa, hilangkan perasaan SPPD oriented, tetapi hasil oriented. Di lapangan jangan terpaku pada pemeriksaan dengan mencari-cari adanya pelaksanaan tugas yang tidak sesuai ketentuan (nantinya akan terkesan mencari-cari kesalahan), tapi juga pembagian pengalaman/ilmu dengan cara pembinaan. Bukti fisik/dokumen yang diperlukan dalam kegiatan pengawasan (penggerakan, pembinaan dan pelaksanaan pengawasan) adalah Surat Tugas dari Irjen, Kartu Penugasan Kegiatan Pengawasan, Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pengawasan, Dokumen yang menunjukan hasil kegiatan pengawasan (Program kerja dengan jadwalnya, Kertas Kerja Audit dan Laporan Hasil Pengawasan), dan Dokumen lainnya bila dianggap perlu.3
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
18
Opini
PENGEMBANGAN PROFESI JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR engembangan profesi diperlukan sebagai unsur utama dari kegiatan pengawasan untuk mendapatkan angka kredit. Ada beberapa bentuk pengembangan profesi. Pertama, membuat karya tulis/karya ilmiah bidang pengawasan. Yaitu suatu karya tulis yang membahas suatu pokok bahasan, menuangkan gagasan, analisis masalah dan saran pemecahannya. Angka kredit untuk kegiatan ini diberikan apabila memenuhi kriteria penilaian karya tulis/karya ilmiah. Bukti fisik yang diperlukan adalah: Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan (SPMK), buku/majalah/makalah/guntingan media yang asli (foto copy disahkan), dan Surat Keterangan dari pihak penyelenggara. Kedua, menerjemahkan/menyadur buku. Yaitu mengalihbahasakan, menerjemahkan secara bebas dengan meringkas, menyederhanakan atau mengembangkan tulisan bidang pengawasan. Bukti fisik yang diperlukan adalah: SPMK, hasil saduran/terjemahan yang asli (buku/majalah/makalah dan lainnya). Ketiga, berpartisipasi secara aktif dalam penerbitan buku bidang pengawasan, baik sebagai redaktur/editor atau sebagai pengurus. Angka kredit dapat diberikan apabila auditor berpartisipasi aktif.Bukti fisik yang diperlukan adalah: SPMK, dan buku/majalah yang asli atau surat keterangan yang memuat peranan/jabatan PFA yang bersangkutan.
P
Keempat, melakukan pelatihan di kantor sendiri (PKS), adalah suatu proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan dengan lebih mengutamakan praktek daripada teori. Angka kredit dapat diberikan apabila materi-materi yang dibahas terkait dengan pengawasan. Kelima, berpartisipasi secara aktif sebagai penyaji dalam pemaparan (ekpose) draf/pedoman/modul/fatwa di bidang pengawasan, baik dalam forum intern maupun ekstern. Angka kredit dapat diberikan apabila diselenggarakan oleh unit pengawasan atau instansi yang bergerak dalam bidang pengawasan atau diselenggarakan untuk mendukung pengembangan profesi pengawasan. Bukti fisik yang diperlukan adalah: SPMK, undangan, foto copi daftar hadir, draf, pedoman, modul/fatwa yang dipaparkan. Keenam, melakukan studi banding, merupakan kegiatan penggunaan waktu dan pikiran dengan membandingkan untuk meperoleh ilmu. Angka kredit untuk kegiatan tersebut dapat diberikan, apabila kegiatannya bertujuan untuk mendukung pengembangan profesi pengawasan. Bukti fisik/dokumen yang diperlukan adalah: SPMK, foto copi surat tugas studi banding dari pimpinan dan resume hasilnya. Untuk menampung tulisan-tulisan ilmiah dari auditor sebagai kegiatan pengembangan profesi, perlu dihidupkan lagi majalah pengawasan resmi
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
19
Opini yang sudah mempunyai ISSN, yang diterbitkan oleh Inspektur Jenderal Departemen Agama. Kegiatan Penunjang Kegiatan/unsur penunjang bagi auditor adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas auditor, yang bisa dipenuhi untuk kenaikan pangkat/jabatan sebanyak-banyaknya 20%, sedangkan unsur utama sekurang-kurangnya 80%.Unsur penunjang ini tidak harus dilaksanakan, manakala unsur utama sudah 100 %, jadi sifatnya tambahan untuk mendongkrak perolehan angka kredit. Pertama, mengajar/melatih pada diklat pegawai yang diselenggarakan oleh instansi pembina. Angka kredit dapat diberikan apabila kegiatan mengajar/melatih pada diklat pegawai diselenggarakan oleh instansi pembina atau yang ditunjuk oleh instansi pembina. Bukti fisik yang diperlukan adalah: SPMK penunjang, foto copi surat dari penyelenggara yang disertai jadwal dan jumlah jam. Kedua, mengikuti konferensi/seminar/lokakarya bidang pengawasan. Angka kredit kegiatan konferensi/seminar/lokakarya diberikan apabila dilakukan dalam lingkup bidang pengawasan atau memperluas cakrawala pengawasan. Bukti fisik bagi kegiatan tersebut adalah: SPMK penunjang, salinan syah sertifikat dan surat penugasan. Ketiga, menjadi anggota profesi dalam organisasi yang kegiatannya mengkhususkan pada keahlian tertentu yang tidak dapat dikerjakan oleh semua orang. Angka kredit yang dapat diberikan, apabila organisasi tersebut
adalah organisasi profesi/keahlian yang beranggotakan individu yang memiliki keahlian dan diakui oleh instansi pembina/pemerintah. Bukti fisiknya: SPMK, salinan syah/foto copi kartu anggota, surat keputusan organisasi profesi. Keempat, menjadi anggota tim penilai. Yaitu anggota tim penilai angka kredit jabatan fungsional auditor yang diangkat oleh pejabat yang berwenang. Angka kredit dapat diberikan,apabila telah bertugas sekurangkurangnya satu tahun. Bukti fisik yang diperlukan adalah: SPMK, salinan sah SK sebagai tim penilai. Kelima, memperoleh tanda jasa. Angka kredit dapat diberikan, apabila tanda kehormatan tersebut dari Pemerintah RI/Negara Asing/organisasi ilmiah/organisasi profesi dalam pengabdian kepada Nusa, Bangsa dan Negara. Bukti fisiknya, berupa SPMK, salinan sah piagam penghargaan. Keenam, memperoleh kesarjanaan lainnya yang tidak ada kaitannya dengan pengawasan. Angka kredit diberikan, apabila memperoleh kesarjanaan dengan mendapat izin/tugas belajar dari pejabat yang berwenang. Bukti fisiknya: SPMK, surat izin/tugas belajar, salinan sah ijasah sarjana. Ketujuh, menjadi anggota dalam kepanitiaan intra atau antarinstansi pemerintah. Angka kredit diberikan apabila kepanitiaan tersebut dibentuk oleh instansi pemerintah untuk satu kali kepanitiaan dalam satu tahun anggaran. Bukti fisiknya, berupa SPMK, Surat Penugasan Kepanitiaan. 3(Akhmad Ghufron)
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
20
Opini
PENGAWASAN DENGAN PERSPEKTIF GENDER oleh Mudjimah askah ini ditulis ketika suasana menjelang pemerintahan baru dengan Presiden hasil pilihan rakyat melalui pemilihan umum yang demokratis sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Rekaan calon anggota kabinet menjadi topik utama perbincangan masyarakat pemerhati perkembangan perpolitikan di tanah air, baik mereka itu berkompeten ataupun tidak. Pada suatu obrolan ringan di lingkup aktifis perempuan di Departemen Agama, muncul lontaran pertanyaan "mungkinkah Menteri Agama dijabat oleh seorang perempuan? Aneka jawaban dapat kita dengarkan antara lain; "sangat mungkin" jawab seorang rekan dengan optimis yang mencirikan betapa gigihnya ia selama ini memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender di lingkungannya. Jawaban lain bernada keraguan bahwa Departemen Agama belum dapat dipimpin oleh seorang perempuan. Pendapat terakhir ini dikuatkan dengan alasan bahwa, para ulama (Kyai) yang menjadi stakeholders Departemen Agama sebagian berpendapat menolak kepemimpinan wanita. Gambaran lain tentang kepemimpinan wanita (pucuk pimpinan satuan organisasi) dalam arti puncak karir, penulis dapatkan melalui angket terhadap 30 orang pejabat perempuan pada tahun 1999. Hasil angket menunjukkan hampir 85 % menyatakan "tidak mung-
N
kin" wanita menduduki pucuk pimpinan organisasi pada sebuah departemen, dengan alasan yang bervariasi. Kodrat perempuan adalah mengurus rumah tangga menjadi alasan urutan pertama, berikutnya secara berurutan adalah perempuan lebih bersifat emosional, kelemahan fisik, dan alasan lain yang kurang spesifik. Meskipun kepemimpinan perempuan bukanlah tujuan utama perjuangan pemberdayaan perempuan, tetapi pemikiran tentang hal tersebut dapat dijadikan simbol kesetaraan dan keadilan gender. Dari gambaran tersebut di atas menunjukkan betapa upaya pemberdayaan perempuan dalam rangka gender mainstreaming masih disikapisetengah hati baik di kalangan perempuan maupun lingkungannya. Keadaan ini boleh jadi disebabkan pemahaman yang bias dan kurang proporsional tentang gender berkaitan dengan kodrat dan peran sosialnya, makna kesetaraan, serta pemahaman agama yang berbeda. Konsepsi dan Kebijakan tentang Gender Tidak ada perbedaan derajat manusia di sisi Allah kecuali kadar ketakwaannya, sebagaimana firman Allah "…Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling takwa…" (Q.S. 49 : 13). Dalam konteks perlindungan atas hak milik,
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
21
Opini Allah berfirman "… Bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi orang perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan, … (Q.S. 4:32). Dalam pembinaan akhlak Allah berfirman "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik…” ( Q.S. 16 : 97). Ketiga ayat tersebut menunjukkan bahwa konsep Islam tentang kesetaraan dan keadilan gender secara tegas difirmankan, dan penghormatan Islam terhadap kaum perempuan sangat tinggi dibanding pandangan masyarakat terhadap kaum perempuan pada masa pra Islam. Secara jelas dan tegas dapat dipahami bahwa tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam kedudukan dan kemerdekaan peran sesuai dengan pilihannya di masyarakat (berkarya). Adapun kebijakan yang bersifat global untuk perjuangan kesetaraan gender telah bergulir sejak tahun 1948 pada Deklarasi HAM di PBB. Deklarasi tersebut memberi aspirasi kepada gerakan feminis untuk memperjuangkan hak-hak perempuan (all human being are born free and equal in dignity and right), dan pada tahun 1952 hak politik dan ekonomi perempuan diadopsi di PBB. Gerakan penyetaraan gender terus bergulir di badan dunia tersebut, yang dilanjutkan dengan berbagai pertemuan, antara lain konferensi di Moskow (1975) dengan menghasilkan Woman In Development (WID), Nairobi (1985) menghasilkan pembentukan lembaga PBB untuk perempuan
dengan program Woman and Development (WAD). Konferensi di Wina (1990) menyetujui gender and development (GAD) dengan strategi gender mainstreaming (pengarusutamaan gender), dan Cairo (1994) tentang perlindungan hak reproduksi perempuan, dan Beijing (1995) tentang keprihatinan terhadap masalah perempuan. Kebijakan pada tingkat nasional tentang kesetaraan gender ditetapkan melalui beberapa ketentuan perundangan yaitu; pertama Undang-undang (UU) No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, kedua UU No. 25 tahun 2000 tentang Propenas tahun 2000-2004 yang mengakomodasikan program pengarusutamaan gender, ketiga Inpres No.9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender, keempat pada lingkup Departemen Agama dengan KMA No. 58 tahun 2002 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengarusutamaan Gender di Lingkungan Departemen Agama. Secara konseptual dan yuridis perjuangan kesetaraan gender mempunyai landasan yang kokoh untuk tetap eksis, tetapi bagaimana implikasinya di lapangan terutama dalam pelaksanaan pengawasan di Departemen Agama kiranya perlu kita kaji dan perhatikan sebagaimana mestinya. Keadilan dan Kesetaraan Gender dalam Pengawasan Gender secara sederhana dapat dipahami sebagai hasil konstruksi budaya mengenai peluang, peran, dan tanggung jawab laki-laki dan perempu-
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
22
Opini an di masyarakat. Sedangkan pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dalam arti sempit adalah pemeriksaan, pelaksanaannya berbentuk rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis agar seluruh unsur organisasi (departemen) melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan dengan perspektif gender adalah pelaksanaan pengawasan yang mengadopsi konsep dan kebijakan tentang gender yang pada hakikatnya adalah keadilan dan kesetaraan gender (KKJ). Komponen pengawasan setidaknya meliputi sistem, sumber daya manusia (SDM), sasaran/substansi, dan obyek pengawasan. Apakah penetapan komponen tersebut sudah merespon konsep KKJ, artinya konsep kesetaraan gender dilaksanakan secara konsekwen pada kegiatan pengawasan, dapat kita cermati dari pelaksanaan pengawasan selama ini. Berdasarkan pengalaman empirik dan penelaahan tehadap kebijakan, pengawasan yang dilaksanakan pada Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagian besar telah dilaksanakan tanpa bias gender, kecuali sebagian kecil yang masih tertinggal. Secara analitis historis kita mencoba mencermati berbagai kebijakan tentang pengawasan selama ini. Pertama, pada tataran sistem pengawasan berbentuk kebijakan tertulis baik, yang diadopsi dari ketentuan umum (nasional) maupun yang ditetapkan secara internal, tidak menunjukkan
bias gender. Artinya, tidak ditemukan pembedaan/diskriminasi antara laki-laki dan perempuan pada materi peraturan perundang-undangan sejak Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Petunjuk Pelaksanaan sampai dengan Petunjuk Teknis/Tata Cara pemeriksaan. Kedua, pada tataran SDM, terdapat beberapa keragaman titik pandang dalam aspek SDM antara lain; a). Aspek perekrutan/hiring dan pengembangan. Pada aspek ini hampir seluruh proses hiring SDM dan pengembangan (pendidikan dan pelatihan) baik pada tenaga fungsional maupun struktural tidak ada kesenjangan gender. b).Aspek penugasan terdapat perubahan secara gradual. Pada awal berdirinya Inspektorat Jenderal Departemen Agama tahun 1975 -1984 pegawai perempuan hanya diberi peran yang lebih rendah dibanding rekan prianya pada tingkat pendidikan yang relatif sama. Pada tahun 1985 terdapat perubahan yang signifikan dengan pengangkatan 3 orang pejabat struktural perempuan di antara 140 jabatan setingkat dan pada tahun-tahun berikutnya pengangkatan pegawai perempuan pada jabatan struktural terendah dan menengah cukup menggembirakan. Terdapat masa kelam bagi pejabat perempuan karena ada pembatasan penugasan secara diskriminatif yaitu pada tahun-tahun 1991-1993 meskipun secara perlahan pembatasan tersebut diperlonggar dan akhirnya hilang sama sekali. Kendala yang dapat dikenali dan dapat dirasakan pada faktor
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
23
Opini SDM terutama dalam pengembangan karir adalah pemahaman yang bias tentang kodrat perempuan baik pada sebagian pejabat perempuan maupun lingkungannya, kepercayaan diri yang relatif masih rendah jauh di bawah kemampuannya di kalangan pejabat perempuan, dan pemberian kepercayaan yang kurang terhadap pegawai/pejabat perempuan dalam penugasan tertentu. Kendala tersebut dapat disinyalir dalam ilustrasi pada awal tulisan ini. Pemahaman yang bias ini sedikit demi sedikit dapat terkikis melalui berbagai sosialisasi/diklat pengarusutamaan gender di lingkungan Departemen Agama dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Ketiga, pada penetapan sasaran dan objek pengawasan/audit masih terdapat sedikit bias, yakni KMA No. 58 tahun 2002 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengarusutamaan Gender (PUJ) di Lingkungan Departemen Agama, yang seharusnya dilaksanakan tingkat propinsi dan kabupaten, tidak ditetapkan sebagai sasaran audit. Hal ini mengakibatkan perjuangan kesetaraan gender di daerah tidak memiliki daya dorong secara manajerial. Keempat, pada penetapan objek audit hampir seluruhnya bernuansa gender kecuali penetapan pada satu satuan organisasi auditan yang dari tahun ke tahun luput dari jangkauan petugas perempuan tanpa diketahui alasannya. Dalam rangka merealisasikan konsep dan kebijakan pengawasan dengan perspektif gender, perlu dirumus-
kan strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender. Pertama, strategi pembinaan SDM, bertujuan untuk membangun kesadaran tentang KKJ bagi pejabat/pegawai Inspektorat Jenderal melalui sosialisasi PUJ secara berkesinambungan serta pemberian kepercayaan terhadap pejabat/pegawai perempuan setara dengan mitra sejajar pria secara proporsional. Kedua, strategi pemantapan sasaran dan objek audit, dengan menetapkan program pengarusutamaan gender yang fokusnya adalah pemberdayaan perempuan sebagai sasaran audit. Implikasi dari penetapan sasaran tersebut adalah bahwa seluruh satuan organisasi di lingkungan Departemen Agama wajib melaksanakan program PUJ/pemberdayaan perempuan di lingkungannya. Pada penetapan objek audit dilaksanakan tanpa membatasi/membedakan antara pegawai/pejabat laki-laki dan perempuan, kecuali jika pejabat perempuan uzur karena kodratnya (hamil, melahirkan, menyusui). Jika pihak manajemen sudah melaksanakan kebijakan pengawasan dengan perspektif gender. Tantangan pertama bagi para perempuan adalah menaikkan kesadaran dan kepercayaan diri sebagai pejabat publik, meningkatkan kompetensi diri, mampu mengemukakan gagasan-gagasan yang berguna bagi kebijakan publik. Jika tantangan ini dapat dilewati maka secara simultan kebijakan pengawasan yang responsif gender dapat terlaksana dengan baik. Insya Allah.3
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
24
Opini
KENDALA RIIL AUDITOR DALAM PENGUMPULAN ANGKA KREDIT Oleh Arif Nurrawi engan terbitnya KMA No. 1 Tahun 2001, seluruh jabatan Irban dan Pemeriksa di lingkungan Inspektorat Genderal Dep. Agama resmi beralih ke jabatan fungsional Auditor. Suatu jabatan baru yang berbeda dengan jabatan sebelumnya, baik dari segi administrasi, substansi, maupun teknis operasionalnya. Langkah pertama pada Juli 2001 adalah in-passing seluruh Irban dan Pemeriksa ke jabatan Auditor. Sejak itu pula setiap Auditor mempunyai kewajiban yang secara praktis berbeda. Mungkin dari segi substansi dan teknis operasional masih ada kesamaan dengan Irban/Pemeriksa, hanya pada paradigma audit saja yang berubah dari pendekatan pemeriksaan kepada pendekatan pembinaan. Perubahan mendasar justru pada sisi administratif, yaitu adanya kewajiban bagi setiap Auditor untuk mengumpulkan angka kredit dari setiap kegiatan yang dilaksanakan, apakah kegiatan pokok/utama atau kegiatan penunjang. Angka kredit ini nantinya dipergunakan sebagai syarat untuk kenaikan pangkat/golongan.
D
Pengumpulan Angka Kredit dan Kendalanya Secara sepintas memang mudah menafsirkan pengumpulan angka kredit, namun akan terasa sulit ketika direalisasikan. Letak kesulitan mungkin
ada pada metode dan kuantitas angka kredit yang harus dikumpulkan. Untuk sisi kualitas mungkin masih perlu perbaikan secara terus menerus mengingat Auditor adalah suatu jabatan baru bagi setiap pegawai Itjen Dep. Agama yang sebelumnya bernama Irban/Pemeriksa ini. Bicara metode, maka tidak lepas dari ketentuan yang ada mengenai jabatan fungsional Auditor. Dalam Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 jo Kep. Menpan No. 17 Tahun 2002 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya telah secara panjang lebar diuraikan menyangkut metode pengumpulan angka kredit. Para Auditor dapat secara jelas mengetahui batasan, unsur kegiatan, sub unsur kegiatan dan butir-butir kegiatan bernilai kredit yang memang sudah ditetapkan secara jelas di dalam keputusan/peraturan tersebut. Setelah suatu kegiatan dilaksanakan misalnya, maka Auditor harus mengumpulkan surat tugas, surat pernyataan melaksanakan tugas, dan bukti fisik kegiatan (ijasah/piagam/laporan). Kelemahan dari sisi metode mungkin dapat diatasi dengan secara kontinu mempelajari substansi dari Kep. MENPAN No. 19 Tahun 1996. Namun ternyata masih ada kendala lain, yaitu perbedaan persepsi auditor mengenai pernyataan tertentu yang tertuang dalam keputusan tersebut.
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
25
Opini Kondisi ini jelas kurang kondusif, karena berimbas khususnya pada tingkat pencapaian angka kredit (dari sisi kuantitas). Untuk itu perlu ada pembahasan lebih mendalam mengenai hal-hal substansial yang melibatkan Unsur Pimpinan, Tim Penilai Angka Kredit dan para Auditor. Dalam pembahasan tersebut harus ada kata sepakat yang profesional dan proporsional. Profesional bermakna segala sesuatunya diputuskan berdasarkan fakta dan realita, sedangkan proporsional adalah bahwa semua hasil penetapan angka kredit harus diambil secara musyawarah. Semua penilaian/pembahasan selanjutnya dituangkan dalam PAK yang ditandatangani oleh Inspektur Genderal Dep. Agama. Adapun kelemahan kedua, yaitu menyangkut kuantitas angka kredit yang dikumpulkan seyogyanya harus mendapat perhatian intens mengingat hal tersebut akan berpengaruh pada waktu/masa kenaikan pangkat. Diupayakan jangan sampai masuk waktu kenaikan pangkat reguler (4 tahun). Idealnya semakin cepat angka kredit terkumpul, maka akan mempercepat kenaikan pangkat. Di sinilah sebenarnya sisi keuntungan jabatan fungsional. Namun apakah para Auditor sudah dapat mengimplementasikan kondisi ideal tersebut. Sejak kenaikan pangkat dengan menggunakan angka kredit memang ada sebagian Auditor yang sudah bisa naik pangkat, khususnya dari III/d ke IV/a. Namun ada pula yang seharusnya menurut perhitungan waktu sudah naik pangkat, sementara angka kredit-
nya belum terpenuhi. Bahkan ada pula yang angka kreditnya belum memenuhi persyaratan pangkat/golongan tertentu, dengan kata lain Auditor tersebut masih mempunyai utang angka kredit untuk memenuhi batasan pangkat/golongan yang dipersyaratkan. Misalnya, seorang Auditor dengan jabatan Auditor Ahli Pertama (III/b) dengan angka kredit (PAK) 137, maka yang bersangkutan harus melengkapi 13 angka kredit lagi untuk dapat memenuhi syarat yang ditentukan pada level kenaikan pangkat III/b, yaitu 150. Alternatif Solusi Jabatan fungsional Auditor pada satu sisi sebenarnya memang menguntungkan, antara lain dari segi kenaikan pangkat dengan angka kredit. Namun sebaliknya jika perolehan angka kreditnya tidak progresif, dipastikan kenaikan pangkatnya akan terlambat atau bahkan terhambat. Bagaimanapun saat ini setiap Auditor harus secara aktif mengumpulkan angka kredit yang berarti Auditor harus terus menghitung tingkat pencapaian angka kredit setiap saat. Jumlah angka kredit sebenarnya berbanding lurus (linier) dengan jumlah kegiatan yang ada. Artinya adalah bahwa dengan jumlah kegiatan yang terus bertambah, maka angka kredit Auditor diharapkan akan dapat terus bertambah pula. Secara riil, sesuai kondisi saat ini, jika setiap Auditor hanya mengandalkan dari tugas-tugas rutin an sich (audit komprehensif, DDTK, penyusunan laporan, dan lain sebagainya) yang jumlahnya terbatas, maka dapat diprediksikan akan menemui kesulitan da-
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
26
Opini lam pemenuhan jumlah angka kredit semaksimal mungkin, apalagi untuk keperluan kenaikan pangkat. Untuk itu, setiap Auditor diharapkan dapat mencari alternatif/terobosan lain, selain kegiatan/aktivitas rutin tersebut. Di sinilah sebenarnya tantangan riil Auditor, bagaimana menjawabnya, akan sangat tergantung pada diri setiap Auditor. Secara prinsip jabatan ini adalah mandiri yang membutuhkan kreativitas dan sistem kerja dimanis mandiri. Dengan berbekal pengalaman yang ada sebenarnya para Auditor siap menjawab tantangan-tantangan itu. Kini saatnya hal tersebut dibuktikan oleh para Auditor. Untuk menumbuhkan suatu kreativitas, memang bukanlah sesuatu yang mudah mengingat tingkat kemandirian individu Auditor akan berbeda-beda. Namun dengan posisi riil saat ini, tampaknya sudah merupakan suatu keharusan kolektif bahwa setiap Auditor diharapkan dapat terus mandiri. Tentunya konsep yang sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini adalah berdasarkan konsep saling membutuhkan (mutualisma) Untuk menuju ke arah tersebut membutuhkan suatu sistem kerja yang kondusif. Artinya arah kebijaksanaan pengawasan diharapkan dapat memotivasi kerja Auditor. Hal ini antara lain dengan terpenuhinya kebutuhan pemenuhan angka kredit dari berbagai disiplin tugas pengawasan, tidak hanya terpaku pada tugas-tugas rutin yang sudah ada saat ini. Dalam kaitan ini perlu adanya du-
kungan riil dari segenap Pimpinan akan "nasib" Auditor dengan segala suka dan dukanya. Apalagi dengan paradigma baru audit yang lebih mengarah pada aspek pembinaan ketimbang aspek pemeriksaan. Namun semua berpulang pada setiap Auditor, karena tidak dapat dipaksakan. Semuanya harus murni muncul dan tumbuh dari diri Auditor sendiri. Dengan demikian untuk dapat sampai pada kondisi demikian, ada 3 hal urgen yang sangat dibutuhkan saat ini oleh Auditor dalam kaitan tugastugas pengawasan: Pertama, Terus memantapkan konsep potensi mandiri diselaraskan dengan kebutuhan riil sebagai seorang Auditor. Hal ini mensyaratkan setiap Auditor agar dapat menggali potensi diri (inner pottention) secara kontinu seiring dengan rutinitas tugas-tugas pengawasan. Kedua, Setiap Auditor diharapkan dapat memodifikasi (mendiversifikasi dan mengekstensifikasi) kegiatan/program yang mempunyai potensi angka kredit untuk menambah akumulasi angka kredit (kum). Ketiga, Ada dukungan dan kebijakan dari Pimpinan yang lebih mengarahkan pada pola karir Auditor secara proporsional. Memang jabatan Auditor masih perlu banyak peningkatan, khususnya terkait dengan angka kredit. Namun ada baiknya semua perlu dicoba, karena jika menjadi beban maka yang akan merugi Auditor sendiri. Semoga semuanya berlancar lancar.3
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
27
Opini
KASUS KEPEGAWAIAN DAN PENANGANANNYA Oleh Mufham Al-amin asus-kasus kepegawaian kadang terus berjalan begitu saja secara aman dan tertutup atau bahkan dirahasiakan sehingga informasi mengenai kasus tersebut tidak sampai ke pimpinan unit pengawasan, atau bila sampai ke unit pengawasan sudah tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Sedangkan untuk melakukan audit terhadap kasus kepegawaian diperlukan validitas data dan informasi yang lengkap dan akurat. Agar kegiatan audit terhadap kasus kepegawaian dapat berjalan lancar dan efektif perlu adanya perencanaan yang matang, namun sering mendapat hambatan disebabkan informasi dan data-data mengenai kasus tersebut kurang lengkap atau bila ada pengaduan kasus dari sumber yang sengaja disamarkan dengan alasan keamanan jiwa. Untuk mendapatkan hasil yang memadai perlu diinventarisir dan dibuat skala prioritas disesuaikan dengan permasalahannya. Namun sangat disayangkan pengaduan/informasi yang datang datanya terkadang kurang lengkap dan kurang akurat. Sebagian pengaduan yang masuk ke Inspektorat Genderal mengenai kasus kepegawaian keadaannya seperti gambaran tersebut bahkan cenderung emosional. Pengaduan atau laporan
K
semacam ini bisa dikategorikan sebagai surat kaleng walaupun kemungkinan ada benarnya. Untuk itu dalam menangani masalah tersebut harus selektif dan memprioritaskan masalah/kasus yang harus diselesaikan melalui audit khusus dengan harapan dapat menemukan solusinya sesuai dengan ketentuan dan peraturan. Dalam buku Norma Pemeriksaan bab II huruf B menyebutkan antara lain:1)Pekerjaan pemeriksaan harus direncanakan sebaik-baiknya; 2)Para pelaksana pemeriksaan harus diawasi dan dibimbing dengan sebaik-baiknya; 3)Ketaatan kepada peraturan perundang-undangan harus ditelaah dan dinilai secukupnya; 4)Bukti yang cukup, kompeten dan relevan harus diperoleh sebagai landasan yang layak untuk menyusun pertimbangan, kesimpulan, pendapat serta saran tindak lanjut. Atas dasar tersebut, audit kasus kepegawaian dilakukan dengan perencanaan sebaik-baiknya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan sehingga diharapkan dapat mencapai sasaran yang tepat dan efektif. Hal ini sesuai dengan tanggung jawab auditor atas tugas yang diembannya. Kasus kepegawaian merupakan salah satu sasaran audit khusus, yang
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
28
Opini lazim direalisir sebagai reaksi atas adanya laporan/pengaduan baik secara lisan maupun tertulis dari media massa atau laporan langsung. Fakta dan Masalah Masalah kepegawaian sering dihadapkan pada hal-hal yang bersifat psikologis dan manusiawi, karena berhadapan dengan orang secara langsung. Oleh karena itu di dalam melakukan audit terhadap kasus kepegawaian dibutuhkan ketelitian, kecermatan dan kesabaran di dalam mengungkap permasalahan yang timbul. Demikian halnya audit terhadap kasus kepegawaian yang rumit, karena belum ada pola baku tentang model audit terhadap kasus. Hal ini disebabkan sangat tergantung pada situasi, kondisi dan hasil pengembangan temuan audit di lapangan. Masalah yang harus dipertimbangkan antara lain: Pertama, Situasi adalah menyangkut keadaan alam auditan. Hal ini turut mempengaruhi kelancaraan jalannya audit. Sering terjadi audit terhadap kasus kepegawaian mengalami hambatan karena situasi alam sekitarnya kurang mendukung, seperti sulitnya transportasi, kondisi geografi tempat tinggal yang jauh dsb Kedua, Kondisi dan masalah. Kondisi dimaksud berkaitan dengan kondisi auditan termasuk di dalamnya adalah pelaku kasus, pimpinan instansi dan pejabat atau staf di sekitarnya yang seharusnya turut mendukung kelancaran jalannya audit. Yang bersangkutan biasanya berusaha untuk
menghindar dari tuduhan perbuatan melanggar hukum dengan cara menunda-nunda pemanggilan untuk diaudit. Atau pada saat audit dia memberikan keterangan yang berbelit-belit sehingga menyulitkan dan memperlambat proses audit. Di sisi lain pimpinan instansi atau pejabat lainnya juga turut serta sengaja merahasiakan atau menutup-nutupi. Seorang pimpinan yang menyayangi bawahannya biasanya cenderung menutup-nutupi dan merahasiakannya. Dia mempunyai alasan masih sangup membina dan memperbaikinya. Bagi teman-teman sejawat baik ia sesama pejabat atau staf sering kali merasa segan atau bahkan takut terhadap temannya yang sedang bermasalah apalagi melaporkannya. Kondisi seperti ini sering menjadi hambatan jalannya audit terhadap kasus kepegawaian terutama dalam mengkonfirmasi datadata yang telah dihimpun sebelumnya, sehingga untuk mencari kebenaran data-data tersebut memerlukan waktu lama dan memerlukan banyak informasi dari para saksi. Oleh karena itu sebelum melakukan audit terhadap kasus kepegawaian harus memperoleh datadata terlebih dahulu yang lengkap dan akurat. Data-data tersebut dapat diperoleh dari beberapa sumber seperti pengaduan, laporan, informasi dari masyarakat atau media massa, dll. Setelah dilakukan audit, ternyata ada data yang tidak sesuai dengan informasi/keterangan dari yang bersangkutan atau saksi-saksinya. Dari sini auditor harus
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
29
Opini berusaha mengembangkannya lagi dengan cara mencari sumber lain yang dapat dipercaya. Kondisi seperti ini sering memperlambat proses audit karena auditor harus dapat membuktikan kebenaran secara meyakinkan bahwa ia benar-benar melanggar peraturan yang berlaku. Apa yang menyulitkan lagi adalah jika yang bersangkutan mengalami sakit hingga tidak dapat memberikan keterangan yang tepat. Sesuai dengan peraturan yang berlaku auditor tidak dapat melanjutkan audit. Sebab orang yang sedang sakit dikhawatirkan dapat memberikan keterangan yang salah. Ini juga merupakan salah satu hambatan dalam audit karena auditor harus menunggu sampai yang bersangkutan sehat kembali sehingga dapat memberikan keterangan secara benar. Ketiga, Keadaan yang diinginkan. Sesuai dengan tujuan audit bidang kepegawaian adalah untuk meyakini bahwa pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kepegawaian telah sesuai dengan program dan rencana kegiatan serta peraturan yang berlaku secara efektif, efisien dan ekonomis. Oleh karena itu agar kegiatan audit terhadap kasus kepegawaian dapat berjalan lancar, perlu ditempuh langkah sebagai berikut: Pertama, prosedur audit dilakukan dengan perencanaan yang matang dan mengikuti peraturan/ketentuan yang berlaku dengan mempertajam analisis data-data yang diperoleh mengenai kasus kepegawaian yang akan diperiksa. Hal ini akan memudahkan
dan memperlancar pelaksanaan audit, dalam mengangkat permasalah yang ditemukan. Kedua, data mengenai kasus kepegawaian diteliti dan dianalisa lebih dahulu secara cermat agar kelak sampai di lapangan diharapkan tidak jauh menyimpang sehingga target audit sesuai dengan rencana. Ketiga, Pimpinan instansi secara psikologis (biasanya) berusaha melindungi bawahannya. Namun jika bawahannya melakukan tindakan indisipliner sebagai pimpinan instansi harus bersikap transparan, koordinatif, dan tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku demi tegaknya disiplin pegawai. Jika tidak, dikhawatirkan terjadi anggapan bahwa pimpinan tidak bijaksana, berlaku KKN dan akan menjadi contoh yang kurang baik bagi pejabat dan staf lainnya. Keempat, Menggali informasi terhadap rekan sejawat dan bila diperlukan kepada anggota keluarga dan tetangga terdekat. Analisis Masalah Di dalam masalah kepegawaian ada tiga kategori pelanggaran disiplin yaitu: ringan, sedang dan berat. Pelanggaran disiplin ringan biasanya bila dilakukan oleh seorang pegawai negeri hanya mengakibatkan sanksi ringan misalnya berupa teguran lisan atau tertulis. Pelanggaran disiplin sedang bila dilakukan oleh seorang PNS biasanya hanya mengakibatkan sanksi sedang seperti penurunan gaji berkala untuk paling lama satu tahun. Sedangkan
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
30
Opini pelanggaran disiplin berat, seperti perbuatan amoral, melakukan tindakan pidana. Bila dilakukan oleh PNS akan mengakibatkan sanksi berat misalnya pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sndiri atau bahkan mungkin pemberhentian tidak dengan hormat. Oleh karena itu kasus-ksus kepegawaian yang dapat dilakukan audit khusus hanyalah kasus yang dianggap berat karena berkaitan atau melibatkan beberapa hal seperti datadata mengenai kasus, saksi-saksi yang harus dimintai keterangan, kemungkinan adanya ancaman fisik bagi auditor karena ancaman fisik ini datangnya selalu tidak terduga. Ini memang perlu kewaspadaan dan antisipasi sebelumnya dalam melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di luar dugaan. Demikian ini merupakan salah satu hambatan dalam melakukan audit terhadap kasus-kasus kepegawaian. Kendala lain yang sifatnya ekstern yaitu disebut dengan pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa atasan langsung, pimpinan instansi, atau teman-teman sejawat. Sebagai atasan langsung atau pimpinan instansi biasanya mempunyai alasan karena menyayangi bawahannya sehingga mereka tidak segan-segan untuk melindunginya. Bagi teman sejawat biasanya ada rasa segan terhadap teman sendiri. Para teman sejawat ini biasanya berusaha merahasiakan aib temannya hanya karena merasa segan atau takut. Oleh karena itu ia berusaha menutupi apala-
gi untuk melaporkannya kepada pihak yang berwajib/berwenang tentu tidak berani. Kondisi lapangan atau auditan, berkaitan dengan saksisaksi yang perlu dimintai keterangan yang bukan pegawai negeri, seperti orang tua, isteri/suami, saudara, tetangga/teman di mana di antara mereka tentu ada yang diperlukan sebagai saksi untuk dimintai keterangan. Di antara mereka tempat tinggalnya berjauhan sedangkan transportasinya sulit, atau memerlukan biaya lebih banyak dan cukup memakan waktu, misalnya harus melalui perairan (sungai/laut), kendaraan adanya hanya pada waktu-waktu tertentu, dan jarak tempuhnya memerlukan waktu lama. Pemecahan Masalah Sebagaimana disebutkan di atas bahwa audit terhadap kasus kepegawaian memerlukan kehati-hatian, ketelitian dan analisis yang tajam, mengingat yang menjadi sasaran audit adalah kasus kepegawaian di mana sifatnya lebih sensitif dan psikologis. Untuk dapat mencapai maksud tersebut perlu adanya pembinaan yang intensif terhadap para auditor kepegawaian guna menyeragamkan persepsi dan mempertajam analisis. Sehingga dalam melakukan audit nantinya dapat mengungkap permasalahan yang diduga sebelumnya serta dapat membuat skala prioritas terutama kasus-kasus yang menonjol dan memenuhi syarat untuk dilakukan audit khusus. Agar dalam audit terhadap kasus
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
31
Opini kepegawaian dapat mencapai sasaran secara efektif perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut ; Pertama, Membuat perencanaan audit secara matang dimaksudkan agar audit dapat berjalan lancar dan dapat mencapai sasaran secara efektif, termasuk di dalam perencanaan ini adalah menghimpun dan mengolah data, membuat prediksi mengenai situasi dan kondisi auditan dengan cara menghimpun dan mengolah data, mencari informasi dan membuat peta wilayah. Kedua, Bagi pimpinan instansi harus bersikap tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku sebagai cermin penegakan disiplin pegawai, karena dia adalah orang pertama yang akan diteladani dan ditiru oleh bawahannya. Terlebih lagi jika ada bawahannya yang bermasalah, berbuat indisipliner maka pimpinan harus bertindak tegas, mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika pimpinan tetap melindungi orang bersalah tentu ini akan menjadi contoh yang tidak baik bagi pegawai lainnya. Ketiga, Selain pimpinan instansi yang harus transparan, juga bila ada teman atau pejabat terkait lainnya, bila dimintai keterangan juga harus bersedia memberi keterangan apa adanya, secara transparan agar masalahynya dapat diselesaikan dengan baik.. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, perencanaan audit terhadap kasus
kepegawaian harus dilakukan secara matang agar kegiatan audit dapat berjalan lancar dan efektif. Kedua, tingkat ketajaman analisis auditor kepegawaian masih belum seragam seluruhnya disebabkan perbedaan persepsi satu sama lain. Ketiga, kasus kepegawaian hanya diprioritaskan pada kasus-kasus yang tergolong berat dan sedang. Keempat, sikap pimpinan biasanya selalu menyayangi bawahannya, sehingga bila ada bawahannya yang melanggar disiplin selalu dirahasiakan. Kelima, Selain itu teman sejawat atau pejabat terkait juga sering turut melindunginya hanya karena takut atau segan. Keenam, kondisi demikian ini sering menjadi hambatan melakukan audit terhadap kasus kepegawaian yang tergolong berat sedang. Saran Satu, perlu ada peningkatan pembinaan yang intensif terhadap auditor kepegawaian agar dapat lebih mempertajam analisis dan menyamakan persepsi mereka; Dua, Perencanaan audit harus dilakukan secara lebih matang agar kegiatan audit dapat berjalan lancar dan efektif; Tiga, Semua pejabat baik itu pimpinan instansi, pejabat terkait atau teman sejawat harus transparan dan jujur dalam memberikan keterangan yang diminta oleh auditor agar tidak menyulitkan dalam menjalankan audit.3
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
32
Opini
STRATEGI MELAKSANAKAN FRAUD AUDIT Oleh Drs. H. Habuddin enderang perang terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) telah dibunyikan bertalutalu, oleh semua orang dari berbagai lapisan, termasuk koruptor, juga ikut meneriakan pemberantasan KKN. KKN telah menyebabkan keterpurukan bangsa, membuat rakyat menjadi menderita namun tidak sedikit orang berpesta pora menikmati kekayaan, bergelimang harta di atas penderitaan orang lain. Tidaklah mudah menangkap seorang koruptor.Banyak yang disangka melakukan tindak pidana korupsi tapi kemudian dibebaskan karena tidak cukup bukti, Begitu pula yang berdasarkan hasil audit seseorang dinyatakan melakukan korupsi namun tidak dikenakan sanksi, malah tidak sedikit yang dilindungi. Mengapa hal ini banyak terjadi? Adakah yang salah dalam melakukan audit atau penegakan aturan hukum dan aparatnya yang perlu dibenahi?. Modus operandi semakin canggih, sehingga sulit dideteksi, dan adanya kolusi dengan pihak aparat penegak hukum dan dengan auditor membuat kejahatan semakin rapi tersembunyi. Untuk mengungkap hal yang tersembunyi ini perlu ada cara yang harus digunakan melalui fraud audit.
G
Pengertian Fraud audit merupakan disiplin il-
mu audit yang relatif baru dibanding dengan audit keuangan, audit kepatuhan dan audit operasional. Fraud audit adalah suatu audit yang melibatkan pendekatan dan metodologi proaktif untuk membahas kecurangan melalui pendeteksian dengan menggunakan teknik-teknik audit yang diperlukan. Fraud dalam kamus Inggris-Indonesia berarti penipuan, kecurangan atau penggelapan. Menurut WJS Purwodarminto dalam Kamus Indonesia berarti tidak jujur, tidak lurus hati, tidak adil dan keculasan. Fraud menurut buku Etik dan Fraud dalam Audit BPKP adalah penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan dan menimbulkan keuntungan bagi pelaku. Fraud yang akan dibahas disini adalah bentuk pelanggaran hukum/aturan yang terjadi karena suatu rekayasa, penyalahgunaan wewenang, penggelapan dan tipu muslihat. Auditing adalah suatu proses sistematik untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian untuk menentukan tingkat kesesuaian antara kondisi dengan kriteria dan menyampaikan hasilnya kepada pihak yang berkompeten. Menurut Kell dan Bayton ada beberapa tipe audit yang dapat dikelom-
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
33
Opini pokan menjadi 3 kategori, yaitu: a. Financial statement audit yaitu mencakup pengumpulan data dan evaluasi bukti laporan keuangan suatu entitas dengan memberikan opini sesuai prinsip-prinsip akuntansi; b. Compliance audit (kepatuhan) yaitu pengumpulan dan evaluasi bukti untuk menentukan apakah kegiatan suatu entitas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Operational audit yaitu meliputi pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai kegiatan operasional organisasi yang dirancang untuk menilai efisiensi, efektivitas dan keekonomisan dari prosedur operasi manajemen. Konsep dasar audit Menurut Mautz dan Sharof teori auditing ada lima (5) konsep dasar, yaitu: Pertama, Independence, berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan atau tidak tergantung kepada pihak lain termasuk pemberi penugasan. Sikap independen auditor pada dasarnya sangat tergantung pada diri auditor sendiri, auditor yang jujur akan selalu berupaya secara nyata untuk bertindak objektif, sikap independen dapat dirasakan oleh auditor itu sendiri sedang orang lain hanya melihat dari sikap dan tindakan nyata, misalnya menolak penugasan bila terdapat hubungan istimewa antara auditor dengan auditan, menolak penugasan karena kurang menguasai atau memiliki kemampuan untuk memahami aktivitas yang akan yang akan diaudit misalnya tidak memahami kejahatan di bidang komputer.
Kedua, kehati-hatian dan kecermatan. Dalam auditing auditor harus bertanggung jawab atas pelaksanaan dan hasil audit, kehati-hatian dapat dilihat dan ditandai dengan: a)Merencanakan langkah-langkah yang akan dilakukan dan mengendalikan pelaksanaan audit; b)Menggunakan kemampuan pengetahuan yang dimilki dan belajar dari pengalaman; c)Memiliki keahlian yang dituntut dalam kegiatan audit; d)Waspada terhadap setiap kemungkinan penyimpangan dan tidak ragu-ragu; e)Seksama dalam melaksanakan tugas dan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan kemungkinan resiko: f)Mengevaluasi tindakan dan putusannya dengan hakekat yang ingin dicapai. Adapun kecermatan ditandai dengan syarat: a.)Memiliki pengetahuan filosofis dan praktek auditing; b.)Memiliki tingkat pelatihan, pengalaman dan keterampilan yang cukup; c.)Memiliki kemampuan mengenali indikasi penyimpangan; d.)Mengikuti perkembangan modus operandi dan cara mendeteksi. Ketiga, Ethical conduct. Bagaimana etika perilaku yang ideal dalam melakukan audit, dalam Buku Pedoman Umum Pemeriksaan tahun 1992 mengungkap peraturan perilaku pemeriksaan meliputi hubungan antara perilaku auditor dengan teman sejawat, atasannya, obrik dan masyarakat. Sejalan dengan pedoman tersebut belum ada penjabaran lebih lanjut yang mengatur tentang perilaku auditor secara keseluruhan. Secara umum etika yang seharusnya adalah sesuai dengan kode etik aparat pemerintah.
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
34
Opini Di lingkungan Dep. Agama telah ditetapkan kode etik auditor sesuai Kep. Irjen No. 34/1996 yaitu: a)Bertakwa kepada Tuhan YME dengan menjalankan ajaran agama yang dianutnya; b)Setia kepada Pancasila dan UUD 1945; c)Memahami dan menghayati Panca Prasetya Korpri; d)Setia dan taat pada sumpah pegawai, sumpah jabatan; e)Berlaku jujur, adil, penuh tanggung jawab dan berdedikasi tinggi; f)Menjaga nama baik korps pemeriksa dan memelihara hubungan baik dalam tim; g)Menghindari tindakan penyalahgunaan wewenang; h)Menjaga dan memelihara integritas dan objektifitas; i)Disiplin waktu dan disiplin kerja; j)Bekerja sebagai ibadah. Keempat, pembuktian. Auditor tidak boleh mendasarkan persepsi dalam mengangkat suatu temuan audit. pengumpulan dan evaluasi bukti audit merupakan salah satu tahap penting pada setiap kegiatan audit, pembuktian bertujuan untuk mendapatkan kebenaran berdasarkan fakta. Pada fraud audit bukti yang diperoleh diharapkan dapat membantu dan mendukung alat bukti guna penyidikan oleh penyidik yang akan memproses lebih lanjut, di samping untuk mendukung simpulan audit dan merekomendasi apabila ditemukan penyimpangan yang berakibat adanya kerugian negara. Dalam hal menetapkan besarnya kerugian negara harus berdasarkan bukti yang nyata dan tidak dibenarkan dengan teknik uji petik, oleh karena itu alat bukti yang diperoleh harus cukup, relevan, kompeten dan material. Kelima, Penyajian yang layak (Fair Presentation). Konsep dasar ini
menuntut adanya informasi yang tidak memihak dan tidak bias, meskipun penugasan fraud audit berkaitan dengan pengungkapan adanya unsur melawan hukum atau pelanggaran hukum, auditor tidak boleh memihak kepada negara atau sebaliknya membela pelaku. Informasi yang diungkap harus berdasarkan fakta dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda. Konsepsi dasar auditing sebagaimana diuraikan di atas tidak berdiri sendiri melainkan saling mendukung, tanggung jawab untuk memperoleh bukti yang cukup, relevan, kompeten dan material akan menghasilkan laporan audit yang sesuai dengan fakta. Demikian pula sikap independen juga akan menghasilkan informasi yang tidak memihak. Tahapan Fraud Audit Dalam melakukan fraud audit ada tahapan yang harus dilakukan, yaitu: Pertama, Pesiapan dan perencanaan. Setiap kegiatan audit harus diawali dengan persiapan dan perencanaan, hanya fraud audit lebih ditekankan pada sikap hati-hati dan independen serta arif karena sering ada konflik kepentingan antara auditor dengan audit. Dalam menunjuk petugas fraud harus dipertimbangkan yaitu: a)pengalaman; b)integritas, kemauan, keuletan dan keberanian; c)independen; d)tidak ada hubungan istimewa antara auditor dan auditan. Kedua, Membuat PKA. Dalam menyusun PKA fraud audit: a.)Auditor harus memahami betul permasalahan yang akan diaudit, oleh karena itu perlu ditetapkan sasaran, ruang lingkup
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
35
Opini dan waktu audit; b.)Menyusun strategi dan langkah audit; c.)Apabila ada perubahan ruang lingkup dan waktu harus ada surat perpanjangan audit. Ketiga, Pelaksanaan audit. a.)Pembicaraan pendahuluan dengan auditan untuk menjelaskan tujuan audit dan mendapat informasi tambahan serta menciptakan suasana yang dapat menunjang kelancaran tugas; b.)Fraud audit sulit dilakukan secara tegas dalam program audit karena sangat tergantung dengan situasi kondisi dan hasil pengembangan investigasi, oleh karena itu dituntut kreatifitas. Untuk mengungkapkan suatu peristiwa atau kejadian maka harus menjawab minimal sebanyak 7 pertanyaan: 1.)Apa yang telah terjadi; 2.)Siapa yang melakukan; 3.)Dimana perbuatan itu dilakukan; 4.)Kapan dilakukan; 5.)Dengan apa perbuatan itu dilakukan; 6.)Bagaimana dilakukan/modus operandi; 7.)Mengapa perbuatan itu terjadi; Ketiga, Investigasi. Suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh bukti dengan menggunakan prosedur dan teknik audit. Untuk dapat melakukan investigasi dengan baik, maka diperlukan: 1.)Pengetahuan yang baik tentang permasalahan yang akan diaudit; 2.)Siapa orang-orang yang akan diaudit dan siapayang diperiksa terlebih dahulu; 3.)Menyusun pertanyaan-pertanyaan penting; 4.)Menyiapkan bahan-bahan untuk konfrontasi; 5.)Pengetahuan tentang orang/pribadi orang yang diaudit; 6.)Tempat dan waktu. Dalam melaksanakan inventigasi perlu diperhatikan: Agar pelaku mudah
diarahkan untuk mengaku maka perlu mengumpulkan bahan dan bukti yang diperlakukan. Alat bukti menurut KUHAP Pasal 184: 1.)Keterangan saksi; 2.)Keterangan saksi ahli; 3.)Surat Pentunjuk; 4.)Keterangan/pengakuan terdakwa. Keterangan/pengakuan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lainnya. Bukti dalam audit: 1.)Klarifikasi; 2.)Hasil pengujian fisik; 3.)Dokumentasi; 4.)Observasi; 5.)Tanya jawab/wawancara; 6.)Pelaksanaan ulang; 7.)Prosedur analisa. Laporan Hasil Audit Laporan adudit merupakan alat formal auditor untuk mengkomunikasikan suatu simpulan yang diperoleh tentang hasil auditnya kepada pihak yang berkepentingan. Sampai saat ini belum ada standar yang secara khusus untuk laporan fraud audit, atau audit khusus. Standar umum bahwa laporan harus dibuat secara tertulis segera setelah berakhirnya pelaksanaan audit. Laporan disampaikan kepada pihak yang berwenang bersifat rahasia. Hasil audit fraud jika mengandung unsur tindak pidana maka laporan tersebut juga diperlukan oleh pihak aparat penegak hukum.3
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
36
PPA
KIAT-KIAT PEMBERANTASAN KKN OLEH INSPEKTORAT GenderAL DEP. AGAMA engan telah ditetapkannya program 100 hari pertama oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres M. Jusuf Kalla, jajaran birokrasi pemerintah dari lini atas sampai bawah tentunya diharapkan mempersiapkan diri seoptimal mungkin untuk mensukseskan program tersebut. Hal ini berlaku pula untuk jajaran Dep. Agama cq Inspektorat Genderal. Sebagai sebuah program yang memerlukan kerja kolektif dan komprehensif, keberhasilan yang dicapai nantinya juga merupakan hasil kerja sama dan untuk kepentingan bersama yang dapat dinikmati secara bersama-sama. Untuk konteks pemberantasan KKN oleh Inspektorat Genderal Dep. Agama jelas sebagai suatu kerja berat, namun sangat mulia. Sudah lama sebenarnya kondisi ideal terciptanya clean government dan good governance didambakan oleh setiap insan di lingkungan Dep. Agama. Saat ini adalah saat yang sangat tepat untuk merealisasikannya dengan upaya yang sungguh-sungguh. Sudah lama Inspektorat Genderal Dep. Agama menerapkan konsep audit pada setiap tugas pengawasan. Paradigma audit yang lebih menekankan aspek pembinaan belum lama diimplementasikan. Hal ini merupakan suatu langkah baik dan kemajuan yang sangat signifikan. Untuk itu patut terus didukung para Auditor khususnya pada saat melaksanakan tugas-tugas audit. Dengan konsep pembinaan ini, maka setiap Auditor juga dituntut mam-
D
pu sebagai konsultan manajemen, yaitu memberikan advise/pendapat/input berharga yang diharapkan dapat turut memecahkan suatu masalah ketika audit dilaksanakan. Berat dan ringan suatu masalah untuk dipecahkan akan sangat dipengaruhi pula oleh keahlian dan pengalaman seorang Auditor dalam bertugas. Dengan konsepsi peran sebagai konsultan manajemen sebenarnya juga sudah dapat dikatakan sebagai transisi menuju peran sebagai katalisator. Peran ini justru yang sudah banyak dipergunakan saat ini oleh para Auditor (secara umum). Dengan peran sebagai katalisator, maka seorang Auditor tidak hanya akan sebatas memberikan input/saran semata, akan tetapi juga diharapkan turut serta (membantu) menuntaskan suatu masalah jika memang dimungkinkan ke arah itu. Dalam kaitan tersebut, setiap Auditor didorong untuk terus meningkatkan mutu SDM agar lebih profesional. Salah satu kegiatan yang ada seperti halnya Sosialisasi PPA yang baru saja dilaksanakan. Sudah lama kebijakan tersebut eksis, namun baru saat ini sosialisasi untuk Auditor dilaksanakan. Meskipun dari segi waktu dapat dikatakan terlambat, namun apa yang lebih utama adalah bagaimana kelanjutannnya secara sinergik untuk para Auditor khususnya. Jangan hanya terhenti sebatas sosialisasi an sich. Adanya perubahan dari konsep PPKPMJA ke PPA sebenarnya merupakan suatu langkah awal yang baik. Gagasan dari Inspektur Genderal Departemen Agama, Bapak Drs. H. Slamet Riyanto, M.Si. ini sekilas sederhana, namun justru mengandung mu-
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
37
PPA atan yang mendalam. Substansi pada PPKPMJA dan PPA, sebenarnya sudah bergeser, dan hal ini sesuai untuk kondisi saat ini. Konsep PPKPMJA lebih pada faktor sosialisasi, dan implementasi diserahkan pada pihak yang menerima materi PPKPMJA, sedangkan PPA lebih dari itu. PPA tidak saja sebatas sosialisasi saja, namun juga merupakan kebutuhan saat tugas-tugas pengawasan dilaksanakan, yaitu sebagai sebuah pendekatan (pengawasan dengan pendekatan agama). Dalam konteks ini, maka PPA sebenarnya merupakan suatu pendekatan yang bersifat operasional, di samping sebagai sebuah pendekatan preventif. Jika konsep PPKPMJA (yang sudah dikenal sejak 1984) dikorelasikan dengan hasil-hasil audit selama ini, maka akan diketahui bahwa ternyata kontribusinya belum memuaskan, karena masih saja terjadi KKN di lingkungan Dep. Agama. Bahkan masyarakat selalu menyoroti Dep. Agama, mengapa masih ada KKN didalamnya. Lalu, bagaimana bila konsep PPA mulai diimplementasikan akankah sama hasilnya dengan sebelumnya. Ada baiknya dibuktikan untuk kemudian setiap tahunnya dievaluasi. Dengan kata lain, bahwa apapun konsepsi yang mempunyai kontribusi positif terhadap upaya pemberantasan KKN perlu didukung dengan sebaik-baiknya. Sebagai bagian dari Dep. Agama, Inspektorat Genderal harus terus mencoba mencari formula yang sekiranya dapat diimplementasikan, khususnya berkenaan dengan upaya pemberantasan KKN di lingkungan Dep. Agama. Dari penjelasan singkat di atas, ada beberapa input yang dapat juga sebagai kiat untuk Itjen Dep. Agama dalam
rangka pemberantasan KKN di lingkungan Dep. Agama : Pertama, paradigma baru audit yaitu konsep kemitraan dan pembinaan perlu terus dikembangkan menuju konsep sebagai katalisator. Hal ini sebenarnya lebih merupakan faktor kebutuhan riil saat ini yang diselaraskan dengan upaya pemberantasan KKN oleh Inspektorat Genderal Dep. Agama. Kedua, Kebijakan Pimpinan, seperti halnya dengan PPA, diupayakan substansinya yang dapat mendukung upaya pemberantasan KKN di lingkungan Dep. Agama. Misalnya pada konsep PPA saat ini ada perlu lebih difokuskan lagi pada upaya riil, yaitu sebagai sebuah pendekatan dalam pengawasan berbasis pada agama. Ketiga, Konsep KIS (koordinasi, integrasi dan sinkronisasi) secara internal (di lingkungan Inspektorat Genderal Dep. Agama) perlu disinergikan secara optimal dengan KIS secara eksternal, khususnya pada institusi yang terkait upaya pemberantasan KKN, seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian dan KPK. Demikian pemikiran kami berkenaan dengan adanya program 100 hari pertama pemerintah saat ini. Input-input yang dipaparkan InsyaAllah dapat bermanfaat bagi Inspektorat Genderal Dep. Agama, khususnya dalam turut mengupayakan pemberantasan KKN di lingkungan Dep. Agama. Apa yang diutarakan dalam pemikiran ini masih bersifat parsial, dan perlu pengembangan lebih lanjut. Namun InsyaAllah dapat bermanfaat bagi seluruh komponen yang melaksanakan tugas-tugas pengawasan. Amin.3 (Arif)
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
38
Randang KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-13.00.00-125/K/1997 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KETENTUAN PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA DI LINGKUNGAN APARAT PENGAWASAN FUNGSIONAL PEMERINTAH KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, Menimbang :
a. bahwa ketentuan pelaksanaan jabatan fungsional Auditor sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Bersama Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Sekretaris Genderal Badan Pemeriksa Keuangan, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan Nomor 10 Tahun 1996, Nomor 49/SK/S/1996, dan Nomor KEP386/K/1996 tanggal 6 Juni 1996 perlu diketahui, dihayati dan dilaksanakan oleh Auditor di lingkungan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah dan pihak-pihak yang terkait; b. bahwa sehubungan dengan itu dipandang perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.
Mengingat
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437);
:
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
39
Randang 3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaan Negara Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1993 (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 21); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3156), jo. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor: 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3438); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 6. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan; 7. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara; 8. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1994 tentang Susunan Organisasi Departemen Sebagaimana Telah Dua Puluh Enam Kali Diubah Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1996; 9. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19/1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor Dan Angka Kreditnya; 10. Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 02 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Secara Langsung; 11.Keputusan Bersama Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Sekretaris Genderal Badan Pemeriksa Keuangan, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan, Nomor 10 Tahun 1996, Nomor 49/SK/S/1996, dan Nomor KEP-386/K/1996 tanggal 6 Juni 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor Dan Angka Kreditnya.
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
40
Randang MEMUTUSKAN: Menetapkan :
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS KETENTUAN PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA DI LINGKUNGAN APARAT PENGAWASAN FUNGSIONAL PEMERINTAH. Pertama Petunjuk teknis ketentuan pelaksanaan jabatan fungsional Auditor dan angka kreditnya di lingkungan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintahan adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran keputusan ini. Kedua Lampiran Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal pertama, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini. Ketiga Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, maka akan diadakan peninjauan dan perbaikan sebagaimana mestinya. Keempat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 05 Maret 1997 KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN AN PEMBANGUNAN ttd DRS SOEDARJONO NIP 0600287
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
41
EYD
PENULISAN UNSUR SERAPAN SESUAI EYD Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina maupun Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap kedalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle, cock, I’exploitation de l’homme par l’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu sebagai berikut. aa (Belanda) menjadi a paal pal baal bal octaaf oktaf ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e aerobe aerob aerodinamics aerodinamika ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e haemoglobin hemoglobin haematite hematit ai tetap ai trailer caisson ua tetap ua
trailer kaison
uadiogram uadiogram uatotroph uatotrof tuatomer tuatomer hydrualic hydrualik cuastic kuastic c dimuka a, u, o, menjadi k calomel construktion cubic coup classification crystal
dan konsonan kalomel konstruksi kubik kup klasifikasi kristal
c dimuka e, I, oe, dan y menjadi s central sentral cent sen cybernetics sibernetika circulation sirkulasi cylinder silinder coelom selom cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k accomodation akomodasi acculturation akulturasi acclimatization aklimatisasi accumulation akumulasi acclamation aklamasi cc di muka e dan i menjadi ks accent aksen accesory aksesori cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k saccharin sakarin charisma karisma cholera kolera chromosome kromosom technique teknik ch yang lafalnya s atau sy menjadi s echelon eselon
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
42
EYD machine
ch yang lafalnya c menjadi c check cek China Cina c (Sansekerta) menjadi s cabda sabda castra sastra e tetap e effect efek description deskripsi syntetis sintetis ea tetap ea idealist habeas
idealis habeas
ee (Belanda) menjadi e stratosfeer stratosfer systeem sistem ei tetap ei eicosane eikosan eidentic eidentik einsteinium einsteinium eo tetap eo stereo stereo geometry geometri zeolite zeolit eu tetap eu neutron neutron eugenol eugenol europium europium f tetap f fanatic factor fossil
fanatik faktor fosil
gh menjadi g sorghum
sorgum
gue menjadi ge
igue gigue
mesin
ige gige
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i iambus iambus ion ion iota iota ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i politiek politik riem rim ie tetap ie jika lafalnya bukan i variety varietas patient pasien efficient efisien kh (Arab) tetap kh khusus akhir
khusus akhir
oe (oi Yunani) menjadi e oestrogen estrogen oenology enologi foetus fetus oo (Belanda) menjadi o komfoor kompor provoost propos oo (Inggris) menjadi u cartoon kartun proof pruf pool pul oo (vokal ganda) tetap oo zoology zoologi coordination koordinasi ou menjadi u jika lafalnya u gouverneur gubernur coupon kupon contour kontur ph menjadi f
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
43
EYD phase physiology spectrogaph
fase fisiologi spektograf
ps tetap ps pseudo pseudo psychiantry psikiatri psychosomatic psikomatik pt tetap pt pterosaur pteridology ptyalin
pterosaur pteridologi ptialin
q menjadi k aquarium frequency equator
akuarium frekuensi ekuator
rh menjadi r rhapsody rhombus rhythm
rapsodi rombus ritme
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk scandium skandium scotopia skotopia scutella skutela sclerosis sklerosis scriptie skripsi sc dimuka e,i, dan y menjadi s scenography senografi scintillation sintilasi scyphistoma sifistoma sch di muka vokal menjadi sk schema skema schizophrenia skizofrenia scholasticism skolastisisme t di muka i menjadi s jika lafalnya s ratio rasio action aksi patient pasien
th menjadi t theocracy orthography thrombosis methode
teokrasi ortografi trombosis metode
u tetap u unit nucleolus structure institute
unit nukleolus struktur institut
ua tetap ua dualisme dualisme aquarium akuarium ue tetap ue suede duet
sued duet
ui tetap ui equinox conduite
ekuinox konduite
uo tetap uo frluorescein fluoresein quorum kuorum quota kuota uu menjadi u prematuur vacuum
prematur vakum
v tetap v vitamin television cavalry
vitamin televisi kavaleri
x pada awal tetap x xanthate xantat xenon xenon xylophone xilofon x pada posisi lain menjadi ks executif eksekutif taxi taksi exudation aksudasi
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
44
EYD xc di muka e dan i menjadi ks exception eksepsi excess akses excision eksisi exciation aksitasi xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk excavation ekskavasi excursive ekskursif wxclusive eksklusif y tetap y jika lafalnya y yakitori yakitori yangonin yangonin yen yen yuan yuan y menjadi i jika lafalnya i yttrium itrium dynamo dinamo propyl propil psychology psikologi z tetap z zenith zirconium zodiac zygote
zenith zirkonium zodiak zigot
Konsonan ganda menjadi tunggal kecuali kalau dapat membingungkan. Misalnya: gabbro accu effect commission ferrum salfeggio
gabro aki efek komisi ferum salfegio
Tetapi: mass
massa
Catatan: 1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi
diubah. Misalnya: kabar, sirsak, iklan, perlu, bengkel. 2. Sekalipun dalam ejaan disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu dipergunakan dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam pembedaab nama dan istilah khusus. Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standarisasi, efektif, dan implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen. -aat (Belanda) menjadi -at advocaat advokat -age menjadi -ase percentage etalage
persentase etalase
-al, -eel (Belanda), -aal (Belanda) menjadi -al structural, structureel struktural normal, normaal normal -ant menjadi -an accountant informant
akuntan informan
-archy, -archie (Belanda) menjadi -arki anarchy, anarchie anarki oligarchy, oligarchie oligarki -ary, -air (Belanda) menjadi -er primary, primair primer secondary, secundair sekunder
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
45
EYD -(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si action, actie aksi -eel (Belanda) menjadi -el ideeel ideel materieel materiel moreel morel -ein tetap -ein casein protein
kasein protein
-ic, -ics, -ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, ika logic,logica logika phyics, physica fisika dialetics, dialektica dialektika technique, techniek teknik -ical, -isch (Belanda) menjadi -is economical, economisch ekonomis practical, practisch praktis logical, logisch logis -ile, -iel menjadi -il percentile, percentiel mobile, biel
persentil mobil
-ism, -isme (Belanda) menjadi -isme moderism, modernisme modernisme communism, communisme komunisme -ist menjadi -is publicist egoist
publisis egois
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if descriptive, descirptief deskriptif
demonstrative, demonstratief demonstratif -logue menjadi -log catalogue katalog dialogue dialog -logy, -logie (Belanda) menjadi -logi technology, technologie teknologi physiology, physiologie fisiologi analogy, analogie analogi -loog (Belanda) menjadi -log analoog analog epiloog analog -oid, oide (Belanda) menjadi -oid hominoid, hominoide hominoid anthropoid, anthropoide anthropoid -oir(e) menjadi -oar trotoir trotoar repertoire repertoar -or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir director, directuer direktur inspector, inspecteur inspektur amateur amatir formateur formatur -or tetap -or dictator corrector
diktator korektor
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas university, universiteit universitas quality, kwaliteit kualitas -ure, -uur (Belanda) menjadi -ur structure, struktuur struktur premature, pematuur prematur
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
3 (fei,ia,nk,ns)
46
Teknologi Informasi
SIMHP: Business Vision Oleh Ahmed tjen Depag mempunyai tugas mengawasi kinerja auditan yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Kegiatan pengawasan yang dilakukan ada dua macam, yaitu audit dan pemantauan. Audit adalah kegiatan yang dilakukan oleh auditor terhadap auditan untuk mengecek pelaksanaan kinerja auditan di bidang tugas dan fungsi, keuangan dan inventaris kekayaan negara, sumber daya manusia, dan kegiatan pembangunan. Kegiatan ini menghasilkan laporan hasil audit (LHA) dan saran tindak lanjut (STL). Hasil kedua, STL, merupakan tindakan rekomendasi yang perlu dilaksanakan oleh auditan agar dapat meningkatkan kinerja organisasi. Pemantauan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat sekretariat untuk memantau pelaksanaan STL. Untuk mempermudah pemantauan kegiatan pengawasan oleh pejabat Itjen Depag yang berada di pusat serta untuk memperlancar kinerja pengawasan, Itjen Depag menggunakan Sistem Informasi Manajemen Hasil Pengawasan (SIMHP). Sistem ini tidak hanya mengakomodasi keperluan pegawai Itjen dalam melaksanakan kegiatan pengawasan, namun juga membantu mereka dalam memantau kegiatan pendukung yang mengiringi kegiatan pengawasan.
I
SIMHP & peningkatan kinerja SIMHP membuka peluang bagi Itjen Depag dalam memperbaiki kinerja
sumberdaya manusia dan penggunaan sumberdaya lainnya pada proses pengawasan. Selain itu SIMHP juga berpotensi dalam meningkatkan citra Itjen Depag di mata masyarakat sebagai lembaga pemerintah yang bertugas untuk mengawasi kinerja lembaga-lembaga yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Hal ini didasarkan atas permasalahan yang sering timbul, yaitu ketidaktepatan waktu penyelesaian LHA dan laporan hasil pemantauan (LHP) oleh auditor atau pejabat pemantau yang melakukan tugas. Ketidak tepatan waktu penyelesaian LHA dan LHP mempengaruhi: 1. Pejabat pengambilan keputusan di Itjen Depat, yaitu Irjen dan Sekretaris; 2. Pejabat Sekretariat Itjen Depag yang bertugas mengakomodasi proses pengawasan, baik audit maupun pemantauan; 3. Para auditor dan pejabat pemantau yang akan melaksanakan tugas para periode selanjutnya. Akibat yang ditimbulkan adalah: 1. Para pejabat pengambilan keputusan tidak dapat memperoleh gambaran yang obyektif tentang kinerja tugas pengawasan yang telah dilakukan Itjen Depag, sehingga mengalami kesulitan dalam mempertanggungjawabkan kinerja Itjen pada pimpinan Depag dan masyarakat. 2. Para pejabat Sekretariat Itjen
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
47
Teknologi Informasi
3.
Depag kesulitan dalam membagi alokasi tugas pengawasan dan menentukan kompetensi staf-staf tugas pengawasan, baik auditor maupun pemantau. Para auditor atau pejabat pemantau yang akan bertugas mengalami kesulitan dalam memperoleh profil yang obyektif tentang auditan, karena profil tersebut dipengaruhi oleh hasil kinerja auditor atau pejabat pemantau periode sebelumnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan solusi, yaitu: 1. Sistem informasi berbasis internet yang menyediakan fasilitas untuk membuat intisari LHA dan LHP, sehingga pejabat pengambilan keputusan dapat mengetahui kinerja pengawasan secara langsung dan membuat laporan yang aktual. 2. Sistem informasi yang menyediakan fasilitas untuk membuat laporan kinerja Itjen secara garis besar bagi pejabat pengambilan keputusan Itjen. 3. Sistem informasi yang menyediakan fasilitas untuk membuat agregasi hasil audit dan hasil pemantauan yang lalu sebagai dasar proses pengawasan selanjutnya. 4. Sistem informasi yang menyediakan fasilitas untuk mempermudah tugas Sekretariat Itjen Depag dalam memantau alokasi tugas pengawasan dan akomodasi yang harus dikeluarkan berkaitan dengan tugas pengawasan.
SIMHP = pengintegrasi informasi SIMHP adalah sistem informasi berbasis internet yang mengintegrasikan informasi proses pengawasan mulai dari pendataan masalah, pembuatan program pengawasan, penyusunan tim pengawasan, pembuatan surat tugas, pembuatan SPPD, peminjaman fasilitas pengawasan, pembuatan intisari LHA dan LHP, pembuatan laporan untuk kepentingan ekspos dan bahan studi banding, pembuatan laporan eksekutif untuk pengambilan keputusan, sampai pembuat berita kinerja pengawasan untuk masyarakat. Dengan demikian, SIMHP merupakan jalan keluar terhadap kelemahan yang sering dihadapi, antara lain: 1. Pemantauan keadaan kegiatan pengawasan yang sedang dilaksanakan sulit dilakukan dengan segera. 2. Penyiapan informasi hasil agregasi laporan kegiatan pengawasan memakan waktu lama. 3. Pemantauan kegiatan yang mengakomodasi kegiatan pengawasan sulit dilakukan dengan segera. 4. Pembagian kerja kegiatan pengawasan sesuai dengan kompetensi staf dan pejabat Itjen sulit dilakukan dengan tepat karena catatan pengalaman kerja telah dilalui oleh staf sangat kurang. SIMHP vs paperless office Kemampuan utama SIMHP adalah kemampuan pengiriman informasi tentang hasil pengawasan yang dilakukan pada auditan secara aktual dengan toleransi waktu keterlambatan
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
48
Teknologi Informasi pembuatan laporan seminimal mungkin. Selain itu SIMHP diharapkan sebagai tonggak permulaan pelaksanaan paperless office. Namun karena keterbatasan kemampuan Itjen dalam beradaptasi dengan hasil terapan teknologi informasi selama ini, implementasi SIMHP disesuaikan dengan keadaan Itjen. Artinya, penerapan SIMHP untuk menunjang paperless office harus ditangguhkan, karena implementasi sistem dengan kemampuan seperti ini dapat mengubah cara kerja organisasi secara drastis. Oleh karena itu SIMHP yang dikembangkan akan berfungsi sebagai komplemen pada sistem yang telah berjalan di lingkungan Itjen. Dengan pengembangan SIMHP, diharapkan proses pelaporan keadaan auditan di daerah dapat dipercepat. Dengan demikian tujuan Itjen untuk meningkatkan kinerja pejabat dan stafnya dari segi kecepatan dapat tercapai. Selain itu pengembangan sistem ini diharapkan akan mempermudah pengawasan penggunaan sumberdaya Itjen dalam melakukan kegiatan pengawasan. SIMHP & efisiensi Kegiatan pengawasan melibatkan sekitar 200 orang. Implementasi SIMHP tidak akan mengurangi jumlah tenaga yang diperlukan dalam kegiatan ini, karena fungsi yang dilakukan oleh tenaga yang dilibatkan saat ini tidak dapat digantikan oleh sistem dan jumlah tenaga yang diperlukan merupakan jumlah dari set yang minimal. Dalam penghematan waktu, penerapan SIMHP pada kegiatan pengawasan tidak dapat dikatakan sebagai
telah menghemat waktu operasi, karena saat ini SIMHP hanya berfungsi sebagai pemantau atas kegiatan pengawasan. Namun dengan implementasi SIMHP informasi yang diperlukan oleh pejabat di tingkat manajemen dapat disiapkan tanpa harus menunggu penyelesaian pembuatan dokumen resmi. Dalam kegiatan pendukung pengawasan, penyiapan informasi dapat dipangkas waktunya dari minimal satu hari menjadi 30 menit, dengan asumsi kegiatan pendukung pengawasan seperti pembuatan surat dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit. Sedangkan dalam kegiatan pengawasan, penyiapan informasinya dapat dipangkas waktunya dari satu minggu hingga satu bulan menjadi satu hingga dua hari. Jumlah satu hingga dua hari adalah asumsi waktu yang diperlukan oleh auditor dalam membuat intisari LHA. SIMHP akan digunakan pada dua lingkungan penggunaan yang berbeda, yaitu lingkungan indoor dan outdoor. Bagian SIMHP yang akan digunakan dalam lingkungan indoor adalah fasilitas SIMHP yang mengakomodasi kegiatan pendukung pengawasan, mulai dari pencatatan masalah atau pengaduan masyarakat, pembuatan program pengawasan, pembuatan surat tugas dan SPPD, dan kegiatan pengawasan yang dilaksanakan dalam lingkungan Itjen, misalnya penyelesaian akhir LHA. Sedangkan bagian SIMHP yang digunakan pada lingkungan outdoor adalah fasilitas SIMHP yang mengakomodasi kegiatan dalam proses audit yang dilaksanakan oleh auditor, seperti membuat intisari LHA dan upload file LHA.
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
49
Teknologi Informasi Platform sistem yang digunakan saat ini adalah proprietory, yaitu Microsoft Windows yang terdiri atas beberapa kondisi yang bervariasi. Beberapa entitas platform ini tersedia secara legal. Itjen Depag mencanangkan komitmen untuk menghormati undangundang hak atas kekayaan intelektual (HAKI) sebagaimana disebut dalam Dokumen Perencanaan Strategis Sistem Informasi 2003-2008. Karena itu Itjen menggunakan platform sistem dan aplikasi yang tersedia secara open source jika tidak dapat memperoleh platform atau aplikasi berlisensi. Sebagai langkah awal penerapan komitmen ini, SIMHP dibangun di atas platform Linux. Aplikasi yang digunakan dalam kegiatan pengawasan di luar SIMHP adalah aplikasi perkantoran (office application). SIMHP tidak akan terintegrasi dengan aplikasi tersebut. Namun khusus untuk mendukung kegiatan auditor dan pemantau, SIMHP menyediakan fasilitas pengiriman file hasl audit yang dibuat dengan menggunakan aplikasi perkantoran. Engineering objectives SIMHP dimaksudkan untuk mempermudah dalam mencapai beberapa sasaran berikut: 1. Inventarisasi masalah atau pengaduan masyarakat agar mudah ditindaklanjuti dan mempermudah proses penelusuran asal pembuatan program pengawasan. 2. Pemantauan kegiatan pendukung pengawasan yaitu partisipasi staf dan pejabat dalam kegiatan pengawasan dan kelancaran kegiatan
3.
4.
5.
yang dilakukan oleh Itjen. Pemantauan terhadap kinerja pengawasan yang sedang berlangsung. Prestasi kinerja pengawasan yang dilaksanakan oleh staf dan pejabat diperbaiki, karena selama ini prestasi yang dicapai dapat menurunkan kredibilitas Itjen seperti pimpinan Itjen tidak dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang kinerja dan keadaan kegiatan pengawasan yang dilakukan dalam periode tertentu akibat keterlambatan laporan kegiatan pengawasan. LHA dan LHP seharusnya dapat selesai ketika sedang berada di lokasi auditan. Kecepatan penyampaian informasi melalui SIMHP akan memberikan kemudahan pimpinan Itjen dalam memantau kinerja pengawasan sekaligus memacu kinerja staf dan pejabat yang terlibat. Pemantauan kondisi unit kerja yang diawasi, karena melalui penerapan SIMHP dapat dipantau kondisi unit kerja yang sedang diawasi dengan mudah dan dapat dengan segera memberikan laporannya jika diperlukan. Pembuatan dan penyampaian informasi kinerja pengawasan yang dilaksanakan Itjen. Selama ini penyiapan informasi kinerja pengawasan memakan waktu lama dan melalui proses yang agak rumit, karena harus melakukan pengumpulan data kegiatan pengawasan dan melakukan analisis datanya. Dengan pemanfaatan informasi kegiatan pengawasan
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
50
Teknologi Informasi yang tersimpan dalam SIMHP dan kemampuan sistem tersebut dalam melakukan agregasi informasi, pimpinan Itjen dapat menyiapkan informasi yang diperlukan dengan mudah dan cepat.
2.
3. 4.
Batasan Batasan yang harus dipenuhi dalam SIMHP adalah: 1. Sistem dapat diakses dari daerah. 2. Sistem mudah digunakan oleh staf dan pejabat yang belum pernah atau jarangan berinteraksi dengan komputer atau teknologi sejenis. 3. Kemampuan aplikasi minimal dapat mengakomodasi pemantauan proses dalam kegiatan pengawasan. 4. Sistem menggunakan standar kode yang telah dibakukan oleh Itjen Depag. Ukuran kualitas yang harus dipenuhi oleh SIMHP adalah: 1. Sistem dapat diakses dari daerah
5.
dalam waktu relatif singkat. Sistem dapat diakses oleh 2 hingga 4 tim audit yang sedang berada di luar Itjen. Sistem dapat bekerja selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Sistem dapat digunakan dengan mudah, semudah staf menggunakan aplikasi komputer yang telah digunakannya di lingkungan Itjen. Sistem kebal (fault tolerant) terhadap kesalahan penggunaan sistem yang tidak fatal, seperti kesalahan pemberian masukan.
Saat ini SIMHP telah siap dioperasikan, hanya saja belum dimanfaatkan oleh pengguna, utamanya auditor. Untuk menjaga availabilitas komputer, komputer server disimpan dalam ruang bebas debu dengan tingkat suhu 20°C dengan tingkat humidity kurang dari 40%. Lingkungan harus bebas petir untuk menjamin availabilitas sistem, karena server terhubung dengan perangkat telekomunikasi.3
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
51
Administrasi, Manajemen, Organisasi
IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI Oleh Ispawati Asri uatu organisasi merupakan sistem kerja yang melibatkan berbagai komponen yang saling berinteraksi dan saling tergantung. Komponen utama yang paling menentukan sistem tersebut adalah adanya kesiapan sumber daya manusia, yaitu kemampuan manusia dalam menggunakan potensi yang ada pada dirinya secara optimal untuk mencapai tujuan bersama yang ditetapkan oleh organisasi itu sendiri. Dalam proses waktu, kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu itu akan mengalami perkembangan selaras dengan apa yang mereka peroleh di dalam lingkungan kerjanya. Beberapa organisasi selalu dihadapkan pada persoalan mengenai ketidaksiapan sumber daya manusia yang dimilikinya. Persoalan sumber daya manusia tersebut tidak bisa dilepaskan dengan penanganan pada aspek human relations. Dalam arti sempit human relations merupakan komunikasi persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam situasi kerja dan dalam organisasi kekaryaan dengan tujuan untuk menggugah kegairahan dan kegiatan bekerja dengan semangat kerja yang produktif dengan perasaan bahagia dan puas hati. Upaya pimpinan di dalam pengembangan sumber daya manusia
S
melalui berbagai bentuk komunikasi yang persuasif dan penciptaan iklim kerja yang memungkinkan segenap karyawan dapat mengembangkan dirinya diharapkan dapat menopang laju perkembangan organisasi. Apabila dilihat secara mikro pada masing-masing individu itu melekat beragam nilai-nilai kehidupan yang diyakini kebenarannya dan normal sosial budaya yang beragam bentuknya. Nilai-nilai dan norma sosial budaya tersebut secara langsung akan turut membentuk pola sikap dan perilaku seseorang. Orientasi terhadap nilai dan norma seperti ini terbawa pula dalam lingkungan pekerjaannya, dimana kondisi seperti itu akan membentuk kadar dalam motivasi kerja dan kebutuhan yang diinginkan dan diharapkan dapat terpenuhinya pekerjaannya. Sebagai contoh dalam budaya Sunda dikenal adanya nilai yang berkenan dengan orientasi kerja yang menyatakan bahwa kerja itu mempunyai terminologi untuk mengabdi, sedangkan pada masyarakat Jawa 'ngawulo' merupakan suatu orientasi kerja yang mengarah pada upaya pencapaian kepuasan batiniah dan lebih mengarah kepada pengabdian kepada tuannya dengan tidak menghiraukan imbalan materialnya. Iklim komunikasi harus diciptakan dan dibentuk dalam organisasi agar
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
52
Administrasi, Manajemen, Organisasi sejalan dengan produktivitas yang tinggi dan pengetrapan strategi organisasi yang efektif. Jika iklim komunikasi organisasi merupakan iklim terbuka dan mendorong karyawan untuk mengungkapkan ketidakpuasan dan perhatiannya tanpa rasa takut akan adanya pembalasan maka ketidakpuasan dan perhatian itu dapat ditangani secara positif. Iklim keterbukaan tercipta jika karyawan memiliki keyakinan yang tinggi dan percaya pada keadilan, keputusan dan tindakan manajerial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa realitas organisasi sebenarnya merupakan penggabungan dari realitas sosial dan psikologis anggotanya. Di mana masing-masing individu memiliki orientasi nilai maupun normal sosial yang tidak selalu sama dan senantiasa akan terjadi tarik menarik. Nilai-nilai dan norma tersebut akan membawa konsekuensinya pada beragamnya motivasi kerja dan orientasi kebutuhan serta tingkat kepuasan kerjanya. Adanya kesesuaian antara harapan-harapan yang diinginkan di dalam tempat kerjanya dengan kenyataan yang diterima oleh seorang karyawan dapat dijadikan tolok ukur pemenuhan kebutuhan atau pencapaian kepuasan kerja. Sedangkan ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan seperti inilah yang terus menjadi persoalan yang cukup rumit, terutama yang dialami oleh beberapa organisasi anggotanya. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dan keyakinan serta kepercayaan sangat tergantung pada nilai dan tujuan manajemen. Iklim ko-
munikasi kelihatannya membutuhkan kesungguhan tujuan top manajemen untuk memperlakukan karyawan secara wajar, serta adanya tujuan organisasi yang memenuhi dan mengintegrasikan kebutuhan dan tujuan karyawan serta organisasi. Tidak saja para karyawan ataupun seorang pimpinan atau para eksekutif yang pada dasarnya ialah manusia yang juga mempunyai banyak kesulitan dalam berkomunikasi. Setiap pimpinan harus mengatasi dua macam hambatan komunikasi, yaitu: 1)Eksternal: Pimpinan harus mengatasi hambatan-hambatan komunikasi antara nggota masyarakat dengan kantor yang dipimpinnya; 2)Internal: Pimpinan terutama sangat prihatin tentang kesulitan-kesulitan komunikasi antarsesama anggota dalam organisasinya. Dalam hal ini organisasi dapat dipandang sebagai kelompok-kelompok yang saling tergantung. Kelompok orang-orang ini misalnya berada dalam bagian yang berbeda namun berada di satu lantai. Pada umumnya bila tidak ada urusan istimewa atau khusus, orang berkomunikasi dengan orang yang paling dekat tempat duduknya. Sangat sulit mencari salah satu aspek pekerjaan seorang pemimpin maupun karyawan yang tidak berkaitan dengan komunikasi. Berbagai masalah serius timbul apabila perintah keliru dimengerti, ketika olokan ringan dalam kelompok kerja menimbulkan kemarahan, atau ketika peringatan informal oleh kepala bagian tidak disampaikan dengan benar. Setiap situasi seperti itu disebabkan oleh kegagalan salah satu aspek selama berlangsung-
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
53
Administrasi, Manajemen, Organisasi nya proses komunikasi. Begitu pula sebaliknya, apakah bawahan dalam hal menyampaikan pesan kepada atasannya ditanggapi secara baik, respons yang diberikan apakah sesuai dengan tujuan yang diinginkannya atau mengena di benak bawahannya dan apakah komunikasi itu berjalan secara efektif apa tidak. Hal itulah yang sering terjadi dalam pekerjaan sehari-hari dimana kegagalan orang berkomunikasi mempunyai dampak yang negatif dan tidak dikehendaki bagi keduanya. Dengan demikian pola komunikasi yang terbuka harus diciptakan di dalam organisasi itu sendiri. Komunikasi Organisasi Salah satu unsur organisasi menunjukkan bahwa komunikasi dapat diibaratkan sebagai darah yang memberikan kehidupan kepada struktur organisasi, karena masuk dalam semua bagian organisasi dan menghubungkan seluruh kegiatan-kegiatannya. Komunikasilah yang memungkinkan orang membentuk organisasi. Mengkoordinir kegiatan mereka untuk mencapai tujuan bersama, tetapi komunikasi itu tidak hanya menyampaikan informasi atau mentransfer makna saja. Komunikasi mengandung arti proses transaksional dimana orang membentuk makna dan mengembangkan harapan mengenai apa yang sedang terjadi di sekitar mereka dan antara mereka satu sama lain melalui pertukaran simbol, merupakan penyampaian informasi melalui struktur hierarki. Dengan demikian komunikasi sebagai proses informasi dari satu orang ke
orang lain. Satu-satunya cara mencapai manajemen dalam organisasi adalah melalui proses komunikasi. Komunikasi dari pimpinan ke bawahan mempunyai lima fungsi dasar: 1)Instruksi mengenai pekerjaan; 2)Informasi dirancang untuk memberi pemahaman mengenai tugas dalam hubungannya dengan tugas-tugas organisasi lainnya; 3)Informasi tentang prosedur dan praktek organisasi; 4)Umpan balik (feedback) kepada bawahan mengenai pelaksanaan pekerjaan; dan 5)Informasi mengenai masalah-masalah yang bersifat ideologis tentang tujuan organisasi sehingga dapat dikembangkan rasa akan missi dan keterikatan. Fungsi komunikasi adalah membangun harapan sesama, hubungan antara pribadi apa yang diharapkan dan apa yang dipenuhi. Komunikasi antara orang-orang yang berposisi sederajat atau yang arahnya horizontal mempunyai tiga fungsi dasar: 1)Untuk memberi dukungan sosio emosional atau membantu agar semua pihak dalam keadaan baik; 2)Memungkinkan koordinasi antara orang-orang yang berposisi sederajat dalam proses pekerjaan sehingga mereka dapat melaksanakannya secara efisien; 3)Menyebarkan letak pengontrolan dalam organisasi, atau meluaskan letak wewenang dan tanggung jawab. Adanya peran komunikasi sebagai penggerak suatu organisasi, tak terlepas dari fungsi utama pimpinan sebagai pengembang dan pemelihara komunikasi. Intinya dalam perkembangan organisasi tergantung kepada interaksi manusia dalam berkomunikasi untuk saling melayani dan bekerjasama guna
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
54
Administrasi, Manajemen, Organisasi mencapai tujuan yang dikehendaki.Komunikasi bukan hanya semata-mata digunakan dalam memberikan instruksi kepada bawahan melainkan lebih dari itu, yaitu menginformasikan setiap perubahan di dalam organisasi yang melibatkan setiap pekerja dalam pengambilan keputusan. Berkomunikasi secara terbuka juga sangat diperlukan karena dimaksudkan untuk mengurangi adanya konflik dalam manajemen yang sering kali terjadi akibat kurang pemahaman para pekerja terhadap kejadian-kejadian di sekitar perusahaan yang menyangkut masalah pekerjaan. Iklim Organisasi Iklim organisasi juga biasanya dihubungkan dengan kepuasan kerja (job satisfaction). Iklim organisasi yang khusus menyangkut masalah komunikasi antaranggota organisasi disebut iklim komunikasi. Iklim komunikasi mencakup persepsi karyawan atau anggota organisasi mengenai kualitas hubungan dan komunikasi dalam organisasi serta derajat keterlibatan dan pengaruh. Ada lima unsur iklim komunikasi yang ideal, yakni: Pertama, daya dukung (supportiveness). Para bawahan mempunyai persepsi bahwa hubungan komunikasi mereka dengan atasan akan membantu mereka untuk membangun dan mempertahankan harga diri dan keyakinan akan pentingnya diri. Kedua, keterlibatan dalam pengamblian keputusan. Kompleksitas si-
kap secara umum yang mencirikan iklim kebebasan dari para karyawan atau anggota untuk melakukan komunikasi ke atas secara berpengaruh. Ketiga, kepercayaan, percaya diri dan kredibilitas. Sejauh mana sumber-sumber pesan dan/atau peristiwa komunikasi dinilai dapat dipercaya. Keempat, keterbukaan dan keterusterangan. Adapun bentuk hubungan itu (misalnya antara atasan-bawahan, antara yang berposisi sederajat atau antara bawahan-atasan), terdapat keterbukaan dan keterus terangan dalam penyampaian dan penerimaan pesan. Kelima, tujuan prestasi yang tinggi. Derajat kejelasan dalam mengkomunikasikan tujuan-tujuan kegiatan kepada para anggota organisasi. Terdapat lima (5) faktor yang saling mendukung dalam menciptakan iklim komunikasi dalam organisasi, yaitu: 1)Dukungan; 2)Kepercayaan; 3)Partisipasi dalam pengambilan keputusan; 4)Keterbukaan; 5)Tujuan kinerja tinggi. Secara ideal, iklim dan lingkungan organisasi yang baik di mata para anggotanya akan meningkatkan saling ketergantungan dalam organisasi. Hubungan yang bersifat penuh persahabatan akan mempengaruhi pertumbuhan organisasi dan para anggotanya secara positif, sedangkan hubungan yang penuh dengan permusuhan dan kecurigaan akan memberikan dampak negatif.3
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
55
Hikmah
Shalat dalam Perjalanan Terjemahan Bab Shalat Musafir dari Kitab Al Muhadzdzab Jilid I hal. 101-105 (Syeikh Imam Abi Ishaq Ibrahim bin Ali Ibnu Yusuf Al Fairuz Abadiy Asysyairozy)
iperbolehkan untuk meringkas (mengqashar) shalat dalam perjalanan sebagaimana firman Allah SWT S: 4: 101, "Dan apabila kamu bepergian di muka bumi ini maka tidaklah mengapa kamu mengqashar) sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir...” Tsa’labah bin Umayyah bertanya kepada Umar ra tentang firman Allah tersebut, dengan penekanan pada “jika kamu takut diserang orang-orang kafir...” padahal kondisi saat itu dalam keadaan aman, maka Umar ra berkata, "saya heran sebagaimana yang engkau herankan." Maka Tsa'labah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal ini, dan Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah shadaqah yang telah dishadaqahkan Allah SWT kepada kalian semua, maka terimalah shadaqah itu.” Mengqashar sholat ini diperbolehkan hanya dalam waktu dhuhur, ashar dan isya' sesuai dengan ijma' (kesepakatan) umat. Hal ini juga berlaku pada perjalanan air (laut) sebagaimana telah diperbolehkan untuk perjalanan darat.
D
perjalanan yang mencapai empat burud atau lebih. Kemudian Atho' bertanya kepada Ibnu Abbas, "Bolehkah saya mengqashar shalat bila melakukan perjalanan ke Arafah?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Tidak". Maka Atho' bertanya lagi, " Bagaimana kalau ke Mina?" Ibnu Abbas menjawab, "Tidak, kecuali ke Jeddah, Asafan dan Thaif." Dalam hal ini ada beberapa pendapat: a) Imam Malik rahimahullah berkata, "Antara Thaif, Makkah, Jeddah dan Asafan mencapai jarak empat burud, karena perjalanan yang mencapai jarak tersebut akan menjumpai masyaqah yang berat, dan perjalanan yang kurang dari jarak tersebut belum dijumpai masyaqah yang berat." b) Imam Syafi'I rahimahullah berkata, "Saya lebih menyukai untuk tidak mengqashar shalat dalam masa perjalanan yang kurang dari tiga hari, hal ini untuk menghindari khilafiah. (perbedaan)" c) Sedangkan Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata, "Tidak boleh mengqashar shalat kecuali dalam jarak perjalanan yang mencapai tiga hari."
1) Tidak diperbolehkan mengqashar shalat kecuali dalam perjalanan yang mencapai dua hari, yaitu empat burud, setiap burud terdiri empat farsakh, jadi perjalanan yang dibolehkan mengqashar shalat yang sudah mencapai enam belas farsakh (± 76,80 km menurut K.H. M. Anwar penerjemah Fathul Qarib). Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra, bahwa mereka melakukan shalat dua rakaat (qashar) dan tidak puasa (dalam bulan Ramadhan) ketika melakukan
2) Apabila terdapat dua jalan yang menuju ke suatu negeri, di mana jalan yang satu memenuhi syarat untuk mengqashar shalat (masafatul qashri) dan jalan yang lain tidak memenuhi syarat (tidak mencapai masafatul qashri). Maka apabila ada orang yang sengaja mengambil jalan yang memenuhi syarat qashar tersebut, ada dua qaul: a) Pertama, dalam Imla' Imam Syafi'I berkata baginya boleh mengqashar shalat karena sudah mencapai masafatul qashri,
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
56
Hikmah seakan-akan tidak ada jalan lain yang lebih dekat. b) Kedua, dalam Kitab Al Umm Imam Syafi'i berkata bahwa baginya tidak diperbolehkan mengqashar shalat, karena ia sengaja memanjang-manjangkan jarak tempuh agar dapat mencapai masafatul qashri, sebagaimana orang yang menempuh jarak yang dekat tetapi dipanjang-panjangkan jaraknya (direkayasa) sehingga benar-benar menjadi jarak yang jauh. 3) Apabila ada orang yang melakukan perjalanan menuju suatu negari yang jarak tempuhnya mencapai masafatul qashri, tetapi orang tersebut sudah berniat, apabila di tengah perjalanan ia bertemu dengan budaknya atau temannya ia akan kembali, maka baginya tidak diperbolehkan untuk mengqashar shalat karena ia tidak memutuskan untuk bepergian. 4) Dan apabila seseorang berniat untuk melakukan perjalanan ke suatu negeri kemudian ingin melanjutkan ke negeri yang lain, maka dalam hal ini dianggap melakukan dua perjalanan dan tidak diperbolehkan mengqashar shalat sehingga salah satu dari jarak tempuh tersebut mencapai masafatul qashri. 5) Apabila sebuah perjalanan yang mencapai jarak tempuh tiga hari, maka mengqashar shalat lebih afdhal dari pada menyempurnakan (itmam). Sebagaimana telah diriwayatkan oleh 'Imron bin Khushoin beliau berkata, "Saya pernah menuanaikan ibadah haji bersama Rasulullah SAW dan ketika itu Belau melakukan shalat dua rakaat-dua rakaat (mengqashar), dan saya juga melakukan bepergian bersama Abu Bakar ra beliaupun demikian (melakukan shalat dua rakaat), saya juga melakukan bepergian bersama Umar ra beliaupun demikian (melakukan shalat dua rakaat), saya juga melakukan bepergian bersama Utsman ra beliaupun demikian (melakukan
shalat dua rakaat), dan hal ini terjadi sampai enam tahun (enam kali musim haji) kemudian Rasulullah baru menyempurnakan shalatnya ketika di Mina." Langkah Rasulullah SAW ini adalah lebih utama. Namun apabila orang meninggalkan qashar (itmam), maka itu juga boleh. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah ra, beliau berkata, "Saya bepergian bersama Rasulullah SAW untuk tujuan ibadah Umrah pada bulan Ramadhan, ketika itu Rasul berbuka (tidak berpuasa) dan saya tetap puasa, kemudian Rasul mengqashar shalat dan saya tetap menyempurnakan (itmam)." Maka saya berkata kepada Rasulullah SAW, " Ya Rasul, Engkau berbuka sementara saya tetap puasa dan Engkau mengqashar shalat sementara saya tetap itmam." Maka Rasulullah SAW bersabda, "Bagus engkau Aisyah sesungguhnya qashar itu hanya sekedar meringankan, yang diperbolehkan bagi orang dalam bepergian, dan boleh untuk meninggalkannya sebagaimana mengusap khuf tiga kali." 6) Dan tidak diperbolehkan mengqashar shalat kecuali dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat. Maka apabila bepergiannya untuk maksiat seperti bepergian untuk melakukan perampokan/begal (qath'i thariq) dan memerangi/ untuk membunuh orang Islam, maka baginya tidak dibolehkan untuk mengqashar shalat dan tidak mendapatkan kemurahan (rukhshah) apa-apa dari rukhshah-rukhshahnya seorang musafir. Karena sesungguhnya rukhshah tidak diberikan kepada segala sesuatu yang berhubungan dengan kemaksiatan, sebab dengan diberikannya rukfshah bagi orang yang bepergian untuk maksiat., maka ini berarti telah membantu/terlibat melakukan kemaksiatan. 7) Tidak diperbolehkan mengqashar shalat kecuali telah meninggalkan tempat mukimnya (iqamah), sesuai dengan firman
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
57
Hikmah Allah SWT S:4:101 di atas. Dalam ayat tersebut dapat dipahami bahwa qashar berkaitan erat dengan bepergian (dlarbu fil ardli). 8)Apabila ada seorang penduduk sebuah negara/kota, maka baginya tidak boleh mengqashar shalat sampai ia meninggalkan/berpisah dengan bangunan-bangunan (simbol-simbol) kota itu, dan apabila ia telah bertemu dengan pagar-pagar pembatas kebun-kebun (batas wilayah) dan telah terpisah dengan simbol-simbol kota itu maka boleh mengqashar shalat, karena keberadaan kebun-kebun itu bukan bagian dari kota. 9) Apabila seseorang berada dalam sebuah desa yang berdekatan dengan desa laindan ketika ia telah meninggalkan desanya itu baginya boleh mengqashar sholat. Abul Abbas telah berkata, "Apabila ada ada dua buah desa yang berdekatan dan keduanya seperti satu desa, maka dalam keadaan wilayah yang demikian tidak diperbolehkan mengqashar shalat sehingga antara desa yang satu dengan yang lain terpisah menurut pendapat yang pertama karena salah satu dari dua desa tersebut terpisah dari yang lain.” 10) Dan bagi para penghuni perkemahan (ahli khiyam), maka apabila keadaan perkemahan itu berkumpul maka tidak diperbolehkan mengqashar shalat sehingga terpisah antara yang satu dengan yang lain.
buah negara/kota dan akan bermukim di suatu tempat sampai mereka berkumpul dan kemudian pergi lagi, maka bagi mereka tidak boleh mengqashar shalat, karena mereka tidak memutuskan untuk bepergian. Tetapi apabila mereka berkata, "kami akan menunggu dua atau tiga hari dan seandainya tidak berkumpul maka kami akan melanjutkan perjalanan. Dalam kondisi yang demikian mereka boleh menhgqashar shalat, karena mereka telah memutuskan untuk melakukan bepergian. 12) Tidak diperbolehkan mengqashar shalat sehingga orang yang melakukan shalat itu semua rukun shalat berada dalam kondisi bepergian (dalam perjalanan). Apabila seseorang dalam sebuah kapal (perahu) ketika takbiratul ihram kapal tersebut masih berada di tempat (daerah mukim), kemudian kapal tersebut berjalan sehingga kondisi shalatnya menjadi dalam perjalanan, maka baginya tidak boleh mengqashar shalatnya, demikian juga apabila seseorang dalam kapal (perahu) ketika takbiratul ihram masih dalam posisi di perjalanan kemudian sampailah kapal tersebut di tempat mukimnya atau tempat yang diniatkan untuk mukim, maka harus menyempurnakan shalatnya (itmam). Karena kondisi tersebut berkumpul antara dua kecenderungan yaitu kecenderungan qashar dan itmam. Dalam hal yang demikian maka dimenangkan yang itmam. 3
11) Dan apabila perkemahan itu saling terpisah antara yang satu dengan yang lain, maka boleh mengqashar shalat. Apabila jarak terpisahnya itu dekat antara yang satu dengan yang lain, Imam Syafi'i berkata dalam Kitab Al Buwaithy,
foto
Apabila ahli khiyam itu ingin pergi dari se-
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
58
Renungan
Mata Kepala, Mata Hati, dan Mata Uang Oleh Nurman Kholis "Kedua mata saya tidak bisa melihat. Pada mulanya hanya sebelah. Namun, lambat-laun menular ke mata yang lainnya. Saya pun berkali-kali berobat ke dokter baik di Sukabumi maupun kota lainnya. Hasil pemeriksaan mereka menyatakan, kedua mata saya sangat sulit untuk berfungsi kembali. Namun, saya tetap merasa optimis, kedua mata saya akan berfungsi kembali.” Ungkapan di atas meluncur dari mulut seorang pemuda kepada saya pada bulan Ramadhan empat tahun yang lalu. Ia mengalami kebutaan, setelah meneteskan obat mata yang sudah kadaluwarsa. Setelah menghabiskan banyak biaya namun kedua matanya tak kunjung sembuh, akhirnya ia berserah diri kepada Allah. Dalam kesehariannya ia isi dengan membaca ayat Kursy sekian kali. Atas ijin Allah, lambat-laun, kedua matanya kembali dapat melihat meskipun masih remang-remang. Alhamdu lillah. Demikian kisah seorang hamba Allah yang berjuang sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari kegelapan menuju terang benderang. Apa yang ia alami menunjukkan betapa nikmatnya terang dan betapa tersiksanya dalam keadaan gelap. Karena itu, kita dapat merasakan indahnya hidup ini dengan adanya mata di kepala dan cahaya di sekeliling kita. Namun, keduanya hanya dapat menerangi alam jasmani. Mata kepala dan cahaya matahari atau cahaya lampu tidaklah cukup bagi
kita yang sedang melakukan perjalanan secara ruhani untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak. Mengapa demikian? Sebab, dalam perjalanan ruhani ini, ada makhluk lain yang iri kepada kita selaku manusia, keturunan Adam dan Hawa. Allah berfirman: "Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syetan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari satu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka". ( Al A'raf: 27). Agar selamat dalam perjalanan ruhani ini hingga dapat berjumpa dengan Allah dan pulang kembali ke surga, Allah memberikan din (agama) dan akal. Agama ini dibawa oleh para rasul sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad saw agar manusia berserah diri (Islam) kepada Allah dan selamat di dunia hingga akhirat. Karena itu Imam Al Ghazali mengibaratkan, akal seperti mata dan agama seperti cahaya. Berdasarkan perumpamaan ini, manusia yang mengamalkan ajaran agama namun tidak menggunakan akalnya seperti orang buta berada di tempat yang terang. Sebaliknya, manusia yang hanya menggunakan akalnya tanpa mengikuti ajaran agama seperti orang yang bermata normal berada di tempat yang gelap. Dengan demikian, keduanya te-
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
59
Renungan tap berada dalam kegelapan sehingga tidak tahu ke mana arah untuk melangkah. Imam Al Ghazali sendiri merupakan sosok manusia yang mengamalkan ajaran agama dan menggunakan akalnya dengan baik dan benar dalam menjalankan ajaran agama tersebut. Karena itu mata hati beliau mampu melihat apa yang akan terjadi bila manusia tidak menggunakan dinar (uang emas) dan dirham (uang perak) dalam berjual-beli. Hal ini sebagaimana yang beliau nyatakan pada bab Syukur dalam jilid IV kitab Ihya Ulumuddin yang ditulis 10 abad yang silam. Menurut beliau, sebagian dari nikmat-nikmat Allah adalah penciptaan dinar dan dirham. Dengan kedua mata uang ini maka dunia pun menjadi tegak. Berdasarkan pandangan Imam Al Ghazali tersebut, bila dinar dan dirham hilang dari peredaran maka dunia pun menjadi hilang keseimbangannya dengan terjadinya berbagai bencana. Sebelum jatuhnya kekhilafahan Islam pada tahun 1924, dinar digunakan untuk barang-barang yang dianggap mahal sedangkan dirham untuk barang-barang yang cukup berharga. 1 dinar (koin emas seberat 4,25 gram) pada umumnya dapat ditukar dengan seekor kambing, 1 dirham (koin perak seberat 3 gram) dengan seekor ayam, 2 dinar (koin emas seberat 8,50 gram) dengan dua ekor kambing, 2 dirham (koin perak seberat 6 gram) dengan dua ekor ayam, dan seterusnya. Sedangkan untuk barang-barang yang murah digunakan uang yang terbuat selain dari emas dan perak seperti membeli garam dengan uang besi,
sayur dengan uang tembaga dan sebagainya. Dengan demikian, pertukaran tersebut berlangsung secara adil berdasarkan kecenderungan dan kesepakatan penjual dan pembeli. Imam Al Ghazali juga menjelaskan beberapa contoh ketidakadilan atau kezaliman dalam berjual-beli. Menurut beliau, orang yang membeli rumah dengan kain atau kuda dengan tepung, maka hal ini merupakan pertukaran yang tidak seimbang. Namun, sejak abad ke-19, rumah, kuda, hutan, sekian ton emas, dan seluruh kekayaan di dunia ini dapat ditukar dengan hanya setumpuk kertas yang bertuliskan dolar dan yang lainnya. Sekian hektar hutan pun menjadi gundul setelah ditukar dengan kertaskertas tersebut. Akibatnya, Banjir, longsor, gempa bumi, kemarau datang silih berganti dan suhu udara pun terasa semakin panas. Seperti yang terjadi di Indonesia, menurut Marwah Daud Ibrahim dalam Silaknas ICMI yang saya hadiri di Pontianak, 24-26 Januari 2003, saat ini setiap tahunnya dua juta hektar hutan di Indonesia musnah dan kini diperkirakan hanya tinggal 60 juta hektar. Hal ini memungkinkan Indonesia menjadi padang pasir sebelum tahun 2045. Demikian akibat berlangsungnya jual beli secara tidak adil seperti membeli atau menukar setumpuk kertas dolar dengan seluruh isi alam ini. Pertukaran tersebut merupakan salah satu bentuk riba yang dilarang oleh Allah (Al Baqoroh: 275). Menurut Ibnu Taimiyah, riba adalah adanya tambahan dengan cara yang bathil dalam hutang piutang atau jual beli.
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
60
Renungan Keadaan manusia yang menyamakan riba dengan jual beli sudah dilihat mata hati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. 15 abad yang silam beliau bersabda, "Sungguh akan datang suatu masa, saat itu manusia menghalalkan riba dengan menyebut jual beli". (HR. Ibnul Qoyyim dalam kitab Ighatsatul Lahfan Jilid II), "Sungguh akan datang suatu masa, saat itu manusia tidak ada seorang pun yang tidak memakan riba, jika ada yang tidak memakan riba, ia pun akan terkena debunya. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah) dan “Apabila riba telah merata di seluruh negeri, berarti mereka telah menghalalkan azab Allah terhadap diri mereka sendiri” (H.R. Muslim). Namun, beliau juga memberitahukan salah satu jalan keluar dari lautan riba tersebut. Beliau bersabda, "Akan datang suatu masa, saat itu tidak ada barang berharga yang bermanfaat kecuali dinar dan dirham.” (H.R. Imam Ahmad bin Hanbal). Adanya kezaliman dengan diberlakukannya uang kertas tersebut kemudian disadari beberapa tokoh kaum Muslimin. Dinar dan dirham pun kembali diberlakukan sejak tahun 1992 di Spanyol, Jerman, Afrika Selatan, dan Uni Emirat Arab. Pemberlakuan kembali kedua mata uang ini dipelopori Syekh Abdulqadir As-Sufi, ulama kelahiran Skotlandia dan mantan penulis naskah pada TV BBC London. Karena itu setelah bertemu dengan Syekh Abdulqadir pada tahun 2001, mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mensosialisasi-
kan pemberlakuan kembali dinar dan dirham di berbagai forum. Dalam salah satu kunjungannya ke Arab Saudi yang dijuluki negara petro dolar (minyak dolar) beliau pun menyatakan agar minyak jangan ditukar dengan uang kertas dolar namun dengan emas. (muslim-affairs.com). Sedangkan menurut Sugiharto (kini Menteri Negara BUMN) dalam sambutan tertulisnya selaku Koordinator Presidium Forum Penggerak DinarDirham Indonesia (Forindo), pemberdayaan pemahaman akan pentingnya dinar dan dirham sebagai Community Currrency menjadi sangat vital manakala masyarakat kita sedang mengalami penurunan taraf dan kualitas kesejahteraan hidup dikarenakan krisis moneter. Pernyataan tersebut beliau sampaikan pada seminar dengan tema "Dinar Emas Sebagai Alat Pembayaran Perdagangan Bilateral dan Pertukaran Dinar-Dirham antara Indonesia-Malaysia" yang saya hadiri di Jakarta, 17 Desember 2003. Seminar ini merupakan follow up dari Silaknas ICMI di Pontianak, 24-26 Januari 2003 dengan tema "Dinar: Solusi Keluar dari Himpitan Dolar". Pembukaan Silaknas ini juga dihadiri Menko Kesra Jusuf Kalla (kini wapres), Said Agil Al Munawar (saat itu Menag), dan Malik Fajar (saat itu Mendiknas). "Selamat berjuang untuk memberlakukan kembali mata uang yang sesuai dengan mata kepala dan mata hati". Amiiin….Allah… Allah…Allah… Wallahu a'lam bis-showab.
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
61
Relaksasi Nama Saya Michael Rombongan auditor tiba di Papua. Mereka menyewa sebuah mobil kijang menuju Kanwil Dep. Agama di kota itu. Tiba-tiba ketua tim berinisiatif, "Bagaimana kalau kita cari penginapan dulu, masih pukul 06.00 Wit. Kita ke Kanwil pukul 08.00 Wit. Usul ketua tim disepakati anggota tim. Tapi kemana mereka cari penginapan?. Salah seorang auditor bertanya pada supir. Auditor: "Mas, di mana ada penginapan? Tolong antar kami ke sana." Supir: "O iya Pak, nanti saya antar. Tapi sebaiknya kita kenalan dulu, nama saya Michael bukan Thomas." noens, Tangerang Kepalamu mana ? Husein Hutasuhut seorang auditor bidang keuangan sedang memeriksa Kusumo, bendaharawan rutin kandepag Sukoharjo, Jawa Tengah. Husein : Bisa saya lihat buku kas? Kusumo : Injih, siap. Husein : Apakah atasanmu sering memeriksa buku kas? Kusumo : Pak Kepala (maksudnya kepala kantor) pernah periksa tapi sudah lama. Husein : Kalau begitu, nanti saya rekomendasikan ke atasanmu untuk melakukan pemeriksaan kas minimal tiga bulan sekali. Kusumo : Tapi pak, menurut Pak Kepala tidak terdapat kesalahan dalam pembukuan ini. Husein : Iya, menurut aturan yang
berlaku atasan langsung harus memeriksa buku kas tiga bulan sekali dan melakukan pembinaan. Kusumo : Kalau begitu nanti saya bilang ke Pak Kepala. . . . . (Belum selesai Kusumo dengan kalimatnya, Husein memotong dengan kesal) ”Aku tanya kau, bukan Pak Kepala. Kalau begitu kepalamu saja bawa sini.” Kusumo : Ini Pak. Kepala saya mau diapakan? (Kusumo membungkuk dan menyodorkan kepalanya ke arah Husein) @rie, Banten Jangan dimakan Andi Hasnah adalah salah seorang kepala sub di bagian pelaporan. Saat dia melakukan pemantauan ke kanwil Depag Yogyakarta, dia menyempatkan diri mengunjungi salah seorang adiknya yang kebetulan memperisteri perempuan Jogya dan tinggal di sekitar Candi Borobudur. Pada saat makan malam, tidak lupa sang adik ipar menghidangkan masakan istimewa khas Jogya, yaitu sayur gudeg. Adik ipar : Monggo mbak yu, makan dulu. Ibu ka.sub : Iya, saya memang sudah lapar. Seharian mantau di kanwil, tidak sempat makan siang. Adik ipar : Kebetulan kalo gitu, saya sudah siapkan makanan khas Jogya. Mereka tampaknya menikmati makan malam sambil melepas rindu, maklum meski bersaudara kandung tapi mereka jarang ketemu. Tapi sayangnya sayur gudeg bikinan adik
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
62
Relaksasi ipar tidak disentuh karena ibu ka.sub tidak menyukai sayuran. Adik ipar : Monggo mbak yu tambah lagi. Ini jangan dimakan loh. (adik ipar sambil mengangkat mangkuk berisi sayur gudeg. Ternyata jangan dalam bahasa Jawa berarti sayur ) Ibu ka.sub : O iya, jangan khawatir. Saya pasti tidak makan kok, saya memang tidak suka sayur. (Ibu ka.sub jangan tersinggung dong!) Fei, Si Kabayan Belajar Sholat Saat beranjak dewasa, Si Kabayan mulai belajar sholat. Ia pun menjadi sering ke masjid. Meskipun tahu sebelum sholat harus berwudhu, ia mendahulukan belajar tata cara sholat terlebih dahulu. Menurutnya, tata cara sholat lebih susah dari pada wudhu. Pada suatu hari, sebelum khutbah Jum'at dimulai, Si Kabayan melakukan sholat di tengah-tengah jama'ah yang hampir memenuhi masjid. Meskipun membuang angin berkali-kali, Si Kabayan meneruskan sholatnya hingga selesai. Jama'ah yang berada di sebelahnya pun langsung menegur si Kabayan. Jama'ah : "Kabayan! Kamu sholatnya batal. Tadi kamu buang angin berkalikali. Kamu engga tahu kalau buang angin membatalkan sholat?." Kabayan : Biarin. Sebelum sholat, saya engga berwudhu dulu kok. Saya kan masih belajar. Nah...sekarang saya baru mau wudhu untuk sholat yang beneran. he.he. Kholis, Sukabumi
Rindu, Ketika malam menjelang kesendirian ini terasa menyakitkan Dada ini membuncah Ketika pagi datang Hanya tangis yang ada Rindu ini terasa mengguncang Ya Rabb... Betapa hanya padaMu aku mengadu Hanya padaMu aku berserah diri Sampaikan rindu ini pada RasulMu Muhammad... f. erlina CUEK Kala dalam kesendirian dan kau merasa asing Kala dalam keramaian dan kau merasa sepi ..........cuek Maka kau akan terbebas Kala dalam kedukaan dan kau merasa sendiri Kala dalam tekanan dan kau merasa bersalah ...........cuek Maka kau akan terbebas Kala dalam kesukaan dan kau merasa hampa Kala dalam kecemburuan dan kau merasa marah ...........cuek Maka kau akan terbebas Isfa, Bulukumba
Fokus Pengawasan, Nomor 3 Tahun 1 Triwulan III
63