AUDIT PLAN dan AUDIT SCOPE YANG MELEGAKAN PEMERIKSA (Oleh: Johannes Aritonang) Gagal Merencanakan = Merencanakan Kegagalan adalah sebuah pernyataan yang sangat bermakna pada pemeriksaan pajak. Di dalam pemeriksaan, perencanaan sebuah pemeriksaan mutlak dilakukan agar tujuan dari pemeriksaan dapat tercapai. Para pemeriksa pajak khususnya yang menangani pemeriksaan Wajib Pajak berskala menengah sampai besar mengalami kesulitan – kesulitan di dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak disaat harus memeriksa Wajib Pajak yang pada Surat Pemberitahuan (SPT), Neraca dan Laporan Laba Ruginya mempunyai banyak pos-pos perkiraan dan semuanya harus dilakukan pengujian serta dibuatkan Kertas Kerjanya. Padahal ada sebagian pos yang nilainya tidak material serta tidak ada indikasi adanya kesalahan. Adakalanya satu Laporan Hasil Pemeriksaan Pajak mempunyai Kertas Kerja Pemeriksaan berodner-odner yang penyelesaiannya menghabiskan energi , biaya dan waktu penyelesaian lebih banyak. Dalam beberapa diskusi ringan dengan para pemeriksa pajak terlontar , adanya keinginan dari para pemeriksa agar Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuatkan hanya pada perkiraan yang mengalami koreksi saja. Bagaimana mewujudkannya dan apa dasar hukumnya?
Perubahan Peraturan Para pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) khususnya para pemeriksa senior selama ini sangat akrab dengan keberadaan “Buku Biru” (sebutannya demikian karena memang sampulnya pertama kali keluar berwarna biru) untuk menyatakan keberadaan Keputusan Dirjen Pajak No. Kep-01/PJ.7/1990 tanggal 15 Nopember 1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak sebagai buku pedoman yang harus diketahui oleh seorang pemeriksa pajak sejak tahun 1990. Namun terjadi perubahan mendasar aturan terjadi sejak keluarnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-9/PJ/2010 tanggal 1 Maret 2010 tentang Standar Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dan pada Bab III tentang Ketentuan Peralihan dan Penutup pada pasal 7 ayat 1 menyatakan “ Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini (Per-9/PJ/2010) maka Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-01/PJ.7/1990 tanggal 15 Nopember 1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”. Pencabutan Kep-01/PJ.7/1990 tersebut yang sudah hampir 20 tahun menjadi pedoman didalam setiap pemeriksaan pajak , akan mengubah hal-hal mendasar tentang “pemeriksaan pajak”, diantara perubahan itu adalah : Komponen
Pedoman Pemeriksaan (Kep-01/PJ.7/1990) Pengertian Kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah/panduan bagaimana sesuatu harus dilakukan Fleksibilitas Mengatur hal detail dan teknis sehingga mempersulit ketika akan melakukan revisi bagian tertentu PembagianTugas dan Tanggung Tidak jelas diatur Jawab
Standar Pemeriksaan (Per-09/PJ/2010) Ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan
Fleksibel, karena hanya memuat aturan umum, sementara yang bersifat teknis diatur tersendiri Diatur sesuai posisinya - Kepala UP2 - Supervisor - Ketua/Anggota Tim 1
Independensi
Tidak diatur
Diatur di Pasal 4 (2) b 3)
Audit Scope
Mengatur penyusunan identifikasi masalah, ruang lingkup, namun pemeriksaan harus dilakukan secara menyeluruh sehingga tidak sinkron dengan tujuan pembuatan identifikasi masalah
Penyusunan identifikasi masalah untuk menentukan audit scope yang diwujudkan dalam audit plan pemeriksaan berdasarkan risiko
Beberapa perbedaan mendasar dari perubahan peraturan itu adalah pada Audit Plan dan Audit Scope. 1. Audit Plan Audit Plan atau perencanaan pemeriksaan , berdasarkan pengertian umum dapat dibagi 2: 1) Perencanaan pemeriksaan dalam pengertian perencanaan terhadap Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). 2) Perencanaan pemeriksaan yang merupakan pengembangan strategi pelaksanaan pemeriksaan. 1) Perencanaan terhadap Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan oleh DJP. Tugas dari Direktorat Jenderal Pajak pada tahap ini adalah melakukan seleksi terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan dengan memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Kriteria SPT yang akan dilakukan pemeriksaan telah diatur pada pasal 29 UU KUP yang menyatakan tujuan dari pemeriksaan adalah : a. menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; dan/atau b. tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang diatur pada pasal 3 ayat 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.82/PMK.03/2011 , dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak: i. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; ii. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi; iii. tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran; iv. melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;atau v. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana poin (i) dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan . Sedangkan pemeriksaan dengan kriteria pada poin ii, iii, iv dan v dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, namun dalam hal tertentu dapat juga dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, tetapi jika dalam Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan tranfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan Pemeriksaan Kantor tersebut diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan. Pada pasal 29 a UU KUP dilakukan perkecualian terhadap Wajib Pajak badan yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan menyampaikan Surat Pemberitahuan 2
dengan dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian yang: a. Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP; atau b. terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis risiko, pemeriksaannya dapat melalui Pemeriksaan Kantor . 2) Perencanaan pemeriksaan merupakan pengembangan strategi pelaksanaan pemeriksaan. Audit Plan dalam pengertian ini merupakan pengembangan strategi pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa setelah Wajib Pajak ditetapkan secara nominatif untuk dilakukan pemeriksaan pajak oleh DJP, sehingga tercapai tujuan dari pemeriksaan. Pemeriksa seharusnya merencanakan pemeriksaan dengan sikap skeptis yang profesional terhadap integritas Wajib Pajak , kesalahan dan pelanggaran serta tindakan Wajib Pajak yang ilegal. Tujuan Audit Plan ini adalah untuk mencapai keyakinan pemeriksa yang memadai guna mendeteksi kesalahan atas penyajian dalam Surat Pemberitahuan (SPT) dan Laporan Keuangannya yang diyakini jumlahnya signifikan yang secara kuantitatif berdampak terhadap kepatuhan perpajakan Wajib Pajak sehingga perlu dilakukan pengujian. Pengertian Rencana Pemeriksaan sesuai Per-9/PJ/2010 pasal 1 butir 6 adalah rencana kerja pemeriksaan yang disusun oleh Supervisor dan harus ditelaah serta disetujui oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) yang berisi identitas Wajib Pajak yang memberikan gambaran umum mengenai Wajib Pajak, identitas Tim Pemeriksa Pajak yang berisi susunan tim dan jumlah Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang sedang dikerjakan Tim Pemeriksa Pajak yang bersangkutan, dan uraian rencana pemeriksaan yang berisi informasi mengenai kriteria pemeriksaan, jenis pemeriksaan, ruang lingkup pemeriksaan, identifikasi masalah, tanggal selesai pemeriksaan, tanggal jatuh tempo penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, tenaga ahli yang dibutuhkan dalam pemeriksaan, sarana pendukung yang diperlukan, serta pos-pos SPT yang akan diperiksa. Pedoman penyusunan Rencana Pemeriksaan ini diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE126 /PJ/2010 . Perubahan mendasar dalam pemeriksaan pajak menyangkut Audit Plan adalah terhadap Wajib Pajak yang secara nominatif / secara kriteria akan dilakukan pemeriksaan oleh DJP (melalui Kantor Pelayanan Pajak atau Direktorat Pemeriksaan Penagihan ) sebelum terbitnya Surat Perintah Pemeriksaan Pajak harus sudah menyusun Rencana Pemeriksaan. Sebelum keluarnya Per-9/PJ/2010 ini , kegiatan “perencanaan pemeriksaan” ini digabungkan dengan kegiatan “persiapan pemeriksaan" yang dilakukan oleh pemeriksa setelah terbitnya Surat Perintah Pemeriksaan Pajak. Rencana Pemeriksaan ini disusun oleh Supervisor dan harus ditelaah serta disetujui oleh Kepala UP2. Rencana Pemeriksaan pada Per-9/PJ/2010 tersebut antara lain berisi: 1. Identitas Wajib Pajak yang berisi gambaran umum Wajib Pajak. 2. Identitas Tim Pemeriksa Pajak yang berisi susunan tim dan jumlah SP2 yang sedang dikerjakan. 3. Uraian rencana pemeriksaan yang berisi: (a) Kriteria pemeriksaan. i. Kriteria pemeriksaan terdiri atas Pemeriksaan Rutin dan Pemeriksaan Khusus. ii. Pemeriksaan Rutin adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakannya atau karena diwajibkan olehUndangUndang KUP. iii. Pemeriksaan Khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko terhadap ketidakpatuhan Wajib Pajak. (b) Jenis pemeriksaan. 3
i. ii. iii.
Jenis pemeriksaan terdiri atas Pemeriksaan Kantor dan Pemeriksaan Lapangan. Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. (c) Ruang lingkup pemeriksaan. Ruang lingkup pemeriksaan terdiri atas semua jenis pajak (all taxes), PPh Badan/Orang Pribadi, PPN, PPh Pemotongan dan Pemungutan, dan lain- lain baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, baik tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. (d) Identifikasi masalah. Identifikasi masalah dilakukan setelah mempelajari berkas Wajib Pajak. Berdasarkan data dan analisis yang telah dilakukan, Pemeriksa Pajak harus mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin ada dan perlu dilakukan pengujian. (e) Tanggal selesai pemeriksaan. (f ) Tanggal jatuh tempo penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. (g) Tenaga ahli yang dibutuhkan dalam pemeriksaan. (h) Sarana pendukung yang diperlukan. (i ) Pos-pos SPT yang akan diperiksa. 2. Audit Scope Audit Scope atau luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenaan dengan pemeriksaan. Audit Scope ini merupakan bagian dari Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) , dan pedoman penyusunan Rencana Pemeriksaan ini diatur dengan SE-126/PJ/2010 . Pada tahap ini Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) belum diterbitkan sehingga belum ada kontak antara pihak pemeriksa dengan pihak Wajib Pajak yang diperiksa. Penentuan Audit Scope dilakukan oleh Supervisor yang ditunjuk dengan Nota Dinas dari Kepala UP2 disertai dengan berkas Wajib Pajak yang diperlukan dalam penyusunan usulan Rencana Pemeriksaan. Berkas tersebut antara lain adalah Surat Pemberitahuan (SPT), Laporan Keuangan minimal 2 (dua) tahun terakhir atau sesuai data yang tersedia, Profil Wajib Pajak, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebelumnya, dan data lain yang relevan. Audit Scope ditentukan dari hasil Identifikasi Masalah berdasarkan berkas/ data/ informasi yang diterima oleh Supervisor. Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) Identifikasi Masalah merupakan KKP Pendukung dari Rencana Pemeriksaan. Penyusunan KKP Identifikasi Masalah didasarkan pada data dan/atau informasi yang diterima Supervisor antara lain: a. KKP Perbandingan Data Keuangan Wajib Pajak minimal 2 (dua) tahun terakhir atau sesuai dengan data yang tersedia, yaitu: 1) dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan: i. Neraca Komparatif; dan ii. Laba Rugi Komersial Komparatif dan/atau SPT Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi Komparatif. 2) dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan: i. Harta dan Kewajiban Komparatif; dan ii. Peredaran Bruto Komparatif dan/atau SPT Tahunan Orang Pribadi Komparatif; b. informasi dari Profil Wajib Pajak yang telah disusun oleh Account Representative; c. Laporan Hasil Pemeriksaan sebelumnya; dan/atau d. data lain yang relevan yang meliputi alat keterangan, analisis risiko, hasil analisis dan pengembangan Informasi Data Laporan Pengaduan (IDLP), dan/atau informasi intern dan ekstern yang tersedia. 4
Terhadap data-data dan informasi yang tersedia tersebut dilakukan analisa / pengujian antara lain dengan melakukan: a. analisis rasio data keuangan yang terkait dengan pos-pos SPT; b. analisis trend dan benchmark dengan industri atau perusahaan sejenis; c. ekualisasi antara pos SPT PPh Badan/Orang Pribadi dengan objek pajak lainnya; dan/atau d. analisis keterkaitan antara alat keterangan, analisis risiko yang dibuat oleh Account Representative, hasil analisis dan pengembangan IDLP, dan informasi intern dan ekstern yang tersedia. Berdasarkan hasil pada Identifikasi Masalah tersebut ditentukanlah luas pemeriksaan (audit scope) yaitu dengan cara menentukan pos-pos SPT atau pos turunannya yang akan diperiksa/ dilakukan pengujian. Pengertian pos-pos SPT yang akan diperiksa adalah pos-pos SPT atau pos turunannya yang ditentukan akan diperiksa , contohnya: pada saat Pemeriksa Pajak melakukan pemeriksaan atas Pos Peredaran Usaha, maka Pemeriksa Pajak dapat menentukan untuk memeriksa Pos Penjualan Afiliasi saja sedangkan pos peredaran usaha lainnya dianggap benar dan tidak dilakukan pemeriksaan/ pengujian. Penentuan pos-pos SPT yang akan diperiksa ini adalah hal yang penting dalam rencana pemeriksaan dan ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor : kriteria pemeriksaan, jenis pemeriksaan, ruang lingkup pemeriksaan, identifikasi masalah, tanggal selesai pemeriksaan, tanggal jatuh tempo penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, tenaga ahli yang dibutuhkan dalam pemeriksaan, sarana pendukung yang diperlukan. Penentuan pos yang akan diperiksa ini akan membantu Pemeriksa Pajak untuk: (i) Membuat Program Pemeriksaan yang efektif karena tidak perlu memeriksa seluruh pos yang ada dalam SPT. (ii) Melakukan peminjaman buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain dari Wajib Pajak dalam jumlah tertentu sesuai dengan Program Pemeriksaan yang dibuat untuk melakukan pemeriksaan atas pos-pos dalam SPT yang akan diperiksa tersebut. Penjelasan lebih lengkap tentang pos-pos yang akan diperiksa dijelaskan pada SE-126/PJ/2010, bagian Prosedur Penyusunan Rencana Pemeriksaan: a) yang dimaksud dengan pos-pos SPT yang akan diperiksa adalah pos-pos di dalam SPT atau pos turunannya yang ditentukan akan diperiksa baik SPT Masa maupun SPT Tahunan; b) pos turunan adalah komponen atau elemen yang mendukung suatu pos, termasuk akun neraca; c) dalam hal pemeriksaan meliputi beberapa atau seluruh jenis pajak, maka setiap jenis pajak harus diperiksa; d) untuk jenis pajak PPh Badan atau PPh Orang Pribadi, pos Peredaran Usaha/Penghasilan Bruto harus diperiksa; e) Pemeriksa dapat memilih pos turunan dari Pos Peredaran Usaha/Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam huruf d); f) meskipun pemeriksa dapat memilih pos-pos yang akan diperiksa dalam setiap jenis pajak, pengujian atas keabsahan seluruh kredit pajak tetap harus dilakukan; g) penentuan pos-pos SPT yang akan diperiksa didasarkan pada identifikasi masalah yang merupakan hasil analisis data keuangan dan data lainnya; h) penulisan pos-pos SPT yg akan diperiksa dengan pos turunannya dipisahkan dengan garis miring (/). Sebagai contoh: i. PPh Badan: Dalam hal Pemeriksa Pajak menentukan untuk memeriksa Penjualan Ekspor sebagai pos turunan dari Pos Peredaran Usaha, ditulis sebagai berikut: Peredaran Usaha/Penjualan Ekspor. ii. PPh Pasal 23: Dalam hal Pemeriksa Pajak menentukan untuk memeriksa objek PPh Pasal 23 atas Biaya Sewa Harta, ditulis sebagai berikut: Objek PPh Pasal 23/Sewa.
5
Penutup Berdasarkan uraian di atas, seharusnya keinginan dari para pemeriksa agar Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuatkan hanya pada perkiraan yang mengalami koreksi saja dapat diwujudkan, karena sudah ada aturan hukumnya yaitu dengan mencabut Kep.01/PJ.7/1990 , dengan aturan baru yaitu Per-9/PJ/2010. Poin penting dari aturan baru ini adalah adanya keharusan Supervisor membuat Audit Plan dan Audit Scope sebelum terbitnya Surat Perintah Pemeriksaan, adanya kejelasan dalam pembagian tanggung jawab pemeriksaan. Identifikasi Masalah yang dihasilkan dari analisa data/ informasi yang ada akan menentukan Audit Scope dan pemeriksaan lebih fokus pada pos-pos tertentu, dan diharapkan tujuan pemeriksaan tetap dapat tercapai tetapi menjadi lebih efektif dan efisien. Kunci utama dari aturan baru ini adalah : tersedianya berkas, data, informasi yang cukup pada saat Supervisor menerima Nota Dinas penunjukkan untuk membuat Usulan Rencana Pemeriksaan, serta kemampuan menganalisa data/ informasi yang ada. Salut bagi para pembuat aturan pemeriksaan di Direktorat Jenderal Pajak yang akhirnya dapat membuat peraturan pemeriksaan yang lebih efektif dan efisien. Selamat bagi Fungsional Pemeriksa. Hidup Direktorat Jenderal Pajak! Sumber: Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Republik Indonesia , Menteri Keuangan Peraturan Nomor 199 /PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. Republik Indonesia , Menteri Keuangan Peraturan Nomor 82 /PMK.03/2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. Direktorat Jenderal Pajak, Keputusan Nomor Kep.01/PJ.7/1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak. Direktorat Jenderal Pajak, Peraturan Nomr Per-09/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak, Surat Edaran Nomor 126/PJ/2010, tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Berbagai artikel website auditing.
Johannes Aritonang (Penulis adalah Widyaiswara Madya BDK Pontianak)
6