Audit Atas Klasifikasi Properti Investasi PT M dan Analisis Dampak Perubahan Model Pengukuran Properti Investasi dari Model Biaya ke Model Nilai Wajar Wandra Setyo Nugroho dan Selvy Monalisa Program Studi Akuntansi, Universitas Indonesia
Abstrak Properti investasi merupakan satu hal yang berbeda dengan aset tetap. PSAK 13 (Revisi 2011) mengatur properti investasi dalam klasifikasi, pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan. Terdapat dua aspek yang memengaruhi pengklasifikasian Properti Investasi dan Aset Tetap, independensi arus kas dan signifikansi tambahan jasa. PT M berencana mengubah model pengukuran Properti Investasi dari model biaya ke model nilai wajar. Laporan magang ini berisi penerapan PSAK 13 (Revisi 2011) dalam pengklasifikasiannya dan dampak perubahan model perhitungan pada laporan keuangan PT M. Properti yang dimiliki PT M lebih tepat diklasifikasikan sebagai Aset Tetap karena terdapat syarat dalam PSAK 13 yang tidak terpenuhi. Sekalipun syarat tersebut dapat dipenuhi, PT M perlu mempertimbangkan dampak atas perubahan model pengukuran Properti Investasi. Kata kunci: Properti investasi; aset tetap; Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan 13 (Revisi 2011); model biaya; model nilai wajar.
Abstract Investment Property is different from Fixed Assets. PSAK 13 (Revised 2011) discusses Investment Property related to its classification, recognition, measurement, and disclosure. There are two aspects that differentiate the classification of Investment Property and Fixed Assets, cash flow independencies and ancillary service significances. In 2013, PT M plans to change their measurement model of investment property from cost model to fair value model. This report discusses the application of PSAK 13 (Revised 2011) in the classification and the effect of change in measurement model in PT M's financial statements. Properties owned by PT M are more accurately classified as fixed assets because one of the requirements under PSAK 13 is not met. Nevertheless, if the property can be classified as Investment Property, PT M still needs to consider the effect of change of measurement model to its financial statements. Key words: Property Investments; fixed assets; Pernyataan Standar Akuntansi Keungan 13 (revised 2011); cost model; fair value model.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
BAB 1: PENDAHULUAN Untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan yang sempurna, tentunya kita harus melakukan tindakan secara langsung bagaimana sebenarnya ilmu pengetahuan yang ingin kita dapatkan tersebut, tentunya harus didasari dahulu dengan landasan-landasan teori yang benar atau dengan kata lain belajar dengan metode terjun langsung ke lapangan. Kegiatan magang ini tidak hanya memberikan pengetahuan teoretis, tetapi juga memberikan pengetahuan secara teknis dan keterampilan sehingga mahasiswa siap terjun ke dunia kerja setelah mereka lulus. Perumusan masalah pada laporan magang ini adalah mengenai pengklasifikasian Properti Investasi PT M dan analisis dampak perubahan model pengukuran pada perusahaan berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011).
BAB 2: LANDASAN TEORI 2.1
Aset Tetap
PSAK 16 (Revisi 2011) mengenai Aset Tetap menjelaskan bahwa Aset Tetap adalah aset berwujud yang: 1.
Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
2.
Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Contoh dari aset yang diklasifikasikan sebagai Aset Tetap, adalah tanah, bangunan
dan prasarana, kendaraan, peralatan kantor, dan lain-lain.
2.1.1 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Aset Tetap Menurut PSAK 16 (Revisi 2011), Model yang dapat dilakukan sebagai pengukuran Aset Tetap adalah model biaya dan model revaluasi.
2.1.1.1 Model Biaya Model biaya adalah model perhitungan terhadap Aset Tetap dengan cara biaya perolehan Aset Tetap dikurangi dengan akumulasi penyusutan Aset Tetap dan akumulasi rugi penurunan nilai aset (PSAK 16 Revisi 2011).
2.1.1.2 Model Revaluasi Berdasarkan PSAK 16 (Revisi 2011), model revaluasi adalah model perhitungan Aset Tetap dengan cara nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Pada model ini, entitas
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
merevaluasi Aset Tetap pada nilai buku (harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan) ke nilai wajar. Entitas akan selalu mengukur penyusutan karena penyusutan mencerminkan besarnya manfaat ekonomik yang terpakai. Nilai wajar tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui penilaian yang dilakukan oleh penilai yang memiliki kualifikasi profesional berdasarkan bukti pasar. Penggunaaan penilai ini tentu membutuhkan biaya untuk komisi profesional. Jika tidak ada, maka entitas dapat menggunakan estimasi nilai wajar. Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, maka kenaikan tersebut diakui dalam pendapatan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Begitu juga dengan penurunan, entitas akan mencatatnya ke dalam pendapatan komprehensif lain dan akan mengurangi surplus revaluasi pada ekuitas, apabila surplus revaluasi memiliki saldo nihil, maka penurunan ini akan mengurangi Saldo Laba. Menurut Undang-Undang Perpajakan PPh pasal 6 ayat 2, Perbedaan yang timbul dari adanya revaluasi Aset Tetap tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan final sebesar 10% dari selisih nilai pasar dengan nilai sisa buku Aset Tetap. Untuk mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik masa depan suatu Aset Tetap, entitas perlu melakukan perhitungan penyusutan. Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut antara lain metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun (diminishing balance method), dan metode jumlah unit (sum of the unit method). Metode garis lurus menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah. Metode saldo menurun menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset. Metode jumlah unit menghasilkan pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset. Metode penyusutan aset dipilih berdasarkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik masa depan dari aset dan diterapkan secara konsisten dari periode ke periode kecuali ada perubahan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut. Namun biasanya perusahaan cenderung menggunakan model biaya daripada model revaluasi. Dengan menghitung menggunakan model revaluasi biasanya nilainya akan lebih kecil dari nilai buku, hal ini dapat menimbulkan kerugian. Perusahaan melakukan perhitungan revaluasi hanya pada saat kondisi tertentu.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
2.2
Properti Investasi
Berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011) mengenai Properti Investasi dijelaskan bahwa Properti Investasi adalah properti baik Tanah atau Bangunan atau bagian dari suatu bangunan maupun kedua-duanya, yang dikuasai oleh pemilik atau penyewa (lessee) melalui sewa pembiayaan, untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan tidak untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif atau juga dijual untuk kegiatan usaha sehari-hari. Properti Investasi berbeda dengan Aset Tetap. Hal yang membedakan antara Aset Tetap dengan Properti Investasi yaitu Properti Investasi dapat dikuasai untuk menghasilkan rental atau untuk mendapatkan kenaikan nilai atau keduanya, sehingga Properti Investasi tersebut menghasilkan arus kas yang sebagian besar tidak bergantung pada aset lain yang dikuasai oleh entitas. Sedangkan Aset Tetap digunakan untuk proses produksi atau pengadaan barang atau jasa atau juga untuk tujuan administratif sehingga dapat menghasilkan arus kas yang dapat diatribusikan tidak hanya ke properti, tetapi juga ke aset lain yang digunakan dalam proses produksi atau persediaan. Lau dan Lam (2011) menambahkan dalam pengklasifikasian antara Aset Tetap dengan Properti Investasi, bahwa kedua aset tersebut memiliki istilah yang mirip, Properti Investasi “untuk mendapatkan rental”, sedangkan Aset Tetap “dimiliki … untuk disewakan”. Untuk membedakan Aset Tetap dengan Properti Investasi perusahaan dapat melihat dari dua aspek, yaitu: 1.
Menghasilkan arus kas (the generation of cash flow) Aspek ini mengklasifikasikan Aset Tetap dengan Properti Investasi berdasarkan arus kas yang dihasilkan. Suatu aset diklasifikasikan sebagai Properti Investasi jika aset tersebut bisa menghasilkan arus kas yang besar dan independen, tidak bergantung pada aset lain. Sedangkan suatu aset diklasifikasikan sebagai Aset Tetap jika aset tersebut bisa menghasilkan arus kas dengan aset lain, seperti produksi barang atau jasa dan kegiatan administratif.
2.
Signifikansi jasa tambahan (the significance of ancillary services) Aspek ini mengklasifiksikan Aset Tetap dengan Properti Investasi berdasarkan jasa tambahan yang diberikan untuk aset tersebut. Apabila tambahan jasa yang diberikan kepada aset tersebut tidak signifikan maka aset tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Properti Investasi, artinya pemilik aset (lessor) menanggung biaya untuk aset tersebut tidak begitu besar dan sebagian besar biaya ditanggung oleh penyewa (lessee). Sedangkan apabila tambahan jasa yang diberikan kepada aset tersebut signifikan,
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
maka aset tersebut diklasifikasikan sebagai Aset Tetap, artinya pemilik aset menanggung biaya untuk aset tersebut cukup besar, seperti biaya perawatan, biaya keamanan, biaya kebersihan, dan biaya operasional lainnya dan penyewa hanya menanggung biaya sewa. Jadi, persamaan yang terdapat pada Properti Investasi dan Aset Tetap adalah kedua jenis aset ini sama-sama disewakan dan dapat menghasilkan arus kas. Sedangkan perbedaannya terletak pada dapatkah aset tersebut menghasilkan arus kas secara independen dan signifikankah biaya yang ditanggung pemilik aset terhadap aset yang disewakannya. Lam dan Lau (2011) mencontohkan perusahaan yang memiliki bangunan yang terdiri atas dua lantai, keduanya digunakan untuk menghasilkan pendapatan rental. Lantai pertama disewakan untuk kantor dengan masa kontrak lebih dari satu tahun, sedangkan lantai kedua disewakan sebagai hotel dengan kontrak harian atau mingguan. Perusahaan memberikan jasa keamanan dan pemeliharaan untuk seluruh lantai bangunan. Akan tetapi, penyewa kantor bisa menambahkan tenaga keamanan dan pemeliharaannya sendiri. Sedangkan untuk penyewa kamar hotel, seluruh jasa disediakan oleh perusahaan, termasuk kebersihan harian, cuci pakaian, dan jasa layanan kamar lainnya. Lantai kantor diklasifikasikan sebagai Properti Investasi karena tambahan jasa yang diberikan perusahaan tidak signifikan. Sedangkan lantai hotel diklasifikasikan sebagai Aset Tetap karena jasa yang diberikan perusahaan jumlahnya signifikan. Beberapa contoh aset yang diklasifikasikan sebagai Properti Investasi: 1.
Tanah yang dikuasai dalam jangka panjang untuk kenaikan nilai dan bukan untuk dijual jangka pendek dalam kegiatan usaha sehari-hari.
2.
Tanah yang dikuasai saat ini yang penggunaannya di masa depan belum ditentukan.
3.
Bangunan yang dimiliki oleh entitas atau dikuasai oleh entitas melalui sewa pembiayaan dan disewakan kepada pihak lain melalui satu atau lebih sewa operasi.
4.
Bangunan yang belum terpakai tetapi tersedia untuk disewakan kepada pihak lain melalui satu atau lebih sewa operasi.
5.
Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan yang di masa depan digunakan sebagi Properti Investasi.
PSAK 13 (Revisi 2011) juga menjelaskan, bahwa Properti Investasi yang digunakan oleh induk, anak, atau perusahaan afiliasi lainnya, aset tersebut tidak dapat diklasifikasikan ke dalam Properti Investasi dalam laporan keuangan konsolidasian dan harus dieliminasi karena dari sudut pandang grup, aset tersebut merupakan aset yang digunakan sendiri, namun dalam
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
laporan
keuangan
individu,
entitas
pemilik
Properti
Investasi
tersebut
tetap
mengklasifikasikan aset tersebut sebagai Properti Investasi.
2.2.1 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Properti Investasi Untuk pertukaran Properti Investasi yang dilakukan baik menggunakan aset moneter maupun aset nonmoneter, terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur harga perolehan, yaitu dengan model nilai wajar atau model biaya.
2.2.1.1 Model Biaya PSAK 13 (Revisi 2011) menjelaskan apabila suatu pasar aktif tidak dapat menentukan suatu nilai wajar aset secara andal, maka perhitungan Properti Investasi dilakukan dengan melakukan perhitungan model biaya dengan nilai residu sama dengan nol. Model biaya adalah perhitungan terhadap suatu properti dengan menggunakan harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Dalam hal pengukuran setelah perolehan, perusahaan dapat memilih model penilaian Properti Investasinya, baik dengan model nilai wajar atau model biaya. Entitas harus selalu mengungkapkan nilai wajar dari Properti Investasinya dalam Catatan Atas Laporan Keungan meskipun menggunakan model biaya. Apabila tidak dapat menetukan nilai wajar secara andal, maka entitas harus mengungkapkan estimasi kemungkinan besar dimana nilai wajar tersebut berada.
2.2.1.2 Model Nilai Wajar PSAK 13 (Revisi 2011) mendefinisikan nilai wajar sebagai suatu jumlah yang digunakan untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar (arm’s length transaction) yang melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai. Nilai wajar ini didapat dengan mengikuti nilai transaksi pasar untuk aset serupa, apabila tidak tersedia nilai pasar, maka dapat diukur secara andal dengan rentang bias dari pengukuran tidak signifikan. Dengan menggunakan pengakuan nilai wajar, entitas disyaratkan bahwa setiap periode entitas melakukan perhitungan terhadap nilai wajar dari suatu Properti Investasi tersebut. Dengan menghitung nilai wajar setiap periode, maka Properti Investasi tidak perlu disusutkan setiap periodenya. Perbedaan yang terjadi antara harga wajar dengan harga perolehan, dan juga antara nilai wajar periode sebelumnya dengan periode sekarang akan
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
diakui kedalam laba rugi berupa gain atau loss pada Pendapatan Lain-Lain (Other Income) dan merubah nilai aset. Pedoman nilai wajar terbaik mengacu pada harga kini dalam pasar aktif untuk properti serupa dalam lokasi dan kondisi yang sama dan berdasarkan pada sewa dan kontrak lain yang serupa. Entitas harus memerhatikan adanya perbedaan dalam sifat, lokasi, atau kondisi properti, atau ketentuan yang disepakati dalam sewa dan kontrak lain yang berhubungan dengan properti. Apabila harga kini dalam pasar aktif yang sejenis tidak tersedia, entitas harus mempertimbangkan informasi dari berbagai sumber, termasuk: 1.
Harga kini dalam pasar aktif untuk properti di lokasi lain lalu disesuaikan;
2.
Harga terakhir untuk aset serupa dalam pasar yang kurang aktif;
3.
Harga kini arus kas yang diestimasi di masa depan.
Tabel 2.1 Perbandingan Model Nilai Wajar dan Model Revaluasi Model Nilai Wajar Digunakan pada Properti Investasi (PSAK 13) Menggunakan nilai wajar Perubahan nilai wajar diakui dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya
Model Revaluasi Digunakan pada Aset Tetap (PSAK 16)
Menggunakan nilai wajar Perubahan nilai wajar diakui dalam laporan laba komprehensif lainnya (OCI), akumulasi perubahan nilai wajar dicatat sebagai AOCI di laporan posisi keuangan Tidak ada penyusutan Penyusutan Mencerminkan kondisi pasar pada akhir Tidak spesifik, hanya mengharuskan periode pelaporan secara regular Perubahan memengaruhi PPh Badan Keuntungan dikenakan PPh Final 10% Non Final Sumber: Intermediate Financial Reporting (2011) Lam and Lau
2.3
Audit
Menurut Arens et al. (2011), audit adalah pengumpulan dan evaluasi atas bukti mengenai informasi (laporan keuangan) untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Bukti yang dimaksud adalah bukti audit, yaitu segala informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang sedang diaudit tersaji sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Informasi yang dimaksud sebelumnya adalah laporan keuangan yang diaudit sedangkan kriteria yang dimaksud adalah acuan berdasarkan peraturan akuntansi, salah satunya adalah PSAK.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
2.3.1 Tujuan Audit Tujuan audit menurut Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 2 Seksi 110 adalah: “Tujuan dari kegiatan audit laporan keuangan oleh auditor independen adalah menyatakan opini atas kewajaran dari apa yang mereka sajikan secara wajar dalam semua aspek material, posisi keuangan, hasil dari operasi, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.” Tujuan audit selanjutnya dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu tujuan audit terkait transaksi, tujuan audit terkait saldo akhir, tujuan audit terkait penyajian.
2.3.2 Proses Audit Agar kegiatan audit dapat berjalan dengan baik, maka terdapat beberapa tahapan yang harus dijalani. Proses audit terbagi kedalam empat tahap, yaitu: 1.
Plan and Design and Audit Approach Pada tahap perencanaan audit ini terbagi menjadi tiga proses yaitu: a. Obtain an Understanding of the Entity and its Environment b. Understand Internal Control and Assess Control Risk c. Assess Risk of Material Misstatement
2.
Perform Test of Controls and Substantive Test of Transactions Sebelum auditor bisa menentukan untuk mengurangi tingkat control risk, auditor perlu melakukan pengujian terhadap efektivitas dari kontrol internal sekalipun hasil dari assessment kontrol internal cukup baik, proses ini disebut dengan istilah test of control. Setelah itu auditor perlu melakukan pengujian terhadap jumlah moneter dari transaksi yang dilakukan oleh klien. Proses ini disebut dengan substantive test of transactions. Proses ini bertujuan untuk memenuhi keenam tujuan audit terkait transaksi.
3.
Perform Analytical Procedures and Test of Details of Balances Pada tahap ini auditor melakukan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah saldo akun atau data lainnya terlihat wajar. Tujuan dari tahap ini adalah untuk melihat kewajaran dari perubahan yang mungkin signifikan dalam laporan keuangan klien. Selanjutnya test of detail of balances adalah prosedur spesifik ditujukan untuk menguji kemungkinan terjadinya monetary misstatement dalam saldo-saldo dalam laporan keuangan. Test of detail of balances ini penting dilakukan karena bukti audit yang didapat bersumber dari pihak ketiga yang independen sehingga bukti tersebut bisa diandalkan. Proses ini bertujuan untuk memenuhi tujuan audit terkait saldo.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
4.
Complete the Audit and Issue an Audit Report Pada tahap terakhir, auditor harus mengombinasikan semua informasi yang didapat selama proses audit dilakukan dan menyimpulkan hasil auditnya apakah laporan keuangan yang disajikan oleh klien wajar atau tidak. Terdapat empat opini yang dapat dikeluarkan oleh auditor atas laporan keuangan yang telah diaudit: a. Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified) Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia. b. Wajar dengan Pengecualian (Qualified) Opini ini menyatakan bawa laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia, kecuali untuk hal-hal yang tidak dapat mengikuti prinsip yang berlaku. c. Tidak Wajar (Adverse) Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia. d. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) Opini ini berarti auditor tidak dapat menyatakan pendapat atas laporan keuangan, hal ini terjadi karena klien tidak dapat memberikan bukti-bukti audit.
BAB 3: PROFIL PERUSAHAAN 3.1
Profil Perusahaan PT M
PT M didirikan tanggal 7 Juli 1980 di Jakarta. Pada tahun 2006, PT M joint venture dengan perusahaan otomotif asal China, dimana entitas induk memiliki saham PT M sebesar 96,63%, menjadikan PT M sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) atas kendaraan China tersebut. PT M memiliki beberapa perusahaan afiliasi, salah satunya yaitu PT N. Ruang lingkup kegiatan bisnis PT M adalah melakukan penjualan unit baru berupa dua jenis mobil, city car dan
sport utility vehicle (SUV), penjualan suku cadang, dan
pelayanan jasa perawatan atau pemeliharaan kendaraan. PT M memperoleh unit baru tersebut dengan cara mengimpor langsung bagian-bagian dan suku cadang mobil (knock-down kit) dari pabrik mobil tersebut di China lalu merakitnya di pabrik afiliasi PT M di Jakarta. Metode seperti mengimpor bagian-bagian suku cadang lalu merakitnya di pabrik dalam negeri ini biasa disebut dengan metode Complete Knock-Down, berbeda dengan metode Complete Build-up dimana kendaraan secara utuh diimpor langsung dari pabrik negara asal pembuat mobil tersebut.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
3.2
Perkembangan Bisnis PT M
Pada awalnya PT M ini memiliki penjualan unit baru yang cukup tinggi sampai pada tahun 2008. Di tahun 2009 penjualan unit PT M mulai mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 50% krisis global. Kemudian, di tahun 2010 penjualan unit baru PT M ini mulai meningkat lagi sebesar 20% dari tahun 2009, namun angka peningkatan ini masih jauh dibawah nilai penjualan pada tahun 2008. Di samping itu, para pesaingnya, sejaknya melambatnya dampak krisis global pasar otomotif domestik mulai mengalami peningkatan, tetapi penjualan unit PT M justru malah semakin memburuk. Nilai penjualan unit baru PT M pada tahun 2011 hanya sebesar 180 unit, nilai ini turun sangat drastis dari tahun 2008 yaitu sebesar 850 unit. Karena nilai penjualan yang kecil dan mengalami kerugian terus menerus, pada maret 2011, akhirnya PT M memutuskan perjanjian License and Technical Assistance dengan perusahaan otomotif asal China tersebut dengan alasan kualitas tidak memenuhi standar mobil di pasar Indonesia dan pada saat itu PT M sudah tidak menjadi ATPM perusahaan otomotif tersebut. PT M hanya menghabiskan sisa stok mobil di gudang, barang CKD di pabrik, dan suku cadang. Namun sampai saat ini PT M masih tetap melayani jasa after sales kendaraan pelanggannya untuk mobil tersebut. Pada saat ini, setelah PT M menghentikan penjualan mobil tersebut, PT M melakukan bisnisnya dengan melakukan penjualan unit baru berupa kendaraan berat, seperti truk dan bus. Kendaraan berat ini ia dapatkan dari perusahaan afiliasinya yaitu PT N, sebagai tambahan dimana PT N ini merupakan ATPM dari truk tersebut. PT N juga merupakan joint venture dengan produsen otomotif kendaraan berat di Indonesia sejak Desember 1982. Sejak 2009, PT M mentransfer sebagian Aset Tetapnya ke Properti Investasi karena Properti Investasi ini disewakan kepada perusahaan afiliasinya, PT N.
BAB 4: PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Prosedur Audit terhadap PT M
Dalam memenuhi tujuan audit terhadap laporan keuangan PT M, penulis melakukan beberapa garis besar dalam proses audit laporan keuangan PT M. Proses yang dilakukan penulis adalah: 1.
Understanding of the Entity and its Environment
2.
Perform Test of Controls and Substantive Test of Transactions
3.
Perform Analytical Procedures and Test of Details of Balances
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
Dengan menguji detail of balance, salah satu isu yang menjadi perhatian penulis adalah ketepatan pengklasifikasian antara Aset Tetap dan Properti Investasi. Selain itu, penulis diminta membantu tim audit mengkaji rencana PT M untuk mengganti model pengukuran Properti Investasi dari model biaya ke model nilai wajar.
4.2
Gambaran Umum Aset Tetap dan Properti Investasi PT M
Di laporan keuangannya, PT M membagi Aset Tidak Lancar ke dalam dua jenis akun, yaitu Properti Investasi dan Aset Tetap. Berikut adalah gambaran karakteristik dari properti tersebut: 1.
PT M memiliki properti yang terdiri atas tanah dan bangunan. Properti ini digunakan untuk showroom, kegiatan administratif, kegiatan penjualan, dan bengkel. Sebagian dari bangunan tersebut disewakan kepada PT N, perusahaan afiliasi
2.
Bagian bangunan yang digunakan sendiri diklasifikan sebagai Aset Tetap, sedangkan bagian bangunan yang disewakan diklasifikasikan sebagai Properti Investasi.
3.
Seluruh biaya operasional yang dikeluarkan, seperti keamanan, kebersihan, dan perawatan ditanggung oleh PT M sendiri. Pegawai untuk keamanan, kebersihan, dan pemeliharaan bangunan tersebut merupakan pegawai dari PT M. Biaya operasional tersebut jumlahnya signifikan terhadap total biaya yang dikeluarakan oleh PT M.
4.
Pengukuran Aset Tetap dan Properti Investasi menggunakan model biaya (cost model). Pada tahun 2013, PT M bermaksud untuk mengganti model pengukuran Properti
Investasi dari model biaya ke model nilai wajar. Menurut penulis, motivasi yang mendasari perubahan tersebut adalah keinginan PT M untuk meningkatkan saldo laba. PT M mengalami kerugian sejak tahun 2009 yang mengakibatkan defisiensi modal. Apabila diasumsikan terjadi kenaikan harga properti, diharapkan akan meningkatkan nilai wajar properti yang diukur menggunakan model nilai wajar yang kemudian akan meningkatkan laba bersih. Kenaikan laba bersih seharusnya akan menambah pajak pajak penghasilan yang harus dibayar oleh perusahaan, namun perusahaan tidak khawatir karena kerugian yang telah dialami sebelumnya dapat menunda kewajiban membayar pajak. Penyebab utama kerugian PT M adalah penurunan penjualan dari tahun ke tahun sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4.1. Karena pemegang saham PT M juga memiliki bisnis penjualan untuk mobil Jepang, menurut penulis ada kemungkinan PT M tidak bersungguh-sungguh mengembangkan bisnis penjualan mobil China tersebut dan justru ingin mematikan kompetisi dengan mobil China tersebut.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
Tabel 4.1 Penjualan Unit Baru PT M Tahun 2008-2011 Tahun
City Car
SUV
Jumlah
2008
650
200
850
2009
300
100
400
2010
490
40
530
2011
170
10
180
Sumber: Laporan Keuangan PT M (telah diolah kembali)
Laporan ini akan membahas dua pertanyaan terkait Properti Investasi PT M, yaitu: 1.
Sudah tepatkah klasifikasi Properti Investasi PT M menurut PSAK 13?
2.
Bagaimana dampak dari perubahan pengukuran Properti Investasi PT M dari model biaya ke model nilai wajar? Tabel 4.2 menunjukkan bagian aset tidak lancar di laporan posisi keuangan PT M
untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2009 sampai 2011. Tabel 4.2 Laporan posisi keuangan Aset Tidak Lancar PT M per 31 Desember 2009 – 2011 (dalam ribuan rupiah) 2011 Aset Tidak Lancar Properti Investasi Tanah - Properti Investasi Bangunan - Properti Investasi Aset Tetap Tanah - Aset Tetap Bangunan - Aset Tetap Peralatan Bengkel dan Produksi Kendaraan Peralatan Kantor Akumulasi Penyusutan Bangunan - Properti Investasi Bangunan - Aset Tetap Peralatan Bengkel dan Produksi Kendaraan Peralatan Kantor Penyertaan Saham Aset Pajak Tangguhan Aset Lain-lain Jumlah Aset Tidak Lancar
2010
2009
4,892,316 6,291,026
4,892,316 6,291,026
4,892,316 6,291,026
2,520,284 3,463,326 17,578,944 1,718,158 5,125,257
2,520,284 3,240,832 17,578,944 3,843,389 5,125,257
2,520,284 3,240,832 17,116,779 3,053,062 5,120,457
(5,488,269) (2,855,477) (12,557,223) (1,377,598) (5,097,465) 45,794,095 15,477,882 1,671,254
(5,319,246) (2,740,218) (11,196,796) (2,779,022) (4,992,135) 20,321,145 9,850,431 1,643,902
(5,100,905) (2,627,739) (9,848,462) (1,860,517) (4,770,233) 15,667,163 8,152,255 2,458,878
77,156,510
48,280,109
44,305,194
Sumber: Laporan Keuangan PT M 2011 (telah diolah kembali)
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
4.3
Penerapan PSAK 13 (Revisi 2011) terhadap Klasifikasi Properti Investasi di PT M
Properti Investasi merupakan sebuah akun yang berbeda dengan Aset Tetap. Properti Investasi ini ditujukan untuk aset yang belum digunakan atau juga untuk disewakan kepada entitas lain. Sedangkan Aset Tetap adalah aset yang digunakan sendiri oleh entitas dalam rangka pemenuhan barang atau jasa atau kegiatan administratif. Penyajian antara Aset Tetap dan Properti Investasi harus diklasifiksikan ke dalam akun yang berbeda. Menurut PSAK 13 (Revisi 2011), syarat klasifikasi Properti Investasi adalah, yaitu: 1.
Properti berbentuk tanah atau bangnan atau bangunan dari suatu bangunan atau kedua-duanya;
2.
Properti dikuasai oleh pemilik atau penyewa melalui sewa pembiayaan;
3.
Peroperti digunakan untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau keduanya dan tidak untuk: a.
Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; dan
b. 4.
Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
Jika entitas memberikan tambahan jasa kepada penghuni properti yang dimilikinya, entitas memperlakukan properti tersebut sebagai Properti Investasi jika jasa tersebut tidak signifikan terhadap keseluruhan perjanjian.
5.
Apabila Properti Investasi disewakan kepada perusahaan dalam satu kelompok usaha yang laporan keuangannya kemudian dikonsolidasikan, maka properti tersebut termasuk properti yang digunakan sendiri (Aset Tetap) jika dilihat dari sudut pandang kelompok usaha. Akan tetapi, di laporan keuangan individual pemilik properti, Properti Tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Properti Investasi. Dari segi kepemilikan, PT M memiliki Properti Investasi berbentuk tanah dan
bangunan, dan properti tersebut memiliki surat-surat yang sah menunjukkan bahwa properti tersebut dimiliki oleh PT M. Properti tersebut pada awalnya, sebelum tahun 2009 digunakan sendiri oleh PT M, kemudian pada tahun 2009, PT N memutuskan untuk melakukan pembukuan di Jakarta yaitu di kantor pusat PT M, sehingga PT M menyewakan sebagian propertinya untuk disewakan kepada PT N. Sampai saat ini, PT M tidak menggunakan properti tersebut untuk kegiatan operasionalnya, melainkan untuk disewakan kepada PT N dengan sewa operasi. Dari sisi pemberian tambahan jasa, pengelolaan bangunan ini dikelola seluruhnya oleh PT M, seperti biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan biaya tenaga kerja, seperti office boy,
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
dimana hal ini mencerminkan aspek signifikansi tambahan jasa yang diberikan. Artinya, tambahan jasa yang diberikan untuk Properti Investasinya bernilai signifikan. Dari segi pelaporannya, laporan keuangan individu PT M mengklasifikasikan properti yang disewakan kepada afiliasinya tersebut ke dalam Properti Investasi. Jadi berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011), PT M belum bisa mengklasifikasikan properti yang disewakan tersebut ke dalam Properti Investasi, karena salah satu syarat klasifikasi Properti Investasi tidak terpenuhi, signifikansi tambahan jasa yang diberikan PT M. PT M bisa mengakui properti tersebut sebagai Properti Investasi jika PT M membiarkan PT N untuk mengelola sendiri biaya tambahan jasa yang seperti diberikan PT M, sehingga tambahan jasa yang diberikan kepada PT N oleh PT M menjadi tidak signifikan. Pengklasifikasian ini memiliki pengaruh ke pengukuran setelah pengakuan awal. Pengukuran tidak akan berbeda jika Properti Investasi dan Aset Tetap sama-sama menggunakan model biaya, namun perhitungan akan berbeda jika perusahaan mengacu pada nilai wajar, dimana Properti Investasi akan mengukur dengan menggunakan model nilai wajar, sedangkan Aset Tetap akan diukur dengan model revaluasi.
4.4
Analisis Dampak Perubahan Model Pengukuran Properti Investasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan model nilai wajar, yaitu: 1.
Penyusutan, dalam model nilai wajar perusahaan tidak akan mengakui penyusutan sebagai pengurang masa manfaat Properti Investasinya, sehingga laba operasi perusahaan akan meningkat karena tidak mencatat beban penyusutan. Nilai buku properti akan mengikuti harga pasar yang berlaku.
2.
Walaupun tidak diharuskan, PSAK 13 paragraf 31 menganjurkan perusahaan untuk menggunakan penilai independen untuk mengukur nilai wajar. Penggunaan jasa penilai independen akan menimbulkan biaya jasa profesional.
3.
Perubahan nilai properti, perusahaan harus mencatat kenaikan atau penurunan (gain or loss) pada setiap tanggal pembukuan dan hal ini akan memengaruhi laporan laba rugi.
4.
Perpajakan, dengan adanya perubahan terhadap tiga hal di atas, maka tentu akan memengaruhi nilai laba sebelum pajak perusahaan, nantinya akan memengaruhi nilai laba bersih setelah dikurangi PPh Badan 25%.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
4.4.1 Beban Penyusutan Perbedaan yang mendasari antara perhitungan model biaya dengan model nilai wajar adalah penyusutan. Ketika perusahaan merubah model perhitungannya dari model biaya ke model nilai wajar, maka perusahaan tidak lagi menghitung penyusutan Properti Investasinya setiap periode, tetapi akan melakukan perhitungan nilai wajar setiap tanggal pembukuan. Pada saat transisi dari model biaya ke model nilai wajar tentu akan terdapat perbedaan antara nilai buku dengan nilai pasar, maka perusahaan harus menyesuaikan nilai propertinya ke dalam nilai pasar. Perbedaan dari transisi tersebut akan diakui sebagai kenaikan (gain) apabila nilai wajar lebih tinggi dari nilai buku, dan penurunan (loss) apabila nilai wajar lebih rendah dari nilai buku dan akan diakui di dalam pendapatan lain-lain sebagai kenaikan atau penurunan akibat perubahan nilai wajar dan pendapatan lain-lain ini akan memengaruhi Saldo Laba perusahaan. Pada periode-priode berikutnya, setelah transisi model pengukuran tersebut, perusahaan hanya akan mengukur nilai nilai wajar propertinya tanpa ada penyusutan karena nilai wajar telah mencerminkan nilai ekonomis suatu properti.
4.4.2 Biaya Penilai Independen Dalam menentukan nilai wajarnya, perusahaan tentu membutuhkan nilai yang tepat untuk Properti Investasinya. Untuk mendapatkan nilai yang tepat tersebut, dibutuhkan perhitungan dari penilai independen yang profesional. Dengan menggunakan jasa penilai tersebut, maka perusahaan harus menanggung biaya (fee) atas penilai independen tersebut. Biaya ini akan terus terjadi setiap periode dimana perusahaan melakukan penghitungan. Perusahaan harus memperkirakan apakah dengan biaya yang terjadi akibat penggunaan jasa profesional tidak menimbulkan pembengkakan biaya.
4.4.3 Perubahan Nilai Wajar Di setiap periode, perusahaan akan melakukan pengukuran kembali nilai wajarnya. Dalam pengukuran kembali tersebut akan menimbulkan kenaikan atau penurunan nilai dari periode sebelumnya. Dalam hal ini, perusahaan juga tidak perlu melakukan perhitungan penyusutan atas Properti Investasinya. Hal perlu diperhatikan dari perubahan nilai wajar ini adalah nilai wajar tidak akan selalu mengalami kenaikan. Kemungkinan penurunan nilai properti bisa saja terjadi, salah satunya disebabkan karena kondisi ekonomi yang fluktuatif. Perusahaan harus bisa
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
mengantisipasi ketidakpastian tersebut, terlebih lagi jika nilai wajar properti mengalami penurunan secara ekstrem sehingga mengakibatkan kerugian.
4.4.4 Perpajakan Perubahan model pengukuran tentu akan memengaruhi laporan laba rugi perusahaan, sehingga beban dan pendapatan yang terjadi akibat perubahan ke model nilai wajar tersebut akan memengaruhi nilai laba sebelum pajak perusahaan.
BAB 5: PENUTUP 5.1
Kesimpulan
1.
Berdasarkan PSAK 13 (Revisi 2011), penulis menyimpulkan bahwa PT M tidak dapat mengklasifikasikan propertinya sebagai Properti Investasi meskipun properti tersebut disewakan. Hal ini disebabkan karena ada salah satu syarat yang belum terpenuhi, yaitu signifikansi tambahan jasa yang diberikan kepada PT N terkait properti yang disewanya. Dengan demikian, PT M harus mereklasifikasi Properti Investasinya ke dalam Aset Tetap.
2.
Seandainya properti yang disewakan tersebut memenuhi syarat sebagai Properti Investasi, PT M perlu mempertimbangkan dampak perubahan model pengukuran dari model biaya ke model nilai wajar. a. Dampak positifnya adalah PT M tidak lagi mencatat beban penyusutan, sehingga diharapkan laba operasi perusahaan dapat meningkat. Kemudian jika pasar properti menunjukkan tren kenaikan nilai wajar, maka PT M akan mencatat keuntungan di laporan laba rugi atas kenaikan nilai wajar Properti Investasi. b. Dampak negatif yang akan dialami PT adalah muncul beban baru yaitu beban jasa penilai independen, karena PSAK 13 (Revisi 2011) menganjurkan perusahaan untuk menggunakan penilai independen dalam mengukur nilai wajar Properti Investasi dan penilaian ini juga harus dilakukan pada setiap tanggal laporan posisi keuangan, sehingga beban atas jasa penilai independen akan selalu dicatat setiap tanggal laporan posisi keuangan. Kemudian jika pasar properti mengalami penurunan, perusahaan harus siap mencatat kerugian di laporan laba rugi atas penurunan nilai wajar Properti Investasi.
3.
Dari sisi perpajakan, perusahaan harus mengeluarkan beban pajak lebih besar akibat keuntungan dari pengukuran dengan model nilai wajar tersebut, namun perusahaan
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
tidak khawatir karena kerugian yang telah dialami sebelumnya dapat menunda kewajiban membayar pajak.
5.2
Saran
1.
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, penulis menyarankan kepada PT M, bahwa mereka sebaiknya sebelum melakukan pergantian model perhitungan Properti Investasi, PT M melakukan reklasfikasi terlebih dahulu Properti Investasinya ke dalam Aset Tetap, karena properti tersebut berdasarkan PSAK 13 belum dapat diklasifikasikan sebagai Properti Investasi, melainkan Aset Tetap.
2.
Jika PT M ingin tetap mengklasifikasikan properti yang disewakan sebagai Properti Investasi, PT M harus memenuhi syarat akan signifikansi tambahan jasa yang diberikan. PT M dapat membuat kesepakatan baru mengenai kontrak sewa dengan PT N sehingga tambahan jasa yang diberikan PT M menjadi tidak signifikan.
3.
Untuk
rencana
mengubah
model
perhitungannya,
PT
M
sebaiknya
mempertimbangkan lagi secara matang mengenai motif dan tujuan mereka dalam rencana mengubah model pengukurannya, karena nilai wajar dalam pasar aktif sangat fluktuatif. Perusahaan harus konsisten terhadap perubahan tersebut, meskipun dengan perhitungan nilai wajar jadi menimbulkan kerugian bagi perusahaan di kemudian hari. 4.
Untuk kegiatan operasionalnya, PT M sebaiknya melakukan riset pasar guna menganalisis peluang bisnis apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kembali kondisi keuangannya setelah beberapa tahun terakhir mengalami kerugian. Di samping itu, demi meningkatkan kembali laba perusahaannya, PT M dapat memangkas biaya agar lebih efisien. Salah satu biaya tersebut adalah biaya jasa tambahan atas pengelolaan Properti Investasi. PT M dapat mengalihkan biaya tersebut ke PT N sebagai penyewa. Selain berkurangnya biaya yang ditanggung, PT M juga menjadi bisa mengklasifikasikan properti yang disewakan tersebut sebagai Properti Investasi karena jasa tambahan yang diberikan tidak lagi signifikan.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
KEPUSTAKAAN Arens, A.A., Elder, R.J., Beasley, M.S., Jusuf, A.A,. 2009. Auditing and Assurance Services:An Integrated Approach. Singapore: Prentice Hall.
Ikatan Akuntan Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Lau, P., Lam, N. Intermediate financial accounting. 2011. Columbus: McGraw Hill.
Reeve, J.M., Warren, C.S., Duchac, J.E., Wahyuni, E.T., Soepriyanto, Gatot., Jusuf, A.A., Djakman, D.D. 2008. Principles of accounting. Singapore: Cengage Learning.
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013
FORMUI,IRPf,RSETU'UANPUBLIKASINASKAHRINGKAS
Yangbertandatangandi bawahini: Nama | 9gt:ry r.-4oN4Lis4 : 0 6 0 60 3 t & NIP/NUP Pembimbingdari mahasiswa57/@
t Wa.ndro,lcjo I oso'Sgz\ti
ll3. flM Fakultas
:Ekonomi I Au,titn^ 'r**si
_ .. Prog.amStudi
Ringka., Al"tit JudilNaskah
NuSroI.z
Vh,tip:W; ?eq*< l,-"-sb;
lTr^ d'',e Da'yJ.
Qw'tn"\'^ \e+q,'\.<^ ?rcpu $ lwLotks; lo; va"&), br^t" 1,,*-',..del Menyatakan bahwanaskahringkasinitelah diperiksa,diperbaiki, Nilar '"t4a,t, dipertimbangkan dandinyatakandapatdiunggahdi Ufana 0ib.ui.ac.id/unggah)dan (pilih salahsatudenganmembed)tandasilang: Dapatdiaksesdandipublikasikandi Ul-anaUib.ui.ac,idl.
I
LJ Akan diproses diterbitkan padaJumal Prodi/lurusan/Fakultas di UI. LJ AkanditerbitkanpadaprosidingseminarnasionalpadaSeminar yangdiprediki akandipublikasikanpada............(bulan/tahun terbit) Ll AkanditerbitkanpadaJurnalNasionalyaitu
i;;;;;ffiili;#;ffii#il;;il; liiT1tiillh"n",'.".onr Ll Akan ditulis dalambahasaInggris dan diterbitkan padaprosiding Konferensi Internasionalpada yangdiprediksi pada............(bulan/tahun akandipublikasikan terbitJ LJ Naskahringkasini baik danakandiubah/digabung denganhasilpenelitian lain danditulis dalam bahasaInggrisuntuk dipersiapkanke jurnal yaitu:. internasional, danakanakandipublikasikanpada.....................(bulan/tahun) LJDitunda publikasionli[enyakarenaakan/sedang dalamprosespaten/HKl
Denok, j€ - Ja,urrri , 2o r3
1+
ffi-
l
PembimbingSkripsi/TEi@Fsi* * pilih salahsatu
Audit atas..., Wandra Setyo Nugroho, FE UI, 2013