BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bencana Bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 pasal 1 Tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam
dan/atau
faktor
non
alam
maupun
faktor
manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (BNPB, 2007). Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, gempa, kekeringan, angin topan dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. Sedangkan bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa
yang
diakibatkan
oleh
manusia
yang
meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror (BNPB, 2007). Bila dilihat dari faktor geografis, geologis, hidrologis dan demografis, Indonesia merupakan negara yang wilayahnya rawan terhadap bencana, baik bencana alam, non alam, maupun bencana sosial. Secara geografis, Indonesia rawan terhadap
Universitas Sumatera Utara
bencana gempa bumi maupun tsunami karena wilayahnya terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik di dunia, yaitu lempeng benua Asia dan benua Australia, serta lempeng samudera Hindia dan samudera Pasifik. Indonesia juga rawan terhadap bencana letusan gunung api, mengingat Indonesia memiliki 129 gunung berapi aktif yang dapat meletus kapan saja. Curah hujan yang ekstrem, perbukitan dengan lereng sedang hingga terjal, dengan jenis tanah lolos air tinggi dan kurangnya vegetasi berakar kuat dan dalam juga merupakan faktor-faktor kerentanan lainnya terhadap bencana gempa maupun gerakan/tanah longsor. Selain itu, dari aspek demografis, keanekaragaman ras, budaya dan agama sering jadi pemicu konflik sosial yang terjadi di Indonesia (Depkes, 2009). Secara geografis Indonesia merupakan kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara-Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986). Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang
Universitas Sumatera Utara
sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah relatif aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600-2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, sembilan persen oleh letusan gunung berapi dan satu persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian]aya dan 28elati seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600-2000, di daerah ini telah teIjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.
2.2 Pengertian Gempa Gempa bumi adalah getaran yang terjadi permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan. Gempa bumi terjadi setiap hari di bumi, namun kebanyakan kecil dan tidak menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
kerusakan apa-apa. Gempa bumi kecil juga dapat mengiringi gempa bumi besar, dan dapat terjadi sesudah, sebelum, atau selepas gempa bumi besar tersebut. Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat yang dinamakan Pengukur Richter. Gempa bumi dibagi ke dalam skala dari satu hingga sembilan berdasarkan ukurannya (skala Richter). Gempa bumi juga dapat diukur dengan menggunakan ukuran Skala Mercalli. 2.2.1 Penyebab terjadinya Gempa Bumi Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km. Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau ekstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga
Universitas Sumatera Utara
dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi. 2.2.2 Gambaran Bencana Gempa di Indonesia BAKORNAS PB telah mengumpulkan dan mempublikasikan data bencana domestik baik bencana alam maupun bukan alam. Berdasarkan publikasi pertama dengan judul "Data Bencana Indonesia Tahun 2002-2005 (Data Bencana Indonesia, tahun 2002-2005)", terdapat lebih dari 2.000 bencana di Indonesia pada tahun antara tahun 2002 dan 2005, dengan 743 banjir (35% dari jumlah total), 615 kekeringan (28% dari jumlah total), 222 longsor (l0% dari jumlah total), dan 217 kebakaran (9,9% dari jumlah total). Jumlah korban yang sangat besar dalam
tahun-tahun
tersebut yakni sejumlah 165,.945 korban jiwa (97 % dari jumlah total) dari gempa bumi dan tsunami, diikuti jumlah 2.223 (29 % dari jumlah total) disebabkan konflik sosial. Di sisi lain, bencana membuat sebagian orang kehilangan rumah mereka, yang menyebabkan jumlah korban yang mengungsi sebanyak 2.665.697 jiwa (65% dari jumlah total). Buku ini menghitung kejadian sebagai bencana ketika berdampak pada kematian dan kerugian material.
2.3 Sumber Daya Manusia Kesehatan Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya. Semua potensi sumber daya manusia tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi
Universitas Sumatera Utara
dalam mencapai tujuan. Werther dan Davis, dalam kutipan Sutrisno, 2009, sumber daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai tujuantujuan organisasi. Bagi organisasi, ada tiga sumber daya strategis yang mutlak harus dimiliki untuk dapat menjadi sebuah organisasi yang unggul yaitu financial resources (dana/modal), human resources (modal insani), informational resources (informasiinformasi untuk membuat keputusan strategis ataupun taktis). Sumber daya manusia/modal insani yang mempunyai kualitas yang sesuai dengan organisasi merupakan sumber daya yang paling sulit dikelola dan diperoleh (Sutrisno, 2009). Sumber daya manusia kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan (Depkes, 2006). Sumber daya manusia kesehatan adalah tenaga kesehatan profesi termasuk tenaga kesehatan strategis dan tenaga kesehatan non profesi serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya seperti dalam upaya dan manajemen kesehatan (Depkes, 2009). Sumber daya manusia adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi/organisasi (Yuniarsih, 2008). Sumber daya manusia merupakan daya (tenaga atau kekuatan) yang bersumber dari manusia (Sedarmayanti, 2009). Sumber daya
Universitas Sumatera Utara
manusia atau man power disingkat SDM merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia. Sumber daya manusia terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya pikir dan daya fisiknya (Hasibuan, 2008). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana gempa tentunya, sumber daya manusia kesehatan menjadi hal yang sangat penting yang merupakan pelaksana teknik atau pelaksana kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana. Dalam Kepmenkes RI Nomor 876/Menkes/SK/XI/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain, disebutkan bahwa penanganan krisis dan masalah kesehatan lain lebih menitikberatkan kepada upaya sebelum terjadinya bencana yaitu upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan yang dimaksudkan adalah kesiapsiagaan sumber daya sebelum menghadapi masalah kesehatan yang timbul akibat terjadinya bencana, termasuk bencana gempa. Jadi kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan pada tahap pra bencana yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan
Penanggulangan
Bencana,
kesiapsiagaan
merupakan bentuk operasional penyelenggaraan penanggulangan bencana pada situasi terdapat potensi bencana dengan salah satu bentuk kegiatannya yang terkait dengan sumber daya manusia adalah : 1. Pengorganisasian, 2. Penyuluhan,
Universitas Sumatera Utara
3. Pelatihan dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat.
2.3.1 Pengetahuan A. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2007). Proses yang didasari oleh pengetahuan kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersikap langgeng. Sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003). B. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut: 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan. (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan benar tentang objek yang diketahui, dan dapatmenginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan menyebutkan cotoh menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus datang ke Posyandu (Notoatmodjo, 2003). 3) Analisis (analysis) Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata-kata
kerja:
dapat
menggambarkan
(membuat
bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan (Notoatmodjo, 2003). 4) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi
atau
penggunaan
hukum-hukum,
rumus,
metode,
dan
prinsip
(Notoatmodjo, 2003). 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu
Universitas Sumatera Utara
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2003). 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2003). 2.3.2 Pelatihan Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang. Menurut Payaman (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan
Universitas Sumatera Utara
biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja. Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”. Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich (2008) mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan (training) adalah “sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya. Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan umum pelatihan sebagai berikut : a. Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, b. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan c. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan). Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri dari : a. Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur b. Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional) c. Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai d. Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan. Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan. Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan pengembangan meliputi : (1) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan / need
Universitas Sumatera Utara
assesment; (2) menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan; (3) menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya; (4) menetapkan metode pelatihan; (5) mengadakan percobaan (try out) dan revisi; dan (6) mengimplementasikan dan mengevaluasi.
2.4 Kesiapsiagaan dalam Penanggulangan Bencana Gempa Upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana merupakan serangkaian kegiatan kesehatan yang mencakup kegiatan pada masa pra bencana meliputi pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, pada masa bencana meliputi tanggap darurat, dan pada masa pasca bencana meliputi pemulihan/rehabilitasi dan rekonstruksi. Mekanisme upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, meliputi kegiatan: a). Pra Bencana (Pencegahan, Mitigasi dan Kesiapsiagaan) Pencegahan bencana adalah tindakan-tindakan untuk menghambat ancaman / bahaya menyusun
yang
menyebabkan
prosedur
tetap/
terjadiny pedoman,
bencana.
Kegiatannya
melakukan
analisis
meliputi resiko,
penyebarluasan informasi (Depkes, 2006). Selain itu, pencegahan bencana dapat pula diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana baik melalui pengurangan ancaman
bencana
maupun
kerentanan
pihak
yang
terancam
bencana
(BNPB,2007).
Universitas Sumatera Utara
Mitigasi
adalah
kegiatan-kegiatan
yang
lebih
menitikberatkan
pada
upayauntuk mengurangi dampak yang ditimbulkan bencana. Kegiatannya meliputi struktural (pembangunan dan pengadaan fisik) dan non struktural (menyusun standar pelayanan, menyusun perencanaan, menyusun peraturan relokasi, jalur evakuasi,
retro
fitting)
(Depkes,
2006).
Mitigasi
juga
dapat diartikan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik
maupun
penyadaran
dan
peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (BNPB, 2007). Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada pengembangan rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara cepat dan efektif dengan menyiapnyiagakan sumber daya, pendidikan dan pelatihan bagi petugas, menyusun pedoman/prosedur tetap, menyusun dan mengembangkan sistem informasi
dan
sistem
manajemen,
menyusun
rencana
kontinjensi
(Depkes,2006). Kesiapsiagaan dapat diartikan pula serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (BNPB, 2007). b). Saat Bencana (Tanggap Darurat) Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana (Depkes, 2006)
Universitas Sumatera Utara
c). Pasca Bencana (Rehabilitasi dan Rekonstruksi) Rehabilitasi adalah kegiatan untuk memulihkan dan memfungsikan kembali sumberdaya kesehatan guna mengurangi penderitaan korban (Depkes, 2006). Rehabilitasi juga diartikan sebagai upaya perbaikan dan pemulihan pada semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara
wajar
semua
aspek
pemerintahan
dan
kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana (BNPB, 2007). Rekonstruksi adalah kegiatan untuk membangun kembali berbagai kerusakan akibat bencana secara lebih baik dari keadaan sebelumnya dengan telah mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana di masa yang akan datang (Depkes,2006). kembali
semua
Rekonstruksi juga dapat diartikan sebagai upaya pembangunan prasarana
dan
sarana,
kelembagaan
pada wilayah
pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan pereknomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana (BNPB, 2007). Dalam hal ini, kesiapsiagaan dimaksud adalah termasuk kesiapsiagaan sumber daya manusia yang harus dipastikan mempunyai kemampuan dalam
melakukan
upaya penanggulangan bencana secara cepat dan tepat karena merupakan
Universitas Sumatera Utara
pelaksana teknik atau pelaksana kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas tenaga kerja diperlukan peningkatan kesadaran produktivitas, efektivitas, efisiensi dan kewiraswastaan etos kerja yang produktif yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan motivasi, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan (Hamalik, 2007). Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan merupakan produktivitas sumber daya manusia dalam rangka upaya penanggulangan masalah kesehatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana. Menurut formulasi National Productivity Board Singapore, produktivitas adalah sikap mental yang mempunyai semangat untuk melakukan perbaikan. Perwujudan sikap mental dituangkan dalam berbagai kegiatan antara lain kegiatan yang berkaitan dengan diri sendiri dilakukan melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, disiplin, upaya pribadi, kerukukan kerja, dan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan melalui perbaikan manajemen, prosedur kerja, ketepatan waktu, penghematan biaya, sistem dan teknologi yang lebih baik.
2.5 Rumah Sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 159b/Men Kes/Per/II/1988 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pasal 8 dinyatakan tugas rumah sakit
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) serta melaksanakan upaya rujukan. Rumah sakit merupakan salah satu lembaga publik yang terlibat langsung dalam merespon suatu bencana yang terjadi dalam wilayah kerjanya. Hal inilah yang sering dilihat sebab perannya sering baru tampak oleh masyarakat ketika bencana itu terjadi. Padahal, baik atau buruknya respon rumah sakit terhadap bencana sangat tergantung dari serangkaian aktifitas yang sudah dilakukan jauh sebelumnya. Aktifitas-aktifitas persiapan bencana inilah yang sering kali menjadi persoalan di Indonesia karena sering kali tidak dilakukan karena berbagai alasan. Rumah sakit memiliki fungsi kritis dalam manajemen bencana, demikian yang dikatakan Robert Powers (Pinkowski, 2008). Konferensi PBB tentang Pengurangan Bencana menegaskan bahwa rumah sakit wajib mengoperasikan beberapa fasilitas segera setelah bencana untuk membatasi dampak dari bencana hilangnya nyawa. Mereka memiliki fungsi kritis yang tidak dimiliki bisnis lain. Artinya, jika mereka gagal untuk berfungsi selama bencana, mereka akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap dampak bencana di masyarakat. Rumah sakit dalam kondisi normal saat ini sudah terkendala dengan kurangnya fasilitas dan sarana-prasarana. Oleh karena itu untuk dapat beroperasi secara baik pada saat bencana, pertama-tama yang harus dilakukan adalah memberikan mitigasi, perencanaan dan kesiapan prioritas yang mereka butuhkan,
Universitas Sumatera Utara
baik menyangkut peralatan, keahlian staf pelaksana, dana untuk mengimbangi biaya selama penanganan bencana serta kewenangan yang diberikan kepada rumah sakit untuk melaksanakan implementasi program penanggulangan bencana. Perencanaan untuk lonjakan kapasitas juga penting dalam rangka mengantisipasi masuknya pasien ke rumah sakit baik segera setelah bencana atau dalam kasus bencana biologis, ketika mulai terjadi gejala pada korban. Perencanaan penanganan bencana oleh rumah sakit,
Robert Powers
menekankan perlunya fokus terhadap beberapa item untuk memastikan bahwa mereka benar siap dalam kegiatan-kegiatan mitigasi seperti perlunya keberlanjutan rumah sakit tanpa bantuan dari luar selama 72 jam pasca-bencana; waktu standar yang diperkirakan untuk memperoleh bantuan dari luar. Upaya mitigasi Rumah Sakit dimulai dengan penilaian kerentanan bahaya. Hal ini memungkinkan rumah sakit untuk mendapatkan kesiapan dengan biaya yang rendah. Rumah sakit tidak perlu memiliki rencana yang berbeda untuk setiap jenis bencana, hanya perlu satu rencana yang diperlukan untuk prosedur penanganan semua jenis bahaya. Hal ini juga untuk menyederhanakan respon dimana setiap staf diajarkan hanya salah satu cara untuk tampil saat bencana dan tidak memiliki waktu untuk berhenti dan membuat penentuan mana cara untuk merespon. Dengan demikian, kebingungan berkurang dan ada penurunan risiko staf melakukan prosedur yang salah pada kondisi bencana tersebut. Rumah sakit memiliki dua cara dalam merespon bencana, yaitu secara struktural maupun non-struktural. Mitigasi struktural di rumah sakit direncanakan untuk meningkatkan kesinambungan struktur yang ada melalui langkah-langkah
Universitas Sumatera Utara
seperti perencanaan bangunan rumah sakit tahan gempa untuk membatasi kerusakan pada fasilitas saat gempa bumi atau merancang sebuah pintu masuk gawat darurat yang memiliki kemampuan untuk dengan mudah diperluas dan menangani masuknya sebagian besar pasien yang tiba dengan kendaraan pribadi saat bencana. Sementara itu mitigasi non struktural oleh rumah sakit dapat dilakukan dengan pengaturanpengaturan peran setiap orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan saat bencana. Mitigasi non struktural juga dapat berupa apa yang disebut jalur hidup. Sistem yang disebut sebagai jalur hidup ini penting dalam menjaga keberlanjutan fasilitas. Lifelines menjaga hubungan yang diperlukan dari rumah sakit ke luar berbagai entitas atau pemasok bahan. Ini termasuk komunikasi, utilitas, dan transportasi. Komunikasi bisa datang dari management darurat lokal, pelayanan medis darurat, atau departemen kesehatan dan diperlukan untuk menjaga agar para pejabat rumah sakit tahu tentang situasi saat ini. Komunikasi juga diperlukan untuk mengisi sumber daya yang minim dan mendiskusikan pilihan regional dengan rumah sakit lainnya. Utilitas, seperti listrik dan air, harus direncanakan dan dikelola dengan baik. Latihan sendiri bagi rumah sakit merupakan strategi lain kesiapan bencana yang penting. Perencanaan untuk latihan sering tidak dilakukan sebab staf apatis berpartisipasi. Latihan juga sering gagal mensimulasikan kondisi nyata. Latihan yang dijalankan dengan benar, adalah strategi penting untuk pengukuran dan meningkatkan kesiapan rumah sakit. Evaluator harus berasal dari instansi luar, sehingga ada kebebasan untuk proses dan prosedur kritik. Evaluasi harus memberikan informasi yang relevan yang memandu rumah sakit dalam perubahan apa yang perlu
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada kesiapsiagaan dan respon untuk benar-benar efisien dalam kondisi yang nyata. Koordinator utama bencana juga harus bekerja untuk mendaftar dan mendidik pelaku kunci dari seluruh rumah sakit. Para pelaku kunci adalah pemimpin administrasi seperti bagian gawat darurat, radiologi, pengendalian infeksi, laboratorium dan teknik untuk memperoleh kesiapan seluruh rumah sakit. Komite keamanan rumah sakit atau manajemen komite khusus darurat adalah wadah untuk membawa semua pelaku bersama-sama dan memastikan bahwa mereka berbagi visi bersama untuk benar-benar siap menanggapi peristiwa bencana. Rumah sakit tidak akan berfungsi sendirian pada saat bencana sehingga administrator rumah sakit juga harus melihat melampaui rumah sakit. Interaksi antar komunitas adalah penting karena rumah sakit harus tahu dan membantu membimbing masyarakat untuk memberikan respon terhadap bencana sehingga operasi rumah sakit berjalan sesuai dengan rencana sebab untuk respon optimal dan keberlanjutan rumah sakit selama bencana secara langsung tergantung pada sumber daya dan dukungan yang diterimanya dari lembaga masyarakat lainnya. Sebuah komponen kunci dari interaksi masyarakat adalah respon regional. Rumah Sakit menggunakan rencana saling membantu dan respon regional berencana untuk saling mendukung. Rumah sakit di luar daerah dampak bencana berpotensi bisa mengirim dukungan personel dan peralatan dalam beberapa jam ke rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Landasan Teori Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan resiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadi bencana. Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006), tentang kajian kesiapsiagaan dalam mengantisipasi bencana menyebutkan kesiapsiagaan menggunakan parameter: 1. Pengetahuan merupakan pengetahuan dasar petugas mengenai bencana gempa bumi, seperti kejadian alam, bencana gempa bumi, dan kerentanan fisik. 2. Kebijakan dan
panduan
yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan dalam
mengantisipasi bencana gempa seperti tersedianya draf, renstra, protap, tempat evakuasi, panduan pemenuhan kebutuhan dasar. 3. Rencana tanggap darurat merupakan tindakan yang telah dipersiapkan petugas menghadapi bencana gempa, seperti pembuatan peta, penampungan sementara, nomor hotline informasi, posko, gladi pelatihan/simulasi, analisis resiko, perencanaan kontinjensi. 4. Sistem peringatan bencana gempa merupakan usaha petugas dalam mencegah terjadinya bencana gempa bumi, seperti sistem informasi, sistem peringatan dini, penyampaian informasi, pengembangan sistem peringatan dini, pelatihan dan simulasi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut LIPI–UNESCO/ISDR (2006), sumber daya manusia pendukung kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi bencana gempa bumi sebagai berikut: 1. Personil (sumber daya manusia) a. Kelompok tenaga ahli Tenaga ahli yang diperlukan adalah tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi di bidang sumberdaya gempa antara lain bidang geologi tenaga kesehatan dalam menangani masalah kesehatan yang terjadi akibat gempa (luka-luka, pingsan, trauma, dll). b. Kelompok tenaga lapangan Dalam pelaksanaan pengendalian gempa dibutuhkan petugas lapangan dalam jumlah cukup utamanya untuk kegiatan pemantauan dan tindakan di lapangan. 2. Sarana atau Peralatan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Sarana lebih ditujukan untuk benda-benda yang bergerak seperti komputer dan mesinmesin. Sarana/peralatan yang digunakan petugas dalam upaya penanggulangan bencana gempa terdiri dari: a. Peralatan Siapkan tas ransel khusus kondisi darurat, isinya : lampu senter, air minum, kotak P3K, makanan tahan lama (misalnya biscuit), uang
Universitas Sumatera Utara
secukupnya, lilin, korek api, buku tabungan, helm, tas darurat letakkan di tempat yang strategis. b. Peralatan komunikasi (radio komunikasi, telepon, faksimili) c. Alat-alat berat dan transportasi (bull dozer, excavator, truk) d. Perlengkapan kerja penunjang (sekop, gergaji, cangkul, pompa air) e. Perlengkapan untuk evakuasi (tenda darurat, dan obat obatan) f. Bahan gempa (karung plastik, bronjong kawat, bambu, dolken kayu) 3. Dana Dalam pengendalian gempa bumi diperlukan alokasi dana yang diupayakan selalu tersedia. Dana yang diperlukan tersebut harus dialokasikan sebagai dana cadangan yang bersumber dari APBN, APBD atau sumber dana lainnya. Dana cadangan disediakan sesuai ketentuan yang berlaku. Salah satu organisasi pemerintahan yang melibatkan keseluruhan komponen sumber
daya
organisasi
dalam
penanggulangan
bencana
adalah
Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), di mana komponen-komponen sumber daya manusia kesehatan adalah pengetahuan dan pelatihan mempengaruhi kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi gempa di RSU Bunda Thamrin Medan Tahun 2013.
2.6 Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori yang telah peneliti jelaskan, maka yang menjadi kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Variabel Independen :
a. Pengetahuan b. Pelatihan
Variabel Dependen :
Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana Gempa Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah sumber daya manusia, yaitu pengetahuan dan pelatihan, sedangkan variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah kesiapsiagaan tenaga kesehatan dalam penanggulangan bencana gempa di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Kota Medan tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara