32
BAB II PENGENAAN PPh Final PHTB DAN BPHTB TERHADAP PERMOHONAN HAK BARU ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG BELUM BERSERTIPIKAT DI KOTA BINJAI
A. Permohonan Hak Baru 1. Pengertian Permohonan Hak Baru Pengertian Permohonan Hak Baru tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan, namun istilah permohonan hak baru bermakna luas.
Bila
dikaitkan dengan pendaftaran tanah, maka permohonan hak baru dapat diartikan sebagai kelanjutan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dan bangunan yang sudah
terdaftar
(bersertipikat),
dimana
orang
atau
badan
yang
telah
menerima/memperoleh pengalihan hak (sebagai pemegang hak baru) mendaftarkan hak yang telah diperolehnya dengan tujuan agar status hukum kepastian hak atas tanah yang telah diperoleh tersebut lebih jelas dan terjamin, dan supaya dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak (sebagai pemilik). Dengan adanya permohonan hak baru maka pemegang hak lama yang namanya tercatat dalam daftar umum dan di dalam sertipikat, akan dicoret namanya dan menggantikannya dengan nama pemegang hak baru. Menurut Budi Harsono :39 Meskipun Pasal 23 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa hak milik beralih saat akta PPAT dibuat (akta PPAT itu merupakan bukti bahwa hak atas tanah telah beralih kepada pembeli), akan tetapi belum berlaku pada pihak ketiga, karena 39
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003, hal 74
32
33
yang wajib diketahui oleh pihak ketiga adalah apa yang tercantum dalam buku tanah dan sertipikat hak yang bersangkutan. Kedudukan pembeli sebagai pemilik hak baru, baru lah sempurna (dari segi pembuktiannya) setelah dilakukan pendaftaran hak tersebut. Menurut Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis :40 Pendaftaran hak dari pemegang hak baru akibat peralihan hak, disebut oleh Sir Binns “registration of rights”, dan atau “registration of deeds” yaitu pendaftaran akta akta peralihan hak. Perolehan hak atas tanah menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 terjadi karena peralihan hak dan pemindahan hak yang ditandai dengan bukti bukti tertentu sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Untuk kesinambungan dan kemutakhiran data dalam daftar umum pada Kantor Pertanahan sebagai akibat dari perolehan hak atas tanah tersebut oleh pihak lain maka dilakukan pendaftaran peralihan/pemindahan hak yang lazim disebut dengan “balik nama”. Permohonan hak baru bila dikaitkan dengan pendaftaran tanah pertama kali atau “opzet” atau“initial registration”. yang artinya pemegang/pemilik hak atas tanah dan/atau bangunan dengan bukti kepemilikan belum bersertipikat, melalui permohonan hak baru pada Kantor Pertanahan, bertujuan agar memperoleh “Sertipikat”. Sertipikat adalah sebagai bukti telah terdaftar pada Kantor Pertanahan. Kegiatan ini disebut Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan umum, Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi : Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum terdaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini.41
40
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2012, hal. 275 41 Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
34
Pada ketentuan umum, Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah disebutkan : Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.42 Pengertian pendaftaran tanah sebagaimana disebut diatas dalam prakteknya disebut juga permohonan hak baru. Pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana disebutkan pada Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan, “Pelaksanaan Pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah”.43 Kegiatatan pendaftaran tanah secara garis besarnya di bagi menjadi 2 jenis, Yaitu : 1. Pendaftaran tanah untuk yang pertama kali (initial registration). Yakni pendaftataran atas bidang tanah yang berasal dari konversi hak lama, tanah negara dan tanah bekas hak milik adat yang dimiliki dengan bukti tertulis, keterangan saksi dan akta pemindahan hak dibawah tangan, akta camat, akta Notaris yang belum didaftarkan (belum bersertipikat) yang dilaksanakan baik secara sistemik maupun secara sporadik.
42 43
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
35
2. Pendaftaran tanah yang disebabkan karena peralihan hak atas bidang tanah yang sudah terdaftar (tanah yang sudah bersertipikat), bersifat pemeliharan data/pemutahiran data (maintanence) meliputi ; jual-beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, balik nama waris, imbreng, putusan pengadilan, lelang, pemisahan hak, penggabungan usaha dan kelanjutan pelepasan hak. Tanah-tanah yang belum terdaftar pada Kantor Pertanahan Kota Binjai umumnya beralaskan atau sebagai bukti kepemilikan berupa Akta Camat, Akta Notaris, dan bukti hak lainnya, sehingga alas hak/bukti hak tersebut dikelompokkan sebagai tanah belum terdaftar (non sertipikat). Sedangkan kelompok tanah dan/atau bangunan yang sudah terdaftar pada Kantor Pertanahan Kota Binjai dibuktikan dengan adanya sertipikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Binjai. 2.
Dasar Hukum Permohonan Hak Baru Permohonan hak baru atas tanah yang belum bersertipikat maupun yang sudah
bersertipikat adalah berdasarkan : a. Uundang-Undang Dasar 1945; b. Undang-Undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agrari (disingkat UUPA); c. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 3.
Pelaksanaan Permohonan Hak Baru pada Kantor Pertanahan Kota Binjai Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 6 Juli 2015, dengan Puspitasari
Dewi, Kepala Seksi II (kasi II) bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, pegawai pada Kantor Pertanahan Kota Binjai menjelaskan bahwa pelaksanaan permohonan
36
hak baru (pendaftaran tanah) pada Kantor Pertanahan Kota Binjai, dilakukan dengan cara sebagai berikut :44 a.
Permohonan Hak Baru atas Tanah dan/atau Bangunan yang Belum Bersertipikat (Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali). Syarat-syarat yang harus dipersiapkan dan dilengkapi pada Permohonan hak
baru atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat (pendaftaran tanah untuk pertama kali), dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Mengajukan Permohonan Hak Baru yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai. 2. Mengisi formulir “Lampiran 2 Formulir isian 402”, yang tersedia pada Kantor Pertanahan Kota Binjai. 3. Mengisi dan menanda tangani Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah di atas materai 6000,- yang diketahui oleh Lurah dan Camat. 4. Melampikan Surat Keterangan Tidak Silang Sengketa yang dikeluarkan Lurah dan diketahui Camat. 5. Melampirkan bukti hak/alas hak asli. 6. Melampirkan bukti pembayaran SPPT PBB dan SSPD PBB tahun terakhir. 7. Melampirkan bukti pembayaran pajak PPh F PHTB dan BPHTB. Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali tersebut, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia A, Camat dan Lurah. Permohonan hak baru (pendaftatran tanah untuk pertama kali), oleh panitia A (seksi II, bagian penetapan 44
Wawancara dengan Kepala seksi II, Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai pada tanggal 6 Juli 2015-08-25
37
hak), melakukan penelitian dan pengolahan data baik data fisik maupun data yuridis. Mengevaluasi lapangan dengan melakukan pengukuran, pemasangan tanda batas. Mencocokan data yang diajukan oleh pemohon hak dengan fakta dilapangan. Setelah dievaluasi dan disetujui oleh panitia A, dilanjutkan dengan penerbitan SK (Surat Keputusan) oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai, kemudian di umumkan melalui media masa selama 60 (enam puluh) hari. Dan bila tidak ada yang menggugat atau keberatan atas objek yang sedang dimohon tersebut, maka dapat dilanjutkan dengan proses penerbitan surat bukti terdaftar yakni sertipikat yang selanjutnya diserahkan kepada pemohon atau yang bersangkutan. Tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat (belum terdaftar) pada umumnya dimiliki dengan alas hak/bukti hak seperti : a. grant sultan, grose akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonantie (Staatsblaad 1834-27), yang telah dibubuhi catatan bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; b. grose akta eigendom setelah berlakunya UUPA sampai pada tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; c. Surat bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan swapraja; d. Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959; e. Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum maupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; f. Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997; g. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; h. Akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997;
38
i. Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; j. Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; k. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, ketitir, dan verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; l. Surat riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun sebagaimana dimaksud pada Pasal II, Pasal VI, dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA. Pemindahan/peralihan hak (karena ganti rugi), pemisahan dan pembagian hak waris, yang terus berlangsung dan berkembang dalam
masyarakat, yang pada
akhirnya alas hak tersebut di atas mengalami perubahan. Peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat hingga saat ini, pada prakteknya dilakukan oleh dan dihadapan Camat dan Notaris. Sehingga alas hak sekarang ini berupa akta Camat dan akta Notaris. Karena itu bukti kepemilikan hak atas tanah dan/atau bangunan pada masyarakat Kota Binjai saat ini, pada umumnya dapat dibuktikan dengan akta Camat, Akta Notaris dan Sertipikat. Permohonan hak baru dapat dilaksanakan dengan alas hak/ bukti kepemilikan berupa akta Notaris dan akta Camat. Akta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat, yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang pada hakikatnya disebut sebagai AKTA NOTARIS. Pelaksanaan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat ini, secara teknis dibuat dengan Surat Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi (disebut akta PHGR). Sedangkan akta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat, yang dibuat oleh dan dihadapan Camat pada hakikatnya disebut sebagai AKTA CAMAT.
39
Pelaksanaan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat ini, secara teknis dibuat dengan Surat Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi (disebut juga akta PHGR). Akta-akta inilah yang dijadikan sebagai alas hak atau bukti diri sebagai pemilik/pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat, yang diajukan dalam permohonan hak baru atau pendaftaran tanah untuk pertama kali. b. Permohonan Hak Baru atas Tanah dan/atau Bangunan yang sudah Bersertipikat (sudah terdaftar) Permohonan hak baru atas tanah dan/atau bangunan yang sudah bersertipikat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai. 2. mengisi formulir “Lampiran 13 PMNA/K BPN Nomor 3 / 1997 yang tersedia pada Kantor Pertanahan Kota Binjai. 3. melampirkan bukti peralihan hak /akta peralihan hak (AJB). 4. melampirkan sertipikat asli. 5. melampirkan SPPT PBB dan SSPD PBB tahun terakhir. 6. melampirkan bukti pembayaran pajak PPh F PHTB dan BPHTB. Sebagai bukti hak yang diajukan pada permohonan hak baru ini adalah sertipikat (bukti terdaftar) pada Kantor Pertanahan. Pengajuan permohonan hak baru atas tanah dan/atau bangunan yang sudah bersertipikat ini, harus dibuktikan dengan akta pemindahan/pengalihan hak yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Pengajuan permohonan hak baru ini dapat dilakukan oleh pemegang hak baru atau dikuasakan kepada Notaris/PPAT. Permohonan diajukan
40
kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai dengan melampirkan akta peralihan hak yakni Akta Jual Beli (AJB) dan Sertipikat yang asli. Setelah dicocokan dengan data yang ada pada daftar umum buku pendaftaran tanah, bila sertipikat dinyatakan bersih setelah “cek bersih” (tidak sedang dalam objek perkara/gugatan di pengadilan), dan sertipikat yang dilampirkan asli (bukan asli tapi palsu), dan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Binjai, kemudian dilanjutkan dengan pencatatan mutasi pada buku daftar umum, dan pada sertipikat tersebut nama pemegang/pemilik hak lama dicoret dan diganti dengan nama pemegang hak baru yang disahkan dan ditanda tangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai.
B. Pengenaan PPh Final PHTB terhadap Permohonan Hak Baru atas Tanah dan/atau Bangunan yang Belum Bersertipikat di Kota Binjai 1. Pembayaran PPh F PHTB Sebagai Syarat Permohonan Sertipikat Pelaksanaan permohonan hak baru pada Kantor Pertanahan Kota Binjai dapat dilakukan oleh pemohon sendiri maupun yang dikuasakan untuk itu. Pada umumnya permohonan hak baru, baik karena sebab pengalihan hak atas tanah yang sudah bersertipikat maupun yang belum bersertipikat dilakukan oleh Notaris/PPAT sebagai yang dikuasakan oleh pemohon (pemilik) tanah dan/atau bangunan. Untuk mengetahui kepastian tentang pengenaan PPh F PHTB terhadap permohonan hak baru atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat, yang dilaksanakan oleh Notaris/PPAT selaku kuasa pemohon hak baru (Pendaftaran Tanah Untuk
Pertama
Kali)
dapat
diketahui
dipresentasikan melalui tabel berikut ini :
berdasarkan
hasil
penelitian
yang
41
Tabel II-1 Notaris/PPAT yang menangani Permohonan Hak Baru atas Tanah dan/atau Bangunan yang Belum Bersertipikat di Kota Binjai n = 25 No. Keterangan Jumlah % 1. 5 kali atau lebih 23 92% 2. Kurang dari 5 kali 2 8% 25 100% Total Sumber : Data Primer Kuisioner Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015. Berdasarkan
hasil penelitian pada Tabel II-1 tersebut, diketahui bahwa
Notaris/PPAT yang pernah melaksanakan permohonan hak baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali) atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat pada Kantor Pertanahan Kota Binjai, yang melaksanakan 5 kali atau lebih berjumlah 23 (dua puluh tiga) orang atau sebesar 92%, dan yang melaksanakan kurang dari 5 kali berjumlah 2 (dua) orang atau sebesar 8%. Artinya seluruh Notaris/PPAT di Kota Binjai pernah melakukan permohonan hak baru atas tanah dan bangunan yang belum bersertipikat (pendaftaran tanah untuk pertama kali). Selanjutnya, bahwa permohonan hak baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali) atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat dikenai PPh F PHTB, dapat dilihat dari hasil penelitian pada tabel berikut ini : Tabel II-2 PPh F PHTB Terhadap Permohonan Hak Baru atas Tanah dan/atau Bangunan yang Belum Bersertipikat di Kota Binjai n = 25 No. Keterangan Jumlah % 1. Dikenakan 25 100% 2. Tidak dikenakan 25 100% Total Sumber : Data Primer Kuisioner Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015.
42
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel II-2, diketahui bahwa terhadap permohonan hak baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali) atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat pada Kantor Pertanahan Kota Binjai dikenai PPh F PHTB, sebanyak 25 (dua puluh lima) orang atau 100% menjawab “dikenakan”. Artinya bahwa setiap permohonan hak baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali), atas tanah dan bangunan yang belum bersertipikat pada Kantor Pertanahan Kota Binjai dikenai PPh F PHTB. 2. Dasar Hukum Pengenaan PPh Final PHTB Selanjutnya dasar hukum atas pengenaan PPh F PHTB terhadap permohonan hak baru (pendaftaran tanah pertama kali) atas tanah dan/atau bangunan, yang berlaku pada Kantor Pertanahan Kota Binjai, dapat diketahui pada hasil penelitian pada Tabel berikut ini : Tabel II-3 Dasar Hukum Pengenaan PPh F PHTB Terhadap Permohonan Hak Baru atas Tanah dan/atau Bangunan yang Belum Bersertipikat di Kota Binjai n = 25 No. Keterangan Jumlah % 1. Pasal 4 ayat (2) UU PPh jo. PP No. 71 Tahun 2008 17 68% 2. Pasal 4 ayat (2) UU PPh jo. PP No. 48 Tahun 1994 8 32 25 100% Total Sumber : Data Primer Kuisioner Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel II-3 tersebut, diketahui bahwa dasar hukum yang digunakan sebagai dasar pengenaan PPh F PHTB, berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh jo. PP. No. 71 Tahun 2008 sebanyak 17 (tujuh belas) orang atau
43
sebesar 68%, dan berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh jo. PP. No. 48 Tahun 1994 sebanyak 8 (delapan) orang atau sebesar 32%. 3. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Final PHTB Dalam menghitungan pajak PPh F PHTB, yang dijadikan dasar pengenaan untuk membayar PPh F PPHTB tersebut, dapat diketahui pada tabel berikut ini : Tabel II-4 Dasar Pengenaan Pajak PPh F PHTB n = 25 Keterangan Jumlah % NJOP x 5 % 25 100% Harga Pasar x 5 % 25 100% Total Data Primer Kuisioner Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015.
No. 1. 2. Sumber :
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel II-4 tersebut di atas, diketahui bahwa DPP PPh Final PHTB yang digunakan dalam membayaran kewajiban PPh Final PHTB tersebut, sebanyak 25 (dua puluh lima) orang atau 100 % menjawab NPOP dikali 5 %. Contoh perhitungan pengenaan PPh F PHTB pada (pendaftaran tanah untuk pertama kali), 45:
saat permohonan Hak Baru
Seseorang memiliki sebuah rumah di Binjai, luas tanah 200 m2, dan luas bangunan 100 m2. Berdasarkan NJOP harga tanah Rp 700.000,- per m2, dan nilai bangunan Rp 600.000,- per m2. Jumlah pajak (PPh F PHTB) yang harus dibayar pada saat pendaftaran permohonan hak baru adalah sebagai berikut : * Harga satuan tanah: 200 m2 x Rp 700.000,45
08-25
= Rp 140.000.000,-
Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Kota Binjai mulai tanggal 15 Mei s/d 15 Juni 2015-
44
* Harga satuan bangunan: 100 m2 x Rp 600.000,-
= Rp
60.000.000,-
——————– + * Jumlah NPOP
= Rp 200.000.000.-
* Jumal PPh F PHTB (Rp 200.000.000,- x 5 %)
= Rp
10.000.000,-46
4. Tata Cara Pembayaran PPh Final PHTB di Kota Binjai Pembayaran PPh F PHTB di Kota Binjai, dapat dilakukan dengan cara atau dengan petunjuk sebagai berikut :47 a. Wajib Pajak, mengisi dan menanda tangani Surat Setoran Pajak (SSP) rangkap 5. b. Wajib Pajak atau kuasanya, menyetorkan uang pembayaran PPh F PHTB pada Bank Sumut cabang Kota Binjai (Bank Persepsi), sesuai dengan jumlah yang tertera pada SSP. c. Wajib Pajak menerima bukti setoran dan SSP dari petugas Bank yang telah divalidasi dan ditanda tangani oleh petugas Bank. SSP lembar 4 menjadi arsip Bank persepsi. d. Selanjutnya, SSP lembar 1 sebagai arsip Wajib Pajak, lembar 2 untuk KPPN, SSP lembar 3 untuk KPP, SSP lembar 5 untuk wajib pungut (pihak lain). Kepastian tentang pengenaan PPh F PHTB terhadap permohonan baru atas tanah yang belum bersertipikat ini, juga diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan informan yakni pegawai pada Kantor Pertanahan Kota Binjai. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 6 Juli 2015, dengan Sri Puspita Dewi, Kepala Seksi II 47
Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Kota Binjai mulai tanggal 15 Mei s/d 15 Juni 2015-08-25
45
(kasi II) bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, pegawai pada Kantor Pertanahan Kota Binjai, mengatakan bahwa permohonan hak baru atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat atau disebut juga pendaftaran tanah pertama kali dikenakan PPh F PHTB. Permohonan hak baru yang disertai dengan alas hak/bukti hak akta Camat, akta Notaris dan bukti lainnya yang bukan sertipikat dikenakan PPh F PHTB, dengan ketentuan apabila NPOPnya (Nilai Perolehan Objek Pajak) di atas Rp. 60.000.000.- (enam puluh juta), dan perolehan haknya bukan karena warisan. Pengenaan PPh F PHTB terhadap permohonan hak baru atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat diberlakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Binjai, dimulai sejak Tahun 2011.48 Permohonan hak baru (pendaftaran tanah pertama kali) pada Kantor Pertanahan Kota Binjai dengan bukti/alas hak Akta Camat, Akta Notaris setelah diproses dan disetujui oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai, kepada pemohon diwajibkan membayar terlebih dahulu PPh F PHTB, dan setelah bukti pembayaran pajak tersebut diserahkan, kemudian dilanjutkan dengan proses penerbitan sertipikat. Pembayaran PPh F PHTB ini merupakan salah satu syarat sebelum diterbitkannya sertipikat yang berlaku pada Kantor Pertanahan Kota Binjai. Dari hasil wawancara tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap permohonan hak baru (pendaftaran tanah pertama kali) di Kota Binjai dikenakan PPh F PHTB.
48
Wawancara dengan Kepala seksi II, Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai pada tanggal 6 Juli 2015-08-25
46
C. Pengenaan BPHTB Terhadap Permohonan Hak Baru atas Tanah dan/atau Bangunan yang Belum Bersertipikat di Kota Binjai 1.
Pembayaran BPHTB sebagai Syarat Permohonan Sertipikat Untuk
mengetahui
kepastian
tentang
pengenaan
BPHTB
terhadap
permohonan hak baru atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat, yang dilaksanakan oleh Notaris/PPAT selaku kuasa pemohon hak baru (Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali) dapat diketahui berdasarkan hasil penelitian data pada tabel berikut : Tabel II-5 BPHTB Terhadap Permohonan Hak Baru atas Tanah dan/atau Bangunan yang Belum Bersertipikat di Kota Binjai n = 25 No. Keterangan Jumlah % 1. Dikenakan 25 100% 2. Tidak dikenakan 25 100% Total Sumber : Data Primer Kuisioner Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel II-5, diketahui bahwa terhadap permohonan hak baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali) atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat pada Kantor Pertanahan Kota Binjai dikenai PPh BPHTB, sebanyak 25 (dua puluh lima) orang atau 100% menjawab “dikenakan”. Artinya bahwa setiap permohonan hak baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali), atas tanah dan bangunan yang belum bersertipikat pada Kantor Pertanahan Kota Binjai dikenai BPHTB.
47
2. Dasar Hukum Pengenaan Pajak BPHTB Selanjutnya, dasar hukum atas pengenaan BPHTB terhadap permohonan hak baru (pendaftaran tanah pertama kali) atas tanah dan/atau bangunan, yang diberlakukan pada Kantor Pertanahan Kota Binjai, dapat diketahui pada hasil penelitian pada Tabel berikut ini : Tabel II-6 Dasar Hukum Pengenaan Pajak BPHTB Terhadap Permohonan Hak Baru atas Tanah dan/atau Bangunan yang Belum Bersertipikat di Kota Binjai n = 25 No. Keterangan Jumlah % 1. Perda Kota Binjai No. 2 Tahun 2011 25 100% 2. UU No. 28 Tahun 2009 Tentang PDRD 25 100% Total Sumber : Data Primer Kuisioner Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel II-6 tersebut, diketahui bahwa dasar hukum yang digunakan sebagai dasar pengenaan BPHTB, yang menjawab berdasarkan Perda Kota Binjai Nomor 2 Tahun 2011 sebanyak 25 (dua pulu lima) orang atau sebesar 100%, dan tidak ada (0%) yang menjawab berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009.
3. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) BPHTB Dalam menghitungan pajak BPHTB, yang dijadikan dasar untuk membayar pajak BPHTB tersebut, dapat diketahui pada tabel berikut ini : Tabel II-7 Dasar Pengenaan Pajak BPHTB No. 1. 2. Sumber :
n = 25 Keterangan Jumlah % (NJOP-NPOPTKP) x 5 % 25 100% Harga Pasar x 5 % 25 100% Total Data Primer Kuisioner Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015.
48
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel II-7 tersebut di atas, diketahui bahwa DPP BPHTB yang digunakan dalam membayaran kewajiban BPHTB tersebut, sebanyak 25 (dua puluh lima) orang atau 100 % menjawab (NJOP-NPOPTKP) x 5 %. Contoh Perhitungan pengenaan BPHTB pada saat permohonan hak baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali49 : Seseorang memiliki rumah di Binjai dengan luas tanah 200 m2, dan luas bangunan 100 m2. Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp 700.000,- per m2, dan nilai bangunan Rp 600.000,- per m2. Jumlah pajak BPHTB yang harus dibayar pada saat permohonan hak baru adalah sebagai berikut : *
Harga satuan tanah,
200 m2 x Rp 700.000,-
*
Harga satuan bangunan, 100 m2 x Rp 600.000,-
= Rp =
Rp
140.000.000,60.000.000,-
——————– + *
Jumlah NPOP
=
Rp
200.000.000,-
*
NPOTKP
=
Rp
60.000.000,-
——————– *
Nilai untuk penghitungan BPHTB
=
Rp
140.000.000,-
*
Jumlah pajak BPHTB (Rp 140.000.000,- x 5%)
=
Rp
7.000.000.-
4. Tata Cara Pembayaran Pajak BPHTB di Kota Binjai Pembayaran pajak BPHTB di Kota Binjai, dapat dilakukan dengan cara atau dengan petunjuk sebagai berikut :50
49
08-25
Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Kota Binjai mulai tanggal 15 Mei s/d 15 Juni 2015-
49
a. Wajib Pajak, mengisi dan menanda tangani Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD-BPHTB) rangkap 6. b. Wajib Pajak atau kuasnya, menyetor uang pembayaran pajak BPHTB pada Bank Sumut cabang Kota Binjai (Bank persepsi), sesuai dengan jumlah yang tertera pada SSPD-BPHTB. c. Wajib Pajak menerima bukti setoran dan SSPD-BPHTB dari petugas Bank yang telah divalidasi dan ditanda tangani oleh petugas Bank dan
SSPD
lembar 5 dan 6 menjadi arsip Bank persepsi. d. Selanjutnya, SSPD-BPHTB lembar 1,2,3,4 dengan dokumen permohonan hak baru, diajukan kepada Kepala Kantor Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Binjai untuk diverifikasi. Setelelah diverifikasi dan ditanda tangani, SSPD-BPHTB lembar 4 menjadi arsip Kantor Dispenda Kota Binjai. e. Menerima SSPD-BPHTB lembar 1, 2, dan 3. f. selanjutnya, SSPD-BPHTB lembar 1 menjadi arsip Wajib Pajak, SSPDBPHTB lembar 2 menjadi arsip Notaris/PPAT, dan SSPD-BPHTB lembar 3 disertakan pada dokumen permohonan hak baru kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai.
50
Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Kota Binjai mulai tanggal 15 Mei s/d 15 Juni 2015-08-25
50
Bagan 1 Alur Prosedur Pembayaran BPHTB oleh Wajib Pajak di Kota Binjai NOTARIS/PPAT KOTA BINJAI
WAJIB PAJAK
BANK SUMUT KOTA BINJAI
Menghitung, Mengisi formulir, Menandatangani dan menyerahkan SSPD BPHTB
Menerima SSPDBPHTB (rangkap 6)
Menerima pembayaran SSPDBPHTB
Mengisi dan menandatangani SSPD – BPHTB (rangkap 6)
Mengajukan permohonan penelitian (verifikasi) SSPD-BPHTB
Menerima permohonan penelitian (verifikasi) SSPD-BPHTB
Menyimpan SSPDBPHTB lembar 5, 6 Menyediakan data dan membuka database
Menyerahkan SSPD-BPHTB lembaran 1,2,3&4 Menerima SSPDBPHTB lembar 1,2,3, & 4
KANTOR DISPENDA KOTA BINJAI
51
Bagan 2 Alur Prosedur Permohonan hak baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali) DISPENDA KOTA BINJAI Menyimpan SSPDBPHTB lembar 4, dan menyerahkan lembar 1,2 dan 3
WAJIB PAJAK
Menerima SSPD-BPHTB lembar 1,2 dan 3 yang telah di tanda tangani (diverifikasi), Menyimpan SSPD-BPHTB Lembar 1
KANTOR PERTANAHAN KOTA BINJAI Menerima dokumen permohonan hak baru
SSPD-BPHTB lembar 2 menjadi arsip Notaris/PPAT
Memproses data permohonan hak baru
Menghitung, Mengisi formulir, Menandatangani dan menyerahkan SSPD BPHTB SSPD-BPHTB lembar 3 diserahkan/dilampirkan dengan dokumen permohonan Hak baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali) kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai
Menerima Sertipikat
Menerbitkan sertipikat, dan menyerahkan kepada pemohon (yang bersangkutan)
52
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 6 Juli 2015 dengan Sri Puspita Dewi, Kepala Seksi II (kasi II) bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, pegawai pada Kantor Pertanahan Kota Binjai, mengatakan bahwa permohonan hak baru atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat atau disebut juga pendaftaran tanah pertama kali dikenakan BPHTB. Pemberlakuan pengenaan BPHTB terhadap permohonan baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali) pada Kantor Pertanahan Kota Binjai, dimulai sejak Tahun 1998.51 D. Pengenaan PPh Final PHTB dan BPHTB terhadap Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan di Kota Binjai. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (disingkat PHTB) di Kota Binjai, pada prakteknya untuk membuat akta PHTB (jual beli), masyarakat (para pihak) akan melaksanakan pengalihan hak dihadapan Camat, Notaris, dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Jual-beli tanah yang
memiliki alas hak berupa
sertipikat maka dibuat lah akta pengalihan hak dengan akta PPAT, dan jual beli tersebut dibuat dalam bentuk Akta Jual Beli (disingkat AJB), dan bila tanahnya belum bersertipikat (misalnya akta Camat, akta Notaris, dan lainnya) maka pengalihan hak akan dibuat dengan akta Notaris berupa “Surat Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi” (disingkat PHGR), dan bila pengalihan hak dilaksanakan oleh dan dihadapan camat, maka dibuat-lah dengan akta Camat berupa “Surat Pengalihan Hak Dengan Ganti Rugi” (PHGR).
51
Wawancara dengan Kepala seksi II, Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai pada tanggal 6 Juli 2015-08-25
53
Sebagaimana diketahui bahwa untuk menentukan saat terutangnya pajak PPh F PHTB dan BPHTB yaitu pada saat ditanda tanganinya akta pengalihan hak, namun pengenaan PPh F PHTB dan BPHTB juga ditentukan berdasarkan alas hak atau bukti hak atas tanah dan/atau bangunan, dan pejabat yang membuat/menanda tangani akta pengalihan hak tersebut. Untuk mengetahui pengenaan PPh F PHTB dan BPHTB atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan di Kota Binjai, dapat dilihat dari hasil penelitian data kuisioner dari responden, maupun hasil wawancara dengan informan berikut ini : 1. Pengalihan hak dengan Akta PPAT Ketentuan umum, Pasal 1 angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, berbunyi : 52 Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disingkat PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. PPAT memiliki tugas pokok dan wewenang, melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu, sebagaimana tersebut pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT. Pada Pasal 2 ayat (2), PPAT membuat akta-akta sebagai akta : Jual beli, Tukar menukar,
52
Pasal 1 angka 1 PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT
54
Hibah, Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), Pembagian hak bersama, Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Hak Milik, Pemberian Hak Tanggungan, dan
Pemberian Kuasa membebani Hak Tanggungan.
Berdasarkan data dari Pengurus Pengda Ikatan Notaris dan IPPAT Binjai Langkat, PPAT Kota Binjai berjumlah 25 (dua puluh lima) orang. PPAT (Notaris yang telah diangkat sebagai PPAT) memiliki fungsi dan wewenang membuat akta otentik khusus pengalihahan hak (jual beli) atas tanah yang bersertipikat (sudah terdaftar). Notaris/PPAT sebelum menanda tangani akta mewajibkan terlebih dahulu para pihak membayar pajak, dan menyerahkan bukti pembayaran pajak tersebut kepada Notaris/PPAT. Dari hasil penelitian yang didapat, diketahui bahwa pengalihan hak (jual beli) atas tanah dan/atau bangunan bersertipikat dikenai PPh F PHTB dan BPHTB, dapat dilihat dari jawaban seluruh responden yaitu 25 (dua puluh lima) orang Notaris/PPAT Kota Binjai. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel berikut ini :53 Tabel II-8 Pengenaan PPh F PHTB dan BPHTB Terhadap Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Bersertipikat di Kota Binjai n = 25 No. Keterangan Jumlah % 1. dikenakan 25 100% 2. tidak dikenakan 25 100% Total Sumber : Data Primer Kuisioner Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015.
53
hasil wawancara dengan para Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015
55
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel II-8, diketahui bahwa dari 25 (dua puluh lima) responden Notaris/PPAT Kota Binjai, 25 (dua puluh lima) orang atau 100% menjawab dikenakan, artinya bahwa PPh F PHTB dan BPHTB dikenakan atas PHTB yang bersertipikat. Dengan demikian saat terutangnya PPh F PHTB dan BPHTB yakni pada saat penanda tanganan akta jual beli (AJB) tersebut, sehingga PPh F PHTB dan BPHTB wajib dibayar sebelum penandatanganan akta. PPh F PHTB ditanggung/dibayar oleh pihak yang mengalihkan dan BPHTB ditanggung dan dibayar oleh pihak yang menerima/memperoleh hak dari PHTB tersebut. 2. Pengalihan hak dengan Akta Notaris Ketentuan umum Pasal l, angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (disebut UUJN), berbunyi :54 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya. Kewenangan membuat akta autentik, berdasarkan pada Pasal 15 ayat (1) menyebutkan :55 Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
54 55
Pasal 1 angka 1 UUJN No. 2 Tahun 2014 Pasal 15 ayat (2) UUJN No. 2 Tahun 2014
56
Pada Pasal 15 ayat (2) menyebutkan, selain kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula : a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. melakukan pengesahan kecocokan dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat akta risalah lelang. Notaris, sebagai pejabat umum yang memiliki fungsi dan wewenang salah satunya membuat akta otentik. Pada prakteknya akta otentik mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat (belum terdaftar) dapat dilaksanakan dengan akta notaril tapi bukan sebagai akta PPAT. Dalam teknis pembuatan akta Notaris tersebut, pengalihan hak dibuat dengan “Surat Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi” (disingkat PHGR) atau yang disebut juga akta Notaris/akta PHGR). Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui akta PHGR Notaris, sebagai bukti Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (PHTB), pada saat
57
penanda tanganan akta PHRG ini, pengenaan pajak PPh F PHTB dan BPHTB dapat diketahui dari hasil penelitian pada tabel berikut ini :56 Tabel II-9 Pengenaan PPh F PHTB dan BPHTB Terhadap Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Belum Bersertipikat di Kota Binjai n = 25 No. Keterangan Jumlah % 1. Dikenakan 2. Tidak dikenakan 25 100% 25 100% Total Sumber : Data Primer Kuisioner Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel II-9, diketahui bahwa dari 25 (dua puluh lima) responden Notaris/PPAT Kota Binjai, 25 (dua puluh lima) orang atau 100% menjawab Tidak dikenakan, yang artinya pada saat penanda tanganan akta jual beli tidak dikenakan PPh F PHTB dan BPHTB. PPh F PHTB dan BPHTB tidak wajib dibayar pada saat penanda tanganan akta PHTB atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat. Dari hasil penelitian yang diuraikan melalui kedua tabel di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Akta PPAT dilaksakan atau dibuat untuk PHTB khususnya atas tanah dan/atau bangunan yang sudah terdaftar (bersertipikat).
2.
Dalam melaksanakan atau membuat akta PPAT tersebut, para pihak diwajib membayar pajak (PPh F PHTB dan BPHTB) terlebih dahulu sebelum penanda tangani akta PHTB (yang juga disebut AJB) tersebut. 56
2015.
hasil wawancara dengan para Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni
58
3.
Dalam melaksanakan atau membuat akta PHTB atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat dibuat dengan akta Notaris. PHTB dibuat dengan akta notaril yakni akta PHGR (Surat Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi).
4.
Pada saat penandatangan akta PHGR Notaris ini, Notaris tidak mewajibkan para pihak untuk membayar pajak (PPh F PHTB dan BPHTB). Selanjutnya, mengenai alasan Notaris tidak mewajibkan para pihak untuk
membayar pajak PPh F PHTB dan BPHTB pada saat melaksanakan PHTB atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat, dapat diketahui dari jawaban dari hasil wawancara dengan beberapa Notaris senior dan ternama (banyak aktanya) di Kota Binjai berikut ini :57 a.
Pertanyaan Peneliti : Pada saat penanda tanganan akta PHGR, PPh F PHTB dan BPHTB tidak dikenakan, atau tidak diwajibkan kepada para pihak untuk membayar pajak tersebut, alasannya ?
b.
Jawaban Notaris : 1. Karena alas hak/bukti hak atas tanah dan/atau bangunan belum bersertipikat (belum terdaftar). 2. Karena Tidak ada kewajiban yang mengharuskan pihak penerima/pemegang hak baru untuk mendaftarkan hak baru tersebut sebagaimana tanah yang sudah terdaftar (bersertipikat).
57
2015
hasil wawancara dengan para Notaris/PPAT Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni
59
3. Setelah melaksanakan PHTB atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat, penerima hak (pembeli) bebas menentukan kapan saatnya melaksanakan permohonan hak baru (pendaftaran tanah untuk pertama kali) atas tanah dan/atau bangunan yang telah diperoleh dan dimilikinya tersebut. 4. Belum ada peraturan perundang-undang khusus mengenai pengalihan hak (jual beli) atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat untuk dikenakan PPh F PHTB dan BPHTB. 5. Permohonan hak baru atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat hanya dapat dilaksanakan/ditempuh melalui prosedur pendaftaran tanah untuk pertama kali. 3. Pengalihan hak dengan Akta Camat Camat sebagai pejabat umum, sebagai pelaksana tugas-tugas pemerintahan di wilayah suatu kecamatan. Wilayah Kota Binjai yang terbagi dalam lima kecamatan, dipimpin oleh 5 (lima) orang Camat. Menurut keterangannya, Camat di Kota Binjai sekarang ini tidak ada yang sudah diangkat sebagai PPAT sementara, karena jumlah populasi Notaris/PPAT di Kota Binjai dianggap telah cukup. Namun hingga saat ini, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat masih ada dilaksanakan di Kantor Kecamatan yang ada di Kota Binjai. Pengaliha hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat yang dilaksanakan dan dibuat dihadapan Camat, sebagai pejabat umum dan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah ex oficio, akta PHTB dibuat dan ditanda tangani oleh Camat. Secara teknis yakni dibuat dengan “Surat Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi”
60
(PHGR), atau disebut juga Akta Camat. Akta Camat ini sebagai bukti/alas hak, dan sebagai bukti telah terjadinya pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PHTB). Pengenaan PPh F PHTB dan BPHTB, pada saat penandatanganan akta PHGR tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dengan kelima Camat yang bertugas di lima Kecamatan yang ada di Kota Binjai. Hasil wawancara tersebut sebagai berikut:58 1. a. Pertanyaan Peneliti : apakah sebelum penanda tanganan akta PHGR (akta Camat), para pihak diwajib membayar pajak PPh F PHTB dan BPHTB ? b. jawaban para Camat : 1. Camat Binjai Kota : para pihak tidak diwajib membayar PPh F PHTB dan BPHTB 2. Camat Binjai Timur : para pihak tidak diwajib membayar PPh F PHTB dan BPHTB 3. Camat Binjai Utara : para pihak tidak diwajib membayar PPh F PHTB dan BPHTB 4. Camat Binjai Barat : para pihak tidak diwajib membayar PPh F PHTB dan BPHTB 5. Camat Binjai Selatan : para pihak tidak diwajib membayar PPh F PHTB dan BPHTB 2. a. Pertanyaan Peneliti : Pada saat penanda tanganan akta PHGR, para pihak tidak diwajibkan membayar PPh F PHTB dan BPHTB, alasannya ?
58
hasil wawancara dengan para Camat Kota Binjai, tanggal 15 Mei 2015 s.d 15 Juni 2015
61
b. Jawaban Para Camat : 1. Camat Binjai Kota : Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewajiban pembayaran PPh F PHTB dan BPHTB atas pengalihan hak (jual beli) tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat. 2. Camat Binjai Timur : Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewajiban pembayaran PPh F PHTB dan BPHTB atas pengalihan hak (jual beli) tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat. 3. Camat Binjai Utara : Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewajiban pembayaran PPh F PHTB dan BPHTB atas pengalihan hak (jual beli) tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat. 4. Camat Binjai Barat : Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewajiban pembayaran PPh F PHTB dan BPHTB atas pengalihan hak (jual beli) tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat. 5. Camat Binjai Selatan : Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewajiban pembayaran PPh F PHTB dan BPHTB atas pengalihan hak (jual beli) tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat.
62
Dari hasil wawancara dengan informan (para Camat) tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa PHTB yang dilaksanakan dan dibuat oleh Camat yang disebut sebagai “akta Camat”, di Kota Binjai, PPh F PHTB dan BPHTB tidak dikenakan, dan kepada para pihak yang melaksanakan pengalihan hak (jual-beli) tanah dan/atau bangunan tidak diwajibkan membayar PPh F PHTB dan BPHTB karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur khususnya tentang pengalihan hak tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat wajib dikenakan PPh F PHTB dan BPHTB. Dari uraian hasil penelitian tersebut di atas, baik yang diperoleh melalui responden dan informan, dapat diketahui dan diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa PHTB yang yang dilaksanakan dan dibuat oleh PPAT, khusus atas tanah dan/atau bangunan yang sudah bersertipikat (terdaftar). 2. Bahwa PHTB atas tanah dan/atau bangunan yang sudah bersertipikat (terdaftar) tersebut dikenakan PPh F PHTB dan BPHTB. 3. Bahwa PHTB khususnya atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat (belum terdaftar) dilaksanakan dan dibuat dengan akta Notaris dan atau dengan akta Camat. 4. Bahwa PHTB atas tanah dan/atau bangunan yang belum bersertipikat (belum terdaftar) tidak diwajibkan atau tidak dikenakan PPh F PHTB dan BPHTB.