ASPEK PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL-BANNA PADA PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
SURYADI 10324022525
PROGRAM S.1
JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2010
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Aspek Pemikiran Politik Hasan al-Banna Pada Partai Keadilan Sejahtera”, yang bertujuan untuk mengetahui apa saja pemikiran politik Hasan al-Banna yang di adopsi pada Partai Keadilan Sejahtera Apa saja kontribusi dan sikap Partai Keadilan Sejahtera terhadap pemikiran Hasan al-Banna tersebut. Penulisan ini menggunakan metode induktif, deduktif dan komperatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengambil dari sumber primer dan sekunder. Selain itu menggunakan teknik studi dokumentasi, Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, Studi dokumen dilakukan atas bahanbahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Lahirnya Partai Keadilan Sejahtera Sejahtera sangat dipengaruhi oleh gerakan Islam politik Timur Tengah khususnya Mesir, terutama pemikiran-pemikiran Hasan al-Banna (Imam al-Ikhwan al-Muslimun) yang banyak menjadi sumber inspirasi gerakan dakwah Partai Keadilan Sejahtera di Indonesia. Partai Keadilan Sejahtera bukan parpanjangan dari al-Ikhwan al-Muslimun dalam artian bentuk stuktural.
Tapi Partai Keadilan Sejahtera terkena imbas dari riak al-Ikhwan al-
Muslimun, ini dibuktikan dengan pemikiran Hasan al-Banna yang pernah diterapkan pada al-Ikhwan al-Muslimun menjadi inspirasi bagi aktivis Partai Keadilan Sejahtera dalam aktivitas politiknya. Hasil penelitian membuktikan bahwa pemikiran politik Hasan al-Banna mencakup pemikirannya terhadap politik dan partai politik, konsep negara Islam dan konsep khilafah. Pemikiran politik Hasan al-Banna pada Partai Keadilan Sejahtera terlihat dari pola tarbiyah dan partai kader. Saran dari penelitian ini menganjurkan kepada peneliti berikutnya untuk mengkaji dan menganalisa kiprah Partai Keadilan Sejahtera dalam berbagai aspek seperti menyampaikan pesan dakwah diparlemen sebagai manivestasi dari pemahaman yang Islam yang syamil, kamil dan mutakammil (menyeluruh, sempurna dan menyempurnakan).
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………
i
KATA PENGATAR …………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................
iv
ABSTRAK ..........................................................................................................
vii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………….………….……… 1 B. Batasan Masalah ………………………………………………….
5
C. Rumusan Masalah …………………………………………………... 5 D. Tujuan dan kegunaan ……………………………………………… 5 E. Metode Penelitian …………………………………………………. 6 F. Sistematika Penulisan ……………………………………………… 8
BAB II : GAMBARAN UMUM PARTAI KEADILAN SEJAHTERA A. Latar Belakang Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera ……………… 10 B. Lambang Partai Keadilan Sejahtera ……………………………….... 12 C. Visi dan Misi Partai Keadilan Sejahtera ……………………………. 13 D. Sasaran dan Sarana ………………………………………………… 14 E. Prinsip Kebijakan …………………………………….……………. 16 F. Pendiri Partai ………………………………………….…………… 23 BAB III : PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL-BANNA A. Biografi Hasan al-Banna …………………………………..…..…… 25 B. Pemikiran Hasan al-Banna Tentang Politik dan Partai Politik .……. 32 C. Pemikiran Hasan al-Banna Tentang Negara Islam ………………… 48 D. Pemikiran Hasan al-Banna Tentang Khilafah ………………........56
BAB IV : PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL-BANNA PADA PARTAI KEADILAN SEJAHTERA A. Pemikiran Tentang Politik dan Partai Politik …………….......59 B. Pemikiran Tentang Konsep Negara Islam ……………………74 C. Pemikiran Tentang Konsep Khilafah .………………………..80 D. Analisa Pemikiran Politik Hasan al-Banna Pada Partai Keadilan Sejahtera ………………………………………………
82
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………………………… 88 B. Saran ………………………………………………………………... 89
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Politik berasal dari kata “politic” (Inggris) yang menunjukan sifat pribadi atau perbuatan. Di dalam kamus bahasa Indonesia di temukan kata politic yang kemudian diserap menjadi bahasa Indonesia dalam tiga arti, yakni segala urusan dan tindakan (kebijakan, siyasat, dsb). Mengenai pemerintah suatu Negara atau terhadap Negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama sebuah disiplin ilmu pengetahuan, yaitu ilmu politik.1 Politik Bagi Hasan al-Banna tidak bisa dipisahkan dengan agama (hukum Islam) karena itu jika ada orang yang berusaha untuk memisahkan keduanya akan sia-sia. Sebab Islam memiliki politik, yang padanya terletak tujuan kebahagian dunia dan akherat.2 Dalam pemikiran Hasan al-Banna politik terbagi dua pemahaman, pertama politik internal dan politik eksternal. Dan keduanya tidak terikat dalam hizbiyah (kepartaian). Adapun yang dimaksud dengan politik internal adalah bagaimana pemerintah menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan benar serta transparan. Menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk mensosialisasikan berbagai kebajikan dan memberikan kesempatan pada setiap unsur masyarakat 1
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai Pustaka., 1983),
h. 763 2
M. Aunul Abied Shah, Islam Garda Depan: Mozaik Pemikiran Islam Timur Tengah, (Mizan: Bandung, 2001), cet. ke-1, h. 58
1
2 untuk mengontrolnya sehingga tercipta check dan balance. Dalam hal mengatur pemerintahan seperti ini Islam telah menetapkan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsipnya, bahkan dalam konteks zalim menzalimi Islam telah memberikan batasan yang tidak boleh dilanggar.3 Adapun politik eksternal, dalam konteks bagaimana membangun peradaban dan harga diri umat. Diantaranya bagaimana menjaga kebebasan dan kemerdekaan umat menanamkan rasa percaya diri kewibawaan dan meniti jalan menuju tempat yang mulia. Jika yang diinginkan kewibawaan umat maka konsekwensinya umat harus terbebas dari segala macam penjajahan agar dapat berdiri sama tinggi dengan Negara bangsa-bangsa lain demi terwujudnya perdamaian internasional. Dalam konteks politik eskternal ini, Islam memang sudah mempunyai perhatian yang serius agar umatnya memperhatikan masalah hubungan internasional dan menjaga perdamaian. Barang siapa yang mengabaikannya, berarti mereka tidak memahami ajaran Islam atau bahkan mereka telah murtad.4 Jejak-jejak pemikiran Hasan al-Banna dalam gerakan politik Islam di Indonesia bisa dilihat, terutama terkait dengan munculnya usrah, halaqah dan tarbiyah pada filosofi al-Ikhwan al-Muslimun di masjid-masjid kampus Perguruan Tinggi Indonesia, seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB) Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Padjajaran (Unpad), Universitas Air Langga (Unair) 3
Abdul Hamid Al-Ghazali, Maretas Jalan Kebangkitan Islam, terj. Wahid Ahmadi dan Jasiman, LC. Judul asli; Haula Asasiyat Al-Masyru’ Al-Islami, Linahdah Al-Ummah (Qiraah FiFikr Al-Imam Asy-Syahid Hassan Al-Banna (Solo: Era Intermedia, 2000), cet. ke-1, h. 203 4
Ibid, h. 192
3 Universitas Brawijaya (Unibraw), dan lain – lain. Ketika rezim Soeharto jatuh, pelembagaan dari pemikiran Hasan Al-Banna dan Sayyid Quthub dalam gerakan politik itu muncul pada Partai Keadilan yang dideklarasikan di Mesjid Al-Azhar, Jakarta, pada hari Ahad, 9 Agustus 1998.5 Kemudian Partai Keadilan berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera didirikan di Jakarta pada hari Sabtu, tanggal 9 Jumadil Awal 1423 H bertepatan dengan tanggal 20 April 2003 M.6 merupakan pewaris dari Partai Keadilan yang dideklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1998.7 Pada dasarnya landasan filosofi berdirinya Partai Keadilan adalah manusia sebagai khalifah Allah di Bumi tidak mungkin mengelak dari tanggungjawab melaksanakan misi khalifah, yaitu memelihara, mengatur dan memakmurkan bumi melalui gerakan politik yang autentik. Filosofi ini berangkat dari pemahaman akan universalitas Islam sebagaimana yang juga telah dirumuskan Hasan al-Banna. Hal ini dapat kita lihat dari landasan filosofi berdirinya Partai Keadilan sebagai berikut : “Islam adalah sistem hidup yang universal, mencakup semua aspek kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, rahmat dan keadilan, kebudayaan dan perundang– undangan, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, usaha dan kekayaan, jihad dan dakwah, tentara dan fikhrah, akidah yang lurus dan ibadah yang benar”8 5
Jhon L. Esposito (ed), Ensiklopedi Oxfort Dunia Islam Modern, (Penerjemah Eva Y.N, dkk dari judul asli The Oxford of the Modern Islamic World), (Bandung: Mizan, 2001) cet. Ke-1 jilid Ke-1 h. 246 6
Anggaran Dasar Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera, 2002), cet. ke-1, h.5 7
Kamaruddin, Ada Apa Dengan Partai Keadilan Sejahtera, Catatan Dari Warga Universitas Indonesia, (Jakarta: Pustaka Nauka, 2003), cet. ke-1, h 2. 8
Aay Muhammad Furkon, Partai Keadilan Sejahtera, Ideologi dan Praktik Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontemporer, (Jakarta : Teraju Mizan Publika, 2004)., cet. ke-1, h. 3
4 Didalam anggaran rumah tangga Partai Keadilan Sejahtera disebutkan bahwa adanya majelis syuro, majelis pertimbangan partai dan dewan syari’ah yang mempunyai fungsi dan tugas inti di dalam kepengurusan Partai Keadilan Sejahtera. Berangkat dari paparan di atas, penulis melihat ada kesamaan antara landasan filosofi Partai Keadilan Sejahtera sebagai partai yang berazaskan Islam9, dengan apa yang pernah di ungkapkan oleh Hasan al-Banna bahwa : “Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang – undang, ilmu dan peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, tentara dan pemikiran, sebagaimana ia juga aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih”.
Adanya kesamaan antara landasan filosofi berdirinya Partai Keadilan dengan apa yang pernah diungkapkan Hasan al-Banna, mendorong penulis untuk mengkaji dan menganalisa secara mendalam tentang pemikiran politik Hasan al-Banna pada Partai Keadilan Sejahtera di Indonesia dengan judul karya ilmiah : “ASPEK PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL-BANNA PADA PARTAI KEADILAN SEJAHTERA”.
9
Anggaran Dasar Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera, 2005), Pasal 2
5 B. Batasan Masalah Penelitian ini dimaksudkan sebagai pengkajian secara mendalam mengenai Pemikiran Hasan al-Banna tentang politik pada Partai Keadilan Sejahtera.
C. Rumusan Masalah Dari latar belakang dan batasan masalah tersebut, maka dapatlah dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apa saja pemikiran Hasan al-Banna dalam bidang politik? 2. Apa saja pemikiran politik Hasan al-Banna yang di adopsi oleh Partai Keadilan Sejahtera? 3. Apa saja kontribusi dan sikap Partai Keadilan Sejahtera terhadap pemikiran Hasan al-Banna tersebut?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui apa saja pemikiran politik Hasan al-Banna pada Partai Keadilan Sejahtera. b. Untuk mengetahui apa saja pemikiran politik Hasan al-Banna yang di adopsi oleh Partai Keadilan Sejahtera. c. Untuk mengetahui apa saja kontribusi dan sikap Partai Keadilan Sejahtera terhadap pemikiran Hasan al-Banna tersebut
6 2. Kegunaan Penelitian a. Sebagai sumbangsih pemikiran bagi masyarakat luas pada umumnya, birokrat, partai PKS dan instansi/badan yang terkait dengannya. b. Untuk melatih intelektualitas penulis dalam mengembangkan khazanah keilmuan dan wawasan akademis yang dimilikinya. c. Untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana S1 pada Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam berbagai literatur, baik primer maupun sekunder. 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah : a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari pidato-pidato Hasan AlBanna yang dikumpulkan berbentuk buku-buku, seperti Majmu’ah Rasail al-Imam al-Sahid Hasan al-Banna, Hadis al-Tsulasa, Memoar Hasan alBanna, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Partai Keadilan Sejahtera serta arsip-arsip Partai Keadilan Sejahtera.
7 b. Data sekunder, yaitu data yang di ambil dari pendapat-pendapat para tokoh Partai Keadilan Sejahtera diantaranya buku Kamarudin, Ada Apa Dengan Partai Keadilan Sejahtera. Catatan dari warga Universitas Indonesia. (Jakarta: Pustaka Navka, 2003), Sahar L. Hasan dkk, dan beberapa buku Partai Keadilan Sejahtera Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera, Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontempore. (Jakarta: Teraju Mizan Publika, 2004) cet. ke-2, Yusuf Qardhawi, Nahwa wihdah al-Fikriyah li al-Amilin li al-Islam, (Kairo: Maktabah Wahdah, [tt]), Abdul Hamid Al-Ghazali, Maretas Jalan Kebangkitan Islam, terj. Wahid Ahmadi dan Jasiman, LC. Judul asli; Haula Asasiyat Al-Masyru’ Al-Islami, Linahdah Al-Ummah (Qiraah Fi-Fikr Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna (Solo: Era Intermedia, 2000), Hasan al-Banna, Risalah Pergerakan, (Iskandariyah: Dar-alDakwah, 1990), jilid 2, Anis Matta, Pengantar dalam Buku Abdul Hamid Al-Ghazali, Meretas Jalan Kebangkitan Islam; Peta Pemikiran Hasan al-Banna, (Solo: Era Intermedia, 2001), cet. ke-1 dan buku-buku yang diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan–laporan penelitian terdahulu. 3. Metode Pengumpulan data Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu: a. Mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang ada hubungannya dengan masalah penelitian.
8 b. Menela’ah dengan mencatat isi dari bahan-bahan yang ada hubungannya dengan masalah penelitian. c. Menyimpulkan buku-buku tersebut sesuai dengan masalah penelitian ini. 4. Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisa isi, yaitu menganalisa pemikiran Hasan al-Banna yang terdapat pada berbagai literatur, baik dengan memahami kosa kata, pola kalimat atau pun melihat sesuai dengan latar belakang budaya Hasan al-Banna. 5. Metode Penulisan Penulisan dalam penelitian ini menggunakan metode penulisan yaitu: a. Metode induktif, yaitu metode yang bertolak dari fakta yang khusus, dianalisa, dan kemudian ditarik kesimpulan secara umum. b. Metode deduktif, yaitu metode penulisan yang bertolak dari kaedahkaedah yang umum dianalisa, dan kemudian ditarik kesimpulan secara khusus. c. Metode comperatif, yaitu metode yang menggunakan perbandingan antara dua konsep kemudian ditarik kesimpulan antara hal yang diperbandingkan.
F. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan terpadu maka penulis susun sistem penulisan sebagai berikut :
9 BAB I :
Pendahuluan yang terdiri dari Pada bab ini penulis akan menguraikan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, metode penelitian, sistematika penulisan.
BAB II :
Gambaran umum Partai Keadilan Sejahtera
yang meliputi
tentang latar belakang berdirinya Partai Keadilan Sejahtera, Lambang Partai Keadilan Sejahtera, Visi Misi , Sasaran dan sarana, , Kebijakan Dasar dan Pendiri Partai Keadilan Sejahtera BAB III :
Pemikiran Politik Hasan al-Banna yang berisikan persoalan – persoalan
yang
terkait
dengan
biografi
Hasan
al-Banna,
pemikirannya tentang politik, pemikirannya tentang partai politik, pemikirannya tentang negara Islam dan pemikirannya tentang khilafah. BAB IV:
Aspek Pemikiran Hasan al-Banna Pada Partai Keadilan Sejahtera yang terdiri dari pemikiran Hasan al-Banna tentang politik, pemikiran Hasan al-Banna tentang partai politik, pemikiran Hasan al-Banna tentang negara Islam, pemikiran Hasan al-Banna tentang konsep khilafah dan analisa pemikiran Hasan al-Banna pada Partai Keadilan Sejahtera.
BAB V :
Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran dari penulis.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
10
BAB II GAMBARAN UMUM PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
A. Latar Belakang Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera Latar belakang sejarah berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKSejahtera) tidak terlepas dari kondisi riil sejarah umat Islam Indonesia dari semenjak presiden pertama Republik Indonesia Soekarno, sampai presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin negeri ini.keterkaitan itu bisa terlihat dari diskriminasi yang dilakukan oleh para pemimpin negeri ini terhadap umat Islam.1 Dalam banyak hal, faktor Orde baru dengan segala kekhasan perilaku dan kebijakan politiknya, memegang peranan amat penting dalam sejarah pertumbuhan Partai Keadilan. Karena dianggap periode inilah sebagai fase kebangkitan gerakan politik Islam di Indonesia.2 maka pada tanggal 20 Juli 1998 Partai Keadilan (PK) didirikan di Jakarta. Hal tersebut dinyatakan dalam konferensi. 9 Agustus 1998 Deklarasi PK di lapangan Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, dihadiri oleh 19 September 1998 PK menolak pemberlakuan asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Hal itu 3-6 Desember 1998 Musyawarah Kerja Nasional I digelar di Kampung Wisata Insan Krida (KWIK), Parung.3
1
Nanang Burhanudin, Penegakan Syari’at Islam Menurut Partai Keadilan, (Jakarta: al-Jannah, 2003), cet. ke-1, h. 21 2
Eep Saefullah Fatah, Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokrasi Pasca Orde Baru , (Bandung: Mizan, 2000), cet. ke-1, h. 248 3
Ibid
10
11
Kemudian Partai Keadilan berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera didirikan di Jakarta pada hari Sabtu, tanggal 9 Jumadil Awal 1423 H bertepatan dengan tanggal 20 April 2003 M.4 merupakan pewaris dari Partai Keadilan yang dideklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1998. PK-Sejahtera percaya bahwa jawaban untuk melahirkan Indonesia yang lebih baik di masadepan adalah dengan mempersiapkan kader-kader yang berkualitas baik secara moral, intelektual, dan profesional. Karena itu, PKSejahtera sangat peduli dengan perbaikan-perbaikan ke arah terwujudnya Indonesia yang adil dan sejahtera. 5 Kepedulian inilah yang menapaki setiap jejak langkah dan aktivitas partai. Dari sebuah entitasyang belum dikenal sama sekali dalam jagat perpolitikan Indonesia hingga dikenal dan eksis sampai saat ini. Sebagai partai yang menduduki peringkat 7 dalam pemilu 1999 lalu.6 Akhirnya pada tanggal 16 April 2000 Dr Ir Nurmahmudi Isma'il mengundurkan diri dari jabatan Presiden Partai dan selanjutnya 18-21 Mei 2000 PK menggelar Musyawarah Nasional I di hotel Bumiwiyata, Depok. 21 Mei 2000 Dr Hidayat Nurwahid, MA terpilih sebagai Presiden kedua Partai Keadilan 12 Oktober 2000 DPP Partai Keadilan (PK) menemui Wakil Ketua DPR Ri Soetardjo Soerjogoeritno. 13 Oktober 2000 Puluhan ribu massa Partai
4
Anggaran Dasar Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera, 2002), cet. ke-1, h.5 5
Kamaruddin, Ada Apa dengan Partai Keadilan Sejahtera, Catatan Dari Warga Universitas Indonesia, (Jakarta: Pustaka Nauka, 2003), cet. ke-1, h 2 6
Karl D. Jackson, Kewibawaan Tradisional Islam dan Pemberontakan Kasus Darul Islam Jawa Barat, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), cet. ke-2, h. 113
12
Keadilan (PK) yang berunjuk rasa di halaman Gedung 9 November 2000 Partai Keadilan menggelar acara Gelar Sambut Ramadhan.7
B. Lambang Partai Keadilan Sejahtera Partai Keadailan Sejahtera mempunyai lambang yang memiliki arti sebagai berikut: 1. Kotak persegi empat berarti kesetaraan, keteraturan dan keserasian. 2. Kotak hitam berarti pusat peribadahan dunia Islam yakni Ka'bah 3. Bulan sabit berarti lambang kemenangan Islam , dimensi waktu, keindahan, kebahagiaan, pencerahan dan kesinambungan sejarah. 4. Untaian padi tegak lurus berarti keadilan, ukhuwah, istiqomah, berani dan ketegasan yang mewujudkan kesejahteraan.8 Warna lambang partai memiliki arti sebagai berikut : 1. Putih berarti bersih dan kesucian. 2. Hitam berarti aspiratif dan kepastian. 3. Kuning emas berarti kecermelangan, kegembiraan dan kejayaan. Makna lambang partai secara keseluruhan adalah menegakkan nilainilai keadilan berlandaskan pada kebenaran, persaudaraan dan persatuan menuju kesejahteraan dan kejayaan ummat dan bangsa.9 7
wawancara Hidayat Nurwahid tanggal 20 Mai 2000, dan juga bisa di lihat dalam Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera, Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontemporer. (Jakarta: Teraju Mizan Publika, 2004), cet. ke-1, h. 234 8
Buku Saku Pemenangan Pemilu 2009, Kader PKS Mewujudkan Iman dengan Amal Siyasi Untuk Kesejahteraan Bangsa, (Jakarta: Tim Pemenangan Pemilu Nasional (TPPN), 2009), cet. ke-2, h. 12 9
Ibid, lihat juga dalam Anggaran Rumah Tangga PKS pasal 1.
13
C. Visi dan Misi Partai Keadilan Sejahtera Adapun visi dan misi Partai Keadilah Sejahtera yaitu sebagai berikut: 1. VISI Visi Umum: "Sebagai partai da'wah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan ummat dan bangsa." Visi Khusus: Partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam mewujudkan masyarakat indonesia yang madani.10 Visi ini akan mengarahkan Partai Keadilan Sejahtera sebagai : a. Partai da'wah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. b. Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang. c. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang rahmatan lil alamin. d. Akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di Indonesia.11 2. MISI Sedangkan misi Partai Keadilan Sejahtera adalah sebagai berikut: a. Menyebarluaskan da'wah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai anashir taghyir. 10
Keadilan Sejahtera, Kebijakan Dasar, BAB II
11
Ibid
14
b. Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami di berbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi. c. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat. d. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya. e. Menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar terhadap kekuasaan secara konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam. f. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah dengan berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi. g. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kedhaliman khususnya terhadap Negeri-negeri muslim yang tertindas.12
D. Sasaran dan Sarana Adapun sasaran Partai Keadilan Sejahtera untuk mencapai tujuan partai dirumuskan sasaran berikut: 1. Terwujudnya pemerintahan yang jujur, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
12
Ibid
15
2. Tegaknya 'Masyarakat Islami' yang memiliki kemandirian berdasarkan sebuah konstitusi yang menjamin hak-hak rakyat dan bangsa Indonesia.13 Sasaran partai yang dimaksud di atas diupayakan dalam bingkai Kebijakan Dasar Periodik dan Agenda Nasional Partai Keadilan Sejahtera, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ini. Dalam mewujudkan tujuan dan sasarannya partai menggunakan cara, sarana dan prasarana yang tidak bertentangan dengan norma-norma hukum dan kemaslahatan umum, antara lain: 1. Seluruh sarana dan manajemen politik, ekonomi, sosial, budaya dan IPTEK yang dapat mengarahkan dan mengatur kehidupan masyarakat serta dapat menyelesaikan permasalahan-pernasalahannya. 2. Ikut serta dalam lembaga-lembaga pemerintahan, badan-badan penentu kebijakan, hukum dan perundang-undangan, lembaga swadaya masyarakat, dan lain sebagainya. 3. Menggalakkan dialog konstruktif disertai argumentasi yang kuat dengan semua kekuatan politik dan sosial. 4. Aktif berpartisipasi dalam berbagai lembaga dan organisasi serta yayasan yang sesuai dengan tujuan partai.14
13
Partai Keadilan Sejahtera, Anggaran Rumah Tangga, Bab 2 pasal 3 dan 4
14
Ibid
16
E. Prinsip Kebijakan Secara umum prinsip kebijakan dasar yang diambil oleh Partai Keadilan Sejahtera terefleksi utuh dalam jati dirinya sebagai Partai Da'wah. Sedangkan da'wah yang diyakini Partai Keadilan Sejahtera adalah da'wah rabbaniyah yang rahmatan lil'alamin, yaitu da'wah yang membimbing manusia mengenal Tuhannya dan da'wah yang ditujukan kepada seluruh ummat manusia yang membawa solusi bagi permasalahan yang dihadapinya. Ia adalah da'wah yang menuju persaudaraan yang adil di kalangan ummat manusia, jauh dari bentukbentuk rasialisme atau fanatisme, kesukuan, ras, atau etnisitas.15 Atas dasar itu maka da'wah menjadi poros utama seluruh gerak partai. Ia juga sekaligus menjadi karakteristik perilaku para aktivisnya dalam berpolitik. Maka prinsip-prinsip yang mencerminkan watak da'wah berikut telah menjadi dasar dan prinsip setiap kebijakan politik dan langkah operasionalnya. 1. Al-Syumuliyah (Lengkap dan Integral) Sesuai dengan karakteristik da'wah Islam yang syamil, maka setiap kebijakan Partai akan selalu dirumuskan dengan mempertimbangkan berbagai
aspek,
memandangnya
dari
berbagai
perspektif,
dan
mensinkronkan antara satu aspek dengan aspek lainnya.16 2. Al-Ishlah (Reformatif) Setiap kebijakan, program, dan langkah yang ditempuh Partai selalu berorientasi pada perbaikan (ishlah), baik yang berkaitan dengan perbaikan 15
Partai Keadilan Sejahtera, Kebijakan Dasar, BAB III
16
Ibid
17
individu,
masyarakat,
ataupun
yang
berkaitan
dengan
perbaikan
pemerintahan dan negara. dalam rangka meninggikan kalimat Allah, memenangkan syari'at-Nya, dan menegakkan daulah-Nya.17 3. Al-Syar'iyah (Konstitusional) Syari'ah yang berisi hukum-hukum Allah SWT telah menetapkan hubungan pokok antara manusia terhadap Allah (hablun min Allah) dan hubungan terhadap diri sendiri dan orang lain hablun min al-nas. Menjunjung tinggi syari'ah, ketundukan, dan komitmen kepadanya dalam seluruh aspek kehidupan merupakan kewajiban setiap muslim sebagai konsekuensi keimanannya. Komitmen itu wujud dalam bentuk keteguhan al-istimsak kepada al-haq, bulat hati dan percaya penuh kepada Islam sebagai ajaran yang lurus dan konprehensif yang harus ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan dengan tetap menjaga fleksibiltas sebagai ciri dari syari'at Islam serta mempertimbangkan aspek legalitas formal yang tidak bertentangan dengan syari'ah. Demi terwujudnya makna kemerdekaan sejati semua peraturan yang ada dalam al-Quran dan as-Sunnah menjadi dasar konstitusi bagi seluruh kebijakan, program dan perilaku politik. Sebab kemandirian refrensi syari'at pada kekuasaan negara dan penegak hukum memberikan jaminan penting dalam merealisir amanah dan melawan kedhaliman.18
17
Ibid
18
Ibid
18
4. Al-Wasathiyah (Moderat) Masyarakat
muslim
disebut
sebagai
masyarakat
"tengah"
(ummatan wasatha). Simbol moralitas msyarakat Islam tersebut melahirkan prilaku, sikap, dan watak moderat (wasathiyah) dalam sikap dan interaksi muslim dengan berbagai persoalan. al-wasathiyah yang telah menjadi ciri Islam baik dalam aspek-aspek nazhariyah (teoritis) dan ‘amaliyah (operasional) atau aspek tarbiyah (pendidikan) dan tasyri ‘iyah (perundang-undangan) harus merefleksi pada aspek ideologi ataupun tashawwur (persepsi), ibadah yang bersifat ritual, akhlak, adab (tatakrama), tasyri' dan dalam semua kebijakan, program, dan perilaku politik Partai Keadilan Sejahtera. Dalam tataran praktis sikap kemoderatan ini dinyatakan pula dalam penolakannya terhadap segala bentuk ekstremitas dan eksageritas kezhaliman dan kebathilan.19 5. Al-Istiqamah (Komit dan Konsisten) Oleh sebab berpegang teguh kepada ajaran dan aturan Islam merupakan ciri seorang muslim maka komitmen dan konsistensi kepada gerakan Islam harus menjadi inspirasi setiap geraknya. Konsekuensinya seluruh kebijakan, program, dan langkah-langkah operasional Partai harus istiqamah (taat asas) pada "hukum transenden" yang ditemukan dalam keseluruhan tata alamiah dan dalam keseluruhan proses sejarah (ayat-ayat kawniyat-Nya), dalam Kitab-kitab-Nya (ayat-ayat qawliyatNya) dan dalam sunnah Rasulullah SAW, dalam konsensus ummat, serta
19
Ibid
19
dalam elaborasi tertulis oleh para mujtahid yang berkompeten mengeluarkan hukum-hukum terhadap masalah yang benar-benar tidak ditemukan secara tekstual dalam Risalah orisinal (al-Qur`an dan alSunnah). Konsistensi menuntut kontiniuitas (al-istimrar) dalam gerakan dalam arti adanya kesinambungan antara kebijakan dan program sebelumnya.20 6. Al-Numuw wa al-Tathawwur (Tumbuh dan Berkembang) Konsistensi yang menjadi watak Partai Keadilan Sejahtera tidak boleh melahirkan stagnan bagi gerakan dan kehilangan kreatifitasnya yang orisinal. Maka prinsip al-numuw wa al-tathawwur (pertumbuhan yang bersifat vertikal dan perkembangan yang bersifat horizontal) harus menjadi prinsip gerakannya dengan tetap mengacu kepada kaidah yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Oleh karena itu Partai dalam kebijakan, program dan langkah-langkah operasionalnya harus tetap konsern kepada pengembangan potensi SDM hingga mampu melakukan eksalarasi mobilitas vertikal dan perluasan mobilitas horizontal. 7. Al-Tadarruj wa al-Tawazun (Bertahap, Seimbang dan Proporsional) Pertumbuhan dan perkembangan gerakan da'wah Partai mesti dilalui secara bertahap dan proporsional, sesuai dengan sunnatullah yang berlaku di jagat raya ini. Seluruh sistem Islam berdiri di atas landasan kebertahapan dan keseimbangan. Kebertahapan dan keseimbangan merupakan tata alamiah yang tidak akan mengalami perubahan. Manusia
20
Ibid
20
secara fithrah tercipta dalam kebertahapan dan keseimbangan yang nyata. Maka semua tindakan manusia, lebih-lebih tindakan politik, yang berupaya
memisahkan
diri
dari
kebertahapan,
keserasian
dan
keseimbangan akan berakibat pada kehancuran yang karenanya dapat dikategorikaan sebagai kejahatan bagi kemanusiaan dan lingkungan sejagat. Oleh sebab itu kebertahapan dan keseimbangan (tadarruj dan tawazun) harus melekat dalam seluruh kiprah Partai, baik dalam kiprah individu fungsionaris dan pendukung nya ataupun kiprah kolektifnya.21 1. Al-Awlawiyat
wa
Al-Mashlahah
(Skala
Prioritas
dan
Prioritas
Kemanfaatan) Efektivitas sebuah gerakan salah satunya ditentukan oleh kemampuan gerakan tersebut dalam menentukan prioritas langkah dan kebijakannya. Sebab segala sesuatu mempunyai saat dan gilirannya. Amal perbuatan memiliki keutamaan yang bertingkat-tingkat pula dari yang bersifat strategis, politis, sampai ke yang bersifat taktis. Prinsip alawlawiyat dalam gerakan pada hakikatnya refleksi dari budaya berpikir strategis. Oleh sebab itu kebijakan, program, dan langkah-langkah operasionalnya didasarkan kepada visi dan misi partai. Prinsip alawlawiyat dapat melahirkan efisiensi dan efektifitas gerakan. Di samping itu, Partai Keadilan Sejahtera yakin bahwa sebaikbaik muslim adalah yang paling bermanfaat bagi kepentingan manusia. Maka pada hakikatnya mashlahah ummah menjadi dasar dan prisip
21
Ibid
21
dalam kebijakan, program, dan langkah-langkah operasionalnya. Untuk itu ia akan tetap konsen terhadap semua persoalan yang dihadapi ummat. Kepentingan ummat selalu menjadi pertimbangan dan prioritas. Maka baik dalam kebijakan ataupun dalam sikap dan operasional harus selalu memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kepentingan ummat. Kepentingan ummat harus diletakkan di atas kepentingan kelompok dan individu. 9. Al Hulul (Solusi) Partai
Keadilan
Sejahtera
sesuai
dengan
namanya,
ia
memperjuangkan aspek-aspek yang yang tidak hanya berhenti pada janji, teori maupun kegiatan yang tidak dirasakan manfaatnya oleh ummat. Keadilan dan kesejahteraan haruslah diperjuangkan dengan ihsan dan itqon (profesional), itulah yang mengharuskan partai dan aktivisnya mengarahkan aktivitas dan program partai untuk menjadi solusi dan merealisirnya di setiap aktivitas yang mereka tempuh.22 10. Al-Mustaqbaliyah (Orientasi masa depan) Pada kenyataannya tiga dimensi waktu (masa lalu, masa kini, dan masa mendatang) merupakan realitas yang saling berhubungan. Disadari, sasaran da'wah yang akan diwujudkan merupakan sasaran besar, yaitu tegaknya agama Allah di bumi yang menyebarluaskan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh ummat manusia, yang bisa jadi yang akan menikmati
22
Ibid
keberhasilannya
adalah
generasi
mendatang.
Maka
22
seyogyanya setiap kebijakan yang diambil dan program-program yang dicanangkan mengaitkan ketiga dimensi waktu tersebut. Masa lalu sebagai pelajaran, masa kini sebagai realitas, dan masa depan sebagai harapan. Keadaan yang kita geluti sekarang merupakan refleksi masa lalu kita dan sekaligus akan menentukan masa depan kita. Maka sangat bijak kalau kebijakan, program, dan langkah-langkah yang ditempuh tidak mengenyampingkan
ketiga
dimensi
waktu
tersebut
dan
selalu
berorientasi pada masa depan, tidak hanya memikirkan nasib kita sekarang ini.23 11. Al-'Alamiyah (Bagian dari da'wah sedunia) Pada hakikatnya gerakan da'wah Islamiyah, baik tujuan ataupun sasaran yang akan dicapai, bersifat ‘alamiyah (mendunia) sejalan dengan universalitas Islam. Hal itu telah menjadi sunnatudda'wah. Ia merupakan aktivitas yang tidak kenal batas etnisitas, negara, atau daerah tertentu. Kenyataan itu menegaskan bahwa eksistensi da'wah kita merupakan bagian dari da'wah ‘alamiyah. Oleh sebab itu prinsip kebijakan da'wah kita tidak lepas dari kebijakan dan gerakan da'wah sedunia. Adalah suatu kemestian setiap kebijakan yang diambil, program yang dicanangkan, dan langkah-langkah yang ditempuh selaras dengan kebijakan da'wah yang bersifat ‘alami dan tunduk pada sunnatudda'wah tersebut dengan
23
Ibid
23
tidak melikuidasi persoalan khas yang dihadapi di masing-masing wilayah.24
F. Pendiri Partai Demokratisasi menjadi tulang punggung perjuangan tersebut yang mewadahi partisipasi masyarakat dalam keseluruhan aspeknya. Bertolak dari kesadaran tersebut, dibentuklah sebuah partai politik yang akan menjadi wahana dakwah untuk mewujudkan cita-cita universal dan menyalurkan aspirasi politik kaum muslimin khususnya beserta seluruh lapisan masyarakat Indonesia umumnya. Partai tersebut bernama Partai Keadilan Sejahtera.25 Keterpisahan antara Partai Keadilan dan Partai Keadilan Sejahtera terlihat juga dari para pendiri Partai Keadilan Sejahtera yang merupakan pendiri Partai Keadilan, dalam hal ini nama Drs. Muzammil Yusuf, DR. Ahzami Sami’un Jazuli, H.M. Nazier Zein, MA. yang juga merupakan para pendiri Partai Keadilan. Dsisi lain di lihat dari sifatnya partai ini tetap menunjukan bukan partai yang dibangun atau didirikan oleh perorangan, tapi di bangun oleh kebersamaan. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat Nama-nama pendiri dari Partai Keadilan Sejahtera yaitu sebagai berikut:
24
25
Ibid
Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Polilitik Islam, (Paramadina, 1999), h. 35. Aay Muhammad Furqon, op cit, h. 154
24
DAFTAR NAMA PENDIRI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA Abdullah Achyar Eldine, SE Drs. Ahmad Yani Ahmadi Sukarno, Lc., MAg DR Ahzami Samiun Jazuli, MA, Ali Akhmadi, MA Ir Arlin Salim Drs Bali Pranowo Budi Setiadi, SKH Bukhori Yusuf , MA Ir, Eddy Zanur, MSAE Eman Sukirman, SE Ferry Noor, SSi H. Abdul Jabbar Madjid MA H.M Ridwan H.M. Nasir Zein, MA Harjani Hefni, Lc Drs Haryo Setyoko Dra Herawati Noor Herlini Amran, MA Imron Zabidi, Mphil Kaliman Iman Sasmitha M. Iskan Qolba Lubis, MA M. Martri Agoeng Muttaqin
Mahfudz Abdurrahman DR. Martarizal, DR. M. Idris Abdus Somad, MA, Muhammad Aniq S, Lc. Drs. Muhammad Budi Setiawan, Muslim Abdullah, MA Drs. Musoli, MSc Musyafa Ahmad Rahim, Lc Nizamuddin Hasan, Lc P. Edy Kuncoro, SE. Ak Ir. Ruly Tisnayuliansyah Rusdi Muchtar Sarah Handayani, SKM Susanti Ir. Suswono Ir. Syamsu Hilal Umar Salim Basalamah, SIP Drs. Usman Effendi Dra Wahidah R Bulan Dra Wirianingsih Ir Yusuf Dardiri Zaenal Arifin Zufar Bawazier, Lc DR. Zulkieflimansyah
26
26
Arsip DPW PKS Propinsi Riau, Sekilas Partai Keadilan, Penerbit DPP Partai Keadilan Sejahtera, cet. ke-1, 1998, h. 3-4. Jika diperhatikan ke-52 orang dewan pendiri ini masyarakat perkotaan terpelajar, mereka terdiri dari 8 orang Doktor (S3), 9 orang Master (S2). Dan 24 orang Sarjana (S1) selebihnya adalah mereka yang tak mempunyai gelar resmi adalah orang-orang yang belajar secara otodidak, bahkan seorang keturunan warga Tionghoa yang tak mengubah namanya tapi seorang yang hapal al-Qur’an sehingga dijuluki al-Hafidz (sang penghapal), sehingga mempunyai kemampuan yang tak kalah dari yang lainnya. Mereka berangkat dari latar belakang pendidikan yang berbeda, namun bergerak di bidang yang sama sebagai aktifis dakwah.
25 BAB III PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL-BANNA
A. Biografi Hasan al-Banna Hasan al-Banna, merupakan anak tertua dari lima bersaudara,1 dilahirkan pada tanggal 17 Oktober 1906 Masehi
bertepatan dengan 1323 Hijriyah di
propinsi Buhayra,2 sebuah kota kecil di Mahmudiya, sekitar 90 Mil Barat Daya Kairo. Ayahnya bernama Ahmad Abdurrahman al-Banna al-Sa’ati3 salah seorang imam, guru, tukang jam sekaligus pengarang buku hadis dan pernah mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar semasa Muhammad Abduh. Tak hanya itu, Ahmad Abdurrahman al-Banna juga pernah menjadi redaktur bidang sirah dalam majalah al-Urwat al-Wustqa dibawah pimpinan Jamaludin Al-Afgani. Ayah Hasan al-Banna ini pengikut mazhab Hambali.4 Dalam sejarah perjalanan Hasan al-Banna, ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi dirinya. Pertama, faktor internal, yaitu kehidupan atau pembinaan keluarga. Kedua, faktor eksternal, pendidikan formal dan informal yang mempengaruhinya. Kedua faktor ini cukup mewarnai perjalanan hidupnya
1
Di antara Saudaranya, Ahmad Muhammad Al-Banna, Abdul basith Al-Banna, Jamal AlBanna seorang lagi belum diketahui 2
Fathi Yakan, Revolusi Hasan Al-Banna, Gerakan Ihwanul Muslimin dari Sayyid Quthub Sampai Rasyid Al-Ghanusyi, (Jakarta: Harakah, 2002), cet. ke-2, h. 3 3
al-Sa’ati secara Etimologi berarti waktu atau jam, al-Sa’ati sebenarnya bukan namanya namun nama tambahan. Dalam bahasa arab biasa disebut laqah gelar nama yang di identikkan dengan kebiasaan yaitu sebagai tukang jam. 4
Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera, Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Teraju Mizan Publika, 2004), cet. ke-1, h. 40
25
26 dikemuddian hari. Richard P. Mitchell bahkan menyebutkan bahwa pendidikan informal dan pembinaan ayahnya mempunyai peranan yang lebih penting dalam mempengaruhi kehidupan Hasan al-Banna dibandingkan pendidikan formalnya. Dan yang ketiga, faktor politik yang sedang bergejolak saat itu.5 Dalam pendidikan formal, di Madrasah Diniyah ar-Rasyad yang pertama kali mempengaruhi Hasan al-Banna adalah Ustadz Muhammad Zahran. Bagi Hasan al-Banna gaya mengajar ustadz ini sangat berkesan. Ustadz Zahran akan memberikan pujian bagi murid yang berprestasi dan tidak segan memberikan hukuman bagi murid yang tidak berprestasi. Namun yang berkesan bukan pada hukuman atau ganjarannya tapi cara memberikan keduanya sangat simpatik. Misalnya, membuat anekdot yang hangat, bait-bait syair atau ajakan yang baik. Sehingga yang diberikan ganjaran atau hukuman tidak merasa dipermalukan atau disanjung berlebihan. Hasan al-Banna mengatakan: Sejak kecil itulah, saya sadar dan tahu sekali pun saya belum merassakan tentang pengaruh keharmonisan hubungan ri’ayah dan keterkaitan perasaan seorang murid dengan gurunya. Kami sangat mencintai Ustadz, sekalipun Ustadz membebani kami dengan banyak pekerjaan yang cukup menyulitkan, barangkali dari situlah saya dapat memetik faedah akan kecintaan beliau untuk menelaah dan banyak membaca, sebab itulah sering memaksa saya untuk hadir di perpustakaannya. Di perpustakaan itulah saya dapat membaca sekian banyak karya yang bermanfaat.6 Di bangku sekolah Hasan al-Banna memiliki kecerdasan yang sangat menonjol dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Dia mengungguli temanteman sekelas dan ingatanya kuat. Menurut M. Amien Rais, Hasan al-Banna mempunyai daya ingat yang fantastik “fantastic memory”, karna Hasan al-Banna 5
Richard P. Mitchell, The Society of Muslim Brother, (New York, Oxford University Press, 1969), lihat juga dalam Aay Muhammad Furqon, Ibid. 6
Aay Muhammad Furqon, op cit, h. 41
27 tidak pernah lupa sebuah nama, wajah dan tempat. Hasan al-Banna pada umur dua belas tahun telah mampu menghapal al-Qur’an. Selain dari itu Hasan alBanna juga mampu mengingat 18.000 puisi bahasa arab dengan 18.000 sajak saat ujian
akhir di
Darul
Ulum.7
Keberhasilannya juga ditunjang
dengan
kemampuannya menyelesaikan soal ujian dengan baikn dan menempatkan diri dalam berbagai situasi. Ia juga cakap memimpin organisasi. Pada berumur masih muda, Hasan al-Banna telah melibatkan dirinya dalam berbagai kegitan keagamaan. Dia pernah memasuki jama’ah suluk Akhlaqi, yang member arti penting dalam pembentukan kepribadian Hasan al-Banna. Selanjutnya Hasan al-Banna bergabung dengan Tharekat Ikhwan Hasafiah8 yang nantinya sangat mempengaruhi kepribadian dan pemikirannya terutama ajaranajaran tentang ”persaudaraan sejati”. Sukses dengan organisasi pertamanya, Hasan al-Banna membuat organisasi berikutnya. Organisasi ini diberi nama Jama’iyah Man’a Al-Muharram (asosiasi anti haram) organisasi ini bergerak untuk memberikan teguran secara tertulis pada yang melakukan dosa. Teguran ini diberikan dalam sehelai surat pada orang yang melakukan dosa.9 Sewaktu kuliah di Darul Ulum Hasan al-Banna dihadapkan pada pertarungan antar partai Wafd dan Ahrar Dusturi. Diskusi antara dosen dan 7
Amien Rais, Islamic Brotherhood, op cit, h. 33-34
8
Tharekat Hasafiayah, merupakan tharekat sufi yang berwawasan syari’at. Tharekat ini berpegang teguh pada kitab suci dalam ritual dan upacaranya. Di sini laki-laki dilarang memakai emas, wanita harus memakai hijab dan sangat menekankan perilaku yang sesuai Nash. Lihat Ali Rahmena, op cit, h. 30 9
Hasan al-Banna, Muzakirat ad-Dakwah wa al-Daiyah, (kairo:Dar al-Tauzi wa alNasyyr al-Islamiyah, [tt]), h. 13
28 mahasiswa mengenai partai politik menjadi suasana keseharian. Dengan demikian, wacana partai politik dikemudian hari bagi Hasan al-Banna bukan suatu yang asing. Seusai kuliah di Darul Ulum Hasan al-Banna mendapat tugas dari Universitas untk mengajar di daerah Ismailia. Maka pada hari senen 19 September 1927 Hasan Al-Banna meninggalkan Kairo menuju Ismailia. Di Ismailia, Al-Banna memulai babak baru dalam sejarah kehidupannya dan di kota inilah didirikan al-Ikhwan al-Muslimin.10 Pada tahun 1932, Hasan al-Banna menikah dikota Ismailiyah dengan putri sebuah keluarga besar al-Shuly, yang dikenal sebagai keluarga terpandang dari segi keilmuan dan keagamaan. Istrinya bernama Latifah, anak seorang alim yang bernama Husain al-Shuly. Akad nikah dilaksnakan pada malam ke 27 bulan Ramadhan pada tahun itu juga.11 Kemudian pada bulan Oktober di tahun yang sama Hasan al-Banna bersama istrinya pindah
di kota Kairo dan menempati sebuah rumah yang
sederhana disana. Kehidupan rumah tangga dijalaninya dengan penuh kesabaran, mereka dikaruniai dua orang putra dan enam putri, yaitu Syaiful Islam, Wafa’, (kemudian menjadi istri DR. Said Ramadhan, yang menetap di Suwaisira dengan suaminya sejak 1945), Tsuna’ (berprofesi sebagai dosen administrasi rumah tangga dan perekonomian disebuah perguruan tinggi khusus wanita), Haalah (menjadi menjadi seorang dosen spesialis dokter anak pada sebuah perguruan tinggi khusus wanita), Raja (seorang alumus sebuah universitas khusus wanita),
10
11
Aay Muhammad Furqon, op cit, h. 46
Fuad al-Hajrasi, al-Imam al-syahid Hasan al-Banna, Halm Liwa’ al- Dakwah Fi Qurn al-Isyrin, (Mesir: t.p., 1999) cet. ke-2, h. 107-108
29 dan Istisyhab (dinamakan Istisyhab karena ayahnya Imam Hasan al-Banna sahid ketika ia masih dalam kandungan). Sedang dua orang lagi meninggal dunia ketika Hasan al-Banna masih hidup yakni Muhammad Hisamuddin (meningggal disebabkan penyakit tipes tahun 1947) dan Shifa’ (yang meinggal ketika masih kanak-kanak). Hasan al-Banna sendiri yang menguburkan keduanya di areal perkuburan keluarga.12 Kiprah Hasan al-Banna dalam perpolitikan Mesir dan pemikiran politiknya ditentukan oleh kondisi sosial keluarga dan masyarakat sekitarnya, disamping ditentukan oleh keadaan dirinya sendiri yang menyangkut kepribadian sifat dan jasmaninya juga menentukan corak pemikirannya kelak, khususnya mengenai pemikiran politiknya. Hasan al-Banna memiliki kepribadian yang tenang, tidak mudah terpancing emosi dalam kadaan bagaimana pun gentinganya. Ia juga seorang yang rendah hati dan mau berteman dengan siapa saja tanpa pandang bulu. Ia selalu berbicara singkat, padat, dan seperlunya saja. Dalam menulis pun langsung mengarah pada sasarannya.13 Hasan al-Banna orang yang suka menghindari perselisihan apalagi kekekrasan. Ia lebih suka mengalah demi tanah air bahkan ia tidak segan menghentikan dakwahnya sementara waktu bila itu akan memicu keretakan dan perpecahan ditengan umat. Tapi bila ia di halangi tanpa alas an yang logis dan
12
13
Ibid
Anwar Jundi, Hasan Al-Banna, al-Daiyah al-Imam wa al-Mujadid wa al-Syahid, (Beirut: Dar al-Qalam, 1978), cet. ke-1, h. 18-19
30 benar maka ia tidak segan-segan melancarkan serangan.14 Dia juga memiliki jasmani yang kuat dan kekar yang menumbuhkan rasa kepercayaan diri yang besar yakni akan kebenaran prinsip perjuangan yang dianutnya. Sorot matanya tajam yang menunjukkan kebersihan hati dan ketajaman pikiran. Tutur kata dan bahasanya lugas dan jelas, menunjukkan keluasan wawasannya. Suara lantang, komunikatif namun lembut sehingga mampu menyentuh hati sanubari setiap pendengarnya.15 Kelebihan jasmani yang di miliki oleh Hasan al-Banna membuatnya tahan menghadapi berbagai kesulitan, apalagi ketika memimpin alIhkwan al-Muslimin, sebuah organisasi terbesar yang didirikannya. Akan tetapi sangat disayangkan tokoh yang sangat kharismatik ini di takdirkan berumur pendek. Karena popularitas dan pengaruh Hasan al-Banna semakin luas dan kokoh, maka golongan penguasa mulai menganggap dirinya dan gerakan yang dipimpinnya sebagai ancaman subversif yang sangat berbahaya. Kemudian pada bulan Desember 1948 pemerintah melakukan tekanan-tekanan dan menyatakan bahwa gerakan tersebut illegal. Beribu-ribu anggota jama’ah alIlhwan al-Muslimin dijebloskan kedalam penjara dan harta kekayaan meraka disita untuk negara.16 Hasan al-Banna merupakan pemimpin yang pantas mati dengan sebutan syahid. Ia seorang tokoh yang gigih dalam usahanya untuk mengubah sejarah dan membelokannya gelombang kehidupan. Ia mengalami masa yang sangat tragis. Kira-kira dua
bulan setalah kejadian penjoblosan anggota al-Ikhwan
14
Ibid, h. 27
15
Ibid, h. 22
16
Ibid
besar-
31 besaran di atas. Tepatnya tanggal 12 Februari 1949, bersamaan dengan ulang tahun Raja Faruq, polisi rahasia dibawah pimpinan Abd. al-Hadi melepaskan tembakan kearah Hasan al-Banna. Dalam catatan sejarah diketahui bahwa Hasan al-Banna ketika itu tidak meninggal di tempat, tetapi menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Khusnul ‘Ainil.17 Menurut Sayyid al-Wakil tragedi penembakan itu terjadi sabtu petang ketika ia baru saja keluar dari markas Syubbanul Muslimin yang terletak di jalan Malikah Nazii (sekarang dikenal dengan Ramses) di pusat kota Kairo. Hasan alBanna di dampingi sahabat sekaligus menantunya Ustadz Abdul Karim Mansur, yang berprofesi sebagai pengacara.18 Dengan susah payah Hasan al-Banna berhasil dibawa kerumah
sakit.
Akan tetapi, sungguh sangat disayangkan tidak seorang dokter pun bersedia menangani dan mengoperasinya. Mereka hanya membiarkan Hasan al-Banna sampai kehabisan darah. Selang dua jam kemudian, setelah penembakan tersebut Hasan al-Banna menghembuskan nafas terakhir, tanpa ada pengikut yang melepaskan kepergiannya karena dihalangi oleh polisi dan pihak rumah sakit.19 Selanjutnya jenazah Hasan al-Banna di bawa pulang di iringi dengan penjagaan ketat dari pihak Kepolisian. Tak seorang pun yang mengshalatkan jenazahnya di Mesjid, kecuali ayahnya Syekh Ahmad Abdurrahman. Kemudian yang mengiringi jenazah ke peristirahatan terakhirnya hanya barisan perempuan 17
Sa’adudin as-Sayyid Shaleh, al-Mu’amarah Dhidd al-Islam, (terjemahan Muhammad Thalib), (Yogyakarta: Windah Press, 2000), cet. ke-1, h. 18 18
Muhammad Sayyid al-Wakil, Pergerakan Islam Terbesar Abad ke-14 H, (Bandung: Asy-Syamil Press dan Grafika, 2001), cet. ke-1, h. 35 19
Ibid
32 saja. Kematian Hasan al-Banna di rahasiakan. Jenezahnya sampai di rumahnya tengah malam, diterima keluarganya, dimandikan dan dikafani ayahnya. Malam itu pula dipindahkan kemakam Kairo diiringi jerit tangis keluarganya. Menurut Muhammad Assaf, tak seorang pun dibolehkan melayat jenazah Hasan al-Banna. Jenzahnya dibawa ke tempat pemakaman dalam pengawasan polisi.20
B. Pemikiran Hasan al-Banna Tentang Politik dan Partai Politik Bagi Hasan al-Banna, Islam dan politik ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan, karena itu jika ada orang yang berusaha untuk memisahkan keduanya akan sia-sia. Sebab Islam memiliki politik,
yang padanya terletak
tujuan kebahagian dunia dan akherat.21 Dalam pemikiran Hasan al-Banna, politik terbagi dua pemahaman, dan keduanya terkait dengan Hizbiyah (kepartaian). Yaitu terdiri dari: 1. Politik internal Adapun yang dimaksud dengan politik internal adalah bagaimana pemerintahan menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan benar serta transparan. Menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk mengsosialisasikan berbagai kebajikan dan memberikan kesempatan pada setiap unsure masyarakat untuk mengontrolnya sehingga tercipta suatu check and balance. Dalam hal mengatur pemerintahan seperti ini Islam telah menetapkan kaidah-
20
Ibid, h. 66-67
21
Hasan al-Banna, Mujmu’ah Rasail, (Iskandariyah: Dar-al-Dakwah, 1990), h. 44
33 kaidah dan prinsip-prinsipnya, bahkan dalam konteks zalim menzalimi Islam telah memberikan batasan yang tidak boleh dilanggar.22 2. Politik eksternal. Adapun politik eksternal, dalam konteks bagaimana membangun peradaban dan harga diri umat. Di antaranya bagaimana menjaga kebebasan dan kemerdekaan umat, menanamkan rasa percaya diri, kewibawaan umat, maka konsekwensinya umat harus terbebas dari segala macam penjajahan, agar ddapat berdiri sama tinggi dengan negara-negara lain demi terwujudnya perdamaian internasional. Dam politik eksternal ini Islam memang sudah mempunyai perhatian yang serius agar umatnya memperhatikan masalah hubungan internasional dan menjaga perdamaian. Barang siapa
yang
mengabaikannya, berarti meraka tidak memahami ajaran Islam atau bahkan telah murtad.23 Lebih jauh Hasan al-Banna menegaskan bahwa dasar pijakan politik Islam adalah sistem syura. Dalam posisi syura merupakan sesuatu yang sangat penting, karna merupakan landasan untuk mengambil sebuah keputusan.24 Pemahaman seperti di atas merupakan bagian dari pemikiran Hasan alBanna. Baginya politik tak selamanya harus identik dengan partai politik. Adapun alasanya menurut Hasan al-Banna kepartaian dan politik keduanya bisa bersatu dan berbeda sama sekali. al-Banna mencontohkan, seorang politisi tidak mesti
22
Ibid, h. 45
23
Ibid, h. 192
24
Hasan al-Banna, Risalah Pergerakan, op cit, jilid 2, h. 68-72. Lihat juga al-Ghazali, Meretes Jalan Kebangkitan, op cit, h. 191
34 terlibat langsung dalam struktur partai politik. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang secara stuktural masuk dalam kepengurusan partai belum tentu dia mengerti dengan apa yang dinamakan politik. Dan ada juga orang yang memang mengerti politik dan terlibat secara intensif dengan partai politik.25 Lebih lanjut penulis ingin mengutip dua hal penting yang ditekankan oleh Hasan al-Banna:
26
Artinya: ”Pertama, sesungguhnya terdapat perbedaan yang mendasar antara kepartaian dan politik. Keduanya mungkin bisa bersatu dan mungkin juga berseteru. Mungkin seseorang bisa disebut politisi dengan segala makna politik yang terkandung didalamny, namun ia tidak berinteraksi dengan partai atau bahkan tidak ada kecendrungan ke sana. Mungkin pula ada seorang yang berpolitik praktis (terjun kedalam kepartaian) namun sama sekali tidak mengerti dengan permasalahan politik. Atau mungkin ada orang yang menggabungkan antara keduanya sehingga ia menjadi politisi yang berpolitik praktis yang berpolitisi pada porsi yang sama. 25
Ibid, h. 65
26
Hasan al-Banna, Majmu’ah, op cit, h. 310
35 Kedua, Sesungguhnya orang-orang non muslim, ketika meraka awan dengan Islam atau dibuat pusing oleh urusan dan kokohnya Islam yang menancap dijiwa pemeluknya, atau kesiapan pemeluk Islam berkorban harta dan jiwa demi tigaknya Islam, maka mereka tidak berusaha melukai jiwa kaum muslimin dengan menodai nama Islam, syari’at, dan undang-undangnya. Akan tetapi mereka berusaha membatasi substansi Islam pada lingkup sempit yang menghilangkan semua sisi kekuatan operasional yang ada didalamnya. Selanjutnya mengenai pemikiran Hasan al-Banna tentang partai politik, sangat dipengaruhi oleh kondisi Mesir pada waktu itu yang dijajah oleh Inggris. Di mana sistem partai politik diterapkan di Mesir. Penerapan sistem ini tentu saja bukan tanpa maksud dan tujuan. Inggris menerapkan sistem politik waktu itu bertujuan untuk mengikat Mesir, dengan menjadikan Mesir rela menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintahan Inggris. Di mana hal ini dilakukan tanpa kekerasan, tanpa melakukan tindakan kasar, akan tetapi dengan sabar dan tenang. Politik ini berhasil mewujudkan tidak dalam bentuk perlindungan dan control langsung, akan tetapi dalam bentuk intervensi Inggris dalam mengatur komposisi pemerintahan dan adaministrasi Mesir melalui sistem yang akan menyibukkan orang-orang Mesir sendiri.27 Maka dibentuklah sistem demokrasi liberal, di mana partai-partai tumbuh bak jamur di musim hujan. Ironisnya partai-partai tersebut bukan membela kepentingan rakyat, tapi lebih membela kepentingan
politik sesaat dan
kelompoknya.28 Sistem parlementer dengan demokrasi liberal menggunakan sistem multi partai yang dibuat Inggris untuk Mesir melahirkan banyaknya partai politik.
27
Thariq Basyri, al-Muslimun wa al-Jama’ah al-Wathaniyah, Hai’ah Misriyah al-Ammah lil Kitab, (Kairo: tt), h. 171. Dalam Usman Abdul Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo: Era Intermedia, 2000), cet. ke-1, h. 147 28
Ibid, h. 80
36 Kondisi inilah yang dikritik oleh Hasan al-Banna, menurutnya sistem multi partai mungkin sesuai dengan situasi dan kondisi di sebagian negara, tapi belum tentu sesuai untuk keseluruhannya. Sistem multi partai yang selama ini diterapkan di Mesir tidak sesuai dengan kondisi dan situasi politik negara Mesir. Karna negara Mesir sedang menapaki era baru dan sedang membangun bangsanya supaya kokoh. Upaya membangun Mesir ini tentu saja membutuhkan penyatuan potensi, terkumpulnya
berbagai
kekuatan,
pemenfaatan
setiap
spesialisasi,
dan
mencurahkan waktu sepenuhnya untuk upaya-upaya perbaikan.29 Sedangkan apa yang terjadi dengan Mesir pada waktu itu, menurut Hasan al-Banna belum mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam berbagai aspek. Karena itu adanya multi partai hanya akan memicu perselisihan dan pertengkaran semata, bukan sebuah jawaaban bagi bangsa yang baru merdeka. Yang diperlukan bangsa Mesir saat itu adalah persatuan dan kesatuan untuk membangun bangsa. Karna itu tidak berlebihan Hasan al-Banna menduga bahwa banyaknya partai politik merupakan kendaraan bagi pihak asing untuk mengobok-obok kondisi umat. Alasannya sederhana, kalau suatu partai menang, maka partai yang lain kan mengintai untuk mencari kelemahan lawan dan terus menunjukkan sikap perrlawanannya terhadap yagn lain. Lalu apa yang di dapatkan rakyat? Rakyat tidak mendapatkan apa-apa kecuali mendapatkan kerugian yang sangat besar menyangkut harga diri, kemerdekaan dan moral.30
29
Hasan al-Banna, Risalah Pergerakan, op cit, jilid 2, h. 79
30
Ibid, h. 80
37 Selanjutnya Hasan al-Banna menjelaskan bahwa jika Mesir sudah menjadi bangsa yang “sempurna kemerdekaanya” dan telah menemukan jati dirinya, maka pembentukan sistem multi partai menjadi sebuah keniscyaan yang tidak bisa di hindarkan. Namun bagi bangsa yang baru saja merdeka maka partai politik tidak layak untuk ada didalamnya. Ketidaksetujuan al-Banna akan partai politik lebih mendapatkan legitimasinya ketika partai politik yang ada di Mesir tidak lebih dan tidak bukan dari sekedar sebuah partai “karbitan” daripada sungguhan. Kemunculan berbagai partai politik di Mesir lebih didorong oleh inisiatif pribadi, daripada kepentingan nasional. Karna itu, Hasan al-Banna menilai jika memang pada kenyataanya sistem multi partai malah mebuat umat ja di terpecah belah, terjadi perselisihan dan permusuhan, maka ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam.31 Hasan al-Banna juga meyakini tidak bergunanya praktek koalisi antar partai dan menyakini bahwa itu hanya penenang bukan penyembuh, karena betapa cepatnya orang-orang yang berkoalisi itu bubar, lalu kembali bertikai, bahkan lebih seru daripada sebelum bertikoalisi. Obat yang paling mujarab adalah ketika partai-partai ini dilenyapkan secara sukarela, tugas mereka telah selesai dan usai pula kondisi yang dahulu melahirkannya.32 Untuk mengetahui pemikiran Hasan al-Banna dalam bidang politik terlihat dari gerakan al-Ikhwan al-Muslimun, eksis hingga sampai sekarang ini, yaitu sebagai berikut:
31
Ibid, h. 81
32
Hasan al-Banna, op cit, h. 260
38 1. Konsepsi Dakwah Penanaman keimanan yang kuat pada diri Muslim adalah senjata utama dalam meneruskan dan menyebarkan dakwah Islam dalam beberapa dimensi dan objek garapannya.33 Dalam Ikhwan al-Muslimin berorentasi pada hal yang prinsipil, beraliansi dengan pengembangan nilai-nilai keislaman. Islam adalah agama yang telah mengatur perikehidupan Muslim secara mapan, membimbing umatnya pada jalan yang di ridhoi Allah SWT. Dan meningkatkan muwajjahah diri pada sang Khalik, sebagai manifestasi akan nikmat serta karunia-Nya. Walhasil, sebagai pesan-pesan Ilahi Rabbi harus mampu diterima oleh kalangan masyarakat tanpa melihat strata sosial, kondisi lingkungan dan terutama
tingkatan
intelektualitas
yang
mesti
diperhitungkan
dalam
penyampaian dakwah.34 Sesuai kontek zamannya, Ikhwan al-Muslimin dalam mempersiapkan para Dai dengan keilmuan yang cukup handal; memiliki spesialisasi keilmuan dalam berdakwah karena dakwah sekarang berlainan dengan dakwah pada masa-masa lalu. Dai sekarang ini di tuntut memiliki kedalaman keilmuan, berlatih secara kontinyu, lebih-lebih para Dai di negara-negara barat yang sudah terlatih dengan baik, sehingga memiliki keahlian yang memadai dan pemikiran yang mantap, mampu mempredisikan strategi dakwah yang dapat diterima oleh masyarakat. Di samping itu, media dakwah sekarang berlainan
33
M. Aunul Abied Shah, Islam Garda Dapan; Mozaik Pemikiran Islam Timur Tengah, (Bandung: Mizan, 2001), cet. ke-1, h. 69 34
Ibid
39 juga dengan dahulu. Dakwah pada masa lampau cukup disampaikan dalam khutbah-khutbah, pesan yang ditulis dalam sebuah surat maupun dakwah biasa. Sedangkan dakwah sekarang adalah dengan brosur-brosur, majalah, berita harian serta sarana informatika lainnya yang sedang tren saat ini. Tentunya, profesionalisasi dakwah telah di tata oleh Hasan al-Banna dengan seakurat mungkin; memperhatikan komponen sosial yang ada serta telah terorganisasi dengan rapi. Memang, mengelola gerakan Islam tidak cukup dengan penyampaian beberapa perintah yang telah digaris bawahi oleh Tuhan melalui firman-firman-Nya. Namun, jauh dari itu, sebuah organisasi Islam perlu di organisasi secara baik. “kebaikan yang tidak terorganisasi akan terkalahkan oleh kebathilan yang terorganisasi”.35 Sebagai
sebuah
organisasi
Islam,
al-Ikhwan
al-Muslimin
mengorganisasi dakwahnya secara teratur disebabkan oleh bebrapa faktor: a. Tujuan Islam tidak akan terealisasi tanpa terorganisasi, “suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan melaksanakan kewajiban”. b. Salah satu sifat manusia adalah berpaling dari saudaranya, mereka itulah yang tidak berhak memdapatkan rahmat Allah, kecuali dengan sikap loyal. c. Seorang muslim harus taat kepada Allah, Rasulullah dan pemimpin. “Taatlah kamu sekalian kepada Allah Rasul-Nya, dan pemimpin di antaramu”. d. Seorang harus melaksanakan sandaran hidupnya pada Islam dan mendidik dirinya dengan Islam.
35
Ibid, h. 70
40 e. Seorang (anggota organisasi) diharuskan menerapkan ilmunya dalam organisasi itu.36 Adapun prioritas dakwah al-Ikhwan al-Muslimin bisa kita bagi menjadi dua fase utama. Pertama, dakwah pada abad ke-19 M., yang terfokuskan pada: a. Pembentukan diri Muslim sejati. b. Terciptanya keluarga Islami. c. Masyarakat Islami. d. Pemerintahan ISlami. Kedua, dakwah pada masa-masa selanjutnya, sebagai follow-up dari realisasi dakwah pada tahun-tahun pertama yang penekanan dakwahnya ialah : a. Islamisasi alam Islami (dunia). b. Justifikasi eksistensi akal. c. Revitalisasi agama.37 2. Konsep Tarbiyah Menurut Hasan al-Banna pendidikan politik adalah berbagai upaya yang mereka curahkan dalam rangka membentuk dan menumbuhkan keyakinan-keyakinann, pengetahuan-pengetahuan, dan orientasi-orientasi yang menjadikan mereka positif dan sadar menerima pronsip-prinsip dan tujuan Islam serta komitmen dengannya, menghapus pengaruh-pengaruh imprealisme dengan segala bentuknya dari jiwa masyarakat yang menjadi objek perjuangan jama’ah ini, menghantarkan mereka kepada pemikiran-pemikiran yang bebas
36
Said Hawwa, al-Madkhal ila Dakwah Ikhwan al-Muslimun, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1983), cet. ke-3, h. 170-171. 37
Ibid
41 yang di dasarkan kepada asas-asas Islam, dalam aspek pemerintahan dan berbagai urusan, baik internak maupun eksternal, menyadarkan mereka akan berbagai persoalan regional, nasional dan Internasional yang tengah bergulir, serta berbagai hakikat yang terjadi di lapangan politik.38 Menurut Hasan al-Banna Pada Ikhwanul Muslimin Perangkat-Perangkat Tarbiyah/Pendidikan Politik terdiri dari: a. Katibah Katibah adalah sekumpulangan dari kalangan Ikhwan aktivis pilihan yang jumlahnya mencapai 40 orang, di dalah satu kampong Ikhwanul alMuslimmin, yang tunduk pada sistem tertentu.39 Berikut ini penulis akan membahas sistem kependidikan katibah melalui berbagai dokumen yang diperolehnya: Struktur dan sistem katibah. Katibah waktu itu tersusun dari empat puluh anggota aktif. Dalam dokumen lain disebutkan bahwa katibah tersusun dari lima rahth usrah (ini berarti bahwa ia terdiri dari 1000 orang anggota). Hanya saja, ini tidak terjadi secara konkret, karena katibahkatibah yang benar-benar ada jumlah anggotanya berkisar antara 40 sampai 80 aktivis Ikhwan, yakni kumpulan dari empat usrah Ikhwan, jika jumlah usrah itu sepuluh orang, dan delapan usrah jika jumlah anggota usrah lima orang. Dan inilah yang relevan dengan tujuan edukatif katibah. Jumlah itu
38
39
Sulaiman Nasim, shiyaghah at-Ta’liim al-Mishri al-Hadits, h. 132
Usman Abdul Muiz Ruslan, Tarbiyah Siyasiyah; Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin; Studi Analisis Evaluatif terhaddap Proses Pendidikan Politik “Ikhwan” untuk Para Anggota Khususnya dan Seluruh Masyarakat Mesir Umumnya, dari tahun 1928-1954, (Solo: Era Intermedia, 2000), cet. ke-1, h. 551
42 terdiri dari para mahasiswa, buruh, pegawai, pedagang, dan setiap yang masuk dalam barisan Ikhwan aktif.40 Program-program edukatif yang berhubungan dengan katibah 1) Program spiritual Pembinaan spiritual Ikhwan adalah tujuan mendasar katibah. Hal ini tercapai melalui shalat fardhu berjama’ah, shalat tahajud sebelum fajar, istighfar, qiraatul Qur’an, dzikir pagi, wirid al-Qur’an, spirit yang bergerak di sela-sela pertemuan itu, berikut berbagai perasaan yang menyebar di dalamnya.41 2) Program moral Dalam katibah terdapat beberapa komitmen berikut: a) Rukun-rukun bai’at dan kewajiban-kewajiban anggota aktif yang memiliki sifat moral, yaitu terdiri dari 39 komitmen moral, yang setiap anggota katibah harus mengikatkan diri dengannya. b) Tata tertib katibah, yaitu sejumlah moralitas yang harus dipegang teguh oleh setiap anggota. c) Daftar muhasabah, yaitu sebuah daftar yang memuat sebanyak dua puluh pertanyaan yang akan dijawab oleh anggota katibah sebelum tidur-sendirian-dengan kata ya atau tidak, selama tiga puluh hari, kemudian menyerahkannya kepada naqib katibah.42
40
Richard Mitchell, Idulujiyah Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimin, Vol II, at-Tanzim wa al Idiulujiyah, h. 76 41
Hasan al-Banna, Risalah al-Mu’tamar al-Khamis, dalam Majmu’ah ar-Rasail, h. 160
42
Usman Abdul Muiz Ruslan, op cit, h. 558
43 3) Program ilmiah dan tatsqifiah Di
antara tujuan
katibah
adalah
agar para anggotanya
memperoleh sejumlah ilmu umtuk mengembangkan pemikiran dan intelektual mereka, dengan cara mengkaji hal-hal penting yang harus diketahui, baik menyangkut masalah agama maupun dunia mereka. Hal itu tercapai melalui program berikut : a) Kajian terhadap ajaran Islam dengan pertemuan katibah. b) Komitmen untuk mengkaji buku-bukun yang termuat dalam risalah atau daftar buku-buku (manhaj ‘ilmi) yang dibagikan kepada anggota katibah. c) Komitmen dalam tugas-tugas ilmiah yang yang ada dalam wajibat alAkh al-‘Amil.43 4) Program sosial Tujuan itu tercapai melalui program-program berikut : a) Perkenalan secara lengkap antara anggota katibah pada setiap kali pertemuan, sebagaimana disebut didepan. b) Partisipasi yang setara dan saling menanggung pada seluruh aktivitas katibah, dalam bentuk partisipasi kolektif, ketika makan, shalat, olahraga, dan dzikir jama’i.44 5) Program olahraga Dalam sistem katibah, jelas bahwa ada latihan olahraga setelah dzikir pagi, sebelum makan pagi. Latihan itu dilakukan dalam udara 43
Ibid
44
Ibid, h. 560
44 segar atau tempat pertemuan katibah jika tempatnya luas, dengan berbaris rapi.45 b. Usrah Usrah sebagai sistem pendidikan, telah dimulai karena dua sebab, yaitu pertama, sejenis kelemahan yang ada dalam sistem katibah. Kedua tekanan eksternal terhadap jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun yang memaksa untuk mngembangkan sistem pendidikan yang dapat mengantisipasi berbagai bentuk tekanan yang berbahaya. Usrah adalah sistem yang diikuti dalam seluruh Jama’ah lainnya. Usrah terdiri dari jumlah anggota yang terbatas, berkumpul pada suatu malam dalam sepekan di rumah salah seorang anggota , atau tempat dimana pun dan kapan pun tanpa ketentuan.46 Program-program edukatif dalam usrah yang di realisasikan tujuantujuan itu adalah sebagai berikut: 1) Program ilmiah Tatsqifiah. 2) Program sosial. 3) Program moral dan spiritual.47 c. Nizham Khash Nizham khash merupakan salah satu unit pendidikan al-Ikwan alMuslimun ia adalah perangkat pendidikan kelompok khusus Ikhwan. Program-program edukatif dalam Nizham khash yaitu; 1) Program pengembangan wawasan. 45
Ibid
46
Anggaran Rumah Tangga Ikhwanul Muslimin, h. 5&6, Poin 9-10
47
Usman Abdul Muiz Ruslan, op cit, h. 567-570
45 2) Program training. 3) Dan program penanaman spiritual dan moral.48 d. Muktamar Hasan al-Banna mengatakan bahwa tujuan muktamar adalah memahamkan umat akan hak-haknya, menyadarkan bangsa
kepada
tuntutan-tuntutannya yang benar serta membanngkitkan hasrat kuat mereka untuk memperoleh hak-haknya itu. Tujuan tarbiyah muktamar adalah: 1) Agar anggota mampu berdiskusi dan bertukar pikiran. 2) Agar anggota memiliki pendapat dan adapt berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. 3) Agar anggota memiliki kesadaran politik dalam menyingkapi persoalan politik yang mendesak untuk disikapi. 4) Agar anggota mengerti pendirian politik jama’ahnya ketika berhadapan dengan persoalan yang bergulir. 5) Agar anggota memiliki loyalitas terhadap prinsip-prinsip jama’ah dan selalu ingat akan tujuan-tujuannya. 6) Agar anggota memiliki perhatian untuk melakukan hubungan sosial, saling mamahami, dan saling bersaudara dengan semua anggota.49 e. Daurah dan Muhadarah Tatqifiyah Hasan
al-Banna
memberikan
perhatian
kepada
usaha
mempersiapkan para Da’i untuk Ikhwan melalui nizham khusus, disamping
48
Usman Abdul Muiz Ruslan, op cit, h. 575
49
Ibid, h 590
46 usrah, katibah, dan kajian-kajian umum. Yang menonjol dari daurah-daurah ini adalah tiga yaitu: 1) Madrasah at-Tahdzib di Ismailia 2) Firaq at-Tadrib ‘ala al-Irsyad 3) Nizham al-Barnamij ats-Tsaqafi al-Ikhwan50 f. Pers Pada tahun 1933 mulailah al-Ikhwan menerbitkan koran dan majalah sebagai sarana pendidikan. Tujuan tarbiyah ini mereka jelaskan dalam setiap jurnal yang mereka terbitkan. Koran al-Ikhwan al-Muslimun yang pertama merupakan koran pedidikan bagi al-Ikhwan yang berisi seruan kepada prinsip-prinsip mereka. Sedangkan majalah an-Nadzir memiliki tujuan untuk menjelaskan kepada khalayak tentang politik al-Ikwan baik internal maupun eksternal. Dengan cara yang dapat dipahami , juga untuk menjelaskan fikrah tentang pemerintahan Islam dan tanah air Islam, serta pendidikan nasionalisme berdasarkan prinsip Islam.51 g. Nizham al-Jawwalah (Kepanduan) Hasan al-Banna mendirikan grup-grup rihlah, dalam rangka mawadahi aktivitas olahraga. Ispirasinya adalah ide jihad dalam Islam, bersamaan dengan pendirian cabang pertama Ikhwan di Ismailia, pada tahun 1928. Selanjutnya ia mendirikan laagi grup-grup serupa lainnya di Kairo
50
51
Ibid, h 590-591
Shalih Asymaswi, Siyasatuna, dalam Majalah an-Nadzir, Th I, No. 1 (30 Rabi’ul Awwal 1357), h. 6
47 dan setiap cabang Ikhwan. Grup-grup inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya jawwalah.52 Program-program jawwalah yang bersifat tarbiyah/edukatif adalah sebagai berikut: 1) Rihlah Analisis tentang rihlah dapat di klsifikasikan menjadi beberapa jenis sesuai dengan tujuan pendidikan yang di kandungnya yaitu: a) Rihlah tsaqafiah dirasiyah (studi) dan iktiksyafiah (eksplorasi). b) Rihlah riyadhiyah (olahraga). c) Rihlah untuk mengunjungi keindahan alam. d) Rihlah safari. 2) Mu’askar Mu’askar bukan hanya perangkat pendidikan pokok dalam ke panduan, akan tetapi juga perangkat pendidikan bagi setiap individu Ikhwan. Tujuan Mu’askar ini adalah untuk: a) Melatih personal agar dapat membebaskan dirinya darin berbagai kebiasaan yang tidak patut. b) Membiasakan personal untuk memiliki perilaku Islami. c) Membiasakan personal agar selalu berolahraga d) Membiasakan personal agar disiplin dengan perilaku yang disukai orang lain. e) Melatih personal untuk mempu memberikan pelayanan.
52
Hasan al-Banna, Mudzakkirat ad-gakwah wa ad-Dai’iyah, op cit, h. 108-238
48 f) Mengembangkan kemampuan personal untuk memikul tanggung jawab, pandai me-mannage dan memiliki keberanian. g) Melatih sebagaian personal agar menjadi leader h) Menumbuhkan rasa kepekaan dan simpati terhadap orang lain. i) Menguatkan loyalitas. j) Membekali personal dengan pengetahuan dan kebudayaan yang berhubungan dengan Islam dan persoalan-persoalan politik.53
C. Pemikiran Hasan al-Banna Tentang Negara Islam Hasan al-Banna ketika mengirimkan surat kepada Raja Faruq mengatakan, bahwa ada dua pilihan dalam mengarungi kehidupan politik di Mesir, mengikuti aturan Barat atau mengikuti aturan Islam. Dalam konteks mengikuti aturan Islam Hasan al-Banna menawarkan konsep tentang negara Islam yang akan dijalani ketika mesir memilih Islam seebagai jalan hidup. Lebih lanjut negara menurut Hasan al-Banna adalah:
54
Artinya: “Negara Islam adalah negara yang merdeka, yang tegak di
atas syari’at Islam, bekerja dalam rangka menerapkan sistem sosialnya, memproklamasikan prinsip-prinsipnya
yang lurus, dan menyampaikan
dakwahnya yang bijak kesegenap umat manusia.” 53
Usman Abdul Muiz Ruslan, op cit, h. 661-616
54
Hasan al-Banna, Risalah Pergerakan, op cit, jilid 2, h. 260
49 Pernyataan Hasan al-Banna ini, menekankan bahwa suatu negara Islam adalah negara yang menjadikan Islam sebagai ideologinya dan segala denyut nadi roda pemerintahan serta kebijakan yang diambil dalam negara tersebut harus berlandaskan kepada Syari’at Islam. Tujuan terakhirnya adalah penyebaran Islam. Sebagai agama yang dapat memberikan kebahagiaan dunia dan akherat ke segala penjuru dunia. Daulah Islamiyah (negara Islam), menurut Hasan al-Banna tidak akan pernah tegak kecuali di atas pondasi dakwah, karena negara Islam, adalah negara yang mempunyai keinginan untuk menegakkan misi, bukan sekedar bagan struktur, bukan pula pemerintahan yang materialistis dan gersang tanpa ada ruh didalamnya. Demikian juga sebaliknya dakwah, tidak mungkin tegak kecuali jika ada jaminan perlindungan, yang menjaga, menyebarkan, dan mengukuhkannya.55 Dalam pemikiran Hasan al-Banna bahwa salah satu tugas negara Islam adalah untuk menjaga keimanan. Sebab menyebarkan Islam dengan berkhutbah saja tidak cukup, tetapi harus dibantu oleh kekuatan negara. Jika negara tidak menjaga Islam maka dikhawatirkan kekuasaanya akan jatuh. Dalam hal ini, alBanna mengutip ucapan teolog Muslim terkenal Muhammad al-Ghazali yang mengatakan “Syari’ah adalah fondasi dan pemerintahan adalah benteng. Jika pemerintahan tanpa pondasi akan mudah runtuh menjadi berkeping-keping dan jika syari’ah tanpa benteng maka akan hilang dan hancur.”56
55
Abdul Hamid Al-Ghazali, Maretas Jalan Kebangkitan Islam, terj. Wahid Ahmadi dan Jasiman, LC. Judul asli; Haula Asasiyat Al-Masyru’ Al-Islami, Linahdah Al-Ummah (Qiraah FiFikr Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna (Solo: Era Intermedia, 2000), h. 189-190 56
Ibid, h. 193
50 Menurut Hasan al-Banna, selam negara Islam belum tegak, maka seluruh kaum Muslimin berdosa. Mereka bertanggung jawsab dihadapan Allah SWT, karena pengabdian mereka untuk menegakkan dan keengganan mereka untuk mewujudkannya. Karena tugas negara Islam mengisyaratkan untuk memainkan peranan aktif dan positif dalam menyebarluaskan Islam dan merealisasikan ide-ide Islam.
Dengan
kata
lain,
negara
Islam
akan
menjadi
agen
untuk
memproklamasikan Islam. Dengan kata lain, negara Islam akan menjadi agen untuk mempromosikan Islam. Dalam kasus ini Hasan al-Banna kembali mengambil contoh betapa komunis di Rusia mempunyai negara untuk mempromosikan ideologinya.57 Hasan al-Banna melihat bahwa pada sistem Islam terdapat kebahagian bukan hanya bagi umat Islam, namun juga bagi seluruh umat manusia, lebih lengkapnya dapat dipahami melalui perkataan Hasan al-Banna: Artinya: “Jika kita memiliki pemerintahan Islam yang sebenarnya, tulus imannya, mandiri cara berfikir dan penerapannya, mamahami hak ilmu dan melimpah ruah kekayaan yang dimiliki, menghargai keagungan sistem Islam yang diwarisi, serta percaya bahwa ia merupakan peyembuh derita masyarakatnya dan petunjuk bagi manusia seluruhnya, niscaya kita dapat menutunnya untuk menegakkan dunia ini atas nama Islam, kemudian kita mempersilahkan berbagai bangsa untuk mengkaji dan menelaahnya, kita giring mereka menuju kesana dengan dakwah yang terus menerus, dan pembicaraan yang argumentatif serta pengiriman duta-duta terbaiknya secara berkala, serta dengan berbagai cara lainnya. Dengan demikian, jadilah wilayah inimarkas rohani, politik dan aktifitas bagi banyak pemerintah yang lain, lalu dinamika masyarakat pun terus mengalami pembaharuan dan mendorong untuk meraih kejayaan dan keteranganbenderangan, juga semangat, kesungguhan dan juga kerja keras…. Suatu yang mengherankan bila komunisme memiliki negara yang melindunginya,… dan bahwa Fasisme dan Nazi memiliki pengikut yang mengsakralkannya ,.. dan bahwa berbagai ideologi sosial dan politik memiliki pendukung yang kuat, yang siap mempersembahkan jiwa, pikiran pena, harta benda, jerih payah, kehidupan, bahkan kematiannya untuk memperjuangkannya. 57
Ibid, h. 254-245
51 Pada saat yang sama kita tidak memiliki pemerintahan Islam yang bekerja untuk menegakkan dakwah kepada Islam, yang menghimpun berbagai sisi positif aliran ini dan membuang sisi negatifnya, lalu ia persembahkan itu kepada seluruh bangsa sebagai sistem nilai dunia yang memberikan solusi benar dan jelas bagi seluruh persoalan umat manusia. padahal syari’at Islam menetapkan bahwa dakwah adalah kewajiban yang mutlak. Wajib bagi seluruh kaum muslimin, baik sebagai bangsa maupun kelompok, jauh sebelum semua sistem tadi diciptakan dan sebelum diketahui adanya berbagai sistem nilai yang diserukan. “Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran: 104)58
Lewat pernyataan di atas, Hasan al-Banna menjelaskan pentingnya suatu negara Islam berdiri. Ia juga menyebutkannya bahwa negara Islam
haruslah
negara yang aparatnya serta rakyatnya beriman kepada Allah, memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, dan mandiri dari faktor ekonomi, serta menghargai kekayaan masa lampau sebagai cermin untuk menempaki tangga keberhasilan. Tidak kalah pentingnya negara Islam harus dapat mebawa kebahagian dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Berkaiatan dengan masalah negara, menurut Hasan al-Banna negara Islam secara riil memiliki tiga sasaran yang harus diperjuangkan agar dapat tercapai . sasaran tersebut adalah: 1. Mereka harus memiliki risalah, berupa prinsip-prinsip yang bernilai tinggi yang akan membawa umat kepada sasaran yang lebih tinggi pula. Umat yang hidup tanpa risalah, maka akan hidup tanpa tujuan 2. Umat manusia harus bersatu dan saling mencintai. Segala rintangan dan cobaan akan dapat di atasi dengan baik bila umat Islam bersatu padu menyusun barisan. Persatuan akan membuat umat menjadi kuat. Situsi sekarang ini layak 58
Hasan al-Banna, Mujmu’ah Rasail, op cit, lihat Yusuf Qardhawi, Nahwa, op cit, h. 64
52 dijadikan buat umat Islam di masa yang akan datang. Akibat pertengkaran dan perselisihan diantara umat Islam sendiri, maka negara Barat dan sekutunya dapat dengan mudah menghancurkan dan memerangi negeri muslim. 3. Harus berkorban dan berani menjadi tebusan, dan siap untuk mencurahkan darah dan hartanya di jalan risalah ini. Berkaitan dengan hal di atas, diharapkan rela berkorban baik jiwa, harta dan tenaga demi tegaknya risalah Islam.59 Adapun cara untuk mewujudkan negara Islam menurut Hasan al-Banna pertama, mempersiapkan individu, keluarga, dan masyarakat, kemudian yang kedua, melalui aktifitas politik. Hasan al-Banna bercita-cita terwujudnya negara Islam yang harus dibina dari individu-individu Muslim, berlanjut pada ppembentukan keluarga Muslim atau rumah tangga Muslim, masyarat Muslim, negara Muslim sampai ketingkat Khilafah Islamiyah. Hal ini terlihat dari ucapannya sendiri tentang persiapan pertama yaitu:
60
Artinya: “Kita tahu benar apa yang kita inginkan dan kita tahu benar cara untuk mewujudkannya (negara).pertama-tama kita membutuhkan individu muslim, setelah itu kita menginginkan rumah tangga yang Islami dan 59
60
Hasan al-Banna, Hadis al-Tsulasa’, (Kairo: Maktabah al-Qur’an, tt), h. 37
Hasan al-Banna, Mujmu’ah Rasail, op cit, h. 101, lihat juga Jasim Muhalil, Ikwanul Muslimin deskripsi, Jawaban, Tuduhan dan Harapan, penerjemah Hawari Aulia, (Jakarta: Najah Press, 1997), cet. ke-1, h. 23-25
53 pemerintahan yang Islami. Setelah itu kita menginginkan setiap jen gkal di negeri kita bergabung dengan kita, kemudian kita menginginkan agar panji Allah berkibar kembali diseluruh wilayah itu. Bersamaan dengan itu, kita ingin kembali memproklamasikan dakwah kita keseluruh dunia. Menyampaikan kepada umat manusia seluruhhya, dan mengsosialisasikannya keseluruh penjuru bumi.” Sedangkan cara kedua mewujudkan negara Islam harus dengan aktifitas politik. Di antara tahapan politik tersebut adalah;61 1. Ta’rif (pengenalan) Pada tahap ini masyarakat diharapkan mengenal dengan baik fikrah dan muatannya. Karena itu pada tahap ini kegiatan di fokuskan pada empat kegiatan; a. Menjelaskan pemikiran secara benar kepada orang. b. Mengenal secara detail hakekat jama’ah c. Revitalisasi peran ulama dalam politik d. Meletakkan politik sebagai pengendali aktivitas dalam tahapan ini62 2. Tahapan Takwin (pembentukan) Membentuk dan memilih lembaga-lembaga yang efektif untuk dijadikan saran perjuangan. Membentuk panitia konstitusi, membentuk tim perumus Undang-undang, mempersiapkan program perbaikan yang integral, menganalisa secara sistematis realitas yang ada.63 3. Tahapan Tanfidz (Pelaksanaan) Perjuangan dakwah meletakkan program-program yang dapat di aplikasikan. Dalam ini aksinya berupa, berusaha untuk mejelis parlemen, 61
Ibid
62
Hasan, op cit, jilid I, h. 206
63
Hamid al-Ghazali, op cit, h. 190
54 mobilisasi massa, meningkatkan tuntutan. Pada tahai ini dengan kata lain untuk mewujudkan sebuah negara Islam maka yang di pakai adalah cara-cara yang konstitusional. Dengan demikian di harapkan nanti anggota-anggota alIkhwanul al-Muslimun akan maju menjadi anggota legislatif mewakili umat.64 Lebih tegas Hasan al-Banna mengatakan jika sebauh pemerintahan dengan keta’atan kepada perintah Allah dan tahu diri akan keterbatasan pemimpin dengan menerapkan konsep konsultasi, nama yang diberikannya berbeda, apapun nama Islam yang dipakai kalau tidak memenuhi syarat yang di atas maka itu bukan Islam.65 Artinya jika nama yang dipakai bukan Islam, namun menjalankan prinsip-prinsip Islam itulah yang disebut pemerintahan Islam. Sedangkan jika memakai nama negara Islam tapi tidak menerapkan nilai-nilai Islam maka itu bukan negara Islam. Negara Islam yang dimaksudkan Hasan al-Banna mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Negara Islam bukan negara teokrasi, karena pemegang kekuasaan di raih bukan dari Tuhan, tapi dari manusia. 2. Harus ada kontrak antara pemimpin dan rakyat jika melanggar akn di turunkan. 3. Tidak terjadi monarki (kerajaan) sebab pemimpin tidak mempunyai warisan kekuasaan.66
64
Hasan, op cit, h. 209
65
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kebangsaan, (Jakarta: Darul Falah, 1999), cet ke-1, h. 194 66
Ibid
55 Jika negara Islam seperti apa yang dimaksudkan oleh Hasan al-Banna. Maka itu menjadi negara Islam modern. Sebab, pertama, negara Islam bukan negara teokrasi, karena pemegang kekuasaan seorang pemimpin di raih bukan dari Tuhan, tapi dari manusia. kedua, ti dak terjadi kediktatoran karena pemimpin akan diturunkan jika dia melanggar kontrak. Ketiga, tidak akan terjadi sistem monarki (kerajaan) pemimpin tidak mempunyai warisan kekuasaan.67 Menurut al-Banna ada tiga tugas yang menjadi pilar yang mesti dilakukan pemerintahan Islam, yaitu sebagai berikut: 1. Tanggung jawab pemerintah akan tugasnya. 2. Persatuan umat . 3. Manghargai aspirasi rakyat.68 Adapun cara yang akan dipakai untuk mewujudkan terbentuknya sebuah negara Islam, maka cara yang dipakai adalah cara-cara yang konstitusional. Dengan demikian, diharapkan nanti anggota-anggota al-Ikhwan al-Muslimun akan maju menjadi calon anggota ahlul halli wa aqdi mewakili umat. Sedangkan alasan mengapa sistem pemilu tidak perlu ditolak, karena sistem parlemen yang modern pemilihan umumnya (dengan segala variasinya) menuju kearah terbentuknya ahlul halli wa aqdi. Dalam konspsi Islam tida ada urgensinya menolak sistem parlementer, namun dengan syarat bahwa dalam pemilu benar-benar mengarah kepada pemilihan ahlul halli wa aqdi. Dengan kata lain anggota ahlul halli wa aqdi, adalah yang terpilih dalam pemilu dan bukan yang diangkat dan di tunjuk oleh penguasa. Karena itu pula, dalam memutuskan atau membuat berbagai 67
Hamid al-Ghazali, Meretes jalan Kebangkitan, op cit, h. 258
68
Ibid
56 kebijakan masyarakat tidak perlu melakukan referendum tapi
cukup dengan
keputusan ahlul halli wa aqdi yang merupaka representasi dari rakyat.69
D. Pemikiran Hasan al-Banna Tentang Khilafah Sejarah mencatat, bahwa setelah sistem khilafah terhapus dari dunia Islam, semenjak itu pula umat Islam seemakin jauh pada jurang kehancuran, hilang semangat jihad. Hal ini bukan hanya terjadi di Turki, namun merembas kewilayah-wilayah Islam lalinnya. Kehancuran sistem khilafah menyebakan kehampaan dan membuat umat Islam jadi porak-poranda seperti terlihat jelas di turki dan Mesir, sebab itulah gelombang westerenisasi semakin membuka peluang untuk mengembangkan sayabnya di negara-negara Muslim tersebut akhirya sebagian intelektual Mesir secara terbuka menyatakan bahwa tidak ada jalan lain untuk mencapai kemajuan, selain mengadopsi peradaban barat secara keseluruhan yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang manis, bahkan terpuji maupun tercela.70 Di puncak penjajahan Barat terhadap dunia ketiga, khususnya dunia Muslim, para pemimpin Barat sering kali melontarkan gagasan tentang “A New world Order (tata dunia baru)”. Pandangan dunia baru ini mendapat kritik yang tajam dari Hasan al-Banna. al-Banna melihat bahwa propaganda Barat itu hanya
69
70
Ibid, h. 262-26
Yusuf al-Qardhawi, 70 Tahun al-Ikhwanul al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad, (terjemah Mushtholah Masfur), (Jakarta: Pustraka al-Kautsar, 1999), h. 20
57 pesan kosong belaka. Karena sistem imperialism telah bangkrut baik di masa lalu apalagi di masa datang akan lebih bangkrut lagi, itu pasti.71 Untuk lebih menegaskan lagi, di depan para tokoh politik inggis, Prancis dan para pemimpin negara-negara kolonial lainnya, Hasan al-Banna menegaskan bahwa pemerintahan diktator dan otoriter yang pernah diterapkan barat telah sirna. Ini merupakan nasihat yang paling berharga bagi mereka, kami telah komitmen kepada diri kami untuk hidup merdeka dan terhormat, atau mati dalam kesucian dan kemuliaan.72 Menurut al-Banna sistem baru akan kukuh bertahan, keamanan dan ketentraman akan tercipta di dalamnya. Karena itu Ikhwan berkeyakinan bahwa khalifah
adalah lambang persatuan Islam dan fenomena ikatan antar bangsa
Muslim. Ia adalah simbol Islam yang kaum Muslimin wajib memikirkan dan menaruh perhatian untuk mewujudkannya. Khilafah adalah pijakan bagi pemberlakuan Hukum Islam, karena itu para sahabat lebih mendahulukan urusan ini daripada urusan pemakaman jenzah Rasulullah SAW., sehingga mereka menyelesaikan itu dengan tuntas. Dengan itu al-Ikhwan al-Muslimun menjadikan pemikiran khilafah dan upaya untuk mengembalikan eksistensinya sebagai agenda utama dalam manhajnya., meski demikian Ikhwan juga meyakini bahwa untuk mencapai khilafah membutuhkan banyak ”pengantar” yang harus diwujudkan.73 Diantara yang harus dilakukan oleh negara-negara Islam dan Arab adalah meningkatkan kerjasama kebudayaan, sosial dan ekonomi antar seluruh negara 71
Hamid al-Ghazali, Meretes jalan Kebangkitan, op cit, h. 277
72
Ibid, h. 285
73
Ibid, h. 285
58 Islam. Setelah itu membentuk koalisi, membuat perjanjian, mendirikan lembagalembaga dan mengadakan konferensi antar negara. Setelah itu membentuk persekutuan bangsa-bangsa Muslim, dan jika hal itu bisa diwujudkan, akan dihasilkan sebuah
kesepakatan untuk mengangkat Imam yang satu, yang
merupakan penengah, pemersatu dan penentram hati.74
74
Ibid, h. 286
59
BAB IV ASPEK PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL-BANNA PADA PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
A. Pemikiran Tentang Politik dan Partai Politik 1. Partai Dakwah Merujuk pada literatur resmi Partai Keadilan Sejahtra dapat disimpulkan bahwa Islam merupakan agama universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan dengan berbagai dimensi yang kompleks. Partai ini hendak membuktikan kebenaran sebuah aksioma tentang keuniversalan Islam. Dengan kata lain, Islam dalam konsepsi para aktivis Partai Keadilan Sejahtra adalah : “Islam sebagai sistem hidup yang universal, mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam adalah Negara dan tanah air, pemerintahan dan perundangundangan, ilmu dan peradilan materi dan sumberdaya alam, usaha dan kekayaan, jihat dan dakwa, tentara dan fikrah, akidah yang lurus, dan ibadah yang benar.”1 Oleh sebab itu, menurut perspektif Partai Keadilan Sejahtera, partai bukan kelanjutan logis dari kehendak untuk mengejar dan untuk mempertahankan kekuasaan
politik, melainkan kelanjutan dari dakwah
demikian, bagi kalangan Partai Keadilan Sejahtera
Islamiyah. Dengan
mendirikan partai politik
sama dengan sebangunan maknanya dengan upaya memasuki dimensi politik sebagai bagian dari dakwah Islamiyah. Tujuan dari semua ini adalah aktualisasi universalitas Islam dalam rangka mewujudkan keseimbangan hidup manusia dan masyarakat dalam berbagai dimensinya. Tidak bisa tidak, partai politik lalu 1
DPP Partai Keadilan, Sekilas Partai Keadilan, (Jakarta: DPP PK, 1998), h. 19
59
60
berperan sebagai kekuatan alternative terhadap perjuangan pollitik kaum Muslimin dalam mengemban tugas dakwah. Inilah yang dapat menjelaskan mengapa Partai Keadilan Sejahtera
mendeklarasikan dirinya sebagai partai
dakwah.2 Partai politik yang dipahami oleh para aktivis Partai Keadilan Sejahtera, sebagai sarana dakwah amal ma’ruf nahi mungkar untuk mengontrol jalannya roda pemerintahan. Dengan kata lain, partai politik yang tidak berkuasa bertindak sebagai oposisi dalam rangka untuk menbuat check and balance terhadap kekuatan pemerintah. Di sinilah signifikasi mendirikan partai dalam konteks dakwah sebagai sarana untuk melaksanakan kontrol, mengoreksi, dan menghadapi kezhaliman kekuasaan, mengembalikan kejalan yang benar atau menggantikannya untuk diduduki orang lain yang lebih amanah dan jujur. Jadi, institusi partailah yang akan mampu secara efektif melaksanakan tugas menasehati serta membawa misi amar ma’ruf nahi mungkar.3 Bagi Partai Keadilan Sejahtera menegaskan bahwa dasar pijakan politik Islam adalah system syuro, hal tersebut dapat dilihat dari Anggaran Rumah Tangga Partai Keadilan Sejahtera pada bab IV pasal 6 sampai 7, yaitu tentang anggota majelis syuro dan tugas majelis syuro.4
2
Ibid, h. 21-22
3
Ibid, h. 9
4
Lihat Anggaran Rumah Tangga Partai Keadilan Sejahtera Bab IV pasal 6-7
61
Menurut pandangan Hasan al-Banna politik menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Islam.5 Politik yang dimaksud oleh Hasan al-Banna yaitu agresi atau aktifitas politik bukan partai politik. Tidak hanya itu Hasan alBanna sangat kritis terhadap keberadaan partai politik, khususnya terhadap multi partai. Dalam pandangan Hasan al-Banna sistem kepartaian atau multi partai, jika sesuai dengan kondisi sebagian negara, maka belum tentu sesuai untuk seluruhnnya. Apalagi kalau di lihat dari realitas praktek partai politik yang hanya mengejar kekayaan pribadi dan hanya membela golongannya saja. Karena itu, tidak berlebihan kalau Hasan al-Banna menduga bahwa partai politik merupakan kendaraan bagi pihak asing untuk mengobok-obok kondisi umat. Ditambah lagi dengan kondisi Mesir yang baru saja merdeka, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam berbagai aspek. Karena itu adanya partai yang hanya memicu perselisihan dan pertengkaran bukan jawaban bagi bangsa yang baru merdeka. Untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang besar tersebut Mesir memerlukan semua komponen bangsa untuk menyatukan potensi, mengumpulkan berbagai kekuatan, mamanfaatkan berbagai spesialisasi, untuk membangun bangsa yang kokoh. Jika sistem kepartaian membuat umat jadi terpecah belah, terjadi perselisihan dan permusuhan maka, menurut al-Banna ini bertentangan dengan nilai-nilai Islam.6
5
Hasan al-Banna, Risalah pergerakan, (Iskandariyah: Dar-al-Dakwah, 1990), jilid 2,
h. 68-7 6
Abu Ridho, Untung Wahono, Syamsul Balda, Politik Dakwah Partai Keadilan Sejahtera, DPP Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: tt, 2000), h. 79-80
62
Argumentasi yang dibangun Partai Keadilan Sejahtera mengatakan, lembaga-lembaga dan sarana-sarana (partai-partai dan jama’ah-jama’ah) ini bukan merupakan sesuatu yang haram atau dosa, tetapi termasuk mashalih mursalah, dan tidak ada nash syar’i yang melarangnya.7 Kemudian alasan lain yang di bangun Partai Keadilan Sejahtera dalam melihat sistem multi partai bahwa kemajemukan atau pluralitas tidak bisa diiden tikan dengan perpecahan, sebagai perbedaan bukan sebagai sesuatu yang dibenci, misalnya perbedaan pendapat yang merupakan konsekwensi dari perbedaan ijtihad. Dengan meminjam pendapat Yusuf al-Qardawi, Partai Keadilan Sejahtera menyebut kan bahwa kemajemukan atau keragaman tidak boleh menyebabkan friksi atau permusuhan, yang mengakibatkan umat terkotak-kotak dalam ruang yang sempit. Kemajemukan haruslah berada dalam bingkai umat yang satu, yang sama-sama memiliki aqidah yang kokoh, sehingga tidak membahayakan dan tidak perlu dikhawatirkan, tetapi ia merupakan suatu realitas yang mesti diterima.8 Kemudian pendapat al-Banna sebenarnya masih mungkin untuk berubah seperti dikatakanya sendiri bahwa nanti Mesir sudah mempunyai “kemerdekaan yang sempurna” ada kemungkinan menerapkan sistem multi partai. Namun dalam realitas Partai Keadilan Sejahtera
mereformasi
pemikiran Hasan al-Banna dengan menerima adanya multi partai sebagai realita poltik yang ada di Indonesia. Dengan membentuk partai, maka 7
Ibid, h.74
8
Ibid
63
eksistensi partai politik bagi para aktivis Partai Keadilan Sejahtera mengandung makna yang sudah saatnya dakwah memasuki marhalah jahriyah jamahiriyah (fase terbuka kemasyarakatan) dengan peran-peran perubahan pada mihwar siyasi (orbit kemasyarakatan), fase ini menuntut kader-kader dakwah mentransformasi diri dan dakwahnya ditengah masyarakat, secara terbuka dan luas. Adapun prioritas dakwah Partai Keadilan Sejahtera dapat kita lihat pada visi khusus Partai Keadilan Sejahtera, yang berpengaruh kepada kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani.9 Visi ini akan mengarahkan Partai Keadilan Sejahtera sebagai10: a. Partai da'wah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. b. Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang. c. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang rahmatan lil alamin. d. Akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di Indonesia.
9
Keadilan Sejahtera, Kebijakan Dasar, BAB II
10
Ibid
64
Sedangkan dakwah yang berfungsi sebagai follow up dapat kita lihat pada misi Partai Keadilan Sejahtera, yaitu sebagai berikut11: a. Menyebarluaskan da'wah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai anashir taghyir. b. Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami di berbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi. c. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat. d. Membangun
kesadaran
politik
masyarakat,
melakukan
pembelaan,
pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya. e. Menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar terhadap kekuasaan secara konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam. f. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah dengan berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi. g. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kedhaliman khususnya terhadap Negeri-negeri muslim yang tertindas.12
11
Ibid
12
Ibid
65
2. Partai Kader dan Partai Tarbiyah Partai Keadilan Sejahtera, juga dikenal dengan partai kader13 disamping sebagai partai dakwah seperti yang telah dijelaskan sebelumya. Menurut Aay Muhammad Furqon Partai Keadilan Sejahtera disamping partai kader juga kombinasi antara partai kader dan partai massa. Ciri-ciri dari partai kader pertama, tidak berupaya memperbanyak jumlah anggotanya. Partai ini hanya memiliki sejumlah anggota kecil dan terbatas. Kedua, tidak ada propaganda untuk rekrutmen anggota, bahkan partai kader bersifat tertutup dan sangat selektif dalam menerima anggota baru. Ketiga, kalau pun ada perekrutan kader biasanya dilakukan secara formal tetapi tidak melalui registrasi secara terbuka untuk orang. Meskipun kecil jumlahnya anggota tapi memiliki kualitas yang baik. Keempat, partai kader biasanya kumpulan orang-orang terbuka yang disegani secara politik. Para aktifis didalamnya adalah mereka yang memiliki pengaruh dalam kehidupan masyarakat.14 Maka dengan demikian, Partai Keadilan Sejahtera memegang prinsip bahwa pemimpin akan bagus kalau dia didukung oleh massa yang kuat. Jika hubungan antara elit dan massa pendukungnya mempunyai hubungan yang kuat tidak mudah nantinya elit dan massanya diputus oleh sebuah konfirasi politik. Karena pada suatu ketika dalam proses penyelenggaran negara bisa menghadapi tantangan dalam berbagai bentuk.15
13
14
Sekilas Partai Keadilan Sejahtera, op cit, h. 10
Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera, Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontempore. (Jakarta: Teraju Mizan Publika, 2004), cet. ke1, h. 205 15 Ibid, h. 207
66
Sebagai partai yang mendeklarasikan dirinya partai kader Partai Keadilan Sejahtera meniliki sistem kederisasi kepartaian yang sistematis dan metodik. Kaderisasi ini mempunyai fungsi rekrutmen calon anggota dan fungsi pembinaan untuk seluruh anggota, kader dan fungsionaris partai. Fungsi-fungsi ini dijalankan secara terbuka melalui infrastuktur kelembagaan partai yang tersebar dari tingkat pusat sampai tingkat rangting. Fungsionalisasi berjalan sepanjang waktu selaras dengan tujuan dan sasaran umum partai, khususnya dalam bidang penyiapan sumber daya manusia. kekuatan pertama partai ini terletak pada kuantitas dan kwalitas sumberdaya manusianya. Kaderisasi Partai Keadilan Sejahtera secara khusus diarahkan untuk membangun pemahaman dan kemampuan sumber daya manusia partai mengenai masalah-maslah politik dan kepartaian yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan visi, misi dan program-program partai.16 Dalam konteks kaderisasi, penulis melihat apa yang dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera terinspirasi dari apa yang dikatakan Hasan al-Banna dalam Risalah Hal Qauman ‘Amaliyun, seperti dikutipn Mahfuz Shiddiq: “Kader adalah rahasia kehidupan dan kebangkitan berbagai umat, sejarah umat adalah sejarah para kader yang militan dan memiliki kekuatan jiwa serta kehendak. Sesungguhnya kuat lemahnya suatu umat diukur dari sejauh mana suburnya umat tersebut dalam mengha silkan kader-kader yang memiliki sifat mujtahid”17 Lebih lanjut Hasan al-Banna mengatakan:
16
Ibid, h. 278
17
Aay Muhammad Furqon, op cit, h. 218
67
“Kita tahu benar apa yang kita inginkan dan kita tahu benar cara untuk mewujudkannya (negara). Pertama-tama kita membutuhkan individu muslim, setelah itu kita menginginkan rumah tangga yang Islami. Setelah itu kita menginginkan setiap jengkal dari negeri kita bergabung dengan kita, kemudian kita menginginkan agar panji Allah berkibar kembali di seluruh wilayah itu. Bersamaan dengan itu, kita ingin kembali memproklamsikan dakwah kita keseluruh dunia, menyampaikan kepada umat manusia seluruhnya, mengsosialisasikan ke seluruh penjuru bumi.”18 Dengan berjalannya
kaderisasi mulai dari pribadi-pribadi Muslim,
keluarga-keluarga Muslim, masyarakat Muslim, negara Muslim maka semakin cepat masyarakat untuk menerima Islam serta mengamalkannya, dan Khilafah Islamiyah akan bisa terwujud. 19 Pedoman tarbiyah20 yang dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera yaitu berangkat dari pengertian tarbiyah itu sendiri bahwa ia mempunyai proses penumbuhan pembinaan yang sifatnya menyeluruh, artinya seluruh sisi kemanusian itu sendiri, baik intelektualitas maupun skill atau kualitasnya, tarbiyah mempunyai dua kategori, yaitu: a. Tarbiyah basyariah yaitu
proses pendidikan dimana manusia terlibat
langsung, ada tempat, alat, sarana, dalam arti yang formal b. Tarbiyah rabbaniyah yaitu perekayasaan Allah SWT, misalnya ketika mendapatkan masalah, di situ bisa jadi ditemukan yang sifatnya nilai-nilai tarbiyah yang sesungguhya itu karena karunia Allah SWT.
18
Jasim Muhalhil, Ikhwanul Muslimin Deskripsi, Jawaban,, Tuduhan dan Harapan, penerjemah Hawari Aulia, (Jakarta: Najah Press, 1997), cet. ke-4, h. 23 19
Dokumentasi Sesi Tanya jawab dengan Tariq Ramadhan (cucu Hasan al-Banna), pada ceramah umum dan peluncuran buku Tariq Ramadhan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, 23 Juli 2003. Lihat dalam Aay Muhammad Furqon, Ibid 20
Tarbiyah di Indonesia biasa digunakan untuk nama Fakultas yang berorientasi pada pendidikan di Perguruan Tinggi Islam dengan nama Fakultas Tarbiyah (pendidikan)
68
Kedua tarbiyah ini sangat dipentingkan dalam Partai Keadilan Sejahtera, lebih
khusus lagi menyangkut tarbiyah basyariah, karena akan
dituntut untuk membuat kurikulum tentang pembinaan keislaman, kemampuan berdakwah dan sebagainya. 21 Adapun ruang lingkup tarbiyah meliputi: a. Tarbiyah ruhiyah (pendidikan ruhani) b. Tarbiyah ‘aqliyah (pendidikan akal atau intelektual) c. Tarbiyah jasadiyah (pendidikan jasmani)22 Tarbiyah ruhiyah membentuk pendekatan langsung kepada Allah dan minhajullah dalam ibadah. Tidak ada yang lebih besar pengaruhnya dalam jiwa para kader dakwah, selain menekankan ibadah, dan keta’atan dan melaksanakan amalan-amalan sunnah. Sedangkan tarbiyah ‘aqliyah mengasah potensi intelektual dengan prinsip belajar sepanjang hayat. Belajar bukan harus di bangku formal seperti kuliah, akan tetapi tarbiyah yang dilakukan juga mengasah kecerdasan para keder. Sehingga tidak sedikit para kader Partai Keadilan Sejahtera yang tidak mengecap pendidikan formal tetapi dari keilmuan tidak ketinggalan dari yang lain. Sedangkan tarbiyah jasadiyah membentuk kader yang sehat dan kuat dengan program olajraga rutin.23 Untuk mencapai tujuan tarbiyah maka diperlukan beberapa sarana yang dapat memfasilitasi sehingga terwujudnya tujuan tarbiyah secara maksimal. 21
wawancara Abu Ridho, Jakarta 21 Agustus 2003. Lihat dalam Aay Muhammad Furqon, Ibid, h. 222 22
DH. al-Yusni, Dasar Kelanggengan Tarbiyah, dalam H. Arifinto (ed) Tarbiyah Berkelanjutan, (Tarbiyatuna, tt, 2002), cet. ke-4, h. 3-4 23
Ibid
69
Sarana-sarana yang akan di jelaskan, sifatnya sangat fleksibel dan sangat beragam, tergantung keperluan dan keadaan peserta tarbiyah. Adapun sarana tarbiyah (wasail al-tarbiyah) yaitu sebagai berikut:24 a. Halaqah Halaqah adalah sarana utama tarbiyah imaniyah tsqafiyah dalam dinamika kelompok dengan jumlah anggota maksimal 12 orang.25 Adapun fungsi dari halaqah sebagai sarana pembinaan dasar-dasar akidah, akhlak, ibadah, dan tsaqafah. Juga sebagai sarana pelatihan dan pembinaan beramal jama’i dalam mengaktulisasikan diri dalam mewujudkan keislaman.26 Halaqah biasanya diadakan sekali dalam sepekan dengan lama pertemuan 2-3 jam. Acaranya diisi dengan membaca al-Qur’an, mengdengarkan hapalan al-Qur’an atau Hadis, menyampaikan meteri halaqah dan membahasnya, membahas masalah pribadi anggota halaqah dan masalah lainnya, mutaba’ah amal yaumiyah (evaluasi amal-amal harian). b. Taushiyah Taushiyah adalah sarana latihan peserta menyampaikan materi dan menumbuhkan kepekaan ruhiyah serta ketajaman fikriyah. Sarana dalam taushiyah untuk menanamkan nilai-nilai tarbawi dalam diri peserta serta membangkitkan kesadaran dan kerinduan peserta kepada ilmu pengetahuan.
24
Ibid
25
Arsip DPW Partai Keadilan Sejahtera, Manajemen Tarbiyah Anggota Pemula, (Jakarta: DPP Partai Keadilan Sejahtera, Departemen Kaderisasi, 2003), h. 29-49 26
Ibid
70
Dari taushiyah ini peserta akn mampu menyampaikan materi halaqah. Taushiyah biasanya dilakukan antara 20-30 menit. 27 c. Daurah Daurah adalah sarana intensif untuk membekali peserta dengan metode dan pengamalan penting untuk mnegembangkan keahlian, menambah pengetahuan yang tidak mudah dilaksanakan oleh murobby. Sasaran yang hendak dicapai dari daurah untuk meningkatkan pengetahuan produktivitas peserta dalam amal dakwah dan tarbiyah, juga menambah efektifitas dan efesiensi pencapaian muwashafat peserta.28 d. Rihlah Rihlah adalah sarana tarbiyah yang dilaksanakan secara jama’i. dan lebih terfokus pada aspek fisik. Kedudukan rihlah di antara sarana tarbiyah yang lain sangatlah penting untuk menciptakan suasana ukhuwah Islamiyah dan kedisiplinan secara fisik. Adapun sasaran yang hendak dicapai dari rihlah ini agar peserta mempraktekkan nilai-nilai Islam, khususnya dalam mempererat ukhuwah dengan mengenali peserta rihlah lainnya
secara
mendalam. Dengan aktifitas fisik diharapkan peserta tarbiyah mempunyai fisik yang sehat, serta menghilangkan rasa jenuh dari rutinitas keseharian dan memperbaharui semangat. Dan tak kalah pentingnya adalah menanamkan rasa kebersamaan dalam bekerja (amal jama’i) dalam kepanitian rihlah. Biasanya rihlah dilakukan di tempat yang jauh dari
27
Ibid
28
Ibid
71
kebisingan kota dan biasanya mempunyai jarak tempuh yang jauh. Hal ini di maksudkan untuk peneparan semua etika perjalanan dan penilaian kedisiplinan dari segala persiapan keperluan. Adapun acara rihlah biasanya mengadakan olah raga, senam, lari, ada beberapa permainan dalam bentuk out bound training yang membahas tentang tema urgensi ‘amal jama’i, kedipsiplian, komitmen, ukhuwah, (persaudaraan), tsiqah (kepercayaan) dan juga mnecari solusi dari massalah yang ada.29 e. Penugasan Penugasan adalah sarana pembelajaran dalam bentuk pemberian tugas kepada peserta untuk melaksanakan aktifitas tarbiyah. Sasaran yang ingin dicapai dalam penugasan ini adalah untuk mengenali potensi dan kemampuan peserta, juga meingkatkan kesungguhan peserta dalam melaksanakan tugas, serta peserta diharapkan mendapatkan informasi dan pengetahuan tugas yang diberikan. Dalam pemberian tugas ini, murabby (Pembina) yang memberikan tugas kepada mutarabby (orang yang dibina)30 f. Seminar Seminar adalah sarana tarbiyah berupa pertemuan dengan lebih dari satu pembiara pakar untuk membicarakan persoalan tertentu. Sasaran seminar adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta
29
Arsip DPW Partai Keadilan Sejahtera, op cit, h. 35-37. Dan hasil wawancara dengan al-Hafizd, salah seorang pendiri Partai Keadilan Sejahtera, tanggal 26 Agustus 2005 30
Ibid
72
memberikan informasi aktual dan objektif, yang tak kalah penting lagi adalah meningkatkan kemampuan berfikir kritis, logis dan sistematis.31 g. Bedah Buku Bedah buku adalah sarana tarbiyah berupa pertemuan untuk membahas isi buku atau sebagainya yang telah di tetapkan dalam kurikulum tarbiyah. Adapun sasaran yang dikendaki adalah meningkatkan keaktifan peserta untuk membaca buku dan melatih peserta membuat rumusan, abstraksi dan kesimpulan buku serta melatih peserta menyampaikan hasil rumusan yang dibuat kepada forum. Buku yang dibedah sesuai dengan materi/kurikulum tarbiyah. h. Mabit Mabit adalah sarana tarbiyah ruhiyah dengan menginap bersama dan menghidupkan malam dengan beribadah. Sasarannya adalah untuk menguatkan hubungan dengan Allah dan kecintaan kepada Rasulullah, baik secara ruhi, fikri maupun ‘amali. Pelaksanaan mabit dilakukan sebulan sekali. Dilakukan setelah jam 20.00 WIB, acara dimulai dengan tasmi’ Qur’an (mendengarkan bacaan al-Qur’an) lalu menyampaikan taujih (nesehat), lalu tidur dan bangun tengah malam untuk tahajud atau qiyamul lail, kemudian muhassabah (intropeksi diri) kadang kala di sambung dengan sahur untuk puasa sunnat, lalu sholat subuh berjama’ah kemudian berzikir dengan membaca al-ma’tsurat.32
31
Ibid
32
Ibid
73
i. Mukhayyam Mukhayyam adalah sarana tarbiyah jasadiyah (pembinaan jasmani) melalui latihan fisik dan simulasi keta’atan agar peserta siap menjadi prajurit dakwah dan siap menerapkan nilai Islam di tengah masyarakat. Sasaran dari mukhayyam adalah untuk membiasakan peserta hidup di alam terbuka dengan sarana dan prasarana sederhana, meningkatkan sikap indibath
(disipllin) terhadap peraturan dan membiasakan peserta untuk
memperhatikan tarbiyah jasadiyah. Pelaksanaan mukhayyam 3 kali dalam satu tahun. Adapun tempat mukhayyam biasanya ditempat perkemahan yang memenuhi syarat hiking dan camping.33 j. Baca Buku Baca buku adalah sarana tarbiyah untuk pendalaman, penembahan wawasan dan peningkatan intelektualitas melalui media cetak yang berisi informasi. Buku yang perlu dibaca adalah buku-buku yang disesuikan dengan bidang studi, buku laris yang berkaitan dengan dakwah dan tarbiyah. Biasanya peserta diminta untuk membuat resume buku yang dibaca dan sebulan sekali didiskusikan dengan murobbynya. Adapun sasarannya adalah untuk mengkritisi pemikiran orang lain, meningkatkan minat baca dikangan peserta, melatih peserta untuk menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk lisan dan tulisan dan menambah pengetahuan dan pemahaman terhadap topik yang di bahas murobby.34
33
Ibid, h. 42-44
34
Ibid, h. 45
74
k. Taklim Rutin Partai Taklim Rutin Partai adalah sarana tarbiyah untuk angota pemula terdaftar dan sarana silahturahmi bagiseluruh kader dan simpatisan dalam satu DPRa atau DPC, Taklim Rutin Partai biasanya diadakan dalam majlis pekanan atau dua pekanan, tablig akbar bulanan, yasinan malam jum’at atau dalam pengajian iqra’. Sasarannya adalah untuk meningkatkan motivasi untuk mengikuti pengajian, sehingga dapat di tingkatkan untuk mengikuti halaqah. Agar tersampainya materi-materi umum tentang Islam dan meningkatkan interkasi dan silahturahmi antar peserta kader dan simpatisan.35
B. Pemikiran Tentang Konsep Negara Islam Menurut Partai Keadilan Sejahtera sebagaimana disampaikan oleh Hidayat Nurwahid pada masa Rasulullah dan Khalifah al-Rassyidin, Khulafa Umayyah atau Abbasiyah tidak menyebutkan dengan negara menyebutkan hal
Islam.36 Dengan tidak
tersebut, sama sekali tidak berarti kaum Muslimin
diperkenankan membangun negara sekularistis, yaitu negara yang sesuai dengan kemampuan manusiawi dan terlepas dari ajaran-ajaran pokok agama Islam atau kehilangan dimensi spiritual dan menjurus kepada kehidupan yang serba
35
36
Ibid, h. 49
M. Amien Rais, Cakrawala Islam Antara Citra dan Fakta, (Bandung: Mizan, 1999), cet. ke-10, h. 44
75
materialistis, yang didalamnya petunjuk wahyu hanya disebut-sebut secara berkala dalam kesempatan tertentu.37 Tapi yang dipentingkan menurut Hidayat Nurwahid adalah bagaimana kemudian nilai-nilai Islam itu hadir dalam kaidah kehidupan dan kemudian publik mengarahkan potensinya untuk tidak melakukan keshaliman pada apapun dan siapa pun. Didirikannya Partai Keadilan Sejahtera dengan tujuan yang sangat jelas dalam rangka “mewujudkan bangsa dan negara yang adil dan sejahtera yang diridhai Allah SWT”. Dengan kata lain, Partai Keadilan Sejahtera ingin menciptakan negara berkedilan dan berkesejahteraan (justice and welfare state).38 Pendapat Hidayat Nurwahid mendapat penguatan dari Anis Matta “kita perlu menghadirkan Islam pada seluruh kehidupan, membangun suatu pandangan fiqih bernegara yang jauh lebih luas, tidak berorintasi tekstual, hal ini dilakukan dengan semangat yang lebih subtansial. Misalnya bagaimana mengelola sistem pendidikan dengan cara Islam, mengelola sistem pertahanan kita secara Islami, mengelola sistem perekonomian kita secara Islami, itu yang penting. Dan semuanya itu menyangkut wacana dan pemikiran. Justru sebagian besar tingkat aplikatif.39 Lebih jauh Anis Matta menjelaskan bahwa tidaklah penting menangkap wacana negara Islam atau bukan negara Islam, karena negara ini milik umat Islam. Dulu orang memang mengelola negara ini dengan cara sekuler, sekarang 37
wawancara Hidayat Nurwahid Tanggal 20 Mai 2005 dan juga bisa di lihat dalam Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera, op cit, h. 234 38
39
Ibid
wawancara Anis Matta, dalam buku Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera, op cit, h. 235
76
kita ingin mengelola negara ini dengan cara Islam. Karena itu, Partai Keadilan Sejahtera tidak pernah mengusung negara Islam. Jadi sekarang jauh sebelum menggunakan syariat Islam. Jadi sekarang jauh sebelum mengunakan nama syari’at Islam, republik Islam dan seterusnya, buktikan terlebih dahulu di tingkat kenyataan, kita memang kapabel, bahwa orang enjoy kalau kita berkuasa. Ini jauh lebih penting dari pada kita menggunakan nama Islam, kemudian negara ini bangkrut ditangan kita. Intinya adalah amaliyah dan arah visi dan misinya bukan sekedar slogan biasa.40 Menurut Hidayat syari’at Islam sudah terlalu sering di salah artikan. Maka yang paling di utamakan dari syari’at Islam sekarang ini adalah bagaimana tampil menjadi solusi yang indah dinikmati. Dan dalam pelaksanaan syari’at Islam harus membawa
kepada keyakinan publik bahwa syari’at Islam tidak jadi faktor
diskriminasi, di integrasi tapi menjadi faktor yang membawa keramahmatan, faktor solusi dari sariat Islam itu sendiri. Karena publik sudah terlalu lelah dengan debat, masyarakat lebih menginginkan bagaimana syari’at Islam hadir dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam kehidupan politik.41 Meski dalam aksi politik Partai Keadilan Sejahtera tidak menggemborgemborkan syari’at Islam Partai Keadilan Sejahtera yakni bahwa tidak ada Khilafiyah (perbedaan pendapat) aturan dari Allah inilah yang sempurna, aturan syari’at inilah yang diajukan rujukan. Dan kalau ini dikatakan oleh orang memperjuangkan kebenaran dan melakukannya, bukan hanya Muslim, tapi non Muslim pada saatnya tidak akan ada kebenaran apa-apa. Karena mana mungkin 40
Ibid
41
wawancara Hidayat Nurwahid, op cit, h. 235
77
orang akan tertarik berbicara syari’at dari partai Islam kalau isinya KKN, sogok menyogok jalan yang sekarang bukan rahasia lagi42. Dalam konteks negara Islam, pemikiran yang disampaikan para tokoh Partai Keadilan Sejahtera, sesungguhnya bukan sesuatu yang baru hal tersebut telah ditulis oleh Zainal Abidin Ahmad seorang pemikir Islam yang ikut berdebat tentang negara Islam di majelis konstituante. Dalam pemikiran Zainal negara Islam tidak harus bergantung pada kepada “nama”, “simbol”, “Islam”, “pangkat” yang di sandang kepada kepala negaranya atau “rumusan yang menjadikan seolah-olah negara yang kita miliki sekarang tidak cukup syarat untuk menjadi negara Islam. Negara Islam bukanlah masalah formalitas tetapi masalah isi dan dasar yang dipakai. Republik Indonesia yang sudah hampir syarat-syaratnya hanyalah tinggal mengisinya dengan dasar dan negara Islam.43 Sedangkan Hasan al-Banna dalam mengungkapkan pemikirannya tentang negara Islam menggunakan dua Istilah; negara Islam (daulah Islamiyah), dan memperbaiki negara (islahud daulah). Pemikiran Hasan al-Banna tentang negara Islam terjadi
dwi interprestasi mendirikan negara Islam artinya menganti
pemerintahan yang nada dengan cara apapun dan mendeklarasikan sebagai negara Islam (seperti revolusi Iran). Kedua, karena negara ini milik umat Islam dan dikendalikan oleh orang-orang Islam yang fasiq (rusak), maka sudah sepatutnya negeri ini diperbaiki dengan menerapkan nilai-nilai Islam.44
42
Ibid
43
Zaenal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, (Yogyakarta: Pustaka Iqra, 2001), cet. ke-3, h. xi-xii 44
M. Amien Rais, op cit, h. 44
78
Interprestasi yang kedua inilah yang dipahami para kader Partai Keadilan Sejahtera, sebenarnya Hasan al-Banna tidak secara persis mengatakan mendirikan negara Islam (daulah Islamiyah) yang al-Banna katakan memperbaiki negara (ishlahud daulah). Artinya memperbaiki negara yang sudah ada yang dihuni mayoritas Islam. Ketika Hasan al-Banna berbicara tentang negara Islam disebuah negara yang mayorita Muslim, karena itu ia tidak mengatakan perlu mendirikan negara Islam tapi perlu mnegelola negara ini dengan cara Islam itu saja. Ishlahud daulah ini bisa di lihat dari tahapan kerja membangun pribadi Muslim, keluaraga Muslim; masyrakat Muslim memperbaiki negara Islam terminologi yang digunakan Hasan al-Banna berbeda dengan terminologi yang digunakan oleh Syi’ah setelah reformasi langsung merubah nama menjadi republik Islam.45 Menurut Hasan al-Banna negara Islam adalah negara yang merdeka, yang tegak di atas syari’at Islam, bekerja dalam rangka menerapkan sistem sosialnya, memproklamsikan prinsip-prinsipnya yang lurus dan menyampaikan dakwahnya yang bijak kesegenap umat manusia.46 Daulah Islamiyah (negara Islam), menurut al-Banna tidak akan pernah tegak kecuali di atas pondasi dakwah karena negara Islam adalah yang mempunyai keinginan untuk menegakan misi bukan sekedar bagan stuktur, bukan pula pemisahan yang materialistis dan gersang tanpa roh di dalamnya. Demikian juga sebalikanya dengan dakwah tidak mungkin tegak kecuali jika ada jaminan perlindungan yang menjaga, menyebarkannya dan mengukuhkannya.47
45
Aay Muhammad Furqon, op cit, h. 240
46
Hamid al-Ghazali, op cit, h. 189 Ibid, h. 193
47
79
Dalam konteks ini kenapa perlu negara Islam karena salah satu tugas negara Islam adalah untuk menjaga keimanan. Sebab menyebarkan Islam dengan berkhotbah saja tidak cukup tetapi harus dibantu oleh kekuatan negara jika negara tidak menjaga Islam, maka dikhawatirkan kekuasaanya akan jatuh. Menurut alBanna selama negara Islam belum tegak maka seluruh kaum muslimin akan berdosa mereka bertanggung jawab dihadapan Allah SWT, karena pengabdian mereka untuk menegakkan dan keengganan mereka untuk mewujudkannya.48 Karena tugas
negara Islam disyaratkan untuk memainkan peranan aktif dan
positif dalam menyebarluaskan Islam dan merealisasikan ide-ide Islam. Dengan kata lain, negara Islam akan menjadi agen untuk mempromosikan Islam dalam kasus ini Hasan al-Banna mengambil contoh komunis di Rusia mempunyai negara untuk mempromosikan ideologinya.49 Lebih tegas Hasan al-Banna mengatakan jika sebuah pemerintahan dengan keta’atan kepada perintah Allah dan tahu diri akan keterbatasan pemimpin dengan menerapkan konsep konsultasi, nama yang diberikannya berbeda, apapun nama Islam yang dipakai kalau tidak memenuhi syarat maka itu bukan Islam.50 Artinya jika nama yang dipakai bukan Islam, namun menjalankan prinsip-prinsip Islam itulah yang disebut pemerintahan Islam. Sedangkan jika memakai nama negara Islam tapi tidak menerapkan nilai-nilai Islam maka itu bukan negara Islam.
48
Hasan, op cit, jilid I, h. 204
49
Hamid al-Ghazali, op cit, h. 107
50
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kebangsaan, (Jakarta: Darul Falah, 1999), cet ke-1, h. 194
80
Adapun cara yang akan dipakai untuk mewujudkan terbentuknya sebuah negara Islam, maka cara yang dipakai adalah cara-cara yang konstitusional. Dengan demikian, diharapkan nanti anggota-anggota al-Ikhwan al-Muslimun akan maju menjadi calon anggota ahlul halli wa aqdi mewakili umat.51 Sedangkan alasan mengapa sistem pemilu tidak perlu ditolak, karena sistem parlemen yang modern pemilihan umumnya (dengan segala variasinya) menuju kearah terbentuknya ahlul halli wa aqdi. Dalam konspsi Islam tida ada urgensinya menolak sistem parlementer, namun dengan syarat bahwa dalam pemilu benarbenar mengarah kepada pemilihan ahlul halli wa aqdi. Dengan kata lain anggota ahlul halli wa aqdi, adalah yang terpilih dalam pemilu dan bukan yang diangkat dan di tunjuk oleh penguasa. Karena itu pula, dalam memutuskan atau membuat berbagai kebijakan masyarakat tidak perlu melakukan referendum tapi cukup dengan keputusan ahlul halli wa aqdi yang merupakan representasi dari rakyat.52
C. Pemikiran Tentang Konsep Khilafah Menurut Hasan al-Banna tahapan akhir dari proses pembinaan (tarbiyah) adalah mengembalikan kekhalifahan Islam. Bagi Hasan al-Banna kekhalifahan menjadi sangat penting untuk mempersatukan ummat (unit) dan melindungi (protect) ummat Islam diseluruh dunia. namun bagi Partai Keadilan Sejahtera banyak terinspirasi oleh pemikiran Hasan al-Banna memandang bahwa konsep
51
Ibid, h. 190
52
Ibid, h. 262-26
81
kekhalifahan saat ini perlu direkontuksi.53 Dalam pandangan elit Partai Keadilan Sejahtera khilafah adalah konsep tentang suatu kekuasaan yang menyatu bagi seluruh wilayah-wilayah Islam dalam suatu kekuasaan yang tertinggi, dalam suatu kendali tetapi bagaimana pengendalian itu dilakukan secara bersama-sama, itu terpulang kepada formatnya yang disesusaikan dengan situasi-situasi pada zaman setiap generasi.54 Menurut Hidayat Nur Wahid kekhalifahan adalah sebuah aktifitas politik dimana nilai-nilai Islam hadir, dimana peran dari politik Islam berhasil, yang mungkar bisa minimalisir dan yang ma’ruf bisa dimaksimalisasikan. Kekhalifahan itu hadir kalau dilihat dari khalifahan ar-Rasyidin, Umayah, Abbasyiah, apa yang dikatakan Ibnu Taimiyah bahwa mungkin saja anggota khilafah bisa muncul menjadi kekhalifahan-kekhalifahan kecil atau lokal.55 Pada zaman sekarang ini apakah nama kekhalifahan harus berwujud dengan khilafah atau yang lain, bukankah negara republik atau kerajaan misalnya dalam skala tertentu bisa disebut khilafah?. Dalam pandangan Hidayat Nur Wahid apapun namanya, republik atau kerajaan, kalau disitu berjalan dengan baik nilainilai keadilan, kesejahteraan, keislaman, pembardayaan, tidak terjadi praktekpraktek korupsi, penindasan, kezaliman, nepotisme, tirani dan kemudian terjadi
53
Amir Syakib Arselan, Hadhiru al-Alami, dalam Zaenal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, (Yogyakarta: Pustaka Iqra’, 2001), h. xi-xii 54
Wawancara Anis Matta dalam Aay Muhammad Furqon, op cit, h. 248
55
Wawancara Hidayat Nur Wahid, op cit, h. 249
82
mekanisme kepemimpinan yang Islami, maka itu bisa disebut kekhalifahan itu sendiri.56 Sementara dalam perkembangannya apa yang dicita-cita Hasan al-Banna untuk merintis adanya kekhilafahan sudah silakukan melalui OKI, meski kemudian fungsi dari OKI belum maksimal. Sementara Partai Keadilan Sejahtera lebih melihat fungsi kekhilafahan itu sendiri. Jika suatu negeri mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam dan berwibawa untuk membantu dan melindungi negeri Islam lainnya maka negara tersebut telah memerankan dirinya sebagai kekhilafahan, meskipun bentuk dan namanya republik dan namanya kerajaan. Alasannya bentuk sosio-kultural dan geopolitik pada zaman modern ini sudah berbeda dengan masa lalu lebih jauh Partai Keadilan Sejahtera melihat konsep kekhilafahan. Secara substansial lebih penting dengan mempertimbangkan perubahan tatanan dunia yang sangat dinamis ini.57
D. Analisa Pemikiran Hasan al-Banna Pada Partai Keadilan Sejahtera 1. Kontribusi Pemikiran Hasan al-Banna pada Partai Keadilan Sejahtera Dalam konteks Kontribusi Pemikiran Hasan al-Banna, penulis melihat apa yang dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera terinspirasi dari apa yang dikatakan Hasan al-Banna dalam Risalah Hal Qauman ‘Amaliyun, seperti dikutip Mahfuz Shiddiq: “Kader adalah rahasia kehidupan dan kebangkitan berbagai umat, sejarah umat adalah sejarah para kader yang militan dan memiliki kekuatan jiwa serta kehendak. Sesungguhnya kuat lemahnya suatu umat diukur dari 56
Ibid
57
Ibid
83
sejauh mana suburnya umat tersebut dalam mengha silkan kader-kader yang memiliki sifat mujtahid”58 Lebih lanjut Hasan al-Banna mengatakan: “Kita tahu benar apa yang kita inginkan dan kita tahu benar cara untuk mewujudkannya (negara). Pertama-tama kita membutuhkan individu muslim, setelah itu kita menginginkan rumah tangga yang Islami. Setelah itu kita menginginkan setiap jengkal dari negeri kita bergabung dengan kita, kemudian kita menginginkan agar panji Allah berkibar kembali di seluruhwilayah itu. Bersamaan dengan itu, kita ingin kembali memproklamsikan dakwah kita keseluruh dunia, menyampaikan kepada umat manusia seluruhnya, mengsosialisasikan ke seluruh penjuru bumi.”59
Menurut
penulis apa yang menjadi sarana tarbiyah
dari
Partai
Keadilan Sejahtera pada dasarnya sama dengan sarana tarbiyah yang digagas Hasan al-Banna, yang di aplikasikan dalam gerakan al-Ikhwan al-Muslimun, yaitu terdiri dari tarbiyah (pembinaan) ruhiyah (spiritual), tarbiyah ‘aqliyah (intelektual) tarbiyah jasadiyah (jasmani). Ketiga unsur ini mendapat porsi yang sama dan seimbang dalam tarbiyah baik yang digagas Hasan al-Banna maupun yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtera Namun dalam realitas Partai Keadilan Sejahtera
mereformasi
pemikiran Hasan al-Banna dengan menerima adanya multi partai sebagai realita poltik yang ada di Indonesia. Dengan membentuk partai, maka eksistensi partai politik bagi para aktivis Partai Keadilan Sejahtera mengandung makna yang sudah saatnya dakwah memasuki marhalah jahriyah jamahiriyah (fase terbuka kemasyarakatan) dengan peran-mperan perubahan pada mihwar siyasi (orbit kemasyarakatan), fase ini menuntut kader-kader 58
Aay Muhammad Furqon, op cit, h. 218
59
Jasim Muhalhil, op cit, h. 23
84
dakwah mentransformasi diri dan dakwahnya ditengah masyarakat, secara terbuka dan luas.60 Walaupun terdapat sedikit terjadinya perbedaan pandangan terhadap multi partai antara Partai Keadilan Sejahtera dengan Hasan al-Banna, merupakan suatu yang wajar, apalagi pendapat keduanya hidup dalam dua zaman yang sangat jauh berbeda. Namun keduanya sepakat dan percaya bahwa partai politik merupakan akselator bagi kebangkitan umat. Namun sayangnya akselerasi ini tidak terjadi disaat Hasan al-Banna hidup.61 Hal ini bisa di lihat dari perlakuan Hasan al-Banna terhadap partai politik. Meski dirinya mengkritik sistem multi partai, namun dirinya pernah mencalonkan menjadi anggota parlemen melalui partai politik. Dengan ini Hasan al-Banna percaya untuk melakukan perubahan di parlemen tiada cara lain kecuali harus turut dalam pemilu. Dari keikutsertaannya dalam menjadi anggota parlemen Hasan al-Banna menemukan sebagai kecurangan dalam pemilu yang multi partai. Karna itulah, kritik al-Banna tidak pada sistem kepartaian tetapi perilaku berpartainya.62 Negara Islam menurut Partai Keadilan Sejahtera sama dengan apa yang dikemukan Hasan al-Banna yaitu yang penting dari negara Islam, tetapi nilainilai Islam hidup di negara tersebut maka itulah yang dikatakan dengan negara Islam. Dan ini yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtera, bagaimana orang tidak terjebak dengan slogan dan meninggalkan yang substansional dari nilai 60
Agenda Dakwah di ‘Am Jamarihi, http//pk-sejahtera.or.id/pks/profil.php?pid=3 di akses pada tanggal 23 Novenber 2009 61
Aay Muhammad Furqon, op cit , h. 195
62
Ibid
85
Islam. Kalau umat Islam nanti sudah menerima Islam secara baik maka negara Islam akan berdiri dengan sendirinya. Disini penulis melihat secara substansi pemikiran Hasan al-Banna dan Partai Keadilan Sejahtera sepakat untuk menginginkan kembali peranan dan fungsi dari khilafah. Bagi al-Banna mengembalikan khilafah hukumnya wajib. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera kewajiban khilafah sesuai dengan kemampuan. Dan dari segi formatnya Partai Keadilan Sejahtera melihat disesuaikan dengan kondisi saat ini. Bagi Hasan al-Banna dan al-Ikhwanul alMuslimin untuk mengembalikan eksistensi khilafah sebagai agenda utama dalam manhaj-nya. Meski demikian, Ikhwan juga meyakini bahwa untuk mencapai
khilafah
membutuhkan
banyak
“pengantar”
yang
harus
diwujudkan.63 Diantara upaya yang harus dilakukan oleh negara-negara Islam dan Arab adalah peningkatan kerjasama kebudayaan, sosial dan ekonomi antar seluruh negara. Setelah itu, membentuk koalisi, membuat perjanjian, mendirikan lembaga-lembaga dan mengadakan konferensi antar negara-negara muslim. Setelah itu membentuk persekutuan bangsa-bangsa Muslim, dan jika hal itu ttelah diwujudkan, akan dihasilkan sebuah kesepakatan mengangkat imam yang satu, yang penengah, pemersatu dan penentram hati.64 Islam yang dipahami oleh Partai Keadilan Sejahtera seperti yang tertulis dalam jati diri partai tersebut begitu jelas mengambil rujukan dari pemikiran Hasan al-Banna yaitu pemikiran yang bersifat integralistik. Tak dapat dibantah 63
Hasan, Risalah Pergerakan, op cit, jilid I, h. 286
64
Ibid
86
adanya kesamaan antara tokoh-tokoh tersebut dengan Hasan al-Banna tentang keterkaitan Islam dengan politik yang tidak bisa dipisahkan. Namun yang menarik, dari tokoh-tokoh pembaharuan Islam di atas ternyata Partai Keadilan Sejahtera lebih banyak mengadopsi pemikiran Hasan al-Banna, Karena hanya Hasan al-Banna mampu mengubah wacana menjadi sebuah gerakan. Dan itulah kontribusi terbesar Hasan al-Banna, dari para pembaharu dan pembangkit Islam sebelumnya.65 Menurut hemat penulis inilah yang menjadi inspirasi kenapa Partai Keadilan Sejahtera “mengadopsi” secara langsung apa yang di sampaikan Hasan al-Banna. Namun terlepas dari itu semua, hal yang paling penting dicermati adalah positioning partai menurut persepektif Partai Keadilan Sejahtera. Bahwa partai bukan kelanjutan logis dari kehendak untuk mengejar dan untuk mempertahankan kekuasaan
politik, melainkan kelanjutan dari dakwah
Islamiayah. Dengan demikian, bagi kalangan Partai Keadilan Sejahtera mendirikan partai politik sama dengan sebangunan maknanya dengan upaya memasuki dimensi politik sebagai bagian dari dakwah Islamiyah. Tujuan dari semua ini adalah aktualisasi universalitas Islam dalam rangka mewujudkan keseimbangan hidup manusia dan masyarakat dalam berbagai dimensinya. Tidak bisa tidak, partai politik lalu berperan sebagai kekuatan alternatife terhadap perjuangan pollitik kaum Muslimin dalam mengemban tugas dakwah.
65
Anis Matta, Pengantar dalam buku Abdul Hamid al-Ghazali, Meretes Jalan Kebangkitan Islam Peta Pemikiran Hasan Al-Banna, (Solo: Era Intermedia, 2001), h. ii
87
Inilah
yang
sapat
menjelaskan
mengapa
Partai
Keadilan
Sejahtera
mendeklarasikan dirinya sebagai partai dakwah.66 2. Sikap Partai Keadilan Sejahtera Terhadap Pemikiran Hasan al-Banna Sikap Partai Keadilan Sejahtera dengan al-Ikhwan al-Muslimun (gerakan dakwah terbesar yang didirikan Hasan al-Banna). Dapat kita temukan dari apa yang di sampaikan oleh Yusuf al-Qardhawi (tokoh al-Ikhwanul al-Muslimun) bahwa “Partai Keadilan Sejahtera adalah imtidad (perpanjangan tangan) dari gerakan al-Ikhwan alMuslimun di Mesir…” menurut Aay Muhammad Furqon kata imtidad memang mempunyai arti perpanjangan tapi bukan perpanjangan tangan namun dalam arti seperti benda yang di jatuhkan kedalam air dan mempunyai riak air di sekelilingnya. Dengan demikian menurut hemat penulis Partai Keadilan Sejahtera parpanjangan dari al-Ikhwan al-Muslimun bukan dalam artian bentuk stuktural tapi Partai Keadilan Sejahtera terkena imbas dari riak al-Ikhwan al-Muslimun ini dibuktikan dengan pemikiran Hasan al-Banna yang pernah di terapkan pada al-Ikhwan al-Muslimun menjadi inspirasi bagi aktivis Partai Keadilan Sejahtera dalam aktivitas politiknya.
66
Sekilas Partai Keadilan Sejahtera, op cit, h. 21-22 lihat juga Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Keadilan Sejahtera pasal 6
88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan pengkajian secara mendetail tentang aspek pemikiran politik Hasan al-Banna pada Partai Keadilan Sejahtera, maka penulis dapat mengambil kesimpulan, yaitu sebagai berikut: 1. Pemikiran politik Hasan al-Banna mencakup pemikirannya terhadap politik dan partai politik, konsep negara Islam dan konsep khilafah. Beliau mengatakan politik terbagi dua pemahaman, dan keduanya terkait dengan Hizbiyah (kepartaian), yaitu terdiri dari: politik internal dan politik eksternal karena itu Islam tidak mungkin bisa di pisahkan dari politik.. 2. Pemikiran Hasan al-Banna pada Partai Keadilan Sejahtera terlihat dari konsep dakwah dan konsep tarbiyah gerakan al-Ikhwan al-Muslimun hingga eksis sampai sekarang ini. pola tarbiyah (pembinaan) dan partai kader merupakan faktor yang menyebabkan ketertarikan para aktivis gerakan Islam (aktivis Partai Keadilan Sejahtera) akan pemikiran Hasan al-Banna sebagai konsep pembinaan kader al-Ikhwan al-Muslimun, ketertarikan ini dikarenakan konsep tarbiyah yang digagas Hasan al-Banna lebih menekankan pada tataran aplikatif ketimbang wacana. Aktivitas tarbiyah merupakan suatu kemestian bagi kader Partai Keadilan Sejahtera, seperti itu juga yang dipahami oleh kader al-Ikhwan al-Muslimin dengan adigium “tarbiyah bukan segala-galanya, namun segalagalanya tidak bisa di raih melalui tarbiyah”. Ucapan Mushtafa Mashur 88
89
(mursyid ‘am al-Ikwanul al-Muslimun ke-4) sangat poluler di kalangan Partai Keadilan Sejahtera. Konsep tarbiyah inilah yang bersinggungan dengan aktivis Partai Keadilan Sejahtera, yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama aktivis tarbiyah. Proses pembelajaran (tarbiyah) ini pulalah yang menjadi benang merah dari semua peran dan kprah gerakan dakwah Partai Keadilan Sejahtera. Apa yang dilakukan oleh gerakan ini dengan lembaga-lembaga yang mereka dirikan pada tahun 1990-an
hanyalah memindahkan proses belajar yang
selama ini mereka lakukan dalam halaqah-halaqah termasuk di dalamnya ketika gerakan ini mendirikan partai. 3. Kontribusi pemikiran Hasan al-Banna pada Partai Keadilan Sejahtera dapat dilihat dari kesamaan pemikiran. Seperti yang disampaikan oleh Anis Matta, “bahwa kelahiran Partai Keadilan Sejahtera sangat dipengaruhi oleh gerakan Islam politik Timur Tengah khususnya Mesir, terutama pemikiran-pemikiran Hasan al-Banna (Imam al-Ikhwan al-Muslimun) yang banyak menjadi sumber inspirasi gerakan dakwah Partai Keadilan Sejahtera di Indonesia, terutama dalam hal pemikiran pembaharuan Islam, termasuk kedalamnya tentang politik dan partai politik, negara Islam serta konsep khilafah Islamiyah.
B. Saran-Saran Dari uraian yang telah penulis paparkan maka perlu rasanya penulis menyapaikan saran-saran Hasan al-Banna dan Partai Keadilan Sejahtera memahami Islam sebagai agama universal dan untuk itu harus ada kajian-kajian yang mendalam supaya tidak terjebak dalam pemahaman yang sempit mengenai
90
Islam. Dan perlu penjelasan yang komprehensif mengenai cakupan ajaran Islam tersebut. Selanjutnya penulis menganjurkan kepada peneliti berikutnya untuk mengkaji dan menganalisa kiprah Partai Keadilan Sejahtera dalam berbagai aspek seperti menyampaikan pesan dakwah di parlemen sebagai manivestasi dari pemahaman yang Islam yang syamil, kamil dan mutakammil
(menyeluruh,
sempurna dan menyempurnakan). Terakhir penulis berharap penelitian ini mempunyai manfaat yang berarti dalam memperluas cakrawala pemikiran pembaca dan dapat menjadi koleksi bagi perkembangan ilmu-ilmu keislaman. Wallahu alam bish shawwhab.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Muiz Ruslan, Usman, Tarbiyah Siyasiyah; Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin; Studi Analisis Evaluatif terhaddap Proses Pendidikan Politik “Ikhwan” untuk Para Anggota Khususnya dan Seluruh Masyarakat Mesir Umumnya, dari tahun 1928-1954, (Solo: Era Intermedia, 2000), cet. ke-1. Abidin Ahmad, Zaenal, Membangun Negara Islam, (Yogyakarta: Pustaka Iqra, 2001), cet. ke-3 Abied Shah, M. Aunul, Islam Garda Depan: Mozaik Pemikiran Islam Timur Tengah, (Bandung, Mizan, 2001), cet. ke-1 Agama RI, Departemen, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta; Naladana, 2004), cet. ke-1 Agenda Dakwah di ‘Am Jamarihi, http//pk-sejahtera.or.id/pks/profil.php?pid=3 di akses pada tanggal 23 Novenber 2009 al-Banna, Hasan, Hadis al-Tsulasa’, (Kairo: Maktabah al-Qur’an, tt) al-Banna, Hasan, Mujmu’ah Rasail, (Iskandariyah: Dar-al-Dakwah, 1990) al-Banna, Hasan, Muzakirat ad-Dakwah wa al-Daiyah, (kairo:Dar al-Tauzi wa al-Nasyyr al-Islamiyah, [tt]) al-Banna, Hasan, Risalah Pergerakan, (Iskandariyah: Dar-al-Dakwah, 1990), jilid 2 al-Hajrasi, Fuad, al-Imam al-syahid Hasan al-Banna, Halm Liwa’ al- Dakwah Fi Qurn al-Isyrin, (Mesir: t.p., 1999) cet. ke-2 al-Yusni, DH, Dasar Kelanggengan Tarbiyah, dalam H. Arifinto (ed) Tarbiyah Berkelanjutan, (Tarbiyatuna, tt, 2002), cet. ke-4 Anggaran Rumah Tangga Ikhwanul Muslimin Anggaran Rumah Tangga PKS
Arsip DPW Partai Keadilan Sejahtera, Manajemen Tarbiyah Anggota Pemula, (Jakarta: DPP Partai Keadilan Sejahtera, Departemen Kaderisasi, 2003) as-Sayyid Shaleh, Sa’adudin, al-Mu’amarah Dhidd al-Islam, (terjemahan Muhammad Thalib), (Yogyakarta: Windah Press, 2000), cet. ke-1 Asymaswi, Shalih, Siyasatuna, Rabi’ul Awwal 1357)
dalam Majalah an-Nadzir, Th I, No. 1 (30
Basyri, Thariq, al-Muslimun wa al-Jama’ah al-Wathaniyah, Hai’ah Misriyah alAmmah lil Kitab, (Kairo: tt) Buku Saku Pemenangan Pemilu 2009, Kader PKS Mewujudkan Iman dengan Amal Siyasi Untuk Kesejahteraan Bangsa, (Jakarta: Tim Pemenangan Pemilu Nasional (TPPN), 2009), cet. ke-2 Burhanudin, Nanang, Penegakan Syari’at Islam Menurut Partai Keadilan, (Jakarta: al-Jannah, 2003), cet. ke-1 Dokumentasi Sesi Tanya jawab dengan Tariq Ramadhan (cucu Hasan al-Banna), pada ceramah umum dan peluncuran buku Tariq Ramadhan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, 23 Juli 2003 Esposito, Jhon L, Ensiklopedi Oxfort Dunia Islam Modern, (Penerjemah Eva Y.N, dkk dari judul asli The Oxford of the Modern Islamic World), (Bandung: Mizan, 2001) cet. ke-1 jilid ke-1 Fathi, Yakan, Revolusi Hasan Al-Banna, Gerakan Ikhwanul Muslimin dari Sayyid Quthub sampai Rasyid Al-Ghanusy, (Jakarta: Harakah, 2002) Furqon, Aay Muhammad, Partai Keadilan Sejahtera, Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontempore. (Jakarta: Teraju Mizan Publika, 2004) cet. ke-2 Hamid Al-Ghazali, Abdul, Maretas Jalan Kebangkitan Islam, terj. Wahid Ahmadi dan Jasiman, LC. Judul asli; Haula Asasiyat Al-Masyru’ AlIslami, Linahdah Al-Ummah (Qiraah Fi-Fikr Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna (Solo: Era Intermedia, 2000) Hawwa, Said, al-Madkhal ila Dakwah Ikhwan al-Muslimun, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1983), cet. ke-3.
Ihza Mahendra, Yusril, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Polilitik Islam, (Paramadina, 1999) Jackson, Karl D, Kewibawaan Tradisional Islam dan Pemberontakan Kasus Darul Islam Jawa Barat, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), cet. ke-2 Jundi, Anwar, Hasan al-Banna, al-Daiyah al-Imam wa al-Mujadid wa al-Syahid, (Beirut: Dar al-Qalam, 1978), cet. ke-1 Kamarudin, Ada Apa Dengan Partai Keadilan Sejahtera. Catatan dari warga Universitas Indonesia. (Jakarta: Pustaka Navka, 2003) Matta, Anis. Pengantar dalam Buku Abdul Hamid Al-Ghazali, Meretas Jalan Kebangkitan Islam; Peta Pemikiran Hasan al-Banna, (Solo: Era Intermedia, 2001), cet. ke-1 Muhammad Sayyid, Al-Wakil, Pergerakan Islam Terbesar Abad ke-14 H. (Bandung: Asy-Syamil Press dan Grafika, 2001) Muhalhil, Jasim, Ikhwanul Muslimin Deskripsi, Jawaban,, Tuduhan dan Harapan, penerjemah Hawari Aulia, (Jakarta: Najah Press, 1997), cet. ke4 Nasim, Sulaiman, shiyaghah at-Ta’liim al-Mishri al-Hadits,Partai Keadilan Sejahtera, Kebijakan Dasar. Nur Mahmudi Ismail, Jati Diri Partai Keadilan; Dalam Sahar L. Hasan, Kuat Sukardiyono, Dadi M. H. Basri. Memeilih Partai Islam: Visi, Misi dan Persepsi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998) P. Mitchell, Richard, The Society of Muslim Brother, (New York, Oxford University Press, 1969) Poerwadarminta, WJS Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka., 1983) Qardhawi, Yusuf, Nahwa wihdah al-Fikriyah li al-Amilin li al-Islam, (Kairo: Maktabah Wahdah, [tt]) Rais M, Amien, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung: Mizan, 1999), cet. ke-10
Ridho, Abu, Untung Wahono, Syamsul Balda, Politik Dakwah Partai Keadilan Sejahtera, DPP Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: tt, 2000) Saefullah Fatah, Eep, Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokrasi Pasca Orde Baru , (Bandung: Mizan, 2000), cet. ke-1 Sekilas Partai Keadilan , DPP Partai Keadilan, (Jakarta: DPP PK, 1998) Syakib Arselan, Amir, Hadhiru al-Alami, dalam Zaenal Abidin Membangun Negara Islam, (Yogyakarta: Pustaka Iqra’, 2001)
Ahmad,
Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kebangsaan, (Jakarta: Darul Falah, 1999), cet ke-1 Widagdo, H.B. Dkk, Manajemen Pemasaran Politik Era Reformasi, (Jakarta: Golden Trayon Press, 1999)