ASPEK MASYARAKAT DAN FAKTOR
LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN DAERAH TUJUAN WISATA ALAM DAN EKOLOGI (TINJAUAN ATAS RENCANA PENGEMBANGAN DAERAH TUJUAN WISATA GUNUNG SALAK ENDAH KABUPATEN BOGOR)
OLEH: KUSMAYADI
ERVINA TAVIPRAWATI
SARI
Pergeseran paradigma dari pariwisata lama ke pariwisata baru, telah mendorong pelaku pariwisata semakin menyadari eksistensi ekosistem sebagai bagian dari kegiatan wisatanya. Mereka
menyadari
betapa
pentingnya
keseimbangan
lingkungan dan kelestarian sumber daya alam bagi kehidupan generasi yang akan datang. Model pengembangan pariwisata yang sangat tepat untuk menciptakan ekosistem yang lestari adalah pengembangan
wisata ekologi (ecotourism) dan pariwisata alam terbuka, yang tidak merubah kondisi alam yang ada.
Masyarakat di daerah tujuan wisata, sebagai bagian dari komunitas yang mempunyai peranan penting dalam menata pariwisata berkelanjutan sangat diharapkan keterlibatannya dalam mengembangkan pariwisata. Sehingga pengembangan pawisata yang berpalsafahkan kelestarian sumber daya alam harus dimulai, direncanakan dan dilaksanakan oleh mereka. Ir. Kusmayadi (Lektor Muda), Ka. Puslitdimas STP Trisakti, Ervina Taviprawati, SE, Staf Puslitdimas, pengajar STP Trisakti
82
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
PENDAHULUAN Saat ini, pembangunan sektor pariwisata sedang mengalami cobaan sangat berat yang datang silih berganti. Bermula dari timbulnya bencana asap sampai menutupi kawasan Asia Tenggara, telah menghalangi masuknya para wisatawan ke Indonesia. Belum tuntas masalah asap, wabah demam berdarah kemudian melanda, yang berdampak terhadap takutnya para wisatawan untuk datang ke Indonesia. Peristiwa terakhir adalah maraknya aksi penjarahan dan kerusuhan yang semakin memperburuk citra kepariwisataan nasional. Padahal apabila kondisi di atas tidak terjadi, maka Indonesia akan menjadi tujuan wisata yang paling murah di dunia, sebagai dampak menguatnya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Walaupun demikian, pembangunan kita akan tetap menggantungkan harapan yang sangat besar terhadap sektor pariwisata, karena sektor ini diyakini akan mampu menggeser sektor lain di dalam perolehan devisa di masa yang akan datang. Hal ini cukup beralasan mengingat, sektor
ISSN 1411-1527
pariwisata kita jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan negara-negara lain yang tidak memiliki kekayaan alam dan budaya yang beragam seperti di Indonesia. Kita memiliki aset wisata budaya yang tak ternilai harganya. Keaneka ragaman suku/etnik merupakan sumber bermacammacam budaya, tradisi, sejarah, mode busana, makanan, seni –– tari-tarian, musik, masakmemasak, patung, lukisan dan lain-lain–– dan keanekaragaman hayati; flora dan faunanya. Dikatakan sangat menguntungkan karena dewasa ini ada kecenderungan pergeseran motivasi berwisata –– dari wisata rekreasi/bersenangsenang ke wisata budaya–– seperti yang diungkapkan Black (1996) yang menyatakan bahwa wisatawan yang berkunjung ke daerah tujuan wisata saat ini lebih menunjukkan kecenderungan pada wisata budaya dari suatu bangsa termasuk sejarah dan kehidupan masa lalu. Wisata budaya dicirikan oleh minat dari para wisatawan untuk melihat dan mengetahui gaya hidup masyarakat lain baik di masa sekarang maupun di masa yang telah silam.
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
Asset di atas akan memberikan keuntungan dan manfaat optimal apabila kita mengemas dan memasarkannya sebagai produk wisata yang khas dan langka yang hanya dimiliki oleh negeri kita. Oleh karena itu, kesadaran kita –– sebagai bagian dari masyarakat– – akan pentingnya pengembangan asset tersebut perlu terus dipelihara dan dikembangkan. Pengembangan sektor pariwisata pada hakekatnya merupakan interaksi antara proses sosial, ekonomi dan industri. Oleh karena itu unsurunsur yang terlibat di dalam proses tersebut mempunyai fungsi dan peranan masingmasing. Peran serta masyarakat diharapkan mempunyai andil yang sangat besar dalam proses ini. Untuk itu masyarakat ditempatkan pada posisi; memiliki, mengelola, merencanakan dan memutuskan tentang program yang melibatkan kesejahteraannya (Korten, 1984). Di sisi lain, pembangunan pariwisata saat ini, telah menimbulkan dampak negatif yang tidak hanya merugikan masyarakat sekitar kawasan wisata, melainkan lebih luas cakupannya. Dampak negatif
83
yang dapat dirasakan antara lain (1) adanya pergeseran nilainilai budaya dan adat istiadat tradisional (yang sebenarnya merupakan daya tarik wisata), bagi pengembangan wisata budaya (2) terjadinya pengrusakan lingkungan oleh masyarakat sekitar, sebagai akibat dari kesenjangan distribusi pendapatan parisiwata dan pendatang yang tidak menyadari arti pentingnya kelestarian lingkungan, (3) berkurangnya keaneka ragaman hayati (flora dan fauna) sebagai akibat dari pemanfaatan dan eksploitasi yang berlebihan. Pemanfaatan lereng pegunungan untuk tujuan wisata saat ini masih menjadi kecenderungan pihak-pihak pengembang kawasan wisata. Namun pembangunan yang selama ini dilakukan, kebanyakan tidak/kurang memperhatikan aspek kelestarian alam, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif yang sangat besar. Dampak langsung yang secara nyata dapat kita rasakan antara lain (1) menurunnya kualitas (kesuburan) sumber daya lahan sebagai akibat erosi lapisan topsoil, baik disebabkan oleh air hujan maupun oleh angin (2) timbulnya bencana banjir yang
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
ISSN 1411-1527
84
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
disertai longsor karena resapan air (run off tinggi) yang tidak tertahan oleh tumbuhan, (3) kekurangan air di musim kemarau, (4) konversi CO2 oleh vegetasi menjadi O2 tumbuhan berkurang, sehingga suhu terasa menjadi lebih panas. Pembangunan kepariwisataan seperti digambarkan di atas, terjadi juga di lereng Gunung Salak Kabupaten Bogor. Lereng gunung ini seharusnya dimanfaatkan, dijaga dan dilestarikan karena merupakan sumber kehidupan masyarakat banyak. Manfaat tak langsung dari keberadaan gunung ini antara lain; (1) sebagai penyimpan cadangan/sumber air bersih untuk wilayah Jakarta-Bogor-Tangerang dan Bekasi (Jabotabek), (2) sebagai paru-paru yang membersihkan udara di langit Jabotabek, sehingga dihasilkan udara segar bagi masyarakat di sekitarnya, (3) menahan dan mengatur pertemuan arus angin dari yang bertiup dari Laut Jawa (dari arah Jakarta) dan Samudra Indonesia (dari arah Sukabumi). Oleh karena itu, pengembangan pariwisata di kawasan ini harus dilakukan secara terpadu dan berkelanISSN 1411-1527
jutan. Pembangunan pariwisata secara terpadu akan memberikan multiplier effect terhadap peningkatan kegiatan sektor lain. Sedangkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, akan dapat menjamin pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mempertaruhkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian pengembangan pariwisata harus memadukan pembangunan dengan lingkungan sejak awal proses perencanaan hingga pelaksanaannya di lapangan. WISATA EKOLOGI (ECOTOURISM) Lauscarian (1995) mengungkapkan bahwa wisata ekologi terdiri atas berwisata ke/dan mengunjungi kawasan wisata alamiah yang relatif tak terganggu dengan niat betulbetul obyektif untuk melihat, mempelajari, mengagumi keindahan alam, flora, fauna termasuk aspek-aspek budaya baik di masa lampau maupun di masa sekarang, yang mungkin terdapat di kawasan wisata tersebut. Wisata ekologi menekankan pada upaya pelibatan masyarakat setempat dalam proses sehingga mereka dapat memperoleh keuntungan
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
sosio-ekonomi dari proses dimaksud. Dalam keterlibatannya, masyarakat harus memperoleh petunjukpetunjuk dan pengaturan, guna memperoleh saringan (filter) yang ketat terhadap masuknya pengaruh negatif para wisatawan. Wisata ekologi didefinisikan juga sebagai perjalanan yang penuh arti ke daerah-daerah asli untuk memahami kebudayaan dan sejarah ekologi dari lingkungan tersebut, sambil memelihara keterpaduan dari ekosistem dan memberikan kesempatan ekonomi kepada penduduk asli di kawasan wisata. Wisata ekologi adalah pariwisata berskala kecil yang memberikan sensitifitas manusia pada keragaman kekayaan alam dan kebudayaan sehingga menimbulkan keinginan untuk mempelajari dan menghormatinya. Wisata ekologi menjadi semakin populer karena adanya kejenuhan di dalam pariwisata massal, sehingga kondisi ini menyebabkan bergesernya wisatawan pada wisata yang lebih khusus, yang menawarkan kepekaan terhadap lingkungan. Selain itu, adanya kecenderungan budaya hijau yang
85
didukung komitmen politik dunia dengan lahirnya Deklarasi Rio dan cetak birunya agenda21 pada KTT bumi di Rio de Janeiro, Brazil 1992 (Kompas, 12 Juli 1994:10). Wisata ekologi konsepnya lebih sempit dan lebih banyak memberi perhatian bagi konservasi alam dan pembangunan penduduk lokal. Suatu perjalanan dengan kelompok kecil ke suatu kawasan yang masih asli dengan tidak meninggalkan polusi apa pun di kawasan tersebut. Wisatawan akan melihat dan belajar secara langsung mengenai masalah lingkungan melalui perencanaan dan pengalaman mereka di lapangan. Kunjungan ini harus direncanakan sedemikian rupa sehingga penduduk lokal memperoleh nilai tambah secara ekonomi dan sumber daya alamnya terlindungi untuk waktu yang akan datang sehingga benar-benar merupakan aset yang besar bagi generasi yang akan datang.
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
ISSN 1411-1527
86
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
konservasi swadaya berkelanjutan.
Wisata ekologi merupakan suatu proses yang saling berkaitan, di mana manusia dan sumber daya alam sebagai input bagi kawasan wisata ekologi, sedangkan output yang dihasilkan akan kembali kepada kedua input tersebut. Output langsung akan didapatkan oleh manusia berupa pengetahuan, hiburan, kesegaran, kesehatan dan lain-lain. Sedangkan output langsung bagi sumber daya alam adalah terbinanya
yang
Output tak langsung bagi kedua input tersebut adalah adanya penyadaran dalam mensikapi alam di masa yang akan datang. Kesadaran ini diharapkan tumbuh akibat adanya kesan yang mendalam yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi dengan alam dan lingkungannya yang disertai pemahamanpemahaman ekologis yang
GAMBAR 2.
KONSEP KETERKAITAN INPUT OUTPUT WISATA EKOLOGI
ALAM
WISATA EKOLOGI
INPUT
OUTPUT TAK LANGSUNG
INPUT
penyadaran mensikapi alam di hari esok
konservasi swadaya
OUTPUT LANGSUNG
Hiburan, pengetahuan, dll
MANUSIA ISSN 1411-1527
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
87
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
diperoleh selama kunjungan wisata. Hubungan input-prosesoutput dalam wisata ekologi seperti terlihat pada Gambar 2. Di dalam melakukan wisata ekologi, motivasi seorang wisatawan tidak hanya sekedar untuk hiburan, melainkan ada tujuan-tujuan lain seperti : a) Ingin mencoba bentuk wisata baru yang menawarkan sesuatu yang lebih alami dan personal. b) Ingin meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar yang mereka dapat dari pengalaman dunia yang jauh berbeda dari dunia yang dihadapi sehari-hari. c) Ingin melakukan rekreasi yang artinya tidak hanya mencari kesenangan melainkan juga rekreasi yang berarti penciptaan kembali kekuatan fisik maupun spiritual. d) Ingin mengenali kebudayaan asli suatu suku bangsa yang belum terpengaruh oleh kebudayaan modern. e) Ingin melihat, mempelajari flora-fauna yang hidup bebas di habitat aslinya tanpa campur tangan manusia. f) Ingin mengetahui sejarah ekologis suatu daerah yang dikunjungi.
Dengan demikian, motivasi berwisata ke obyek wisataekologi sangat berbeda dengan wisata alam yang kita anggap selama ini terutama dari aspek pendidikan bagi wisatawan. Motivasi untuk berwisata, merupakan dimensi pskologi dalam kepariwisataan (Fridgen, 1991), yaitu suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang itu melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan kepuasan batin. Lebih jauh dikemukakan bahwa motivasi tersebut timbul karena ada daya tarik dari luar yang dikenal dengan extrinsic motivations dan daya dorong dari dalam dirinya yang dikenal dengan intrinsic motivations. Motivasi seseorang untuk mengunjungi suatu obyek wisata-ekologi merupakan resultante dari kedua motivasi tersebut, namun faktor motivasi dari dalam cenderung lebih besar. POTENSI PENGEMBANGAN WISATA EKOLOGI Selain motivasi yang mendorong seorang wisatawan berkunjung ke kawasan wisata ekologi, juga diharapkan ada motivasi yang menarik wisatawan untuk berkunjung. Tuntutan yang diharapkan
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
ISSN 1411-1527
88
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
terpenuhi oleh para wisatawan di tempat wisata adalah; (1) adanya jaminan keamanan, (2) kesejukan lingkungan dan kebersihan, (3) tertib, teratur dan tenang, (4) pelayanan yang baik dan keramah-tamahan, (5) melihat yang indah-indah, unik dan menarik, (6) pengalaman yang penuh kenangan dan indah. Keenam tuntutan tersebut harus terpenuhi oleh suatu daerah tujuan wisata. Oleh karena itu, pengembangan kawasan wisata harus mengarah pada pemenuhan tuntutan-tuntutan di atas. Secara rinci kaitan tuntutan wisatawan dengan potensi yang harus dikembangkan adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
ISSN 1411-1527
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
89
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
Untuk memenuhi keenam komponen yang menjadi tuntutan wisatawan di atas, harus dilakukan pengembangan obyek wisata secara terintegrasi, menyeluruh dan berkelanjutan. Oleh karena itu, konsep pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan pendekatan bijaksana.
merupakan yang paling
PENGEMBANGAN WISATA-EKOLOGI SUATU PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN Pariwisata sebagai tumpuan
TABEL 1. KETERKAITAN TUNTUTAN WISATAWAN DENGAN POTENSI YANG HARUS DIKEMBANGKAN DI OBJEK DAERAH TUJUAN WISATA EKOLOGI (ODTWE)
Tuntutan Wisatawan
Potensi yang perlu dikembangkan
1. Keamanan
Kamtibmas, keamanan sosial, rasa aman tentram lahir batin, keselamatan jiwa dan harta, bebas dari gangguan dan kejahatan, aman dari rasa khawatir terhadap konsumsi makanan.
2. Kesejukan/lingkunga
Penataan lingkungan, pertamanan, penghijauan;
n dan kebersihan
lahan kritis dan marginal, jalan jalur wisata, tata kota, bebas sampah dan limbah, pencemaran, bau
busuk, alat perlengkapan dan sarana pelayanan yang memenuhi standar kebersihan. 3. Tertib, teratur dan tenang
Kepastian hukum (aturan yang konsisten dan adil), kepastian waktu, aparat yang jujur dan melindungi,
pemerintahan. 4. Pelayanan yang baik
dan kermah tamahan
5. Melihat yang indahindah, unik dan menarik
budaya
antri,
regulasi
sektor
Keramahan masyarakat, bersahabat, sadar wisata, mutu
pelayanan,
(potensi manusiawi)
perolehan
informasi
akurat
Pemandangan alam, objek wisata, kebersihan, kebudayaan, pantai, lingkungan, flora, fauna, pertamanan
jalur
wisata,
sejarah,
bangunan
bersejarah (potensi alam serta pemeliharaan dan pengembangannya).
6. Pengalaman yang Potensi manusiawi (ramah, sadar wisata, budaya, Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97 ISSN 1411-1527 penuh kenangan pelayanan), potensi alam (keindahan, kesegaran, kebersihan cinderamata)
90
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
untuk menjadi lokomotif roda perekonomian nasional di masa yang akan datang perlu penanganan secara bertanggung jawab. Ini ditujukan untuk kelangsungan kehidupan generasi di masa yang akan datang. Pembangunan pariwisata berkelanjutan, pada hakekatnya merupakan pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan saat ini dengan tidak mempertaruhkan kepentingan-kepentingan di masa yang akan datang. Model pembangunan pariwisata yang berkelanjutan sering dapat diwujudkan dengan pengembangan kawasan wisata ekologi (eco-tourism). Menurut Goodwin (1997) kegiatan wisata ekologi harus dapat menguntungkan ekosistem melalui tiga kemungkinan yaitu: Pertama, wisata ekologi merupakan salah satu cara yang paling penting yang dapat menghasilkan uang untuk mengelola dan melindungi habitat alam dan spesies yang ada di kawasan wisata. Wisata ekologi diharapkan dapat memberikan sumbangan langsung lewat insentif yang diberikan oleh para wisatawan kepada kelestarian lingkungan.
ISSN 1411-1527
Kedua, wisata ekologi memungkinkan penduduk lokal memperoleh manfaat ekonomi dari kawasan yang dikonservasi di mana mereka tinggal. Kawasan ini tidak akan berumur panjang bila masyarakat setempat memusuhinya. Penduduk setempat merupakan pihak yang sangat berkepentingan sehingga harus memelihara dan menjaganya. Masyarakat setempat harus memperoleh manfaat yang lebih besar dari upaya konservasi dan rehabilitasi kawasan melalui peningkatan kemampuan (enabling) untuk mendapatkan keuntungan melalui perlindungan terhadap alam, dengan pemanfaatan yang teratur dan bertanggung jawab. Apabila penduduk setempat dapat terjamin penghidupannya melalui kunjungan wisata ke tempat tersebut, maka mereka akan cenderung ikut memelihara dan mengembangkannya serta menghindari tindakan yang dapat merusak keberlanjutan usaha konservasinya. Ketiga, wisata ekologi memberikan sarana untuk meningkatkan kesadaran orang akan pentingnya pelestarian dan pengetahuan lingkungan, baik
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
91
wisatawan nusantara maupun mancanegara. Wisata ekologi yang menjadi andalan industri pariwisata adalah penyumbang suara, pembayar pajak dan pemimpin potensial yang dapat ikut mendukung dan membina upaya pelestarian. Di dalam mengembangkan kawasan wisata ekologi, komponen-komponen yang perlu diperhatikan adalah seperti pada tabel 2. Komponen yang harus ada dan diusahakan di dalam pengembangan wisata berbasis ekologi ini mutlak harus dilakukan. Oleh karena itu, apabila komponen-komponen di atas tidak diusahakan, maka pembangunan pariwisata akan menimbulkan dampak negatif bagi setiap komponen pariwisata-ekologi. PEMBANGUNAN KAWASAN WISATA EKOLOGI
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
ISSN 1411-1527
92
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
TABEL 2.
KOMPONEN DAN IKHTIAR YANG HARUS DILAKUKAN DI DALAM PENGEMBANGAN PARIWISTA BERKELANJUTAN
KOMPONEN PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN
IKHTIAR YANG PERLU DILAKUKAN
1. Pemantapan ambang eko- Memerlukan promosi yang mendorong standard konsumsi di antara logi dan penetapan stan- ikatan ekologi yang memungkinkan sesuatu yang dapat memberikan dar yang wajar aspirasi secara wajar. 2. Redistribusi aktivitas ekonomi dan realokasi sumber daya
Menemukan kebutuhan yang mendasar untuk mendorong pertumbuhan maksimum karena pengembangan yang berkelanjutan sangat memerlukan pertumbuhan ekonomi di lokasi pengembangan.
3. Pengendalian populasi di sekitar kawasan
Apabila sumber daya yang ada didistribusikan kepada jumlah pendudukan yang besar maka akan tidak memadai. Oleh karena itu pengembangan kawasan wisata yang berkelanjutan dapat mencapai sasaran apabila perkembangan demografik masyarakat sekitar tumbuh secara seimbang.
4. Konservasi sumberdaya
Pengembangan kawasan wisata yang berkelanjutan harus dilakukan tanpa membahayakan ekosistem yang mendukung kehidupan bumi; atmosfer, air, tanah dan kehidupan lainnya.
5. Akses terhadap sumber daya dilakukan secara wajar dan upaya peningkatan teknologi untuk menggunakannya lebih berhasil guna.
Pertumbuhan tidak menyebabkan populasi dan sumberdaya menjadi musnah. Akan tetapi keberlanjutan memerlukan jaminan dari desakan dan tekanan dari penggunaan teknologi yang mengeksploitasi sumber daya alam.
6. Daya dukung dan keberlangsungan hasil
Sebagian besar sumber daya yang dapat diperbaharui merupakan bagian yang kompleks dan saling berkaitan di dalam ekosistem. Kelangsungan hasil maksimum harus dimasukkan ke dalam sistem akuntansi yang lebih luas sebagai efek dari ekploitasi.
7. Penyimpanan sumber daya Pengembangan yang berkelanjutan mengharuskan untuk menahan laju habisnya sumber daya yang tidak dapat diperbaharui untuk pilihan masa depan. 8. Diversifikasi spesies
Pengembangan yang berkelanjutan mengharuskan untuk melakukan konservasi bagi spesies tumbuh-tumbuhan dan binatang.
9. Minimisasi dampak/ pengaruh yang merugikan
Pengembangan yang berkelanjutan mengharuskan mengurangi dan meminimalkan pengaruh yang merugikan terhadap udara, air dan elemen alam lainnya melalui pengembangan ekosistem secara terpadu.
10. Mengontrol masyarakat
ISSN 1411-1527
Pengontrolan masyarakat di atas pengembangan merupakan keputusan untuk mempengaruhi ekosistem lokal.
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
93
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999 TABEL 2. LANJUTAN IKHTIAR YANG PERLU
KOMPONEN PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN
DILAKUKAN
11. Kerangka kebijakan nasional
Lapisan biosfir merupakan habitat/tempat hidup dan berkembang manusia oleh karena itu pengelolaan bersama biosfer ini merupakan prasyarat untuk keamanan politik global.
12. Ketahanan ekonomi
Masyarakat harus meneruskan/mengikuti kebijakan yang telah ditentukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
13. Kualitas lingkungan
Kebijakan pengelolaan lingkungan harus merupakan bagian dari manajemen kualitas total.
14. Audit lingkungan
Suatu sistem audit lingkungan yang efektif merupakan pengelolaan lingkungan yang baik.
Sumber: Ecotourims
Pada hakekatnya pembangunan merupakan usaha yang dilakukan secara terencana untuk mengubah kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Arah perubahan tersebut, menurut Inayatullah (Rogers, 1976) hendaknya dalam kerangka membentuk pola masyarakat yang memungkinkan terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan yang lebih baik yang memungkinkan suatu masyarakat memperluas pengawasan terhadap lingkungannya atas politik dan kehendak mereka sendiri serta dapat memperkenankan setiap pribadi untuk mengatur dirinya secara lebih bebas. Oleh karena itu, menurut Rogers (1976) hakikat dari pembangunan itu sediri terletak pada proses
partisipasi masyarakat di segala bidang dalam perubahan sosial. Tujuannya adalah untuk membuat kemajuan yang bersifat sosial dan material, termasuk pemerataan kebebasan dan berbagai kualitas lainnya secara lebih besar bagi sebagian masyarakat dengan kemampuan yang lebih untuk mengatur lingkungannya. Menurut Slamet (Aida, dkk. 1992: 26), setiap pembangunan senantiasa menuntut energi tambahan untuk melakukannya. Di pihak lain, orang cenderung untuk menghemat energinya, kecuali untuk upaya-upaya yang jelas diyakini akan mampu menghasilkan sesuatu yang lebih berharga bagi dirinya. Oleh karena itu, pembangunan yang dilaksanakan hendaknya
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
ISSN 1411-1527
94
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
merupakan pembangunan yang dapat menimbulkan keuntungan-keuntungan bagi masyarakat. Dalam pengertian hasil dari pembangunan tersebut dapat dinikmati bukan hanya oleh segelintir orang, melainkan oleh segenap warga masyarakat. Untuk mewujudkan pembangunan yang menguntungkan bagi masyarakat, Nyerere (Rogers, 1976:161) prosedur yang harus ditempuh adalah dengan mengikut sertakan masyarakat dalam pemikiran, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena merekalah yang paling mengetahui tentang hakikat realitas yang dihadapi. Oleh karena itu mereka tidak dapat dibangun; tetapi mereka hanya dapat membangun dirinya sendiri. Dengan perkataan lain, pembangunan masyarakat bukanlah pembangunan untuk masyarakat saja, tetapi hendaknya pembangunan oleh dan untuk masyarakat itu sendiri. Pembangunan kawasan wisata ekologi, pada hakekatnya merupakan pembangunan masyarakat dengan ekosistemnya. Pembangunan tersebut merupakan suatu ISSN 1411-1527
perubahan dalam arti usaha perbaikan masyarakat dengan lingkungannya. Dalam kaitan ini, usaha perbaikan mencakup usaha perbaikan ekonomi, sosial budaya masyarakat dan lingkungan alam di mana mereka berada, yang dilakukan oleh masyarakat setempat atau dengan bantuan pihak lain. Untuk melaksanakan perubahan tersebut, paling tidak dapat ditempuh melalui strategi dua alternatif. Alternatif pertama, memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat (tokoh dan organisasi kemasyarakatan yang ada) untuk ikut mengambil prakarsa dan keputusan mengenai pembangunan yang diinginkan (Nurdin, 1988: 29). Adanya campur tangan dari pihak luar hendaknya dilakukan dalam kerangka untuk memberikan bantuan dan rangsangan terutama pada hal-hal yang tidak terjangkau oleh masyarakat setempat, bukan untuk mencampuri pembangunan itu sendiri. Alternatif strategi kedua adalah dengan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Strategi ini perlu diambil karena partisipasi merupakan inti dari keberadaan dan keberlangsungan pem-
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
95
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
bangunan (Ndraha, 1982:9). Tanpa partisipasi masyarakat, pembangunan dapat saja diwujudkan, tapi keberlangsungannya tidak akan dapat bertahan lama. Sejarah perjalanan pembangunan baik yang dialami negara kita maupun negara-negara lainnya menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan sangat bergantung kepada partisipasi yang diberikan oleh masyarakat (Kartasasmita, 1995:16) PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA EKOLOGI Pariwisata ekologi mempunyai ruang lingkup yang relatif sempit, sehingga segmentasi pasarnya pun relatif kecil. Walaupun ruang lingkup kawasannya relatif sempit, namun manfaat bagi kelangsungan ekosistem di biosfer ini akan sangat besar. Partisipasi, menurut Soekamto (1985:355) adalah suatu proses identifikasi diri seseorang untuk menjadi peserta dalam suatu proses kegiatan bersama dalam suatu situasi sosial tertentu. Oleh karena itu unsur inheren dalam partisipasi adalah adanya keterlibatan mental dan emosional, kesediaan memberikan kontribusi dan
kesediaan bertanggung mencapai 1985:13).
untuk jawab tujuan
turut dalam (Davis,
Untuk membangkitkan partisipasi masyarakat, hendaknya dilakukan berbagai langkah dan cara (Sarvaes, 1983:53). Langkah terpenting adalah (1) masyarakat harus diberikan kesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi. Kesempatan tersebut terdiri atas kesempatan untuk ikut menentukan kebijaksanaan pembangunan di wilayahnya, kesempatan untuk ikut melaksanakan rencana pembangunan dan kesempatan untuk menilai sejauhmana pembangunan telah memperbaiki keadaan mereka menurut ukuran dan pengalaman mereka (Abdussamad, 1993:30). Kedua, masyarakat harus menganalisis proses pembangunan secara kritis, dan ketiga, masyarakat harus diberi tanggung jawab dalam perencanaan dan pelaksanaan program sehingga mereka mempunyai rasa memiliki terhadap pembangunan yang dilaksanakan. Menurut Margono (Saharuddin, 1987:29), terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
ISSN 1411-1527
96
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
dalam upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat yaitu; (1) adanya kesempatan bagi masyarakat untuk membangun, (2) adanya kemampuan untuk menggunakan kesempatan tersebut, dan (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi dalam pembangunan tersebut. Di dalam membangun suatu wilayah (kawasan), partisipasi masyarakat dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu; (1) tahap perencanaan, biasanya diwakili oleh para tokoh masyarakat atau wakil yang duduk di pemerintahan desa, (2) tahap pelaksanaan, dilakukan oleh masyarakat secara umum (3) tahap pemanfaatan, yang juga dilakukan oleh masyarakat umum. Sedangkan menurut Uphoff (1979: 304), partisipasi memiliki empat tahapan yaitu; (1) partisipasi dalam tahapan pengambilan keputusan pembangunan, (2) partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan, (3) partisipasi dalam pemanfaatan pembangunan dan (4) partisipasi dalam mengevaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan. Partisipasi yang mencakup tahapan-tahapan di atas tentu tidak mudah untuk dilaksanakan. Seorang perencana misalnya, ia tidak harus ISSN 1411-1527
selalu mampu untuk menjadi seorang pelaksana, begitu pula sebaliknya, seorang pelaksana tidak selalu mampu untuk menjadi seorang perencana. Oleh sebab itu, Swasono (1995:4) menyarankan hendaknya dilakukan partisipasi yang bersifat parsial. Masyarakat tertentu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam perencanaan, sedangkan masyarakat yang lainnya berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Partisipasi parsial tersebut akan berhasil jika disesuaikan dengan peranan yang dilakukan oleh setiap anggota masyarakat. PENGEMBANGAN OBYEK DAYA TARIK WISATA EKOLOGI (ODTWE) Di dalam mengembangkan obyek daya tarik wisata ekologi, sampai saat ini masih menghadapi beberapa permasalahan antara lain menurut Dirjen Pariwisata (1998:15) adalah: a) Kawasan wisata ekologi yang berada di dalam kawasan konservasi pengelolaannya/pengembang annya merupakan bagian/termasuk Rencana Pengelolaan kawasan yang pada umumnya sudah dikembangkan pada
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
97
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
kawasan konservasi, tetapi rencana kegiatan dan rencana investasinya belum ada atau dikembangkan. Sedangkan yang berada di dalam kawasan budidaya dalam pengelolaannya masih dilakukan sesuai dengan kepentingan peruntukan yang berbeda yang dilakukan pada masing-masing sektor, dan belum dilakukan secara terpadu. b) Semakin berkurangnya luas kawasan konservasi serta perubahan habitat yang sangat cepat di Indonesia sebagai akibat meningkatnya aktivitas kegiatan manusia, c) Masih belum tersedianya data-data yang cukup mengenai inventarisasi dan identifikasi kawasankawasan yang berpotensi untuk pengembangan kawasan wisata ekologi baik yang berada di dalam kawasan konservasi maupun di luar kawasan konservasi, serta data mengenai bentukbentuk kegiatan wisata ekologi, jumlah wisatawan dan sebagainya, sehingga minat masyarakat yang cukup besar untuk berwisata alam belum terpenuhi sepenuhnya.
d) Belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai seperti akomodasi, dan transportasi untuk menuju daerah-daerah tujuan wisata ekologi yang sudah ada. Pengembangan wisata ekologi sekarang dan di masa yang akan datang perlu mendapat perhatian dari berbagai kalangan mengingat pentingnya kelangsungan dan kelestarian alam sebagai tempat manusia dan mahluk lainnya hidup. Oleh karena itu pengembangan pariwisata ekologi perlu dilakukan melalui pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam hal;
Perubahan persepsi tentang pariwisata (kualitaslingkungan)
Kriteria-kriteria pengembangan pariwisata
Perlu pengembangan pariwisata yang berkelanjutan
Pengembangan pariwisata sebagai bagian dari pembangunan nasional.
Di dalam pengembangan suatu kawasan wisata ekologi, hendaknya dipertimbangkan dua potensi yang sebagai masukan bagi kawasan tersebut. Potensi tersebut
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
ISSN 1411-1527
98
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
adalah sumber daya alam dan sumber daya manusia. POTENSI SUMBER DAYA ALAM Potensi sumber daya alam harus terlebih dulu dikembangkan adalah upaya mencegah kepunahan keanekaragaman hayati melalui rehabilitasi dan konserevasi. Kegiatan rehabilitasi dikaitkan dengan upaya memperbaiki ekosistem yang telah mengalami kerusakan akibat meningkatnya aktivitas manusia. Sedangkan kegiatan konservasi dikaitkan dengan upaya perlindungan terhadap ekosistem baik hasil rehabilitasi mapun ekosistem yang ada. Dalam melakukan konservasi, Indonesia termasuk negara yang telah meratifikasi kesepatan internasional di dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1994, tanggal 1 Agustus 1994. Tujuan keseluruhan dari kegiatan konservasi ini adalah untuk melestarikan keanekaragaman hayati, menyelenggarakan pemanfaatannya secara berkelanjutan dan pembagian keuntungan yang adil dan merata dari pemanfaatan komponen-komponen
ISSN 1411-1527
keanekaragaman tersebut.
hayati
Komponen lain yang merupakan potensi untuk pengembangan kawasan wisata ekologi adalah keindahan alam, keunikan lokasi, menyajikan petualangan yang menantang dan lain-lain. POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA (FAKTOR MASYARAKAT) Potensi sumber daya manusia merupakan faktor utama di dalam pengembangan kawasan wisata ekologi yang berkelanjutan. Faktor sumber daya manusia yang perlu diperhatikan antara lain adalah: aspirasi, motivasi, pengambilan keputusan, wawasan, dan kemampuan masyarakat di dalam mengelola ekosistemnya, keadaan budaya, keadaan ekonomi. Di dalam pengembangan wisata-ekologi, aspek manusia merupakan faktor penentu bagi alam sebagai bagian dari objek tersebut. Dalam kaitan ini, terdapat dua kelompok masyarakat yang akan saling berinteraksi yakni, penduduk setempat sebagai pengelola kawasan dan wisatawan sebagai ‘pembeli’ objek. Interaksi kedua kelompok ini harus diciptakan
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
99
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
agar keduanya mempunyai persepsi yang sama terhadap objek tersebut. KERANGKA PENGEMBANGAN Pengembangan kawasan wisata ekologi, merupakan suatu proses yang memadukan dua masukan (input) yaitu sumber daya alam dan manusia. Sumber daya alam yang dikelola oleh sumber daya manusia secara berkelanjutan akan memberikan dampak positif bagi kelestarian ekosistemnya. Untuk menemukenali potensi pariwisata di kawasan lereng Gunung Salak Endah (GSE) perlu dilakukan melalui identifikasi wilayah dan karakteristik sumberdaya yang ada. Pengidentifikasian wilayah harus dilakukan melalui penelusuran informasi yang diperoleh dari Dinas Pariwisata, Bagian Pembangunan Daerah dan Kecamatan setempat. Sedangkan karakteristik sumber daya akan ditelusuri melalui observasi lapangan, dan in-depth study di lokasi kawasan GSE. Karakteristik sumber daya yang ditelusuri terdiri atas; kondisi sumberdaya alam dan gambaran umum sumber daya manusia di lokasi penelitian.
Hasil identifikasi ini diharapkan dapat dihasilkan daftar potensi (potential list) daya tarik wisata. Sesuai dengan kebutuhan pariwisata, sumber daya alam yang diidentifikasi yang diperlukan terdiri atas: 1. Geografi wilayah
dan
tofografi
a. Posisi wilayah b. Kontur/kemiringan lahan c. Ketinggian d. Luas arah pandang 2. Iklim a. Curah hujan b. Suhu harian c. Angin 3. Kondisi lahan a. Jenis tanah b. Luas dan kepemilikan (status) lahan c. Penggunaan peruntukan (zonasi)
dan lahan
d. Sumber air (mata air, air terjun, sungai dan lainlain) 4. Potensi daya tarik wisata a. Air terjun b. Udara sejuk/segar c. Suara alam d. Pemandangan e. Flora, fauna
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
ISSN 1411-1527
100
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
g. Cakrawala
4. Sistem keputusan
h. Budaya
5. Aspirasi masyarakat
f. Agroindustriwisata
a. Pengembangan diri
5. Aksesibilitas a. Jalan setapak (pejalan kaki, bersepeda gunung, penunggang kuda) b. Jalan kampung (kendaraan bermotor roda dua) c. Jalan desa d. Jalan kendaraan Sumber daya manusia yang akan ditelusuri antara adalah: 1. Keadaan demografi a. Jumlah Penduduk c. Mata pencaharian d. Usia e. Kelamin f. Jumlah tanggunan g. Aksesibilitas 2. Kelembagaan Masyarakat a. Koperasi/KUD/BMT b. LKMD/LMD 3. Keadaan sosial ekonomi a. Mata pencaharian utama b. Peluang berusaha
ISSN 1411-1527
b. Pengembangan parisiwata PENUTUP Dari uraian di atas, sangat jelas bahwa aspek masyarakat sangat diperlukan di dalam mengembangkan suatu objek wisata alam dan wisata ekologi. Di samping itu, faktor alam yang merupakan daya tarik untuk suatu objek wisata mutlak harus mempunyai potensi untuk dikembangkan. Kedua aspek di atas menuntut adanya konsekuensi yang harus dijalankan, di mana tanggung jawab untuk kelestarian sumber daya tersebut mutlak harus diperhatikan.
b. Pendidikan
c. Struktur kerjaan
pengambilan
ketenaga
Di dalam menata wilayah yang akan dijadikan sebagai objek wisata ekologi dan atau wisata alam terbuka, partisipasi masyarakatlah yang harus ditumbuhkan terlebih dulu. Mereka harus benar-benar menyadari dan memami arti penting ekosistem bagi kelangsungan hidup mereka sekarang dan generasi yang
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
akan datang melalui pengembangan pariwisata. Penataan Kawasan Gunung Salak Endah untuk dijadikan sebagai objek wisata alam terbuka lebih memadai dari pada pengembangan ke arah wisata ekologi. Namun demikian partisipasi masyarakat yang cukup besar untuk menjaga dan melestarikan ekosistem mempunyai potensi ke arah pengembangan wisata ekologi.
101
Margono, Slamet. Kumpulan Bahan Bacaan Penyuluhan Pertanian. IPB. Bogor. 1978. Ndraha, T. Metodologi Penelitian Pembangunan Desa. Bina Aksara. Jakarta, 1982. Rogers, Everett M. Communication and development. Sage Publications. 1976. Soekanto, S. Sosiologi: Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta. 1982.
DAFTAR PUSTAKA Dirjen Pariwisata. Panduan Pengembangan Wisata Ekologi. Jakarta, 1998. Kartasasmita, Ginajar. Perencanaan Pembangunan. Bappenas. Jakarta. Korten, David C. & Rudy Klauss (ed). People Centered Development: Contribution Toward Theory and Planning Framework. Connecticut: Kumarian Press. 1984. Lindberg, Kreg and Donald E. Hawkins (Editor). Ecotourism: a guide for planner & managers. The Ecotourism Society: Vermont, 1993.
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97
ISSN 1411-1527
102
J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
Swasono, Sri Edi. Perencanaan Pembangunan. No. 03. Bappenas, Jakarta. BACAAN LAIN Kompas, 12 Juli, 1994: 10.
ISSN 1411-1527
Ir. Kusmayadi dan Ervina Taviprawati, SE, 81-97