i
ASPEK HUKUM KEPAILITAN DAN LIKUIDASI DITINJAU DARI OTORITAS PENGAWAS PERBANKAN ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat )
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjan Hukum
Oleh : PRATIWI NATALIA HARENTAON NAINGGOLAN NIM : 050200108 Departemen Hukum Perdata Dagang
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
ii
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
iii
ABSTRAK
Bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat dan bekerja atas dasar kepercayaan masyarakat telah menyebabkan bank memiliki karakteristik khusus dibandingkan dengan badan usaha umumnya. Sehubungan dengan diterapkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang kepailitan, maka akan terdapat beberapa permasalahan yang akan menjadi kendala bagi bank. Dalam hal ini Bank Indonesia melaksanakan penutupan bank, prosedur yang ditempuh adalah melalui likuidasi bank sebagaimana diatur didalam PP No. 25 tahun 1999 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No.7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998, bukan melalui kepailitan sebagaimana diatur dalam UU No. 4 tahun 1998. bubarnya bank akan menimbulkan dampak yang luas bagi masyarakat. Sehubungan dengan itu pencabutan izin usaha dan likuidasi bank merupakan tindakan terakhir yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Mengenai perlindungan hukum nasabah penyimpan dana pada bank yang dilikuidasi tampak kurang memadai, karena pembayaran kewajiban tidak diutamakan, namun terhadap direksi, dewan komisaris dan pemegang saham yang terbukti telah menyebabkan bank berada dalam keadaan kesulitan, dapat dimintakan pertanggung jawabannya sampai harta pribadinya dan dapat diancam sanksi pidana dan atau administrasi sebagaimana diatur didalam UU Perbankan. Dalam penyusunan ini menggunakan metode penelitian hukum, adapun metode yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yang pertama adalah dengan tipe penelitian, tipe ini menggunakan metode penelitian yuridis/normatif. Yang kedua dengan pendekatan masalah penelitian ini bersifat deskriptif. Ketiga bahan hukum meliputi bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier. Keempat alat pengumpulan data metode pengumpulan data ini adalah dengan mengadakan studi dokumen kemudian melakukan inventarisasi dan sistematis putusan-putusan peradilan niaga sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan. Kelima analisis data yaitu data primer dan data sekunder akan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya Bank Indonesia saja yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam hal debitur adalah suatu bank. Mekanisme kepailitan dapat diterapkan pada pembubaran badan usaha bank bilaman ada izin dari Bank Indonesia dan administrasi telah lengkap dan diperiksa serta ada rekomendasi oleh Bank Indonesia maka kepailitan dapat diterapkan. Hal ini merupakan tindakan yang terakhir yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai sarana hukum yang tepat untuk pembubaran badan usaha bank. Dalam perlindungan hukum bagi bank deposan (nasabah) hanya ditanggung Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) sebagaimana diatur di dalam Peraturan BI No. 23 Tahun 1999.upaya likuidasi melalui pengadilan akan memperoleh kepastian hukum pada nasabah penyimpan dana tersebut. Apabila ditempuh dengan mekanisme kepailitan maka nasabah penyimpan dana akan berubah statusnya menjadi kreditur konkuren yang tidak menguntungkan.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
iv
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala berkat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah ”Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan” ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat). Penulis telah berusaha mengerahkran segala kemampuan yang dimiliki dalam penulisan skripsi ini. Tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari segala kekurangan dan mungkin jauh dari dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mohon saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis sadar sejak awal hinggah akhir penulis banyak menerima bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan tulus ihklas penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, M.Hum, Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 3. Bapak Syarifuddin Hasibuan, SH, MH, DFM, Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
ii Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
v
4. Bapak M.Husni, SH, M.Hum, Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 5. Bapak Prof. Dr.Tan Kamello, SH, MS, Selaku Ketua Departemen Hukum Perdata di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Sekaligus Sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bantuan bimbingan dan arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini; 6. Bapak Ramli Siregar, SH, M.Hum, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini; 7. Ibu Puspa Melati Hsb,SH, M.Hum, Selaku Ketua Jurusan Hukum Dagang di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 8. Ibu Sinta Uli, SH,M.Hum, Selaku Dosen Wali penulis yang selama ini telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan kepada penulis pada saat perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 9. Seluruh Bapak/ibu Dosen dan Staf Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 10. KETUA PENGADILAN NEGERI/NIAGA/HAM/TIPIKOR DAN HI JAKARTA PUSAT, yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data sebagaai bahan skripsi ini;
iii Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
vi
11. Ibu Lindawati Serikit, SH,MH, Selaku Panitera Muda Hukum Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/TIPIKOR DAN HI Jakarta Pusat yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan kepada penulis pada saat melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data sebagaai bahan skripsi ini; 12. KETUA
PENGADILAN
NEGERI/NIAGA/HAM/TIPIKOR
MEDAN,
yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data sebagaai bahan skripsi ini; 13. Bapak Dewa Putu Berdikari, SH,MH, Selaku Hakim Pengadilan Niaga Medan yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis pada saat melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data sebagai bahan skripsi ini; 14. Buat teman-teman angkatan 2005 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan, masukan kepada penulis selama perkuliahan dan dalam penulisan skripsi ini; 15. Buat Erwin H Simanjuntak yang telah memberikan doa, masukan dan semangat yang besar kepada penulis selama dalam perkuliahan dan dalam penulisan skripsi ini. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis Bapak E. Nainggolan, SH, dan Ibu R. Br. Aritonang, yang telah mendidik dan mengasuh penulis serta tak pernah putus mendoakan penulis, sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sebagaimana yang dicita-citakan, juga kepada kakak, abang, dan adik penulis Ester Debora Nainggolan, SE, dr Esra Labora Nainggolan, dr Rio Juanda Silalahi, Valentin FP iv Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
vii
Nainggolan.SE, Indah Permata Sari Sitompul, Katerin Nainggolan dan Rahel Stevani Nainggolan, keponakan ku yang lucu Chelsea Nainggolan, Alexander Nainggolan, Kevin dan Keisha Siahaan. Terimakasih atas motifasi dan doanya. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua serta dapat memberikan gambaran dan dapat menambah wawasan tentang permasalahan yang penulis bahas serta dapat menambah refrensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Medan,
Februari 2009
PRATIWI NAINGGOLAN
v Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
viii
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK .......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vi
BAB I :
PENDAHULUAN ...................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .....................................................
1
B. Perumusan Masalah ............................................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...........................................
7
D. Keaslian Penulisan .............................................................
7
E. Tinjauan Pustaka ................................................................
8
F. Metode Penulisan ............................................................... 12 G. Sistematika Penulisan ........................................................ 14 BAB II :
TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN.................. 17 A. Pengertian dan Fungsi Bank ..............................................
17
B. Jenis dan Usaha Bank ........................................................
19
1. Dilihat Dari Aspek Fungsinya ......................................
20
2. Dilihat Dari Aspek Kepemilikannya ............................
20
3. Dilihat Dari Aspek Statusnya ......................................
21
4. Dilihat Dari Aspek Cara Menentukan Harga ..............
22
C. Bentuk Hukum Bank .......................................................
23
D. Pembinaan dan Pengawasan Bank ..................................
24
1. Pengertian Pembinaan dan Pengawasan .....................
24
vi Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
ix
BAB III :
BAB IV :
2. Otoritas Pembinaan dan Pengawasan Bank ..............
25
E. Tingkat Kesehatan Bank .................................................
26
KEPAILITAN dan LIKUIDASI DITINJAU dari OTORITAS PENGAWAS PERBANKAN...........................
29
A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan ...............................
29
1. Pengertian dan Syarat-syarat Kepailitan ....................
29
2. Para Pihak yang Terlibat dalam Proses Kepailitan .....
31
3. Proses Permohonan Pailit ..........................................
34
4. Pemberesan Harta Pailit ............................................
37
5. Akibat Pernyataan Pailit ............................................
40
B. Tinjauan Umum Tentang Likuidasi ................................
42
1. Pengertian Likuidasi dan Dasar Hukum Likuidasi ......
42
2. Prinsip-Prinsip Dasar Likuidasi ...............................
45
3. Perlindungan Hukum Nasabah Penyimpan Dana ........
47
4. Pencabutan Izin Usaha Bank dan Pembubaran Badan Hukum Serta Pembentukan Tim Likuidasi ......................
51
KEPAILITAN BANK DAN DAMPAK HUKUM BAGI NASABAH PENYIMPAN DANA ..................................
54
A. Mekanisme kepailitan Terhadap Bank yang Bermasalah....
54
B. Penyelesaian Permohonan Pernyataan Pailit LINA SUGIHARTI OTTO VS PT. BANK GLOBAL INTERNASIONAL,Tbk (DaLam Likuidasi) ............................................................
58
C. Analisis Hukum Atas Putusan Permohonan Pailit LINA SUGIHARTI OTTO Terhadap PT. Bank Global Internasional, Tbk (Dalam Likuidasi) ..........................................................
71
vii Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
x
BAB V :
D. Perlindungan Hukum Dan Dampak Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana ...............................
75
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................
77
A. Kesimpulan ..................................................................
77
B. Saran …………………………………………………..
79
DAFTAR PUSTAKA
viii Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah perusahaan baik perusahaan kecil, menengah ataupun perusahaan besar, dalam melaksanakan segala aktifitasnya sangatlah membutuhkan dana. Tanpa dana perusahaan-perusahaan tersebut akan lumpuh dan tidak dapat meneruskan kegiatannya. Dana bagi sebuah perusahaan pada mulanya disediakan oleh para pendiri perusahaan itu, kemudian dalam rangka mengembangkan perusahaannya, pengusaha lalu mencari dana yang lain. Dana dari sumber lain ini diperoleh dengan cara meminjam. Untuk melayani kebutuhan peminjaman ini negara telah menyediakan suatu lembaga tempat peminjaman yang lazim kita sebut sebagai bank. Bank sebagai lembaga pembiayaan juga merupakan perusahaan yang membutuhkan dana untuk meneruskan kegiatannya. Dana yang dibutuhkan itu dihimpun dari dana masyarakat dalam bentuk simpanan, kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dengan memperhitungkan laba. Untuk menjaga uang yang dipercayakan masyarakat kepada bank, maka pihak bank pun berkewajiban mengamankan uang yang dipinjamkan kepada para pengusaha tersebut. Sebagaimana diketahui bank bukanlah merupakan badan usaha biasa seperti halnya perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan dan jasa. Bank adalah suatu badan usaha yang bergerakdibidang jasa keuangan. Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998, pada Pasal 1 angka 2 bank didefenisikan sebagai :
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
1
2
“Bank adalah badan usaha yang menghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak” 1 Bentuk-bentuk kegiatan usaha bank pun khusus seperti yang diatur di dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang perbankan yaitu antara lain : 1.
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.
Memberikan kredit.
3.
Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank dalam persyaratan pendiriannya, oleh undang-undang dimaksud
diatur wajib dipenuhinya faktor keahlian dibidang perbankan ( vide Pasal 16 ayat (3)). Hal itu ditegaskan pula dalam peraturan pelaksanannya, misalnya dalam Pasal 8 ayat 2 Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1992 tentang Bank Umum yang menyebutkan bahwa : 2 “Sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari anggota direksi harus berpengelaman operasional dibidang perbankan sekurangkurangnya 3 (tiga) tahun”
1
Indonesia,(1) Undang-Undang Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbakan, UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, ps.1. 2 Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang dan Benny Ponto, ed. Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Cet. I. (Bandung : Alumni,2001), hal.433.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
3
Sehubungan dengan bentuk usaha bank yang khusus tersebut, untuk pengelolaannya pun tentunya memerlukan keahlian khusus. Sehinggah jika bank tersebut tidak dapat mengatasi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, bank harus menundukan diri pada ketentuan yang khusus pula. Mengenai hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi bank. Krisis moneter atau terjadinya depresiasi rupiah sejak tahun 1997 yang lalu, tidak dapat dipungkiri telah sangat mempengaruhi perekonomian di negeri ini. Kredit bermasalah dan kredit macet pun telah menjadi masalah nasional. Kebijaksanaan uang ketat ( tight money policy ) yang diterapkan pemerintah mengakibatkan tingginya tingkat suku bunga pinjaman, sehinggah menyulitkan debitur untuk memenuhi kewajibannya membyar pokok pinjaman dan atau bungan seperti yang ditentukan dalam perjanjian kredit. Terlebih jika fasilitas pinjaman tersebut diberikan dalam bentuk valuta asing. Dilikuidasinya 16 ( enam belas ) bank pada tahun 1997, menambah daftar panjang kemerosotan perekonomian di Indonesia, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi kelangsungan perbankan nasional. Untuk mengatasi masalah tersebut segala cara dan upaya telah dikerahkan, salah satunya adalah dengan mamperlakukan Peraturan Kepailitan ( Failliessement verordening ) STBL.1905 No.217 Jo STBL.1906 No. 348 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.1 Tahun 1998 tentang Perubahan undang-undang Kepailitan yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang Kepailitan No.4 Tahun 1998. Undang-undang Kepailitan tersebut mengatur secara
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
4
umum penyelesaian bagi debitur baik perorangan maupun badan hukum yang tidak mampu atau tidak mau membayar utangnya. Diundangkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, merupakan suatu upaya hukum untuk menciptakan suatu bentuk kepastian hukum bagi bank selaku kreditur. Pendapat ini dilandaskan kondisi dimana sebagian besar debitur Indonesia memiliki perikatan hukum dengan lebih dari satu kreditur. 3 Terdapat beberapa permasalahan yang timbul bagi badan usaha bank yang dinyatakan pailit, diantaranya dipertanyakan apakah mekanisme yang ada dalam peraturan kepailitan tersebut merupakan suatu penyelesaian yang tepat diterapkan bagi usaha bank, mengingat dalam peraturan kepailitan tersebut perlu ditempuh mekanisme penyelesaian melalui suatu badan pengampu yang disebut Balai Harta Peninggalan ( BHP ) atau kurator yang dalam melakukan tugas pengampuan dan pemberesan berada dibawah pengawasan Hakim Pengawas. 4
Sebagaiman telah disebutkan sebelumnya, bahwa untuk menyelesaikan usaha bank telah diatur secara khusus didalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1997. Undang-undang Kepailitan Pasal 2 ayat 3 menyebutkan bahwa dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 2
3 4
Ibid. hal. 507 Ibid. hal. 420
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
5
ayat 3 itu, maka Undang-undang Kepailitan telah memperlakukan standar ganda ( double standard ). Ketentuan yang menentukan bahwa hanya Bank Indonesia saja yang dapat mengajukan permohonan peryataan pailit dalam hal debitor adalah suatu bank, yang telah merampas hak kreditor dari bank. Kreditor dari bank selain para nasabah penyimpan dana juga justru banyak terdiri dari bank-bank, yang memberikan fasilitas kepada bank itu melalui interbank money market. 5 Menurut Undang-undang Kepailitan, bank sebagai kreditor dalam menghadapi debitor non bank dapat mandiri menjalankan haknya untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, tetapi apabila bank sebagai kreditor menghadapi debitor yang merupakan bank, haknya untuk mengajukan permohonan pailit hilang berdasarkan ketentuan Undang-undang Kepailitan tersebut. 6 Sebagaimana diketahui, bank bukanlah suatu perusahaan biasa, bank merupakan suatu lembaga perantara ( intermediary ) yang mengerahkan dana simpanan masyrakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Apabila suatu bank berdiri dan memperoleh izin usaha beroperasi, maka bank bukan lagi sekedar milik pemegang saham, tetapi juga milik masyarakat yang telah memberikan kepercayaan dengan menggunakan jasajasa yang ditawarkan pihak bank. 7 Disamping itu bank merupakan suatu lembaga masyarakat, karena bank terutama bekerja dengan dana masyarakat yang diserahkan kepadanya. Dengan demikian eksistensi suatu bank sangat tergantung pada kesedian masyarakat, yang 5
Sutan Remy Sjahdeini, (1). Hukum Kepailitan Memahami Faillisssements verordenning Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998,(Jakarta : PT.Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal.140 6 Ibid. 7 Sutan Remy Sjahdeini. (2). Likuidasi dan Tanggungjawab Pengurus dan Pemegang saham terhadap Pihak Ketiga, ( Makala pada Seminar Restrukturisasi Organisasi Bisnis Melalui Kepailitan, Semarang : Kerjasama Fakultas Hukum UNDIP dengan ELIPS Project, 11 Desember 1997), hal. 3.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
6
hanya dapat diperoleh apabila masyarakat percaya pada dunia perbankan untuk menyimpan uangnya di bank. 8 Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka akan timbul suatu pertanyaan apakah sebuah bank dapat dinyatakan pailit ? bagaimana jika sebagian besar bank di Indonesia mengajukan permohonan peryaratan pailit ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan manjadi pemicu munculnya ketidak percayaan masyarakat terhadap bank. Padahal sebagaiman kita ketahui bank adalah lembaga penghimpun dana masyarakat yang mengemban kepercayaan dari masyarakat. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut diatas, perlu dipelajari dan dikaji lebih dalam tentang halhal yang berkaitan dengan aspek hukum kepailitan dan likuidasi khususnya ditinjau dari otoritas pengawas perbankan.
B. Perumusan Masalah Berdasrkan uraian pada latar belakang masalah sebagaiman tersebut di atas, maka penelitian ini akan menitik beratkan pada permasalahn mengenai “ Aspek Hukum Kepailitan dan Likuidasi ditinjau dari Otoritas Pengawas Perbankan “ yang pokok permasalahannya dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah penyelesaian dengan mekanisme kepailitan dapat diterapkan pada usaha bank ? 2. Apakah likuidasi dapat digunakan sebagai upaya hukum yang tepat untuk pembubaran usaha bank ? 3. Bagaimana perlindungan hukum dengan nasabah bank penyimpanan dana terhadap bank yang bermasalah ? 8
Ibid.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui kepailitan dapat diterapkan dalam usaha bank. 2. Untuk mengetahui likuidasi merupakan langkah yang tepat untuk pembubaran ijin usaha bank. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum pada nasabah penyimpan dana terhadap bank yang bermasalah. Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini adalah : 1.
Manfaat Teoretis Secara teoritis bahwa penelitian ini adalah merupakan sumbangsih penulis kepada ilmu pengetahuan khususnya kepada Hukum Perdata Dagang.
2.
Manfaat Praktis Bahwa dengan penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan terutama bagi mahasiswa khususnya, juga bagi kepentingan umum, bangsa dan negara dalam pembangunan.
D. Keaslian Pustaka Penulisan karya tulis ilmiah dengan judul “ ASPEK HUKUM KEPAILITAN
DAN
LIKUIDASI
DITINJAU
DARI
PENGAWAS
PERBANKAN “ Judul diatas adalah hasil pemikiran sendiri, dibantu dengan refrensi buku, dan pihak-pihak lain dan judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Data yang dipakai guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, baik itu media cetak atau pun pengumpulan informasi melalui internet, sehingga data-data yang dipakai secara
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
8
garis besar adalah data yang faktual dan up to date. Penulis juga mengumpulkan data berupa berkas perkara di PN. NIAGA JAKARTA PUSAT dan PN.NIAGA MEDAN dengan cara membahas dan mewawancarai narasumber dan praktisi hukum yang terkait. Demikian keaslian skripsi ini dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Bank Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian bank adalah adalah badan usaha dibidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan
uang
(masyarakat ), terutama memberikan kredit dan jasa lalulintas pembayaran dan peredaran uang. 9 Pasal 4 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Jo. Pasal 1 angka 20 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentrak Republik Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini, Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang. Menurut Fockema Andreae yang dimaksud dengan bank ialah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan pihak ketiga. 10 Menurut kamus istilah keuangan dan perbankan bahwa bank adalah badan usaha dibidang keuangan yang menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat, terutama dengan memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang. 11 9
Tim Penyusun, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Hal. 103-
104. 10
Zaenal Asikin, 1997, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal.4. 11 Aliminsyah, 2003, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan, Yrama Widya, Hal. 140.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
9
Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yakni Pasal 1 angka 2 yang menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang mengimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Rachmadi Usman mengatakan bahwa usaha perbankan haruslah didirikan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak boleh berbentuk usaha perorangan. Perubahan istilah lembaga keuangan menjadi badan usaha adalah dimaksudkan agar para pelaku bank lebih professional dalam mengelola dana dari dan ke masyarakat. 12 2. Kepailitan Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut adalah : seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktiva atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya. 13 Pengertian kepailitan secara otentik telah merumuskan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun !998 Jo. UndangUndang No. 37 Tahun 2004 yakni pada Pasal 1 yang menyatakan kepailitan adalah suatu keadaan dimana kreditur yang mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang lebih krediturnya. Menurut Retnowulan Sutantio yang dimaksud dengan kepailitan adalah eksekusi massal yang ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta 12
Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,2001), hal.60. 13 Munir Fuady,(2), Hukum Pailit 1998 dalam Teoridan Praktek, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal.7.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
10
merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditur yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib. 14 3. Likuidasi Bank Pengertian secara otentik telah dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank yakni pada Pasal 1 angka
4 yang menyatakan likuidasi bank adalah
tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Menurut Yunus Husein dalam rangka pelaksanaan likuidasi ditegaskan bahwa harta kekayaan yang diterima oleh bank dalam kegiatan penitipan atau dalam kedudukannya sebagai kustodian tidak termasuk dalam harta kekayaan yang dicairkan dan harus dikembalikan kepada pihak yang menitipkan atau pemegang rekening pada kustodian. 15 4. Perlidungan terhadap nasabah Perlindungan hukum terhadap nasabah adalah melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan disuatu bank tertentu terhadap resiko kerugian. Perlindungan hukum juga merupakan upaya hukum untuk mempertahankan dan memelihara kepercayaan masyarakat khususnya nasabah.
14
Retnowulan Sutantio, Kapita Selekta Hukum Ekonomi Dan Perbankan, ( Jakarta : Seri Varia Yustisia,1996), hal. 85. 15 Yunus Hussein, Hukum Kepailitan Ditinjau dari Aspek Perbankan. (Makalah disampaikan dalam Seminar Pelatihan Teknis Yustisial Pengadilan Niaga Bagi Para Calon Hakim Pengadilan Niaga, Jakarta : !2 September 1998), hal. 17-18.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
11
Marulak Pardede mengatakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana terbagi atas dua, yaitu : 16 1. Perlindungan secara implisit ( Implicit Deposit Protection ) yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini diperoleh melalui : peraturan perundang-undangan dibidang perbankan, perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia, upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya, memelihara tingkat kesehatan bank, melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehatihatian, cara memberkan kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah dan menyediakan informasi resiko kepada nasabah. 2. Perlindungan secara eksplisit ( Eksplicit Deposit Protection ) yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Bank Umum. Menurut Muhammad Djumhana bahwa Perlindungan nasabah merupakan suatu persoalan yang tertuju pada ketentuan peraturan perundang-undangan serta ketentuan perjanjian yang mengatur hubungan antara nasabah dengan nasabahnya serta perlindungan konsumen dalam sektor jasa perbankan yaitu pelayanan dibidang perkreditan 17 Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan konsekuensi logis terhadap pelayanan perbankan, dimana pelaku usaha jasa perbankan dituntut untuk : 18 1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, 2. memberikaninformasi yang benar, jelas daan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikannya, 16
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Prenada Media,2005), hal 123-124. 17 Muhammad Djumhana, Op.Cit, Hal.283. 18 Ibid, Hal.281-282.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
12
3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, 4. menjamin kegiatan usaha perbankannya berdasarkan ketentuan standar perbankan yang berlaku. Perkembangan industri perbankan di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Perkembangan ini mendorong lahirnya peraturan di bidang perbankan. Peraturan terbaru yang mengatur tentang perbankan ni adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Undang-Undang ini menyebutkan pada Pasal 1 angka 2 bahwa “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Selanjutnya disebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat. Berdasarkan kedua fungsi di atas, maka terlihat adanya dua hubungan hukum antara bank dengan nasabah, yaitu : 1. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana. 2. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur.
F. Metode Penelitian Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan maka digunakan berbagai metode. Dapat diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi penyelidikan atau penelitan berlangsung menurut cara tertentu. Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
13
1. Tipe Penelitian Tipe penelitian hukum yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif . Dalam hal penelitian yuridis normatif, penulis menggunakan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan. Metode penelitian yuridis normatif ini dipilih adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan dilaksanakan di Indonesia . 2. Sumber dan Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan Data Primer dan Data Sekunder. Data Primer didapatkan melaui bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat berupa Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang tentang Kepailitan menjadi Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank, dan peraturan perundang-undang lainnya terkait. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari dan menelaah buku-buku, artikel, serta Peraturan PerundangUndangan yang ada kaitannya dengan isi skripsi. Penulis mengumpulkan data lebih dahulu dengan mengadakan studi dokumen, yang kemudian melakukan inventarisasi dan sistematis putusan-putusan
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
14
pengadilan negeri niaga sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan dilakukan wawancara . 4.
Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang dianalisis secara
kualitaf, dan disajikan dengan deskriptif. Analisis kualitatif ini untuk mengungkap secara mendalam tentang pandangan dan konsep yang diperlukan dan akan diuraikan secara komperhensif untuk menjawab kepada persoalan yang ada dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan Agar terdapat suatu alur pemikiran yang tertip dan teratur secara sistematis maka penulisan tesis ini disusun dalam suatu kerangka yang terdiri atas tiga bab dengan masing-masing bab memiliki sub bab, sebagai berikut : Bab I
: Pendahuluan Bab ini merupakan bab awal yang akan mendukung untuk memasuki bab-bab selanjutnya. Bab ini akan memuat dan menguraikan hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat masalah penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II
: Tinjauan Umum Tentang Perbankan Bab ini akan membahas dan menguraikan tentang teori-teori dan peraturan yang berkenaan dengan tinjauan umum tentang perbankan, pengertian dan fungsi bank, jenis dan usaha bank,
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
15
bentuk hukum bank, pembinaan dan pengawasan bank, tingkat kesehatan bank. Bab III
: Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau dari Otoritas Pengawas Perbankan Bab ini akan membahas dan menguraikan tentang teori-teori dan peraturan yang berkenaan dengan tinjauan umum tentang kepailitan, pengertian dan syarat-syarat kepailitan, pihak-pihak yang terlibat dalam proses kepailitan, pemberesan harta pailit, akibat pernyataan pailit dan tinjauan umum tentang likuidasi, pengertian likuidasi, dasar hukum likuidasi, prinsip-prinsip dasar likuidasi, perlindungan hukum nasabah penyimpan dana, langkah-langkah sebelum likuidasi, kedudukan dan tanggung jawab direksi, dewan komisaris dan pemegang saham
Bab IV
: Kepailitan Bank dan Dampak Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Dana Bab ini akan membahas dan menguraikan tentang bank sebagai debitor dalam kepailitan, kemudian dari data yang ada dan berdasarkan pada permasalahan yang ditemui dalam penulisan akan dianalisis sejauh mana ketentuan dalam undang-undang kepailitan dapat dimanfaatkan bagi penyelesaian usaha bank dan sejauh mana likuidasi dapat digunakan sebagai sarana hukum yang tepat untuk pembubaran usaha bank serta perlindungan hukum nasabah hukum bank penyimpan dana dari bank yang bermasalah.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
16
Bab V
: Kesmpulan Dan Saran Bab ini merupakan bab akhir dimana akan dirumuskan mengenai kesimpulan yang didapat berdasarkan uraian dan pembahasan terhadap pokok permasalahan yang timbul. Kemudian dari hasil penulisan tersebut akan diakhiri dengan saran-saran.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN A. Pengertian dan Fungsi Bank Bank sebagai suatu istilah yang selalu disebutkan dan terkait daalam Hukum Perbankan, dalam perkembangannya dimaksudkan sebagai suatu jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman, mengerdarkan mata uang, mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan untuk benda-benda berharga, dan membiayai usaha-usaha perusahaan. Dalam suatu kamus, kata bank diartikan sebagai : 19 1.
2.
Menerima deposito uang, custody, menerbitkan uang, untuk memberikan pinjaman dan diskonto, memudahkan penukaran fund-fund tertentu dengan cek, notes, dan lain-lain, dan juga bank memperoleh keuntungan dengan meminjamkan uangnya dengan memungut bunga. Perusahaan yang melaksanakan bisnis bank tersebut. 19
Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), hal. 31.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
17
3.
Gedung atau kantor tempat dilakukannya transaksi bank atau tempat beroperasinya perusahaan perbankan. Bank diartikan juga oleh sebagian orang sebagai suatu institusi yang
mempunyai peran yang besar dalam dunia komersil, yang mempunyai wewenang untuk menerima deposito, memberikan pinjaman dan menerbitkan promissory notes yang sering disebut dengan bank bills atau bank notes. Sedangkan masyarakat awam mengenal bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menerima simpanan baik dalam bentuk tabungan, giro maupun deposito. Selain itu bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam, menukar dan memindahkan uang serta tempat menerima setoran pembayaran iuran listrik, telepon, air dan bahkan uang kuliah. Apabila menelusuri sejarah dan terminologi bank, maka kita akan menemukan bahwa kata bank berasal 17 dari bahasa Italy “banca” yang artinya bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab pada jaman pertengahan, pihak bankir Italy yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar. 20 Pengertian bank secara otentik, pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, secara jelas disebutkan bahwa : “Bank adalah Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakatdalam bentuk kredit dan /atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa bank berfungsi sebagai “ Financial
20
Munir Fuady, (1). Hukum Perbankan Modern, Cet-1, ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal.13
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
18
Intermediary” dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalulintas pembayaran. Dua fungsi itu tidak bisa dipisahkan. Bank sebagai badan usaha akan selaku berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya. Sebaliknya sebagai lembaga keuangan bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. 21 Selanjutnya pada Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Perbankan yang sudah diubah menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan Perbankan Indonesia, Yaitu : 1.
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
2.
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Pengertian dari kedua pasal tersebut jika dihubungkan dengan Penjelasan
Umum Undang-Undang Perbankan, maka akan terlihat bahwa perbankan nasional kita mempunyai ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan perbankan pada umumnya. B.
Jenis dan Usaha Bank
Menurut Martono bahwa kelembagaan bank dinegara kita dibedakan dengan tatanan struktur yang lebih sederhana, dimana pada Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa menurut jenisnya, bank terdiri dari Bank Umum dan Bank 21
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Cet-1, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 59
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
19
Perkreditan Rakyat. Meskipun demikian dari sejarah perkembangan perbankan di Indonesia yang telah beberapa kali mengalami perubahan perundang-undangan, jenis bank dapat dilihat dari berbagai aspek. 22 Pembagian jenis bank tersebut dapat dilihat dari aspek fungsinya, kepemilikannya, status dan kedudukan dan cara menentukan harga.
1. Dilihat dari Aspek Fungsinya Pembagian jenis bank menurut UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan hanya berdasarkan pada segi fungsi bank, hal ini dimaksudkan untuk memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat diselenggarakan. 23 Menurut Undang-Undang Perbankan tersebut, bank dibagi menjadi dua jenis, yaitu : (1). Bank Umum. (2). Bank Perkreditan Rakyat. Mengenai pengertian dari kedua jenis bank tersebut sebagaimana tercantum dalam pasal 1 angka 3 dan 4 UU Perbankan. Bank Umum adalah bank yang dapat melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
22
Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Cet-1, (Yogyakarta, Ekonisia, 2002),
hal.28-30 23
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal.86-87.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
20
2. Dilihat dari Aspek Kepemilikannya Dilihat dari aspek kepemilikannya yaitu siapa yang memiliki bank tersebut dapat dilihat dari akte pendiriannya dan berapa jumlah saham yang dimiliki. Jenis bank tersebut terdiri dari : a.
Bank milik Pemerintah, dimana akta pendirian dan sahamnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga keuntungan yang diperoleh juga dimiliki
oleh
pemerintah. b.
Bank milik Swasta nasional, jenis bank ini akta pendirian dan sahamnya dimiliki olehswasta nasional. Demikian juga pembagian keuntungan yang diperoleh juga dimiliki oleh swasta nasional.
c.
Bank milik koperasi, dimana akta pendirian dan sahamnya dimiliki oleh koperasi yang berbadan hukum.
d.
Bank milik swasta asing, Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang sahamnyadimiliki oleh swasta asing maupun pemerintah asing. Dengan demikian kantor pusatnya diluar negeri dan keuntungannya juga dimiliki swasta asing.
e.
Bank campuran, pada jenis bank ini sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh Warga Negara Indonesia.
3. Dilihat dari Aspek Status Dilihat dari aspek statusnya yaitu jenis bank yang dilihat dari kemampuannya dalam melayani masyarakat. Status dan kedudukan bank diukur
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
21
dari kemampuannya melayani masyarakat yang terdiri dari julah produk yang ditawarkan, modal, serta kualitas pelayanannya, terdiri dari : a. Bank Devisa, yaitu bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing, seperti trevelers cheque, pembukuan dan pembayaran Letter of Credit, transfer ke luar negeri dan inkaso ke luar negeri, untuk menjadi bank devisa persyaratannya ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Bank Non Devisa, merupakan bank yang belum memiliki ijin untuk melaksanakan transaksi ke luar negeri seperti yang telah dilakukan oleh bank devisa, kegiatan yang dilakukan oleh bank ini meliputi transaksi dalam negeri.
4. Dilihat dari Aspek Cara Menentukan Harga Jenis bank dilihat dari cara menetapkan harga baik harga beli maupun harga jual. Jenis bank ini dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Bank Konvensional, dimana dalam operasionalnya menggunakan prinsip konvensional yang menggunakan dua metode, yaitu : a. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman ( kredit ) yang diberikan berdasarkan tingkat bunga tertentu. b. Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau presentase tertentu. Sistem penetapan biaya ini disebut fee based sebagian besar bank yang berkembang di Indonesia melaksanakan prinsip perbankan konvensional.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
22
2) Bank Syariah, atau bank bagi hasil, merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah islam. Dalam operasinya, baik dalam kegiatan penghimpun dana dari masyarakat maupun dalam penyaluran dana kepada masyarakat bank syariah menetapkan harga produk yng ditawarkan berdasarkan prinsip jual beli dan bagi hasil.
C. Bentuk Hukum Bank Bentuk hukum suatu bank tergantung pada jenis banknya. Bentuk hukum tersebut haruslah jelas, sehingga terdapat ketegasan mengenai harta kekayaan yang terpisah, pengesahan pendiriannya dan pengurus yang berwenang mewakili bank tersebut. Pada Pasal 21 Undang-Undang Perbankan yang diubah, bentuk suatu bank umum dapat berupa : a. Perseroan terbatas ; b. Koperasi ; atau c. Perusahaan Daerah. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat, bentuk hukumnya dapat berupa : a. Perseroan Derah; b. Koperasi; c. Perseroan Terbatas; d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
23
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai tempat untuk menyelenggarakan lembaga perbankan yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Badan Kredit Desa dan lembaga lainnya. Mengenai bentuk hukum dari kantor perwakilan dan Kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri, akan mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya.
D.
Pembinaan dan Pengawasan Bank 1. Pengertian Pembinaan dan Pengawasan Bank Pengertian pembinaan dan pengawasan dapat temukan didalam
Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Perbankan, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembinaan adalah : upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, kepengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan adalah : meliputi pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank, dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Selanjutnya pada penjelasan Pasal 29 tersebut, dijelaskan pula tujuan dari pembinaan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia tersebut, yakni : 24 1.
Kedua fungsi itu harus dilakukan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral, mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang 24
Usman, op.cit., hal.123.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
24
2.
3.
4.
disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, karenanya keadaan suatu bank perlu dipantau ole Bank Indonesia; Tujuannya agar kesehatan bank tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadap bank tetap terpelihara, sebab kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada dalam keadaan sehat; Sejalan dengan itu, Bank Indonesia diberi kewenangan, tanggung jawab dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk-petunjuk nasihat-nasihat, bimbingan dan pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan; Dipihak lain, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan internal dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehatianhatian. Mengenai pembinaan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia lebih
lanjut diatur di dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 378 Undang-Undang Perbankan dan Pasal 24 sampai dengan Pasal 35 Undang –Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 2. Otoritas Pembina dan Pengawasan Bank Sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Perbankan, Bank Indonesia diserahi tugas, kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan pembinaan dan pengawasan bank. Dengan demikian otoritas pembinaan dan pengawasan terhadap bank berada di tangan Bank Indonesia. Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran 3. Mengatur dan mengawasi bank
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
25
Sesuai dengan dengan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1993, dalam rangka melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan bank, Bank Indonesia berwenang untuk 1. menetapkan peraturan, 2. memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, 3. melaksanakan pengawasan bank, dan 4. mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang undangan. Dengan demikian jelas terlihat bahwa Bank Indonesia mempunyai wewenang, tanggung jawab dan kewajiban secara utuh melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat preventif maupun represif. Meskipun demikian untuk masa mendatang, tugas, kewenangan dan tanggung jawab mengawasi bank tidak lagi dilakukan oleh Bank Indonesia, melainkan akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan. Hal ini sebagaimana tertera dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang. Dalam melaksanakan tugasnya lembaga ini akan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral. Sedangkan tugas mengatur bank, akan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia. Dengan demikian terjadi pemisahan fungsi pembinaan dan fungsi pengawasan terhadap bank.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
26
Undang Undang Perbankan dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 telah merinci lingkup kegiatan dari fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap bank oleh Bank Indonesia, yang akan menjadi tolak ukur mengukur pelaksanaan pembinaan dan pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
E.
Tingkat Kesehatan Bank Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan
menjalankan usahanya terutama dari masyarakat, harus dapat menjaga keselamatannya. Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank. Oleh karena itu para pihak tersebut secara bersama-sama harus mengupayakan bank yang sehat. Pasal 29 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Perbankan menentukan bahwa Bank Indonesia berwenang untuk : 1. Menetapkan tingkat kesehatan bank, 2. Dengan memperhatikan kecukupan modal, 3. Kualitas aset, 4. Kualitas manajemen, 5. Likuiditas, 6. Rentabilitas, 7. Solvabilitas dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan usaha Bank. Tata cara penilaian tingkat kesehatan bank lebih lanjut dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/11/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 30/2/UPPB masing-masing tanggal 30 April 1997 tentang
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
27
Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 30/3/UPPB masing-masing tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.25 Secara teoritis ada dua pendekatan untuk menilai kesehatan suatu bank yakni metode CAMEL, merupakan singkatan dari Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity dan metode EAGLES, merupakan singkatan dari Earning, Ability, Asset Quality, Growth, Liquidity, Equity dan Strategic Management. 26 Menurut SK Direksi Bank Indonesia Nomor. 30/2/UPPB tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, bahwa tingkat kesehatan bank dinilai dengan pendekatan CAMEL dengan mengukur kualitas faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas. 27 Faktor dan komponen tersebut diberikan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan bank dan penilaiannya dilakukan dengan “reward system” (sistem kredit) yang dinyatakan dalam nilai kredit 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit tersebut yang dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksana ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan bank menunjukkan hasil penilaian tingkat kesehatan bank. Atas dasar penilaian tersebut ditetapkan empat golongan predikat tingkat kesehatan bank, yakni :Sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. 28
25
Ibid,. hal.129 Juli Irmayanto dkk, Bank & Lembaga Keuangan, Cet-3, (Jakarta, Universitas Trisakti, 2002), hal.92. 27 Ibid. 28 Usman, op.cit, hal. 131. 26
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
28
BAB III KEPAILITAN DAN LIKUIDASI DITINJAU DARI OTORITAS PENGAWAS PERBANKAN
A. TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN 1. Pengertian Dan Syarat-syarat Kepailitan Pengertian Kepailitan secara tata bahasa adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan “pailit”. Jika kita baca ketentuan dalam Undang-Undang kepailitan tidak ada satup un rumusan yang menjelaskan tentang pengertian maupun defenisi dari kepailitan. Arti yang Orisinil dari bangkrut atau pailit adalah seorang pedagang yang tersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung untuk mengelabui pihak krediturnya. 29 Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut antara lain adalah : seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktiva atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya. 30 Pada Black’s Law Dictionary, pailit atau “Bankrupt”adalah : 31 “The State or condition of a person ( individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due. The 29
Munir Fuady, (2). Hukum Pailit 1998 dalam Teori dan Praktek, (Banndung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal.7 30 Ibid. hal.8 31 Ahmad Yani & Guunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Cet-3, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Jarta, 2002) , hal. 11
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
29
29
condition of one whose circumstances are such that he is entitled to take the benefit of the federal bankruptcy laws. The term includes a person against whom an involuntary petition has filed, or who has filed a voluntary petition, on who has been adjudged a bankrupt.” Pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar“ dari seorang (debitur) atas utang – utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (diluar debitur), suatu permohonan pernyattan pailit ke pengadilan. Maksud dari pengajuan pemohonan tersebut adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan azas “publisitas“ dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitur. Tanpa adanya permohonan yersebut ke pengadilan, maka pihak ketiga yang berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitur. Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu putusan pernyataan pailit oleh hakim pengadilan, baik itu yang merupakan putusan yang mengabulkan ataupun menolak pemohonan kepailita yang diajukan. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan mengatakan bahwa : “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak mampu membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya. “ 32 Berdasarkan isi Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan tersebut di atas, maka dapat dikemukakan bahwa syarat-syarat kepailitan adalah : a. Adanya seorang debitor ; b. Debitor tersebut mempunyai dua atau lebih kreditor ; c. Debitor tidak membayar sedikitnya satu utang ; d. Utang yang tidak dibayar tersebut harus telah jatuh waktu dan dapat ditagih ; e. Keadaan pailit dinyatakan oleh putusan Pengadilan. 32
Indonesia, (2) Undang-Undang Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepailitan Menjadi Undang-Undang, No. 4 tahun 1998, LN No.87 Tahun 1998. ps. 1.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
30
2. Para Pihak Yang Terlibat Dalam Proses Kepailitan 1. Pihak Pemohon Pailit Pada Pasal 2 Undang-undang Kepailitan, yang dapat menjadi pemohon dalam suatu perkara kepailitan adalah : 1. Debitur itu sendiri 2. Seorang atau lebih krediturnya 3. Kejaksaan, jika menyangkut kepentingan umum 4. Bank Indonesia, jika debitornya adalah bank ; 5. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), jika debitornya adalah perusahaan efek. Maka dapat dikemukakan bahwa kebangsaan kreditur tidak dipermasalahkan. Seorang kreditur asing, sebagaimana halnya dengan kredtornya Indonesia dapat mengajukan suatu permohonan kepailitan.33 Bagi debitor yang telah menikah dapat mengajukan permohonan kepailitan hanya dengan persetujuan suami atau istri jika ada suatu bentuk kekayaan bersama (Pasal 3 UU Kepailitan ). 34 Selanjutnya para kreditor dapat mengajukan satu permohonan kepailitan bersama agar menunjukkan kepada Pengadilan Niaga bahwa debitur mempunyai lebih dari satu kreditur (banyak kreditur). Status sah yang dibuat oleh putusan pernyataan kepailitan mempengaruhi semua kreditur yang bersangkutan oleh karena itu tidak dapat lagi diubah oleh seorang kreditur (yaitu pemohon ). 35 2. Kurator Kurator diangkat oleh pengadilan bersamaan dengan putusan permohonan pernyataan pailit. Yang dapat bertindak menjadi kurator adalah Balai Harta Peninggalan (BHP) atau kurator lainnya. Yang dimaksud dengan kurator lainnya (
33
Jerry Hoff, Undang-undang Kepailitan Di Indonesia ( Indonesia Bankrupcty law ), diterjemahkan oleh Kartini Muljadi (Jakarta : Tatanusa, 2000), hal.34. 34 Ibid. 35 Ibid., hal 35.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
31
yaitu kurator yang bukan BHP) menurut Pasal 67 ayat (2) UU Kepailitan, adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit ; dan b. Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai Kurator; Apabila debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator ke pengadilan, maka maka BHP bertindak sebagai kuratir. Akan tetapi apabila diangkat kurator yang bukan BHP, maka kurator tersebut haruslah independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan pihak debitur dan kreditur. 36 Pasal 67 ayat (1) UU Kepailitan menyatakan bahwa tugas umum dari kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta pailit Kurator sudah berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit sejak adanya putusan pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga, sungguh pun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi (Pasal 12 Undang-Undang Kepailitan ). Hal ini adalah sebagai konsekuensi hukum dari sifat “serta merta” (uitvoorbaar bij voorrad) dari putusan pernyataan pailit ( Pasal 6 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan ). Meskipun demikian, tidak berarti kurator dapat melakukan tindakan pengurusan dan pemberesan sesukanya. Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kurator, apabila ada yang keberatan dapat melakukan perlawanan kepada Hakim Pengawas (Pasal 68 ayat (1)). Dan jika ada yang keberatan terhadap ketetapan Hakim Pengawas dapat naik banding ke Pengadilan Niaga (Pasal 66 ayat (1)). Kurator dapat terdiri hanya satu orang, tetapi dapat juga lebih dari stu orang. Apabila diangkat lebih dari satu
36
Ibid., hal. 43.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
32
kurator, maka para kurator tersebut memerlukan persetujuan lebih dari ½ jumlah kurator yang ada. 37 3. Hakim Niaga Perkara kepailitan diperiksa oleh hakim majelis (tidak boleh hakim tunggal) baik untuk tingkat pertama maupun untuk tingkat kasasi. Hanya untuk perkara perniagaan lainnya yakni yang bukan perkara kepailitan untuktingkat pengadilan pertama yang boleh diperiksa oleh hakim tunggal dengan penetapan Mahkamah Agung (Pasal 282 Undang-Undang Kepailitan). Hakim Pengadilan Niaga diangkat berdasarkan Surat Kepailitan Ketua Mahkamah Agung (Pasal 283 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan). Dalam menjalankan tugasnya, Hakim Pengadilan Niaga dibantu oleh Seorang Panitera atau Seorang Panitera Pengganti dan Juru Sita (Pasal 282 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan). Di samping itu terdapat juga “Hakim Ad Hoc” yang diangkat dari kalangan para ahli dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. 38 4. Hakim Pengawas Pada putusan kepailitan akan disebutkan bahwa untuk mengawasi Pelaksanaan pemberesan harta pailit, oleh pengadilan harus diangkat seorang Hakim Pengawas disamping pengangkatan kuratornya. Dahulu Hakim Pengawas disebut “Hakim Komisaris.” 39 Tugas dan wewenang Hakim Pengawas menurut Undang-Undang Kepailitan antara lain sebagai berikut : 1. Menetapkan jangka waktu pelaksanaan perjanjian yang masih berlangsung 37 38 39
Ibid., hal.46. Ibid. Ibid.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
33
antara debitur dengan pihak krediturnya jika antara pihak krediturnya dengan pihak kurator tidak tercapai kata sepakat ( Pasal 36 ); 2. Memberikan putusan atas permohonan kreditur atau pihak ketiga yang berkepentingan yang haknya ditangguhkan untuk mengangkat penangguhan apabila kurator menolak permohonan pengangkatan penangguhan tersebut ( Pasal 56, 56A ); 3. Memberikan persetujuan kepada kurator apabila menjaminkan harta pailit kepada pihak ketiga atas pinjaman yang dilakukan kurator dari pihak ketiga tersebut. ( Pasal 67 ayat (3)) ; 4. Memberikan izin bagi pihak kurator apabila ingin menghadap di muka pengadilan, kecuali untuk hal-hal tertentu. ( Pasal 67 ayat (5)) ; 5. Menerima laporan dari pihak kurator tiap 3 (tiga) bulan sekali mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya ( Pasal 70B ayat (1)) ; 6. Menawarkan kepada kreditur untuk membentuk pantia kreditur setelah pencocokan utang selesai dilakukan ( Pasal 72 ayat (12)); 7. Memberikan persetujuan kepada kurator untuk mengalihkan harta pailit sepanjang diperlukan untuk menutup ongkos kepailitan atau apabila penahannya akan mengakibatkan kerugian pada harta pailit, meskipun ada kasasi atau peninjauan kembali (Pasal 98).
3. Proses Permohonan Pailit 1. Tata Cara Pengajuan Permohonan Pailit Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Kepailitan, disebutkan bahwa
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
34
permohonan pernyataan paiit diajukan kepada Pengadilan Niaga melalui Panitera. Dan didalam pasal 5 disebutkan bahwa permohonan ini haruslah diajukan oleh seorang penasehat hukum yang memiliki izin praktek. Setelah Panitera mendaftarkan permohonan tersebut pada tanggal permohonan diajukan, maka kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditanda-tangani oleh Panitera yang bersangkutan (Pasal 4 ayat (2) UU Kepailitan). Panitera kemudian menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Negeri dalam jangka waktu paling lambat 1 x 24 jam sejak tanggal permohonan didaftarkan (Pasal 4 ayat (3) UU Kepailitan). Pengadilan kemudian mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling lambat 2 x 24 jam sejak pemohonan didaftarkan (Pasal 4 ayat (4) UU Kepailitan). Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari sejak permohonan debitur dan disertai dengan alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda penyelenggaran sidang sampai paling lama 25 hari sejak permohonan didaftarkan (Pasal 4 ayat (5) dan (6) UU Kepailitan. 2. Pemeriksaan Permohonan Pailit Setelah perohonan paiilt itu diterima dan dipelajari oleh pengadilan, dalam hal ini permohonan diajukan oleh kreditur atau kejaksaaan, maka pengadilan wajib memanggil debitur. Sedangkan dalam hal permohonan, diajukan oleh debitur sendiri, maka pengadilan dapat memanggil debitur dalam hal ini terdapat keraguan bahwa persyaratan pailit telah terpenuhi (Pasal 6 ayat (1) UU Kepailitan). Pemanggilan debitur dilakukan oleh Panitera paling lambat 7 hari
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
35
sebelum sidang pem eriksaan pertama diselenggarakan (Pasal 6 ayat (2) UU Kepailitan). Sementara pemeriksaan perkara pailit berjalan dan putusan pailit belum ditetapkan, setiap kreditur atau kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur, atau menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pembayaran pengelolaan usaha debitur dan mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan persetujuan kurator (Pasal 7 ayat (1) UU Kepailitan). Dalam hal permohonan peletakan sita jaminan dikabulkan, maka pengadilan dapat menetapkan suatu jumlah uang sebagai jaminan, yang harus diberikan oleh kreditur pemohon kepada Pengadilan (Pasal 7 ayat (3) UU Kepailitan). 3. Putusan Pernyataan Pailit Apabila dalam persidangan terbukti secara sederhana (secara sumir) bahwa persyaratan pailit sebagaiman dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan telah terpenuhi, maka pengadilan harus mengabulkan permohonan pernyataan pailit (Pasal 6 ayat (3) UU Kepailitan). Putusan kepailitan tersebut harus ditetapkan dalam jangka 30 hari sejak permohonan didaftarkan, dan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum serta putusan dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum, baik kasasi maupun peninjauan kembali (Pasal 6 ayat (4) dan (5) UU Kepailitan). Selain memuat hal-hal yang lazim terdapat dalam suatu pengadilan, putusan pernyataan pailit juga memuat tentang pengangkatan seorang Hakim Pengawas
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
36
dan Kurator (Pasal 13 ayat (1) UU Kepailitan). Putusan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dengan tujuan agar setiap pihak yang berkepentingan dalam proses kepailitan dapat mengetahui tentang kepailitan debitur yang bersangkutan. 4. Pemberitahuan dan Pengumuman Putusan pernyataan pailit harus diumumkan dalam Berita Negara dan dalam beberapa surat kabar harian. Pengumuman tersebut penting karena dalam kepailitan, terdapat lebih dari satu jenis kreditor yang memegang hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Menurut Pasal 6 ayat (6) UU Kepailitan, dalam waktu paling lambat 2 x 24 jam sejak putusan ditetapkan, Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan dengan surat dinas tercatat atau melalui kurir kepada : a. Debitur ; b. Pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailitan (pemohon pailit); c. Kurator ; d. Hakim Pengawas. Panitera Pengadilan Niaga harus mengadakan suatu register umum dan harus mencatat didalam register tersebut setiap kepailitan yang terjadi. Sifat dari register umum ini adalah terbuka untuk umum, sehingga register ini dapat dilihat oleh setiap orang. 4. Pemberesan Harta Pailit Harta pailit adalah seluruh harta kekayaan si debitor sejak putusan pernyataan pailit dikeluarkan, termasuk segala sesuatu yang diperoleh selama
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
37
proses kepailitan. Menurut pasal 20 UU Kepailitan, dari harta kekayaan yang dimiliki oleh debitor pada saat putusan pailit dikelurkan dan yang diperoleh oleh debitor selama berada dalam kepailitan dikecualikan pailit adalah : 40 1. barang-barang yang disebutkan dalam Hukum Acara Perdata Pasal 451 No. 25, uang atau gaji tahunan yang disebutkan dalam Reglemen tersebut Pasal 749 ayat 3, dan hak cipta, atas hal mana tidak dapat diadakan penyitaan seperti diuraikan dalam Hukum Acara Perdata tersebut Pasal 452 ayat 1, kecuali bila dalam kepailitan ini telah diajukan oleh para kreditor penagihan utang-utang seperti yang disebutkan dalam ayat 2 pasal tersebut ; 2. Semua hasil pendapatan Debitor pailit selama kepailitan tersebut dari pekerjaan sendiri, gaji suatu jabatan atau jasa, upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sekedar atau sejauh hal itu ditetapkan oleh Hakim Pengawas ; 3. Uang yang diberikan kepada Debitor pailit untuk memenuhi kewajiban Sejumlah uang yang ditapkan oleh Hakim Pengawas dari Pendapat hak nikmat hasil seperti yang dimaksud dalam KUHPerdata pasal 311 untuk menutup beban yang disebut dalam KUHPerdata pasal 312 ; 4. Tunjangan dari pendapatan anak-anaknya yang diterima oleh Debitor pailit berdasarkan KUHPerdata pasal 318 . Pemberesan harta pailit dilakukan dengan memperhatikan hasil rapat verifikasi (pencocokan piutang), yaitu penentuan klarifikasi tentang tagihan– tagihan yang masuk didalam harta pailit, kemudian akan diperinci tentang besarnya piutang-piutang yang dapat dibayarkan kepada masing-masing kreditur, yang akan diklasifikasikan menjadi daftar piutang yang diakui maupun yang dibantah atau yang sementara diakui.Rapat verifikasi dipimpin oleh Hakim Pengawas, sedangkan berita acara rapat ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan Panitera (Pasal 117 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan). Pada rapat verifikasi, setiap kreditur dapat melakukan perlawanan atas jumlah piutang mereka yang terdapat dalam pembukuan atau catatan kurator. Sedangkan debitur pailit berhak untuk turut melawan diterimanya suatu piutang,
40
Sjahdeini, (1) op.cit.hal. 198-199
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
38
baik seluruhnya maupun sebagian, ataupun melawan adanya hak untuk didahulukan, dengan menyebutkan alasan-alasannya secara singkat. 41 Dalam hal tidak terdapat perjanjian perdamaian atau terdapat perjanjian perdamaian tetapi ditolak oleh rapat verifikasi hakim pengawas, maka harta pailit berada dalam keadaan harus dijual lelang dimuka umum dan kemudian hasilnya akan dibagi-bagikan kepada para kreditor konkuren sesuai dengan ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata. Pada prinsipnya aset baru dibaikan kepada para kreditur setelah aset debitur terjual dan menjadi cash (uang tunai), apabila cash sudah cukup tersedia untuk membayar hutang-hutangnya. Akan tetapi tidak dilarang apabila curator membagi hasil penjualan harta pailityang sudah ada terlebih dahulu secara proposional asalkan hal tersebut dipandang baik oleh kurator 42 Pembagian hasil penjualan aset-aset kepada kreditur atau yang berhak lainnya, harus diikuti dengan aturan yang terdapat dalam undang-undang kepailitan, dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Untuk itu perlu dipertimbangkan faktor-faktor pembagian harta pailit, Yaitu sebagai berikut : 43 a. Harta yang bukan harta pailit harus dikeluarkan lebih dahulu. b. Seluruh hutang harta pailit juga harus dikeluarkan dari harta pailit. c. Kreditur separatis dapat menduduki urutan tertinggi, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. d. Ongkos-ongkos kepailitan meduduki urutan tertinggi setelah kreditur prefensi yang bukan separatis. e. Kreditur separatis dapat mengeksekusi sendiri jaminan hutangnya. f. Piutang yang diistimewakan untuk barang tertentu lebih didahulukan dari pada piutang diistimewakan secara umum. g. Piutang yang yang diistimewakan secara umum mempunyai urutan didahulukan sesuai nomor penyebutannya dalam KUHPerdata. 41 42 43
Yani dan Widjaja, op.cit., hal.87. Fuady, (2) op.cit., hal. 150 Ibid., hal. 154-155
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
39
h. Piutang kreditur konkuren dibagi secara pro rata. i. Apabila ada kelebihan aset dari piutang, diserahkan kembali kepada debitur pailit. 5. Akibat Pernyataan Pailit Akibat penting putusan adalah debitur kehilangan kekuasaan untuk menguasai dan mengelola kekayaannya yang terdiri dari harta pailit (Pasal 22 undang-undang kepailitan).Kurator menguasai dan mengelola harta pailit (Pasal 67 ayat (1) Undang-undang Kepailitan). Namun, debitur tetap memegang kekuasaan untuk menguasai kekayaan yang dikeculikan (Pasal 20 Undang-undang Kepailitan). Debitur kehilangan hak menurut hukum untuk menguasai dan mengelola kekayaan yang masuk dalam harta pailit terhitung sejak hari putusan pailit diucapkan (Pasal 22 Undang-undang kepailitan). Dengan Demikian putusan pailit yang diucapkan mempunyai pengaruh yang berlaku surut terbatas. Pada dasarnya setelah putusan pailit diucapkan (yang berutang) kepada debitor yang pailit) tidak dapat lagi menghapuskan kewajiban mereka dengan melakukan pembayaran kepada debitur yang pailit.Namun dalam praktek dapat praktek dapat terjadi bahwa suatu debitur dari debitur yang pailit maju terus dan membayar utangnya kepada debitur yang pailit (dalam hal ini debitur pailit menjadi seorang kreditur). Menurut Pasal 23 Undang-undang kepailitan, harta pailit tidak lagi bertanggung-jawab untuk apa yang diderita oleh debitur setelah putusan pailit
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
40
diucapkan, kecuali apabila harta pailit telah mendapat manfaat dari padanya. Ketentuan ini bemaksud untuk menjaga agar harta pailit utuh. 44 Akibat putusan pailit terhadap perkara yang masih dalam proses hukum yang diajukan terhadap debitur mengenai pembayaran barang kepada atau penyerahan barang dari harta pailit demi hukum ditangguhkan (pasal 26 Undangundang kepaillitan). Oleh karena itu, penggugat harus mengajukan tuntutannya kepada kurator. Kurator juga harus memutuskan apakah ia akan mengambil alih atau tidak suatu gugatan yang masih di proses di pengadilan. Putusan pailit tidak mempunyai akibat atas gugatan di pengadilan yang tidak menyangkut kepentingan keuangan debitur atau hal-hal mengenai keluarganya. 45 Terhadap debitur pailit (Pribadi), direktur dan komisaris dari suatu perusahaan yang dinyatakan pailit tidak boleh menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, asalkan yang bersangkutan ikut bersalah menyebabkan perusahaan tersebut pailit kecuali setelah lewat waktu 5 tahun sejak yang bersangkutan dinyatakan bersalah (Pasal 79 ayat (3) jo. pasal 96 Undang-undang Perseroan Terbatas No.1 Tahun 1995). Ketentuan ini hanya berlaku untuk Kepailitan, tidak berlaku bagi penundaan kewajiban pembayaran utang. Mengenai akibat pernyataan pailit bagi kreditor, bahwa kedudukan para kreditor adalah sama (paritas creditorium) dan karenanya mereka memiliki hak yang sama atas hasil eksekusi harta/budel pailit sesuai dengan imbangan atas besarnya
tagihan
mereka
masing-masing.
Meskipun
demikian
terdapat
pengecualian, yaitu golongan kreditur yang memegang hak agunan atas kebendaan dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan undangundang kepailitan dan peraturan perundang-undangan lainnya
44 45
Hoff, op.cit., hal. 86-87. Ibid., hal 87-88
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
41
B.
TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI 1. Pengertian Likuidasi Dan Dasar Hukum Likuidasi Istilah likuidasi sangat berkaitan dengan pembubaran perusahaan. ahli
hukum masing-masing memberikan istilah yang berbeda untuk pengertian dan pembubaran likuidasi. Bahkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak menggunakan istilah likuidasi, tetapi pembubaran dan pemberesan. Pada UndangUndang Perbankan Nomor 10 tahun 1998, istilah likuidasi dapat dijumpai pada Pasal 37 ayat (2) dan (3). Secara khusus likuidasi telah diatur dan dirumuskan Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 196 dan telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Disebutkan dalam Pasal 1 angka 4 PP No. 25 Tahun 1999, bahwa yang dimaksud dengan Likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Ini artinya likuidasi bank merupakan kelanjutan dari tindakan pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, yang nantinya akan ditunjuk suatu tim yang bertugas melakukan pemberesan bank yang telah dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia. Pada Pasal 16 PP No. 25 Tahun 1999 disebutkan bahwa Pelaksanaan likuidasi bank dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1
Pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para debitor, diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditor dari hasil pencairan dan atau penagihan tersebut ;
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
42
2
Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui Bank Indonesia; Pencairan harta kekayaan bank dalam likuidasi dapat dilakukan dengan
penjualan dibawah tangan atau lelang biasa tanpa melalui Kantor Lelang Negara.Hal ini dimaksudkan agar dapat diperoleh harga jual yang relatif baik sesuai dengan harga yang wajar. Setelah dilakukan pencairan harta kekayaan bank dalamlikuidasi, Hasilnya disetorkan ke bank yang ditunjuk oleh Tim Likuidasi dengan sepengetahuan Bank Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan likuidasi ini ditegaskan pula bahwa harta kekayaan yang diterima oleh Bank dalam kegiatan penitipan atau dalam kedudukannya sebagai kustodian tidak termasuk dalam harta kekayaan yang dicairkan dan harus dikembalikan kepada pihak yang menitipkan atau pemegang rekening pada kustodian. Ketentuan tersebut sejalan dengan ketentuan pasal 9 Undang-Undang Perbankan yang antara lain menyatakan bahwa dalam hal bank mengalami kepaillitan, semua harta yang ditipkan pada bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitipyang bersangkutan. 46 Pengawasan atas pelaksanaan pembubaran badan hukum dan likuidasi bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Pemberian tugas kepada Bank Indonesia ini adalah sejalan dengan kedudukan Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank yang bersangkutan dan menguasai seluk-beluk kegiatan usaha perbankan. Tujuan dari diadakannya fungsi pengawasan likuidasi tersebut adalah untuk memantau perkembangan pelaksanaan likuidasi agar tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang ada. 47 Fungsi pengawasan oleh Bank Indonesia tersebut dilaksanakan antara lain melalui berbagai laporan yang disampaikan oleh tim likuidasi, pemberian persetujuan dalam pembentukan tim likuidasi oleh RUPS, pemberian persetujuan dalam atas neraca akhir likuidasi, dan pemberian penilaian atas pelanggaran
46
Yunus Husein, “Hukkum Kepailitan Ditinjau dari Aspek Perbankan”. (Makalah disampaikan dalam Seminar Pelatihan Teknis Yustisil Pengadilan Niaga Bagi Para Calon Hakim Pengadilan Niaga, Jakarta : 12 September 1998), hal. 17-18. 47 Ibid, hal. 19-20
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
43
ketentuan dalam peraturan pemerintah ini oleh tim likuidasi. Pada Pasal 11 PP No. 25 tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank disebutkan bahwa dengan terbentuknya tim likuidasi, maka Direksi dan Dewan Komisaris menjadi non aktif, namun yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk mengundurkan diri sebelum likuidasi selesai, kecuali dengan persetujuan Bank Indonesia. Mengenai tanggung jawab anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta Pemegang Saham adalah sampai dengan harta pribadi dalam hal yang bersangkutan turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi oleh bank atau menjadi penyebab kegagalan bank. Tanggung jawab anggota Direksi dan Dewan Komisaris sebagaimana diatur dalam pasal 24 PP No. 25 tahun 1999 adalah sejalan dengan pasal 85, pasal 90 dan pasal 98 undang-undang nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas. Yang dimaksud dengan tanggung jawab secara pribadi tersebut adalah bahwa yang bersangkutan wajib turut serta memenuhi kewajban bank terhadap nasabah dan kreditor lainnya. 48 Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum untuk melikuidasi suatu bank yang bermasalah, yaitu : a. Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, khususnya pasal 37 ayat (2) dan ayat (3) dan pasal 52 ayat (1) b. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/53/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
48
Ibid.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
44
Nomor32/54/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat d. Peraturan Perundang-undangan lainnya sepanjang tidak ditentukan lain yang berkaitan dengan pembubaran badan hukum bank, yaitu : 1
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, bagi pembubaran bank yang berbentuk hukum perseroan terbatas.
2
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, bagi pembubaran badan hukum bank yang berbentuk hukum koperasi.
3
Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, bagi pembubaran bank yang berbentuk hukum koperasi.
4
Peraturan
perundang-undangan
mengenai
badan
usaha
milik
negara/daerah, bagi pembubaran badan hukum bank yang berbentuk badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
2. Prinsip-Prinsip dasar Likuidasi Mengenai ketentuan dan tata cara pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi dalam Peraturan Pemerintah ini menganut beberapa prinsip dasar, antara lain: a
Bersifat Lex Specialis, seiring dengan sifat lex specialis dari Undang-Undang Perbankan yang mendasari segala ketentuan tentang perbankan, masalah pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank, lembaga perbankan harus tunduk pada ketentuan dimaksud.
b
Meningkatkan kedudukan nasabah penyimpan dan sebagai kreditor, sebagaimana diketahui usaha bank sangat berhubungan dengan kepentingan
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
45
masyarakat penyimpan dana karena bank bekerja dengan dana masyarakat, sehubungan dengan itu dalam hal terdapat bank yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi maka pembayaran atau pengembalian dana kepada nasabah penyimpan dana diutamakan diantara para kreditor konkuren lainnya, tanpa mengabaikan pembayaran kewajiban kepada kreditor-kreditor yang harus diistimewakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c
Pencabutan izin Usaha dan Likuidasi Bank merupakan langkah terakhir. pencabutan izin usaha dan likuidasi bank akan sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan, sehubungan dengan hal tersebut sebelum dilakukan pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi, Bank Indonesia terlebih dahulu menempuh langkah-langkah tertentu guna menyelamatkan bank dimaksud. Bank Indonesia baru akan mencabut izin usaha bank yang bersangkutan apabila langkah-langkah yang diambil tersebut ternyata tidak dapat mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi dan/atau keadaan suatu bank sudah membahayakan sistem perbankan Kepailitan dan pembubaran bank karena keinginan sendiri para pemegang saham tidak diperkenankan, hal ini adalah karena dapat digunakan oleh pemegang saham sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab terhadap para kreditor, termasuk para nasabah penyimpan dana.
d
Bank dalam likuidasi tetap tunduk pada ketentuan rahasia bank, prinsip ini diberlakukan mengingat kerahasiaan data nasabah bank dalam likuidasi, baik kreditor maupun debitor tetap perlu dilindungi sebagaimana nasabah bank pada umumnya.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
46
e
Status, kewajiban dan Tanggung Jawab Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang Saham. Sejak terbentuknya Tim Likuidasi, status Direksi dan Dewan Komisaris
bank dalam likuidasi menjadi nonaktif, meskipun demikian mereka tetap diwajibkan membantu memberikan segala data dan informasi dan informasi yang diperlukan tim likuidasi dan tidak diperkenankan untuk mengundurkan diri kecuali dengan persetujuan Bank Indonesia. Tanggung jawab anggota direksi dan dewan komisaris serta pemegang saham adalah sampai dengan harta pribadi dalam hal yang bersangkutan turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi oleh bank. Hal ini perlu dilaksanakan mengingat direksi dan dewan komisaris adalah pihak-pihak yang paling mengetahui segala aset dan kewajiban bank harus ikut bertanggung jawab atas kesulitan yang dialami oleh bank.
3. Perlindungan Hukum Nasabah Penyimpan Dana Dalam Undang-Undang Perbankan Tahun 1998 dan 1992 ada ketentuan secara khusus mengatur masalah perlindungan hukum terhadap nasabah khususnya simpanan. Dalam Undang-Undang Perbankan hanya disebutkan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.Terhadap bank yang dilikuidasi, Undang-Undang Perbankan tidak mengatur tentang hak dari nasabah penyimpan dana. Padahal sebagaimana kita ketahui, sumber utama dana bank adalah dari simpanan masyarakat. Untuk menunjang kinerja perbankan nasional diperlukan lembaga penunjang, baik yang dimaksud untuk sementara waktu dalam rangka mengatasi persoalan perbankan yang dihadapi dewasa ini, maupun sifatnya lebih permanen
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
47
seperti lembaga penjamin simpanan ( LPS ). Guna memperkuat lembaga perbankan sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan mengenai tanggung jawab pemegang saham yang dengan sengaja menyebabkan tidak ditaatinya ketentuan perbankan dengan dikenai ancaman dan sanksi pidana yang berat. 49 Jadi yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah apakah simpanan masyarakat yang ada di bank masih dapat diambil jika izin usaha bank disebut atau dilikuidasi. Secara teoritis bank yang dinyatakan sehat, tampaknya cukup aman untuk menyimpan dana di bank tersebut, tapi apakah hal ini dapat dijadikan jaminan, bahwa bank yang tidak akan dicabut izin usahanya. Dalam hal inilah muncul pendapat para ahli perbankan, untuk menghindari kemungkinan kekurang percayaan masyarakat terhadap jasa perbankan, dirasakan perlu untuk mewujudkan lembaga asuransi Deposito, seperti halnya di Amerika Serikat dikenal dengan lembaga Federal Deposit Insurance Company (FDIC). Dengan adanya asuransi ini, maka kemungkinan akan terjadinya bank dilikuidasi ataupun mismanajemen dari direksi tidak perlu terlalu dirisaukan karena sudah ada lembaga penjamin dalam hal ini lembaga asuransi. Sebagaimana diketahui munculnya FDIC di Amerika Serikat sendiri adalah juga idak terlepas dari krisis perbankan sekitar tahun 1930. Bank pada waktu itu terpaksa gulung tikar ini pada umumnya adalah bank yang belum mapan. Untuk mengatasi masalah ini lahir The Banking Acts Of 1933 And 1935. 49
C.S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia( Aspek Hukum Dalam Ekonomi), Cet-6, (Jakarta : Pradnya Pramitha,2001), hal.50
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
48
Kedua Undang-Undang inilah yang mempunyai sejarah tersendiri dalam perkembangan lembaga keuangan bank di Amerika Serikat, karena fungsi bank dipisahkan antara bank komersial dan tugas bank sebagai lembaga investasi untuk menghindari adanya depresi bank pada tahun 1930 ini dibentuklah lembaga asuransi deposito. Bagaimana halnya di Indonesia. Tampaknya pemerintah pun sudah mengantisipasi masalah ini. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 37 B Undang-Undang Perbankan yang mengemukakan : 1. Setiap bank wajib menjalin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. 2. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan. 3. Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam angka (2) berbentuk Badan Hukum Indonesia. 4. Ketentuan mengenai Penjamin dana masyarakat dan lembaga penjamin simpanan diatur lebiih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya dalam penjelasan pasal ini disebutkan pembentukan lembaga penjamin simpanan diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya pada Pasal 1133 menyebutkan bahwa yang mempunyai hak untuk didahulukan adalah kreditorkreditor yang mempunyai hak istimewa (previlege), gadai, hipotek dan hak tanggungan. Hak istimewa adalah hak yang oleh undang-undang diberikan kepada
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
49
seorang kreditor, sehingga tingkatnya lebih tinggi dari kreditor-kreditor lainnya. Kreditor-keditor gadai, hipotek dan hak tanggungan lebih tinggi haknya daripada kreditor yang mempunyai hak istimewa kecuali ditentukan lain oleh undangundang. Dihubungkan dengan hal tersebut, piutang nasabah penyimpan dana terhadap bank terlikuidasi bukan merupakan piutang yang diistimewakan. Pada Pasal 17 PP No. 25 Tahun 1999, terhadap bank yang di likuidasi, pembayaran kewajiban kepada kreditur dilakukan setelah dikurangi dengan gaji pegawai, perkara di pengadilan, biaya lelang, pajak yang terutang berupa pajak bank dan pajak yang dipungut oleh bank selaku pemotong/pemungut pajak dan biaya kantor. Setelah itu sisanya barulah dibayarkan kepada nasabah penyimpan dana yang jumlah pembayarannya pun ditetapkan oleh Tim Likuidasi. Dengan demikian jelas terlihat bahwa nasabah penyimpan dana haknya tidak diutamakan, meskipun sebagian besar sumber dana perbankan berasal dari simpanan masyarakat. Lebih lanjut ketentuan Pasal 17 PP No.25 Tahun 1999 tersebut dijabarkan dalam Pasal 40 dan 41 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/53/KEP/DIR/1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum, yang semakin menunjukkan bahwa perlindungan hukum nasabah penyimpan dana tidak memadai. Nasabah penyimpan dana tidak memiliki hak utama atau kedudukan prefensi terhadap pengambilan atau pembayaran simpanannya jika banknya dilikuidasi. 50
50
Usman, op.cit.hal.181
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
50
4. Pencabutan izin usaha bank dan Pembubaran Badan Hukum Bank serta Pembentukan Tim Likuidasi Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 PP No.25 tahun 1999, Pencabutan izin usaha bank dilakukan oleh Pimpinan Bank Indonesia. Pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank merupakan langkah terakhir setelah upaya-upaya penyelamatan bank yang mengalami kesulitan tersebut tidak berhasil. Pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1999, upaya tersebut adalah Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar : a. Pemegang saham menembah modal ; b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris atau dewan direksi lain ; c. Bank menghapus bukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya ; d. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain ; e. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban; f. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain ; g. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain. Pencabutan izin usaha ini dilakukan setelah upaya-upaya penyelamatan yang dilakukan gagal dan menuut penilaian Bank Indonesia keadaan bank tersebut dapat membahayakan sistem perbankan. Sedangkan pencabutan izin usaha untuk
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
51
kantor cabang bank yang berkedudukan diluar negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat 1, dilakukan Bank Indonesia dalam hal : 1. Kantor cabang yang bersangkutan berada dalam keadaan yang membahayakan kelangsungan usahanya dan atau sistem perbankan ; 2. Kantor cabang yang bersangkutan ditutup atas permintaan kantor pusatnya; 3. Izin usaha kantor pusat bank yang bersangkutan dicabut dan atau dilikuidasi oleh otoritas yang berwenang di negara setempat. Bank yang dicabut izin usahanya wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memutuskan pembubaran badan hukum bank dan pembentukan tim likuidasi. Kewajiban menyelenggarakan RUPS wajib dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh hari) sejak pencabutan izin usaha. Apabila tidak dilaksanakan atau RUPS tidak berhasil memutuskan pembubaran badan hukum dan pembentukan tim likuidasi, maka sesuai Pasal 6 PP.No.25 Tahun 1999, Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi : a. Pembubaran badan hukum bank ; b. Penunjukan tim likuidasi ; c. Perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini ; d. Perintah agar tim likuidasi mempertanggung jawabkan pelaksanaan likuidasi kepada Bank Indonesia.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
52
Sejak terbentuknya tim likuidasi, maka tanggung jawab pengelolaan bank yang dicabut izin usahanya akan berpindah dari pengurus bank kepada Tim likuidasi. Tim likuidasi ini berjumlah minimal 3 orang dan maksimal 7 orang, dimana salah seorang akan ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau Pengadilan sebagai Ketua.
BAB IV KEPAILITAN BANK DAN DAMPAK HUKUM BAGI NASABAH PENYIMPAN DANA
A. Mekanisme Kepailitan Terhadap Bank yang Bermasalah Sebagaimana telah diketahui bahwa usaha bank adalah menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. sumber utama bank adalah dari simpanan masyarakat, sehingga usaha bank sangat terkait dengan
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
53
kepentingan masyarakat karena bank bekerja dengan dana dari masyarakat atas dasar kepercayaan.Sehubungan dengan ketentuan kepailitan, bank sebagai debitor yang mengalami keadaan tidak mampu atau dalam keadaan berhenti untuk membayar, bank dapat mengajukan permohonan pailit. Pada Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang kepailitan, dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Kenyataan yang terjadi dalam praktek, ketentuan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan ini “mustahil” dilaksanakan, karena bertentangan dengan prinsip dan kedudukan Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank. Pilihan terbaik bagi bank Indonesia justru bukan mempailitkan bank, tetapi bagaimana menyehatkannya kembali. Berkenaan dengan hal tersebut, telah diatur didalam Undang-Undang Perbankan dan Peraturan Pelaksanaannya. Dalam hal piutang bank deposan (Nasabah) hanya ditanggung Rp. 100.000.000.- (seratus juta rupiah), sebagaimana diatur dalam Peraturan BI No. 25 Tahun 1999. Upaya Likuidasi melalui pengadilan maka akan memperoleh kepastian hukum bagi nasabah penyimpan dana tersebut dan akibatnya bank tersebut tidak dapat beroperasi kembali. Apabila ditempu dengan mekanisme kepailitan maka nasabah penyimpan dana tersebut akan berubah statusnya menjadi kreditur kokuren yang tidak menguntungkan. 51 Pada Pasal 37 Undang-Undang 54 Perbankan, tercemin maksud bahwa terdapat bank yang mengalami ketidak mampuan untuk membayar atau berhenti untuk membayar utangnya, harus terlebih dahulu menempuh cara sebagaimana ditetapkan
dalam
Pasal
37
Undang-Undang
Perbankan
dan
peraturan
pelaksaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang pencabutan izin usaha, pembubaran dan Likuidasi Bank. Bahkan, sebelum PP No.
51
Hasil Wawancara dengan Hakim Niaga. Dewa Putu, Medan Tanggal 14 Januari 2009.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
54
25 Tahun 1999 diterbitkan; dalam PP No.68 Tahun 1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha , Pembubaran dan Likuidasi Bank, dinyatakan secara tegas bahwa terhadap sebuah bank tidak dapat ditempuh prosedur kepailitan. Apabila
kemudian
permohonan
pernyataan
pailit
terhadap
bank
dikabulkan oleh pengadilan, maka kegiatan usaha bank dapat terhenti tanpa prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu Pasal 37 dan Peraturan Pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Beberapa keadaan yang mungkin timbul tidak sesuai dengan pengaturan perbankan, antara lain : 52 a. dalam hal pengurus-pemegang saham dapat menggunakan kepailitan sebagai cara untuk menghindari tanggung jawab terhadap para kreditor termasuk para nasabah penyimpan dana; b. keadaan pailit yang berasal dari permohonan kreditor dapat menyebabkan bank harus menghentikan seluruh kegiatan usahanya; c. penetapan pailit menyebabkan bank kehilangan hak untuk melakukan penguasaan dan pengurusan atas aset dan kewajibannya dan kepenguasaan serta kepengurusan tersebut berpindah kepadai Balai Harta Peninggalan atau kurator lainnya dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan dalam proses pemberesan karena diperlukan keahlian khusus untuk menanganinya; d. pemberesan dan pembubaran bank menjadi di luar lingkup wewenang Menteri Keuangan dan Bank Indonesia; e. Kepentingan masyarakat yaitu nasabah penyimpan dana, bank-bank dan pihak-pihak lain yang terkait berbeda dengan yang diatur dalam PP Nomor 68 tahun 1968. (sebagaimana telah disempurnakan dengan PP No.25 Tahun 1999)
52
Husein, op.cit. hal.8
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
55
Contoh kasus kepailitan terhadap bank yang terjadi pada tahun 1993, yaitu Kasus Kepailitan MAI BPR Artha Guna Dwipayana, 53 memperkuat teori di atas. Pada kasus tersebut Pengadilan Negeri Denpasar telah mengeluarkan Penetapan yang mengabulkan permohonan Pailit MAI BPR Artha Guna Dwipayana. Atas Penetapan tersebut Direksi Bank Indonesia dengan Surat Nomor 26/98/Dir/UHS taggal 8 Desember 1993, mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan penetapan kepada Ketua Mahkamah Agung RI, dengan pertimbangan bahwa : MAI BPR tersebut selain sebagai badan hukum yang tunduk pada ketentuan PT dalam KUHD, juga merupakan bank yang tunduk pada ketentuan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sehingga proses pembubarannya perlu memperhatikan pula ketentuan dalam UU Perbankan dimaksud,” Permohonan tersebut kemudian dikabulkan oleh MA dengan dikeluarkannya surat nomor KMA/1466/XII/1993 tanggal 24 Desember 1993 ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Denpasar untuk menunda eksekusi kepailitan dan memberi kesempatan kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan lebih dahulu ketentuanketentuan UU Perbankan. 54 Hal tersebut menunjukkan bahwa bank sebagai debitor diperlukan suatu kekhususan prosedur untuk menyatakan ketidak mampuannya untuk membayar. 55 Sebagaimana penyelesaian dengan mekanisme kepailitan dapat diterapkan pada usaha bank bilamana ada izin dari Bank Indonesia dan administrasi telah lengkap diperiksa oleh BI serta ada rekomendasi dari Bank Indonesia maka kepailitan dapat diterapkan. 56 Selain itu proses Kepailitan terhadap lembaga perbankan dapat membahayakan posisi banknya sendiri dan bank-bank lain bahkan membahaykan kedudukan Bank Indonesia karena walaupun setelah kepailitan tersebut berakhir, bank tersebut akan beroperasi kembali, dapat dipastikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat sangat besar 53
Pada saat kasus tersebut terjadi, masih digunakan peraturan kepailitan lama (Failissementsverordening Stb. 1905 No. 217 jo Stb, 1906 No. 348). 54 Husein, op.cit. hal.9 55 Ibid 56 Hasil Wawancara dengan Hakim Niaga. Dewa Putu, Medan Tanggal 14 Januari 2009.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
56
ongkosnya bagi perekonomian, sehingga merupakan suatu hal yang sangat wajar bila upaya kepailitan terhadap bank perlu dilakukan berhati-hati. Sementara dalam proses likuidasi mengakibatkan bank tersebut tidak mungkin dapat beroperasi kembali. Dampak hukum bagi nasabah penyimpan dana pada bank yang sedang bermasalah, dalam hal ini bank yang dilikuidasi tidak memadai dan tidak diutamakan, hal ini terlihat pada Pasal 17 PP No. 25 tahun 1999, dimana pembayaran kepada nasabah penyimpan dana dilakukan setelah pembayaran wajib gaji pegawai, perkara di pengadilan, biaya lelang, pajak terutang dan biaya kantor. Dimana jumlahnya pun ditetapkan oleh Tim Likuidasi, sehingga bisa saja jumlahnya tidak sesuai dengan dana yang disimpan nasabah tersebut pada bank dimaksud. Meskipun demikian, pada Pasal 23 dan Pasal 24 PP No.25 Tahun 1999 menyebutkan tentang tanggung jawab pribadi dari para direksi, dewan komisaris dan para pemegang saham adalah sampai dengan harta pribadinya dan dapat diancam dengan sanksi pidana dan/atau adminisratif sebagaimana diatur dalam UU Perbankan, dalam yang bersangkutan turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi bank atau menjadi penyebab kegagalan bank. Tanggung jawab dari direksi, dewan komisaris dan pemegang saham tersebut sejalan dengan Pasal 3 ayat (2), Pasal 85 ayat (3), serta Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dimana terhadap direksi dan komisaris yang turut serta melakukan tindakan yang merugikan perseroan dapat diajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
57
B. Penyelesaian Permohonan Pernyataan Pailit LINA SUGIHARTI OTTO Terhadap PT. BANK GLOBAL INTERNASIONAL,Tbk (DaLam Likuidasi). Sebagai analisis kasus perkara kepailitan terhadap bank, maka akan dikemukakan sebuah kasus yang berkaitan dengan permohonan pailit terhadap bank, yaitu : Perkara Nomor. 30/PAILIT/2006/PN.NIAGA.JKT.PST., antara LINA SUGIHARTI OTTO VS PT. BANK GLOBAL INTERNASIONAL Tbk. Tentang duduk perkaranya adalah sebagai berikut : 1)
Bahwa pada awalnya PT. Bank Global Internasional, Tbk (baca : TERMOHON PAILIT) adalah Sebuah Bank Swasta Nasional yang menjalankan kegiatan usaha perbankan yaitu menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal 1 UU Perbankan.
2)
Namun pada tanggal 13 Januari 2005 Pemerintah telah mencabut izin usaha PT. Bank Global Internasional, Tbk. (baca : TERMOHON PAILIT) berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 7/2/KEP GBI/2005 Tentang Pencabutan Izin Usaha PT. Bank Global Internasional, Tbk.
3)
Dengan telah dicabutnya izin usaha TERMOHON PAILIT tersebut maka status hukum TERMOHON PAILIT bukan lagi sebagai Bank, karena TERMOHON PAILIT sudah tidak berwenang lagi untuk melaksanakan fungsinya sebagai Bank. Atau dengan kata lain status “Bank”nya sudah dicabut. Sehingga tidak dapat lagi dipersamakan dengan Bank sebagaimana yang dimaksud dalam UU Perbankan.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
58
4)
Oleh karena status hukum TERMOHON PAILIT adalah suatu badan hukum berbentuk perseroan terbatas biasa dan tidak lagi sebagai lembaga keuangan Bank, maka TERMOHON PAILIT
tidak lagi terikat pada ketentuan
mengenai Bank, termasuk ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan yang pada intinya menyatakan bahwa hanya Bank Indonesia yang dapat mengajukan permohonan pailit terhadap Bank. 5)
Permohonan pailit terhadap TERMOHON PAILIT yang telah dicabut izin usahanya tidak akan menimbulkan keguncangan dan kepanikan di tengah masyarakat apalagi sampai menggangu stabilitas perekonomian nasional karena saat ini TERMOHON PAILIT sudah tidak lagi mengelola dana masyarakat, bahkan pada saat ini TERMOHON PAILIT sedang dalam proses likuidasi.
6)
Berhubung karena izin usaha TERMOHON PAILIT sudah dicabut dan saat ini berstatus sebagai perseroan terbatas dalam likuidasi, maka permohonan pernyataan pailit terhadap TERMOHON PAILIT merupakan suatu upaya yang dapat ditempuh, terutama bagi kreditur yang tidak setuju dengan proses likuidasi. Hal ini disebabkan karena dalam perusahaan yang dilikuidasi selalu ada kemungkinan bahkan hampir selalu terjadi kondisi utang lebih besar dari aset yang ada (catatan : jika aset lebih besar dari utang maka seluruh kreditur akan puas karena dapat memperoleh pembayaran utang sebesar 100% sehingga likuidasi melalui atau tanpa melalui proses kepailitan tidak banyak berbeda ). Sehingga diperlukan proses yang adil,
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
59
transparan dan dapat dipertanggung jawabkan di bawah pengawasan Pengadilan Negeri. 7)
TERMOHON PAILIT mempunyai utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih kepada pemohon pailit.
8)
PEMOHON PAILIT adalah nasabah pemegang rekening tabungan dan dengan demikian merupakan pihak yang mempunyai piutang terhadap PT. Bank Global Internasional, Tbk (baca TERMOHON PAILIT) sebagaimana bukti prima facie berupa Buku Tabungan Global Save dengan Nomor Rekening : 8541001957 atas nama LINA SUGIHARTI OTTO (baca : PEMOHON PAILIT).
9)
Bahwa pemegang rekening tabungan, PEMOHON PAILIT berhak setiap saat untuk melakukan penarikan atas dana yang tersimpan dalam rekening tabungan PEMOHON PAILIT, dan TERMOHON PAILIT berkewajiban untuk melakukan pembayaran kepada PEMOHON PAILIT sejumlah nominal yang dicantumkan oleh PEMOHON PAILIT di dalam formulir penarikan dalam hal tidak melebihi jumlah yang tersimpan dalam rekening tabungan PEMOHON PAILIT.
10) Bahwa namun demikian pada waktu PEMOHON PAILIT melakukan penarikan dana yang tersimpan di dalam rekening tabungannya, ternyata TERMOHON PAILIT tidak dapat melakukan pembayaran atas penarikan yang dilakukan oleh PEMOHON PAILIT tersebut, sebagaimana terbukti dari :
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
60
1)
Pada tanggal 13 Desember 2004 PEMOHON PAILIT melakukan penarikan dana sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta Rupiah) dengan cara pemindahbukuan ke rekening WENKY WIDJAJA pada bank BCA Jembatan Merah Jakarta dengan Nomor Rekenig 241-1076361.
2)
Pada tanggal 13 Desember 2004 PEMOHON PAILIT melakukan penarikan dana sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta Rupiah) dengan cara pemindahbukuan ke rekening ARIF TIRTA OTTO pada Bank Global dengan Nomor Rekening 8531517186.
11) Dengan adanya utang TERMOHON PAILIT yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih (due and payable) sebagaimana telah diuraikan diatas, maka PEMOHON PAILIT telah meminta dan mengingatkan TERMOHON PAILIT agar segera memenuhi seluruh kewajibannya kepada PEMOHON PAILIT yaitu sebesar Rp. 238.051.284,66 ( dua ratus tiga puluh delapan juta lima puluh satu ribu dua ratus delapan puluh empat Rupiah koma enam puluh enam sen ) Sebagaimana terbukti dari surat PEMOHON PAILIT kepada TERMOHON PAILIT tertanggal 31 Mei 2006 yang telah diterima oleh TERMOHON PAILIT pada tanggal 6 Juni 2006, namun TERMOHON PAILIT tidak juga melaksanakan kewajibannya tersebut kepada PEMOHON PAILIT. 12) Disamping memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih (due and payable) kepada PEMOHON PAILIT, ternyata TERMOHON PAILIT juga mempinyai utang kepada kreditur-kreditur lainnya antara lain kepada :
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
61
1)
MIEKE MARJOLYN, beralamat di Jalan Agung Perkasa XI/23.A RT.008/014 Kelurahan Sunter Agung Kecamatan Tanjung Priok , Jakarta Utara ;
2)
ANA LUKMAN, beralamat di Komplek Citra Garden I Extention XI No.19 RT.009/008 Kelurahan Kali Deres, Kecamatan Kali Deres, Jakarta Barat.
13) Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan, dengan ini PEMOHON PAILIT mohon dengan hormat kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Untuk menetapkan Hakim Pengawas untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta TERMOHON PAILIT serta menunjuk dan mengangkat Sdr. LUCAS SH., CN., Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Departemen Hukum dan HAM RI dengan Nomor : C.HT.05.15-21 tanggal 6 Januari 2006, beralamat di Law Firm LUCAS, S.H. & PARTNERS, Wisma Metropolitan I, lantai 14. Jalan Jenderal Sudirman kav.29, Jakarta Selatan 12920, sebagai KURATOR dalam
Kepailitan
TERMOHON
PAILIT/
PT.
BANK
GLOBAL
INTERNASIONAL,Tbk (Dalam Likuidasi). 14) Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang dimaksud dengan Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan.
PEMOHON
PAILIT
dalam
mengajukan
permohonan
pernyataan pailit kepada TERMOHON PAILIT adalah sebagai nasabah
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
62
pemegang rekening, karenanya PEMOHON PAILIT berdasarkan UndangUndang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang No.10 Tahun 1992 Tentang Perbankan merupakan Nasabah Penyimpan yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan. 15) Bank Indonesia selaku Otoritas Pembina dan Pengawas Perbankan melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 7/90/KEP GBI/2004 tertanggal 13 Januari
2005
telah
mencabut
izin
usaha
PT.
BANK
GLOBAL
INTERNASIONAL, Tbk (Dalam Likuidasi) (Baca : TERMOHON PAILIT), dan Bank Indonesia telah memohon ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui
Penetapan
Pengadilan
Jakarta
Selatan
No.
108/PDT.P/2005/PN.Jak.Sel tertanggal 17 Mei 2005, yang telah memiliki kekuatan hukum, telah ditetapkan pembubaran badan hukum TERMOHON PAILIT serta membentuk Tim Likuidasi yang bertugas melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pelaksaan likuidasi TERMOHON PAILIT kepada Bank Indonesia (vide Pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.25 Tahun 1999 tentang Pencabutan izin usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. 16) TERMOHON PAILIT lahir sebagai Bank dan tentunya dengan ditetapkan pembubaran badan hukum / Likuidasi TERMOHON PAILIT
(Baca :
matinya TERMOHON PAILIT), maka TERMOHON PAILIT adalah Bank Dalam Likuidasi yang masih diawasi oleh Bank Indonesia, sehingga proses permohonan pailit suatu Bank dalam Likuidasi secara mutatis mutandis
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
63
adalah hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang terhadap Bank Dalam Likuidasi (vide Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan). 17) Sebelum pencabutan izin usaha oleh Bank Indonesia serta pembubaran badan hukum TERMOHON PAILIT oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, TERMOHON PAILIT adalah Suatu Bank Umum yang tunduk pada peraturan perundang-undangan dibidang perbankan yaitu UU Perbankan. Demikian pula pasca pencabutan izin dan pembubaran badan hukum TERMOHON PAILIT tetap berlaku UU Perbankan dan mengenai likuidasi TERMOHON PAILIT yang berlaku adalah UU Perbankan Jo. PP No.25 Jo. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/53/Kep/Dir, tentang Tata Cara Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum. Sehingga terhadap TERMOHON PAILIT sebelum atau sesudah Likuidasi tetap berlaku Undang-Undang Perbankan beserta Peraturan Pelaksanaanya secara Lex Specialis Derogat Lex Generalis. 18) Dengan dicabutnya izin usaha dan dilikuidasinya TERMOHON PAILIT, tidak secara otomatis membuat TERMOHON PAILIT tidak tunduk pada ketentuan UU Perbankan. Hal mana disebabkan secara hukum, PT Bank Global Internasional, Tbk (Dalam Likuidasi) (Baca : TERMOHON PAILIT) harus tetap tunduk dan mengikuti ketentuan UU Perbankan Jo. PP No.25 SK Dir BI 32 sebagai Bank Dalam Likuidasi. 19) Tujuan Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan Bank Dalam Likuidasi adalah agar dapat memantau pelaksanaan likuidasi agar tetap
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
64
berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini bertujuan untuk menjamin pembayaran dan pengembalian dana terhadap nasabah penyimpan dana serta kepada Kreditur lainnya. Bank Indonesia maupun Tim Likuidasi yang telah dipilih oleh Bank Indonesia dan ditetapkan berdsarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.108/PDT P/2005/PN.Jak.Sel, tertanggal 17 Mei 2005 tidak memiliki benturan kepentingan dengan nasabah penyimpan dana dan kreditur lainnya. 20) TERMOHON PAILIT telah dinyatakan dalam Likuidasi oleh Bank Indonesia sesuai dengan Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.7/90/KEP. GBI/2004, tanggal 13 Januari 2005 Jo. Penetapan Pengadilan Jakarta Selatan No. 108/PDT.P/2005/PN.Jak.Sel, tanggal 17 Mei 2005, dan melaui amar Penetapan tersebut telah menetapkan Tim Likuidasi yang bertugas melaksanakan Likuidasi TERMOHON PAILIT sesuai dengan ketentuan dalam PP No.25 beserta ketentuan pelaksanaannya, dan Tim Likuidasi juga harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan likuidasi TERMOHON PAILIT kepada Bank Indonesia, hal ini diatur dalam Pasal 10 ayat (2) PP No.25 Jo. Pasal 25 ayat2 SK Dir BI 32. 21) Bank Indonesia membentuk Tim Likuidasi TERMOHON PAILIT berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri No. 108/Pdt.P/2005/PN.Jak.Sel, tanggal 17 Mei 2005. Pembentukan Tim Likuidasi melalui Penetapan Pengadilan Negeri No. 108/Pdt.P/2005/Pn. Jak.Sel dilakukan karena tidak dapat terselenggaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Termohon PAILIT dalam rangka pembentukan Tim Likuidasi. Hal mana disebabkan
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
65
karena pemegang saham dan Direktur Utama. Direktur Operasional telah melarikan diri serta Direktur Kepatuhan dan beberapa Pejabat Eksekutif bank telah ditahan oleh pihak Kepolisian.Sehingga sesuai dengan Pasal 37 ayat (3) UU Perbankan Jo. Pasal 6 PP No.25 Jo. Pasal 14 SK Dir BI 32, apabila RUPS tidak dapat tersenggarakan, Bank Indonesia memohon kepada Pengadilan untuk mengeluarkan Penetapan Pembentukan Tim Likuidasi yang bertugas untuk melaksanakan likuidasi. 22) Dengan terbentuknya Tim Likuidasi, direksi perseroan dan dewan komisaris menjadi non aktif dan selanjutnya tanggung jawab dan kepengurusan terhadap pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh Tim Likuidasi.selain itu Tim Likuidasi berwenang mewakili bank dalam likuidasi dalam segala hal yang berkaitan dalam penyelesaian hak dan kewajiban bank tersebut. Seperti yang ditentukan dalam Pasal 10 ayat (1) s/d ayat (3) dan Pasal 11 ayat (1) PP No.25 Jo. Pasal 20 SK Dir BI 32. 23) Tim Likuidasi telah diberi kewenangan oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan likuidasi TERMOHON PAILIT dan berdasarkan Pasal 25 ayat (2) huruf c dan Pasal 43 SK Dir BI 32, Tim Likuidasi berwenang untuk mewakili Bank Dalam Likuidasi di dalam dan di Luar Pengadilan. Oleh Karena itu dalam proses perkara ini Tim Likuidasi yang berhak dan berwenang untuk mewakili TERMOHON PAILIT bukan direksi maupun dewan komisaris TERMOHON PAILIT. 24) Sebagaimana penjelasan TERMOHON PAILIT kepada PEMOHON PAILIT dalam Surat TERMOHON PAILIT No. 020/TL/BGI/DL/VI/06,
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
66
Tertanggal 8 Juni 2006, Perihal : status tabungan an. Lina Sigiharti Otto, yang menyatakan bahwa PEMOHON PAILIT berdasarkan data penjaminan program pemerintah atas dana pihak ketiga PT. Bank Bank Global Internasional, Tbk (Dalam Likuidasi) tahap 1 s/d tahap 4 yang diterima oleh Tim Likuidasi TERMOHON PAILITdari Unit Pelaksana Penjamin Pemerintah – Departemen Keuangan RI, tabungan a/n Lina Sugiharti Otto, Rekening No. 8541001957 tidak termasuk yang dijamin dalam program pemerintah sehingga pembayaran terhadap PEMOHON PAILIT mengikuti peraturan dan tahapan proses likuidasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya setelah dilakukan pemeriksaan perkara di Pengadilan Niaga, Majelis Hakim yang memeriksa Permohonan Pailit No. 30/PAILIT/PN.NIAGA. JKT.PST. tersebut menyampaikan hasil putusannya sebagai berikut : Majelis Hakim Pengadilan Niaga memberikan pertimbangan hukum yang pada pokoknya : 1.
Majelis hakim berpendapat bahwa Pemohon Pailit tidak memiliki kualitas sebagai Pemohon Pailit terhadap Termohon Pailit PT. Bank Global Internasional, Tbk (Bank Dalam Likuidasi ). Sebab yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Bank sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah Bank Indonesia.
2.
Bahwa utang Termohon Pailit belum jatuh tempo pada saat Termohon Pailit masih dalam proses likuidasi, mengingat Neraca Verfikasi Likuidasi belum
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
67
mendapat persetujuan Bank Indonesia serta proses pencairan harta dan/atau penagihan kepada para debitor belum selesai dilakukan sehingga pembayaran kepada nasabah penyimpan dana yang tidak dijamin oleh Pemerintah (Pemohon Pailit) maupun Kreditor lainnya belum dapat dilaksanakan. 3.
Kreditur terbesar dari Termohon Pailit keberatan atas Permohonan Pailit yang diajukan oleh Pemohon Pailit.
4.
Bahwa urutan prioritas pembayaran di antara Para Kreditor dalam proses likuidasi lebih menguntungkan Nasabah Bank, karena nasabah bank diberi prioritas pembayaran sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) huruf b dan ayat (3) PP Nomor 25 Jo Pasal 40 huruf a dan huruf b SK Dir BI 32. Sementara itu dalam kepailitan perlindungan terhadap kepentingan nasabah hanya sebagai Kreditor konkuren.
5.
Proses Likuidasi Perbankan menjamin Kepastian Hukum, karena dilakukan secara jelas, terperinci dan transparan serta diawasi oleh Bank Indonesia selaku Otoritas Pengawas Perbankan. Pada sisi lain, Proses Kepailitan tidak mengatur secara jelas tata cara kepailitan suatu bank, sehingga kepentingan nasabah tidak terlindungi.
6.
Bahwa untuk dapat dinyatakan pailit sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) dan (3) UU Kepailitan, maka telah dibuktikan adanya : 1. Debitur; 2. Dua Kreditur atau Lebih;
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
68
3. Dalam hal Debitor adalah Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. 7.
Bahwa syarat dikabulkannya permohonan pernyataan pailit juga telah terbukti, sebagaimana ditentukan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 20004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah sebagai berikut : “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pegadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.
8.
Status Termohon Pailit PT. Bank Global Internasional, Tbk., hanya sebagai badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas biasa. Sudah tidak berwenang untuk melaksanakan fungsinya sebagai Bank yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 1 UndangUndang Perbankan. Dengan kata lain, sejak status “Bank”nya sudah dicabut, maka menurut hukum Termohon Pailit tidak lagi dapat dipersamakan dengan Bank sebagaimana dimaksud dalam UU Perbankan.
9.
harus menelaah dari sisi UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, utamanya ketentuan yang mengatur tentang syarat Pendirian, Anggaran Dasar, Pendaftaran dan Pemgumuman atas Perseroan Terbatas.
10.
Apabila ternyata di kemudian hari suatu Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang perbankan, sebagaimana halnya Termohon Pailit dinyatakan dalam status likuidasi dan izin usahanya tertulis dalam Anggaran Dasar bergerak di perbankan, tetap melekat pada perseroan terbatas hingga ia
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
69
dinyatakan bubar atas dasar Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) ataupaun Penetapan Pengadilan. 11.
Majelis Hakim berpendapat bahwa atas dasar pertimbangan tersebut, Pemohon Pailit tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit (non legitima persona standi in judicio), karena yang berhak untuk bertindak sebagai pemohon pailit hanyalah Bank Indonesia.
12.
Selain itu, Majelis Hakim berpendapat bahwa permohonan pengangkatan seorang Hakim Pengawas dan seorang Kurator, secara mutatis mutandis merupakan permohonan yang tidak beralasan hukum, oleh sebab itu ditolak.
13.
Bahwa oleh karena ternyata materi permohonan pernyataan Pailit Pemohon dinyatakan ditolak, maka Pemohon Pailit dihukum untuk membayar biaya perkara ini.
Akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Niaga memutuskan : 1.
Menolak Permohonan Pemohon Pailit untuk seluruhnya;
2.
Menghukum Pemohon Pailit untuk membayar biaya Permohonan Pernyataan Pailit ini sejumlah Rp. 5.000.000,00 ( lima juta Rupiah ).
C.
Analisis Hukum Atas Putusan Permohonan Pailit LINA SUGIHARTI OTTO Terhadap PT. Bank Global Internasional, Tbk (Dalam Likuidasi) Sebagaimana diketahui bahwa untuk dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit terhadap bank harus dipenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur pada Pasal 1 UU Kepailitan, yaitu : Adanya debitur; tidak membayar sedikit pun satu utang; mempunyai minimum dua kreditur; bagi debitur yang merupakan
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
70
bank, permohonan pailit hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia, dan keadaan pailit dinyatakan oleh putusan pengadilan. Sehubungan dengan itu untuk mengetahui apakah terhadap kasus ini Pengadilan telah memutuskan dengan benar haruslah dilihat apakah persyaratan tersebut telah dipenuhi. Berdasarkan kronologis perkara sebagaimana telah diuraikan sebelumnya terlihat bahwa Debitur adalah PT. Bank Global Internasional Tbk sejak saat tanggal 13 Januari 2005 Pemerintah telah mencabut izin usaha Termohon pailit berdasarkan keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 7/2/KEP BPI/2005 Tentang Pencabutan Izin Usaha PT. Bank Global Internasional, Tbk maka status hukum PT. Bank Global Internasional Tbk bukan lagi sebagai Bank, Karena TERMOHON PAILIT sudah tidak berwenang lagi untuk melaksanakan fungsinya sebagai Bank. Atau dengan kata lain Status ”Bank” nya sudah dicabut dan saat ini status PT. Bank Global Internasional Tbk adalah suatu badan hukum perseroan terbatas biasa yang tunduk kepada ketentuan Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Bank Indonesia selaku otoritas yang berwenang dalam Perbankan dapat menggunakan upaya kepailitan atau likuidasi terhadap suatu bank. Namun dalam kasus PT. Bank Global Internasional Tbk (baca : TERMOHON PAILIT), Bank Indonesia selaku otoritas tidak mengajukan upaya kepailitan terhadap TERMOHON PAILIT karena upaya likuidasi dianggap lebih baik digunakan untuk menyelesaikan hak dan kewajiban TERMOHON PAILIT, terutama untuk kepentingan nasabah penyimpan dana. bahkan sebaliknya justru melalui proses
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
71
kepailitan tidak akan diperoleh kepastian hukum dan due process of law yang adil dan transparan karena proses kepailitan diawasi langsung oleh Pengadilan dengan mengacu kepada peraturan kepailitan yang telah mengatur secara khusus dan mendetail mengenai proses likuidasi dan hal-hal lain yang berhubungan dengan proses tersebut. Dengan demikian penyelesaian dengan mekanisme kepailitan tidak dapat diterapkan pada usaha bank telah terpenuhi. PT. Bank Indonesia Tbk telah tidak
memenuhi kewajibannya untuk
melakukan pembayaran kepada LINA SUGIHARTI OTTO (baca : PEMOHON PAILIT). Selain itu TERMOHON PAILIT juga masih mempunyai utang kepada kreditur-kreditur lainnya. Terlihat bahwa syarat tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih (due and payable) juga telah terpenuhi. Selanjutnya mengenai syarat apakah utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat lihat Utang TERMOHON belum jatuh tempo pada saat TERMOHON PAILITmasih dalam proses likuidasi, mengingat Neraca Verifikasi Likuidasi belum mendapat persetujuan Bank Indonesia serta proses pencairan harta dan/atau penagihan kepada para debitor belum selesai dilakukan, sehingga pembayaran kepada nasabah penyimpan dana yang tidak dijamin oleh Pemerintah, sehingga terhadap utang tersebut belum dapat dilaksanakan. Syarat selanjutnya adalah mengenai terdapatnya minimal dua kreditur. Dengan telah terbukti mempunyai dua kreditur juga memiliki utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih MARJOLYN
(due and payable),maka kreditur MIEKE
dan ANA LUKMAN otomatis menjadi kreditur PT. BANK
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
72
GLOBAL INTERNASIONAL Tbk sebagaimana disebutkan dalam kronologis perkara. Ditinjau secara umum syarat-syarat kepailitan terhadap PT. BANK GLOBAL INTERNASIONAL Tbk telah memenuhi syarat untuk diajukan permohonan pailitnya. Namun ada satu ayat lagi di dalam Pasal 2 UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan tersebut yang tidak bisa dilepaskan dari ketentuan syarat-syarat kepailitan, yaitu Pasal 2 ayat (3), yang menyatakan bahwa : Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Selain itu, urutan prioritas pembayaran di antara para kreditor dalam proses likuidasi lebih menguntungkan nasabah bank, karena nasabah bank diberi prioritas pembayaran sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 dapat dilihat ayat (2) huruf b dan ayat (3) PP Nomor 25 Jo Pasal 40 huruf a dan huruf b SK Dir BI 32. Sementara itu dalam kepailitan perlindungan terhadap kepentingan nasabah hanya sebagai Kreditor konkuren. Maka proses likuidasi dapat digunakan sebagai sarana hukum yang tepat untuk pembubaran usaha bank yang juga memberi perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana dan/atau kreditur lainnya telah terpenuhi. Dengan demikian jelas secara hukum, Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas perbankan memiliki wewenang terhadap TERMOHON PAILIT sebagai Bank Dalam Likuidasi Sehingga terhadap TERMOHON PAILIT sebelum atau sesudah Likuidasi tetap berlaku Undang-Undang Perbankan beserta Peraturan Pelaksanaanya secara Lex Specialis Derogat Lex Generalis. maka keputusan
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
73
Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang menolak permohonan pailit LINA SUGIHARTI OTTO Terhadap PT. BANK GLOBAL INTERNASIONAL, Tbk adalah tepat. Perkara permohonan pailit tersebut telah diperiksa oleh Pengadilan yang memang berwenang, yaitu Pengadilan Niaga. Namun mengingat syarat untuk menjadi pemohon tidak terpenuhi maka permohonan pailit terhadap LINA SUGIHARTI OTTO harus ditolak. Hubungan hukum antara PEMOHON PAILIT dengan TERMOHON PAILIT adalah berdasarkan UU Perbankan, bukan berdasarkan perjanjian Utangpiutang, oleh karena itu PEMOHON PAILIT tidak memiliki kualitas sebagai Kreditor dalam Kepailitan karena tidak memiliki unsur Pasal 1 angka 2 UU Kepailitan. Sehingga PEMOHON PAILIT tidak berwenang dan untuk tampil dan berdiri dihadapan hukum sebagai PEMOHON PAILIT terhadap PT. BANK GLOBAL INTERNASIONAL,Tbk (Dalam Likuidasi) (baca: TERMOHON PAILIT); Oleh Karena itu dalam proses perkara ini, maka pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang berpendapat bahwa LINA SUGIHARTI OTTO tidak mempunyai kapasitas sebagai Persona Standi in Judicio karena BI yang berhak menjadi pemohon pailit, dan membentuk Tim Likuidasi yang berhak dan berwenang untuk mewakili TERMOHON PAILIT bukan direksi maupun dewan komisaris TERMOHON PAILIT. Dan karenanya permohonan pailit terhadap PT. BANK GLOBAL INTERNASIONAL Tbk. ditolak, adalah tepat.
D.
Perlindungan Hukum Dan Dampak Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
74
Selain itu proses Kepailitan terhadap lembaga perbankan dapat membahayakan posisi banknya sendiri dan bank-bank lain bahkan membahaykan kedudukan Bank Indonesia karena walaupun setelah kepailitan tersebut berakhir, bank tersebut akan beroperasi kembali, dapat dipastikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat sangat besar ongkosnya bagi perekonomian, sehingga merupakan suatu hal yang sangat wajar bila upaya kepailitan terhadap bank perlu dilakukan berhati-hati. Sementara dalam proses likuidasi mengakibatkan bank tersebut tidak mungkin dapat beroperasi kembali. Dampak hukum bagi nasabah penyimpan dana pada bank yang sedang bermasalah, dalam hal ini bank yang dilikuidasi tidak memadai dan tidak diutamakan, hal ini terlihat pada Pasal 17 PP No. 25 tahun 1999, dimana pembayaran kepada nasabah penyimpan dana dilakukan setelah pembayaran wajib gaji pegawai, perkara di pengadilan, biaya lelang, pajak terutang dan biaya kantor. Dimana jumlahnya pun ditetapkan oleh Tim Likuidasi, sehingga bisa saja jumlahnya tidak sesuai dengan dana yang disimpan nasabah tersebut pada bank dimaksud. Meskipun demikian, pada Pasal 23 dan pasal 24 PP No.25 Tahun 1999 menyebutkan tentang tanggung jawab pribadi dari para direksi, dewan komisaris dan para pemegang saham adalah sampai dengan harta pribadinya dan dapat diancam dengan sanksi pidana dan/atau adminisratif sebagaimana diatur dalam UU Perbankan, dalam yang bersangkutan turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi bank atau menjadi penyebab kegagalan bank. Tanggung jawab dari direksi, dewan komisaris dan pemegang saham tersebut sejalan dengan
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
75
Pasal 3 ayat (2), Pasal 85 ayat (3), serta Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dimana terhadap direksi dan komisaris yang turut serta melakukan tindakan yang merugikan perseroan dapat diajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :
1.
i
1.
Bahwa Penyelesaian dengan mekanisme kepailitan terhadap bank yang bermasalah dan penerapan Undang-
Undang Kepailitan oleh badan usaha bank terdapat beberapa hal yang akan menjadi kendala bagi bank. Dalam hal debiturnya adalah Bank, Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan mensyaratkan secara imperatif bahwa permohonan pernyataan palit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menutup kemungkinan pemailitan sebuah bank oleh kreditur yang tidak memperhatikan kepentingan kreditur atau nasabah lainnya, mengingat usaha bank adalah menghimpun dana dari
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
76
masyarakat. Sehubungan dengan itu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat atau nasabah terhadap sebuah bank yang tidak mampu lagi menjalankan usahanya adalah bukan melalui mekanisme kepailitan, melainkan dengan tindakan-tindakan sebagaimana diatur dalam pasal 37 Undang-Undang Perbankan Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Apabila ditempuh dengan mekanisme kepailitan maka nasabah penyimpan dana akan berubah statusnya menjadi kreditur konkuren yang tidak menguntungkan. Mekanisme kepailitan dapat diterapkan pada pembubaran usaha bank, bilamana ada izin dari Bank Indonesia (BI) dan administrasi telah lengkap dan diperiksa oleh Bank Indonesia serta ada rekomendasi dari Bank Inonesia maka kepailitan dapat diterapkan. 2.
Bahwa Likuidasi merupakan upaya hukum yang tepat terhadap bank yang bermasalah. Sehubungan dengan itu pencabutan izin usaha dan likuidasi bank merupakan tindakan terakhir yang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia. maka setelah dilikuidasinya pada bank yang bermasalah tersebut tidak akan dapat beroperasi kembali, hanya menjadi perseroan terbatas biasa (PT) dan tidak lagi bergerak dalam bidang keuangan yang menghimpun
dana
dari
masyarakat
dalam
bentuk
simpanan
dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1999 tentang Ketentuan
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
77
dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi bank, maka pembubaran bank tunduk pada ketentuan dimaksud. 3.
Bahwa perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana pada bank yang sedang menghadapi masalah, deposan (nasabah) hanya ditanggung Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) sebagaimana diatur di dalam Peraturan BI No. 23 Tahun 1999. Dalam hal ini bank yang dilikuidasi tidak memadai dan tidak diutamakan, hal ini terlihat Pada pasal 17 PP No.25 tahun 1999, dimana pembayaran kepada nasabah penyimpan dana dilakukan setelah pembayaran kewajiban gaji pegawai, perkara di pengadilan, biaya lelang, pajak terutang dan biaya kantor. Dimana jumlahnya pun ditetapkan oleh Tim Likuidasi, sehingga bisa saja jumlahnya tidak sesuai dengan dana yang disimpan nasabah tersebut pada bank dimaksud. Meskipun demikian, pada pasal 23 dan pasal 24 PP No. 25 Tahun 1999 menyebutkan tentang tanggung jawab pribadi dari para direksi, dewn komisaris dan para pemegang saham adalah sampai dengan harta pribadinya dan dapat diancam dengan sanksi pidana dan/atau administratif sebagaimana diatur dalam UU Perbankan, dalam hal yang bersangkutan turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi bank atau menjadi penyebab kegagalan bank.
B. 1.
SARAN Oleh karena penerapan Undang-Undang Kepailitan terhadap Bank akan menimbulkan beberapa kendala, agar tidak terjadi kerancuan dan kesimpang siuran dalam persepsi kepailitan bagi bank, sebaiknya di dalam Rancangan
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
78
Undang-Undang Kepailitan yang baru dinyatakan secara tegas bahwa terhadap suatu bank yang bermasalah tidak akan digunakan mekanisme kepailitan melainkan tetap tunduk pada ketentuan likuidasi. 2.
Terhadap bank yang sedang bermasalah harus ditegaskan mengenai perlindungan terhadap kepentingan nasabah penyimpn dana, bahwa pembayaran kepada nasabah penyimpan dana harus didahulukan daripada kreditor-kreditor lainnya dan jumlahnya harus sesuai dengan dana yang telah disimpan, hal ini penting karena bank bekerja dari dana masyarakat sehingga kepercayaan dan kepentingan masyarakat mutlak diutamakan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU : Abdul Kadir, Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : Aditya Bakti, Bandung, 1990. Asikin, Zainal, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Rajawali Press, 1997. C.S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia( Aspek Hukum Dalam Ekonomi), Cet-6, (Jakarta : Pradnya Pramitha,2001), hal.50. Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. 3, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000. Fuady, Muhamad, Hukum Pailit 1998 dalam Teori dan Praktek, Cet.1, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
79
____.Hukum Perbankan Modern Berdasarkan
Undang-Undang Tahun 1998,
Cet.1, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,1999. Gautama, Sudargo. Komentar Atas Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia (1998), Cet.1, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1998. Hermansyah,
Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Prenada
Media,2005), hal 123-124. Hoff Jerry, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia, diterjemahkan oleh Kartini Mulyani, Jakarta : Tetanusa, 2000. Irmayanto, Juli, et al., Bank dan Lembaga Keuangan, Cet.3, Jakarta : Universitas Trisakti,2002. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Cet.6, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Lontoh, Rudhy A., Denny Kailimang dan Benny Ponto, ed. Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Cet. 1, Bandung : Alumni, 2001. Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Cet. 1, Yogyakarta : Ekonosia Nusantara, Abdul Hakim Garuda dan Benny K Herman, Analisa Kritis PutusanPutusan Peradilan Niaga, Jakarta : Cinles, 2000. Prasentiantona, A. Tony dan Marcello Theodore, Bantuan Likuidasi Bank Indonesia, Jakarta: PT. Elexmedia Komputindo, Kelpk. Graamedia, 2000. Retnowulan Sutantio, Kapita Selekta Hukum Ekonomi Dan Perbankan, ( Jakarta : Seri Varia Yustisia,1996), hal. 85.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
80
Situmorang, Victor M. Dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, Cet. 1, Jakarta : Rineka Cipta, Mei 1994. Sjahdeini, Sutan Remi. Hukum Kepailitan Memahami Faillssementsverordening junto Undang-Undang No. 4 tahun 1998, Cet. 1, Jakarta : PT. Temprint, Desember 2002. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, Jakarta : UI Press, 1986. ______, Ringkasan Metode Penelitian Hukum Empiris, Cet.1, Jakarta : Ind. Hill. CO, 1990. ______, dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cet.4, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet 12, Jakarta : Internusa, 1990. ______, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet.27, Jakarta : Internusa, 1995. Suhardi, Gunarto, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukun, Cet.1, Yogyakarta : Kanisius,2003. Sulaiman, Robintan dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan, Cet.2, Jakara : Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2000. Suyatno dan Thomas, Kelembagaan Perbankan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996. Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perebankan di Indonesia, Cet.1, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
81
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja,
seri Hukum Bisnis Kepailitan , Cet.1,
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada ,Nov 1999. Yulmarsid, A. Pengantar Study Hukum Perdata, Jakarta : Rajawali, 1989. Yunus Hussein, Hukum Kepailitan Ditinjau dari Aspek Perbankan. (Makalah disampaikan dalam Seminar Pelatihan Teknis Yustisial Pengadilan Niaga Bagi Para Calon Hakim Pengadilan Niaga, Jakarta : !2 September 1998), hal. 17-18.
UNDANG-UNDANG Indonesia, Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, UU.1 Tahun 1995, LN No.13 Tahun 1995, TLN No.3587. ______, Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang, UU No.4 Tahun 1998, LN No.87 Tahun 1998, TLN No. 3761. ______,Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU No.10 Tahun 1998, LN No.182 Tahun 1998. ______, Undang-Undang Tentang Perbankan , UU No.7 Tahun 1992, LN No. 32 Tahun 1992, TLN No.3472. ______, Undang-Undang Tentang Bank Indonesia, UU No. 23 Tahun 1999, LN No.66 Tahun 1999.TLN No. 3843.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
82
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgerlijk Wetboek ). Diterjemahkan Oleh R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, Cet.31, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2001.
PERATURAN PEMERINTAH Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank, PP No 25 Tahun 1999, LN No. 52 Tahun 1999, TLN No. 3831.
SURAT EDARAN Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia Tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum, SE No.32/9/UPPB. Tanggal 14 Mei 1999 _____, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum, No.32/52/KEP/DIR. Tanggal 14 Mei 1999. ______, Surat Edaran Bank Indonesia Tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat, SE No.32/10/UPPB. Tanggal 14 Mei 1999. ______, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat, No.32/54/KEP/DIR. Tanggal 14 Mei 1999.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
83
ARTIKEL Mulyadi, Kartini “ Hakim Pengawasan dan Kurator Dalam Kepailitan Serta Hakim Pengawas dan Kurator Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”, Newsletter No.17/V/Juni/1998, 8-12. Sutantio, Retnowulan, “ Kepailitan, Penundaan Pembayaran, Likuidasi dan Kaitannya dengan Lembaga Perbankan”, Newsletteri No.17/V/Juni/1994, 6-10.
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008
i
Pratiwi Natalia Harentaon Nainggolan : Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan ( Studi Kasus Putusan PN. Niaga Jakarta Pusat ), 2009 USU Repository © 2008