Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Dede Ruslan
Volume 17 ( 1) 2005
USAHA KECIL DAN MENENGAH DITINJAU DARI ASPEK HUKUM DAN ASPEK EKONOMI Dede Ruslan Staf Pengajar FIS Universitas Negeri Medan
Abstract In the great pressure of economics problem because of prolonged monetary crisis and socio-political problem, many people hope for blows of change wind. Development should favor people since people are who suffer more from multi-crisis being experienced. It is due to people representative and bureaucrat accommodate all people demand and needs poorly today. One of important role of nation administrator is to ensure each citizen is able to get proper live based on sense of balance principle. Globalization from economics side is a world change in that fundamental and structural as well as continual that improved more in line with technological development. In national development, small and medium business is integral part of business scale that is people’ economics activities those have existence, potency, and strategic role to realize national economical structures that balancing more based on economics democracy. Keywords: Small and medium business
Ketika pembangunan dan pembinaan Usaha Kecil Menengah (UKM) menjadi salah satu tugas pokok Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada awal Pelita VI yang ditandai dengan terbentuknya Departemen Koperasi Pembinaan dan Pengembangan Pengusaha Kecil. Perhatian Pemerintah dan masyarakat terhadap pembangunan UKM semakin jelas, karena UKM ternyata memberikan kontribusi yang cukup significant bagi pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi. Pada tahun 1995, peranan usaha kecil terhadap PDB sebesar Rp 176,78 triliun atau 38,90 persen dari total PDB (Pusat Data dan Informasi Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah, 1998) dan pada Tahun 2002 meningkat 63,54 persen (Panggabean, 1995: 1).
(c) prasarana, (d) informasi, (e) kemitraan, (f) perizinan usaha dan (g) perlindungan, (3) melakukan pembinaan dalam bidang (a) produksi, (b) pemasaran, (c) sumber daya manusia dan (d) teknologi, (4) menyediakan pembiayaan yang terdiri dari (a) kredit perbankan, (b) memberikan pinjaman dari lembaga keuangan bukan bank, (c) modal ventura, (d) memberikan pinjaman dari dana penyisihan sebagian laba badan usaha milik negara (BUMN) (e) memberikan hibah dan (f) pembiayaan lainnya, (5) memfasilitasi kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan antara usaha menengah dengan eksportir dengan pihak buyers di luar negeri. Kemitraan yang sudah difasilitasi terdiri dari: (a) inti plasma, (b) sub kontrak, (c) dagang umum, (d) waralaba, (e) keagenan dan (f) kemitraan bentuk-bentuk lainnya.
Upaya Pemerintah untuk membangun usaha kecil sesuai dengan aspek hukum yang pernah diterbitkan meliputi (1) membuat kriteria usaha kecil berdasarkan omset dan jumlah tenaga kerja, (2) menumbuhkan iklim kondusif pada aspek (a) pendanaan, (b) persaingan,
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa belum semua upaya tersebut berjalan efektif, karena (1) pembangunan UKM masih bersifat top down walaupun sudah otonom. Pemerintah Pusat belum rela untuk berbagi tugas dengan pemerintah daerah, (2) kurangnya kordinasi masing-masing
A. Pendahuluan
7
Dede Ruslan
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 ( 1) 2005
pembina sehingga di lapangan ada beberapa kegiatan yang tumpang tindih, (3) program pemerintah masih berjalan secara parsial, kurang memberikan arti bagi pembangunan UKM, (4) antara program instansi terkait, satu dengan program lainnya ada yang tumpang tindih, tidak konsisten dan berkesinambungan, (5) lembaga pendukung pelayanan jasa seperti Business Development Service (BDS) yang diberi tugas untuk: pelayanan informasi, konsultasi bisnis, pelatihan, bimbingan/pendampingan, penyelenggaraan kontrak bisnis, fasilitasi dalam perluasan akses pasar, pengembangan organisasi dan manajemen, fasilitasi proposal dan pengembangan bisnis, masih belum profesional untuk membangun UKM, lembaga pendukung tersebut perlu dipersiapkan secara matang untuk mengganti peran pemerintah membangun UKM. Lembaga ini banyak yang hanya berganti nama dari Klinik Konsultasi Bisnis (KKB) kepada Pusat Ekonomi Rakyat (PER), (6) lembaga pendukung lainnya seperti agunan, proposal dan sebaginya, di lain pihak UKM belum semua mampu untuk memenuhi persyaratan tersebut, (7) dari enam butir di atas menunjukkan bahwa komitmen Pemerintah masih lemah dalam pembangunan UKM. Hal ini dibuktikan oleh dihapuskannya Badan Pembinaan Sumber Daya Koperasi dan UKM (BPS-KUKM) pada tahun 2003. Jika BDS-KPKM dianggap kurang berhasil untuk mangakomodasikan fungsi pemberdayaan UKMK memfasilitasi dunia usaha, menyalurkan aspirasi masyarakat dan menjadi penghubung antara pemerintah dan lembaga terkait dengan UKMK. Pembatasan Masalah Usaha kecil (UK) biasanya turun temurun dan hanya memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga pengusaha kecil kurang mempunyai kelembagaan yang kuat yang mempekerjakan tenaga keluarga. Dengan usaha seperti ini maka asosiasi untuk usaha kecilpun tidak tumbuh dengan baik, sebagian besar pengusaha kecil memiliki pendidikan yang rendah, kurang
mempunyai kapasitas untuk bernegoisasi sehingga sulit untuk menyalurkan kepentingannya melalui organisasi. Kelemahan seperti ini membentuk usaha kecil untuk sulit akses dalam permodalan, lembaga penjaminan dan lembaga lain sebagai lembaga pendukung berkembangnya UKM. Di lain pihak aspek hukum untuk mengatur atau membangun usaha kecil agar mampu membangun diri memenuhi kriteria agar mampu membangun diri memenuhi kriteria sebagaimana disebut di atas kurang mendukung. B. Metode Penelitian Metode penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode empiris. Bahan yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tersier (Soerjono Soekanto, 1993: 19). Dari data primer dan data sekunder dianalisis dengan metode kualitatif yang bersifat holistik. Hal ini disebabkan oleh tipe penelitian yang dikategorikan sebagai penelitian hukum normatif yang lebih bersifat abstrak teoretis. Tinjauan Teori 1. Eksistensi UKMK sebagai Bagian Ekonomi Kerakyatan Di era reformasi istilah "ekonomi kerakyatan" atau dikenal dengan istilah "Adi Sasono-nomic" kembali menjadi isu sentral yang berdampingan dengan istilah "pengembangan teknologi dan SDM". Apalagi tekad pemerintah reformasi untuk memberdayakan ekonomi rakyat yang berdasarkan kerakyatan, kemartabatan, dan kemandirian, dengan memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada usaha kecil, menengah, dan koperasi untuk berkembang agar mampu tumbuh sebagai usaha yang kuat, tangguh, efisien, dan mandiri serta mampu memberikan sumbangan yang besar dalam perekonomian nasional. Kemudian konsep perekonomian pemerintah sekarang ini adalah penciptaan 95% kelas menengah baru yang terdiri dari pengusaha
8
Dede Ruslan
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 ( 1) 2005
kecil dan menengah serta koperasi yang tumbuh dari bawah yang diberi kesempatan jujur dan adil dengan memberikan akses dan hak-haknya. Mereka diharapkan tumbuh bukan dari atas yang tidak memiliki pijakan yang kuat atau bukan menciptakan "kader jenggot" yang menggantungkan diri 2,5% bagian masyarakat adalah golongan kaya karena usaha dan bukan karena usaha yang berbau KKN, sedangkan 2,5% lainnya menjadi pekerjaan rumah pemerintah reformasi, yaitu rakyat miskin (Endang Rachmat, 2003: 1). Tidak ada yang menyangkal bahwa krisis keuangan yang telah menenggelamkan konglomerasi telah membuka peluang bagi eksistensi usaha kecil. Usaha kecil saat ini telah menjadi kecenderungan global. Di Amerika Serikat 50% dari ekspor negara tersebut diciptakan oleh perusahaanperusahaan kecil. Perusahaan IBM yang berlokasi di London bahkan membagi perusahan tersebut dalam 30 unit usaha yang berdiri sendiri dengan kewenangan menentukan harga-harga dan biaya-biaya langsung (Akita dan Alisjahbana, 2002: 201). Pada dasarnya semua perusahaan yang telah berganti baju dan melakukan reorganisasi menjadi puluhan atau ratusan usaha kecil mandiri agar dapat menerapkan keuntungan-keuntungan perusahaan kecil secara manajemen antara lain dari kecepatan dalam memenuhi tuntutan pasar, pengambil keputusan dan peniadaan aktivitas-aktivitas birokratis. Sekarang ini, alokasi dana bank-bank, terutama bank-bank pemerintah, kepada usaha kecil dan menengah (UKM). Sebagai penjelasan mengatakan hal ini terjadi karena perubahan sikap dan apresiasi terhadap UKM yang membaik, sebagian lagi mengatakan bahwa kecenderungan itu terjadi karena perusahaan-perusahaan besar pada umumnya sedang mengalami krisis sehingga tidak layak menerima kredit. Karena banyak UKM yang mampu survive terhadap krisis, alokasi kredit kepada UKM adalah pilihan yang rasional. (Noor Soetrisno, 2003: 4). Apabila kondisi ini konsisten di masa mendatang, mungkin akan terjadi perkembangan positif di sektor
9
UKM. Pada saat itulah koperasi atau lembaga keuangan mikro yang berbentuk koperasi harus siap menarik dana dari UKM. Di satu pihak ada upaya untuk menyalurkan dana perbankan ke sektor UKM, sebagaimana sedang diusahakan oleh Menkop. Struktur kegiatan usaha sebenarnya ditentukan oleh dinamika operasional berbagai jenis usaha. Satu sama lain saling ketergantungan dan membutuhkan. Tidak ada unit usaha yang tidak memiliki hubungan dengan unit usaha lainnya. Metode penguasaan seluruh unit usaha dari hulu hingga hilir sekarang tidak lagi relevan dan menguntungkan. Berbagai contoh telah membuka mata kita, bahwa ketamakan dan nafsu menguasai aneka ragam usaha dapat menjadi "bumerang" yang dalam sekejap dapat melumpuhkan "kekaisaran" bisnis yang selama ini dibangun oleh kartel dan konspirasi usaha-usaha. 2. Permasalahan Pengusaha Kecil Ada beberapa permasalahan yang harus mendapat perhatian dari masyarkat maupun pihak pemerintah. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah adalah sebagai berikut: a. Sumber Daya Manusia dan Manajemen Sumber daya manusia merupakan titik sentral yang sangat penting untuk maju dan berkembang. Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional. SDM usaha kecil sebagian besar memiliki keterbatasan baik dari segi pendidikan formal maupun dari segi pengetahuan dan, keterampilan. Keadaan ini menyebabkan motivasi berwirausaha menjadi tidak cukup kuat untuk meningkatkan usaha dan meraih peluang pasar. Dengan keterbatasan pendidikan tersebut, pada umumnya manajemen usaha kecil dikelola dengan cara yang sederhana oleh keluarga, sehingga pengusaha kecil kurang mampu mengadministrasikan usahanya. b. Modal Permodalan merupakan salah satu kebutuhan penting yang diperlukan untuk memajukan dan mengembangkan UKM.
Dede Ruslan
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 ( 1) 2005
Pemerintah melalui kebijaksanaannya telah berupaya menyediakan berbagai skema kredit dan bantuan permodalan yang dibutuhkan UKM. Namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kredit permodalan yang disediakan Pemerintah tersebut sulit didapatkan oleh pengusaha kecil. Di satu pihak pengusaha kecil dengan keterbatasan modal sulit berkembang dan masuk ke dalam jajaran bisnis formal yang lebih besar. Pedagang-pedagang kecil sulit untuk memenuhi order dari pengusaha besar karena kesulitan dalam permodalan. Usaha kecil sulit memenuhi administrasi dan persyaratan perbankan seperti agunan dan jaminan lain yang dapat menghubungkannya dengan Bank. Di pihak lain sistem perbankan dan situasi perbankan dan situasi perbankan yang belum pulih di Indonesia kurang memberikan toleransi agar usaha kecil dapat akses dengan modal. Hal ini ditopang juga oleh lembaga pendukung seperti lembaga penjaminan dan lembaga pelayanan jasa kurang berkembang dan terkordiner untuk membangun situasi kondusif agar pengusaha mampu akses dengan permodalan, sehingga saling terkait satu dengan yang lain. c. Teknologi Teknologi merupakan faktor penting yang menentukan kinerja dan bekelanjutan bagi usaha kecil. Pengembangan teknologi bertujuan untuk mengembangkan produksi menjdai lebih produktif, efisien dan dapat meningkatkan mutu yang pada akhirnya menghasilkan nilai tambah bagi setiap pelaku usaha. Sebagian besar UKM masih dihadapkan pada kendala dalam informasi yang terbatas dan kemampuan akses ke sumber teknologi. d. Lemahnya Asosiasi Pada umumnya asosiasi usaha kecil seperti Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Forum Komunikasi UKM dan asosiasi lainnya, kurang membantu usaha kecil untuk mampu berjuang memenuhi kepentingan usaha kecil. Karena anggota Kadin dan asosiasi UKM biasanya datang dari bukan
pengusaha tetapi untuk mencari pekerjaan individu dengan dalih memperjuangkan nasib usaha kecil. Demikian halnya dengan pengurus asosiasi lain yang tumbuh dengan dalih memperjuangkan nasib orang kecil selalu berbelok pada kepentingan individu. Asosiasi pengusaha kecil sebaiknya pengrajin, petani, pekerja dari sektor konstruksi dan dari pedagang, agar asosiasi tersebut mampu dan mengerti apa kebutuhan anggotanya. Membangun sebuah asosiasi sebaiknya dapat dikondisikan oleh lembaga penyedia jasa yang bertugas melayani usaha kecil sehingga secara alamiah asosiasi tersebut betul-betul tumbuh dari mereka dan berjuang untuk kepentingan UKM. e. Kordinasi dan Pengendalian Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, kordinasi dan pengendalian pembinaan dan pembangunan UKM berada pada Menteri dan Menteri teknis sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Oleh sebab itu kunci keberhasilan pembangunan UKM adalah terlaksananya kordinasi intern yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan kordinasi. Secara umum isi dari kebijakan tersebut meliputi, (1) penyusunan kebijakan, (2) program pelaksanaan, (3) pemantauan, (4) evaluasi serta (5) pemantauan umum terhadap pemberdayaan pengusaha kecil. Bagaimana koordinasi ini diterapkan dilapangan. Fakta menunjukkan bahwa koordinasi dan pengendalian sulit dilaksanakan diindikasikan oleh salah satu kunci kelemahan dalam pemberdayaan usaha kecil terletak pada koordinasi yang lemah baik dalam instansi terkait. C. Hasil dan Pembahasan 1. Aspek Hukum KUKM Pada umumnya kelompok dan individu di dampingi dengan dasar keswadayaan. Untuk kelompok, keswadayaan dilakukan dengan mengembangkan kegiatan simpan pinjam, sehingga nantinya kelompok akan mempunyai dana sendiri yang dapat digunakan oleh keseluruhan anggota. Keterbatasan dana dalam kelompok
10
Dede Ruslan
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 ( 1) 2005
merupakan hal yang selalu terjadi, di mana simpanan anggota lebih kecil dari kebutuhan (Kartasapoetra, 2003: 57). Keterbatasan inilah yang merupakan salah satu faktor penghambat perkembangan kelompok. Banyak ide-ide produktif yang muncul dalam kelompok terkendala implementasinya disebabkan kekurangan dana. Hal yang sama juga terjadi pada usaha-usaha yang dikelola individu. Banyak usaha-usaha individual dan bersifat retail yang berprospek tetapi sangat terbatas sumber pembiayaannya. Dilain pihak kebanyakan pengusaha lokal, mereka jarang bahkan tidak memiliki aspek-aspek legalitas usaha seperti izin, SIUP walaupun usaha yang dijalankan sesungguhnya menjadi penopang kehidupan keluarga. Di lain pihak daya akses masyarakat ke lembaga-lembaga penyedia dana seperti perbankan, sering kali harus menghadapi berbagai persyaratan maupun birokrasi yang panjang. Pihak Bank menerapkan peraturan perbankan secara kaku tanpa melihat realitas yang ada di masyarakat. Misalnya meminta aspek legalitas usaha yang demikian panjang daftarnya, yang kadang kala harus berhadapan dengan penyelenggara pemerintahan yang penuh birokrasi. 2. Membangun Paradigma Baru Paradigma baru yang ditawarkan dalam pengembangan UKM di masa datang mengacu kepada permasalahan yang dihadapi UKM dan pengalaman negaranegara yang sukses membangun UKM. Negara yang sukses membangun UKM antara lain: Italia, Jerman, USA, Jepang dan Taiwan. Keberhasilan negara tersebut tidak terlepas dari besarnya komitmen Pemerintah dalam membangun UKM, terbentuknya iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan UKM karena regulasi yang jelas dan aparat pemerintah yang sehat, pembangunan UKM dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan. Berdasarkan pengalaman negara-negara tersebut dalam mengembangkan UKM, ada beberapa hal yang menonjol yang mungkin
11
dapat diadobsi di Indonesia. Misalnya: (1) Di Amerika Serikat dikenal dengan “Small Business Administration”. Lembaga ini, dibangun pada tahun 1953 bertujuan untuk membantu UKM mengembangkan usaha dalam hal: pemberian bantuan perizinan dan administrasi, manajemen, training dan konsultasi dan pemberian bantuan aspek hukum, (2) Di Jepang dikenal dengan “Federation Of Credit Guarantee” dibangun pada tahun 1952, lembaga ini bertujuan untuk memberikan jaminan dana bagi UKM, (3) Di Korea Selatan dikenal dengan “The Korean Credit Garantee Fund” lembaga ini didirikan pada tahun 19976, bertujuan untuk membantu UKM, (4) di Malaysia pada tahun 1972 didirikan “Credit Guarantee Corporation Malaysia Berhad”, bertujuan untuk memberikan jaminan kredit bagi UKM, (4) Di India mulai tahun 1971 dikenal “Deposit Insurance and Credit Guarantee” dan (5) Filipina pada tahun 1983 dibentuk lembaga sejenis yaitu “The Guarantee Fund for Small and Medium Enterprise”. Kelima negara contoh yang berhasil membangun UKM ini kelihatannya memfokuskan diri pada adanya lembaga jaminan pembiayaan yang dikelola secara profesional, konsisten dan komitmen mengikuti perkembangan UKM yang ada di negaranya. Berdirinya KKB, PER dan saat ini menjadi BDS-KPKM mempunyai persamaan untuk membangun UKM yang ada di Indonesia. 3. Akibat Hukum Pemberdayaan UKM Krisis ekonomi, apalagi yang sangat parah, tentu telah menyulitkan masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini bukanlah hal yang mengejutkan kalau pengangguran, hilangnya penghasilan serta kesulitan memenuhi kebutuhan pokok merupakan persoalan-persoalan sosial yang sangat dirasakan masyarakat sebagai akibat dari krisis ekonomi. Hasil survei yang dilakukan Bank Dunia bekerjasama dengan Ford Foundation dan Badan Pusat Statistik (September-Oktober 1998) menegaskan bahwa ketiga persoalan itu oleh masyarakat ditempatkan sebagai persoalan prioritas atau harus segera mendapatkan penyelesaian (Watterberg dkk, 1999). Dengan kata lain, ketiga hal itu
Dede Ruslan
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 ( 1) 2005
merupakan persoalan sangat pelik yang dihadapi masyarakat pada umumnya. Kondisi ketenagakerjaan pada masa krisis kiranya dapat memberikan gambaran dampak sosial dari krisis ekonomi (Tabel 1). Tingkat pengangguran mengalami kenaikan dari 4,9 persen pada tahun 1996 menjadi 6,1 persen pada tahun 2000. Krisis ekonomi juga telah membalikkan tren formalisasi
Sementara itu, belakangan ini banyak diungkapkan bahwa UKM memiliki peran penting bagi masyarakat di tengah krisis ekonomi. Dengan memupuk UKM diyakini pula akan dapat dicapai pemulihan ekonomi (Kompas. 14/12/2003). Hal serupa juga berlaku bagi sektor informal. Usaha kecil sendiri pada dasarnya sebagian besar bersifat informal dan karena itu relatif mudah untuk dimasuki oleh pelaku-pelaku usaha yang baru. Pendapat mengenai peran UKM atau sektor informal tersebut ada benarnya setidaknya bila dikaitkan dengan perannya dalam meminimalkan dampak sosial dari krisis ekonomi khususnya persoalan pengangguran dan hilangnya penghasilan masyarakat. UKM boleh dikatakan merupakan salah satu solusi masyarakat untuk tetap bertahan dalam menghadapi krisis yakni dengan melibatkan diri dalam aktivitas usaha kecil terutama yang berkarakteristik informal. Dengan hal ini maka persoalan pengangguran sedikit banyak dapat tertolong dan implikasinya adalah juga dalam hal pendapatan. Bagaimana dengan anjloknya pendapatan masyarakat yang tentu saja mengurangi daya beli masyarakat terhadap produk-produk yang sebelumnya banyak disuplai oleh usaha berskala besar? Bukan tidak mungkin produk-produk UKM justru menjadi
ekonomi sebagaimana tampak dari berkurangnya pangsa pekerja sektor formal menjadi 35,1. Dengan kata lain, peran sektor informal menjadi terasa penting dalam periode krisis ekonomi. Sektor informal sendiri merupakan sektor dimana sebagian besar tenaga kerja Indonesia berada.
substitusi bagi produk-produk usaha besar yang mengalami kebangkrutan atau setidaknya masa-masa sulit akibat krisis ekonomi. Jika demikian halnya maka kecenderungan tersebut sekaligus juga merupakan respon terhadap merosotnya daya beli masyarakat.
Gambar 1. Perkembangan Unit Usaha dan Pekerja UKM, 1996-2000
Gambar di atas—disusun berdasarkan Hasil Survei Usaha Terintegrasi yang dilakukan BPS—kiranya dapat berguna untuk memberikan gambaran bagaimana peranan UKM bagi masyarakat di masa krisis. Survei tersebut terbatas hanya pada
12
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Dede Ruslan
Volume 17 ( 1) 2005
UKM yang tidak berbadan hukum sehingga hasilnya dapat juga merefleksikan sektor informal. 4. Konsep Badan Hukum UKMK Fenomena terakhir menunjukkan badan hukum yang sedang "naik daun" adalah koperasi. Sejak sebelum merdeka, Bung Karno telah mengenali bahwa kecuali perusahaan Belanda dan beberapa gelintir pengusaha lumayan, gambaran umum dari "pengusaha" Indonesia adalah seperti sosoknya yang dimanifestasikan oleh Marhaen. Bung Hatta sebagai teknokrat yang terobsesi menerjemahkannya ke dalam instrumen yang operasional mengatakan bahwa koperasi paling tepat untuk memajukan perekonomian dari sekelompok orang yang tidak memiliki apaapa kecuali kebersamaannya. Maka masuklah koperasi dalam rumusan dan penjelasan Pasal 33 UUD 1945 karena koperasi memberikan wahana demokratisasi dalam berusaha. Koperasi mampu membangun kinerja masing-masing pengusaha yang tergabung dalam keanggotaan koperasi secara fair dan merata. Berbagai kebijakan pemerintah telah memperlihatkan keberpihakan kepada koperasi. Namun hal ini bukan berarti bahwa koperasi sudah mewakili masyarakat bawah untuk meningkatkan perekonomian (Panji Anoraga, 1995: 90). Bank yang tadinya dikelola anggota koperasi baru berkembang pesat setelah ditangani oleh manajemen profesional. Kelompok koperasi batik melejit juga setelah mendapatkan injeksi manajemen dari kelompok profesional. D. Kesimpulan Pembangunan UKM adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, namun dalam kebersamaan itu harus ada lembaga yang khusus bertanggungjawab untuk menkordiner dan melaksanakan semua kegiatan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan pengembangan UKM yaitu suatu Badan yang berfungsi untuk mengatasi masalahmasalah internal dan masalah eksternal. Masalah internal UKM di upayakan melalui
13
peningkatan kemampuan dan manajemen. Sedangkan masalah eksternal penyelesaiannya harus diupayakan melalui kordinasi interdep, agar semua lembaga pendukung tersebut berfungsi untuk mengikuti dan menunjang perkembangan UKM. Untuk itu perlu penataan dan penyempurnaan kebijakan yang ada sekarang kepada kebijakan dan pelaksanaan yang lebih terkordinatif, terintegrasi dan berkesinambungan. Kebijakan ini tentunya harus diikuti dengan komitmen yang kuat dari pemerintah. Tanpa komitmen yang kuat pembangunan UKM tidak mempunyai arti. E. Daftar Pustaka Akita,
T dan A. Alisjahbana, 2002, “Regional Income Inequality in Indonesia and the Initial Impact of the Economic Crisis”. Bulletin of Indonesian Economic Studies 38 (2): 201-222. Azis, I. J., 1994, Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Penerapannya di Indonesia. Jakarta, LP-FEUI. Basri, M. C., 2002, “Wajah Murung Ketenagakerjaan Kita”. Kompas, 25 November. Berry, A., E. Rodriquez, dan H. Sandeem, 2003, “Small and Medium Enterprises Dynamics in Indonesia.” Bulletin of Indonesian Economic Studies 37 (3): 363-384. Endang Rachmat, Ekonomi Kerakyatan, Sebuah Kritik Kebijakan, Harian Mitra Dialog, Jakarta, tanggal 20 Desember 2003. Hill, H., 1996, Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966: Sebuah Studi Kritis dan Komprehensif. Yogyakarta, PAU-UGM dan Tiara Wacana. G. Kartasapoetra, A.G. Kartasapoetra, dkk, Koperasi Indonesia, Bina Adiaksara bekerjasama dengan Rineka Cipta Jakarta, 2003 Kompas, 2003, “Memupuk UKM, Menuai Pemulihan Ekonomi”. 14 Desember 2003.
Dede Ruslan
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 ( 1) 2005
Kuncoro, M., 2002a, Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Panji Anoraga, 1995, Ninik Widayanti, Dinamika Koperasi¸ Rineka Cipta, Jakarta. Suryahadi, A., W. Widyanti, D. Perwira, S. Sumarto, 2003, “Minimum Wage Policy and Its Impact on Employment in the Urban Formal Sector”, Bulletin of Indonesian Economic Studies Vol 39 No 1, 29-50.
Watterberg, A., S. Sumarto, L. Prittchett. 1999. “A National Snapshot of the Social Impact of Indonesia’s Crisis”. Bulletin of Indonesian Economic Studies Vol 35 No 3, 145-152. Noer Soetrisno, 2002, Koperasi Mewujudkan Kebersamaan dan Kesejahteraan: Menjawab Tantangan Global dan Regionalisme Baru, Jurnal Ekonomi Kerakyatan,. Perundang-undangan: UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
14