ASAS EXCEPTIO NON ADIMPLETI CONTRACTUS DALAM PERJANJIAN KREDIT THIS PRINCIPLES OF EXCEPTIO NON ADIMPLETI CONTRACTUS IN CREDIT AGREEMENT
Andi Kisnah Bintang, Anwar Borahima, Nurfaidah Said Program Kenotariatan, FakultasHukum, UniversitasHasanuddin
AlamatKorespondensi: Andi Kisnah Bintang, S.H FakultasHukum Program Pascasarjana (S2) UniversitasHasanuddin Makassar, 90245 HP : 0813 42733263 Email :
[email protected]
Abstrak Berlakunya asas Exeptio Non Adimpleti Contractus dalam perjanjian kredit dalam Perjanjian Kredit apabila Pihak Developer melakukakan wanprestasi. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui apakah Asas Exeptio Non Adimpleti Contractus dan pihak Developer dapat dimasukkan dalam PerjanjianKredit dan Untuk mengetahui fungsi Perjanjian Pengikatan JualBeli (PPJB) sebagai Perjanjian Pendahuluan dalam perjanjian kredit.Tipe Penilitian adalah empiris yaitu penelitian yang mengutamakan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer dan juga menggunakan metode penelitian yang sifatnya yuridis normatif, yakni untuk mengkaji konsep-konsep hukum terkait dengan penerapan asas exceptio non adinmpleti contractus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Asas Exeptio Non Adimpleti Contractus tidak secara tegas dicantumkan dalam perjanjian kredit, Namun demikian asas ini dapat menjadi pembelaan bagi pihak debitor manakala debitor menolak untuk membayar angsuran kepada bank apabila pihak Bank dan Developer (pihakketiga) lalai dalam memenuhi kewajibannya Sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam Perjanjian Kerja Samaantar Bank dan Developer. Bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli merupakan perjanjian antara pihak developer dengan user. Perjanjian ini merupakan perjanjian yang mendahului perjanjian jual beli antara developer dengan pihak user. Perjanjian Pengikatan Jual Beli hanyabersifat obligatoir yang meletakkan hak dan kewajiban bagi para pihak tetapi belum mengalihkan secara hokum kepemilikan atas tanah dan bangunan tersebut. Kata Kunci : asas exeptio non adimpleti, perjanjian kredit
Abstract Going into effect it ground Exeptio the Non Adimpleti Contractus in agreement credit in Agreement Credit if side of Developer wanprestasi, conducting. The Purpose of this study is to determine the exeptio non adimpleti contractus principle can be applied to the Credit Agreement if the Ddeveloper estabilish negligence/Default and to determine the function of Sale and Purchase Agreement (SPA) as a Preliminary Agreement in the Credit Agreement.This type of research is emprical which examines the implementation of law.The results of the research indicated that : The principle of exeptio non adimpleti contractus is not explicitly mentioned in the loan agreement. However, this principle can bea defence for the debtor whenever he/she refused to pay the installments to the bank if the bank and developer failed to meet its obligations. As agreed in the cooperation agreement between the bank and developer that the sale and purchase agreement is an agreement between the developer with the user. This agreement preceded the purchase agreement betwen the developer and the user. Sale and Purchase Agreement are only obligator who put the rights and obligations for the parties but has not transfered legal ownwership of the land and building yet. Keywords : the exeoptio non adimpleti contractus principle, Credit Agreement.
PENDAHULUAN Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang memberikan berbagai macam layanan perbankan yang dipercaya oleh masyarakat dewasa ini. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan), bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Bank juga merupakan lembaga yang memberikan produk kredit bagi masyarakat yang membutuhkan. Akan tetapi pemberian kredit oleh bank didahului dengan adanya pengajuan kredit oleh masyarakat. Setelah adanya pengajuan kredit oleh masyarakat, maka pengajuan tersebut ditindaklanjuti oleh pihak bank dengan melakukan analisis yang mendalam sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perbankan. Pengajuan kredit menjadi terkendala apabila debitor tidak memiliki jaminan yang bisa meyakinkan pihak kreditor. Perjanjian kredit ini dibuat secara sepihak oleh pihak kreditor dalam hal ini bank. Pihak debitor sebagai pihak yang mengajukan kredit tidak memiliki kewenangan untuk turut campur dalam membuat isi perjanjian tersebut. Dalam posisi yang seperti ini pihak debitor merupakan pihak yang kedudukannya di bawah kreditor, sehingga debitor tidak memiliki posisi tawar yang kuat terhadap isi perjanjian. Dalam hokum perjanjian, kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian menyangkut dua janji, yaitu melakukan sesuatu atau menyerahkan sesuatu. Janji yang terlaksana adalah dilakukannya sesuatu atau diserahkannya sesuatu, yang disebut prestasi. Dalam konteks perjanjian kredit, prestasi kreditor adalah menyerahkan dan pinjaman, sementara prestasi debitor adalah menyerahkan jaminan, melaksanakan pembayaran bunga, dan mengembalikan dan pinjaman secara tepat waktu. Keadaan bilamana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasinya disebut wanprestasi, yakni tidak melakukan sesuatu, tidak menyerahkan sesuatu, menyerahkan sesuatu atau menyerahkan sesuatu tetapi tidak tepat waktu. Wanprestasi debitor tidak hanya kegagalan menyerahkan jaminan, membayar bunga dan cicilan utang pokok tepat waktu, tetapi bisa juga terjadi karena akibat dari pejanjian lain maupun timbulnya keadaan-keadaan yang tidak diharapkan terjadi dalam prjanjian yang mengakibatkan kerugian bagi pihak kreditor maupun debitor. (Purwoko,2011).
Pihak yang merasa rugi akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian, atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga. Dalam kajian hukum perdata, pihak yang dituduh wanprestasi (yang pada umumnya adalah debitor), dapat mengajukan tangkisantangkisan untuk membebaskan diri dari akibat buruk dari wanprestasi tersebut. Tangkisan atau pembelaan tersebut dapat berupa : 1). Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena keadaan terpaksa (overmacht). 2). Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena pihak lain juga wanprestasi (exceptio non adimpleti contractus). 3). Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena pihak lawan telah melepaskan haknya atas pemenuhan prestasi. (Miru,2011). Dalam suatu perjanjian kredit antara kreditor dengan debito rmaupun dengan pihak ketiga termasuk di dalamnya, tidak menutup kemungkinan terjadi wanprestasi atau kelalaian yang diakibatkan oleh pihak lain selain debitor yang menyebabkan kerugian bagi debitor. Dalam beberapa bentuk perjanjian kredit yang peneliti temukan hanya mengatur mengenai kriteria kelalaian untuk debitor, baik yang terkait langsung dengan perjanjian kredit (seperti pembayaran bunga dan pokok atau penyerahan jaminan), dan tidak terkait langsung dengan perjanjian kredit (seperti perizinan, kelalaian terhadap pihak ketiga, atau terjadinya tindakpidana yang terkait manajemen debitor). Bagaimana jika wanprestasi ini terjadi karena diakibatkan oleh pihak ketiga (developer)? Tentunya ini merupakan suatu hal yang baru Karena dalam perjanjian kredit tidak ada satupun klausul yang mengatur mengenai kelalaian atau wanprestasi debitor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah asas exception non adimpleti contractus dapat dimasukkan pihak developer dalam perjanjian kredit.
METODE PENELITIAN LokasidanRancanganPenelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah Wilayah Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, hal ini disebabkan karena terdapat beberapa permasalahan berkaitan dengan judul penelitian peneliti pada bank dan developer yang berlokasi di Kota Makassar. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian empiris yaitu penelitian yang mengutamakan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer dan juga menggunakan metode penelitian yang sifatnya
yuridis normatif, yakni untuk mengkaji konsep-konsep hokum terkait dengan penerapan asas exceptio non adimpleti contractus. Populasi dan Sampel Dalam hal penelitian ini populasinya adalah PT. Bank Tabungan Negara (BTN), dan Developer PT. Batara Sarana Mandiri. Dari populasi penelitian ini akan diambil beberapa sampel yang dipandang mampu mewakili populasinya. Hal ini atas dasar pertimbangan bahwa yang paling formal dalam memberikan informasi adalah : Staf Branch Legal& Recovery PT. Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Makassar, Staf Legal Developer PT. Batara Sarana Mandiri dan 2 (Dua) orang nasabah Bank Tabungan Negara (BTN) sekaligus sebagai user atau pihak pembeli dari developer pemilik perumahan. MetodePengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara kepada para responden. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif untuk menjelaskan hubungan antara fenomena yang diteliti dengan menggunakan landasan teori. Analisis Data Berdasarkan sifat penelitian deskriptif analitis, maka data yang diperoleh dari penelitian lapangan diuji kebenarannya kemudian dihubungkan dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif kemudian dideskripsikan, yaitu dengan menggambarkan, menguraikan kemudian menjelaskan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan masalah yang dikaji.
HASIL Penerapan asas Exeption Adimpleti Contractus pada hubungan perjanjian kredit perumahan secara tersirat dapat ditemukan pada perjanjian Buy Back Guarantee. Sebenarnya apabila dilihat dari konstruksinya, seluruh bunyi pasal pada perjanjian Buy Back Guarantee ini adalah bentuk perlindungan hukum terhadap pihak Bank atas perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak debitor, termasuk jika pihak debitor menolak untuk memenuhi prestasinya dengan alasan Exeptio Non Adimpleti Contractus. Pada pelaksanaannya, perjanjian Kredit Pemilikan Rumah khususnya pada KGU Indent sering mengalami beberapa masalah terutama setelah perjanjian kredit tersebut berjalan. Seperti yang disampaikan oleh legal PT.Bank BTN (Persero) Cabang Makassar Masalah-masalah tersebut antara lain 1).Developer kurang bertanggung jawab kepada
konsumennya dimana fasilitas yang disediakan oleh developer tidak sesuai dengan yang diperjanjikan .2) Developer tidak bertanggung jawab atas tunggakan yang dilakukan oleh (debitor) sebagai mana telah dituangkan dalam perjanjian kerja sama Akibat dari adanya perbuatan developer yang kurang bertanggung jawab terhadap pemenuhan kewajibannya terhadap konsumen ( debitor ) yang berakibat pada menolaknya debitor untuk membayar angsuran kredit kepada pihak Bank. Berdasarkan hasil penelitian penulis sesuai dengan yang disampaikan oleh salah seorang konsumen KGU Indent PT.Bank BTN (Persero), yaitu Puspita Handayani yang mangatakan bahwa salah satu aksi protes Debitor adalah tidak membayar angsuran karena rumah yang telah dibeli melalui KPR Bank PT.Bank BTN (Persero) tidak diselesaikan pembangunannya oleh developer dengan spesifikasi yang sudah diperjanjikan terlebih dahulu. Wanprestasi (default atau non fulfiment ataupun yang disebut juga dengan istilah breach of contract) adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. (Gandadinata,2007). Terkait dengan asas exeptio non adimpleti contractus, penulis kemudian menghubungkan dengan kasus berdasarkan dengan hasil penelitian penulis sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Puspita Handayani (user PT. Batara Sarana Mandiri) yang membeli salah satu rumah melalui KPR di PT.Bank BTN (Persero) di perumahan Soltana Residence yang berlokasi di Barombong, Puspita Handayani tertarik membeli rumah tersebut berdasarkan brosur tata letak serta jenis perumahan yang ditawarkan oleh pihak developer yaitu PT.Batara Sarana Mandiri dengan membayar uang muka 30% (tiga puluh persen) pada developer dan sisa harga rumah tersebut Puspita Handayani mengajukan permohonan kredit perumahan (KGU) pada PT,Bank BTN (Persero) untuk membayar sisa harga rumah tersebut yang berlokasi di Perumahan sesuai dengan brosur yang telah diterimanya dengan menyetujui lokasi perumahan yang telah dipilihnya yaitu pada blok tertentu dalam lokasi perumahan tersebut, setelah PT.Bank BTN (Persero) melakukan efaluasi kepada calon debitor tersebut dan Bank menganggap
layak
mendapatkan kredit, maka dilakukanlah pengikatan kredit secara Notaril atas perjanjian kredit perumahan KGU Indent antara pihak bank dengan calon debitor.
Setelah
debitor
menandatangani Perjanjian Kredit di PT. Bank BTN (Persero) sejak 23 Oktober 2010 dan telah mengangsur selama 5 (lima) bulan namum pihak debitor merasa keberatan kepada pihak
developer dan Bank karena 1 (satu) unit rumah yang debetor beli pada Blok tertentu melalui KPR KGU di perumahan Solthana Resindece belum dibangun dan masih perupa pondasi sampai sekarang, sedangkan pada blok lainnya sudah seluruhnya selesai terbangun akan tetapi 1 (satu) Blok di lokasi pada perumahan Soltanha Residence tersebut sama sekali belum berdiri bangunan namun masih berupa pondasi. Hal ini yang menyebabkan pihak (debitor) tidak lagi melanjutkan pembayaran kreditnya kepada pihak Bank PT. Bank BTN (Persero) dikarenakan rumah yang dibeli dari developer
tersebut belum selesai dibangun, Dari kasus tersebut diatas, secara tidak
lansung bahwa pihak debitor berdalih dengan asas exeptio non adimpleti contractus. Pihak debitor merasa dirugikan karena telah melakukan pembelian melalui kredit pemilikan rumah KGU Indent di PT.Bank BTN (Persero) Cabang Makassar namun pembangunan rumahnya belum rampung hingga jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam menghadapi kasus seperti ini menurut Rizal (Branch Legal & Recovery) PT. Bank BTN (Persero) Cabang Makassar, bahwa pihak bank telah melakukan pengawasan dan teguran terhadap developer tersebut karena telah lalai dan tidak menyelesaikan
pembangunan rumah tersebut sesuai dengan jangka waktu yang
telah disepakti berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Namun pihak PT. Bank Tabungan Negara (Persero) juga kesulitan menagih janji-janji Developer karena Developer juga telah mengalami kesulitan keuangan dan wanprestasi . Namun berdasarkan keterangan Halid (Legal PT. Batara Sarana Mandiri) bahwa kendala yang dihadapi pihak Developer disebabkan terbengkalainya pembangunan rumah tersebut karena pekerjaannya telah disub kontrakkan pada kontraktor lain yang mana antara developer dan sub kontraktornya telah bermasalah. Dan juga pihak developer telah mengalami kesulitan keuangan (wanprestasi) sehingga tidak dapat melanjutkan pembangunan rumah tersebut dan pihak Developer juga tidak dapat membeli kembali rumah tersebut sebagaimana telah diperjanjiakan dalam Buy Back Guarantee dalam pasal 1 (satu) yang berbunyi : “ Bilamana Pihak kesatu (debitor) menunggak 3 (tiga) bulan berturut-turut angsuran pembayaran hutangnya pada bank tersebut, yang akan dibuktikan dari surat pemberitahuan yang dikeluarkan oleh Bank, maka Pihak kedua (developer) sebagai penanggung akan melanjutkan pembayaran sisa cicilan sehingga lunas “ Menurut Rizal (Branch Legal & Recovery PT. Bank BTN Cabang Makassar, bahwa asas exeptio non adimpleti contractus memang dan pihak Developer
tidak pernah dicantumkan
secara tegas dalam klausula perjanjian kredit perumahan maupun dalam perjanjian kredit
lainnya. Akan tetapi pihak PT.Bank BTN (persero) Cabang Makassar akan mempertimbangkan dan mengusulkan dimasukkannya tanggung jawab developer dalam perjanjian kredit KPR KGU. Namun lebih lanjut menurut Legal PT. Bank BTN Cabang Makassar bahwa dalam perjanjian penyediaan fasilitas kredit indent, dicantumkan klausula manakala pihak developer tidak menyelesaikan pembangunan rumah ataupun tanah dan bangunan tidak sesuai dengan spesifikasi yang diperjanjikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian, maka pihak developer dibebankan untuk melakukan beberapa kewajiban. Berikut salah satu klausula dalam Perjanjian Fasilitas KGU Indent bagi pembeli tanah dan rumah pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) :Pasal 7 (2) :“Apabila Pihak Developer tidak dapat menyelesaikan pembangunan rumah hingga 8 (delapan) bulan sejak tanggal pelaksanaan akad kredit dan pembangunan rumah tidak sesuai dengan spesifikasi bangunan yang disampaikan, maka : a). Pihak Pertama berhak untuk sementara waktu menghentikan pelaksanaan akad kredit KGU Indent berikutnya hingga selesainya pekerjaan pembangunan fisik rumah dimaksud
dan hingga Pihak Developer menyesusuaikan pembangunan fisik rumah
dengan spesifikasi bangunan per masing-masing unit rumah. b). Apabila Debitor menghendaki tanah dan rumah akan dijual kembali, Pihak developer wajib membeli kembali sesuai dengan akta Buy Back Guarantee. c). Apabila Debitor tidak menghendaki pengembalian sebagaimana dimaksud pada butir b di atas, maka Pihak Pertama (Pen : pihak Bank) berhak dan Pihak Developer menyetujui Pihak Bank menunjuk pihak lain untuk mengambil alih penyelesaian pembangunan rumah yang seluruh biayanya berasal dari sisa dana yang belum dicairkan.”
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa Asas exeptio non adimpleti contractus tidak dicantumkan secara tegas dalam perjanjian kredit. Tetapi asas ini menjadi pembelaan bagi pihak debitur manakala ia menolak untuk membayar angsuran kreditnya kepada pihak Bank. Penerapan asas exeptio non adimpleti contractus dalam klausula Perjanjian Kredit dapat terlihat dimana pihak developer lalai atau ingkar dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan baik dalam perjanjian pengikatan jual beli maupun pada perjanjian jual beli antara developer dengan pihak konsumen yang menjadi debitur bank dalam perjanjian kredit. Berdasarkan penelitian penulis yang menitik beratkan pada perjanjian Kredit Griya Utama Indent atau yang disingkat dengan KGU Indent. Dalam perjanjian kredit KGU indent bank melakukan
perjanjian kerjasama (PKS) dengan pihak developer yang dilakukan secara terpisah dengan perjanjian kredit dengan pihak debitor, isi perjanjian yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama (PKS) tersebut dimana merupakan pihak pertama yaitu bank selaku penyedia dana dan pihak kedua adalah developer, pihak developer selaku pihak yang akan melakukan pengembangan/pembangunan terhadap tanah yang developer miliki. Didalam Perjanjian Kerja sama antara Developer dengan Bank terdapat Hak dan Kewajiban kedua belah pihak, adapun maksud dan tujuan Perjanjian Kerja Sama sebagaimana bunyi Pasal 2 dalam perjajian tersebut : 1). Mengatur hubungan kerjasama yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak ( Bank dan Developer) sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak dan ketentuan per Undang-undangan yang berlaku. 2). Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat yang membutuhkan rumah. Asas exeptio non adimpleti contractus tidak dicantumkan secara tegas dalam perjanjian kredit. Tetapi asas ini menjadi pembelaan bagi pihak debitur manakala ia menolak untuk membayar angsuran kreditnya kepada pihak Bank. Penerapan asas exeptio non adimpleti contractus dalam klausula Perjanjian Kredit dapat terlihat dimana pihak developer lalai atau ingkar dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan baik dalam perjanjian pengikatan jual beli maupun pada perjanjian jual beli antara developer dengan pihak konsumen yang menjadi debitur bank dalam perjanjian kredit. Kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya percaya. Apabila hal tersebut dihubungkan dengan tugas bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditor percaya untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah (debitor) karena debitor dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.(Supramono,2009). Selanjutnya, berdasarkan Pasal 1 angka 11 (Undang-Undang Perbankan, bahwa :“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Perjanjian pinjam meminjam menurut KUH Perdata juga mengandung makna yang luas, yaitu objeknya adalah benda yang dapat habis jika dipakai (verbruiklening), termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik uang yang dipinjam dan di kemudian hari dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. (Badrulzman,1991).
Menurut H.R Daeng Naja, membagi jenis-jenis kredit ke dalam dua bentuk, yaitu kredit ditinjau dari segi pemakaian dan kredit ditinjau dari segi jangka waktu.3).Kredit ditinjau dari segi pemakaian terbagi, yaitu : 1. Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usahausaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya. Kredit jenis ini dibagi atas 2 (dua), yaitu : a). Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan. b). Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan. 2). Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat. (Naja,2005) Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.(Abdulkadir,2000). Sementara itu, M. Yahya Harahap merumuskan pengertian perjanjian yaitu sebagai suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.(Harahap, 1986). Klausula dalam Perjanjian Fasilitas KGU Indent bagi pembeli tanah dan rumah pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero): Pasal 7 (2) :“Apabila Pihak Developer tidak dapat menyelesaikan pembangunan rumah hingga 8 (delapan) bulan sejak tanggal pelaksanaan akad kredit dan pembangunan rumah tidak sesuai dengan spesifikasi bangunan yang disampaikan, maka : a). Pihak Pertama berhak untuk sementara waktu menghentikan pelaksanaan akad kredit KGU Indent berikutnya hingga selesainya pekerjaan pembangunan fisik rumah dimaksud dan hingga Pihak Developer menyesusuaikan pembangunan fisik rumah dengan spesifikasi bangunan per masing-masing unit rumah. b). Apabila Debitor menghendaki tanah dan rumah akan dijual kembali, Pihak developer wajib membeli kembali sesuai dengan akta Buy Back Guarantee. c). Apabila Debitor tidak menghendaki pengembalian sebagaimana dimaksud pada butir b di atas, maka Pihak Pertama (Pen : pihak Bank) berhak dan Pihak Developer menyetujui Pihak Bank menunjuk pihak lain untuk mengambil alih penyelesaian pembangunan rumah yang seluruh biayanya berasal dari sisa dana yang belum dicairkan.” Pada pasal tersebut diatas tentunya sangat merugikan pihak debitor bilamana terjadi wanprestasi yang diakibatkan oleh developer karena yang lalai dalam kasus ini adalah developer
dan Bank dimana antara Bank dan Developer tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan sebelumnya sesuai Perjanjian Kerja Sama (PKS). Pasal tersebut juga diatas pihak developer mempunyai kedudukan yang sangat kuat apabila terjadi wanprestasi oleh debitor. Akibat dari adanya perbuatan developer yang kurang bertanggung jawab terhadap pemenuhan kewajibannya terhadap konsumen ( debitor ) yang berakibat pada menolaknya debitor untuk membayar angsuran kredit kepada pihak Bank. Salah satu aksi protes Debitor adalah tidak membayar angsuran karena rumah yang telah dibeli melalui KPR Bank PT.Bank BTN (Persero) tidak diselesaikan pembangunannya oleh developer dengan spesifikasi yang sudah diperjanjikan terlebih dahulu. Adanya kasus seperti ini memberikan gambaran bahwa pihak Bank juga posisi yang serba salah sehingga bank masih memberikani toleransi kepada pihak debitor untuk tidak mengeksekusi dan melelang bangunan tersebut walaupun bank juga merasa sangat dirugikan karena kredit Developer Macet debitornya juga macet karena debitor mengajukan dalil exception non adimpleti contractus dimana debitor mengajukan pembelaan bahwa dirinya tidak membayar kredit karena pihak developer melakukan wanprestasi.Konsekuensi bagi developer pada kasus ini adalah harus segera menyelesaikan tuntutan debitor sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya. Adanya pemenuhan tuntutan debitor tentunya akan berdampak pada ketaatan debitor untuk membayar kreditnya kepada pihak Bank. Sebagai akibat wanprestasinya debitor kepada bank dikarenakan bahwa developer lebih dahulu melakukan wanprestasi, permasalahan ini dapat di jadikan dasar bagi debitor untuk mempergunakan asas Exception Non Adimpleti Contractus sebagai dasar pembelaan debitor. Dengan dalil Exception Non Adimpleti Contractus pihak debitor dapat berlindung pada UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Pasal 19 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa : a). Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. b). Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.c). Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.d).Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskn kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesengajaan.e). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian tersebut menjadi tidak sah, yang berarti perjanjian itu terancam batal.Nulitas atau kebatalan berdasarkan alasan kebatalannya dibedakan menjadi perjanjian yang dapat dibatalkan dan perjanjian yang batal demi hukum.a). Perjanjian yang dapat dibatalkan. Apabila pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat subyektif, maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan atau perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh salah satu pihak. pihak ini adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum (diwakili oleh orang tua atau walinya, ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi cakap), dan pihak yang memberikan perizinannya atau menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas. b). Perjanjian yang batal demi hukum. Tujuan para pihak untuk meletakkan suatu perikatan yang mengikat meraka satu sama lain, telah gagal. Dan tidak dapatlah pihak yang satu menuntut pihak yang lain di depan hakim, karena pada dasarnya hukumnya tidak ada. Hakim ini diwajibkan karena jabatannya, menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan. (Subekti, 2005) Pelanggaran-pelanggaran terhadap konsumen perumahan ini dapat kita lihat dari terus meningkatnya jumlah pengaduan pada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Dari jenis pengaduan, secara umum ada dua kelompok : 1). Pengaduan konsumen perumahan sebagai akibat telah terjadinya pelanggaran hak-hak individual konsumen perumahan. Seperti, mutu bangunan di bawah standar ukuran luas tanah tidak sesuai dan lain-lain; 2).Pengaduan konsumen perumahan sebagai akibat pelanggaran hak-hak kolektif konsumen perumahan.Seperti, tidak dibangunnya fasilitas sosial/umum, sertifikasi rumah fiktif, banjir dan soal kebenaran klaim/informasi dalam iklan, brosur, dan pameran perumahan.(Sudaryatomo, 1999).
KESIMPULAN DAN SARAN Asas exeptio non adimpleti contractus tidak dicantumkan secara tegas dalam perjanjian kredit. Tetapi asas ini menjadi pembelaan bagi pihak debitur manakala ia menolak untuk membayar angsuran kreditnya kepada pihak Bank. Penerapan asas exeptio non adimpleti contractus dalam klausula Perjanjian Kredit dapat terlihat dimana pihak developer lalai atau
ingkar dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan baik dalam perjanjian pengikatan jual beli maupun pada perjanjian jual beli antara developer dengan pihak konsumen yang menjadi debitur bank dalam perjanjian kredit. Sebaiknya pada perjanjian kredit Kredit Pemilikan Rumah asas exeptio non adimpleti contractus dicantumkan secara tegas. Hal ini untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak debitur ketika pihak developer melakukan wanprestasi, dan developer juga dimasukkan dalam perjanjian kredit. Perjanjian Pengikatan Jual beli merupakan perjanjian antara pihak developer dengan pihak konsumen. Perjanjian ini merupakan perjanjian yang mendahului perjanjian jual beli antara pihak developer dengan pihak konsumen. Perjanjian pengikatan jual beli hanya bersifat obligatoir yang meletakkan hak dan kewajiban bagi para pihak tetapi belum mengalihkan secara hukum kepemilikan atas tanah dan bangunan. Bahwa sifat obligatoir ini maka pihak penjual berkewajiban untuk segera menyerahkan tanah dan bangunan yang ia jual menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai perjanjian pendahuluan dari perjanjian kredit, maka dalam perjanjian pengikatan jual beli dicantumkan secara tegas tentang tanggung jawab para pihak terutama tanggung jawab pihak developer dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumennya. Selain itu dalam perjanjian pengikatan jual beli juga sebaiknya mencantumkan mengenai sanksi yang proporsional apabila pihak developer melalaikan tanggung jawabnya.
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir, Muhammad. (2000). Hukum Perdata Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.
Badrulzaman, Mariam Darus. (1991). Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung. Daeng Naja,H.R. (2005). Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, Citra Aditya Bakti, Bandung. Gandadinata,Indrareni. (2007). Wanprestasi dan Penyelesaiannya dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Internasional Indonesia Kantor Cabang Purwokerto, Tesis, Progran Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, Semarang. Harahap, M. Yahya. (1986). Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung. Miru, Ahmadi. (2010). Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Purwoko, Sunu Widi. (2011). Catatan Hukum Seputar Perjanjian Kredit dan Jaminan, Nine Season, Jakarta. Subekti. (2005). Hukum Perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta. Supramono, Gatot. (2009). Perbankan dan Masalah Kredit, Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Sudaryatmo. (1999). Hukum& Advokasi Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung.