ASAL USUL STATUS DAN SEJARAH TUTUPAN LAHAN PERKEBUNAN SAWIT BESAR DI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU
AGNES ANITA SARI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Asal Usul Status dan Sejarah Tutupan Lahan Perkebunan Sawit Besar di Kabupaten Kampar Provinsi Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Agnes Anita Sari NIM E34120032
ABSTRAK AGNES ANITA SARI. Asal Usul Status dan Sejarah Tutupan Lahan Perkebunan Sawit Besar di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Dibimbing oleh ARZYANA SUNKAR dan YANTO SANTOSA. Luas perkebunan sawit semakin meningkat setiap tahunnya, menyebabkan adanya alih fungsi lahan yang diduga berasal dari kawasan hutan. Penelitian ini bertujuan menelusuri asal usul status dan sejarah tutupan lahan perkebunan sawit besar di Kabupaten Kampar dengan analisis penafsiran citra landsat dan overlay peta TGHK 1986, peta RTRWP Riau 1994 dan 2014, wawancara terhadap pihak PT. Perkebunan Nusantara V, PT. Kebun Pantai Raja, PT. Peputra Masterindo, dan PT. Adimulia Agrolestari serta masyarakat sekitarnya. Hasil analisis overlay menunjukkan bahwa status lahan terluas sebelum menjadi perkebunan adalah APL/HPK. Status lahan lainnya terdiri dari HPT, HP, APK Kehutanan, APK Perkebunan, dan APK Transmigrasi. Tutupan lahan sebelum terjadi alih fungsi ke perkebunan merupakan hutan sekunder, semak belukar, tanah terbuka, dan perkebunan karet. Status lahan perkebunan sawit yang diteliti berupa HGU dengan tutupan lahan bukan hutan primer. Kata kunci : perkebunan sawit besar, sejarah, status lahan, tutupan lahan
ABSTRACT AGNES ANITA SARI. Origin of Status and History of Land Cover Development of Large-Scale Oil Palm Plantations in Kampar District of Riau Province. Supervised by ARZYANA SUNKAR and YANTO SANTOSA. The total area of large-scale oil palm plantation is increasing annually, resulting in land use conversion which were allegedly originated from forest areas. This study aimed to explore the origin of status and history of land cover development of large-scale oil palm plantation in Kampar District, with analysis of Landsat imagery and overlay maps of 1986 Land Use Agreement (TGHK) map with 1994 and 2014 Provincial Spatial Planning of (RTRWP) Riau. In addition, interviews were conducted with the managers of PT. Perkebunan Nusantara V, PT. Kebun Pantai Raja, PT. Peputra Masterindo, and PT. Adimulia Agrolestari as well as the surrounding communities. Overlay analysis indicated that the largest land status prior to the establishment of the plantations were Other land uses (APL)/Convertible Production Forest (HPK), while other land status comprised of Limited production Forest (HPT), Production Forest (HP), Forestry Area Planning Direction (APK), APK Plantation, and APK Transmigration. The land cover types prior the establishment of the plantations were comprised of secondary forests, shrubs, open area, and rubber plantations. The entire large-scale oil palm plantations in studies were granted the status of Hak Guna Usaha/HGU (Rights to Cultivation) with land cover type is not primary forests. Keywords : history, land cover, land status, large-scale oil palm plantations
ASAL USUL STATUS DAN SEJARAH TUTUPAN LAHAN PERKEBUNAN SAWIT BESAR DI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU
AGNES ANITA SARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Asal Usul Status dan Sejarah Tutupan Lahan Perkebunan Sawit Besar di Kabupaten Kampar Provinsi Riau”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc dan Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan semangat kepada penulis. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang telah mendanai penelitian ini, serta kepada PT Perkebunan Nusantara V, PT Kebun Pantai Raja, PT Peputra Masterindo dan PT Adimulia Agrolestari yang telah memfasilitasi penulis selama pengambilan data. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Suhaeni, Bapak Kuwatir (Alm), ke-empat kakak tercinta terutama Nursiti atas bantuan, dukungan dan keikhlasannya dalam doa yang ditujukan kepada penulis, juga kepada tim Grant Research Sawit dan keluarga besar Cantigi Gunung KSHE 49 atas dukungan yang diberikan baik langsung maupun tidak langsung. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2016
Agnes Anita Sari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Instrumen Penelitian
3
Jenis Data
3
Metode Pengumpulan Data
3
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
5
Asal Usul Status Lahan Perkebunan Sawit Besar
6
Sejarah Tutupan Lahan Perkebunan Sawit Besar
11
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Jenis data yang diambil dalam penelitian Data penggunaaan lahan Kabupaten Kampar 2016 Kondisi umum perkebunan sawit besar Kabupaten Kampar Perolehan perizinan perkebunan sawit besar Perkembangan status lahan perkebunan sawit besar Sejarah tutupan lahan perkebunan sawit besar Kabupaten Kampar
3 5 5 6 9 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Peta lokasi penelitian Prosedur perolehan perizinan perkebunan Sejarah tutupan lahan PTN Sejarah tutupan lahan PT KPR Sejarah tutupan lahan PT PMI Sejarah tutupan lahan PT AMA
2 7 12 13 14 15
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama di Indonesia (Sunarko 2009). Berdasarkan data BPS (2015) pada periode 2004-2013, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 2.86% setiap tahunnya, sehingga memunculkan berbagai tudingan negatif bahwa lahan Perkebunan Sawit Besar (PSB) diduga berasal dari kawasan hutan yang dinilai berpotensi menyebabkan hilangnya biodiversitas (Surni et al. 2015) dan juga menyebabkan terjadinya deforestasi secara besar-besaran (Nawir dan Rumboko 2008). Hasil penelitian Antoko et al. (2008) di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara menyatakan bahwa status lahan sebelum menjadi perkebunan kelapa sawit berupa hutan produksi (HP) dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Menurut PP 104/2015, tentang Tata Cara Perubahan Peruntukkan dan Fungsi Kawasan Hutan, perubahan peruntukkan kawasan hutan dapat dilakukan secara parsial melalui tukar menukar kawasan hutan atau pelepasan kawasan hutan. Selain itu, PSB dapat juga berasal dari lahan tanaman pangan maupun lahan pertanian (Litbang Pertanian 2012; Ramli 2015). Konflik penguasaan lahan juga timbul dari adanya pembukaan lahan untuk kelapa sawit yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan (Damanik 2000; Fitriana 2014). Hal tersebut disebabkan oleh ketidakjelasan status lahan sebelum alih fungsi ke perkebunan, atau adanya perbedaan persepsi antara PSB dengan masyarakat lokal maupun pihak lainya (Wahyono 2003). Pengetahuan mengenai status lahan dan sejarah tutupan lahan menjadi penting untuk dipelajari guna mengetahui bukti legalitas berubahnya fungsi lahan baik status maupun tutupan lahan sebelumnya. Menurut Aikanathan et al. (2015) pemahaman mengenai persepsi dan sejarah PSB merupakan dua faktor kunci untuk mencapai PSB yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Riau sebagai provinsi dengan areal perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia yaitu mencapai 2 381 895 Ha, (angka sementara pada tahun 2015, Direktorat Jenderal Perkebunan 2015) dan di Kabupaten Kampar yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau dengan perkebunan sawit terluas (Harahap et al. 2013).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menelusuri asal usul status lahan perkebunan sawit besar. 2. Mendeskripsikan sejarah tutupan lahan perkebunan sawit besar. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai asal usul status lahan dan sejarah tutupan lahan PSB di Kabupaten Kampar.
2
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di empat Perkebunan Sawit Besar (PSB) yang merupakan perkebunan sawit milik perusahaan dengan luas minimal 5 Ha dan luas maksimal ditetapkan oleh menteri. PSB yang diteliti adalah PT. Perkebunan Nusantara V (PTN), PT. Kebun Pantai Raja (PT. KPR), PT. Peputra Masterindo (PT. PMI), dan PT. Adimulya Agrolestari (PT. AMA), Kabupaten Kampar, Provinsi Riau (Gambar 1). Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret- April 2016.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
3 Alat dan Instrumen Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa alat tulis, alat perekam, kamera, software ArcGis dan Microsoft Office. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen perusahaan yang terkait dengan sistem perizinan pembukaan lahan, serta citra landsat 7 Path/row 127/60 perekaman 26 April tahun 2000 dan 5 Juli tahun 2002 dan citra landsat 5 perekaman 13 Agustus 1990, 3 September 1992, 7 Juli 1994, 7 April 1996, 13 Agustus 1996, 2 Juli 1998, dan 15 Mei 2004, peta arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau 2004 dan 2014 dan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Provinsi Riau tahun 1986. Jenis Data Data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapang serta data dokumen perusahaan yang diambil secara sekunder. Data sekunder juga didapatkan dari hasil studi pustaka melalui karya ilmiah maupun buku yang berkaitan dengan topik penelitian. Jenis data yang diambil dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis data yang diambil dalam penelitian Metode No Tujuan Peubah Pengambilan Data 1 Menelusuri asal Tahun memperoleh izin Penafsiran citra usul status lahan Tahun pembukaan landsat dan perkebunan lahan overlay peta sawit besar TGHK 1986 dan Luas perkebunan peta RTRWP prosedur perolehan Riau tahun 1994 HGU dan 2014, Status lahan Groundcheck, sebelumnya serta wawancara 2 Mendeskripsikan Jenis tutupan lahan dua sejarah tutupan tahun sebelum dan penafsiran citra lahan setelah memperoleh landsat, perkebunan perizinan Groundcheck, sawit besar Luasan masing-masing dan wawancara jenis tutupan lahan
Analisis Data
Deskriptif Kualitatif
Deskriptif Kualitatif
Metode Pengumpulan Data Pengamatan langsung Pengamatan langsung dilakukan dengan mangambil titik groundcheck untuk mendapatkan data mengenai batasan kawasan perkebunan. Titik groundcheck diambil dengan mengelilingi kawasan perkebunan menggunakan GPS sesuai dengan luasan kebun.
4 Penafsiran citra landsat dan overlay Hasil groundcheck dipadukan dengan peta lokasi hasil interpretasi oleh PT. Sonokeling, PT. Tamora, dan PT. Sarbi Moerhani Lestari dengan tahun liputan citra dua tahun sebelum dan setelah mendapatkan izin, guna mengetahui sejarah perkembangan tutupan lahan pada lokasi penelitian. Asal usul status lahan diketahui melalui overlay peta kebun sawit PSB dengan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) 1986, peta kebun sawit PSB dengan peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau (RTRWP) 1994, peta kebun sawit PSB dengan peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau (RTRWP) 2014. Wawancara Wawancara dilakukan dengan narasumber yang mengetahui tentang asal usul lahan PSB, yakni pihak perusahaan baik manager maupun karyawan yang paling lama bekerja di perusahaan dengan total sebanyak 11 orang. Wawancara juga dilakukan pada masyarakat yang tinggal disekitar perusahaan meliputi tokoh masyarakat (kepala desa atau ketua adat) maupun warga yang sudah tinggal sebelum perusahaan dibangun dengan total 6 orang. Pengambilan contoh narasumber pada warga, dilakukan dengan teknik snowball. Informasi mengenai warga yang paling lama tinggal di sekitar perusahaan, didapatkan dari pihak perusahaan maupun dari kepala desa. Studi pustaka Studi pustaka menggunakan data-data terkait asal usul lahan PSB, dokumen prosedur perolehan perizinan pembukaan lahan, peraturan perundangan menegenai tata cara perolehan perizinan usaha perkebunan, dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP 1994 dan 2014), Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK 1986), peta citra landsat lokasi penelitian, serta data yang berasal dari jurnal, skripsi, disertasi, tesis yang berkaitan dengan topik penelitian. Analisis Data Data yang telah didapatkan baik mengenai asal usul status lahan maupun mengenai sejarah tutupan lahan kemudian disajikan dalam bentuk tabel untuk melihat status lahan berdasarkan aspek tertentu serta melihat perubahan tutupan lahan pada tahun yang telah ditentukan. Data yang telah didapatkan yaitu hasil wawancara, penafsiran citra landsat dan overlay peta dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil wawancara dijelaskan secara rinci mengenai perubahan status dan tutupan lahan yang terjadi ditempat penelitian. Hasil data citra, dijelaskan mengenai perubahan luasan serta jenis tutupan lahan pada setiap tutupan lahan di masing-masing perusahaan pada dua tahun sebelum dan setelah perizinan diperoleh serta pada saat perizinan didapatkan. Sedangkan analisis overlay peta berupa status lahan yang dilihat dari peta TGHK 1986, RTRWP Riau tahun 1994 dan tahun 2014.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Gambaran wilayah Kabupaten Kampar Kabupaten Kampar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau, yang letak astronominya 01000’40’’ LU sampai 00027’00’’ LS dan 100028’30’’ 101014’30’’ BT. Luas wilayah Kabupaten Kampar adalah 1 128 928 Ha. Kabupaten Kampar terdiri dari 21 kecamatan dan 250 desa/kelurahan (BPS Kabupaten Kampar 2016). Penggunaan lahan di Kabupaten Kampar antara lain untuk perkebunan kelapa sawit dan karet. Kemudian penggunaan lahan untuk hutan yang terdiri dari hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi tetap. Penggunaan lahan berupa ladang terdiri dari jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai. Terdapat juga penggunaan lahan untuk sawah (Tabel 2).
No 1 2 3 4
Tabel 2 Data penggunaan lahan kabupaten Kampar tahun 2016 Penggunaan Lahan Tahun 2015 (Ha) Perkebunan 315 108 Hutan 846 958 Sawah 10 407 Ladang 2 911
Sumber: BPS Kampar 2016
Kondisi umum perkebunan sawit besar di Kabupaten Kampar Salah satu primadona komoditi perdagangan di Kabupaten Kampar antara lain kelapa sawit, karet, kelapa, gambir dan lain-lain. Pada tahun 2015, luas areal tanaman perkebunan Kampar mencapai 315 108 Ha, dan dari luasan tersebut, mencakup 29.50% lahan karet dan 70.50 % kelapa sawit (BPS Kabupaten Kampar 2016). Kabupaten Kampar mempunyai 118 PSB, empat diantaranya adalah PT. Perkebunan Nusantara V yang merupakan perusahaan milik negara, serta tiga perusahaan milik swasta yaitu PT. Kebun Pantai Raja, PT. Peputra Masterindo dan PT. Adimulia Agrolestari dengan total luasan 11 109.45 Ha. Kondisi umum setiap perusahaan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kondisi umum perkebunan sawit besar Kabupaten Kampar Lokasi Tahun Status Lahan Perusahaan Pembuka Luas (Ha) Sebelumnya Desa Kecamatan an Lahan Kasikan, Tapung PTN Sungai Hulu, 1996 3 449.75 PTP II Agung Tapung Singingi HPH PT. KPR Tanjung Pauh 1994 3 567.30 Hilir BrajaTama PMI Patapahan Kapung 1996 413.12 APL Gunung Gunung AMA 1992 3 679.28 HPH Mulia Sahilan
6 Asal Usul Status Lahan Perkebunan Sawit Besar Menurut UU Nomor 18/2004, hak atas tanah yang diberikan dalam penyelenggaran usaha perkebunan disesuaikan dengan kepentingannya berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan/atau hak pakai. Berdasarkan PP Nomor 40/1996, HGU berasal dari tanah negara. Jika lahan merupakan kawasan hutan maka pemberian HGU dapat dilakukan setelah status tersebut dikeluarkan dari kawasan hutan. Pengetahuan mengenai asal usul status lahan perkebunan diawali dengan memahami prosedur perolehan perizinan perkebunan. Hal tersebut dilakukan guna mengetahui legalitas berdirinya suatu usaha perkebunan. Menurut Pardamean (2011) dokumen juga dapat digunakan untuk menghindari masalah yang berkaitan dengan aspek legalitas seperti tuntutan pihak lain, atau untuk jaminan pinjaman. Jenis perizinan pada PSB yang diamati terdiri dari izin prinsip, izin lokasi, pelepasan kawasan hutan, izin usaha perkebunan dan hak guna usaha. Tabel 4 menyajikan data-data terkait jenis perizinan pada setiap perusahaan yang diteliti.
Perusahaan
PTN
KPR
PMI
AMA
Tabel 4 Perolehan perizinan perkebunan sawit besar Jenis Perizinan Izin Hak Guna Pelepasan Izin Usaha Usaha Izin Lokasi kawasan Prinsip Perkebunan (HGU) Hutan (IUP) No.252 No. 159 403/Kpts.I Ekbang/08.07 Thn 2001 I/1996 tanggal 14 Mei Tgl. 152004 08-2001 No.525/ SK TP/1039, No.HK No.27/HG Menhut Tanggal 350/ES.973/11. U/BPN/19 No.112/Kp 29-0896 97 ts-11/1994 1995 No.503/PU M/334/2009 No.503/PU Dalam IUP-B M/335/2009 proses No.525/Disbun No.503/PU Pengurus/84.A/2010 M/336/2009 an No. 53 Thn 2005 No.17/HG Hk No. No.Kpts.55/I HK. U/BPN/ 350/E4.5 359/Kpts/I -L_VII/1991 350/E4.277/04. 1994 7/01.90 I/1992 Tgl 6-0791tangal 13-11- Tanggal Tgl 27tanggal 311991 1991 18-0401-1990 03-1992 1994
Keterangan : (-) Data tidak diberikan oleh PSB/ tidak ada pada saat penelusuran dokumen
7 Peraturan terkait perizinan perkebunan telah diatur dalam Peraturan Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Sebelum perusahaan melakukan usahanya, terdapat beberapa perizinan yang harus dipenuhi sebagai syarat agar usaha perkebunan dapat berjalan. Informasi mengenai dokumen perizinan yang dimiliki oleh PSB, didapatkan dari hasil wawancara berupa tahun masing-masing izin yang didapatkan. Kemudian data tersebut didapatkan juga melalui Dinas Perkebunan Provinsi Riau tahun 2015 mengenai dokumen perolehan perizinan PSB didapatkan. Dokumen yang telah dimiliki oleh sebagian besar perusahaan yaitu dokumen Izin Usaha Perkebunan dan Hak Guna Usaha. Dokumen HGU telah dimiliki oleh sebagian besar PSB, keculai PT. PMI yang masih dalam proses. Hal tersebut menunjukkan bahwa perizinan untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit telah diperoleh dan sesuai dengan prosedur perolehan perizinan yang berlaku (Gambar 2).
Sumber : http://dokumen.tips/dokumen/prosedur-perolehan-izin-perkebunan-hgu.html
Gambar 2 Prosedur perolehan perizinan perkebunan
8 Tahapan perolehan perizinan perkebunan dimulai dari izin informasi lahan yang dilanjutkan ke pra survey, lalu izin lokasi dan izin usaha perkebunan. Selain itu terdapat perizinan lain yang harus diurus oleh perusahaan sebelum mengurus Hak Guna Usaha, yaitu surat persetujuan penyaluran benih kelapa sawit (SP2BKS), Izin Pembukaan Lahan (IPL), Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), Analisis Dampak Mengenai Lingkungan (AMDAL), Izin Pendaratan dan penggunaan Alat Berat, sampai dengan SK penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) (Pardamean 2012). Dokumen perizinan yang diamati pada penelitian ini, merupakan perizinan inti yang harus dimiliki oleh suatu usaha perkebunan. Menurut Pardamean (2012) izin usaha perkebunan merupakan perizinan untuk menyiapkan perencanaan penanaman serta melakukan sosialisasi terhadap masyarakat, maka dengan didapatkannya dokumen HGU, perusahaan dapat dipastikan telah memiliki dokumen perizinan lainnya. Hal tersebut dijelaskan oleh pendapat Pardamean (2011) bahwa HGU didapatkan setelah perusahaan mempunyai surat-surat izin seperti SK izin lokasi, SK IUP maupun surat-surat lainnya yang sudah diurus. Setelah izin lokasi didapatkan, maka pemohon dapat langsung mengerjakan lahannya walaupun belum ada surat keputusan pemberian HGU. Menurut Daulay (2011), sebenarnya setelah izin lokasi didapatkan belum berarti perusahaan dapat mengerjakan tanahnya, tetapi dalam hal ini tidak ada larangan dari pemerintah, karena untuk menghindari adanya penggarap liar, dan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Tahap mengenai pelepasan kawasan hutan hanya dapat dilakukan jika lahan yang akan dijadikan usaha perkebunan merupakan kawasan hutan. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 4 terlihat bahwa yang mempunyai dokumen terkait pelepasan kawasan hutan hanya tiga perusahaan yaitu PTN, PT. KPR, dan PT. AMA. Jika dibandingkan dengan hasil wawancara terkait status lahan sebelum alih fungsi menjadi perkebunan, dua perusahaan yaitu PT. KPR dan PT. AMA merupakan lahan bekas HPH, sedangkan PTN sebelumnya merupakan PTP II yang merupakan perusahaan perkebunan karet. PT. PMI merupakan perusahaan yang tidak memiliki dokumen terkait pelepasan kawasan hutan. Berdasarkan hasil wawancara, PT. PMI berasal dari lahan bekas transmigran yang berupa semak belukar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa PT. PMI bukan berasal dari kawasan hutan, sehingga diduga tidak mempunyai dokumen terkait pelepasan kawasan hutan. Berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh PSB, status lahan saat ini berupa HGU dan sudah bukan kawasan hutan yang dibuktikan dengan dimilikinya SK pelepasan kawasan hutan. Status lahan sebelum menjadi perkebunan terdiri dari Areal Penggunaan Lain/Hutan Produksi yang dapat di Konversi (APL/HPK), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Arahan Penataan Kawasan (APK) Kehutanan, Perkebunan, Transmigrasi, dan Hutan Produksi (HP). Penelusuran mengenai status lahan sebelum menjadi perkebunan kelapa sawit dilakukan untuk mengetahui kesesuaian peruntukkan lahan berdasarkan RTRWP Riau dan TGHK, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perkembangan status lahan perkebunan sawit besar Status Lahan Perusahaan
PTN
KPR
Luas lahan (Ha)
TGHK 1986 SK Pelepasan Hutan
3567.30
No.HGU Status
403/Kpts.II/1996 3449.75 32 235 Ha
112/Kpts-II/1994 3 556.08 Ha
HGU No.159 Tahun 2001 25-082001 Luas 3 449.75 Ha 61/HGU/BPN/97 04-12-1996 1224 Ha dan No. 1 19 Juni 1997 2 319 Ha
AMA
413.12
3679.28
-
359/-II/1992 7 726.25 Ha
Masih dalam proses
359/Kpts-V/92 Tanggal 31-031992 6485 Ha
Luas (Ha)
Status
APK Kehutanan APL/HPK APK 2598.90 Perkebunan APK HPT 711.48 Kehutanan HPT
850.85
APL/HPK 2855.82 APL APK Kehutanan APL/HPK APK 134.55 Perkebunan APK Transmigrasi APK APL/HPK 3679.28 Perkebunan APK Kehutanan APL HPT
PMI
RTRWP Riau 1994
278.57
Luas (Ha)
RTRWP Riau 2014 Luas Status (Ha)
984.15 APL
3449.75
HP
169.67
2465.60 385.14
3182.16 APL
3397.63
188.12 APL
413.12
225.00 1912.45 HPK
4.98
203.51
HP
622.62
APL
3051.68
256.99 1306.33
Keterangan : APL/HPK : Areal Penggunaan Lain/ Hutan Produksi Konversi; HPT : Hutan Produksi Terbatas; APK : Arahan Penataan Kawasan; HP : Hutan Produksi
9
10 Status lahan menurut peta TGHK 1986 menunjukkan bahwa lahan masih merupakan kawasan hutan. Status lahan sebelum menjadi lahan perkebunan berupa Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan luas 1840.9 Ha (16.57%) dan 9268.55 Ha (83.43%) berupa Hutan Produksi Konversi/Areal Penggunaan Lain (HPK/APL). Menurut PP 104/2015 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, perubahan peruntukkan kawasan hutan secara parsial dapat dilakukan melalui tukar menukar kawasan hutan atau pelepasan kawasan hutan. Kawasan hutan yang dilakukan melalui pelepasan kawasan adalah Hutan Produksi yang Dapat di Konversi (HPK) yang merupakan kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan diluar kehutanan. Sedangkan kawasan hutan dengan status HP dan HPT dilakukan melalui tukar menukar kawasan hutan. Perubahan fungsi hutan pada dasarnya merubah dari lahan yang mempunyai status kawasan hutan menjadi non-kawasan hutan. Berbeda dengan hasil overlay dengan peta TGHK 1986, hasil overlay dengan peta RTRWP tahun 1994 menunjukkan bahwa PSB mempunyai status APK Kehutanan dengan luas 1814.4 Ha (16.33%), APK Perkebunan 2894.11 Ha (26.05%), APK Transmigrasi 1912.45 Ha (17.21%) dan APL 4488.49 Ha (40.40%). Tidak terdapat kawasan hutan yang dijadikan sebagai lahan perkebunan. APK (Arahan Penataan Kawasan) dalam hal ini masih belum berupa arahan dan kawasan belum ditetapkan. Terjadi perubahan status lahan dilihat dari peta RTRWP tahun 1994 ke peta RTRWP tahun 2014 yakni status lahan terdiri dari APL dengan luas 10312.18 Ha (92.82%), HPK seluas 4.98 Ha (0.04%), dan HP seluas 792.29 Ha (7.13%). Dapat disimpulkan bahwa dari hasil overlay peta TGHK 1986 dan peta RTRWP tahun 1994 dan tahun 2014, status kawasan berupa APL/HPK mendominasi dengan presentase luas terbesar pada setiap perubahan status lahan. Berdasarkan hasil penelitian Antoko et al. (2008) penggunaan lahan berupa Hutan Produksi dan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi merupakan jenis penggunaan lahan yang paling besar berubah menjadi perkebunan. Menurut Hazriani (2011) lahan yang dapat dimanfaatkan berdasarkan fungsi kawasan adalah status lahan APL, sedangkan HPK dapat dimanfaatkan dengan persyaratan khusus, seperti yang teracantum pada Peraturan Menteri Kehutanan RI No: P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi. PTN mendapatkan SK HGU pada tahun 2001 dengan luas 3 449.75 Ha. Status lahan berdasarkan TGHK tahun 1986 adalah HPT dan APL/HPK, sedangkan menurut RTRWP 1994 starus lahan berupa APK-Kehutanan dan APKPerkebunan dan pada tahun 1996 PTN mengajukan SK pelepasan kawasan hutan. Sehingga berdasarkan RTRWP 2014 status lahan berupa APL. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat ini PTN memiliki status lahan bukan kawasan hutan yang ditegaskan dengan terbitnya SK pelepasan kawasan hutan pada tahun 1996. PT. KPR dan PT. PMI mempunyai status yang sama jika dilihat dari TGHK 1986 yaitu merupakan kawasan HPT dan APL/HPK, namun untuk PT. PMI, sampai saat ini pengurusan HGU masih dalam proses, tetapi perizinan sudah didapatkan sehingga sudah dapat mengolah lahannya. Pada RTRWP 1994 terdiri dari APKKehutanan dan APK-Perkebunan, sedangkan berdasarkan RTRWP 2014 berupa APL. PT. KPR mempunyai dua nomor HGU yaitu pada tahun 1996 dan 1997. Berdasarkan hasil wawancara, hal tersebut karena letak perusahaan ini berada pada dua kabupaten yakni Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi.
11 SK pelepasan kawasan hutan didapatkan pada tahun 1994, sehingga sebagian kawasan pada RTRWP 1994 adalah APL, dan sebagian lagi adalah APKKehutanan. Berdasarkan RTRWP 2014 status lahan berubah menjadi HP dan APL. PT. AMA berdasarkan TGHK 1986 mempunyai status lahan berupa APL/HPK. Tahun 1992 PT. AMA mendapatkan SK pelepasan hutan, sehingga pada tahun 1994 menurut peta RTRWP 1994 status lahan berupa APKTransmigrasi, APK-Perkebunan, APK-Kehutanan, dan APL. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bahwa lahan merupakan bekas lahan HPH. Peta RTRWP tahun 2014 menyatakan bahwa status lahan berupa HPK/APL dan HP. Peta TGHK menunjukkan pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsinya. Sedangkan peta RTRW menunjukkan pembagian kawasan lindung dengan kawasan budidaya. Status lahan berdasarkan peta TGHK tahun 1986, RTRWP tahun 1994 dan tahun 2014 masih terdapat kawasan hutan kecuali PT. PMI, namun semua PSB telah melakukan pelepasan kawasan hutan sesuai prosedur yang ditegaskan dengan dimilikinya SK pelepasan kawasan hutan pada masing-masing perusahaan. Sejarah tutupan lahan perkebunan sawit besar Status lahan PSB yang diteliti sudah bukan merupakan kawasan hutan setelah PSB mendapatkan SK pelepasan kawasan hutan, dan usaha perkebunan dapat mulai beroperasi setelah izin usaha perkebunan didapatkan. Pengambilan data melalui analisis penafsiran citra landsat dapat digunakan untuk mengetahui jenis tutupan lahan sebelum berubah menjadi perkebunan. Hal ini untuk menjawab tudingan terkait perubahan kawasan hutan primer menjadi perkebunan, yang diduga berasal dari jenis tutupan lahan berupa hutan primer. Penafsiran citra landsat dilakukan pada liputan dua tahun sebelum PSB mendapatkan perizinan, saat mendapatkan perizinan, dan dua tahun setelah mendapatkan perizinan berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Riau tahun 2015. Tahun perolehan perizinan ditentukan sebagai acuan untuk melihat sejarah tutupan lahan karena data perolehan perizinan berdasarkan Dirjen Perkebunan Provinsi Riau tahun 2015 diambil sebelum dilakukan pengambilan data di lapang. Selain itu, perizinan merupakan langkah awal suatu usaha perkebunan untuk dapat berjalan secara legal. Total luasan pada PSB yang diteliti adalah 11 109.45 Ha. Sejarah tutupan lahan pada masing-masing perusahaan digambarkan dengan menggunakan timeline sejarah tutupan lahan. 1. PTN PTN mendapatkan perizinan pada tahun 2004 dengan luas 3 449.75 Ha (Dinas Perkebunan Provinsi Riau 2015). Berdasarkan hasil penafsiran citra landsat, jenis tutupan lahan di PTN pada tahun 2002 hingga tahun 2006 adalah hutan sekunder, perkebunan dan sisanya tidak terdidentifikasi karena tertutup awan (Gambar 3).
12 Luas perkebunan bertambah 638.16 Ha dari tutupan awan 2004
Hutan sekunder (8.83 Ha) dan perkebunan (3 440.92 Ha) 2002
2003 Lahan perkebunan berkurang seluas 638.16 Ha menjadi tutupan awan
Hutan sekunder dan perkebunan 2006
2005 tidak ada perubahan luas tutupan lahan
Gambar 3 Sejarah tutupan lahan PTN. Pada tutupan lahan yang diamati, terdapat jenis tutupan lahan yang tidak mengalami perubahan luas selama data pengamatan yaitu jenis tutupan lahan berupa hutan sekunder. Pada tahun 2003 sampai tahun 2004 terdapat perubahan luas jenis tutupan lahan. Berdasarkan hasil penafsiran citra landsat, mulai tahun 2002 sampai tahun 2006 tutupan lahan tidak mengalami perubahan. Hanya saja pada tahun 2003 tutupan lahan berupa perkebunan mengalami pengurangan luasan akibat tertutup awan. Pada tahun 2004, luas areal yang tertutup awan teridentifikasi sebagai perkebunan. Perubahan luas pada jenis tutupan lahan dari hasil penafsiran citra landsat tidak terlalu signifikan. Menurut hasil wawancara dengan beberapa karyawan, PTN sudah ada sejak tahun 1986, sedangkan Kebun Tamora terpisah dengan Kebun Terantam pada tahun 1991 namun pengelolaannya masih pada PTP II, sehingga tutupan lahan pada tahun liputan citra landsat yang telah digunakan hanya terdapat dua jenis tutupan lahan. Pada tahun liputan sebelum perusahaan ada, tidak digunakan karena data citra yang memiliki kualitas kurang bagus untuk digunakan. Berdasarkan hasil wawancara, sebelum menjadi perkebunan kelapa sawit, PTN merupakan perkebunan karet. Pada bagian Kebun Tamora, sawit baru ditanam pada tahun 2014. Perolehan izin usaha perkebunan didapatkan pada tahun 2004, sedangkan PTN bagian Kebun Tamora mulai ada pada tahun 1996. Pada tahun yang sama, Kebun Tamora mendapatkan SK pelepasan kawasan hutan, sehingga perolehan izin prinsip maupun izin lokasi telah didapatkan sebelum tahun tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa PTN bagian Kebun Tamora dapat mengolah lahannya setelah didapatkannya izin prinsip. 2. PT. KPR Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Riau tahun 2015, PT. KPR memproleh izin pada tahun 1996 dengan luas 3 567.30 Ha. Jenis tutupan lahan pada perusahaan ini terdiri dari hutan sekunder, tanah terbuka, perkebunan, dan sebagian tidak teridentifikasi karena tertutup awan. Lahan perkebunan baru terlihat pada tahun 1995, yakni satu tahun sebelum diperoleh izin. Berdasarkan hasil wawancara, perusahaan menanam sawit mulai tahun 1993 sampai tahun
13 1995. Terjadi penambahan luas perkebunan pada setiap tahunnya yang berasal dari alih fungsi hutan sekunder dan tanah terbuka. (Gambar 4). Luas perkebunan bertambah menjadi 3062.19 Ha berasal dari hutan sekunder (173.39 Ha), tanah terbuka (995.14 Ha) dan tutupan awan (298.95 Ha). 1998
Luas perkebunan bertamabah menjadi 547.57 Ha yang berasal dari tanah terbuka (395.16 Ha) 1996
Hutan sekunder (3 13.86 Ha) dan tanah terbuka (463.44 Ha). 1994
1995 Terdapat lahan perkebunan seluas 152.41 Ha, berasal dari hutan sekunder (6.74 Ha) dan Tanah terbuka (145.67 Ha).
1997 Luas perkebunan bertambah menjadi 1594.71 Ha yang berasal dari tanah terbuka (1047.13 ha). 298.95 Ha hutan sekunder menjadi tutupan awan.
Gambar 4 Sejarah tutupan lahan PT KPR Gambar 4 mengindikasikan bahwa PT. KPR membuka lahan setiap tahun, yang ditunjukkan oleh penurunan luas hutan sekunder dan tanah terbuka. Berdasarkan hasil wawancara, PT. KPR mempunyai 5 divisi. Penanaman sawit pada setiap divisi dilakukan secara bertahap, sehingga pembukaan lahan yang dilakukan pada setiap divisi dilakukan pada waktu yang berbeda. Sebelum menjadi perkebunan kelapa sawit, status lahannya adalah HPH milik PT. Braja Tama, dibuktikan pada saat pengambilan data, pada areal perkebunan masih terdapat beberapa log. Pada tahun 1998, hutan sekunder masih mempunyai luas areal 475.95 Ha, sehingga pada saat dilakukan pengambilan data masih terdapat areal nilai konservasi tinggi (NKT). 3. PT. PMI PT. PMI mempunyai luas sebesar 413.12 Ha. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Riau pada tahun 2015, PT. PMI memperoleh izin pada tahun 1997. Pada tahun 1998 perkebunan mulai terlihat, sedangkan tahun-tahun sebelumnya yang mengalami peningkatan luas adalah tanah terbuka. Jenis tutupan lahan yang terdapat pada PT. PMI baik sebelum maupun setelah mendapatkan perizinan terdiri dari hutan sekunder, semak belukar, tanah terbuka, dan perkebunan. PT. PMI merupakan satu-satunya perusahaan dari semua perusahaan yang dikaji, yang mempunyai jenis tutupan lahan berupa semak belukar (Gambar 5).
14 Luas tanah terbuka bertambah menjadi 360.59 Ha, berasal dari hutan sekunder seluas 93.19 Ha. 1997
Hutan sekunder, (342.99 Ha) semak belukar (68.7 Ha) dan tanah terbuka. (1.44 Ha). 1995
1996 Luas tanah terbuka bertambah menjadi 276.69 Ha. yang berasal dari hutan sekunder (249.80 Ha) dan semak belukar (25.46 Ha).
Perkebunan seluas 413.12 Ha. 1999
1998 Hanya terdapat lahan perkebunan yang berasal dari tanah terbuka dan semak belukar sehingga luas perkebunan adalah 413.12 Ha.
Gambar 5 Sejarah tutupan lahan PT PMI Sama halnya dengan PT. KPR, sebelum beralih fungsi menjadi perkebunan, hasil citra landsat menunjukkan bahwa jenis tutupan lahannya berupa tanah terbuka. Luas perkebunan merupakan luas tanah terbuka dan semak belukar pada tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara, PT.PMI berasal dari lahan bekas transmigran berupa semak belukar yang digunakan untuk menanam palawija dan karet. Hasil dari lahan tersebut kurang menguntungkan, sehingga lahan menjadi tidak terurus selama 10 tahun sampai lahan menjadi semak belukar. Hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa penampakkan hutan sekunder diduga berasal dari bekas kebun karet. Informasi ini sesuai dengan hasil penafsiran citra landsat, karena pada tahun 1995 dua tahun sebelum perusahaan memperoleh izin hingga perkebunan memperoleh izin yaitu tahun 1998, terlihat tutupan lahan sebelumnya berupa semak belukar, tanah terbuka, dan hutan sekunder. Pada tahun 1998 hanya terdapat lahan perkebunan. PT. PMI tidak memiliki areal NKT seperti halnya PT. KPR. PT. PMI terbentuk dari lahan milik masyarakat yang dijadikan usaha perkebunan. Sebenarnya PT. PMI mempunyai luas lahan total 10 000 Ha, namun luas perkebunan inti hanya 413.12 Ha. Selain luas inti tersebut, pengelolaannya dilakukan melalui sistem plasma. 4. PT. AMA Luas lahan PT. AMA adalah 3 697.28 Ha. Jenis tutupan lahan sebelum menjadi perkebunan berupa tanah terbuka, namun sebelum menjadi tanah terbuka lahan merupakan hutan sekunder (Gambar 6). Berdasarkan hasil wawancara, PT. AMA mendapatkan SK pelepasan kawasan hutan pada tahun 1992. Berdasarkan
15 data Dinas Perkebunan Provinsi Riau tahun 2015 PT. AMA mendapatkan izin pada tahun 1991 (Gambar 6). Luas hutan sekunder berkurang 449.36 Ha menjadi tanah terbuka sedangkan luas perkebunan tidak ada perubahan 1993
Luas hutan sekunder berkurang dan menjadi tanah terbuka seluas 3 326.24 Ha 1991
Hutan sekunder dengan luas 3 679.28 Ha 1989
1990 Tidak terjadi perubahan tutupan lahan
1992 Luas tanah terbuka berkurang 1089.9 Ha menjadi hutan sekunder dan 753.86 Ha menjadi perkebunan
Gambar 6 Sejarah tutupan lahan PT AMA Pembukaan lahan dapat dilakukan satu tahun sebelum penanaman, sedangkan waktu menanam juga dapat dilakukan pada tahun yang sama dengan pembukaan lahan. Pada penafsiran citra landsat, perkebunan mulai terlihat pada tahun 1992 dimana, satu tahun sebelumnya terdapat tanah terbuka. Pada tahun 1993 yang mengalami penambahan adalah tanah terbuka. Diduga bahwa perusahaan telah membuka lahan untuk melakukan penanaman. Dua tahun sebelum perolehan izin yaitu tahun 1989, tutupan lahan masih berupa hutan sekunder. Berdasarkan hasil wawancara, lahan PT. AMA merupakan lahan bekas HPH. Pada tahun 1991 dan tahun 1993, luas hutan sekunder mengalami penurunan luas, namun hingga tahun 1993 luas hutan sekunder masih tersisa 993.64 Ha. Seperti halnya PT. KPR, hutan sekunder masih ditemui pada areal NKT yang berada pada kawasan perkebunan PT. AMA. Hasil analisis peta citra pada masing-masing PSB menunjukkan bahwa areal yang dijadikan lahan perkebunan sawit besar berasal dari lahan terbuka dan hutan sekunder. Hutan sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah areal hutan milik masyarakat, yang telah dimanfaatkan dan bukan merupakan kawasan hutan milik negara. Jenis tutupan lahan yang diamati pada PSB di Kabupaten Kampar, terdiri dari hutan sekunder, semak belukar, tanah terbuka, perkebunan, dan tutupan awan. Berdasarkan analisis peta citra pada tahun liputan yang diamati, jenis tutupan lahan mengalami perubahan baik peningkatan maupaun penurunan. Sejarah tutupan lahan PSB di Kabupaten Kampar dapat dilihat pada Tabel 6.
464.88
Tanah Terbuka
-
11 109.45
Tutupan Awan
Luas Total
3 440.92
68.7
Semak Belukar
Perkebunan
7 134.96
2 tahun sebelum (Ha)
Hutan Sekunder
Jenis tutupan lahan
00.00
-
30.97
4.18
0.62
64.22
(%)
11 109.45
638.16
2 955.17
690.07
43.24
6 782.81
1 tahun sebelum (Ha)
00.00
5.74
26.60
6.21
0.39
61.05
(%)
11 109.45
-
3 988.49
4 803.39
52.53
2 265.04
Tahun prolehan izin (Ha)
00.00
-
5.90
3.24
0.47
20.39
(%)
11 109.45
2 98.95
6 202.61
2 477.56
-
2 130.32
1 tahun setelah (Ha)
Tabel 6 Sejarah tutupan lahan perkebunan sawit besar Kabupaten Kampar Luas tutupan lahan
00.00
2.96
55.83
22.30
0.47
19.18
(%)
11 109.45
-
7 670.09
1 960.94
-
1 478.42
2 tahun setelah (Ha)
00.00
-
69.04
17.65
-
13.31
(%)
15
16
17 Tutupan lahan PSB yang dikaji sebelum menjadi perkebunan sawit terdiri dari areal hutan yakni hutan sekunder dan bukan areal hutan yang terdiri dari perkebunan karet dan semak belukar, yang didominasi oleh hutan sekunder. Semua perusahaan mempunyai lahan bekas hutan sekunder. Pada PTN luas perkebunan lebih besar dibandingkan dengan luas hutan sekunder, karena data citra landsat yang digunakan adalah data saat perusahaan sudah membuka lahannya menjadi perkebunan. PTN membuka lahan pada tahun 1986 dan data citra landsat tahun tersebut tidak berhasil didapatkan. Luas tipe tutupan lahan berupa hutan sekunder mengalami penurunan ratarata 12.75% setiap tahunnya. Sebagian dari hutan sekunder tersebut berupa areal penggunaan lain (APL) dan hak pengusahaan hutan (HPH). Hutan sekunder yang dimaksud adalah hutan yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil wawancara, PT. AMA merupakan lahan bekas HPH dengan luasan HGU yang sama. Hal tersebut juga terlihat saat penelitian dilakukan masih ditemukan beberapa log besar disekitar perkebunan. Tutupan lahan lainnya yang mengalami penurunan luas karena adanya perubahan lahan adalah semak belukar yaitu dari luas awal 0.62% menjadi 0.39%, namun setelah satu tahun perolehan perizinan, luasan semak belukar bertambah menjadi 0.47%. Penambahan luas lahan semak belukar diduga berasal dari lahan yang telah dibuka, namun belum dilakukan penanaman. Pembukaan lahan, selain berasal dari hutan sekunder juga berasal dari semak belukar seperti yang didapati pada PT. PMI. Peningkatan luas tipe tutupan lahan berupa perkebunan terjadi pada setiap perubahan lahan baik sebelum, saat perolehan perizinan maupun setelah perolehan perizinan. Terdapat peningkatan luas lahan rata-rata 20% terutama saat perolehan izin sampai satu tahun setelah perolehan perizinan. Luas perkebunan mengalami penurunan pada dua tahun sebelum perizinan diperoleh. Berdasarkan hasil wawancara, sebelum menjadi PSB, lahan merupakan perkebunan karet yang kemudian dibuka tapi tidak langsung ditanami sehingga menjadi semak belukar maupun tanah terbuka. Sebelum perusahaan membuka lahan, luas perkebunan di Kabupaten Kampar hanya 30.97%, dan setelah dua tahun, luasan meningkat menjadi 69.04%. Peningkatan ini tidak terlalu signifikan karena sebelum menjadi perkebunan kelapa sawit, lahan merupakan areal perkebunan non sawit seperti karet maupun kakao. Tipe tutupan lahan berupa tanah terbuka juga mengalami peningkatan luas dari 4.18% menjadi 43.2% dari total luas perkebunan saat tahun perolehan izin. Peningkatan pada tipe tutupan lahan ini terjadi karena penanaman tidak dilakukan secara serentak. Hal tersebut juga menyebabkan beberapa tutupan lahan mengalami perkembangan yang tidak stabil atau terjadi kenaikan dan penurunan dalam lima tahun tersebut. Perubahan tutupan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit berasal dari hutan sekunder, semak belukar, dan tanah terbuka. Jenis tutupan lahan hutan primer tidak terlihat pada hasil penafsiran citra landsat. Hal senada disampaikan oleh Hanjani et al. (2011) yang melakukan penelitian di Povinsi Kalimantan Barat bahwa perubahan lahan sebelum menjadi perkebunan kelapa sawit didominasi oleh hutan rawa sekunder, selain itu terdapat jenis tutupan lahan lainnya yaitu sawah, hutan rawa primer, dan hutan mangrove sekunder yang mengalami penurunan setiap tahunnya. Ketersediaan dokumen pelepasan kawasan hutan dan hasil analisis citra landsat yang menunjukkan bahwa jenis tutupan lahan di lokasi
18 penelitian tidak berasal dari kawasan hutan primer, alih fungsi lahan ke PSB tidak menyebabkan deforestasi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Total luas lahan yang diteliti adalah 11 109.45 Ha. Status lahan berdasarkan peta TGHK 1986 terdiri dari 16.57% HPT dan 83.43% APL/HPK. Sedangkan berdasarkan peta RTRWP 1994 status lahan berupa APK Kehutanan dengan luas 16.33%, APK Perkebunan 26.05%, APK Transmigrasi 17.21%, dan APL seluas 40.40%. Status lahan berdasarkan peta RTRWP 2014 terdiri dari APL dengan luas 92.82%, HP 7.13%, dan 0.04% merupakan HPK. Terdapat beberapa kawasan hutan sebelum beralih fungsi ke perkebunan, namun telah dilakukan pelepasan kawasan hutan untuk membebaskan kawasan hutan untuk diajukan menjadi perkebunan kelapa sawit sehingga status lahan berubah menjadi HGU. 2. Tipe tutupan lahan sebelum beralih fungsi ke perkebunan sawit besar terdiri dari hutan sekunder, semak belukar, tanah terbuka dan perkebunan karet. Tidak ditemukan jenis tutupan lahan hutan primer maupun hutan yang berstatus kawasan hutan. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait asal usul status lahan perkebunan sawit besar khususnya milik swasta di kabupaten lain maupun di provinsi lainnya guna menunjukkan legalitas adanya perusahaan terkait. Untuk mengurangi adanya konflik dengan masyarakat, perlu dilakukannya sosialisasi terutama pada awal hendak membuka lahan.
DAFTAR PUSTAKA Aikanathan S, Basiron Y, Sundram K, henayah S, Sasekumar A. 2015. Suistainable management of oil palm plantation industry and the perception implications. Journal of Oil Palm, Environment and Health 6:10-24. Antoko BS, Sanudin, Sukmana A. 2008. Perubahan fungsi hutan di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Info Hutan 5: 307-316. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2015. Kabupaten Kampar dalam Angka Tahun 2015. Kampar (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar. Bangkinang. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2016. Statistika Daerah Kabupaten Kampar 2016. Kampar (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Klasifikasi Penutup Lahan. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
19 Damanik RDJY. 2000. Perubahan pola penguasaaan, pemilikan, dan penggunaan ulayat di sekitar perkebunan kelapa sawit (kasus pada empat desa sekitar perkebuann kelapa sawit PT. Tebora, di Kecamatan Tanah Tumbuh, Bungo Tebo, Jambi). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Daulay SF. 2011. Studi tentang perolehan hak atas tanah dan pemanfaatannya pada PT.Madina Agrolestari di Kabupaten Mandailing Natal. [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. [DIRJENBUN] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia 2014-2016. Jakarta (ID). Direktorat Jenderal Perkebunan. Fitriana F. 2014. Konflik lahan perkebunan kelapa sawit : Kasus PT. Wana Sari Nusantara (WSN) dengan warga Desa Sungai Buluh Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten Kuantang Singingi 2013. Jom FISIP 2(1). Hanjani S S, Ardiansyah M, Nadalia D, dan Sabiham S. 2011. Dinamika penggunaan lahan dan perkembangan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kubu Raya dan Sanggau tahun 1990-2013. Jurnal Tanah Lingkungan 17: 39-45. Harahap FR, Rosnita, Sayamar E. 2013. Persepsi penyuluhan terhadap pentingnya peran penyuluhan perkebunan kelapa swit di Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar [skripsi]. Riau (ID): Universitas Riau. Hazriani R. 2011. Identifikasi status dan luas lahan untuk pengembangan komoditas pertanian di kawasan perbatasan Kabupaten Siantang. Perkebunan dan Lahan Tropika J. Tek. Perkebunan dan PSDL 1: 28-36. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. [Kementan] Kementerian Pertanian Repunlik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 98/Permentan/OT.140/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian Republik Indonesia. [LITBANG-Pertanian] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian. 2012. Kemandirian Pangan Indonesia dalam Prespektif Kebijakan MP3EI Bab VII Konflik Kepentingan Usahatani Pangan dan Perkebunan. Nawir AA, Rumboko L. 2008. Sejarah dan kondisi deforestasi dan degradasi lahan. Di Dalam: Nawir AA, Murniati dan Rumboko L, editor. Rehabilitasi Hutan di Indonesia. Bogor (ID): CIFOR (Center for International Forestry Research. Pardemean M. 2011. Cara Cerdas Mengelola Perkebunan Kelpa Sawit. Jakarta (ID). Penebar Swadaya. Pardamean M. 2012. Sukses membuka Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Jakarta (ID). Penebar Swadaya. Pemerintah Republik Indonesia. 1996. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
20 Pemerintah Republik Indonesia. 2015. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukkan dan Fungsi Kawasan Hutan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Ramli. 2015. Analisis alih fungsi lahan padi menjadi lahan sawit di Desa Kemuning Muda Kecamatan Bunga Raya Kabupaten Siak. Jom FISIP. 2(2): 1-12. Sunarko. 2009. Budi Daya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem Kemitraan, Cetakan Pertama. Jakarta (ID): PT AgroMedia Pustaka. Surni, Baja S, Arsyad U. 2015. Dinamika perubahan pengunaan lahan, penutupan lahan terhadap hilangnya biodiversitas di DAS Tallo, Sulawesi Selatan. Pros Sem Masy Biodi Indonesia 1050-1055. Wahyono T. 2003. Konflik Penguasaan Lahan pada Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 2: 47-59.
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 6 Agustus 1994. Penulis merupakan putri bungsu dari lima bersaudara pasangan Bapak Kuwatir (Alm) dan Ibu Suhaeni. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SD Negeri 1 Sende, Cirebon lulus pada tahun 2006, SMP Negeri 2 Arjawinangun, Cirebon lulus pada tahun 2009, SMA Negeri 1 Arjawinangun, Cirebon lulus pada tahun 2012 dan pada tahun 2012 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Kemudian pada tahun 2013 tercatat sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE), Fakultas Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di IPB, Penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowista (HIMAKOVA). Penulis merupakan anggota aktif pada biro kewirausahaan pada tahun 2014-2015 dan pernah menjabat sebagai ketua Kelompok Pemerhati Flora 2015. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan Program Kreatifitas Mahasisiwa (PKM), bidang yang diikuti dalam kegitan tersebut yaitu PKM-Penelitian yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2014. Pengalaman praktek lapang yang pernah diikuti oleh penulis antara lain Eksplorasi Fauna Flora dan Ekowisata Indonesia (Rafflesia) di CA Gunung Tilu, Bandung pada tahun 2014 dan di CA Cikepuh, Sukabumi pada tahun 2015, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Maluku Utara tahun 2014 dan di Taman Nasional Gunung Tambora tahun 2015, Praktek Pengenalan Ekosisitem Hutan (P2EH) di CA Kamojang dan Sancang Barat pada tahun 2014, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan KPH Cianjur tahun 2015, dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung tahun 2016. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Asal Usul Status dan Sejarah Tutupan Lahan Perkebunan Sawit Besar di kabupaten Kampar Provinsi Riau” dibawah bimbingan Ibu Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc dan Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA.