ASAL-USUL DOMESTIKASI DALAM LATAR BELAKANG EKOLOGI
Oleh : LIANA DWI SRI HASTUTI NIP. 132240334
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNYA penulis dapat merampungkan tulisan ini. Tulisan ini semula merupakan tugas matakuliah Etnobotani yang penulis kerjakan pada saat mengikuti pendidikan pascasarjana pada sub-program Taksonomi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor. Makalah ini sebagian besar merupakan terjemahan yang membahas tentang bagaimana terjadinya domestikasi terutama domestikasi tanaman-tanaman pertanian sebagai asal usul munculnya pertanian tradisional hingga sistem pertanian modern yang ada sekarang ini. Tulisan ini juga menggambarkan bahwa kondisi ekologi dan kondisi kultural suatu komunitas manusia yang berbeda-beda menimbulkan berbagai jenis sitem pertanian. Sawah (wet padi), ladang berpindah, perkebunan (tanaman hortikultura) dan pergiliran tanaman merupakan contoh pertanian tradisional sedangkan pertanian monokultur atau polikultur merupakan contoh sistem pertanian modern. Penulis berharap tulisan ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pihak-pihak terkait yang membutuhkan tulisan ini sebagai bahan referensi dan menghaturkan maaf atas segala kekurangannya.
Medan, 09 April 2007
Penulis
Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………..
ii
DOMESTIKASI DALAM LATAR BELAKANG EKOLOGI ……………………..
1
Sistem Pertanian, ekosistem dan asal usul pertanian ………………………………..
1
Ekosistem dan sistem pertanian ……………………………………………………...
2
Ekonomi Pra-botani dan ekosistem ………………………………………………….
7
Bercocok Tanam Sayuran dan Biji-Bijian …………………………………………… 10 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 16
Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
DOMESTIKASI DALAM LATAR BELAKANG EKOLOGI Sistem Pertanian, ekosistem dan asal usul pertanian Kemajuan dalam memahami domestikasi tumbuhan
dan hewan serta terjadinya
evolusi di bidang pertanian bergantung kepada terkumpulnya bukti-bukti yang faktual dari taksonomi, sitologi, palinologi dan studi arkeologi. Tetapi
yang terpenting adalah
membicarakan masalah domestikasi dalam konsep ekologi. Baiknya pendekatan ini karena dapat menggabungkan konsep kerangka kerja yang berkenaan dengan penyelidikan asal usul pertanian dan evolusi semua sistem pertanian. Paling tidak memberikan suatu pengertian dalam menseleksi antara topik tadi dan daerah-daerah yang penting untuk dipelajari secara mendetail dengan demikian menghindari ketidaktepatan waktu yang sudah ditentukan dan hilangnya sumber-sumber yang akan diteliti karena kesalahan pemilihan topik investigasi . Pendekatan ekologi dibutuhkan sebagai syarat saat kita menyusun konsep bahwa pertanian merupakan suatu bagian yang integral dari lingkungan. Pendekatan seperti ini berlaku juga untuk cara kultivasi dan cara memanen tanaman pertanian dan ternak: karena keduanya tergolong sebagai komponen ekosistem. Sama halnya dengan sistem pertanian, apakah sistem pertanian itu dalam bentuk primitif, bercocok tanam palaeotehknik atau bercocok tanam
modern dan pertanian neotehknik, sebagai suatu cara sederhana
membedakan ekosistem buatan manusia. Baiknya metodologi pada pendekatan ini karena menyediakan suatu kerangka menganalisis sistem petanian yang memfokuskan perhatian bersama-sama seluruh sistem-sistem lain yang berkenaan dengannya, sebagai contoh strukturnya, fungsinya, keseimbangan dan perubahannya. Minimal kita harus membuat empat pertanyaan mendasar jika berhadapan dengan suatu sistem pertanian: Bagaimana terorganisasinya? Bagaimana fungsinya? Sejauh mana stabilitas yang dimilikinya? Dan bagaimana ia berjalan? Jawaban yang diberikan dari pertanyaan tersebut sudah cukup memadai untuk mempelajari sebagian besar sistem pertanian di dunia modern dan tanaman pertaniannya, pertanian komersial, peternakan komersial, dan pada kenyataanya bukti ini juga perlu diberikan bagi sistem pertanian tradisional, non-Eropah. Metode seperti ini belum dipelajari pada sistem pertanian tradisional seperti pertanian bergilir (“shifting cultivation’ atau swidden), pertanian hortikultura, persawahan (wet padi), penggembalaan/peternakan nomaden serta gabungan pertanian dan peternakan, sehingga sistem pertanian tradisional lebih sesuai jika dikatakan sebagai asal mula pertanian. Dalam mempelajari bagaimana hubungan antara sistem pertanian dan ekosistem alami tereksplorasi, pertanyaan-pertanyaan diatas merupakan suatu pendahuluan agar dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa kondisi ekologi dan kondisi kultural merupakan hal Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
yang sangat berperan sebagai penyebab munculnya domestikasi dan masuknya pertanian. Kesimpulan ini lebih didahulukan sebagai suatu rangsangan agar kita berkeinginan untuk melakukan penyelidikan dan tidak ada pernyataan di dalam tulisan ini yang bertentangan dengan “fakta”.
Ekosistem dan sistem pertanian Dalam mempelajari ekosistem alami yang utama pada skala regional, dapat dibuat suatu perbedaan yang fundamental/mendasar antara tipe ekosistem umum dan ekosistem khusus. Ekosistem yang umum dicirikan dengan variasi spesies tanaman dan variasi spesies hewan yang besar sementara jumlah individunyan relatif kecil. Oleh karena itu indeks diversiti ekosistemnya—atau rasio perbandingan antara jumlah spesies/jenis dan jumlah individu – tinggi. Sebaliknya ekosistem khusus memiliki indeks diversiti yang rendah dan dicirikan oleh variasi jenis yang kecil dengan jumlah individu yang besar. Net produktivitas primer ekosistem teresterial yang umum, atau pada ekosistem dimana pertambahan material tumbuhan terjadi setiap waktu, cenderung tinggi dan banyak niche (relung) ekologi yang dapat digunakan bagi seluruh tingkat tropik dalam rantai makanan, dari mulai produsen primer (tumbuhan hijau) sampai konsumen primer, sekunder dan konsumen tingkat tiga (herbivora, karnivora dan top karnivora), dan dekomposer baik makroorganisme seperti cacing dan serangga dan mikroorganisme seperti protozoa, fungi dan bakteri. Struktur dan fungsi yang kompleks dari ekosistem umum adalah memiliki stabilitas yang tinggi, dan homeostatis, jika dibanding ekosistem khusus. Dengan demikian berkurangnya atau berpindahnya komponen spesies, apakah secara alami atau adanya campur tangan manusia, cenderung menimbulkan sedikit efek sebagai alternatif agar energi tetap mengalir dan tetap dapat digunakan pada sistem tersebut. masih tersedia untuk beberapa tingkat tropik,
Jika sumber makanan alternatif
jumlah populasi sedikit meningkat
dan
apabila sedikit saja terjadi perubahan pada satu komponen tersebut hal ini dapat merupakan pemicu terhentinya serangkaian interaksi dan dapat berpengaruh terhadap ekosistem. Hutan hujan tropis lebih general (umum) lagi, lebih produktif dan sebagian besar merupakan ekosistem teresterial yang stabil. Hutan hujan tropis memiliki indeks diversiti yang tinggi, walaupun sangat sedikit ukuran yang dapat dipakai dengan tepat, diperkirakan permukaan
Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
tanahnya kaya akan bagian (material) tanaman dimana tingkat produktifitas primernya diperkirakan 10-20 gr/m²/ hari. Hal ini sangat kontras dengan ekosistem alami tertentu yang kurang produktif dan cenderung kurang stabil. Diantara sebagian besar ekosistem teresterial yang khusus adalah tundra, setiap tahunnya produktifitas primer bagian permukaan tanahnya lebih kurang 1gr/m²/hari, walaupun pada masa pertumbuhan mungkin meningkat
sampai 4 gr/m²/hari;
sementara padang rumput berkisar 0,5 – 2 gr/m²/hari; dan hutan boreal/taiga produktifitas primer tahunannya sampai berkisar 2,5 gr/m²/hari. Tingkat kekhususan suatu ekosistem tidak selalu berhubungan dengan produktifitasnya sebagai contoh, ekosistem yang mulamula terbentuk dicirikan lebih umum dibanding ekosistem tundra, ekosistem padang rumput atau ekosistem hutan boreal dengan produktifitas primer tahunan selalu kurang dari 0,5 gr/m²/hari-tetapi meskipun demikian secara umum untuk produktifitas primer ekosistem umum cenderung lebih tinggi. Biasanya tingkatan ekosistem seperti itu dapat terlihat pada sebagian besar ekosistem hutan
dari
tipe
umum yang lebih tinggi produktifitasnya,
kemudian evergreen rain forest (hutan hujan hijau sepanjang tahun ) di daerah equator; sampai hutan semi hijau sepanjang tahun bermusim tropis dan hutan gugur, dimana keanekaragaman spesies kurang dan pertumbuhannya dibatasi musim kering yang panjang serta intensitasnya akan bertambah sesuai latitude; untuk yang lebih khusus dan hutan gugur daerah temperate mid latitude dan hutan hijau sepanjang tahun yang kurang produktif, pertumbuhannya dapat diamati pada waktu musim dingin. Kebenaran dan kejelasan dalam penyampaian Metode analisis ekosistem alami ini adalah untuk menginterpretasikan bagaimana suatu sistem pertanian. Salah satu sistem yang modern dapat dilihat pada sistem pertanian neotekhnik yang sangat khusus, yaitu memproduksi dalam jumlah yang maksimum individu-individu yang berukuran optimum (besar) satu atau dua spesies tumbuhan atau hewan. Pada sistem petanian tradisional seperti pertanian palaeotekhnik keadaannya sama, jika produktivitasnya tidak tinggi, dikatakan ekositem khusus. Persawahan (wet-padi cultivation) dan peternakan nomaden keduanya bergantung pada kisaran waktu domestikasi tanaman budi daya dan peternakan yang sangat membatasi sehingga menciptakan cara-cara khusus untuk meningkatkan dan memelihara sistem produktifitas (mengairi sawah secara periodik tanpa alat, sementara kelompok yang lain melakukan migrasi musiman). Tetapi beberapa sistem pertanian tradisional terlihat lebih Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
umum, lebih mengarah ke polikultur daripada monokultur, menciptakan pertanian menjadi beberapa kelompok dalam
interketergantungan fungsional dan ternak kadang-kadang
berintegrasi kedalam sistem pertanian
dan dapat berperan sebagai agen penyubur dan
konsumen. Pertanian secara bergiliran (Shifting-swidden cultivation) dan pertanian hortikultura yang terplotkan adalah merupakan contoh sistem yang umum dipraktekkan secara luas di daerah tropis., sementara pertanian campuran di daerah subtropis – pada satu lahan memproduksi kombinasi antara tanaman pertanian penghasil biji-bijian, umbi-umbian dan ternak – menggambarkan suatu sistem yang kurang umum menimbulkan kekhususan yang menjangkau suatu tekhnik yang memiliki tingkat kekompleksitasan tinggi. Dari perbandingan antara ekosistem umum dan sistem pertanian ada 3 cara prinsip yang dapat disimpulkan sebagai penyebab terjadinya perubahan pada ekosistem alam yang diakibatkan oleh munculnya pertanian. Model perubahan tersebut saat ini lebih diperlihatkan kira-kira pada saat ekosistem alam yang umum tertransformasi kedalam ekosistem khusus yang bersifat artifisial. Terlibat didalamnya juga penurunan drastis dari indeks diversitas diikuti berpindahnya sebagian besar spesies-spesies liar suatu ekosistem diimbangi oleh relatif kecil kultivasi tanaman dan domestikasi hewan.
Transformasi dalam hal ini juga
berperan penting dalam proses seleksi spesies liar yang biasanya tumbuh berasosiasi pada habitat yang terganggu dengan cara ditanam atau memang sudah ada sebelumnya, sebagai contoh tumbuhan dan hewan “meliar”, tetapi seiring membludaknya populasi spesies meliar tersebut harus dibayar dengan terdesaknya anggota komunitas yang alami, mempertinggi terbentuknya ekosistem alami yang khusus dan menyebabkan indeks diversitas menurun. Berubahnya ekosistem alami yang umum menjadi ekosistem pertanian selalu diikuti hilangnya net produktifitas primer, tetapi tidak selalu harus demikian. Dengan metode pertanian modern yang intensif membuat pendapat ini mungkin malah sebaliknya. Gula tebu dengan kultivasi secara intensif di Hawaii prodiktifitasnya (6700/gr/mm²/tahun) sangat jauh dengan kisaran estimasi tertinggi yang mulai
ditetapkan di hutan hujan tropis; dan bahwa
ladang jagung yang subur di Minnesota diketahui produktifitasnya sama dengan net produktifitas primer hutan tahunan hampir sama dengan pohon oak yang menggugurkan daunnya yang sudah diproteksi dari eksploitasi. Model kedua dari perubahan, adalah transformasi dari ekosistem alami yang khusus ke sistem pertanian umum – dan ini sangat jarang terjadi. Introduksi tanaman budidaya dan Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
ternak yang meliar kedalam area padang rumput subtropis berasosiasi secara kompleks dengan sistem pertanian campuran, sebagai contoh seperti
terjadinya padang rumput yang
luas di Amerika selama 19 abad dan pampas di Argentina, kemungkinan dihasilkan suatu peningkatan indeks diversitas, seperti terbukanya pertanian polikultur dengan sistem irigasi biasanya merupakan ekosistem mula-mula yang terbentuk dalam 19 abad ini. Tetapi sejauh ini seperti hal masuknya pertanian kedalam ekosistem alami yang khusus, dan ini tentu saja secara efektif tidak berlaku pada hutan boreal dan tundra, cenderung terjadi oleh berubahnya ekosistem alami dengan adanya kultivasi monokultur, seperti misalnya berladang (dryfarming)
biji-bijian atau penanaman kapas dengan irigasi yang mengakibatkan indeks
diversiti yang rendah. Ketiga, kegunaan pertanian pada ekosistem alami mungkin disempurnakan
oleh
manipulasi dibandingkan dengan transformasi, tidak dengan perubahan yang drastis indeks diversitasnya tetapi dengan pergantian komponen yang terseleksi tanpa modifikasi yang fundamental seluruh struktur yang ada. Malah suatu ekosistem yang artifisial akan berubah menjadi suatu yang alami, kultivasi terproses oleh substitusi yang biasanya turut berperan dalam domestikasi jenis spesies liar yang menempati niches (relung) ekologi yang sama. Oleh karena itu kultivasi sekelompok pohon dan semak, tumbuhan yang memanjat, herba dan tanaman umbi-umbian bisa mengambil alih kekosongan dan tugas fungsional yang sama pentingnya sehingga mejadikan mereka seperti spesies liar serupa dengan spesies liar dalam kehidupan ekosistem alami. Kultivasi Swidden dan pertanian hortikultura memanipulasi ekosistem khusus hutan tropis dengan cara ini dan selanjutnya
menirukan struktur
tersebut, fungsi dinamis dan keseimbangan ekosistem alami daripada yang dilakukan beberapa sistem pertanian buatan lain. Termanipulasinya ekosistem oleh tanaman budidaya dalam mengganti secara equivalen spesies-spesies liar frekuensinya lebih sedikit dibanding dengan dengan terbentuknya hewan domestikasi. Biasanya organisme yang di domestikasi contoh anjing dan babi – bisa dimasukkan sebagai hewan pemakan daging, tetapi fungsi ini pada umumnya segera dibatasi hanya disekitar tempat tinggal/perkampungan dan tidak berganti peran ke skala yang lebih luas lagi menjadi hewan pemakan daging yang liar. Pengelolaan babi-babi secara bebas di sekitar hutan medien Eropah, juga ternak di jaman pra-Roma, mungkin
diperkirakan sebagai suatu contoh bagian dari domestikasi hewan
pemakan daging liar dan pemakan tumbuhan, merupakan fase singkat di abad 19 terakhir Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
berkisar pada saat terjadinya perubahan bison sebagai herbivora dominan di padang rumput Amerika Great Plains Utara menjadi hewan ternak. Model perubahan yang ketiga ini merupakan suatu relevansi yang paling baik untuk menghadapi problem-problem yang terjadi pada domestikasi dan pada waktu terjadinya inisiasi pertanian. Perubahan ekosistem alami yang umum ke dalam ekosistem khusus dan bersifat artifisial secara tidak langsung merupakan sejarah panjang dari berkembangnya tekhnik/cara
dan perilaku sosial yang mengawali terbentuknya sistem
pertanian. Banyak waktu harus disediakan untuk mengetahui sejauh mana perubahan genetik dan morfologi yang terlibat dalam domestikasi dan dilanjutkan “kemajuan” secara produktif relatif sedikit lebih tinggi tanaman budidaya dan hewan domestikasi yang masing-masing bergantung pada sistem pertanian khusus. Dengan demikian elaborasi tiap tingkat sosial yang kompleks disesuaikan untuk memelihara produktifitas setiap sistem diduga merupakan evolusi yang panjang sepanjang periode waktu.
Manipulasi ekosistem alami dengan
pergantian peranan hewan domestikasi dan semi domestikasi untuk menggantikan tugas yang sama seperti spesies liar dalam mengisi relung ekologi yang sesuai hampir mirip dengan terjadinya sistem pertanian secara tak setiap sistem yang diduga merupakan evolusi yang panjang sepanjang periode waktu. Manipulasi ekosistem alami dengan pergantian peranan hewan domestikasi dan semi domestikasi untuk menggantikan secara ekivalen tugas spesies liar dalam mengisi relung ekologi yang sesuai, sama dengan terjadinya sistem pertanian secara tak sengaja jauh sebelumnya. Jika demikian, kita boleh menanyakan pertanyaan berikutnya ekosistem mana yang lebih dulu termanipulasi dengan cara ini? Ada sedikit alasan untuk menduga bahwa manusia yang mula-mula memanipulasi ekosistm alami yang tertentu adalah orang yang pertama sekali melakukan domestikasi dan kultivasi. Sebenarnya tidak ada tanaman budidaya dan sedikit hewan yang terdomestikasi, terkecuali rusa gurun dan kuda, kelihatannya mengambil manfaat dari manusia saat itu. Selanjutnya daerah-daerah yang merupakan ekosistem yang didiami
kurang dapat dijadikan
bukti arkeologi asal mula timbulnya pertanian. Lebih memungkinkan bahwa kultivasi atau bercocok tanam
dimulai dengan memanipulasi ekosistem yang umum dimana indeks
diversitas spesies liar tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup (pangan, sandang dll) sehingga merangsang merangsang untuk melakukan domestikasi. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa hutan dan daerah yang berpohon daerah iklim sedang Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
atau daerah
dibawah iklim sedang adalah daerah yang disenangi. Tetapi, untuk menentukan habitat yang mana khususnya yang lebih dulu dijadikan sebagai tempat domestikasi dan kultivasi., adalah hal yang pertama yang harus difikirkan bagaimana hubungan antara kebutuhan ekonomi masyarakat non-pertanian atau pra-pertanian dengan ekosistem alami dan apa “potensi” mereka terhadap domestikasi tumbuhan dan hewan.
Ekonomi Pra-botani dan ekosistem Perbedaan antara ekosistem umum dan ekositem khusus dapat diperluas kepada bahwa kebutuhan ekonomi masyarakat pra-pertanian dapat juga sebagai alasan terbentuknya sistem pertanian. Oleh karena itu
memungkinkan untuk memisahkan antara pemburu
tertentu zaman prasejarah dan zaman sejarah, yang memenuhi kebutuhan hidupnya relatif kecil menggantungkan pada mengeksploitasi spesies liar dengan cara umumnya masyarakat pengumpul-berburu-memancing paling tidak secara intensif turut menyebar luaskan sumber organik. Pemburu tertentu dicirikan mendiami ekosistem alami yang tertentu pula, diantara mereka yang bertahan sampai zaman sejarah adalah pemburu bison dan guanaco di daerah padang rumput Amerika Utara dan Selatan
dan orang eskimo yang berburu
karibu,
mamalia laut di hutan boreal dan tundra Amerika Utara. Mereka memegang prinsip bekerja sama secara berkelompok melakukan migrasi musiman untuk berburu. Mobilitas yang tinggi sangat penting untuk cara hidup seperti ini sehingga unsur-unsur organisasi budaya dan sosial disesuaikan secara lebih mendalam pada eksploitasi sumber-sumber makanan utama. Penggunaaan spesies liar hanya merupakan elemen kecil untuk makananan, tali, dan tujuan lain, berburu dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Bersamaan dengan kenyataan seringnya melakukan migrasi menyebabkan “potensi” untuk melakukan domestikasi tumbuhan justru tidak ada; hal ini sesuai dengan bukti-bukti arkeologi di daerah yang mereka tempati atau mereka diami sebagai tempat mula-mula terbentuknya pertanian pada ekosistem alami khusus. Melihat dari sejarah ketidak berhasilan masyarakat yang khusus berburu dalam mendomestikasi beberapa hewan yang diburunya (jelas terlihat pada sekelompok ungulata
seperti misalnya bison, guanaco dan karibu) hewan domestikasi
biasanya diawali dengan penjinakan yang dilakukan sekelompok masyarakat; walaupun Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
sudah dilakukan pada rusa kutub, dan hampir seluruh jenis anjing yang penjinakannya mungkin dilakukan pemburu tertentu. Sedikit perkecualian, masyarakat pengumpul-berburu dan memancing
umumnya
mendiami ekosistem alami yang lebih umum lagi. Mereka dicirikan terlokalisasi membentuk kelompok kecil, siapapun dari mereka secara mendalam sudah mengenal batas teritori daerah yang mereka diami, jarang berpindah dan tidak sejauh
yang khusus berburu. Mendiami
hutan dan daerah pepohonan, mereka memenuhi kebutuhannya dari spesies liar yang variasinya besar, memburu hewan kecil
dan memancing dengan tidak bermigrasi.
Kombinasi antara bentuk nomaden dan pemahaman yang mendalam tentang tumbuhan serta kehidupannya di area terbatas menyebabkan sekelompok masyarakat tersebut terdorong untuk melakukan domestikasi tumbuhan. Penjinakan hewan mungkin juga demikian, walaupun bukti-bukti yang mendorong terjadinya domestikasi sekelompok besar hewan kedaerah tersebut sangat sedikit, diyakini bahwa terjadinya setelah munculnya pertanian. Jika masyarakat pengumpul-berburu-memancing sebagai leluhur (asal mula orang) yang mendomestikasi tumbuhan, kita bertanya kembali habitat yang mana yang mula-mula mereka jadikan sebagai areal pertanian yang baik di ekosistem umum yang mereka diami. Jawaban yang paling mungkin adalah zona tepian (marginal) transisi atau ekotone antara ekosistem utama, khususnya pinggiran hutan dan daerah pepohonan. Tingkat produktivitas biologikal pada tingkat primer dan sekunder pada daerah ini cenderung tinggi sehingga menyediakan dalam jumlah maksimum variasi spesies yang dapat dimanfaatkan (Ovington, 1964). Secara seksama selanjutnya masyarakat pengumpul-berburu-memancing
memilih
daerah ini untuk ditempati karena menyediakan secara optimum akses yang lebih menjamin dalam mensuplai tumbuhan dan hewan liar. Daerah garis perbatasan dataran tinggi dengan dataran rendah, bervariasi dalam skala mulai dari lembah interpegunungan sampai daerah yang terhimpun dalam fisiografi utama, secara khusus disenangi sebagai zona yang berkenaan dengan ekosistem yang kontras: pengaruh
nyata yang mereka timbulkan
memperkuat bukti, sebagai contoh yang terakhir diteliti di Iran dan Meksiko (Hole and Flannery, 1967). Layaknya habitat di tepian hutan dan pepohonan, dimana pepohonan yang melindungi menimbulkan ide bagi mereka untuk membuka suatu perkampungan, sepertinya secara khusus terseleksi. Daerah yang termasuk hutan dan stepa, hutan dan savanna, hutan dan sungai, hutan dan pesisir pantai, merupakan tempat yang sesuai untuk berkombinasi Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
dengan hewan herbivor yang diternakkan dari hasil perburuan atau memancing ikan sebagai sumber protein hewani dibandingkan dengan daerah yang lain. Apabila daerah yang mereka peroleh lebih menjamin adanya makanan cenderung akan memperkuat mereka untuk terus menetap. Selanjutnya kesempatan ini mereka tingkatkan untuk menyeleksi tumbuhan yang bermanfaat dengan melakukan mutasi pada beberapa generasi spesies tumbuhan liar dan tumbuhan
semi-domestikasi
sehingga
terjadi
perubahan
yang
mulanya
mengumpulkan makanan menjadi memanen pada domestikasi sesungguhnya.
senang
Selanjutnya,
disekitar daerah tempat hidup yang mereka diami secara permanen atau semi permanen merupakan ekosistem lokal yang terganggu oleh manusia membentuk habitat yang terbuka yang dipersiapkan secara optimum untuk menguasai tanaman yang merupakan kerabat liar kultigen yang sekarang ini (Hawkes, 1967). Oleh karena itu kita bisa berhipotesa bahwa kondisi yang paling disukai untuk melakukan domestikasi terdapat disekitar lingkungan masyarakat pengumpul-berburumemancing di tepi hutan dan daerah pepohonan yang menjadi daerah kediaman relatif permanen karena terjamin dapat mensuplai protein hewani (paling tidak makanan sumber lain daripada protein nabati), dan menjadikan terbukanya habitat yang terganggu disekitar daerah yang mereka diami. Pengetahuan masyarakat non-pertanian yang survive sampai zaman sejarah menunjukkan bahwa cara seperti ini (pemanfaatan ikan air tawar dan air laut serta mamalia air) merupakan penndukung tetap dipertahankannya cara tersebut sampai saat ini dibanding berburu hewan kecil didarat “small game”; mungkin demikian juga halnya di beberapa area riparian dan pesisir pantai hal itu berpengaruh khusus dalam mempercepat proses domestikasi dan bercocok tanam.
Bercocok Tanam Sayuran dan Biji-Bijian Salah satu aspek di sistem pertanian umum yang tradisional, khususnya yang relevan dengan asal-usul domestikasi tumbuhan dan pertanian: yang terlihat kontras diantara sistemsistem tersebut terutama yang mengandalkan tanaman budidaya penghasil biji-bijian (“seed culture”) dan yang sebagian besar bergantung pada tanaman penghasil sayur-sayuran (“vegeculture”). Bentuk seperti ini terlihat pada cara bertani asli di daerah kering tropis dan sub-tropis di dunia lama dan dunia baru. Hal ini diketahui setelah dilakukan penyelidikan Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
yang sukses oleh ahli arkeologi dan biologi di Asia Barat Daya dan Amerika Tengah, walaupun ada areal lain yang belum diteliti mungkin memberikan bukti, berdasarkan iklim dan ekologi contohnya zona marginal diantara daerah dataran tinggi dan daerah dataran rendah Afrika Barat, Ethiopia, Arab Barat Daya, Indian sub-kontinental dan Cina. Teori bercocok tanam sayuran (vegeculture) disatu sisi kurang mendapat perhatian para ahli dan keteledoran ini sebagaian besar diakibatkankan ketidaksamarataan
dalam mendekati
masalah domestikasi dan asal-usul pertanian. Vegekultur sebagian besar terbentuk pada sistem pertanian asli di daerah lembab tropis di daerah bagian bawah benua Amerika dan Asia Tenggara. Pertanian seperti ini juga merupakan ciri pertanian Afrika tropikal, walaupun tidak secara ekslusive tetapi sebagian besar tanahnya ditanami tanaman budidaya introduksi dari Asia dan Amerika. Kultigen (kultivar yang tidak diketahui lagi bentuk liarnya) yang kaya akan zat tepung (kanji) sebagian besar umbi-umbian, akar-akaran atau rhizome, seperi yuca or manioc (Manihot esculenta), ubi jalar (Ipomea batatas), sagu ararut/kebembem (Maranta arundinacea), Ileren atau alouia /kimpul
(Calathea allouia), yautia, ocumo atau tania /uwi atau gadung
(Xanthosoma
sagittifolium), arracacha (Arracacia xanthorriza), “kentang Kaffir” (Coleus spp.), taro atau eddo/talas-talasan (Colocasia esculenta), “Fiji ararut” /Taka (Tacca pinnatifida) dan yams (Dioscorea spp.), merupakan tanaman dasar daerah humid tropikal; sementara didaerah dataran tinggi dan daerah lebih selatan sampai perbatasan ekstrim di kepulauan Chiloé merupakan daerah bercocok tanam yang unik meluas sampai ke daerah iklim temperate dari mulai daerah sejuk sampai daerah dingin, bercocok tanam sayuran berupa kentang (khususnya Solanum tuberosum), pada daerah yang lebih tinggi umumnya sebagian kecil berasosiasi dengan tanaman pertanian berupa umbi-umbian: oca (Oxalis tuberosa), ulluco (Ullucus tuberosus) dan añu (Tropaeolum tuberosum). Secara ekologi sebutan yang sama terhadap tanaman umbi-umbian adalah, tanaman yang mampuan menghasilkan amilum, untuk bertahan hidup tanaman tersebut menyesuaikan diri dengan baik sepanjang musim
kering atau musim dingin dan musim hujan serta
panasnya permukaan tanah. Tanaman tersebut bentuk liarnya diperkirakan yang diketahui hanya kentang dan yam yang berasal dari area beriklim musim (Hawks, 1967). Kita dapat berasumsi manusia mula-mula yang menseleksi sebagian besar umbi-umbian, akar-akaran dan rhizome terdapat didaerah ini. Gbr. I (lampiran 1) menunjukkan penyebaran tanaman Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
akar-akaran terwakili lebih baik di dua daerah berturut-turut mulai dari iklim musim tropis dan daerah dibawah iklim tropis yang bulan kering setiap tahun 2,5 sampai 5 bulan dan 5 sampai 7,5. Zona hutan hujan tropis dimana musim kering kurang dari 2,5 bulan, biasanya tidak termasuk sebagai asal kultigen dan daerah yang ekstrim lainnya secara ekologi tanaman tersebut berada dari tempat dimana musim kering panjangnya selama bahkan lebih lama lagi melebihi 7,5 bulan setiap tahun. Jika kesimpulan berdasar iklim ini, dan argumen yang berdasarkan pada bukti ekologi ini benar – tentu saja mereka sebagai subjek untuk merubah kembali penjelasan apa kemungkinan yang dapat dipelajari setelah perubahan iklim di area ini -- berikutnya kita akan mencari asal usul bercocok tanam sayuran (vegeculture) di dataran rendah daerah tropis selama musim gugur di tepi hutan riparian, pesisir pantai atau dibagian pinggiran savanna dengan daerah beriklim kering selama pertengahan musim. Jika kita buat suatu perincian untuk mengetahui kemungkinan kekerabatan taksonomi serta daerah tempat asal usul kultigen, untuk masa yang akan datang daerah yang lebih memungkinkan adalah Amerika Selatan, daerah lembah sungai Orinoco dan daerah dibawah pinggiran pantai Venezuela serta Colombia dan kemungkinan dapat diperluas sampai sentral Amerika; Afrika, pesisir pantai Guinea dari bagian barat Accra sampai Lagos bagian Timur bersama-sama dengan daerah pedalaman yang terbentang luas kearah Nigeria tengah; dan Asia Tenggara, daerah dibawah Gangga dan semenanjung Indo-Cina dari Burma sampai selatan Cina. Ruginyanya, sedikit sekali penelitian arkeologi yang sudah di lakukan di daerah-daerah ini. Banyak masalah yang berhubungan dengan penelitian di daerah humid tropis, angka tertinggi ditunjukkan khususnya pada berkurangnya cukup besar dekomposisi material organik sehingga menutupi kemungkinan sisa-sisa peninggalan tumbuhan dan hewan untuk didentifikasi. Tidak hanya itu, berkurangnya penelitian dibidang arkeologi dibeberapa area juga merupakan kesulitan yang terbesar. Jika penggalian yang sungguh-sungguh dilakukan seperti pada reruntuhan perkampungan Niah di Selatan Serawak, sisa-sisa tulang dan cangkang yang membatu dan barang tembikar dapat ditemukan kembali kemungkinan hal ini bisa dipakai untuk memperkirakan sejauh mana tingkat budaya tipe “Neolotik” (Harrison, 1963-4). Walaupun sisa-sisa peninggalan tumbuhan sedikit dapat ditemukan kembali di daerah humid tropis, sisa-sisa tulang dan tembikar luar biasa kering dan dipenuhi potongan-potongan tumbuhan yang dipanen. Selain itu , analisis aplikasi pollen untuk flora tropis mungkin diharapkan Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
dapat menghasilkan bukti baru pada sejarah pertanian daerah tropis (LaeyendeckerRoosenburg, 1966), walaupun kenyataannya bahwa banyak reproduksi vegetatif tanaman budidaya sebagai hasil domestikasi secara parsial sedikitnya menghilangkan kapasitasnya untuk bereproduksi seksual. Terlihat secara keseluruhan bahwa bukti yang kurang menyebabkan terlalu cepat bagi kita untuk membuat suatu kesimpulan bagaimana uniknya bercocok tanam sayuran didaerah tropis yang bersifat temporal yang terpisah hubungannya dengan bercocok tanam bijibijian. Salah satu indikasi tertua yang positif berasal dari utara Amerika Selatan tempat dimana Rouse dan Cruxent, meneliti didua daerah dataran rendah Rancho Peludo di barat laut Venezuela dan Momíl di utara Columbia
membuktikan bahwa ada hubungannya
tembikar ceper yang ditemukan dengan proses menanam bitter manioc (budares) yang dibentuk secara stratigrafik dibawah grind-stones (metates dan manos)
dihubungankan
dengan dengan saat bertanam jagung (Rouse and Cruxent, 1963). Hal ini dapat dipakai sebagai indikasi bahwa bercocok tanam secara vegekultur adalah yang tertua, menurut data radiokarbon, menunjukkan bahwa bercocok tanam jagung di Columbia dan Venezuela barat berkisar antara 1000 tahun SM. Rouse dan Cruxent juga bersugesti bahwa penyebaran bercocok tanam manioc (ubi kayu) dapat diduga tidak hanya berdasarkan pada adanya budares tetapi juga dari penyebarluasan bentuk lukisan yang berbeda pada tembikar (Saladoid series), yang mengindikasikan bahwa tumbuh-tumbuhan vegetatif bermigrasi dari bagian dalam Venezuela sampai pesisir pantai melalui bagian paling bawah Orinoco (Rouse and Cruxent, 1963). Bukti terdahulu yang tidak lengkap diterima dengan baik sebagai apriori bahwa kasus ekologi
ini ada hubungannya dengan lembah Orinoco dan pesisir pantai
Karibia selatan, yang mungkin merupakan pusat area vegekultur di daerah tropis bagian bawah Amerika Selatan. Akhirnya hal ini membuka fikiran kita untuk mempertimbangkan hubungan yang erat antara vegekultur dan bercocok tanam biji-bijian dalam konsep bahwa sistem demikian merupakan bagian dari ekosistem. Di Amerika tropis perbedaannya direfleksikan secara luas dalam konsep penggunaan sistem bertanam conuco dan milpa. Milpa dasarnya adalah tanaman berbiji, keunikan khususnya yaitu secara produktif berkombinasi dengan jagung, kacang-kacangan dan padi-padian, dan dahulu cara-cara ini normalnya berlaku pada bercocok tanam swidden. Di satu sisi Conuco pada dasarnya adalah sistem Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
bercocok
tanaman budi daya akar-akaran, dan sering ditanam dalam bedengan (montones) dengan cara stek (stem cutting) dan bagian vegetatif tumbuhan yang lain. Mungkin cara ini dipraktekkan pada bercocok swidden, tetapi kadang-kadang bertani fixed-plot masih dipertahankan hingga beberapa tahun. Kedua sistem boercocok tanam tersebut adalah polikultural. Variasi tanaman pertanian yang tegak, memanjat, dan sprawl tumbuh dan berasosiasi secara terbuka; di Conucos mungkin ditanam bersamaan dalam bedengan yang sama. Tetapi kedua sistem itu berbeda sangat nyata secara struktur dan keseimbangan. Pada bercocok tanam conuco diversitas tumbuh-tumbuhan cenderung lebih baik, stratifikasinya lebih kompleks dan kanopi tumbuhan lebih lengkap diperlihatkan: dengan kata lain
ekosistemnya lebih general
dibanding bercocok tanam milpa. Selanjutnya, karena produktifitas conuco difokuskan pada akar-akaran yang mengandung amilum membuat kebutuhan akan nutrisi tumbuhan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman milpa yang relatif kaya protein, khususnya jagung dan kacang-kacangan. Pada sistem bercocok tanam conuco fertilitas yang berkurang selama masa panen dapat diperoleh kembali dan
stabilitasnya lebih inherent dibanding bercocok
tanam milpa. Selanjutnya diperkuat dengan kenyataan keuntungannya bahwa sangat minim untuk terjadi erosi tanah karena tanah jarang tidak ditumbuhi tanaman. Karena menyediakan tanah yang cukup dalam, bercocok tanam conucos dapat sukses dilakukan secara merata di tebing curam tanpa kemungkinan terkena erosi. Disisi lain ekosistem milpa lebih memberikan keseimbangan. Keunggulan lain dari conuco bahwa bercocok tanam jagung dan tanaman nutrisi yang disenangi lainnya stratifikasinya pada bercocok tanam milpa kurang kompleks dan kanopi yang lebih terbuka
meningkatkan kesempatan masuknya gulma,
semua kombinasi yang bersumber di tanah untuk membuat bercocok tanam milpa kurang konservatif tetapi lebih mudah untuk dihilangkan dan diganti secara temporal dengan yang lain. Ketidakstabilan serta mendominasinya jagung meluas secara alami pada bercocok tanam milpa swidden sudah dipraktekkan dengan baik oleh suku Maya di daerah dataran rendah Yucatan (Cowgill, 1962); dan berdasarkan sejarah kita mengharapkan dapat membuktikan bahwa milpa cenderung lebih baik dibanding conuco untuk di jadikan cara bertani di area yang baru. Tentu saja hal ini merupakan alasan yang prinsip terjadinya predominansi bertanam biji-bijian selain vegekultur pada sistem pertanian aborigin Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
(penduduk asli) Amerika pada masa ditemukannya benua Eropah, sehubungan dengan hal tersebut pengaruh tanaman biji-bijian secara berangsur-angsur mulai mengimbangi bahan makanan sayur-sayuran, mulai bergantung pada bercocok tanam jagung yang berasosiasi dengan tanaman budi daya selain tanaman sayuran berupa umbi-umbian kaya amilum, dan hal ini terjadi tergantung pada suplai protein hewani lokal. Tidak hanya bahwa bertanam bijibijian sedikit stabil dan cenderung memiliki inherent yang besar untuk dikembangkan, tetapi juga karena merupakan makanan yang menyediakan sayuran dan protein yang seimbang, dan bercocok tanam biji-bijian berkembang sewaktu
sedikit
sekali protein hewani dapat
dimanfaatkan di area tersebut. Sebaliknya vegekultur terbentuk menjadi ekosistem yang stabil hubungannya lebih jelas terlihat pada sisa-sisa peninggalan di daerah lain yang ada dipinggiran sungai, pinggir laut, tepian savanna dan habitat ekotone yang lebih menjamin suplai protein hewani.
Sejarah serupa pernah terjadi di Asia Tenggara, dimana bertanam
padi campuran secara berangsur-angsur digantikan dengan sistem bercocok tanam asli vegekultur sama seperti bercocok tanam yam dan taro (Spencer, 1966). Dilihat dari
perspektif ekologi menunjukkan bahwa bercocok tanam secara
vegekultur merupakan hal
mendasar yang sangat penting bagi kita untuk memahami
domestikasi tumbuhan dan asal mula pertanian. Sama juga halnya dengan keunikan bertanam biji-bijian karena secara lebih merata digunakan dan selama ini penyelidikan dibawah studi secara biologi dan arkeologi dapat
dipakai sebagai jawaban yang lebih diyakini atau
dipercaya dari pertanyaan-pertanyaan bagaimana, dimana dan kapankah pertanian dimulai.
Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
DAFTAR PUSTAKA
Cowgill, U.M. 1962. An agricultural study of southern Maya lowlands, Amer. Anthrop.,64, pp.273-86. Geertz, C. 1963. Agricultural Involution: the process of ecological change in Indonesia. Berkely and Los Angeles. Harris, DR. 1967. A general survey of some of the factual evidence relating to agricultural origins in Eurasia, Africa and the Americas will be found in New light on plant domestication and the origins of agriculture : a review, Geog. Rev., 57, pp. 90-107. Harrison, T.1963-4. 100,000 years Roy.Soc.Arts,112,pp.174-91.
of
stone
Age
culture
in
Borneo,
F.
Hawkes, J.G.1967 in P.J. Ucko & G.W. Dimbleby. !969. The Domestication and Exploitation of Plant & Animal. For an elaboration of steps leading to plant domestication and a discussion of the role of “weedy” species in crop ancestry, p.17-29. Hawkes, J.G. 1967. The History of the potato,F. Roy. Hort. Soc., 92, pp. 207-24, 249-62, 288-302, and 364-5; coursey, D. G. (1967). Yams. London. Ch.2. Hole, F. and Flannery, K. V. 1967. The prehistory of South-western Iran: a preliminary report, Proc. Prehist. Soc., 33, pp. 147-206; Flannery, K. V. 1965. The ecology of early food production in Mesopotamia, Science, 147, pp. 1247-56; Flannery, K. V., this volume, p.73-100; Flannery, K. V., Kirby, M. J. and Williams, . W., Jr. (1967). Farming system and political groth in ancient Oaxaca, Science, 158, pp.445-54. Laeyendecker-Roosenburg, D.M. 1966. A palynological investigation of some archeologically interesting section in north-western Surinam, Leidse Geologische Mededelingen, 38, pp. 31-6. Odum, E.P. and H.T. 1959. The theoritical concepts of ecosystem analysis are fully discussed by in Fundamentals of Ecology, 2nd ed. Philadelphia, as well as more briefly in (1963). Ecology. New York. Ovington, J.D., Heitkamp, D. and Lawrence, D.B. 1963. Plant biomass and productivity of praire, savanna, oakwood, and maize field ecosystems in central Minnesota , Ecology, 44,pp.52-63 Ovington, J.D. 1964. Praire, savanna and oakwood ecosystem at Cedar Creek, in Crisp, J. D. (ed.) Grazing in Terresterial and Marine Enviroments. Oxford. Pp. 43-53. Ovington points out that, in the ecosystems he studied, although primary production was Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007
highest in the oakwood the savanna was the most efficient ecosystem for creating the greatest mass of potential food for grazing animals. Pillipson, J. 1966. Ecological Energetics. London. There have been few attempts to apply ecological principles to the analysis of traditional agricultural system. Rouse, I and Cruxent, J.M. 1963. Venezuelan Archeology, New Haven and London. pp. 5-6 and 53-4. Spencer, J.E. 1966. Shifting cultivation in Southeastern Asia, Univ. California Publications in Geog.,19.pp.110-22. Westlake, D. F. 1963. For estimates of net primary production in a variety of ecosystem. Comparisons of plant productivity, Biol. Revs. Camb. Phil. Soc., 38, pp.385-425; and Billings, W.D. (1964). Plants and the Ecosystem. London. Ch. 7.
.
Liana Dwi Sri Hastuti : Asal-usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi, 2007
USU Repository © 2007