Artikulasi Perlawanan Grenouille sebagai Wakil Kelas Marjinal terhadap Kelas Menengah di Eropa dalam Novel Das Parfum Karya Patrick Süskind Nurrizka Sari dan Lily Tjahjandari Program Studi Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424 Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas perlawanan Grenouille sebagai wakil dari kelas marjinal terhadap kelas menengah di Eropa yang terdapat dalam novel Das Parfum karya Patrick Süskind. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan bentuk marjinalitas tokoh Grenouille dalam konteks sosialnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi mengenai Sozialer Raum (ruang sosial), Habitus dan Distinktion menurut Pierre Bourdieu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Grenouille, tokoh utama dalam novel Das Parfum , tidak hanya berhasil melakukan perlawanan terhadap kelas menengah, tetapi mampu menembus tatanan kelas yang lebih tinggi, yaitu kelas bangsawan.
The Articulation of Grenouille’s Resistance as the Representative Marginal Class against the European Middle Class in the Novel Das Parfum from Patrick Süskind Abstract The research examines the articulation of Grenouille's resistance as the representative marginal class against the European middle class in the novel Das Parfum from Patrick Süskind. The purpose of this research is to explain the marginality of Grenouille in his social context. Methode, which is used in this research, is the sociological approach about Sozialer Raum (social field), Habitus and Distinktion (distinction) from Pierre Bourdieu. The result of the research shows that Grenouille, the main character in novel Das Parfum, not only has succeeded to make resistence against the middle class, but also has reached into the higher class, which is the noble class. Keywords: class resistance; marginal; middle class; Europe; Bourdieu
Pendahuluan Ketika mendengar kata sastra, asosiasi yang muncul di benak kita adalah sebuah bentuk penulisan yang dipenuhi dengan bahasa yang rumit. Sastra memang sudah memiliki kekhasan tersendiri sebagai suatu karya yang penuh retorika dan maksud tersembunyi. Itulah mengapa, membedah karya sastra memerlukan proses dialogis antara penelaah dengan teks. Di balik citranya yang seperti itu, sastra sendiri sebenarnya mencerminkan keadaan dari suatu masyarakat. Di dalam suatu karya sastra, kita dapat menemukan gambaran kehidupan sekelompok manusia pada masa tertentu. Selain memiliki keindahan, karya sastra pada dasarnya merupakan media untuk menyatakan sudut pandang serta kritik dari sastrawan terhadap keadaan sekitarnya dengan melibatkan efek emosional pembaca.
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
Dalam mengungkapkan maksud pada suatu karya sastra, sastrawan menggunakan media berupa kata atau bahasa. Media ini tentu saja berbeda dengan media yang digunakan oleh pelaku seni lainnya seperti pelukis atau musisi. Menurut Sartre, seorang sastrawan memiliki motif tertentu dalam penggunaan bahasa pada karyanya. Bahkan motif ini dapat berupa satu motif yang sesungguhnya tersembunyi di dalam jiwanya. Analogi motif yang terdapat dalam suatu karya sastra tidak berbeda dengan motif yang terdapat dalam pemilihan warna oleh seorang pelukis. Ketika melukis, pelukis yang memilih warna kuning dibanding warna ungu pada komposisi warnanya pasti memiliki motif tertentu yang merefleksikan naluri terdalam (Sartre, 2001: 27). Kehadiran sastra dalam kehidupan manusia tidak serta merta hadir begitu saja. Sastra telah mengalami perkembangan yang panjang dari baik dari segi bentuk dan bahasa sejak zaman peradaban di Mesir dan Mesopotamia (Anderson, Lord, Macaroon, Peel, Stubbs, 2010: 7). Jika pada awal kemunculannya, sastra berbentuk narasi epos, seiring perkembangan zaman karya sastra kemudian dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu puisi, drama dan prosa. Tiga kelompok tersebut dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa bagian. Puisi terbagi menjadi puisi konkret dan puisi lirik yang memiliki ciri khas tersendiri. Sementara itu, dalam prosa dikenal dengan adanya jenis prosa naratif, argumentatif, eksposisi dan deskriptif. Kemudian, jenis prosa ini dikelompokan menjadi novel dan roman (Budianta, 2002: 9). Karya sastra yang berbentuk novel ini mengangkat fenomena menarik yang terjadi pada kehidupan manusia yang lebih realistis. Sebuah karya sastra, dalam konteks ini berupa novel, yang baik akan mengupas manusia beserta interaksinya di dalam kehidupan sosial. Relasi manusia dengan kehidupan masyarakat ini dibahas melalui kajian sosiologi sastra. Dalam buku Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra, Endraswara menjelaskan bahwa orientasi penelitian sosiologi sastra yang paling utama adalah menemukan konteks sosial. Konteks sosial dapat berhubungan dengan: (a) etika, (b) hukum, (c) budaya, (d) ekonomi, (e) politik, (f) agama, dan sebagainya (Endraswara, 2011: 143, 145). Das Parfum diterbitkan pada tahun 1985 oleh Diogenes Verlag AG Zürich dalam bahasa Jerman walaupun berlatar kondisi Prancis dan merupakan karya Süskind setelah Der Kontrabaß (1981). Setelah novel Das Parfum, Süskind menerbitkan karya selanjutnya, yaitu Die Taube (1990) dan Die Geschichte von Herrn Sommer Mit Bildern von Sempé (1991). Tokoh utama dari karya-karya tersebut memiliki satu kesamaan bahwa mereka memiliki kesulitan untuk menemukan tempat di dunia serta menjalin hubungan dengan orang lain.
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
Mereka merupakan karakter “istimewa” yang dianggap berbahaya bagi dunia dan lebih memilih untuk bersembunyi di ruang terpencil.1 Novel ini mengeksplor konteks sosial dengan balutan cerita yang tidak biasa. Dikisahkan dalam cerita ini, seorang pria yang lahir di kota Paris, Grenouille, tidak memiliki aroma tubuh manusia. Sejak dilahirkan ke dunia, sosok Grenouille sudah tidak diharapkan keberadaannya oleh ibunya sendiri. Ia kemudian bertahan hidup dari satu tangan ke tangan lainnya. Hingga ketika dewasa, Grenouille menyadari bahwa tubuhnya tidak memiliki aroma seperti manusia pada umumnya dan mulai mengasah kemampuan diri untuk menjadi ahli parfum. Keterampilan ini sesungguhnya mendorong keinginannya untuk menutupi kekurangan sendiri. Ia menyadari bahwa tubuhnya tidak memiliki aroma dan melakukan pencarian untuk menciptakan parfum yang paling unik di dunia.2 Selain menceritakan kehidupan Grenouille, novel ini juga sekaligus menunjukkan kondisi sosial masyarakat Paris saat itu. Süskind berhasil dalam menggambarkan kondisi Paris pada abad kedelapan belas dengan lebih mengandalkan deskripsi penciuman dibanding deskripsi umum lainnya. Deskripsi ini juga menunjukkan kesombongan yang aneh di belakang cerita. Süskind menarik batas antara Grenouille dan tindakannya dengan sikap terpisah, sehingga memperjelas unsur mengerikan dari tindakan Grenouille.3 Tinjauan Teoritis Penelitian ini berlandaskan pada teori Sozialer Raum (ruang sosial), Habitus dan Distinktion (pembeda) dari Pierre Bourdieu. Ketiga teori ini saling berhubungan untuk menganalisis permasalahan kehidupan antar kelas sosial yang terdapat dalam novel Das Parfum. Benang merah antara permasalahan dalam penelitian ini dengan teori dari Bourdieu berupa kehidupan masyarakat yang memiliki hierarki menimbulkan masalah baik pada level kelas yang sama maupun antar kelas. Hal ini sudah menjadi masalah klasik dalam struktur masyarakat bertingkat. Permasalahan yang muncul juga disebabkan oleh beberapa faktor yang menyangkut kebiasaan hidup yang telah terinternalisasi sebelumnya. Pergolakan antar kelas untuk menunjukkan ketidakadilan kerap terjadi agar mencapai suatu kondisi ideal. 1
http://yqyq.net/3695-Kratkaya_biografiya_Patrika_Zyuskinda.html diakses pada tanggal 1 Maret 2013 pukul 21.00 2
http://www.sfsite.com/~silverag/perfume.html diakses pada tanggal 5 Maret 2013 pukul 20.45 WIB
3
Ibid.
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
Pierre Bourdieu, seorang sosiolog dari Prancis, menjelaskan konsep Sozialer Raum, Habitus dan Distinktion (atau disebut juga teori sosiologi budaya) untuk memahami fenomena yang terjadi di suatu masyarakat. Pandangan mengenai masyarakat dari Bourdieu ini diadaptasi secara radikal di dalam dunia dan ranah sastra. Skenario fiksi dari cerita yang dianalisis sebagai dunia sosial dan berdasarkan hal tersebut dapat dilihat seperti apa relasi antara dunia teks, perspektif penulis dan kenyataan yang dialami oleh penulis cerita. Dalam artikel yang ditulis oleh Sasa Bosancic (2007), Bourdieu mengemukakan bahwa masyarakat modern dibagi berdasarkan empat komponen penting: kelas, kapital, ruang (termasuk Sozialer Raum/ruang sosial) dan Habitus. Bourdieu memisahkan jenis kelas berdasarkan kondisi objektif kehidupan yang ditentukan menurut Habitus kelas dan gaya hidup. Kelas dalam masyarakat dibagi menjadi tiga tingkat: a) Hersschende Klasse (kelas penguasa) b) Mittelklasse/Kleinbürgertum (kelas menengah) c) Volksklasse/Beherrschte (kelas yang dikuasai oleh penguasa) Bourdieu beranggapan bahwa diferensiasi area yang berbeda dari masing-masing aktivitas membutuhkan aturan dan legitimasi norma sendiri (ilmu pengetahuan, seni, ekonomi, politik, agama, dsb.). Beragam ‘ruang’ sosial terstruktur berdasarkan relasi kekuasaan dan pengaruh hubungan yang merupakan akibat perbedaan distribusi dari berbagai jenis kapital. Faktor ini kemudian akan menentukan posisi maupun orang yang mengisi tempat di dalam suatu struktur sosial. Berbagai bidang berdiri satu sama lain di dalam sebuah struktur homologi hubungan, yakni kekuatan yang besar di suatu bidang meningkatkan kemungkinan bahwa suatu individu dapat memiliki suara di bidang lainnya (Döner, Vogt, 1994: 54-55). Dalam artikel yang dipublikasikan oleh Herbert Striebeck (2004), Bourdieu memaparkan bahwa konsep Habitus, Feld, kapital, Sozialer Raum dan kelas membentuk kerangka representasi struktur sosial. Bourdieu memahami konsep Sozialer Raum sebagai kondisi kehidupan yang objektif dan di dalamnya terikat pada nilai-nilai yang dialami setiap orang untuk dirinya sendiri sejak persepsi awal. Sozialer Raum merupakan unsur yang menentukan masing-masing konditionierenden Effekt dan juga disebut sebagai struktur yang terstruktur karena struktur yang mempengaruhi pengkondisian terstruktur pada suatu individu. Hal ini kemudian mengarah pada konsep Habitus. Sebelum manusia lahir, ia sudah mendapat pengaruh dari lingkungannya, atau dengan kata lain dari ibu kandungnya sendiri. Lingkungan ini berupa der feine Unterschied/Distinktion, suara, irama dan melodi, hubungan emosional, gerakan yang telah terkondisikan di dalam kandungan sang ibu. Oleh sebab itu, Sozialer Raum dari seorang individu dapat ditentukan oleh kondisi sosial, kelas atau lingkungan, yang
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
keadaan dan mekanisme peraturannya dikenali dalam perilaku dan pandangan dari individu tersebut.4 Sozialer Raum memiliki tiga dimensi dasar, yaitu kapital volume, kapital struktur dan evolusi berkala. Secara teoretis, Bourdieu menganalisis dari pengaruh posisi pribadi melalui sisi kecenderungan minat sebagai nilai pengalaman. Bourdieu mengambil hipotesis tersebut dengan bantuan pengamatan langsung kehidupan masyarakat yang tidak dapat ditunjukkan hanya dengan skema secara umum.5 Untuk menekankan mekanisme penyelarasan yang misterius antara masyarakat dan individu, Bourdieu menggunakan terminologi yang disebut Habitus. Istilah ini mengacu pada proses sosialisasi dari pola persepsi, pikir dan perilaku. Seperti tata bahasa dalam kontrol sosial, Habitus menyetir tindakan manusia yang bahkan tidak disadari sama sekali. Melalui Habitus, penggabungan struktur sosial terjadi ke dalam individu (Döner, Vogt, 1994: 55). Habitus terstruktur melalui pengalaman-pengalaman sosial dari masa lalu dan tindakan individu di dalam lingkungannya. Habitus tidak bersifat statis dan terus mengalami modifikasi secara internal. Dengan kata lain, Habitus merupakan hasil dari proses sejarah suatu individu. Bourdieu turut menambahkan bahwa Habitus tidak dapat diubah oleh keinginan atau kesadaran, melainkan oleh “tranformasi radikal dari produksi disposisi sosial”. Habitus sebagai prinsip “reproduksi” maupun sebagai “struktur terstruktur” (opus operatum) diartikan sebagai bentuk praktek individu sesuai dengan pengaturan sosial terstruktur yang dipilih. Oleh sebab itu, Habitus tidak hanya dikenal sebagai “prinsip generatif”, tetapi juga sebagai “penataan struktur” (opus operandi).6 Praktek sosial yang dirasakan oleh individu selalu merupakan produk dari Habitus dan keadaan yang terjadi di lingkungan tersebut. Habitus menunjukkan semua manifestasi kehidupan dan kegiatan manusia mulai dari karakter hingga gaya hidup. Dalam hal ini, Bourdieu menekankan mengenai relasi individu-individu dari Sozialer Raum sehingga kita dapat mengingat fakta praktek sosial sebagai gaya hidup selalu memiliki karakter (Döner, Vogt, 1994: 56). Dari benang merah antara Habitus dan Sozialer Raum, kita dapat memahami bahwa Habitus menegaskan proses sosial seseorang melalui Sozialer Raum. Bourdieu juga 4
http://www.student-online.net/Publikationen/150/original_154_student_online.html diakses pada tanggal 10 Maret 2013 pukul 17.15 WIB 5
Ibid.
6
Holga Dauer Interkultureller aus Passion – Pierre Bourdieu und die Kultursoziologie, http://www.tourliteratur.de/literaturtheorie/bourdieu-kultursoziol.htm diakses pada tanggal 12 Maret 2013 pukul 23.00 WIB
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
mengungkapkan bahwa Habitus merupakan Körper gewordene Soziale7 yang memberikan relasi antara individu dan struktur sosial.8 Distinktion, menurut Bourdieu pada dasarnya merupakan sebuah batas yang membedakan das Sich-Unterscheiden dalam arti Sich-Abheben. Dengan Distinktion, Bourdieu menggambarkan diferensiasi kelas sosial di antara mereka sendiri yang memiliki faktor pembeda berupa gaya hidup (Bosancic, 2007). Habitus dari kelas masyarakat yang berbeda dapat dilihat di antaranya melalui selera, skema tubuh, kebiasaan dalam mengonsumsi makanan, bahasa dan budaya. Penelitian Bourdieu yang paling terkenal, yakni Die feinen Unterschiede menggambarkan fenomena tersebut dalam Geschmacksurteilen yang dibagi menjadi tiga macam: a) legitimer Geschmack (Oberklasse) b) mittlerer Geschmack (Kleinbürgertum) c) populärer/illegitimer Geschmack (Volksklasse) Geschmacksurteilen tidak hanya didasari oleh kategori yang memungkinkan untuk memberi pembeda antara baik dan buruk maupun penting dan tidak penting. Sebaliknya, Geschmacksurteilen selalu terikat dengan devaluasi sebagaimana berlaku di masyarakat kelas atas Prancis pada saat Bourdieu melakukan studi ini, misalnya, sesuatu menjadi berharga karena dirasa tidak sesuai menurut kategori Geschmacksurteilen suatu lapisan sosial.9 Metode Penelitian Dalam analisis ini, saya menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini memfokuskan pada pertentangan kelas marjinal terhadap kelas menengah di Eropa pada masa Pra-Revolusi Prancis yang diwakilkan oleh tokoh utama dalam novel Das Parfum, yaitu Grenouille. Pertentangan kelas akan didekati oleh teori Sozialer Raum (Ruang Sosial), Habitus dan Distinktion (Pembeda) dari Pierre Bourdieu. Melalui analisis ini dapat disampaikan 7
Michael Paul Grosz Habitusausbildung bei Pierre Bourdieu. Gemeinsamkeiten und Unterschiede zu Jean Piagets Entwicklungstheorie. Körper gewordene Soziale merupakan istilah lain dari Habitus yang dikemukakan oleh Bourdieu. http://othes.univie.ac.at/17275/1/2011-10-04_0548312.pdf, halaman 22, diakses pada tanggal 20 Juni 2013 pukul 22.30 WIB 8
Prof. Dr. Renate Nestvogel Pierre Bourdieu Die verborgenen Mechanismen der Macht, http://www.unidue.de/imperia/md/content/nestvogel/04bourdieu.pdf diakses pada tanggal 12 Maret 2013 pukul 22.30 WIB 9
Jochen Bonz Das Kultur-Wissen des Habitus. Ausführungen zu Pierre Bourdieus Rekonzeptualisierung des etnologischen Kulturbegriffs angesichts der Kultur der Moderne, http://www.jochenbonz.de/wpcontent/bonz_bourdieu.pdf diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pukul 22.00 WIB
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
bagaimana tahap-tahap ruang sosial berpindah dan memiliki perlawanan yang meningkat, bentuk marjinalitas sepanjang hidupnya dan ketidakadilan yang diterima Grenouille, dan usaha-usaha yang dilakukan Grenouille dalam menaklukan ruang sosial. Pembahasan dan Hasil Penelitian Novel Das Parfum memiliki satu tokoh sentral yang didukung oleh tiga belas tokoh lainnya. Tokoh pendamping ini berhubungan dengan Grenouille di sepanjang hidupnya sejak ia dilahirkan di dunia sampai ia meninggal. Di antara keseluruhan interaksi yang terjadi, terdapat beberapa interaksi yang menjadi penanda penting bagi pembentukan karakter Grenouille sebagai seorang individu. Fase interaksi bersama tokoh-tokoh lainnya itu dibagi menjadi tiga kelompok besar sesuai siklus hidup Grenouille. Dari keseluruhan tokoh pendukung dalam cerita ini, tidak semua interaksi tokoh dengan Grenouille dibahas dalam analisis penelitian ini. Hanya tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh dan penanda penting dalam hidup Grenouille yang akan dijelaskan lebih detail. Interaksi ini juga direpresentasikan dalam ruang sosialnya, yakni masa kanakkanak, remaja dan dewasa. A. Tahap-tahap Perpindahan Ruang Sosial Grenouille Untuk Grenouille, istilah ketidakadilan merupakan satu kata kunci yang kerap menghantui hidupnya. Ketidakadilan ini bahkan telah diperoleh Grenouille melalui ibunya sejak dirinya menghirup udara pertama di dunia. Ibu dari Grenouille yang kala itu bekerja sebagai pedagang ikan di sebuah pasar, tengah mengandung Grenouille. Ketika Grenouille akan dilahirkan, ibunya telah merencanakan untuk membuangnya. Persepsi yang ditanamkan sejak Grenouille berada dalam kandungan ibunya membentuk karakter Grenouille setelah dilahirkan. Seperti yang dikemukakan oleh Bourdieu, sebelum manusia lahir ke dunia, ia telah mendapatkan pengaruh dari lingkungannya, yaitu dari ibu kandungnya sendiri. Sejak awal Grenouille tumbuh di dalam rahim, tanpa disadari, ibunya membentuk persepsi bahwa anaknya ini tidak akan bertahan hidup serta diperlakukan hanya sebagai onggokan daging yang akan dibuang. Pengaruh lingkungan yang diperoleh sejak dalam kandungan, atau istilah lainnya berupa der feine Unterschied/Distinktion maupun hubungan emosional antara bayi dan ibu dikondisikan selama masa kehamilan. Der feine Unterschied/Distinktion Grenouille yang merupakan faktor pembeda gaya hidup adalah refleksi dari kelas sosial Grenouille ketika ia dilahirkan. Kelas sosial Grenouille ini berupa kaum marjinal yang bahkan tidak termasuk ke dalam tatanan kelas bawah.
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
Dari segi Sozialer Raum (Ruang Sosial), Grenouille terasing dalam ruang sosialnya karena tidak mampu menyesuaikan diri. Ketidakmampuan ini tidak terjadi begitu saja, melainkan terdapat kontribusi dari Grenouille yang pada dasarnya tidak menginginkan interaksi. Ia lebih memilih untuk menghindar dari kerumunan di ruang sosialnya. Posisi dirinya sebagai orang asing pun turut mempengaruhi kemajuannya dalam berinteraksi. Dalam Sozialer Raum (Ruang Sosial) ini, Habitus kehidupan Grenouille terbentuk. Habitus terstruktur melalui pengalaman-pengalaman sosial dari masa lalu dan tindakan individu dalam lingkungannya. Dalam kasus Grenouille, nilai-nilai yang terinternalisasi melalui Habitus membentuk karakter dirinya. Penggabungan struktur sosial yang terjadi ke dalam individu berupa isolasi dari orang-orang di sekitarnya menegaskan posisi Grenouille sebagai pihak terasing. Keterbatasan yang dimiliki oleh Grenouille secara fisik berupa pertumbuhan yang tidak normal (baru dapat berdiri di usia tiga tahun dan berbicara di usia empat tahun) juga mempengaruhi kondisi Habitus antara Grenouille dengan masyarakat. Pada fase kedua kehidupan Grenouille, yaitu masa remaja, ia bekerja sebagai budak di bawah kuasa seorang mandor yang bernama Grimal. Dalam ruang sosial seperti ini, Habitus yang terbentuk tidak jauh berbeda layaknya kehidupan rimba mengenai seleksi alam. Nilai yang diadaptasi oleh Grenouille dari hidup di lingkungan penyamak kulit hanya berupa cara bertahan hidup dari penyiksaan. Dengan cara bertahan menuruti segala perintah Grimal, Grenouille dapat memperoleh kehidupan yang agak layak karena Grimal mengambil keuntungan darinya. Kepatuhan Grenouille terhadap Grimal membuahkan hasil. Dengan sedikit kebebasan, ia dapat melanjutkan keinginannya untuk berburu aroma. Ia menggunakan waktunya untuk menjelajah ‘surga’ aroma di Eropa saat itu, kota Paris. Grenouille mulai membaui aroma kehidupan lain selain aroma pekerja kasar atau buruh. Pada tahap ini pula, Grenouille bertemu dengan gadis penjual buah plum yang memancarkan aroma keindahan. Gadis penjual buah plum ini menjadi jembatan dari perbedaan posisi sosial Grenouille dengan kelas menengah di atasnya serta titik mula Grenouille memasuki kehidupan kelas menengah. Grenouille datang dari Sozialer Raum (Ruang Sosial) yang merupakan sisi gelap dari sebuah peridoe. Ruang sosial tempat ia berada hanya mengenal hukum alam makhluk di bumi, yaitu untuk bertahan hidup. Habitus tempat ia menginternalisasi nilai-nilai kehidupan hanya memberikan pilihan untuk bertahan hidup. Sejak memilih untuk hidup, Grenouille hanya mengenal cara bertahan hidup tanpa mengetahui nilai-nilai positif yang membuat manusia ‘hidup’. Hal ini terbukti pada keterbatasannya mengenal konsep konkret benda dan kesulitan
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
memahami makna abstrak suatu benda. Ketertarikan ia pada aroma keindahan tubuh sang gadis perawan adalah contoh makna abstrak yang kabur baginya. Setelah bekerja untuk Grimal, Grenouille melanjutkan hidupnya dengan bekerja pada Baldini, seorang ahli parfum. Dengan diterimanya Grenouille bekerja di tempat Baldini, maka status sosial dan Sozialer Raum (Ruang Sosial) dari Grenouille turut berubah. Ia tidak lagi menyandang status budak, melainkan status sosialnya naik menjadi seorang murid. Sistem yang berlaku di Eropa pada saat itu untuk menjadi seorang ahli di bidang tertentu, seseorang harus merintis karier dan kemampuannya mulai dari posisi sebagai Lehrling (murid), Geselle (asisten) dan Master (ahli). Masa Grenouille bersama Baldini memberikan gambaran dan sensasi kehidupan kelas menengah bagi Grenouille, terlebih lagi kehidupan seorang ahli parfum. Selama ia menjadi murid seorang ahli parfum, ruang sosialnya berubah satu tingkat lebih baik. Dalam ruang sosial yang baru, Grenouille mengadopsi Habitus baru sebagai murid di manufaktur parfum. Bersama Baldini, Grenouille mulai mempelajari hal-hal teknis untuk memproduksi parfum. Walaupun ia memiliki hidung terhebat di dunia, ia tetap membutuhkan cara membuat parfum yang hanya dapat ia peroleh melalui pembelajaran bersama seorang ahli. Dalam ruang sosial dan Habitus yang baru ini, skema persepsi, berpikir dan bertindak Grenouille diasah. Di balik motif Grenouille menjadi seorang murid adalah untuk memperoleh pengetahuan membuat parfum, ia juga sadar bahwa untuk memenuhi obsesinya, ia harus keluar dari ruang sosial budak. Sesungguhnya meskipun Grenouille tidak memahami hubungan sosial dalam tatanan masyarakat, ia tetap menyadari bahwa impian besarnya membutuhkan langkah nyata serta status sosial yang dapat diterima oleh masyarakat umum. Pertemuan Grenouille dengan Marquis de la Taillade-Espinasse ternyata memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Grenouille mengecap ruang sosial yang lebih tinggi dari sebelumnya. Jika ketika bersama Baldini ia hanya seorang murid, saat bersama Marquis de la Taillade-Espinasse ia dipenuhi kebutuhannya tidak hanya dari segi primer, tetapi juga dari cara berpakaian. Dari sisi Grenouille, ia sampai pada tahap ia berhasil mewujudkan target untuk memperoleh jubah kelas menengah. Saat bersama Marquis de la Taillade-Espinasse, Grenouille turut menginternalisasi Habitus masyarakat kelas bangsawan melaui cara berpakaian, tingkah laku maupun jenis makanan yang dikonsumsinya. Marquis de la Taillade-Espinasse memenuhi segala permintaan Grenouille untuk menunjang keberhasilan demonstrasi tesisnya mengenai fluidum letale. Hal ini kemudian dimanfaatkan Grenouille untuk memulai percobaan kemampuan dirinya sebagai seorang ahli parfum. Grenouille belajar menjadi ahli parfum serta mengadopsi aspek-aspek
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
yang telah ia pelajari dulu bersama Baldini. Pada tahap ini, Grenouille sudah memenuhi persyaratan untuk mencapai impiannya, yakni kemampuan membuat parfum serta status sosial terhormat untuk membaur di masyarakat. Berbekal pengetahuan dari Baldini mengenai Grasse, yang notabene merupakan kota manufaktur parfum, Grenouille menggunakan kemampuannya di sini. Ia telah mendapatkan status sebagai ahli parfum dan kemudian bekerja di sebuah tempat usaha pembuatan parfum kecil milik Madame Arnulfi. Dari riwayat hidup Grenouille sejak awal hingga tahap ini, ia telah melalui kenaikan kelas dari tidak termasuk dalam kelas sosial mana pun hingga akhirnya memperoleh jubah kelas bangsawan. Sesuai dengan obsesinya, Grenouille harus mendapatkan status sosial yang tinggi sehingga dapat membuat parfum dengan aroma terbaik. Kedatangan Grenouille ke kota Grasse selain untuk mempelajari lebih jauh cara pengawetan aroma, ia memiliki tujuan lain, yaitu untuk mendapatkan aroma seorang gadis perawan. Gadis yang bernama Laure Richis ini adalah putri dari seorang anggota dewan kota, Antoine Richis. Bagi Grenouille, untuk memiliki aroma gadis ini tidak lagi menemui kesulitan yang terlampau sulit karena saat itu status sosial Grenouille bukan lagi berada pada posisi terendah dalam tatanan masyarakat. B. Bentuk Perlawanan Grenouille terhadap Ruang Sosial Grenouille mengajukan diri untuk menjadi murid dari si ahli parfum Baldini. Mengetahui bahwa Grenouille memiliki bakat luar biasa dalam meracik formula parfum, Baldini bersedia mengabulkan keinginan Grenouille untuk bekerja padanya. Selanjutnya interaksi antara Baldini dengan Grenouille sesungguhnya berasaskan keuntungan yang dicari oleh kedua belah pihak. Jika Baldini mengeruk keuntungan dari bakat alami Grenouille, hal yang serupa juga dilakukan Grenouille dengan memanfaatkan celah untuk memperoleh pengetahuan teknis pembuatan parfum. Grenouille menyadari bahwa dirinya dimanfaatkan oleh Baldini. Selain itu, bagi Baldini hidung istimewa Grenouille merupakan kapital yang menguntungkan sehingga dirinya mau bersama Grenouille. Di balik kapital tersebut, sebenarnya Baldini tidak pernah menyukai keberadaan Grenouille terlebih merasa nyaman berada di sampingnya. Dari anggapan Baldini ini, sosok Grenouille tidak pernah dilihat sebagai manusia normal yang membuat orang lain ingin ada di sisinya. Di sisi lain, Grenouille yang mengetahui dirinya diperlakukan tidak adil dengan pemanfaatan kemampuannya, juga melakukan perlawanan simbolik terhadap Baldini. Salah satu yang dilakukan Grenouille dengan menunjukkan seolah-olah bakat penciuman dan kemampuan
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
meracik parfumnya tidak sesempurna yang diketahui Baldini. Ia melakukan hal ini tak lain agar semuanya nampak normal. Bentuk perlawanan lain yang dilakukan oleh Grenouille adalah dengan menuruti semua kehendak Baldini sebelum melepaskan dirinya pergi. Baldini merasa bahwa ia pantas mendapatkan balasan atas kebaikannya mendidik Grenouille. Oleh karena itu, ia meminta Grenouille memenuhi beberapa syarat. Ketiga syarat itu adalah Grenouille tidak boleh membawa parfum apa pun yang sama dari tempat Baldini, ia harus meninggalkan Paris dan tidak akan kembali sampai Baldini pergi, dan Grenouille harus memenuhi kedua persyaratan sebelumnya. Baldini meminta Grenouille untuk bersumpah atas nama semua santo, atas nama jiwa ibunya dan atas nama kehormatan dirinya. Setelah Grenouille bersumpah dan mendapatkan kelengkapan surat-surat sebagai ahli parfum, Baldini mewarisi satu buku berisi ratusan resep parfum karya Grenouille. Ia memperdayakan kemampuan Grenouille demi kelangsungan bisnis parfumnya. Sikap yang dilakukan Baldini ini mencerminkan sikap kelas menengah yang mampu melakukan apa saja demi memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Mencatut karya orang lain atau dengan kata lain berbuat curang menjadi hal yang dapat dimaklumi terlebih lagi ia mengambil keuntungan dari kalangan budak. Grenouille seharusnya mendapatkan apresiasi atas namanya sendiri dan bakat istimewanya. Namun, kemampuan ia yang sebenarnya hanya menjadi kapital yang dimanfaatkan oleh orang lain. Kehidupan Grenouille pada saat menjadi murid Baldini juga menunjukkan bagaimana kondisi seorang budak yang harus bekerja keras. Sementara itu, lapisan kelas di atasnya, yaitu kelas menengah
dapat
berfoya-foya
bahkan
mempergunakan
kemampuan
budak
untuk
kepentingannya. Jika lapisan kelas menengah dapat menikmati kehidupan yang baik tanpa bersusah payah, kondisi sebaliknya terjadi pada budak yang harus berusaha keras. Budak, jika ingin lepas atau keluar dari lapisan masyarakatnya, harus memiliki kemampuan yang tidak biasa dan lagi-lagi menghadapi kenyataan untuk dieksploitasi terlebih dahulu oleh kelas di atasnya. Perlawanan Grenouille terhadap tokoh lainnya, Marquis de la Taillade-Espinasse, terjadi ketika dirinya keluar dari pengasingan selama tujuh tahun. Ketika sampai di kota Pierrefort, kondisi Grenouille sangat berantakan setelah tujuh tahun hidup di dalam gua Plomb du Chantal. Penampilan fisik Grenouille tidak layak disebut manusia normal bahkan ia mendapat julukan manusia gua. Oleh karena itu, penampakannya menjadi keuntungan tersendiri bagi Marquis de la Taillade-Espinasse untuk mengukuhkan kesahihan hasil penelitiannya.
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
Grenouille diperlakukan dengan sangat baik, didandani hingga terlihat normal dan juga diajari bagaimana berlaku layaknya bangsawan kala itu. Pada tahap ini, Grenouille sudah mencapai syarat yang ia butuhkan untuk memenuhi impiannya. Ia berhasil merasakan kehidupan berada di kelas bangsawan dan mengenali Habitus dan ruang sosial bangsawan. Setelah merasakan penampilan luar seperti bangsawan, Grenouille menginginkan kemudahan yang didapat oleh bangsawan. Kemudahan ini berupa keleluasaan bagi Grenouille untuk memulai eksperimen membuat parfum. Sesudah Marquis de la Taillade-Espinasse menggunakan Grenouille sebagai objek demonstrasi penelitian, Grenouille meminta keinginannya diwujudkan yakni, diberikan sarana untuk berkreasi membuat parfum. Grenouille mengetahui bahwa dirinya hanya dijadikan objek untuk mendukung kesuksesan hasil penelitian Marquis de la Taillade-Espinasse. Karena ia juga memiliki kepentingan pribadi, ia menggunakan kesempatan berada di lingkungan bangsawan untuk mencapai impiannya. Sebagai objek, yang saat itu sudah diperlakukan lebih baik dibandingkan ketika bersama Baldini, Grenouille melakukan perlawanan secara terselubung terhadap tatanan kelas ini. Bentuk awal perlawanan Grenouille pada tahap ini adalah dengan menciptakan aroma manusia. Ia hadir dengan menyusup di antara kelas bangsawan sebagai manusia normal yang sesungguhnya merupakan manusia marjinal dengan kekurangan mendasar. Grenouille mengelabui manusia lainnya dengan membuat aroma tubuh tiruan. Grenouille melanjutkan perlawanan kelas dengan mengincar seorang gadis bernama Laure Richis. Gadis ini merupakan anak dari seorang hakim agung di kota Grasse Antoine Richis. Grenouille melihat Laure sebagai target utama karyanya tidak hanya berdasarkan faktor fisik Laure. Terdapat faktor lain yang menjadikan Laure istimewa, yaitu status sosial Laure sebagai anak dari hakim agung atau dengan kata lain berasal dari kelas bangsawan yang lebih tinggi dari Marquis de la Taillade-Espinasse. Grenouille telah memasuki ruang sosial kelas bangsawan sebelum tiba di Grasse dan menemukan Laure. Oleh karena itu, sosok Laure dirasa mewakili keharuman aroma tertinggi yang diinginkan oleh Grenouille. Bentuk perlawanan Grenouille terhadap Antoine Richis melalui perasaan terancam akan pembunuhan Laure Richis. Walaupun kasus pembunuhan gadis perawan mulanya sudah terjadi dua tahun sebelumnya, tetapi Antoine Richis tidak dapat menghilangkan perasaan khawatir jika kelak Laure akan menjadi korban selanjutnya. Antoine berpikir dan berusaha mengikuti pola permainan Grenouille dan mendapati bahwa Laure merupakan korban yang memiliki nilai tertinggi.
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
Representasi perlawanan Grenouille terhadap kelas menengah juga terdapat pada pembunuhan yang ia lakukan terhadap 24 gadis perawan. Aksi yang dilakukan Grenouille terhadap para korbannya ini menunjukkan perubahan tingkat status sosial dimulai dari pembunuhan gadis penjual buah plum. Gadis ini menunjukkan ruang sosial Grenouille pada awal cerita yang berada pada ruang sosial budak. Kemudian Grenouille kembali membunuh gadis perawan ketika berada di Grasse dengan status ahli parfum yang telah ia dapatkan. Puncaknya, Grenouille berhasil membunuh Laure Richis yang berasal dari kalangan bangsawan. Mendapatkan aroma Laure merupakan pencapaian tertinggi dari bentuk perlawanan Grenouille. Laure tidak hanya merepresentasikan keindahan gadis perawan, tetapi juga simbol dari keadilan tertinggi berdasarkan status sosial yang dimiliki ayahnya. Obsesi Grenouille dipengaruhi oleh perlakuan tidak manusiawi yang diperolehnya dari kecil hingga dewasa. Kemudian, ia mengartikulasikan hal yang sama dalam bentuk perlawanan. Akibat perlakuan tidak adil dan tidak manusiawi ini, Grenouille tidak mengenal konsep kasih sayang. Bagi Grenouille, hanya terdapat konsep sensasi yang kembali terwujud dalam bentuk perlawanan. Berdasarkan analisis bentuk perlawanan Grenouille terhadap representasi kelas menengah dan bangsawan, dapat ditarik suatu bentuk analisis kausalitas sebagai berikut: 1. Grenouille dianiaya secara sosial dari kecil hingga dewasa, maka dia pun menganiaya secara sosial melalui tatanan kelas. Bentuk penganiayaan secara sosial yang dialami Grenouille berupa sistem sosial yang sangat tidak berpihak pada kalangan marjinal. Pada konteks ini, bentuk marjinalitas Grenouille yang tidak memiliki aroma tubuh dan membuat dirinya termarjinalkan dalam masyarakat. Grenouille, yang merupakan wakil dari kelas marjinal, melakukan perlawanan simbolik maupun non simbolik. Perlawanan simbolik ini terwujud dalam perlawanan terhadap kelas masyarakat yang lebih tinggi. Sementara perlawanan non simbolik ditunjukkan melalui tindakan Grenouille saat mengambil Laure secara terang-terangan tidak seperti korban-korban sebelumnya. 2. Di bagian penutup buku ini ditutup dengan adegan Grenouille tidak dapat dihukum padahal Grenouille sampai diadili oleh kelas tertinggi, yaitu Raja. Akan tetapi, Raja tidak mampu melawan Grenouille beserta kekuatan parfum miliknya yang kemudian menyihir semua orang hingga mampu mengaburkan identitasnya. Teks ini sekaligus mempertanyakan hukum yang seharusnya diterapkan untuk keadilan namun pada akhirnya kehilangan kekuatannya untuk mengadili seorang pelaku kriminal. Adegan terakhir sebelum eksekusi Grenouille dianalogikan seperti adegan penyaliban Yesus Kristus. Persamaan analogi Grenouille dengan Yesus tersebut menunjukkan bagaimana keduanya dimarjinalkan sebagai orang yang paling hina saat penyaliban dan dianggap bukan dewa. Grenouille tidak lagi menjadi orang yang
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
dihakimi namun dicari oleh banyak orang. Ia tidak dihukum dan menyerahkan diri kembali pada sistem sosial terendah di mana ia dilahirkan. Tindakan Grenouille ini juga menunjukkan bahwa ia ikhlas kembali kepada kenisbiannya dan ini lah bentuk perlawanan marjinalitasnya.
Kesimpulan Selain bentuk perlawanan Grenouille, aroma tubuh manusia yang tidak dimiliki Grenouille dapat diinterpretasikan sebagai cinta kasih. Sejak Grenouille lahir, ia tidak mengenal konsep kasih sayang atau cinta bahkan dari orang terdekatnya sekali pun, ibunya. Grenouille merupakan contoh manusia yang tidak memiliki kasih sayang dalam kehidupan. Bertahan hidup sebagai sosok manusia tanpa cinta dan lebih memilih hidup dalam kebencian, tak ubahnya seorang monster. Riwayat hidup Grenouille menunjukkan betapa celakanya jika banyak manusia yang hidup tanpa cinta dalam kehidupan. Konsep cinta atau kasih sayang ini juga tercermin pada alasan Grenouille membunuh gadis perawan. Menurut Grenouille, para gadis perawan ini memancarkan aura cinta bagi siapa saja yang mencium aromanya. Itu lah mengapa Grenouille begitu terobsesi pada aroma gadis perawan, karena ia ingin merasakan dicintai oleh manusia lainnya. Sepanjang hidup Grenouille, ia berjuang tidak hanya agar diterima dalam masyarakat, tetapi juga untuk merasakan perasaan dicintai. Bentuk marjinalitas terendah dari Grenouille terdapat pada saat ia tidak mampu mengartikulasikan makna kasih sayang. Untuk Grenouille, kasih sayang hanya milik orangorang berkelas. Representasi hubungan antara kasih sayang, aroma dan kelas sosial adalah aroma terbaik yang memancarkan rasa kasih sayang menunjukkan strata kelas secara khas dari kelas sosial terendah hingga kelas sosial paling atas. Selain itu, setiap kelas memiliki aroma tertentu yang menyiratkan Habitus masyarakat di dalamnya. Grenouille merasa bentuk kasih sayang tertinggi berasal dari kelas tertinggi pula. Oleh karena itu, ia terus memburu aroma terbaik yang direpresentasikan oleh Laure Richis sebagai wakil dari kelas tertinggi. Karena ia berasal dari kelas marjinal serta tidak memahami makna kasih sayang, ia tidak mampu mengonsumsinya dan kemudian melakukan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi. Dari penjelasan ini, kerinduan Grenouille yang sesungguhnya adalah kerinduan akan kasih sayang yang menjelma menjadi suatu hal mewah baginya. Marjinalitas menyebabkan Grenouille tidak memperoleh kasih sayang dan sosial tidak memberikan ruang. Grenouille merupakan produk dari sistem sosial masyarakat berkelas yang sangat hierarkis. Masyarakat justru menghakimi Grenouille yang posisinya sudah marjinal dan tidak mendapatkan hak azasi manusia.
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013
Daftar Referensi Sumber Utama Süskind, Patrick. (1985). Das Parfum: Die Geschichte eines Mörders. Zürich: Diogenes Verlag AG. Sumber Pustaka Andersson Daniel, Lord Maria, Macaroon Michael, Peel Clara, Stubbs Tara. (2010). The Story of Literature from Antiquity to the Present. Potsdam: h.f.ullman Publishing. Budianta, Melani. (2003). Membaca Sastra. Magelang: Indonesia. Dörner Andreas, Vogt Ludgera. (1994). Literatursoziologie: Literatur, Gesellschaft, Politische Kultur. Jerman: VS Verlag für Sozialwissenschaften. Endraswara, Suwardi. (2011). Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: CAPS. Sartre, Jean-Paul. (2001). What is Literature?. London: Routledge. Artikel Elektronik Bonz, Jochen. Das Kultur-Wissen des Habitus. Ausführungen zu Pierre Bourdieus Rekonzeptualisierung des etnologischen Kulturbegriffs angesichts der Kultur der Moderne. http://www.jochenbonz.de/wpcontent/bonz_bourdieu.pdf diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pukul 22.00 WIB. Bosancic, Sasa. (2007). Kapitalformen und Klassen bei Pierre Bourdieu. http://www.philso.uniaugsburg.de/lehrstuehle/soziologie/sozio1/medienverzeichnis/Bosancic_WS_07_08/SU_HO_Bourdieu_doc.pdf diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pukul 22.50 WIB. Dauer, Holga. Interkultureller aus Passion – Pierre Bourdieu und die Kultursoziologie. http://www.tourliteratur.de/literaturtheorie/bourdieu-kultursoziol.htm diakses pada tanggal 12 Maret 2013 pukul 23.00 WIB. Grosz, Michael Paul. Habitusausbildung bei Pierre Bourdieu. Gemeinsamkeiten und Unterschiede zu Jean Piagets Entwicklungstheorie. http://othes.univie.ac.at/17275/1/2011-10-04_0548312.pdf diakses pada tanggal 20 Juni 2013 pukul 22.30 WIB Striebeck, Herbert. (2004) Bourdieu und der soziale Raum—eine ökonomische Perspektive. http://www.stud.unipotsdam.de/~sygnecka/dokumente/sozialerraum.pdf diakses pada tanggal 7 Maret 2013 pukul 19.30 WIB. Nestvogel, Renate. Pierre Bourdieu Die verborgenen Mechanismen der Macht, http://www.unidue.de/imperia/md/content/nestvogel/04bourdieu.pdf diakses pada tanggal 12 Maret 2013 pukul 22.30 WIB http://www.sfsite.com/~silverag/perfume.html diakses pada tanggal 5 Maret 2013 pukul 20.45 WIB http://www.student-online.net/Publikationen/150/original_154_student_online.html diakses pada tanggal 10 Maret 2013 pukul 17.15 WIB http://yqyq.net/3695-Kratkaya_biografiya_Patrika_Zyuskinda.html diakses pada tanggal 1 Maret 2013 pukul 21.00
Artikulasi perlawanan…, Nurrizka Sari, FIB UI, 2013