Damianus JournalVariabilitas of Medicine; jawaban responden lansia kognisi normal terhadap uji fungsi olfaktori Vol.13 No.1 Februari 2014: hlm. 27–32
ARTIKEL PENELITIAN
VARIABILITAS JAWABAN RESPONDEN LANSIA KOGNISI NORMAL TERHADAP UJI FUNGSI OLFAKTORI VARIABILITY OF ANSWERS ON OLFACTORY FUNCTION TEST FROM ELDERLY RESPONDENTS WITH NORMAL COGNITION Angela Ellena Citralestari1, Josephine Retno Widayanti2, Nelly Tina Widjaja3, Yuda Turana2 1
Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440
ABSTRACT
2
Departemen Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440
neurodegenerative disease, include Alzheimer'z disease and Parkinson. There
3
Pusat Penelitian Kesehatan, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440
function test. The cued odor identification test is better than free odor identifica-
Korespondensi:
Objectives: to determine the possible answers given on olfactory function test-
Angela Ellena, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440. E-mail:
[email protected]
ing and to refine the answer options in the olfactory function test instrument.
Background: Decreasing of olfactory function is an early indicator of
is an instrument of olfactory function test using ten familiar odors in Jakarta, which combine the free odor identification test and cued odor identification
tion test, but there is no standardization for the answer options in cued odor identification test yet.
Methods: Descriptive cross-sectional, conducted in Kelurahan Kalianyar, Jakarta on eighty-five randomly selected respondents. Results: This study shows that the odor of citrus has the highest variability answers and kerosene has lowest variability answers. With the majority of low education respondents, the odor of cajuput, kerosene and chocolate are the odors with the highest percentage of the correct answers, and the pandan is the lowest. Conclusion: This study found that there is variability in response to ten given odors. Key Words: elderly, odors, olfactory function test
ABSTRAK Latar Belakang: Penurunan fungsi olfaktori merupakan indikator awal pada penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer dan Parkinson. Saat ini, telah dikembangkan sebuah instrumen tes fungsi olfaktori menggunakan sepuluh aroma familiar dengan pilihan jawaban di Jakarta. Tes fungsi olfaktori menggunakan bantuan pilihan jawaban lebih baik daripada jawaban bebas, namun pada sepuluh aroma tersebut belum ada standarisasi pilihan jawaban. Tujuan: Untuk mengetahui kemungkinan jawaban yang diberikan pada pemeriksaan fungsi olfaktori dan menyempurnakan pilihan jawaban yang ada pada instrumen. Metode: Deskriptif potong lintang, dilakukan di Kelurahan Kalianyar, Jakarta terhadap delapan puluh lima responden yang dipilih secara acak.
Vol. 13, No.1, Februari 2014
27
DAMIANUS Journal of Medicine
Hasil: Pada penelitian didapatkan aroma jeruk memiliki variabilitas jawaban terbanyak, minyak tanah memiliki variabilitas jawaban paling sedikit. Dengan responden yang mayoritasnya berpendidikan rendah, aroma kayu putih, minyak tanah, dan coklat merupakan aroma dengan persentase jawaban benar paling banyak, sedangkan pandan dengan persentase jawaban benar yang paling sedikit. Kesimpulan: Penelitian ini menemukan bahwa terdapat variabilitas jawaban terhadap sepuluh aroma yang diberikan. Kata Kunci: aroma, lansia, uji fungsi olfaktori
dibandingkan dengan jawaban spontan.5 Namun,
PENDAHULUAN
pada determinasi 10 aroma yang digunakan sePenurunan fungsi olfaktori merupakan indikator awal pada penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer dan Parkinson. Meskipun demikian, jarang dilakukan evaluasi terhadap fungsi olfaktori saat pasien datang ke dokter.1 Banyak jenis instrumen di luar negeri yang digunakan untuk tes fungsi olfaktori. Tes fungsi olfaktori yang ada
bagai standar pemeriksaan olfaktori belum dilakukan standarisasi pada pilihan jawaban yang diberikan, serta bahan-bahan yang digunakan dalam uji olfaktori dapat dengan mudah ditemukan di lingkungan masyarakat, sehingga akan didapatkan variabilitas jawaban pada pemeriksaan dengan model menjawab spontan.
saat ini dan diakui penggunaannya adalah University of Pennsylvania Smell Identification Test
METODE
(UPSIT), Cross Cultural Smell Identification Test (CC-SIT) yang merupakan pengembangan dari
Penelitian ini bersifat deskriptif, desain penelitian
UPSIT, namun beberapa aroma yang digunakan
dengan pendekatan cross-sectional dan dilaku-
pada instrumen pemeriksaan tersebut tidak fa-
kan pada bulan Oktober 2013. Penelitian ini dilaku-
miliar bagi penduduk Indonesia.2-3 Di Indonesia,
kan pada 85 lansia yang dipilih secara acak di
sudah terdapat determinasi 10 aroma yang fa-
Kelurahan Kalianyar, Jakarta. Responden yang
miliar sebagai standar pemeriksaan fungsi
digunakan adalah responden lansia dengan usia
olfaktori, khususnya pada lansia, di Jakarta.
4
≥ 60 tahun dengan nilai Mini Mental State Ex-
Peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian
amination (MMSE) normal dan tidak memiliki
lebih lanjut terhadap 10 aroma tersebut karena
gangguan olfaktori ataupun penyakit yang akan
instrumen pemeriksaan fungsi olfaktori ini belum
memengaruhi fungsi olfaktori. Penilaian MMSE
banyak diujicobakan pada populasi yang berbeda
berdasarkan pada tingkat pendidikan dan usia
dengan kultur yang berbeda. Pada tes fungsi ol-
responden dengan mengacu pada penelitan yang
faktori terdapat 2 jenis cara pemeriksaan, yaitu
dilakukan oleh Turana et al.6 Bahan yang diguna-
menjawab spontan atau dengan bantuan pilihan
kan dalam penelitian ini adalah 10 aroma yang
jawaban. Pada tes fungsi olfaktori dengan ban-
familiar pada lansia di Jakarta, yaitu kayu putih,
tuan pilihan jawaban didapatkan hasil lebih baik
kopi, melati, mentol, tembakau, minyak tanah,
28
Vol. 13, No.1, Februari 2014
Variabilitas jawaban responden lansia kognisi normal terhadap uji fungsi olfaktori
Tabel 1. Daftar Bahan Aroma yang Digunakan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aroma Kayu putih Kopi Melati Mentol Tembakau Minyak tanah Pandan Kapur barus Coklat Jeruk
Bahan Minyak kayu putih “Cap Lang” Kopi murni “Kapal Api” Essens Aromatetapi Viko ABC Menthol Inhaler Rokok “A Mild” Minyak Tanah Essence Kue Cap “Koepoe-Koepoe” Kapur barus merek “Swallow” Essence Kue Cap “Koepoe-Koepoe” Pengharum “Stella”
aroma pandan, kapur barus, coklat, dan aroma
(Tabel 2) Pada uji frekuensi aroma didapatkan
jeruk.7 Sumber aroma diambil dari bahan yang
hasil seperti di Tabel 3. Hasil penelitian diuji de-
mudah ditemukan di lingkungan sekitar, dapat
ngan menggunakan uji frekuensi menunjukkan
dilihat pada Tabel 1.
bahwa aroma jeruk mempunyai jawaban yang
Bahan aroma yang diujikan disimpan dalam wadah dengan bentuk dan ukuran yang sama, kemudian diberi kode sesuai dengan nomor aroma pada kuesioner. Responden diminta untuk menutup mata dan diberikan kesempatan menghidu setiap aroma sebanyak 2 kali dengan masing-masing kesempatan menghidu diberikan
memiliki variabilitas terbanyak, yaitu 13 varian dan minyak tanah mempunyai variabilitas yang paling sedikit, yaitu sebanyak 6 varian. Pada penelitian ini terdapat responden yang tidak dapat menjawab aroma yang diberikan, sedangkan aroma jeruk dan pandan memiliki persentase tertinggi.
waktu 5 detik.2 Setelah itu, responden diminta untuk memberikan jawaban secara bebas terhadap aroma tersebut tanpa diberikan bantuan ataupun pilihan jawaban. Jawaban yang didapat kemudian diolah dengan komputer menggunakan program SPSS 20.0 dengan uji analisis frekuensi.
PEMBAHASAN Jawaban yang diberikan responden secara mayoritas merupakan jawaban yang umum dan tidak semua responden memberikan jawaban yang spesifik untuk masing-masing aroma. Menurut Sulmont-Rosse et al., ketika seseorang diberikan suatu aroma, orang tersebut dapat lang-
HASIL
sung mengenali sebuah aroma dan menjawab
Sebagian besar responden terdiri dari wanita,
aroma tersebut dengan jawaban tidak spesifik.8
dengan rerata usia 64 tahun, dan rentang usia
Contohnya pada penelitian ini adalah aroma jeruk.
antara 60 sampai 85 tahun. Mayoritas pendidikan
Pada penelitian ini, responden memberikan ber-
responden adalah tidak tamat Sekolah Dasar.
bagai jawaban mengenai aroma tersebut, seperti
Vol. 13, No.1, Februari 2014
29
DAMIANUS Journal of Medicine
Tabel 2. Karakteristik Demografik Responden Frekuensi
Persentase
Jenis Kelamin Pria
25
29,4
Wanita
60
70,6
60-65
62
72,9
>65
23
27,2
Tidak sekolah
4
4,6
Tidak tamat SD
34
40,0
Tamat SD
28
32,9
Tamat SMP
11
12,9
SLTA/Akademi/S1
8
9,4
Total
85
100
Usia
Pendidikan
Tabel 3. Hasil Uji Fungsi Olfaktori Pada Jawaban Bebas
Frekuensi (%)n=85(100) No.
Aroma
1
Jawaban Benar
Lain-lain
Kayu Putih
45 (52,9)
32 (37,6)
2
Kopi
40 (47,1)
3
Melati
4
Tidak Menjawab 8
Variabilitas
(9,4)
7
31 (36,5)
14 (16,5)
10
38 (44,7)
36 (42,4)
11 (12,9)
7
Mentol
23 (27,1)
50 (58,8)
12 (14,1)
10
5
Tembakau
34 (28,2)
40 (47,1)
11 (12,9)
9
6
Minyak Tanah
59 (69,4)
14 (16,5)
12 (14,1)
6
7
Pandan
22 (25,9)
41 (48,2)
22 (25,9)
9
8
Kapur Barus
34
(40)
36 (42,4)
15 (17,6)
7
9
Coklat
52 (61,2)
20 (23,5)
13 (15,3)
8
10
Jeruk
25 (29,4)
38 (44,7)
22 (25,9)
13
pengharum, pewangi sabun, dengan aroma yang
penurunan pada lansia.9 Hal ini dapat menye-
dimaksudkan adalah aroma jeruk. Pemberian
babkan terjadinya banyak variabilitas jawaban
nama aroma dipengaruhi oleh fungsi naming
pada uji identifikasi dengan menjawab spontan.
seseorang. Fungsi naming merupakan salah
Westervelt et al. mengatakan bahwa terdapat hu-
satu fungsi kognisi, yang dapat mengalami
bungan antara kemampuan mengidentifikasi
30
Vol. 13, No.1, Februari 2014
Variabilitas jawaban responden lansia kognisi normal terhadap uji fungsi olfaktori
Tabel 4. Saran Model Pemeriksaan Fungsi Olfaktori
No. Aroma 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kayu putih* Kopi Melati* Mentol* Tembakau Minyak tanah Pandan* Kapur barus* Coklat* Jeruk*
a
b
Mentol Kayu manis Mawar Mentol Kayu manis Minyak tanah Kopi Kapur barus Kayu manis Mangga
c
Kayu putih Coklat Kenanga Kayu putih Tembakau Bensin Coklat Minyak tanah Coklat Pala
Balsem Kopi Cempaka Balsem Cengkeh Oli Pandan Karbol Kopi Sabun
d Sereh Cengkeh Melati Sereh Pala Tiner Vanilla Bensin Susu Jeruk
aroma dengan fungsi naming yang terdapat pada
Tanda bintang (*) adalah jenis aroma yang pilihan
fungsi cerebri bagian temporal dan limbik.10 Uji
jawabannya dimodifikasi dari penelitian
identifikasi dengan bantuan pilihan jawaban
sebelumnya. (Tabel 4)
memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan uji identifikasi dengan jawaban bebas. Hal
KESIMPULAN
ini dikarenakan uji identifikasi dilakukan dengan
Pada penelitian ini didapatkan variabilitas jawaban
bantuan pilihan jawaban terarah, sehingga nilai
pada sepuluh aroma yang familiar pada lansia di
yang diberikan dalam identifikasi aroma lebih
Jakarta dengan variabilitas terbanyak pada
tinggi dibandingkan dengan cara menjawab
aroma jeruk. Minyak tanah mempunyai variasi
spontan.
5,11
Sebaiknya, uji identifikasi dilakukan
terendah. Aroma-aroma yang digunakan untuk uji
dengan cara menjawab spontan, namun jika res-
identifikasi fungsi olfaktori mempunyai variabilitas
ponden tidak dapat menyebutkan secara spesifik
jawaban yang besar, sehingga untuk uji
aroma yang diberikan, responden baru diberikan
identifikasi aroma sebaiknya dilakukan dengan
pertanyaan tambahan yang menuntun pada
pilihan jawaban.
jawaban yang lebih spesifik. Kelemahan instrumen uji fungsi olfaktori yang di-
DAFTAR PUSTAKA
lakukan pada penelitian sebelumnya adalah
1. Sobol S, Frenkiel S, Mouadeb D. Olfactory
belum dijelaskannya alasan yang mendasari da-
dysfunction: what's that smell?. The Cana-
lam menentukan pilihan jawaban yang diberikan.4
dian Journal of Diagnosis. 2002;8:55-60.
Untuk itu, pada penelitian ini peneliti mencoba
2. Royet J, Croisile B, Williamson-Vasta R,
untuk memberikan saran pilihan jawaban.
Hibert O, Serclerat D, Guerin J. Rating of dif-
Penentuan pilihan jawaban ini berdasarkan
ferent olfactory judgement in Alzheimer's dis-
kemungkinan jawaban yang didapatkan pada uji
ease. Chem Senses. 2001;26(4):409-16.
identifikasi olfaktori dengan jawaban bebas.
3. Doty RL, Mercus A, Lee WW. Development
Vol. 13, No.1, Februari 2014
31
DAMIANUS Journal of Medicine
of the 12-item Cross-Cultural Smell Identifi-
8. Sulmont-Rosse C, Issanchou S, Köster EP.
cation Test (CC-SIT). Laryngoscope. 1996;
Odor naming methodology: correct
106(3):353-6.
identificarion with multiple-choice versus re-
4. Luhur JJ, Mirsha, Handajani SY, Turana. Determinasi aroma yang familiar sebagai
peatable identification in free task. Chem Senses. 2005;30:23-7.
standar pemeriksaan fungsi olfaktori pada
9. Nicholas M, Barth C, Obler LK, Au R, Albert
lansia di jakarta. Neurona. 2012; 29(3):7-13.
ML. Naming in normal aging and dementia
5. de Wijk RA, Cain WS. Odor quality: Discrimi-
of the alzheimer's type. In: Goodglass H,
nation vs free and cued identification. Per-
Wingfield A, editors. Anomia : neuroanatomi-
cept Psychophys. 1994;56(1):12-18.
cal and cognitive correlates. San Diego,
6. Turana Y, Handajani YS. Nilai Mini Mental State Examination (MMSE) berdasarkan usia
10. Westervelt HJ, Ruffolo JS, Tremont G. As-
dan tingkat pendidikan pada masyarakat
sessing olfaction in neuropsychological
lanjut usia di Jakarta. Medika. 2011;5:307-10.
exam: the relationship between odor identifi-
7. Turana Y, Ranakusuma TAS, Purba JS, Amir N, Ahmad SA, Machfoed MH, et al. Enhanc-
32
California: Academic Press; 1997. p.166.
cation and cognition in older adults. Arch Clin Neuropsychol. 2005;20:761-9.
ing diagnostic accuracy of a MCI in the eld-
11. Hedner M. Olfactory function: the influence
erly: combination of olfactory test, pupillary
of demographic, cognitive, and genetic fac-
response test, BDNF plasma level, and
tors [Thesis]. Swedia : Stockholm University;
APOE genotype. IJAD. 2014;2014:912586.
2013.
Vol. 13, No.1, Februari 2014