Artikel Pendidikan 29 PARIWISATA DAN PENDIDIKAN BERMAKNA DI DESA SENGGIGI Oleh: Agung Pramunarti Dosen pada FKIP UMM
Abstrak: Desa Senggigi merupakan wilayah pariwisata yang potensial untuk dikembangkan. Akan tetapi diantara gemerlapan pariwisata, masih ada anak usia sekolah yang menganggur dan tidak sekolah. Ini berbeda dengan anjuran yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional bab IV pasal 6 Ayat 1 berbunyi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai delapan belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Di desa ini terdapat oposisi biner yaitu kawasan wisata yang memerlukan tenaga terdidik dan profesional sedangkan masyarakat Senggigi banyak yang mengalami hambatan pendidikan yaitu pendidikan yang dimiliki hanya ijazah sekolah dasar dan sebagian kecil lulusan sekolah menengah. Fenomena ini tidak sesuai dengan tuntutan pemerintah maupun tuntutan lapangan kerja yang ada. Jadi tidak mengherankan bila lapangan kerja yang tersedia, diisi oleh tenaga dari luar Desa Senggigi. Hampir semua tenaga ahli diisi oleh orang luar, hanya yang tidak memerlukan keahlian dan ketrampilan yang diisi tenaga dari desa sendiri. Ini merupakan fenomena yang sulit untuk diatasi dalam waktu singkat, oleh karena itu perlu diungkap atau dibongkar, tentang faktor penyebab dari masalah ini. Teori yang digunakan untuk membedah, membongkar masalah ini adalah teori pendidikan kritis. Adapun yang menjadi tujuan dari tulisan ini adalah ingin menyampaikan bahwa pendidikan bermakna apa yang sesuai dan cocok di Kawasan Wisata Desa Senggigi. Kata kunci : Pendidikan, Bermakna, Senggigi, NTB PENDAHULUAN Pendidikan dan pengangguran menjadi masalah penting yang begitu banyak dibahas berbagai departemen, mass-media baik koran maupun televisi. Namun sampai saat ini masih menjadi masalah yang sangat pelik dan belum tuntas. Sebetulnya antara pendidikan, pengangguran dan kemiskinan itu merupakan lingkaran tak berujung. Sulit mencari penyebab utama sehingga bisa diputus dan dijadikan start untuk mengatasinya. Ibarat mana lebih dahulu antara telur dan ayam. Jawabannya tidak akan ketemu sampai diujung waktu. Pendidikan diharapkan memberikan pengetahuan yang memungkinkan orang dapat mengatasi masalah dalam kehidupan. Namun dalam kondisi kehidupan yang berubah sangat cepat, sering pengetahuan yang dimiliki tidak bisa dipakai untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu perlu ketrampilan kritis dan kreatif, peka terhadap masalah yang ada di masyarakat. Manusia harus mempunyai sikap percaya diri bahwa mampu mengatasi masalah yang dihadapi. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang bagi pemerintah, masyarakat maupun keluarga. Pendidikan bukan hanya merupakan tanggung jawab keluarga, tetapi juga termasuk tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Pemerintah mempunyai kewajiban terhadap penyelenggaraan pendidikan, dan kewajiban pemerintah ini yang dituangkan
dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945, pasal 31 ayat 1” setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran” dan dilanjutkan pada ayat 2 berbunyi “bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur oleh negara (Pidarta, 1997: 41). Di samping hal tersebut, pemerintah juga membuat peraturan, Anak pada usia sekolah ( 7-18 tahun) wajib bersekolah, hal ini sesuai dengan UndangUndang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) (2005: 78) pada Bab IV pasal 6 Ayat 1, yang berbunyi“ setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan delapan belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”. Istilah ini disebut Wajar Sembilan Tahun (wajib belajar sembilan tahun). Kebijakan ini dapat diartikan bahwa anak harus bersekolah sampai kelas 9 (sembilan), dengan tidak dibebani Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP) . Dengan demikian pendidikan sangat penting karena maju atau mundurnya suatu negara sangat tergantung pada tingkat pendidikan. Agar semua warga masyarakat mendapatkan pendidikan, maka pemerintah berusaha untuk memeratakan pendidikan dengan cara membangun gedung sekolah ke seluruh nusantara, sampai ke pelosok desa terpencil, dengan harapan semua anak usia sekolah mendapatkan pendidikan. Untuk mencapai tujuan
30 Media Bina Ilmiah tersebut maka pemerintah perlu kerjasama yang konsisten dan terintergrasi dengan pihak yang terkait. Pihak terkait yang dimaksud, seperti lembaga-lembaga pendidikan dan masyarakat yang bertujuan untuk menuntaskan peraturan pemerintah. Pendidikan harus bermakna bagi kehidupan manusia dalam menunjang kesejahteraannya. Pendidikan akan bermakna bila materi pendidikan tidak berorientasi hanya pada teoretis saja, tapi dapat mengantarkan anak menggali potensi yang sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimilikinya. Pendidikan harus bermakna dalam mengupayakan anak didik untuk memberdayakan potensi yang dimilikinya, sebagai bekal hidup di masa depan, untuk memperoleh kebahagiaan hidup. Jadi untuk mencapai hal tersebut, pendidikan sebaiknya tidak hanya memfokuskan pada ranah kognitif saja, tetapi juga harus mampu menjadi media untuk memberdayakan pikiran, hati, perasaan, sosial dan religi. Artinya memberdayakan pikiran itu sama dengan melatih pikiran, hati melatih agar anak mempunyai budi pekerti luhur, perasaan melatih agar mempunyai estetis, sosial agar anak memiliki etika dan moral sehingga bisa bergaul dalam hidup di masyarakat, religi agar anak bisa membedakan yang halal dan haram. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak hanya untuk mendapatkan kelulusan, tapi lebih kepada pembentukan kepribadian individu dan peningkatan daya kemampuan sumber daya manusianya. Tidak semua anak bisa menikmati pendidikan seperti yang diprogramkan pemerintah walaupun pemerintah sudah mengadakan pemerataan sarana pendidikan, tetapi yang mampu masuk sekolah hanya masyarakat yang mampu mengeluarkan biaya pendidikan yang tinggi. Ainurrofiq Dawam (2003: 30) berpendapat bahwa pendidikan dengan biaya yang tinggi, mengakibatkan anak bangsa yang ingin mengikuti pendidikan mengalami kesulitan luar biasa, bukan hanya dalam hal pembiayaan tetapi juga kesempatan untuk berpartisipasi di dalamnya. Ini terbukti pendidikan nasional belum dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Pemerataan pendidikan memang menjadi persoalan nasional yang akut, tampaknya pendidikan berkualitas dan pendidikan tinggi hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki akses ekonomi, dan politik yang tinggi seperti orang gede, berduit dan anak orang kaya, namun tidak bagi wong cilik dan masyarakat marginal, meskipun mereka memiliki potensi secara intelektual yang luar biasa. Fenomena pendidikan anak di Kawasan Wisata Senggigi belum nyata mendukung/mensukseskan kebijakan pemerintah. Masyarakat Senggigi yang hidup dalam lingkungan pariwisata, masih dalam taraf hidup miskin. Sebelah baratnya pantai yang indah, damai, dan karena keindahannya tempat ini
dijadikan sebagai wisata pantai. Pendidikan yang rendah, menyebabkan masyarakat di Kawasan Wisata Senggigi hanya mampu menempati lapangan kerja rendahan, tidak bisa mengisi posisi yang penting yang bisa memperoleh imbalan jasa yang besar. Pendidikan yang rendah sebagai penyebab masyarakat di Kawasan Wisata Senggigi tidak mempunyai ketrampilan, sehingga tidak bisa memasuki peluang kerja yang tersedia. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka ingin menjabarkan apakah sesuai di Desa Senggigi diberi pendidikan bermakna. Teori yang digunakan untuk membedah, membongkar masalah ini adalah teori pendidikan kritis. Adapun yang menjadi tujuan dari tulisan ini adalah ingin menyampaikan bahwa pendidikan bermakna apa yang sesuai dan cocok di Kawasan Wisata Desa Senggigi. PARIWISATA. Berwisata itu penting, karena bisa mengurangi kebosanan, jenuh yang ditimbulkan oleh kegiatan rutinitas sehari-hari. Tujuan orang berwisata adalah bersenang-senang, menikmati atraksi wisata. Karena pentingnya berwisata maka banyak tokoh yang mendevinisikan macam-macam. Oka A. Yoety mengartikan pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi sematamata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beranekaragam. Sedangkan GuyerFreuler merumuskan pariwisata dalam arti modern adalah merupakan gejala zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta, dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan sserta penyempurnaan alat-alat angkutan. (dalam Pendit. 2006:34). Jadi pengertian secara singkat yaitu pariwisata adalah “perjalanan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan bersenang-senang dan tamasya, menikmati atraksi wisata, dilakukan untuk sementara waktu walaupun perjalanan wisata itu bukan tujuan utama”. Bila dilihat dengan teliti devinisi tersebut, maka pariwisata itu melibatkan banyak sektor yang harus dipenuhi. Mulai tranportasi, akomodasi, travel agent, bar and café, restoran, souvenirshop dan lainnya. Karena pentingnya pariwisata maka presiden memberi petunjuk tentang kebijaksanaan yang berhubungan dengan kepariwisataan :
Artikel Pendidikan 31 a. Pengembangan pariwisata harus diartikan dalam rangka meningkatkan ekonomi nasional sebagai salah satu industri penghasil devisa. b. Dalam pembangunan pariwisata harus pula diarahkan supaya pariwisata dapat menampung dan meningkatkan tenaga kerja dan dapat dimanfaatkan industri-industri lain seperti handicraff, agriculture dsb. c. Pemerintah harus membantu pengembangan pariwisata agar dari semula diusahakan peraturan-peraturan yang membatasi hal-hal yang negatif terhadap tata kehidupan masyarakat, adat istiadat dan susila masyarakat atas membanjirnya wisatawan asing. d. Kepada aparatur keamanan diperintahkan untuk mengambil tindakan tegas dan konkrit atas pelanggaran terhadap peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah. (Oka A. Yoety) Ini artinya pariwisata harus membantu mengurangi pengangguran, meningkatkan ekonomi daerah, mengangkat budaya tradisi setempat, memajukan wilayah, memajukan industri kerajinan tangan dan cinderamata. Demikian juga kawasan wisata di Desa Senggigi. Seharusnya kawasan wisata yang bisa menopang keadaan ekonomi masyarakat, misalnya dengan adanya akomodasi (hotel, vila, homestay), restoran dan bar, artshop, galeri akan menampung tenaga kerja dari desa setempat sehingga mengurangi pengangguran, menaikkan ekonomi masyarakat. Akan tetapi masyarakat asli penduduk desa tetap berada di tingkat ekonomi paling bawah. Ini tidak ssuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Teori yang dipakai untuk mendekonstruksi (membongkar) permasalahan tentang pendidikan bermakna ini, memakai teori pendidikan kritis. Secara etimologis istilah kritis (critic dan kritikos) dalam bahasa Yunani artinya kemampuan untuk mengenali atau menganalisa dan menilai sesuatu. Kritik berarti kemampuan untuk mengemukakan opini atau argumen dengan alasan yang jelas tentang sesuatu (Lubis, 2006: 8) Kritik menurut Freud artinya upaya untuk membebaskan manusia dari irrasional menjadi rasional, dari ketidak sadaran menjadi sadar. Menurut Kant kritik menyelidiki sejauh mana rasio manusia mampu untuk menuju sah tidaknya klaim-klaim pengetahuan yang dianggap benar. Ditambah menurut Hegel, kritik merupakan refleksi diri atas rintangan-rintangan, tekanan-tekanan dan kontradiksi-kontradiksi yang menghambat proses pembentukan diri dari rasio sejarah (dalam Agus Nuryatno, 2008: 26). Jadi kritik/kritis merupakan usaha dari manusia untuk mengemukakan dan mencari hal yang menurutnya tidak dimengerti menjadi mengerti, dari tidak benar menjadi benar, teori yang mengaitkan
teori dengan praksis, teori yang berguna untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan yang lebih memungkinkan perubahan sosial. Selanjutnya, ilmu kritis (critical knowledge, emansipatory knowledge) yang dikembangkan melalui refleksi diri, penulis dapat memahami kondisi-kondisi yang tidak adil dan tidak manusiawi dalam kehidupan. Ada kepentingan untuk membebaskan individu atau masyarakat dari kondisi ketidakadilan. Ilmu yang mendasari adalah ”kepentingan emansipatoris” kalau Habermas menyebut ”kepentingan praksis”. Pendidikan kritis ini dipelopori oleh Paulo Freire dari Brasil, dengan gagasannya tentang ”pendidikan bagi kaum tertindas”. Gagasannya yang diperkirakan bisa membantu kaum marjinal dalam masyarakat, dan menyadarkan diri dari realita sosial yang mereka hadapi dan menjadi awal usaha dalam mengubah sistem serta struktur yang membelenggu mereka. Dengan kata lain, upaya membebaskan dirinya sendiri dalam proses pendidikannya diberikan materi-materi pelajarannya yang bersifat kontekstual dengan kehidupan sehari-hari (Widja, 2008: 39). Gagasan Paulo Freire arahnya selalu berporos pada keberpihakan kepada kaum tertindas (the oppressed), karena dasar dari teorinya merubah manusia yang tertindas menjadi subyek. Beliau mempunyai keyakinan bahwa manusia itu secara fitrah mempunyai kapasitas untuk mengubah nasibnya. Paulo Freire berpendapat bahwa untuk mengubah nasip manusia itu harus mencapai kesadaran kritis. Kesadaran kritis ini melalui beberapa tahap. Freire membagi menjadi tiga tahab, Pertama kesadaran magis yaitu merasa mempunyai masalah tetapi semua diserahkan pada yang kuasa. Belum bisa melihat kausalitas permasalahan, termasuk masalah yang positif maupun yang negatif. Kedua kesadaran naif yaitu menyadari merasa tertindas tetapi mereka mengatasi dengan berkhayal dengan mengucapkan ”lebih baik hidup di jaman kolonial dari pada sekarang. Dulu tidak pernah merasa kekurangann”. Atau mengatasi permasalahan dengan melempar masalah pada temannya. Ketiga kesadaran kritis, yaitu mengalami masalah harus berusaha mencari penyebabnya dan harus mencari solusinya. Dengan demikian ini sudah mencapai kesadaran emansipatoris yaitu menolong dirinya sendiri. Pendapat Paulo Friere selalu sesuai dengan situasi masyarakat yang mengalami ketidak-adilan, ketidakberdayaan dan mereka tidak menyadarinya. Bila masyarakat dalam keadaan terpinggirkan, tak berdaya, akan mempunyai sikap ketergantungan dengan gejala tunduk, ’nrimo’ yang dapat menimbulkan sifat apatis, tak termotivasi dan bersifat dogmatis. Gejala seperti ini disebut masyarakat ’bisu’ (submerged of culture silent) artinya ada ketakutan untuk mengungkapkan pikiran
32 Media Bina Ilmiah dan perasaan sendiri, sehingga diam yang nyaris dianggap sakral, sikap yang sopan dan harus ditaati. Masyarakat belum kritis pada yang membelenggunya (Saksono 2008: 2). Buku Friere mengemukakan, ”dehumanisasi” meskipun merupakan sebuah fakta yang nyata, bukanlah takdir yang turun dari langit, tetapi akibat dari tatanan yang tidak adil yang melahirkan kekerasan dari tangan-tangan para penindas, yang pada gilirannya mendehumanisasikan kaum tertindas. Maksudnya ketidakmanusiaan, ketidakadilan walaupun merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari, itu bukan takdir dari langit tetapi merupakan akibat dari tatanan yang ditimbulkan dari dominasi kekuasaan, yang pada gilirannya nanti akan memanusiakan kembali manusia yang tertindas tersebut (William A. Smith, 2008:1). Dilanjutkan dengan perspektif kritis menurut Habermas, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap ”the dominant ideology” ke arah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidak adilan, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa bersikap netral, bersikap objektif maupun berjarak dengan masyarakat (detachment) seperti anjuran positivisme. Visi pendidikan adalah melakukan kritik terhadap sistem dominan sebagai berpihakan terhadap rakyat kecil dan yang tertindas untuk menciptakan sistem sosial baru dan lebih adil. Dalam perspektif kritis, pendidikan harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi sosial. Dengan kata lain tugas utama pendidikan adalah ’memanusiakan’ kembali manusia yang mengalami ’dehumanisasi’ karena sistem dan struktur yang tidak adil (William F. O’neil, 2008: xvi). Paulo Freire ( dalam Paulus Mujiran, 2002: 126) tentang pendidikan orang tertindas (Paedagogy of the Oppressed). Baginya pendidikan menjadi jalur permanen pembebasan, ada dua tahap, tahap pertama adalah orang menjadi sadar dari penindasan dan melalui praxis mereka mengubah keadaan itu dan tahap kedua dibangun di atas tahap pertama dan merupakan proses permanen aksi budaya pembebasan. Maksudnya adalah Freire tidak punya akses semua realita masyarakat, tetapi ia percaya bila rakyat diberi kebebasan, mereka dapat membangun suatu sistem politik yang responsif terhadap semua kebutuhan mereka. Pendidikan harus diarahkan pada tindakan politik.( Friere tidak menjelaskan tindakan politik yang bagaimana, tetapi secara samar-samar menyebut dibalik sosialisme). Relevansinya adalah sama-sama menghadapi kaum
tertindas, termarjinal, dan si miskin menjadi bisu menunggu nasip. Jadi pendidikan kritis yang dimaksud adalah pendidikan yang mampu menyadarkan anak, membawa anak agar bisa menolong dirinya, membebaskan diri dari hambatan yang menghalangi. Menyadarkan anak agar bersifat kritis terhadap lingkungannya sehingga anak tidak menjadi objek yang tertindas, tetapi menyadarkan anak menjadi subjek yang bisa mengatasi pendidikan yang termarjinal dan bisa memilih pendidikan bemakna sehingga anak di Desa Senggigi bisa mempraktekkan dalam kehidupannya. Teori pendidikan kritis ini untuk mengkritisi kebijakan pendidikan yang belum sesuai dengan keperluan kerja di Kawasan Wisata Desa Senggigi, Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat. PENDIDIKAN BERMAKNA Bagi masyarakat terpinggirkan secara ekonomi maupun pendidikan yang terpenting bukan kualitas pendidikan yang paling bagus, akan tetapi yang bernilai guna. Masyarakat haus akan pendidikan yang bermakna bagi kehidupan masa kini dengan dimasa yang akan datang. Pendidikan akan bermakna bagi kehidupan manusia dalam menunjang kesejahteraannya baik secara material maupun non material. Pendidikan akan menjadi salah satu penentu keberhasilan dari anggota keluarga, oleh karena itu materi pendidikan tidak berorientasi hanya pada teoretis saja, tapi dapat mengantarkan anak menggali potensi yang sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimilikinya. Samani (2007: 16) mengatakan bahwa pendidikan harus bermakna dalam mengupayakan anak didik untuk memberdayakan potensi yang dimilikinya, sebagai bekal hidup di masa depan, untuk memperoleh kebahagiaan hidup. Jadi untuk mencapai hal tersebut, pendidikan sebaiknya tidak hanya memfokuskan pada ranah kognitif saja, tetapi juga harus mampu menjadi media untuk memberdayakan pikiran, hati, perasaan, sosial dan religi. Artinya memberdayakan pikiran itu sama dengan melatih pikiran, hati melatih agar anak mempunyai budi pekerti luhur, perasaan melatih agar mempunyai estetis, sosial agar anak memiliki etika dan moral sehingga bisa bergaul dalam hidup di masyarakat, religi agar anak bisa membedakan yang halal dan haram. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak hanya untuk mendapatkan kelulusan, tapi lebih kepada pembentukan kepribadian individudan peningkatan daya kemampuan sumber daya manusiannya. Buku yang ditulis oleh Samani yang berjudul Menggagas Pendidikan Bermakna (2007) diungkapkan pendidikan yang baik dan bermakna
Artikel Pendidikan 33 pada hakikatnya adalah pendidikan yang mampu mengantarkan dan memberdayakan potensi anak didik sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki, sehingga bisa dipakai sebagai bekal hidup dan dijadikan dasar untuk menghadapi, memecahkan problema dan kompetisi dimasa depan. Pendidikan merupakan komitmen pemerintah dengan masyarakatnya karena masyarakat sebagai penggunanya. Buku yang ditulis Paulus Mujiran yang berjudul Pernik-Pernik Pendidikan (2002) menulis bahwa orang kecil selalu termarjinalisasi oleh perkasanya pasar dalam memperoleh kesempatan pendidikan. Dalam kondisi demikian mereka tidak saja sukar menaikkan taraf hidup dengan memperoleh pendidikan yang layak, tetapi mereka juga dengan mudah diperlakukan tidak adil oleh mereka yang menguasai pangsa pasar. Ini karena sekolah lebih mirip sebagai industri yang kapitalis dari pada sebagai pengemban missi sosial kemanusiaan dalam mencerdaskan bangsa. Sekarang sekolah menjadi lahan bisnis yang mencari keuntungan. Pendidikan dengan amat mudah diperalat untuk melayani masyarakat elite dan bukan sebagai agen perubahan dalam kehidupan masyarakat. Sekolah elite bisa merayu masyarakat dengan iming-iming, menghasilkan lulusan yang berkualitas, langsung kerja, bergengsi. Semua itu memerlukan biaya yang tinggi. Bagaimana dengan si miskin, sekolah kemana si miskin, mereka hanya mengandalkan bantuan dana BOS. Masyarakat yang miskin termajinal, sulit mendapatkan sekolah yang berkualitas. Mereka setelah pendidikan dasar, tidak bisa sekolah lagi karena tidak ada dana bantuan dan biaya sekolah semakin tinggi. Masyarakat miskin selalu mempunyai hambatan kalau mau melanjutkan pendidikannya. Jadi pendidikan yang diperoleh menjadi kurang bermakna dalam kehidupan.Buku yang ditulis oleh Made Pidarta yang berjudul Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia (1997) mengatakan pengembangan teori dan praktek pendidikan, dalam rangka mewujudkan ilmu pendidikan yang bercorak Indonesia. Tujuan dari pendidikan membentuk manusia Indonesia seutuhnya, yang mengembangkan afeksi, sikap belajar, tahu cara belajar, rasa belajar, rasa percaya diri, memiliki etos kerja, kreatif dan produktif. Tercapainya pendidikan tidak terlepas dari pendidikan luar sekolah terutama pendidikan keluarga. Faktor yang paling menentukan kehidupan dan kemajuan pendidikan adalah dedikasi, keahlian, dan keterampilan pengelola pendidikan. manajemen pendidikan perlu banyak strategi, pendekatan, metode, kiat yang menjadi sebab keberhasilan pengembangan peserta didik.
Tulisan tersebut bisa memberi dasar pemikiran untuk membantu menemukan jalan keluar/solusi bagi masyarakat yang belum menemukan pola pendidikan seperti di Desa Senggigi. Harapannya agar masyarakat bisa emansipatoris setelah mengetahui permasalahan yang dihadapinya. Emansipatoris bisa muncul dari tokoh masyarakat, bisa juga muncul dari guru yang ingin merubah kurikulum teoritis menjadi praksis. a. Macam Pendidikan Bermakna Pendidikan bermakna sebetulnya sudah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 12 Tahun 1989 yang berbunyi : Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Untuk menyadari perlunya pendidikan itu harus bermakna, maka perlu juga tahu macam pendidikan. Pendidikan ada dua macam, yaitu formal dan non formal. Yang formal adalah pendidikan diadakan oleh pemerintah dan berjenjang mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk Sekolah Kejuruan, Perguruan Tinggi,. Sedangkan sekolah non formal adalah sekolah yang didirikan oleh masyarakat untuk memenuhi kabutuhan yang diinginkan. Sekolah tersebut adalah kursus, ketrampilan dsb. 1. Pendidikan formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta. Pendidikan formal yang mengandung makna untuk kehidupan bagi masyarakat Desa Senggigi adalah yang sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan pariwisata. Misalnya Sekolah Menengah Pariwisata, Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga (SMKK), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA). Sekolah ini sangat kontekstual bila berada di Senggigi karena sangat dibutuhkan. Masyarakat yang kurang mampu bila anaknya sekolah di kota maka akan kesulitan biaya. Dengan adanya sekolah di Desa Senggigi maka akan terjangkau oleh masyarakat ekonomi lemah. Minimal sudah membantu mengurangi biaya transport. Lulusannya akan ditampung di hotel, restoran dan bar dsb.
34 Media Bina Ilmiah 2. Pendidikan Non Formal. Pendidikan nonformal adalah dalam implementasi program-programnya memiliki model satuan pengelolaan kelembagaan yang sangat bervariasi. Model-model satuan yang dibangun sangat bergantung kepada kebutuhan program, sasaran didik dan kepentingan pengembangan program. Besar kecil model satuan pengelolaan kelembagaan serta luasnya sasaran yang dikembangkan sangat ditentukan oleh kemampuan pengembang (provider) dalam memahami jenis-jenis program yang akan dibangun. Pendidikan nonformal yang diperlukan di Desa Senggigi adalah ketrampilan karena pendidikan ini memerlukan waktu yang singkat dan cepat dinikmati hasilnya. Pengertian dari keterampilan sendiri adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dari kegiatan yang dilakukan dengan belajar dan bekerja berulangkali. Orang yang memiliki keterampilan, atau kemampuan tidak akan sulit mencari uang. Ungkapan ini nampaknya sangat tepat untuk menggambarkan keadaan sosial-ekonomi. Dengan bekal keterampilan, setidaknya membuat orang tidak akan pernah menjadi pengangguran. Meskipun, keterampilan yang dimiliki terbilang biasa-biasa saja, tetap akan memberikan berkah yang lumayan. Adapun ketrampilan yang diperlukan yaitu ketrampilan membatik, melukis, menjahit, kerajinan tangan untuk souvenir, keramik, karena kebanyakan hanya lulusan Sekolah Dasar dan Menengah. a.) Keterampilan Membatik. Batik merupakan salah satu kerajinan dari kebudayaan bangsa Indonesia yang memiliki nilai seni yang tinggi. Pada jaman dahulu , batik merupakan keterampilan yang dimiliki oleh kaum perempuan dan kemudian menjadi salah satu mata pencaharian. Untuk melestarikan kebudayaan bangsa yang bernilai seni tinggi dan untuk meningkatkan kemampuan keterampilan kaum perempuan. Awalnya keterampilan khusus perempuan karena pekerjaan yang memerlukan ketelatenan dan ketelitian. Tetapi sekarang sudah jamannya kesetaraan gender, jadi laki-laki atau perempuan sama saja asal menguasai ilmunya dan mampu mengerjakan. Keterampilan membatik tidak hanya untuk baju, tetapi bisa untuk lukisan, keramik, handycraf, atau pernak-pernik antik. Batik sudah merupakan identitas Indonesia, tapi corak batik bisa menunjukkan letak daerah masing-masing. Bila ketrampilan ini diajarkan di Desa Senggigi maka para remaja dan pemuda akan mempunyai ketrampilan yang dibutuhkan untuk souvenir.
b.) Keterampilan Melukis. Melukis merupakan keterampilan menggoreskan alat lukis di atas permukaan media lukis. Dengan keterampilan tersebut, maka hasil goresan alat lukis menjadi sesuatu yang menarik. (Anne,). Keterampilan melukis apabila ditekuni akan mendapatkan imbalan yang besar. Lukisan yang bagus akan memiliki harga yang tinggi. Pendapat ini bisa dilihat pada hasil karya pelukis professional yang terkenal Afandi, Sudjoyono dsb. Apalagi bila pelukis tersebut memiliki ciri khas, mencerminkan identitas pelukis dan adat daerah maka akan digemari oleh wisatawan untuk souvenir. c.) Keterampilan Keramik Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan ensiklopedi tahun 1950an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Tetapi saat ini tidak semua Suvenir Keramik / Souvenir Keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat. (Yusuf, 1998:2). Keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh Keramik mempunyai sifat rapuh, keras, dan kaku. Sifat yang umum dari Kerajinan Keramik / Pernak Pernik dan mudah dilihat secara fisik pada kebanyakan jenis keramik adalah britle atau rapuh, hal ini dapat kita lihat pada keramik jenis tradisional seperti barang pecah belah, gelas, kendi, gerabah dan sebagainya, coba jatuhkan piring yang terbuat dari keramik bandingkan dengan piring dari logam, pasti keramik mudah pecah. Sifat lainya adalah tahan suhu tinggi, sebagai contoh keramik tradisional yang terdiri dari clay, flint dan feldfar tahan sampai dengan suhu 1200 C, keramik engineering seperti keramik oksida mampu tahan sampai dengan suhu 2000 C. kekuatan tekan tinggi, sifat ini merupakan salah satu faktor yang membuat penelitian tentang keramik terus berkembang. Secara singkat keramik dapat diartikan sebagai benda ataubarang-barang pecah belah, namun masyarakat awam mengartikanbenda keramik sangat terbatas, hanya pada barangbarang berkesanmewah, seperti, guci, cangkir, piring, dan benda-benda porselin lainnya, yang mengkilap berlapiskan Glasir. Sebenarnya dalam
Artikel Pendidikan 35 batasan keramik itu disebutkan gerabah seperti cerek, priuk, tempayan dan pulatermasuk genteng dan batu bata yang diproduksi secara tradisional olehpengrajin-pengrajin di pedesaan dengan pola dan tehnik yang sangat sederhana .(Made Subrata) Kerajianan keramik sama dengan kerajinan gerabah. Bahan dasarnya adalah tanah liat. Bahan bakunya tidak sulit untuk didapatkan. Banyak narasumber yang bisa dimanfaatkan untuk melatih para remaja yang sudah lulus Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama, tetapi tidak bisa melanjutkan. Narasumber ini bisa didatangkan dari pegawai perindustrian Kabupaten Lombok Barat. Keramik salah satu yang digemari oleh turis sebagai souvenir dan corak Lombok yang berbeda dengan daerah lain. Keramik Lombok sudah terkenal yang mempunyai ciri khas keunikan, sebagai simbul identitas Lombok. d.) Keterampilan menjahit Keterampilan menjahit merupakan salah satu dari usaha tata busana tingkat dasar. Menjahit diperlukan bagi mereka yang berada di kawasan wisata karena untuk membuat pernak-pernik souvenir. Apalagi bila sudah mencapai tingkat ahli, maka bisa dimanfaatkan oleh hotel untuk menjahit baju seragam. Keterampilan ini mengarahkan pembekalan bagi anak untuk memikirkan apa yang akan terjadi kepada anak setelah lulus sekolah. Bila anak mempunyai bekal keterampilan aplikatif maka orang tua merasa cukup memberi modal bagi anaknya. Ini yang belum dimiliki oleh para pemuda dan remaja di Desa Senggigi. Juga salah satu penyebab banyaknya jumlah pengangguran yang akan menambah beban untuk memajukan. desa. Kalimat tersebut sesuai yang dimuat dalam Koran Kuningan News “Jejen, penjahit keliling asal Pasapen yang sering mangkal di kawasan jalan Veteran Kuningan. Meskipun hanya sebagai penjahit keliling, ternyata Jejen dapat meraih penghasilan yang cukup besar.Jejen menuturkan, dirinya bersyukur dapat dikaruniai keterampilan menjahit. Berkat keterampilanya ini, Jejen dapat membawa uang 100 ribu rupiah perharinya. “Sebenarnya sih, penghasilan saya tidak menentu mas. Mungkin sesuai dengan rezeki yang telah ditentukan Allah” Jasa yang ditawarkan Jejen cukup berfariasi, dari mulai menjahit pakaian, hingga permak levis dan jenis pakaian lainnya. “Pelanggan saya itu, kebanyakan anak-anak muda mas. Mereka mempercayakan kepada saya untuk mempermak levisnya. Namun, banyak juga sih yang sengaja menjahit celana atau baju,” jelasnya. Jasa yang ditawarkan Jejen cukup
berfariasi, dari mulai menjahit pakaian, hingga permak levis dan jenis pakaian lainnya. “Pelanggan saya itu, banyaknya anak-anak muda Mas. Mereka mempercayakan kepada saya untuk mempermak levisnya. Namun, banyak juga sih yang sengaja menjahit celana atau baju,”ungkapnya. Sedangkan untuk ongkos, kata Jejen, sangat bervariasi. Hal itu disesuaikan dengan tingkat kesulitan pekerjaan. “Kalau sekedar potong levis hanya Rp 5 ribu, permak levis atau pakaian sebesar 15 ribu rupiah. Sedangkan menjahit celana sekitar 35-40 ribu rupiah, dan jahit pakaian sebesar 40 ribu rupiah,” bebernya. jelasnya” ucapnya kepada Kuningan News, Kamis (5/5).Contoh di atas hanya sebagai kiasan bila orang punya keterampilan menjahit, bisa mencari uang. Bila keterampilan tersebut bisa diaplikasikan untuk keperluan pariwisata, maka akan mendatangkan penghasilan pribadi. Semua keterampilan di atas akan dimiliki dengan cepat bila orang tersebut telah memiliki kesadaran kritis, yaitu sudah menyadari kekurangannya, menyadari mengapa dirinya menjadi kelas bawah, sehingga dengan sendirinya berusaha untuk mengatasi kekurangannya. Apabila kesadaran itu datang dari dirinya sendiri, maka motivasi untuk mengatasi masalahnya akan tinggi. Kesadaran ini disebut dengan emansipatoris dan oleh Paulo Freire disebut dengan kesadaran kritis. SIMPULAN Keterampilan bila dimiliki oleh seseorang maka akan mendatangkan keuntungan Keterampilan yang dimiliki bisa dijadikan mata pencaharian dan bisa menghindari pengangguran. Untuk mendapatkan keterampilan tersebut maka harus masuk sekolah bermakna, agar setelah lulus sekolah sudah memiliki keterampilan yang bisa dipakai untuk mencari matapencaharian. Sekolah bermakna sangat cocok dan sesuai didirikan di Desa Senggigi, sehingga anak-anak setelah lulus Sekolah Dasar bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya dengan tidak memerlukan biaya yang mahal. Ini perlu diketahui, karena Desa Senggigi lokasinya jauh dari pusat pendidikan, sehingga bila melanjutkan sekolah lebih tinggi akan memerlukan biaya yang banyak untuk transportasi. DAFTAR PUSTAKA Dani, 2011. Kuningan Knews, 5 Mei 2011 Dawam, Ainurrofiq. 2003. Emoh Sekolah. Menolak ”Komersialisasi Pendidikan” dan Kanibalisme Intelektual, Menuju Pendidikan Mutikultural. Yogyakarta:
36 Media Bina Ilmiah Inspeal Ahimsakarya Press. http://id.wikipedia.org/wiki/Keramik. Lubis, Ahyar Yusuf. 2006. Dekonstruksi Epistemologi Modern dari Posmodern, Teori Kritis, Posklonial hingga Cutural Studies, Jakarta: Pustaka Indonesia Satu. Mujiran.Paulus.2002.Pernak-pernik Pendidikan Manivestas idalam Keluarga, Sekolah dan Penyadaran gender. Yogyakarta: Pustaka Relajar. Nuryatno, M Agus.2008. MazhabPendidikan Kritis. Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik dan Kekuasaan. Yogyakarta: Resist Book Pendit, S. Nyoman. 2006. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT Pratnya Paramita. Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Saksono.
Ign Gatut. 2008. Pendidikan yang Memerdekakan Siswa. Yogyakarta: Rumah Belajar Yabankas
Samani, Muchlas. 2007. Menggagas Pendidikan Bermakna: Integrasi Life Skill-KBCTLMBS. Surabaya: SIC. Smith, A. William. 2008. Conscientizacao Tujuan Pendidikan Paulo Friere. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Widja, Gede, 2008. Pendidikan Sebagai Ideologi Budaya, Suatu Pengantar ke Arah Pendidikan Kritis, Materi kuliah, Denpasar: Universitas Udayana. Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendidikan, Menemukan Kembali Pendidikan Yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.