Arsitektur Rumah Pacenan di Desa Nelayan Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo Mohammad Arifurrohman, Gede Eka Harsana Koriawan, I Nyoman Radiase Jurusan Pendidikan Seni Rupa Univesitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
Email.
[email protected],
[email protected],
[email protected].
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) sejarah dan keberadaan Rumah Pacenan di Kecamatan Jangkar; (2) pola arsitektur dilihat dari pembagian ruang, fungsi, hiasan atau ornamen serta nilai estetis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah tiga orang tukang pembuat rumah pacenan dan budayawan dan objek penelitian ini adalah rumah pacenan. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, wawancara dan kepustakaan. Dengan menggunakan analisis domain dan taksonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Sejarah rumah pacenan di Kecamatan Jangkar yaitu ada seorang laki-laki yang melamar seorang gadis di Desa Jangkar yang membuatkan rumah sebagai mas kawinnya, kemudian rumah itu disebut dengan rumah pacenan karana lelaki tersebut berasal dari tanjung pecinan. Kemudian rumah tersebut dikembangkan. Keberadaan rumah pacenan di Kecamatan Jangkar sudah banyak yang mengalami modifikasi hal ini dikarenakan beberapa faktor antara lain: banyak bagian rumah yang sudah lapuk, bagian rumah pacenan dijual karena harga menggiurkan dan memodifikasi rumah pacenan karena ingin mengikuti tren hari ini. (2) pola arsitektur rumah pacenan menggunakan pola atap seperti gunung yang disebut dengan bubung, menggunakan empat tiang belakang dan dua tiang depan . ukuran rumah pacenan menggunakan ukuran kaki dan sangat bervariasi antara lain 15, 17, 19 dan 21. Rumah pacenan mempunyai 2 ruang yaitu amper/ruang tamu berfungsi tempat menerima tamu dan roma /tempat istirahat berfungsi sebagai tempat istirahat bersifat pribadi tidak sembarang orang boleh masuk kecuali orang yang sudah diizinkan oleh tuan rumah. Ornamen pada rumah pacenan kebanyakan dengan motif hewan, bunga dan geometris tidak ada nilai historis didalamnya hanya berfungsi sebagai nilai keindahan saja. Nilai estetis dari rumah pacenan terlihat saat semua bagian dari rumah pacenan berjalan dengan sebagaimana fungsinya.
Kata kunci : arsitektur, sejarah, pacenan ABSTRACK This study aims to determine: (1) the history and existence of Home Pacenan in District Jangkar (2) architectural pattern seen from the division of space, function, decoration or ornament and aesthetic value. This research is a descriptive qualitative approach. The subjects were three other carpenters and cultural pacenan home maker and the object of this study is pacenan home. The method used for collecting data in this
study are documentation, interviews and literature. By using the domain analysis and taxonomy. The results of this study indicate that: (1) The history of the house pacenan in District Jangkar there was a man who proposed to a girl in the village of Jangkar that he made the house as a dowry, then the house was called the house pacenan because these man came from the promontory of Chinatown. Then the house was developed. The existence of houses in the district pacenan in Jangkar many have been modified this is due to several factors, among others: many parts of the house that had rotted, part pacenan homes sold for an amazing price and modify pacenan houses because they want to follow the trend these days. (2) architectural pattern pacenan home using a pattern roof like a mountain ridge called, using four-pole and two-pole behind the fron.. The size pacenan home use foot size and vary considerably among others 15, 17, 19 and 21. The house has two rooms that pacenan amper / living room serves the reception area and roma / rest area serves as a place of rest is personal not just anyone allowed in except people who have been permitted by the host. Ornaments at house pacenan mostly with motifs of animals, flowers and geometric no historical value of art in it, only serves as an aesthetic value alone of art are same. Pacenan aesthetic value of art the house looks when all parts of the house pacenan running as its function. Keywords: architecture, history, pacenan
Pendahuluan Indonesia adalah Negara kepulauan yang kaya akan keragamaan budaya dan adat istiadat yang menyabar dari ujung barat keujung timur. Keberagaman di tandai dengan perbedaan bahasa daerah, tarian, pakaian adat, dan tentu saja rumah rumah tradisioanl yang semuanya memiliki ciri khas dan keunikan arsitekturnya. Dipulau jawa terdapat perbedaan bentuk rumah tradisional antara lain; (1) Jawa barat yang di sebut dengan rumah sunda dengan ciri khas rumah punggung dan (2) Jawa tengah yang di sebut dengan rumah joglo dengan ciri khas yang terbuat dari kayu, atapnya terbentuk gunung dan menggunakan dua tajung yaitu: tajung joglo dan tajung loro.Biacara tentang gunung. Dalam kehidupan orang jawa gunung dijadikan sebagai sesuatu yang tinggi dan banyak dituangkan kedalam berbagai simbol, khususnya untuk simbol simbol yang berkenaan dengan sesuatu yang magis dan mistis. Hal ini di karenakan adanya pengaruh kekuatan keyakinan masyarakat tentang gunung. Tidak hanya di Jawa tengah yang terdapat rumah joglo. Rumah joglo juga terdapat di Jawa timur dan juga ada beberapa bentuk rumah joglo yang ada di Jawa timur yaitu; joglo lawakan, joglo sinom, joglo sempongan, joglo pangrawit, dan joglo mangkurat..Dalam sebuah buku pengantar arsitektur ( Snyder.,1994:13-15) mengungkapkan ( Arsitektur rumah joglo menyiratkan pesan-pesan kehidupan manusia terhadap kebutuhan “papan”. Bahwa rumah bukanlah sekedar tempat berteduh, tapi ia juga merupakan “perluasan” dari diri manusia itu sendiri berbaur harmoni dengan alam di sekitarnya).
Di Jawa timur selain rumah joglo juga terdapat aristektur bangunan tradisional yaitu: rumah pacenan, rumah ini sangat banyak ditemukan di Kecamatan Jangkar khususnya di Desa Jangkar. Masyarakat di sana sebagian besar bekerja sebagai nelayan karena dilihat dari letak geografisnya Desa Jangkar merupakan daerah pesisir dan penghasil ikan yang cukup besar. Di lihat dari bentuk arsitektur rumah pacenan yang ada di Desa Jangkar yaitu pada ruang tamu terdapat beberapa kursi dan lencak yang digunakan sebagai tempat berkumpul. Selain banyak makna yang terkandung pada ornamen atau ukiran yang dijadikan pembatas antara ruang tamu dan ruang istirahat. Ornamen rumah pacenan sangat beragam antara lain , ada yang berbentuk kuda, bunga, burung, serta ukiran yang tidak berbentuk melainkan sebagai penghias. Masyarakat menggunakan rumah pacenan tersebut secara turun temurun. Pada saat penulis melukakan observasi kelapangan penulis melihat pada rumah pacenan yang terdapat tahun pembuatan yang di ukir, tahun pembuatan tersebut berkisar dari tahun 1700-1800, sehingga penulis mempunyai niat untuk mengangkat sebagai judul karya ilimiah selain beberapa faktor diatas penelitian ini belum ada yang meneliti sebelumnya. Dan dari paparan diatas penulis sangat ingin mengetahui lebih dalam lagi rumah pacenan sehingga penulis mempunyai dorongan untuk meneliti dengan judul (Arisektur rumah pacenan di Desa Nelayan Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa timur). Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui sejarah rumah pacenan dan keberadaannya.
(2) untuk mengetahui pola arsitektur rumah pacenan.
yaitu rumah pacenan serta elemenelemen yang ada didalamnya.
Metode Penelitian
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode atau teknik observasi, wawancara, pendokumentasian, dan teknik kepustakaan. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan analisis taksonomi dan domain.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif . penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya memaparkan apa yang terdapat dalam sebuah kanca, lapangan, atau kelompokkelompokan menurut jenis, sifat, dan kondisinya menurut (Arikunto., 2010:3). Data pendeskripsian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memaparkan tetang sejarah arsitektur rumah pacenan dan keberadaannya, dan bagaimana pola arsitektur rumah pacenan dilihat dari segi (pembagian ruang, fungsi, hiasan atau ornamen serta nilai estetiknya. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berdasarkan pada penemuanpenemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistic atau dengan cara-cara kuantifikasi. Penelitian kualitatif dapat mewujudkan kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, penggerakan sosial, dan hubungan kekerabatan. Lokasi yang menjadi pusat penelitian arsitektur rumah pacenan adalah Desa Jangkar, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo. Desa tersebut merupakan suatu lingkungan yang dekat dengan laut dan sebagian masyarakatnya bekerja sebagai nelayan oleh karena itu disebut dengan desa nelayan. Subjek dan objek dalam penelitian ini yaitu tukang pembuat rumah pacenan dan tokoh masyarakat yang mengerti tentang sejarah rumah pacenan yang ada di Desa jangkar tersebut. Objek penelitian ini
Pembahasan 1) Sejarah dan Keberadaan Rumah Pacenan
Gambar 1 foto rumah pacenan (foto:Penulis) Sejarah rumaha pacenan sebenarnya bukan pacenan tetapi pecinan namun masyarakat banyak menyebutnya. Rumah pecenan sebelum ada di Kecamatan Jangkar sudah berkembang di daerah Tanjung Pecinan itu sendiri kurang lebih tahun 1870. Rumah pacenan sebelum menjadi rumah tradisional di Situbondo dulunya berbentuk seperti rumah tradisional Madura, pada saat pembuatan tukang yaitu dengan nama tanaian lanjheng ( halaman panjang) pada tahun 1863. Setelah kurang lebih dari 5 tahun tukang asli dari Tanjung pecinan memodifikasi bentuk atap, ruang tamu beserta beberapa ornamenornamen dan memberi pelindung pintu dan jendela, menurut bahasa daerah lebeng kareppek dan jendela kareppek. Setelah melalui beberapa modifikasi jadilah rumah yang
mempunyai ciri khas yaitu rumah pacenan. Banyak orang asli pacenan yang menikah kedaerah kecamatan dan desa di daerah Situbondo sehingga rumah pacenan tersebar luas. Sejarah rumah pacenan dikampung nelayan Kecamatan Jangkar menurut mbah Jojo selaku tukang pembuat rumah pacenan yang ada di kecamatan Jangkar mengatakan bahwa adanya rumah pacenan di daerah tersebut berawal dari seorang laki-laki yang berasal dari derah Tanjung Pecinan yang melamar seorang perempuan yang ada di Kecamatan Jangkar dibuatkan sebuah rumah sebagai mas kawinnya, Pada waktu itu kurang lebih tahun 1880 sebelum Indonesia merdeka. Rumah pacenan merupakan rumah yang sakti karena sangat tahan gempa. Pada tahun 1880 keatas di kecamatan Jangkar hamper semua masyarakat disana menggunakan bentuk arsitektur rumah pacenan, tetapi sejak belanda masuk ke Indonesia baru ada bangunan-bangunan, kemudian sebagian masyarakat menggunkan bentuk-bentuk rumah gedongan. Keberadaan rumah pacenan pada saat ini di Kecamatan Jangkar sebagian besar sudah tidajk seperti bentuk rumah pada aslinya karena banyak bagian rumah yang sudah lapuk dimakan rayap kemudian dimodifikasi, selain itu masyarakat yang mempunyai rumah pacenan bagian rumah pacenan dijual karena harga yang cukup menggiurkan kurang lebih 1-2 juta dan masyarakat hari ini sudah tidak memilih rumah pacenan idamannya melainkan arsitektur rumah gedung minimalis, masalah ini dikarenakan dalam membuat rumah pacenan dana yang harus dikeluarkan sama
saja dengan membuat rumah gedung minimalis sekitar 100 juta menurut Mbah Jojo selaku pembuat rumah tradisional. 2) Pola Arsitektur Rumah Pacenan dilihat dari segi (pembagian ruang, fungsi, hiasan atau ornamen serta nilai estetik.
Gambar 2 bagian-bagian rumah pacenan (foto:penulis) Pola arsitektur rumah pacenan menggunakan 14 tiang yaitu : 6 tiang depan, 4 tiang tengah dan 4 tiang belakang , dalam bahasa daerah tiang disebut soko rabe yang merupakan penyanggah pada rumah pacenan. Kemudian pengukuran atap menggunakan ukuran kaki (pecak) pengukuran tersebut dipakai untuk mengukur lebarnya saja dan pengukuran berkisar pada 15,17,19 dan 21 sesuai dengan permintaan. 1 pecak itu kalau diukur dengan satuan cm sama dengan 25 cm. Ada beberapa ukuran pada rumah pacenan yaitu 17,19, dan 21.
Rumah pacenan yang menggunakan ukuran pecak 17 ukuran tabing tongkok yang digunakan lebar 155 cm tinggi 70 cm, tumpuan lantai lebar 460 cm dan tinggi 60 cm, kepat ereng lebar 250 cm dan tinggi 250 cm dan kepat ereng rosok lebar 460 cm dan tinggi 460 cm. Pecak 21 ukuran tabing tongkok lebar 185 cm dan tinggi 75 cm, ukuran tumpuan lebar 555 cm dan tinggi 70 cm, ukuran kepat ereng lebar 350 cm dan tinggi 305 cm 11 biji dan kepat ereng tengah tinggi 345 dan lebar 555 cm. Pecak 25 ukuran tabing tongkok lebar 215 dan tinggi 80 cm, ukuran res lebar lebar 645 cm dan tinggi 85 cm, kepat ereng lebar 340 cm dan tinggi 340 cm, kepat ereng rosok lebar 340-360 cm menggunakan 13 biji kayu dan tinggi 645 cm. Arsitektur rumah pacenan menggunakan tiga atap, yaitu atap depan, tengah dan belakang diselasela antara atap belakang dan depan segi tiga yang disebut dengan bubung berfungsi sebagai penyambung antara atap depan dan belakang. Bubung merupakan bagian atap tengah pada rumah pacenan yang berfungsi sebagai penghubung anatara tepas belakang dan depan. Bubung berbentuk segi tiga seperti gunung kerena mengandung makna simbolis menurut masyarakat disana gunung merupakan tempat upacara meminta hujan bagi masyarakat Jangkar. Dilaksanakn di gunung karena gunung merupaka tempat tertinggi dekat dengan langit dan kepercayaan apabila dekat dengan langit apabila berdoa cepat dikabulkan. Res/Dheg on dheg merupakan tumpuan rumah pacenan
yang dekat dengan pantai ukuran tumpuan yang dipakai sangat bervariasi karena tergantung dengan kegunaannya. Tumpuan rumah yang dekat dengan laut ukurannya sangat berbeda dengan tumpuan rumah yang jauh dari laut, tumpuan rumah yang dekat dengan laut lebih tinggi Karena apabila air laut pasang tumpuan tersebut bisa menghambat terjadi masuknya air kedalam rumah. Semua rumah tradisonal memiliki cirri khas masing-masing menyesuaikan dengan keadaan alam , fungsi dan adat istiadat kampong setempat. (Anwar dan Nugraha.,2013:8). a)
Pembagian Ruang Rumah Pacenan
Ruangan pada rumah pacenan di bagi menjadi dua yaitu amper dan roma
Gambar 3 denah rumah pacenan (foto: penulis)
Amper merupakan ruangan paling depan, pada ruangan ini terdapat beberapa fungsi dan lencak. Kursi yang dipakai yaitu kursi sederhana. Lencak merupakan tempat berkumpulnya keluarga apabila bersilaturrohmi khususnya bagi kaum wanita.
b)
Roma merupakan ruang tengah, ruangan ini biasanya dipakai untuk beristirahat, menyimpan barang-barang perabotan rumah tangga, alat-alat yang bernilai seperti sepeda motor selain itu sebagai tempat bersantai dan tempat makan. Ruangan ini sifatnya pribadi tidak sembarang orang bisa masuk keruangan ini kecuali keluarga dan orang yang sudah diizinkan. Rumah tradisonal jawa memiliki ruang khusus yang dibuat sebagai penghormatan terhadap Dewi Sri yang dianggap sangat berperan dalam semua sendi kehidupan masyarakat jawa (Widayat., 2014:7). Tetapi berbeda dengan masyarakat Jangkar yang memiliki rumah pacenan tidak memiliki kepercayaan seperti yang disebutkan karenan ketika melakukan penelitian tidak ada ruang yang terpisah dan kosong kecuali dapur merupakan ruangan terpisah dari rumah tersebut dan rumah pacenan hanya memiliki dua ruang yaitu amper dan roma. Fungsi Ruang
Masing-masing
Gambar 4 amper (foto: penulis)
Gambar 5 roma (foto:penulis) Rumah pacenan memiliki dua ruang yaitu amper dan roma kedua ruang tersebut memiliki fungsi yang berbeda berikut merupakan fungsi dari ruang tersebut. Amper berfungsi sebagai tempat menerima tamu, tempat santai bagi pemilik rumah selepas dari sawah dan tempat menaruh alat persawahan seperti cangkul, arit, sepeda ontel untuk pergi ke sawah, jemuran apabila musim hujan. Sebagai tempat jaring bagi masyarakat yang bekerja sebagai nelayan. Dalam rumah pacenan ruang ini sangat diperlukan dalam kegiatan sosial budaya masyarakat Jangkar selain berfungsi yang sudah disebutkan ruang tamu juga berfungsi sebagai tempat para undangan apabila pemilik rumah mengadakan syukuran. Masyarakat Jangkar sering mengadakan selametan rumah yang disebut dengan selametan rokat. Selametan rokat ini merupakan acara selamatan rumah dan mengundang tetangga atau sanak famili untuk berkumpul dan berdoa agar rumah tersebut diberi keselamatan sebagai tempat bernaung atau tempat tinggal terhindar dari sihir dan diakhiri dengan penanaman kue yang sudah didoakan dan beberapa bagian ayam yaitu : kaki, kepala, dan sayap. Upacara ini sudah turun temurun dan sering dilakukan setiap tahun.
Sedangkang Roma berfungsi sebagai tempat beristirahat, santai, tempat barang prabotan rumah tangga, berkumpul bersama keluarga, tempat makan, ruang keluarga, tempat motor, dan lain sebagainya kecuali mandi dan memasak karena dapur ruangannya dibuat di luar Rumah Pacenan. Dalam roma tidak ada pembatas ruangan lagi melainkan ranjangranjang yang tertata rapi seperti yang dijelaskan oleh (Susanto, 2011:338) ruang merupakan istilah yang dikaitkan dengan bidang dan keluasan , yang kemudian muncul dengan istilah dwimatra dan trimatra. Dalam bahasa seni rupa batas atau limit juga sering dikaitkan dengan bidang ruang yang kadang-kadang bersifat tidak terbatas, sehingga ruang kadang-kadang tidak dianggap sebagai pembatas fisik dalam berkarya seni. Seperti halnya arsitektur rumah pacenan yang tidak ada pembatas, yang ada beberapa ranjang atau lipan yang ada di dalam roma tidak pembatas ruang antara ranjang satu dengan yang lain. c)
Hiasan atau ornamen pada rumah pacenan
Hiasan atau ornamen pada rumah pacenan terbagi atas empat bagian, yaitu: dua hiasan tabing tongkok pada bagian depan kiri dan kanan, hiasan dan ornamen pada kepat ereng samping kanan dan kiri, ornamen pada atas pintu masuk kedalam roma, dan dua ornamen diatas jendela kanan dan kiri. Ornamen pada rumah pacenan yaitu terbuat dari kayu yang diukir dan tidak memiliki nilai histori melainkan hanya sebagai fungsi penghias saja berbeda dengan ornamen-ornamen candi di Indonesia yang mempunyai makna dan histori. d)
Fungsi dari masing-masing ornamen yang pada rumah pacenan
Tabing Tongkok
Gambar 5 tabing tongkok (foto:penulis) Tabing Tongkok merupakan ciri khas dari Rumah Pacenan, hiasan ini letaknya paling depan selain berfungsi sebagai penghias juga sebagai pemisah antara halaman rumah. Rongga pada hiasan berfungsi sebagai sirkulasi udara. Ukuran tabing tongkok sangat bervariasi tergantung pada pecak atau ukuran kaki untuk ukuran pecak 17 ukuran tabing tongkok lebar 155 cm dan tinggi 70 cm, pecak 21 ukuran tabing tongkok lebar 185 cm dan tinggi 75 cm, dan untuk pecak 25 ukuran tabing tongkok yang dipakai lebar 215 dan tinggi 80 cm. Motif ornamen pada tabing tongkok yaitu menggunakan motif geometris karena dilihat dari betuknya memainkan garis, lengkung,dan lurus. Desain geometris dirancang berdasarkan elemen geometris, seperti persegi panjang, lingkaran, oval, kotak, segitiga, persegi (segi empat, segi lima, dan segi enam) kerucut, jajar genjang, silendris (silender) dan berbagai jenis lainnya (Sugeng Toekio M., 2000:33) motif-motif tertua dari bentuk ornamen yaitu motif geometris ini lebih banyak memanfaatkan unsur-unsur dalam ilmu ukur seperti garis, lengkung, lurus, lingkaran, segitiga dan segi empat.
Kepat Ereng
Hiasan pintu masuk rumah
Gambar 7 hiasan masuk roma (foto: penulis)
Gambar 6 kepat ereng (foto:penulis) Kepat ereng merupakan bagian pinggir kanan dan kiri pada Rumah Pacenan yang letaknya menyambung dengan tabing tongkok, fungsi utamanya yaitu sebagai unsur penghias yang mana menjadi ciri utama dari Rumah Pacenan dan sebagai sirkulasi udara. Kepat ereng juga memiliki ukuran, pengukuran tersebut tergantung pada atap dan menggunakan pecak. Ukuran pecak 25, ukuran kepat ereng yang digunakan lebar 340 cm dan tinggi 340 cm kayu di tengah-tengah berjumlah 13 , ukuran pecak 21, ukuran kepat ereng yang digunakan lebar 305 cm dan tinggi 305 cm kayu yang di tengah-tengah berjumlah 11 biji, dan yang terakhir ukuran pecak 17, ukuran kepat ereng yang digunakan lebar 250 dan tinggi 250 jumlah kayu di tengah-tengah berjumlah 9 biji. Ornamen yang digunakan sangat bervariasi dari 1 satu rumah dengan rumah yang lain ada yang berbentuk geometris dan ada juga motif bunga. Tetapi dari motif tersebut tidak memiliki nilai historis melainkan nilai keindahan saja.
Hiasan pada pintu masuk roma merupakan suatu penghias dari Rumah Pacenan, ornamen yang dipakai kebanyakan motif bunga, burung dan kuda karena menurut Mbah Jojo sebagai tukang pembuat Rumah Pacenan motif ini yang cocok digunakan mulai zaman dulu dan diminati oleh masyarakat. Fungsi utama sebagai penghias dan sebagai tanda tahun pembuatan rumah karena di tengah motif tersebut terdapat tahun yang diukir. Ukuran ornamen pada rumah pacenan 50 -80 cm, motif yang digunakan hewan yaitu kuda dan motif bunga tetapi motif bunga yang digunakan tidak jelas karena sudah mengalami stilirisasi. Penggambaran motif tumbuhan dalam seni hias (ornamen) dilakukan dengan berbagai cara baik natural maupun stilirisasi sesuai dengan keinginan senimannya. Demikian juga dengan jenis tumbuhan yang dijadikan objek atau inspirasi juga berbeda-beda tergantung dari suatu lingkungan (alam, sosial dan kepercayaan pada waktu tertentu) tempat motif tersebut dibuat. Motif tumbuhan yang merupakan hasil gubahan sedemikian rupa jarang dapat dikenal dari jenis dan bentuk tumbuhan apa sebenarnya yang digubah atau distilirisasi karena telah
diubah dari bentuk aslinya (Nikanaya dan Sudara, 1994:20).
Hiasan atas jendela
penerapannya, motif kekarangan tersebut tidak bisa berdiri sendiri, atau dalam artian motif-motif tersebut terkait antara satu dengan yang lain (Nikayana dan Sudara, 1994:33). e)
Gambar 8 hiasan atas jendela (foto: penulis) Hiasan di atas jendela merupakan suatu penghias dari Rumah Pacenan, fungsi utamanya merupakan sebagai penghias karena tidak ada unsur penyampaian makna pada ornamen tersebut. Ornamen yang dipakai pada penghias jendela kebanyakan berupa motif bunga, burung dan motif geometris. Motif-motif yang digunakan merupakan motif yang sudah mengalami stilirisasi kecuali motif geometris yang memainkan unsur garis, lengkung, persegi, segi tiga, silinder dan lain-lain. Motif burung yang walaupun mengalami stilirisasi tetapi tetap bisa ditangkap. Penggambaran binatang dalam ornamen merupakan hasil gubahan atau stilirisasi, jarang binatang secara natural, tapi hasil gubahan tersebut masih mudah dikenal bentuk dan jenis binatang yang digubah atau distilirisasi. Motif ini diambil dari berbagai macam binatang yang telah distilirisasi atau disederhanakan, disamping bentukbentuk lainnya yang diproses begitu jauh dan terkadang motif tersebut sukar untuk dikenali bentuk aslinya (distorsi), dan motif-motif kekarangan tersebut sering dikombinasikan dengan motif lainnya yang bervariasi. Dalam
Nilai estetik
arsitektur Rumah Pacenan biarpun sudah tercipta sejak tahun 1880 tukang sudah mengerti tentang fungsi dan keindahan pada ornamen Rumah Pacenan. Selain itu ornamen pada Rumah Pacenan memiliki estetik nilai tambah karena mempunyai unsur keindahan seperti yang disebutkan oleh (Susanto 2011: ) bahwa ornamen yang pada suatu karya seni atau arsitektur bangunan merupakan unsur estetik yang mendukung dalam suatu karya seni atau arsitektur bangunan. Menurut Mbah Jojo sebagai tukang pembuat rumah, keindahan yang dimaksud dalam Rumah Pacenan adalah saat rumah pacenan diciptakan semua fungsinya berjalan dengan baik. Kesimpulan Keberadaan rumah pacenan/pecinan di Desa Nelayan, Jangkar, Situbondo berawal dari adanya seorang laki-laki dari daerah Tanjung Pecinan yang melamar seorang perempuan di Desa Jangkar sebagai maskawin dibuatkan rumah yaitu yang mempunyai nama rumah pacenan karena laki-laki yang melamar berasal dari Tanjung Pecinan. Tanjung Pecinan merupakan daerah pinggir pantai letaknya 5 Km kearah timur dari pusat kota Situbondo dan 10 Km kearah utara. Rumah pacenan/pecinan sebelum masuk ke daerah lain khususnya desa Jangkar sudah berkembang di daerah Tanjung Pecinan itu sendiri, sebelum menjadi rumah asli tanjung Pecinan dulu bentuk arsitekturnya tidak seperti yang sekarang. Bentuk
arsitekturnya mirip dengan rumah tradisional Madura karena dulu ada orang asli Madura yang menetap di Tanjung Pecinan dan membuat rumah beberapa tahun kemudian rumah tersebut dimodifikasi pada bentuk atap dan penambahan ornamen pada ruang depan oleh tukang asli dari Tanjung Pecinan. Setelah masyarakat asli dari Tanjung Pacinan banyak yang ikut istrinya di Desa di daerah Situbondo maka tersebarlah rumah pacenan di daerah lain. Keberadaan rumah pacenan di Desa Jangkar pada saat ini sebagian besar sudah banyak yang di modifikasi karena pada bagian rumah pacenan sudah rapuh, pada saat ini masyarakat jangkar sudah tidak tertarik dengan rumah pacenan karena rupiah yang dikeluarkan untuk membuat rumah pacenan sama dengan membuat rumah gedung. Pola arsitektur pada rumah pacenan menggunanakan 14 soko rabe (tiang) ,yaitu ; 6 soko rabe adhek (tiang depan), 4 soko rabe tengah (tiang tengah) dan 4 soko rabe budi ( tiang belakang), soko rabe merupakan penyanggah pada rumah pacenan. Kemudian pengukuran pada atap menggunakan ukuran kaki ( pecak ), pengukuran tersebut dipakai untuk mengukur lebarnya saja dan pengukuran ini menggunakan ukuran kaki berkisar pada 15,17,19 dan 21 sesuai dengan permintaan.Arsitektur pada Rumah kemudian pada Rumah Pacenan menggunakan 3 tepas (atap), yaitu tepas adhek(atap belakang), tepas tengah (atap tengah) dan tepas budi(atap belakang) kemudian disela-sela antara tepas tengah dan belakang terdapat bentuk segi tiga sama sisi disebut dengan bubung sebagai penyambung antara tepas tengah dan tepas belakang. Rumah pacenan mempunyai dua ruangan yaitu amper dan roma. Amper berfungsi sebagai tempat
menerima tamu. Roma berfungsi sebagai tempat istirahat, tidur, tempat penyimpanan alat rumah tangga.ada beberapa ukuran dalam rumah pacenan yaitu sesuai dengan yang mau di buat oleh masyarakat, ukuran yang dipakai menggunakan pecak yaitu 15,17,19 dan 21. ukuran pecak 17 , ukuran tabing tongkok lebar 155 cm dan tinggi 70 cm, ukuran tumpuan rumah /res lebar 460 cm dan tinggi 60 cm, ukuran kepat ereng lebar 250 cm dan tinggi 250 cm, kepat ereng rosok lebar 460 cm dan lebar 460 cm. Pecak 21 ukuran tinggi tabing tongkok lebar 185 cm dan tinggi 75 cm, ukuran tumpuan lantai/ res lebar 555 cm dan tinggi 70 cm, ukuran kepat ereng lebar 305 cm dan tinggi 305 cm 11 biji dan kepat ereng rosok tinggi 345 dan lebar 555 cm. Pecak 25 ukuran tabing tongkok lebar 215 dan tinggi 80 cm, ukuran res lebar 645 cm dan tinggi 85 cm, kepat ereng lebar 340 cm dan tinggi 340 cm, kepat ereng rosok lebar 340-360 menggunakan 13 biji kayu dan tinggi 645 cm. Ornamen pada rumah pacenan ada empat yaitu tabing tongkok, kepat ereng, penghias atas pintu masuk roma, penghias atas jendela kiri dan kanan, ornamen yang dipakai dalam rumah pacenan yaitu bercorak motif geometris, motif tumbuhan, dan motif hewan motif tersebut semua telah distilirisasi dan ornamen tersebut tidak memiliki nilai historis tetapi hanya mementingkan nilai keindahan. Nilai estetis pada rumah pacenan terdapat pada bentuk arsitektur, ornament penghias, dan fungsinya. Saran-saran Terkait dengan penelitian ini penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut : (1) Dalam penelitian ini, penulis menyadari banyak kekurangan dalam sejarah tentang arsitektur
Rumah Pacenan karena dalam sejarah rumah pacenan tidak ada sumber buku yang pasti untuk dijadikan refrensi tentang sejarah Rumah Pacenan, dengan demikian saran penulis untuk peneliti selanjutnya agar dapat meneliti secara lengkap tentang sejarah Rumah Pacenan. (2) Untuk pemerintah Dinas kebudayaan dan parawisata Kabupaten Situbondo seharusnya bisa mengenalkan arsitektur rumah pacenan kepublik atau media masa agar semua masyarakat tahu bahwa Jawa Timur tidak saja memiliki satu arsitektur tradisional tetapi dua yaitu rumah joglo dan rumah pacenan.
Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi.1993. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta Nikayana, Sudara, 1994. Menggambar Ornamen Hias Bali. Skripsi. Denpasar: Sekolah Menengah Seni Rupa Negri Denpasar. Susanto, Mike. 2011. Diksi Rupa (Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa). Yogyakarta: Dikti Art Lab, Yogyakarta & Jaged Art Space, Bali. Snyder, James C dan Catanese, Anthony J. 1994. Pengantar Arsitektur. Jakarta : Erlangga. Widayat, Rahmanu. 2004. Krobongan Ruang Sakral Rumah Tradisi Jawa. Dimensi Interior. Vol 2 No 1.