1576: Arif Hidayat dkk.
EN-99
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBANGKITAN BIOGAS DARI LIMBAH TANAMAN PISANG (BONGGOL, BATANG, PELEPAH DAUN, KULIT PISANG, PISANG TIDAK LAYAK JUAL, DAN LAIN-LAIN) UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA Arif Hidayat∗ , Khamdan Cahyari, dan Dyah Retno Sawitri Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Jalan Kaliurang km. 14,5 Ngemplak Sleman Yogyakarta 55584 telepon (0274) 898444, faksimili (0274) 895007 ∗
e-Mail:
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Sumber daya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Energi diperlukan untuk pertumbuhan kegiatan industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga. Meskipun Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak dan gas, namun berkurangnya cadangan minyak, penghapusan subsidi menyebabkan harga minyak naik dan kualitas lingkungan menurun akibat penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumbersumber energi alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan menjadi pilihan. Salah satu dari energi terbarukan adalah biogas, biogas memiliki peluang yang besar dalam pengembangannya. Energi biogas dapat diperoleh dari air limbah rumah tangga; kotoran cair dari peternakan ayam, sapi, babi; sampah organik dari pasar; industri makanan dan sebagainya. Pemanfaatan limbah dengan cara seperti ini secara ekonomi akan sangat kompetitif seiring naiknya harga bahan bakar minyak dan pupuk anorganik. Disamping itu, prinsip zero waste merupakan praktek pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi biogas dalam hal penggunaan limbah tanaman pisang sebagai bahan baku untuk produksi biogas. Limbah tersebut merupakan bagian dari tanaman pisang yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal seperti bonggol, batang, pelepah daun, kulit pisang, pisang tidak layak jual, dan lain-lain. Secara kuantitas, limbah ini tersedia melimpah di hampir seluruh wilayah Indonesia, bahkan di daerah terpencil sekalipun mengingat kondisi iklim tropis yang merata, cocok untuk pertumbuhan tanaman pisang. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari limbah tanaman pisang (bonggol, batang, daun, pelepah, dan kulit pisang) dapat diproduksi biogas. Produksi biogas dari limbah tanaman pisang terjadi sampai hari ke-35 dengan kecenderungan kecepatan produksi akan menurun setelah hari ke-35. Bagian tanaman yang memberikan produksi biogas paling banyak adalah kulit dan pisang tidak jual sebesar 261 liter/kg Volatile Solid dengan variasi perbandingan substrat dengan air (R) yang memberikan volume biogas tertinggi diperoleh pada R= 2. Kata Kunci: biogas, limbah tanaman pisang, energi terbarukan
I.
PENDAHULUAN
Lonjakan harga minyak dunia akan memberikan dampak yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Menurut data ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme
pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen yang terdapat dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak berkisar 60% CH4 (metana), 38% CO2 , 2% N2 , O2 , H2 , dan H2 S. Sedangkan menurut Pindo (2007), biogas yang berasal dari limbah cair industri tahu mengandung CH4 54%-70%, CO2 27%-45%, O2 1%-4%, N2 0,5%-3%, CO 1%, dan sisanya adalah H2 S. Pada prinsipnya, teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas metan (CH4 ). Bahan lignoselulosa merupakan bahan baku generasi kedua dalam pembuatan biofuel. Bahan lignoselu-
Prosiding InSINas 2012
1576: Arif Hidayat dkk.
EN-100 losa dapat difermentasikan untuk menghasilkan biogas. Tahapan untuk terbentuknya biogas dari proses fermentasi anaerob dapat dipisahkan menjadi tiga tahap; yaitu hidrolisis, pengasaman dan pembentukan gas metan. Pada umumnya semua biomassa mengandung karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin), protein, lemak, mineral dan trace elemen sebagai komponen utamanya dapat digunakan sebagai substrat mikroorganisme menghasilkan biogas (Deublein dan Steinhauser, 2008). Proses hidrolisis dan asidifikasi gula akan lebih cepat dari pada bahan yang mengandung selulosa dan lignin dalam menghasilkan gas metana. Dekomposisi substrat untuk menghasilkan produk antara dapat membatasi atau menghambat proses degradasinya sebagai contoh degradasi lemak dapat meningkatkan asam-asam lemak dan degradasi protein dengan pembentukan Amonia dan Hidrogen sulfida menghambat fermentasi metana. Limbah pertanian dan sampah pasar sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku biogas (Demirbas, 2008). Pemanfaatan bahan lignoselulosa sebagai bahan baku produksi biogas sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Bouskova et al. (2005) melakukan penelitian degradasi anaerobik sampah buah dan sayur dengan kandungan 8-18% total solid, 86-92% volatil solid 75%, bahan mudah terdegradasi (gula dan hemiselulosa), 9% sellulosa dan 5% lignin. Anaerobik digestion dari sampah sayur dan buah dilakukan dengan 2 tipe reaktor. Bahan organik yang terkonversi menjadi metana sekitar 70-95% dengan organic loading rate (OLR) l-6,8 g/VS/L hari, kebanyakan akan meningkatkan kecepatan asidifikasi dan sampah akan menurunkan pH dan produksi volatile fatty acid (VFA) lebih besar, ini akan menghambat aktifitas bakteri methanogenik, yield produksi metana rata-rata yang dihasilkan sekitar 420 L/kg VS yang ditanbahkan. Anhuradha et al. (2007) membandingan anaerobic digestion sampah pasar berupa sayuran, limbah berupa sludge dan campuran keduanya dalam reaktor batch, kondisi mesopilik (25 ◦ C), penurunan Volatile solid dari ketiga reaktor sekitar 63-65%. Produksi gas spesifik untuk sampah sayuran lebih tinggi (0,75 L biogas/g VS dan 1,17 L biogas/g VS) daripada limbah sludge (0,43 L biogas/g VS dan 0.68L biogas/g VS) maupun campuran limbah sludge dan sampah sayuran (0,68 L biogas/g VS dan 1,04 L biogas/g VS), ini menunjukkan bahwa bahan organik yang berasal dari sampah sayuran lebih mudah terdegradasi daripada limbah sludge. Penelitian oleh Hartono dan Kurniawan (2009) tentang produksi biogas dari jerami padi dan kotoran kerbau, hasil terbaik diperoleh pada rasio komposisi jerami dan kotoran kerbau 3:1, dengan laju produksi biogas 6,5 mL/jam dengan kadar metana 59,6%, kondisi mesophilik, dengan waktu fermentasi 30-40 hari. Alvarez et al. (2008) melakukan degradasi anaerobik dari sampah sayur dan buah dengan sataer inokulum dari
kotoran babi secara batch, kondisi mesopilik, produksi biogas maksimum dihasilkan pada hari ke 10, dan proses anerobic digestion selesai selama kurang dari 33 hari.
II.
METODOLOGI
A. Bahan dan Alat Bahan: limbah pisang, air, inokulum dan kotoran sapi segar Alat-alat: batch reaktor berupa tabung gelas kaca, water bath, syringe, oven, thermometer, pengaduk magnet, kertas saring Whatman 42, pH meter merk Digital Titrator, timbangan analit, Hotplate, gas chromatography. B.
Karakterisasi bahan Limbah pisang diambil dari area persawahan yang ada di sekitar wilayah Kampus Terpadu UII. Massa sebanyak 500 gram limbah pisang diblender tanpa penambahan air secara terpisah. Sampel diambil sebanyak 50 gram untuk dianalisa kandungan moisture, TS, VS dan ash. Sisa bahan kemudian disimpan di dalam refrigerator pada suhu -20C dalam wadah yang berbeda. Analisis kandungan moisture dan total solid (TS) dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam oven pengeringan. Padatan yang telah kering tersebut dimasukkan ke dalam oven pada suhu 550C selama 8 jam untuk menentukan kandungan volatile solid (VS) dan bahan inorganik (ash). Kandungan total organic carbon (TOC) dianalisis dengan metode colorimetric dan total nitrogen dengan metode micro-Kjeldahl. Analisis kandungan gas metana (CH4 ) dalam biogas yang diproduksi dilakukan dengan menggunakan instrumen gas chromatography (Sigma 2000, Perkin-Elmer) yang dilengkapi dengan detektor konduktivitas panas dan sebuah kolom 2-m Porapak Q (80-100 mesh). Hidrogen digunakan sebagai gas carrier pada kecepatan 20 ml/menit. Suhu oven, injector dan detector adalah 60, 80 dan 80C secara berurutan. C.
Produksi biogas dengan sistem batch Mula-mula diambil 80 ml inokulum yang telah disiapkan kemudian memasukkan ke dalam botol reaktor. Selanjutnya ditambahkan campuran air: kotoran sapi: limbah pisang dengan perbandingan tertentu sebanyak 1000 ml ke dalam botol dan sambil diaduk untuk membuat campuran homogen. Untuk menjaga kondisi operasi maka diamati suhu dan pH campuran pada botol. Kemudian botol penampung yang sudah disiapkan ditutup dengan karet sumbat dan dirapatkan dengan lem kaca silicon. Botol penampung kemudian direndam di dalam air untuk memastikan tidak ada kebocoran pada karet sumbat. Penambahan volume gas pada botol diukur setiap hari, dimulai 1×24 jam sejak botol ditutup. Pengukuran dilakukan dengan cara menyuntikkan jarum syringe menembus karet sumbat. Perubahan posisi handle syringe menunjukkan penambahan
Prosiding InSINas 2012
1576: Arif Hidayat dkk.
EN-101
volume gas dari proses fermentasi. Bekas suntikan jarum ditutup dengan menggunakan lem kaca silicon, dan merendam botol ke dalam air selama 2 menit (untuk memastikan karet sumbat rapat). Kandungan gas metana dari sampel gas dianalisis setiap 4 hari sekali sampai hari ke-40 dengan gas chromatography (GC). Setelah hari ke-40 dilakukan pengukuran pH dan kandungan TS, VS, ash, total carbon dan total nitrogen. Untuk mendapatkan yield yang optimal dilakukan variasi terhadap perbandingan campuran air : kotoran sapi : limbah pisang.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan biogas dari bagian tanaman pisang ini yaitu bonggol, batang, daun dan daun pelepah pisang serta sludge sebagai variabel pengontrolnya. Pengamatan terhadap proses produksi biogas dilakukan sampai batas maksimal produksi gas yang dihasilkan oleh sampel. Sampel yang digunakan adalah sampel yang telah dihidrolisis sebelumnya. Tujuan dari proses hidrolisis ini adalah untuk memecah senyawa-senyawa organik yang terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak mengalami peruraian oleh enzim ekstraselular mikroorganisme (seperti selulose, amilase, protease, dan lipase) menjadi monomer-monomer yang larut dalam air. Pada tahap ini, protein diubah menjadi asam-asam amino, polisakarida diubah menjadi monosakarida, sedangkan lemak akan terhidrolisa menjadi asam lemak dan gliserol. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan kecepatan produksi biogas setiap hari untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk memperoleh kecepatan produksi biogas yang paling baik. G AMBAR 1 sampai dengan 4 menunjukkan volume biogas yang terbentuk dari hasil anaerobic digestion limbah tanaman pisang (pisang tidak layak jual, kulit pisang, daun, pelepah, batang dan bonggol). Dari G AMBAR 1 terlihat bahwa pada proses anaerobic digestion bonggol pisang, biogas telah terbentuk pada hari ke-4. Volume biogas akan meningkat dengan semakin bertambahnya waktu untuk setiap variasi perbandingan substrat dengan air. Terlihat produksi biogas masih terus terjadi setelah hari ke-35. Sampai hari ke-35 jumlah biogas terbentuk adalah 152; 216; dan 242 liter/kg VS untuk perbandingan substrat dengan air (R) 1; 1,5 dan 2. Kecepatan produksi biogas tertinggi dicapai pada hari ke-20 sampai ke-28. Setelah hari ke30 terlihat masih dihasilkan biogas dengan kecenderungan kecepatan menurun. Volume produksi biogas tertinggi diperoleh pada perbandingan substrat dengan air (R)=2. Selanjutnya pada G AMBAR 2 pada proses anaerobic digestion sampel batang pisang mulai hari ke-4 telah terbentuk biogas. Dengan semakin bertambahnya
G AMBAR 1: Volume akumulasi biogas yang terbentuk dari hasil anaerobic digestion bonggol pisang pada berbagai variasi perbandingan substrat dengan air
waktu produksi biogas akan meningkat pada setiap variasi perbandingan substrat dengan air. Kenaikan produksi biogas masih terus terjadi setelah hari ke-35. Jumlah biogas terbentuk sampai hari ke-35 adalah 116; 154; dan 210 liter/kg VS untuk perband ingan substrat dengan air (R) 1; 1,5 dan 2. Kecepatan produksi biogas tertinggi dicapai pada hari ke-7 sampai ke-21. Volume produksi biogas tertinggi diperoleh pada perbandingan substrat dengan air (R) = 2. Dari G AMBAR 3 terlihat bahwa pada proses anaerobic digestion pelepah dan daun pisang, biogas telah terbentuk pada hari ke-3. Volume biogas akan meningkat dengan semakin bertambahnya waktu untuk setiap variasi perbandingan substrat dengan air. Terlihat produksi biogas masih terus terjadi setelah hari ke-35. Sampai hari ke-35 jumlah biogas terbentuk adalah 114; 134; dan 169 liter/kg VS untuk perbandingan substrat dengan air (R) 1; 1,5 dan 2. Kecepatan produksi biogas
G AMBAR 2: Volume akumulasi biogas yang terbentuk dari hasil anaerobic digestion batang pisang pada berbagai variasi perbandingan substrat dengan air
Prosiding InSINas 2012
1576: Arif Hidayat dkk.
EN-102 tertinggi dicapai pada hari ke-20 sampai ke-25. Sampai dengan hari ke-28 kecepatan produksi biogas mempunyai kecenderungan stabil. Setekah hari ke-35 kecepatan produksi biogas terlihat menurun yang menunjukkan aktivitas mikroba telah melewati masa puncaknya. Volume produksi biogas tertinggi diperoleh pada perbandingan substrat dengan air (R) = 2.
tuk perbandingan substrat dengan air (R) 1; 1,5 dan 2. Kecepatan produksi biogas cenderung stabil sampai hari ke-35. Kemudian setelah hari ke-35 kecepatan produksi biogas terlihat mulai menurun. Volume produksi biogas tertinggi diperoleh pada perbandingan substrat dengan air (R) = 2. Untuk mengetahui besarnya konsentrasi gas methan (CH4 ) pada produk biogas dilakukan pengamatan terhadap konsentrasi CH4 setiap waktu tertentu. Hasil pengamatan kosentrasi CH4 pada biogas dapat dilihat pada G AMBAR 5. Dari G AMBAR 5 terlihat bahwa konsentrasi CH4 paling tinggi pada masing-masing bagian limbah tanaman pisang terjadi pada setelah hari ke-35. Hal itu menunjukkan bahwa bakteri metanogenik berada pada puncak populasi dan aktivitasnya setelah pada hari ke 30. Bagian pelepah dan daun pisang menghasilkan komposisi gas metana lebih sedikit karena bagian tanaman tersebut banyak mengandung serat dan selulosa yang berikatan kuat sehingga sulit diuraikan oleh bakteri.
IV. G AMBAR 3: Volume akumulasi biogas yang terbentuk dari hasil anaerobic digestion pelepah dan daun pisang pada berbagai variasi perbandingan substrat dengan air
Selanjutnya pada G AMBAR 4 terlihat bahwa pada proses anaerobic digestion sampel kulit pisang dan pisang tidak layak jual, mulai hari ke-3 telah terbentuk biogas. Dengan semakin bertambahnya waktu produksi biogas akan meningkat pada setiap variasi perbandingan substrat dengan air. Kenaikan produksi biogas masih terus terjadi setelah hari ke-35. Jumlah biogas terbentuk sampai hari ke-35 adalah 176; 224; dan 261 liter/kg VS un-
G AMBAR 4: Volume akumulasi biogas yang terbentuk dari hasil anaerobic digestion kulit pisang dan pisang tidak layak jual pada berbagai variasi perbandingan substrat dengan air
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari limbah tanaman pisang (bonggol, batang, daun, pelepah, kulit pisang dan pisang tidak layak jual) dapat diproduksi biogas. Produksi biogas dari limbah tanaman pisang terjadi sampai hari ke-35 dengan kecenderungan kecepatan produksi akan menurun setelah hari ke-35. Bagian tanaman yang memberikan produksi biogas paling banyak adalah kulit dan pisang tidak jual sebesar 261 liter/kg Volatile Solid dengan variasi perbandingan substrat dengan air (R) yang memberikan volume biogas tertinggi diperoleh pada R= 2.
G AMBAR 5: Grafik Hubungan antara Jenis Bagian Limbah Tanaman Pisang Terhadap Komposisi Metana
Prosiding InSINas 2012
1576: Arif Hidayat dkk.
EN-103
DAFTAR PUSTAKA [1] Alvarez R. dan Liden G., 2008, Semi-continuous co-digestion of solid slaughterhouse waste, manure, and fruit and vegetable waste, Renewable Energy, vol. 33, pp. 726-734. [2] AnhuradhaS., VijayagopalV., Radha P., Ramanujam R., 2007, Kinetic Studies and Anaerobic Codigestion of Vegetable Market Waste and Sewage Sludge, CLEAN Soil, Air, Water, Volume 35,Issue 2,pages 197-199. [3] Hartono, R., dan Kurniawan, T., 2009, Produksi Biogas dari Jerami Padi dengan Penambahan Kotoran Kerbau, Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, Asosiasi Pendidikan Tinggi Teknik Kimia Indonesia. [4] Bouskova A., Dohanyos M., Schmidt J.E., Angelidaki, I., 2005, Strategies for changing temperature from mesophilic to thermophilic conditions in anaerobic CSTR reactors treating sewage sludge, Water Research, vol. 39, pp. 1481-1488. [5] Demirbas A., 2008, Biofuels sources, biofuel policy, biofuel economy and global biofuel projections, Energy Conversion and Management, Volume 49, Issue 8, Pages 2106-2116. [6] Deublein D., Steinhauser, A., 2008, Biogas from Waste and Renewable Resources An Introduction, Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH Co. KGaA. [7] Bouallagui H., Ben Cheikh R., Marouani L., Hamdi M., 2003, Mesophilic biogas production from fruit and vegetable waste in a tubular digester, Bioresource Technology, vol. 86, pp. 85-89. [8] Fernandes T. V., Klaasse Bos G. J., Zeeman G., Sanders J. P. M., van Lier J. B., 2009, Effects of thermo-chemical pre-treatment on anaerobic biodegradability and hydrolysis of lignocellulosic biomass, Bioresource Technology, vol. 100, pp. 2575-2579.
Prosiding InSINas 2012