GE ENERAT TION OF ELEC CTRICIT TY
Kelomp pok 10
‐ ‐ ‐ ‐
Arif Budiman Jun nedi Ramdo oner Mu uh. Luqman n Adha Saut Parulian
(09 906 602 433 3) (08 806 365 980 0) (08 806 366 144 4) (08 806 366 352 2)
TEK KNIK TENA AGA LISTR RIK DE EPARTEMEN ELEKTRO O FAK KULTAS TE EKNIK UNIV VERSITAS INDONESIA DEP POK 201 10
Pendahuluan Keberadaan listrik merupakan hal yang sangat essensial bagi kehidupan manusia karena hampir semua kegiatan manusia tidak terlepas dari kebutuhan terhadap listrik mulai dari kalangan perumahan biasa sampai kepada kalangan perindustrian, kebutuhan yang besar tehadap listrik inilah kemudian melahirkan Industri pembangkitan listrik. Begitu juga yang terjadi di Indonesia kebutuhan terhadap energi listrik sangat besar, bahkan setelah pulih dari krisis moneter 1998 kebutuhan enegri listrik di Indonesia mengalami trend peningkatan, menurut data pada tahun 1995 – 2000 konsumsi listrik di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 2,9 % pertahun, sedangkan pada tahun 2000 – 2004 konsumsi energi listrik juga mengalami peningkatan signifikan yaitu sebesar 5,2% pertahunnya. Grafik perkembangannya dapat dilihat pada gambar 1.
Industri pembangkitan listrik tidak seperti industri pada umumnya, contohnya industri manufaktur. Produk dari Industri pembangkitan listrik adalah listrik itu sendiri dan tidak seperti Industri manufaktur yang produknya dapat di simpan, Industri pembangkitan listrik tidak dapat disimpan. Artinya listrik itu sendiri tidak dapat disimpan, setelah listrik dibangkitkan maka hal selanjutnya adalah segera mendistribusikan listrik itu sendiri. Hingga saat ini tidak ada satu alat pun yang dapat
menyimpan energi listrik dalam kapasitas yang sangat besar. Untuk itu besarnya listrik yang dibangkitkan harus disesuaikan dengan kebutuhan beban pada saat yang sama. Apabila melihat kurva beban harian pada Gambar 3, sebagai contoh kurva beban listrik di Pulau Jawa, terlihat bahwa beban yang ditanggung PLN berubah secara fluktuatif setiap jamnya.
Gambar 2. Kurva Beban Listrik di Pulau Jawa
Secara garis besar ada 3 tipe pembangkit listrik berdasarkan waktu beroperasinya, yaitu : •
Pembangkit Listrik Tipe Base
•
Pembangkit Listrik Tipe Intermediate
•
Pembangkit Listrik Tipe Peak
Tipe base, tipe pembangkit yang digunakan untuk menyangga beban-beban dasar yang konstan, dioperasikan sepanjang waktu dan memiliki waktu mula yang lama.
Tipe intermediate, biasanya digunakan sewaktu-waktu untuk menutupi lubang-lubang beban dasar pada kurva beban, memiliki waktu mula yang cepat dan lebih reaktif.
Tipe peak/puncak, hanya dioperasikan saat PLN menghadapi beban puncak, umumnya pembangkit tipe ini memiliki keandalan yang tinggi, namun tidak terlalu ekonomis untuk digunakan terus-menerus.
Melihat kurva diatas pula, maka kebijakan mengenai pembangunan pembangkit baru juga harus merefleksikan kurva beban sesuai dengan proyeksi kebutuhan listrik dimasa depan. Maka nantinya akan terlihat berapa pembangkit yang harus menjadi pembangkit tipe base dan berapa yang menjadi pembangkit mendukung beban intermediate dan beban puncak.
Meskipun
Indonesia
memiliki
banyak
potensi
energi
yang
dapat
dikembangkan menjadi pembangkit listrik, namun kenyataannya proses realisasinya tidak semudah membalik telapak tangan. Pemilihan pembangkit listrik bukanlah hal yang mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan secara matang, seperti: prediksi pertumbuhan beban per tahun, karakteristik kurva beban, keandalan sistem pembangkit, ketersediaan dan harga sumber energi primer yang akan digunakan, juga isu lingkungan, sosial dan politik.
Listrik diproduksi di pembangkit dengan cara mengubah energi mekanis menjadi energi listrik dengan menggunakan generator yang bekerja berdasarkan prinsip medan magnet dan penghantar listrik. Mesin diaktifkan dengan menggunakan berbagai sumber energi sebagai penggerak mulanya (prime mover) untuk memutar turbin sehingga dapat menggerakan generator dan menghasilkan energi listrik Masing-masing jenis pembangkit tenaga listrik mempunyai prinsip kerja yang berbeda-beda, sesuai dengan prime mover. Satu hal yang sama dari beberapa jenis
pembangkit tenaga listrik tersebut yaitu semuanya sama-sama berfungsi merubah energi mekanik menjadi energi listrik, dengan cara mengubah potensi energi mekanik dari air, uap, gas, panas bumi, nuklir, kombinasi gas dan uap, bahkan ombak menggerakkan atau memutar turbin yang porosnya dikopel dengan generator selanjutnya dengan sistem pengaturannya generator tersebut akan menghasilkan daya listrik. Jenis pembangkit listrik dapat dibedakan menjadi bermacam-macam tergantung cara pandang kita. Pada makalah ini kami akan membaginya berdasarkan kemampuan prime mover untuk diperbaharui kembali (renewable source) atau tidak dapat diperbaharui kembali (non renewable source) sebagai berikut : 1. Pembangkit Listrik Renewable •
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
•
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
•
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB)
•
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
•
Pembangkit Listrik Tenaga Ombak (PLTO)
•
Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL)
2. Pembangkit Listrik Non renewable •
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
•
Pembangkit Listrik Tenaga Uap – Batubara (PLTU)
•
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG)
•
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)
•
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
Dari sepuluh jenis yang disebutkan di atas, tujuh jenis telah terpasang di Indonesia. Tiga jenis pembangkit tenaga listrik, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Pembangkit Listrik Tenaga Ombak/Arus Laut dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, sampai saat ini masih dikembangkan secara terbatas di Indonesia, khusus Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir saat ini perencanaan pembangunan PLTN ini sudah dilakukan yang rencananya akan dibangun di lereng Gunung Muria Jawa
Tengah. Namun sampai saat ini banyak ditemui hambatan non teknis di lapangan, yaitu banyak dari masyarakat di sekitar lokasi tersebut menyatakan keberatan. Mereka mengkawatirkan timbulnya radiasi pada saat pembangkit tenaga listrik tersebut beroperasi, misalnya dengan timbulnya kebocoran pada instalasi nuklirnya seperti yang terjadi di Uni Soviet.
Nama PLTA Angkup
Lokasi Nanggroe Aceh Darussalam
Jenis dan jumlah pembangkit PLTA
PLTA Bengkok
PLTA
PLTA Cibadak
PLTA
PLTA Cikalong
PLTA
PLTA Cirata
PLTA
PLTA Jatiluhur
PLTA
PLTA Lamajan
PLTA
PLTA Parakan Kondang
PLTA
PLTA Riam Kanan
Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan
PLTA
PLTA Saguling
PLTA
PLTA Ubrug
PLTA
PLTG Cikarang
PLTG
PLTG Plengan
PLTG
PLTG Sunyaragi
PLTG
PLTP Dieng
Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah
PLTP
PLTP Gunung Salak
PLTP
PLTP Kamojang
PLTP
PLTP Wayang Windu
Pangalengan, Bandung, Jawa Barat
PLTP
PLTU Asam-Asam
Desa Asam-asam, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan
Unit I dan II
PLTU PT Krakatau Daya Cilegon, Banten Listrik
5 PLTU
PLTU Paiton Swasta I
Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
2 PLTU
PLTU Paiton Swasta II
Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
2 PLTU
PLTU Suralaya
Banten
PLTU
Unit Pembangkitan Brantas
Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten 12 PLTA Malang, Jawa Timur
Unit Pembangkitan Cirata
Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat
8 PLTA
Unit Pembangkitan Gresik
Kabupaten Gresik, Jawa Timur
5 PLTG, 1 PLTU dan 3 PLTGU
Unit Pembangkitan Muara Karang
Pluit, Jakarta Utara
5 PLTU dan 1 PLTGU
Unit Pembangkitan Muara Tawar
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat
2 PLTG dan 3 PLTGU
Unit Pembangkitan Paiton
Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
2 PLTU
PLTU Lati
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
1 PLTU
Unit Pembangkitan Talang Duku
Kabupaten Sekayu, Musi banyuasin, Sumatera Selatan
1. Pembangkit Listrik Renewable
Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Energi panas bumi (Geothermal energi) sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu dalam wujud gunung berapi,aliran lava, sumber air panas maupun geyser. Pada mulanya uap panas yang keluar dari bumi tersebut hanya dimanfaatkan untuk tujuan theraphy. Baru pada awal abad ke-20, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dimakluminya keterbatasan sumber energi minyak maka, mulai dipikirkan pemanfaatan energi panas bumi untuk keperluan–keperluan yang lebih komersil. Pada tahun 1913, pembangkit listrik tenaga panas bumi pertama, dengan kapasitas 250 KWH. Berhasil dioperasikan di Italia. Kemudian disusul dengan pembangkit lainnya yang sampai dengan tahun 1988 total kapasitas PLTP di dunia
sudah mencapai lebih dari 20.000 MW. Penelitian potensi panas bumi di Indonesia sudah di mulai sejak tahun 1926 di Kamojang Jawa Barat oleh Belanda dan diteruskan oleh bangsa Indonesia setelah kemerdekaan. Dari penelitian yang dilakukan ternyata potensi panas bumi di Indonesia sangat memberi harapan, yaitu sekitar 16.000 MW. Namun demikian hingga 1992, baru sekitar 500 MW yang berhasil di usahakan sebagai energi listrik.
Gambar 3. Siklus Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panas bumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik. Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua fasa (fasa uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida. Hal ini dimungkinkan dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap
akan terpisahkan dari fasa cairnya. Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian dialirkan ke turbin.
Gambar 4. PLTP Siklus Binary
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Dalam PLTA, potensi tenaga air dikonversikan menjadi tenaga listrik. Mulamula potensi tenaga air dikonversikan menjadi tenaga mekanik dalam turbin air. Kemudian turbin air memutar generator yang membangkitkan tenaga listrik. Gambar 5 menggambarkan secara skematis bagaimana potensi tenaga air, yaitu sejumlah air yang terletak pada ketinggian tertentu diubah menjadi tenaga mekanik dalam turbin air.
Gambar 5. Proses Konversi Energi dalam Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA)
Gambar6. Instalasi Tenaga Air PLTA Bila Dilihat dari Atas
Daya yang dibangkitkan generator yang diputar oleh turbin air adalah: P = k.µ.H.q [kW]
Keterangan: P = daya [kW] H = tinggi terjun air [meter] q = debit air [m3/detik] µ = efisiensi turbin bersama generator k = konstanta.
Potensi tenaga air didapat pada sungai yang mengalir di daerah pegunungan. Untuk dapat memanfaatkan potensi tenaga air dari sungai ini, maka kita perlu membendung sungai tersebut dan airnya disalurkan ke bangunan air PLTA seperti ditunjukkan oleh Gambar 6. Ditinjau dari caranya membendung air, PLTA dapat dibagi menjadi dua kategori: a. PLTA run off river b. PLTA dengan kolam tando (reservoir)
Gambar 7. Prinsip Kerja PLTA Run Off River
Gambar 8. Potongan memanjang pipa pesat PLTA Sutami (PLTA dengan kolam tando reservoir) Pada PLTA run off river, air sungai dialihkan dengan menggunakan dam yang dibangun memotong aliran sungai. Air sungai ini kemudian disalurkan ke bangunan air PLTA seperti pada Gambar 7 PLTA dengan kolam tando (reservoir), aliran sungai dibendung dengan bendungan besar agar terjadi penimbunan air sehingga terjadi kolam tando. Selanjutnya air dari kolam tando dialirkan ke bangunan air PLTA seperti Gambar 7. Dengan adanya penimbunan air terlebih dahulu dalam kolam tando, maka pada musin hujan di mana debit air sungai besarnya melebihi kapasitas penyaluran air bangunan air PLTA, air dapat ditampung dalam kolam tando. Pada musim kemarau di mana debit air sungai lebih kecil dari pada kapasitas penyaluran air bangunan air PLTA, selisih kekurangan air ini dapat di atasi dengan mengambil air dari timbunan air yang ada dalam kolam tando. Inilah keuntungan penggunaan kolam tando pada PLTA. Hal ini tidak dapat dilakukan pada PLTA run off river. PLTA run off river, daya yang dapat dibangkitkan tergantung pada debit air sungai. Tetapi PLTA run off river biaya pembangunannya lebih murah dari pada PLTA dengan kolam tando (reservoir), karena kolam tando memerlukan bendungan yang besar dan juga memerlukan daerah genangan yang luas. Jika ada sungai yang mengalir keluar dari sebuah danau, maka dapat dibangun PLTA dengan menggunakan danau tersebut sebagai kolam tando. Contoh mengenai hal ini, yaitu
PLTA Asahan yang menggunakan Danau Toba sebagai kolam tando, karena Sungai Asahan mengalir dari Danau Toba. Bangunan air PLTA yang mengalirkan air dari dam pada PLTA run off river dan dari kolam tando pada PLTA yang menggunakan bendungan sampai ke turbin digambarkan oleh Gambar 7. Secara garis besar, bangunan air ini terdiri dari saluran air yang terbuka atau tertutup (terowongan) sampai pada tabung peredam.
Pembagkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) Dalam Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB), potensi tenaga angin dikonversikan menjadi tenaga listrik. Mula-mula angin dikonversikan menjadi tenaga mekanik dalam turbin angin. Kemudian turbin angin memutar generator yang membangkitkan tenaga listrik.
Gambar 9. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu
Berdasarkan gambar 9 terlihat bahwa bilah-bilah kincir angin akan berputar ketika angin bertiup, perputaran bilah-bilah ini akan menyebabkan berputarnya turbin angin yang kemudian membuat generator dalam body akan ikut berputar juga sehingga terbangkitlah listrik, listrik yang dihasilkan berupa listrik AC sifat dari angin yang tidak konstan menyebabkan tegangan listrik AC yang dihasilkan tidak mempunyai frekuensi yang selalu berubah-ubah, maka untuk mengatasinya tegangan listrik AC ini dikonversi ke DC terlebih dahulu yang tetap frekuensinya menggunakan penyearah untuk kemudian disimpan terlebih dahulu kedalam baterai dan dikonversi kembali ke tegangan AC dengan menggunakan inverter.
Pada PLTB umumnya penggunaan turbin angin dapat dibedakan menjadi dua macam turbin yang nantinya akan mempengaruhi konstruksi kincir angin, turbin angin mempunyai dua jenis konstruksi yaitu : •
Turbin angin sumbu horizontal.
•
Turbin angin sumbu tegak.
Turbin angin sumbu horizontal Turbin angin sumbu horizontal (TASH) memiliki poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara. Turbin berukuran kecil diarahkan oleh sebuah balingbaling angin (baling-baling cuaca) yang sederhana, sedangkan turbin berukuran besar pada umumnya menggunakan sebuah sensor angin yang digandengkan ke sebuah servo motor. Sebagian besar memiliki sebuah gearbox yang mengubah perputaran kincir yang pelan menjadi lebih cepat berputar.
Gambar10. Turbin Angin Sumbu Horizontal
Karena sebuah menara menghasilkan turbulensi di belakangnya, turbin biasanya diarahkan melawan arah anginnya menara. Bilah-bilah turbin dibuat kaku agar mereka tidak terdorong menuju menara oleh angin berkecepatan tinggi. Sebagai tambahan, bilah-bilah itu diletakkan di depan menara pada jarak tertentu dan sedikit dimiringkan. Karena turbulensi menyebabkan kerusakan struktur menara, dan realibilitas begitu penting, sebagian besar TASH merupakan mesin upwind (melawan arah angin). Meski memiliki permasalahan turbulensi, mesin downwind (menurut jurusan angin) dibuat karena tidak memerlukan mekanisme tambahan agar mereka tetap sejalan dengan angin, dan karena di saat angin berhembus sangat kencang, bilahbilahnya bisa ditekuk sehingga mengurangi wilayah tiupan mereka dan dengan demikian juga mengurangi resintensi angin dari bilah-bilah itu.
Turbin Angin Sumbu Vertikal Turbin angin sumbu vertikal/tegak (atau TASV) memiliki poros/sumbu rotor utama yang disusun tegak lurus. Kelebihan utama susunan ini adalah turbin tidak harus diarahkan ke angin agar menjadi efektif. Kelebihan ini sangat berguna di
tempat-tempat
yang
arah
anginnya
sangat
bervariasi.
TASV
mampu
mendayagunakan angin dari berbagai arah.
Gambar 11. Turbin Angin Sumbu Vertikal
Dengan sumbu yang vertikal, generator serta gearbox bisa ditempatkan di dekat tanah, jadi menara tidak perlu menyokongnya dan lebih mudah diakses untuk keperluan perawatan. Tapi ini menyebabkan sejumlah desain menghasilkan tenaga putaran yang berdenyut. Drag (gaya yang menahan pergerakan sebuah benda padat melalui fluida (zat cair atau gas) bisa saja tercipta saat kincir berputar. Karena sulit dipasang di atas menara, turbin sumbu tegak sering dipasang lebih dekat ke dasar tempat ia diletakkan, seperti tanah atau puncak atap sebuah bangunan. Kecepatan angin lebih pelan pada ketinggian yang rendah, sehingga yang tersedia adalah energi angin yang sedikit. Aliran udara di dekat tanah dan obyek yang lain mampu menciptakan aliran yang bergolak, yang bisa menyebabkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan getaran, diantaranya kebisingan dan bearing wear yang akan meningkatkan biaya pemeliharaan atau mempersingkat umur turbin angin. Jika tinggi puncak atap yang dipasangi menara turbin kira-kira 50% dari tinggi bangunan, ini merupakan titik optimal bagi energi angin yang maksimal dan turbulensi angin yang minimal.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Di antara sumber energi alternatif yang saat ini banyak dikembangkan seperti turbin angin, tenaga air (hydro power) dan lain-lain, tenaga surya atau solar sel merupakan salah satu sumber yang cukup menjanjikan di Indonesia. Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69 % dari total energi pancaran matahari. Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 1024 joule pertahun, energi ini setara dengan 2 x 1017 Watt. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1 persen saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10 % sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini.
Pada tengah hari yang cerah radiasi sinar matahari mampu mencapai 1000 Watt/m2. Jika sebuah divais semikonductor seluas 1 m2 memiliki efisiensi 10 % maka modul solar sel ini mampu memberikan tenaga listrik sebesar 100 Watt. Saat ini efisiensi modul solar sel komersial berkisar antara 5 – 15 % tergantung material penyusunnya. Karena fleksibel, sel surya yang dihasilkan bisa dibentuk seperti genting, jendela, atau bentuk bagian bangunan lainnya. Hambatan utama dari penerapan teknologi
ini
adalah
mahalnya
teknologi
peralatan
yang
dipakai
untuk
memproduksinya. Teknologi terbaru yang masih dalam tahap pengembangan adalah sel surya berbasis bahan organik. Teknologi yang digunakan berbeda jauh dengan teknologi sel surya konvensional. Jika teknologi manufaktur yang murah bisa diciptakan maka sel surya organik semacam ini bisa jauh lebih murah dibanding sel surya konvensional.
PLTS dapat menghasilkan energi listrik berkat adanya teknologi photovoltaic (PV), PV mengkonversi energi surya menjadi energi listrik dari sinar matahari sehingga energi listrik tadi dapat digunakan oleh peralatan rumah tangga kita. Photovoltaic Cell atau lebih dikenal dengan Sel Surya merupakan lapisan material semikonduktor tipis, biasanya semikonduktor yang digunakan adalah silikon. Pada aplikasinya lapisan semikonduktor sel surya ini ada disusun sedemikian rupa sehingga membentuk modul panel surya.
Gambar 12. Modul Sel Surya
Gambar 13. Aplikasi Rumah dengan Panel Sel Surya
Gambar 14. Skema Sistem Sel Surya Untuk Perumahan
Gambar 14 memperlihatkan skema pembangkit listrik tenaga surya skala kecil yang dipakai untuk skala rumah tangga. Tegangan DC yang dihasilkan sel surya diubah menjadi tegangan AC dengan menggunakan inverter. Inverter diparalel dengan tegangan jala-jala (misal PLN).cara kerjanya yang paling sederhana adalah ketika silikon tersinari oleh matahari proses pelepasan elektron dalam silikon tersebut terjadi sehingga terbangkitlah energi listrik DC dan kemudian langsung disalurkan melalui penghantar untuk digunakan oleh peralatan listrik DC,namun jika sel surya digunakan untuk peralatan AC maka dibutuhkan inverter untuk mengubah listrik DC manjadi AC, dalam beberapa kasus bahkan penggunaan baterai diperlukan untuk menyimpan listrik DC sebelum kemudian digunakan atau dikonversi menjadi listrik AC.
Pembangkit Listrik Tenaga Ombak (PLTO) Energi ombak atau terjadinya ombak secara tidak langsung dipengaruhi oleh radiasi matahari. Perbedaan panas antara daratan dan lautan menghasilkan angin dan arus laut yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai energi untuk membangkitkan
listrik. Sebenarnya pembangkit jenis ini masih jarang dipergunakan, sehingga teknologi yang dikembangkan pun masih sangat terbatas, adapun teknologi pembangkit ombak/arus laut yang terdapat didunia diataranya adalah : •
Oscilating Water Column (OWC)
•
Pelamis
Oscillating water column (OWC) Sebuah OWC pada dasarnya menggunakan pergerakan ombak dan udara untuk menghasilkan energi listrik. Konstruksi dari OWC ini dibuat memanfaatkan pipa ventilasi / kolom pipa yang diatur sedemikian rupa dengan sebagian tubuhnya ada di dalam air dan sebagian yang lain ada di atas permukaan laut. Konstruksi tersebut akan meyebabkan adanya udara yang terjebak di dalam kolom pipa, sekaligus perbedaan ketinggian permukaan air antara di dalam OWC dan di luar OWC, ketika ombak mulai bergelombang/osilasi,hal ini akan menimbulkan pergerakan dari udara yang terjebak didalam kolom pipa ini kemudian udara bergerak ini disalurkan kedalam pipa ventilasi yang dihubungkan kepada turbin generator, tenaga pergerakan udara inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagai pemutar turbin untuk kemudian memutar generator.
Gambar 15. Oscillating Water Column
Pelamis / Giant Sea Snake Pelamis atau Giant Sea Snake adalah alat pembangkit yang dibuat mengambang diatas permukaan laut, konstruksinya seperti memanjang seperti ular yang terdiri dari 4 silinder besar yang dihubungkan dengan 3 engsel hidrolik pada bagian atas dan bawah, engsel ini yang terhubung dengan pipa bertekanan. Pergerakan ombak menyebabkan engsel bergerak yang kemudian energi kinetik dari engsel disalurkan ke pipa hidrolik. Pipa bertekanan ini kemudian menghasilkan tekanan untuk menggerakan turbin.
Gambar 16. Pelamis /Giant Sea Snake
Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) Pembangkit ini sebenarnya sedikit berbeda dengan pembangkit listrik tenaga ombak karena pada dasarnya pembangkit listrik jenis ini lebih menggunakan arus laut daripada ombak. Seperti yang kita ketahui arus laut terjadi bukan karena radiasi dari matahari tetapi lebih dikarenakan oleh gaya gravitasi bulan terhadap bumi. Fenomena ini menyebabkan adanya arus laut.
Besarnya power dari pembangkit listrik arus laut ini tentunya dipengaruhi oleh kedalaman laut, semakin dalam lautan maka semakin kuat pula arusnya. Pembangkit listrik tenaga arus laut menggunakan baling-baling / kincir untuk memutar turbin.
Prinsip kerja dari pembangkit jenis ini pdasarnya ada sama dengan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), hanya saja perbedaannya adalah lokasinya, jika PLTB penempatannya didaratan namun PLTAL penempatannya dilautan. PLTAL ini mempunyai energi yang lebih besar dibandingkan PLTB karena air laut mempunyai density lebih padat daripada udara, sehingga power untuk memutar baling-balingnya pun lebih besar.
Gambar 17. Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL)
2. Pembangkit Listrik Non Renewable
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Terminologi pembangkit listrik berbahan bakar minyak pada umumnya diidentikkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Pembangkit listrik jenis ini menggunakan mesin diesel sebagai penggerak utamanya (prime mover), mesin tersebut digunakan untuk menggerakan rotor generator sehingga generator dapat kemudian menghasilkan listrik. Diesel Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berbahan bakar BBM (solar), biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam jumlah beban kecil, terutama untuk daerah baru yang terpencil atau untuk
listrik pedesaan. Di dalam perkembangannya PLTD dapat juga menggunakan bahan bakar gas (BBG).
Gambar 18. Siklus Kerja PLTD
Mesin diesel ini menggunakan ruang bakar dimana ledakan pada ruang bakar tersebut penggerak torak/piston yang kemudian pada poros engkol dirubah menjadi energi putar. Energi putar ini digunakan untuk memutar generator yang merubahnya menjadi energi listrik. Untuk meningkatkan efisiensi udara yang dicampur dengan bahan bakar dinaikkan tekanan dan temperaturnya dahulu pada turbo charger. turbo charger ini digerakkan oleh gas buang hasil pembakaran dari ruang bakar. Walau pada kenyataannya bahan bakar minyak juga terkadang digunakan pada PLTG. Prinsip kerja PLTD adalah dengan menggunakan mesin diesel yang berbahan bakar High Speed Diesel Oil (HSDO). Mesin diesel bekerja berdasarkan siklus diesel. Mulanya udara dikompresi ke dalam piston, yang kemudian diinjeksi dengan bahan bakar kedalam ruang bakat. Kemudian pada tekanan tertentu campuran bahan bakar dan udara akan terbakar dengan sendirinya kemudian terjadilah ledakan.
Ledakan pada ruang bakar tersebut menyebabkan piston bergerak naik turun,gerakan inilah yang kemudian pada poros engkol dirubah menjadi energi putar. Energi putar ini digunakan untuk memutar generator yang merubahnya menjadi energi listrik. Proses pembakaran seperti ini pada kenyataannya terkadang tidak menghasilkan pembakaran yang sempurna. Hal inilah yang menyebabkan efisiensi pembangkit jenis ini rendah, lebih kecil dari 50 %. Namun apabila dibandingkan dengan mesin bensin (otto), mesin diesel pada kapasitas daya yang besar masih memiliki efisiensi yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan rasio kompresi pada mesin diesel jauh lebih besar daripada mesin bensin. Keuntungan utama penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar minyak atau sering disebut dengan PLTD adalah dapat beroperasi sepanjang waktu selama masih tersediannya bahan bakar. Kehandalan pembangkit ini tinggi karena dalam operasinya tidak bergantung pada alam seperti halnya PLTA. Mengingat waktu startnya yang cepat namun ongkos bahan bakarnya tergolong mahal dan bergantung dengan perubahan harga minyak dunia yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, PLTD disarankan hanya dipakai untuk melayani konsumen pada saat beban puncak saja. Investasi awal pembangunan PLTD yang relatif murah, kebutuhan energi di daerah-daerah terisolasi yang mendesak dan kebutuhan energi daerah-daerah yang belum terlalu besar, pemerintah Indonesia berinisiatif membangun PLTD yang berfungsi sebagai base-supply untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah-daerah ini, untuk mengurangi biaya transmisi dan rugi-rugi jaringan dalam menyalurkan energi listrik dari kota terdekat. Dengan digunakannya bahan bakar konvensional maka adanya kemungkinan pembangkit ini akan sulit dioperasikan di masa depan karena persediaan minyak bumi dunia yang semakin menipis. Harga minyak yang terus meningkat menjadi pertimbangan utama dalam menggunakan pembangkit ini. Harga minyak yang mahal diakibatkan karena pasar minyak dunia yang tidak stabil dan ongkos transportasi
untuk membawa minyak tersebut ke daerah yang dituju. Padahal di sisi beban, PLN dipaksa menjual dengan harga murah. Inilah yang menyebabkan PLN rugi besar.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gas yang dihasilkan dalam ruang bakar pada pusat listrik tenaga gas (PLTG) akan menggerakkan turbin dan kemudian generator, yang akan mengubahnya menjadi energi listrik. Sama halnya dengan PLTU, bahan bakar PLTG bisa berwujud cair (BBM) maupun gas (gas alam). Penggunaan bahan bakar menentukan tingkat efisiensi pembakaran dan prosesnya.
Gambar 19. Siklus Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG)
Prinsip kerja PLTG adalah sebagai berikut, mula-mula udara dimasukkan dalam kompresor dengan melalui air filter/penyaring udara agar partikel debu tidak ikut masuk dalam kompresor tersebut.
Pada kompresor tekanan udara dinaikkan lalu dialirkan ke ruang bakar untuk dibakar bersama bahan bakar. Di sini, penggunaan bahan bakar menentukan apakah bisa langsung dibakar dengan udara atau tidak. Jika menggunakan BBG, gas bisa langsung dicampur dengan udara untuk dibakar. Tapi jika menggunakan BBM, harus dilakukan proses pengabutan dahulu pada burner baru dicampur udara dan dibakar. Pembakaran bahan bakar dan udara ini akan menghasilkan gas bersuhu dan bertekanan tinggi yang berenergi (enthalpy).
Gas ini lalu disemprotkan ke turbin, hingga enthalpy gas diubah oleh turbin menjadi energi gerak yang memutar generator untuk menghasilkan listrik. Setelah melalui turbin sisa gas panas tersebut dibuang melalui cerobong/stack. Karena gas yang disemprotkan ke turbin bersuhu tinggi, maka pada saat yang sama dilakukan pendinginan turbin dengan udara pendingin dari lubang pada turbin. Untuk mencegah korosi turbin akibat gas bersuhu tinggi ini, maka bahan bakar yang digunakan tidak boleh mengandung logam Potasium, Vanadium dan Sodium yang melampaui 1 part per mill (ppm).
Satu hal yang menarik pada PLTG adalah gas yang keluar dari turbin biasanya masih ‘cukup panas’. Cukup panas disini dalam artian bila di sebelah PLTG ada sebuah PLTU, maka gas hasil proses di PLTG masih dapat digunakan untuk memanaskan boiler kepunyaan PLTU. Inilah kemudian yang dikenal dengan sebutan siklus kombinasi, sebuah pembangkit yang terdiri dari PLTG dan PLTU atau Pembangkit Listrik Gas dan Uap (PLTGU)
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Secara global, fakta menyebutkan bahwa lebih banyak energi listrik dibangkitkan dengan batubara dibandingkan dengan bahan bakar lain. Situasi ini tampaknya masih akan terus berlanjut, hal ini disebabkan karena cadangan batubara yang besar. Namun di lain pihak, masalah utama pembangkit listrik berbahan bakar batubara adalah pembangkitan listrik ini merupakan salah satu kontributor pencemaran gas CO2 yang terbesar. Pembangkit Listrik Tenaga Uap menggunakan air sebagai penghasil uap yang mana uap tersebut disini hanya sebagai tenaga pemutar turbin, sementara untuk menghasilkan uap dalam jumlah tertentu diperlukan air. Menariknya didalam PLTU
terdapat proses yang terus menerus berlangsung dan berulang-ulang. Prosesnya antara air menjadi uap kemudian uap kembali menjadi air dan seterusnya. Proses inilah yang dimaksud dengan Siklus PLTU. Air yang digunakan dalam siklus PLTU ini disebut Air Demin (Demineralized), yakni air yang mempunyai kadar conductivity (kemampuan untuk menghantarkan listrik) sebesar 0.2 us (mikro siemen). Sebagai perbandingan air mineral yang kita minum sehari-hari mempunyai kadar conductivity sekitar 100 – 200 us. Untuk mendapatkan air demin ini, setiap unit PLTU biasanya dilengkapi dengan Desalination Plant dan Demineralization Plant yang berfungsi untuk memproduksi air demin ini.
Gambar 20. Siklus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Secara sederhana bagaimana prinsip kerja siklus PLTU itu bisa dilihat ketika proses memasak air. Mula-mula air ditampung dalam tempat memasak dan kemudian diberi panas dari sumbu api yang menyala dibawahnya. Akibat pembakaran menimbulkan air terus mengalami kenaikan suhu sampai pada batas titik didihnya. Karena pembakaran terus berlanjut maka air yang dimasak melampaui titik didihnya
sampai timbul uap panas. Uap ini lah yang digunakan untuk memutar turbin dan generator yang nantinya akan menghasilkan energi listrik. Pertama-tama air demin ini di sedot dari air laut yang kemudian disuling di sebuah desalination plant untuk di suling, kemudian air sulingan tersebut di tampung di dalam raw water tank dari tangki tersebut air akan dialirkan dan ditampung ke dalam demineralized tank. Dari demineralized tank, air mengalir menuju Condensate Pump untuk kemudian dipompakan menuju LP Heater (Low Pressure Heater) yang fungsinya untuk menghangatkan tahap pertama. Lokasi hotwell dan condensate pump terletak di lantai paling dasar dari pembangkit atau biasa disebut Ground Floor. Selanjutnya air mengalir masuk ke Deaerator. Di dearator air akan mengalami proses pelepasan ion-ion mineral yang masih tersisa di air dan tidak diperlukan seperti Oksigen dan lainnya. Bisa pula dikatakan deaerator memiliki pungsi untuk menghilangkan buble/balon yang biasa terdapat pada permukaan air. Agar proses pelepasan ini berlangsung sempurna, suhu air harus memenuhi suhu yang disyaratkan. Oleh karena itulah selama perjalanan menuju Dearator, air mengalamai beberapa proses pemanasan oleh peralatan yang disebut LP Heater (Low Preasure Heater). Dari dearator, air turun kembali ke Ground Floor. Sesampainya di Ground Floor, air langsung dipompakan oleh Boiler Feed Pump/BFP (Pompa air pengisi) menuju Boiler atau tempat “memasak” air. Bisa dibayangkan Boiler ini seperti drum, tetapi drum berukuran raksasa. Air yang dipompakan ini adalah air yang bertekanan tinggi, karena itu syarat agar uap yang dihasilkan juga bertekanan tinggi. Karena itulah konstruksi PLTU membuat dearator berada di lantai atas dan BFP berada di lantai dasar. Karena dengan meluncurnya air dari ketinggian membuat air menjadi bertekanan tinggi.
Sebelum masuk ke Boiler untuk “direbus”, lagi-lagi air mengalami beberapa proses pemanasan di HP Heater (High Pressure Heater). Setelah itu barulah air masuk boiler. Didalam Boiler inilah terjadi proses memasak air untuk menghasilkan uap. Proses ini memerlukan api yang pada umumnya menggunakan batubara sebagai bahan dasar pembakaran dengan dibantu oleh udara dari FD Fan (Force Draft Fan) dan pelumas yang berasal dari Fuel Oil tank. Batubara sebagai bahan dasar pembakaran berasal dari luar boiler, batubara dialirkan ke penampung batubara dengan conveyor, kemudian dihancurkan dengan pulverized fuel coal sehingga menjadi tepung batubara. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas oleh forced draft fan sehingga menjadi campuran udara panas dan batubara. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batubara disemprotkan ke dalam boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti semburan api. Kemudian air dialirkan ke atas melalui pipa yang ada di dinding boiler, air tersebut akan dimasak menjadi uap. Namun uap hasil pembakaran ini belum layak untuk memutar turbin, karena masih berupa uap jenuh atau uap yang masih mengandung kadar air. Kadar air ini berbahaya bagi turbin, karena dengan putaran hingga 3000 rpm, setitik air sanggup untuk membuat sudu-sudu turbin menjadi terkikis. Untuk menghilangkan kadar air itu, uap jenuh tersebut di keringkan di super heater sehingga uap yang dihasilkan menjadi uap kering. Selain itu superheater digunakan untuk melipatgandakan suhu dan tekanan uap hingga mencapai suhu 570° C dan tekanan sekitar 200 bar yang meyebabkan pipa akan ikut berpijar menjadi merah. Uap kering ini yang digunakan untuk memutar turbin. Ketika Turbin berhasil berputar berputar maka secara otomastis generator akan berputar, karena antara turbin dan generator berada pada satu poros. Pada generator terdapat medan magnet raksasa. Perputaran generator menghasilkan beda potensial pada magnet tersebut. Beda potensial inilah cikal bakal energi listrik.
Energi listrik itu dikirimkan ke trafo untuk dirubah tegangannya dan kemudian disalurkan melalui saluran transmisi PLN. Uap keluaran (uap kering) yang digunakan untuk memutar turbin akan turun kembali ke lantai dasar. Uap tersebut mempunyai suhu sedikit diatas titik didih, sehingga perlu dialirkan ke condenser agar menjadi air yang siap untuk dimasak ulang. Uap tersebut mengalami proses kondensasi didalam kondensor sehingga pada akhirnya berubah wujud kembali menjadi air. Sedangkan air pendingin dari condenser akan di semprotkan kedalam cooling tower. Hal inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada cooling tower. Kemudian air yang sudah agak dingin dipompa balik ke condenser sebagai air pendingin ulang. Sedangkan gas buang dari boiler diisap oleh kipas pengisap agar melewati electrostatic precipitator untuk mengurangi polusi dan kemudian gas yg sudah disaring akan dibuang melalui cerobong. Teknologi gasifikasi merupakan pemecahan yang kini mulai dipandang sebagai teknologi batubara yang dapat memenuhi keperluan akan pembangkitan tenaga listrik yang bersih dan efisien (teknologi batubara bersih). Diperkirakan bahwa pada awal abad ke-21, PLTU-batubara dengan teknologi gasifikasi akan mengeluarkan 99 % lebih sedikit sulfur dioksida (SO2) dan abu terbang, serta 90 % kurang nitrogen oksida (NOx) dari PLTU-batubara masa kini. PLTU-batubara gasifikasi juga diperkirakan akan menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) dengan 35 – 40 %, menurunkan buangan padat dengan 40 – 50 % dan menghasilkan penghematan biaya daya 10 – 20 %. Teknologi gasifikasi digabung dengan teknologi turbin gas maju akan memegang peran utama dalam pusat-pusat pembangkit gasifikasi terpadu.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) PLTGU adalah sebuah pembangkitan listrik dimana prosesnya terdiri dari dua yaitu proses menggunakan turbin gas dan turbin uap.
Gambar 21. Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)
Komponen-komponen peralatan dari PLTGU adalah •
Turbin Gas Plant Yang terdiri atas ; Compressor, Combustor Chamber, Turbin Gas, Generator
•
Heat Recovery Steam Generator ( HRSG )
•
Steam Turbin Plant yang terdiri atas ; High Pressure & Low Pressure Turbin, Condensor dan Generator
Adapun proses produksinya terdiri atas dua yitu dengan menggunakan Turbin Gas Saja yang sering disebut dengan proses Open Cycle ( O/C ) dan dengan menggunakan Turbin Gas dan Turbin Uap yang sering disebut dengan Combine Cycle ( C/C ) dan inilah prinsip PLTGU.
Prinsip kerjanya yaitu dalam suatu proses pembakaran harus membutuhkan tiga hal yaitu Bahan Bakar, Udara dan Api. Udara luar dimasukkan ke kompressor untuk dikompresi sehingga tekanannya akan meningkat, udara yang telah dikompresi ini kemudian dimasukkan ke combustion chamber ( ruang bakar ), didalam ruang bakar terdapat prinsip segitiga api, dimana akan ada proses pembakaran udara oleh bahan bakar berupa fuel oil (HSD/high speed diesel) setelah dipicu oleh alat pemicu (igniter) sehingga akan menghasilkan gas yang bertekanan tinggi.
Gas hasil pembakaran ini kemudian dialirkan ke turbin untuk menggerakkan sudu-sudu dari turbin. Karena turbin berada pada satu poros dengan generator maka ketika turbin berputar secara otomatis generator juga akan berputar dan akan merubah energi mekanik yang dihasilkan oleh turbin menjadi energi listrik.
Gas buang dari sebuah operasi PLTG yang masih mempunyai temperature tinggi dimanfaatkan kembali untuk menguapkan air pada HRSG (Heat Recovery Steam Generator). Air kondensat dari condenser dialirkan ke pre heater sebagai proses pemanasan awal. Dari pre heater air akan dialirkan ke dalam deaerator, fungsi dari deaerator ini adalah untuk menghilangkan kandungan O2 dalam air dengan cara diinjeksi dengan hidrazin (N2H4). Air yang keluar dari deaerator dibagi menjadi dua aliran yaitu untuk aliran Low Pressure (LP) dan High Pressure (HP). Untuk LP, air dari deaerator dimasukkan ke dalam LP economizer untuk dipanaskan lebih lanjut, kemudian air akan dialirkan ke LP drum untuk memisahkan antara air dan uap yang telah terbentuk. Dari LP drum air akan dimasukkan ke dalam LP evaporator untuk proses penguapan air. Air yang keluar dari evaporator telah menguap, uap yang berasal dari evaporator ini kemudian dialirkan ke LP steam turbin. Sedangkan untuk HP, air dari deaerator akan dialirkan kedalam HP economizer 1 dan HP economizer 2, dari HP economizer 2 air kemudian dialirkan ke HP drum. Dari HP drum air diuapkan di dalam HP evaporator. Uap yang telah terbentuk di dalam evaporator kemudian dialirkan ke HP Superheater 1 dan HP Superheater 2, fungsinya adalah
memanaskan kembali uap yang telah terbentuk menjadi uap superheated (uap kering). Uap superheated ini kemudian dialirkan ke HP steam turbine, untuk memutar bilah-bilah turbin. Uap bekas dari HP steam turbine kemudian dialirkan ke LP steam turbine dan bersama-sama dengan LP Steam akan memutar LP Steam Turbine. Seperti pada Gas Turbine, turbin pada Steam Turbine juga dikopel dengan generator sehingga ketika turbin berputar maka secara otomatis generator juga akan berputar dan akan merubah energi mekanik dari turbin menjadi energi listrik. Uap bekas dari LP steam turbine kemudian dialirkan ke condenser untuk dikondensasikan menjadi air dan akan dimasukkan kembali ke HRSG.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Proses kerja PLTN sebenarnya hampir sama dengan proses kerja pembangkit listrik konvensional seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang umumnya sudah dikenal secara luas. Yang membedakan PLTN dengan pembangkit listrik lainnya terletak pada suplai sumber panasnya, PLTN menggunakan suplai panas dari reaksi nuklir.
Reaktor daya dirancang untuk memproduksi energi listrik melalui PLTN. Reaktor daya hanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi, sedangkan kelebihan neutron dalam reaktor akan dibuang atau diserang menggunakan batang kendali. Karena memanfaatkan panas hasil energi fisi, maka reactor dirancang berdaya thermal tinggi dari orde ratusan hingga ribuan MW.
Perbedaan cara kerja pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) ditunjukkan pada Gambar di bawah Pada PLTU, di dalam ketel uap (boiler) minyak atau batu bara dibakar untuk membangkitkan uap dengan temperatur dan tekanan tinggi, kemudian uap ini disalurkan ke turbin untuk membangkitkan tenaga listrik. Dalam hal pembangkitan listrik, PLTU dan PLTN mempunyai prinsip yang sama. Panas yang dihasilkan digunakan untuk membangkitkan uap dan kemudian uap disalurkan ke turbin untuk
membangkitkan listrik. Yang berbeda dari kedua tipe pembangkit listrik ini adalah mesin pembangkit uapnya, yang satu berupa ketel uap dan yang lainnya berupa reaktor nuklir. Dalam reaktor nuklir PLTN, reaksi fisi berantai dipertahankan kontinuitasnya dalam bahan bakar sehingga bahan bakar menjadi panas. Panas ini kemudian ditransfer ke pendingin reaktor yang kemudian secara langsung atau tak langsung digunakan untuk membangkitkan uap. Pembangkitan uap langsung dilakukan dengan membuat pendingin reaktor (biasanya air biasa, H2O) mendidih dan menghasilkan uap. Pada pembangkitan uap tak langsung, dua pendingin reaktor (disebut pendingin primer) yang menerima panas dari bahan bakar disalurkan melalui pipa ke perangkat pembangkit uap. Pendingin primer ini kemudian memberikan panas (menembus media dinding pipa) ke pendingin sekunder (air biasa) yang berada di luar pipa perangkat pembangkit uap untuk kemudian panas tersebut mendidihkan pendingin sekunder dan membangkitkan uap.
Proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan energi listrik dalam PLTN sebagai berikut : ‐
Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga dilepaskan energi dalam bentuk panas yang sangat besar.
‐
Panas dari reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air dingin, bisa pendingin primer maupun sekunder bergantung pada tipe reactor nuklir yang digunakan.
‐
Uap air yang dihasilkan dipakai untuk memutar turbin sehingga dihasilkan energi gerak.
‐
Enegri gerak dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar generator sehingga dihasilkan arus listrik.
Gambar 22. Perbandingan Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Tenaga Uap .
Reaktor Fisi Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir dari isotop fissil uranium dan plutonium. Selanjutnya reaktor daya fissi dikelompokkan lagi menjadi: •
Reaktor thermal, menggunakan moderator neutron untuk melambatkan atau me-moderate neutron sehingga mereka dapat menghasilkan reaksi fissi selanjutnya. Neutron yang dihasilkan dari reaksi fissi mempunyai energi yang tinggi atau dalam keadaan cepat, dan harus diturunkan energinya atau dilambatkan (dibuat thermal) oleh moderator sehingga dapat menjamin kelangsungan reaksi berantai. Hal ini berkaitan dengan jenis bahan bakar yang digunakan reaktor thermal yang lebih memilih neutron lambat ketimbang neutron cepat untuk melakukan reaksi fissi.
•
Reaktor cepat, menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. Karena reaktor cepat menggunkan jenis bahan bakar yang berbeda dengan reaktor thermal, neutron yang dihasilkan di reaktor cepat tidak perlu dilambatkan guna menjamin reaksi fissi tetap berlangsung. Boleh dikatakan, bahwa reaktor thermal menggunakan neutron thermal dan reaktor cepat menggunakan neutron cepat dalam proses reaksi fissi masing-masing.
•
Reaktor
subkritis,
menggunakan
sumber
neutron
luar
ketimbang
menggunakan reaksi berantai untuk menghasilkan reaksi fissi. Hingga 2004 hal ini hanya berupa konsep teori saja, dan tidak ada purwarupa yang diusulkan atau dibangun untuk menghasilkan listrik, meskipun beberapa laboratorium mendemonstrasikan dan beberapa uji kelayakan sudah dilaksanakan.
Terdapat beberapa tipe Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), yaitu : •
Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor, PWR)
•
Reaktor Air Tekan Rusia (VVER)
•
Reaktor Air Didih (Boiling Water Reactor, BWR)
•
Reaktor Air Berat Pipa Tekan (CANDU)
•
Reaktor Air Berat Pembangkit Uap (Steam Generating Heavy Water Reactor, SGHWR)
•
Reaktor Pendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR)
•
Reaktor Gas Maju (Advanced Gas Reactor, AGR)
•
Reaktor Gas Suhu Tinggi (High Temperatur Gas Reactor, HTGR)
•
Reaktor Moderator Grafit Pendingin Air Didih (RBMK)
•
Reaktor Pembiak Cepat (Fast Breeder Reactor, FBR)
Reaktor Air Ringan (Light Water Reactor, LWR) Diantara PLTN yang masih beroperasi di dunia, 80 % adalah PLTN tipe Reaktor Air Ringan (LWR). Reaktor ini pada awalnya dirancang untuk tenaga penggerak kapal selam angkatan laut Amerika. Dengan modifikasi secukupnya dan peningkatan daya seperlunya kemudian digunakan dalam PLTN. PLTN tipe ini dengan daya terbesar yang masih beroperasi pada saat ini (tahun 2003) adalah PLTN Chooz dan Civaux di Perancis yang mempunyai daya 1500 MWe, dari kelas N-4 Perancis. Reaktor Air Ringan dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu Reaktor Air Didih dan Reaktor Air Tekan (pendingin tidak mendidih), kedua golongan ini menggunakan air ringan sebagai bahan pendingin dan moderator. Pada tipe reaktor air ringan sebagai bahan bakar digunakan uranium dengan pengayaan rendah sekitar 2 – 4 % (bukan uranium alam karena sifat air yang menyerap neutron). Kemampuan air dalam memoderasi neutron (menurunkan kecepatan / energi neutron) sangat baik, maka jika digunakan dalam reaktor (sebagai moderator neutron dan pendingin) ukuran teras reaktor menjadi lebih kecil (kompak) bila dibandingkan dengan reaktor nuklir tipe reaktor gas dan reaktor air berat.
Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor, PWR) Pada PLTN tipe PWR, air sistem pendingin primer masuk ke dalam bejana tekan reaktor pada tekanan tinggi dan temperatur lebih kurang 290o C. Air bertekanan dan bertemperatur tinggi ini bergerak pada sela-sela batang bahan bakar dalam perangkat bahan bakar ke arah atas teras sambil mengambil panas dari batang bahan bakar, sehingga temperaturnya naik menjadi sekitar 320o C. Air pendingin primer ini kemudian disalurkan ke perangkat pembangkit uap (lewat sisi dalam pipa pada perangkat pembangkit uap), di perangkat ini air pendingin primer memberikan energi panasnya ke air pendingin sekunder (yang ada di sisi luar pipa pembangkit uap) sehingga temperaturnya naik
sampai titik didih dan terjadi penguapan. Uap yang dihasilkan dari penguapan air pendingin sekunder tersebut kemudian dikirim ke turbin untuk memutar turbin yang dikopel dengan generator listrik. Perputaran generator listrik akan menghasilkan energi listrik yang disalurkan ke jaringan listrik. Air pendingin primer yang ada dalam bejana reaktor dengan temperatur 320o C akan mendidih jika berada pada tekanan udara biasa (sekitar 1 atm). Agar pendingin primer ini tidak mendidih, maka sistem pendingin primer diberi tekanan hingga 157 atm. Karena adanya pemberian tekanan ini maka bejana reaktor sering disebut sebagai bejana tekan atau bejana tekan reaktor. Pada reaktor tipe PWR, air pendingin primer yang membawa unsur-unsur radioaktif dialirkan hanya sampai ke pembangkit uap, tidak sampai turbin, oleh karena itu pemeriksaan dan perawatan sistem sekunder (komponen sistem sekunder: turbin, kondenser, pipa penyalur, pompa sekunder dan lain-lain) menjadi mudah dilakukan. Pada prinsipnya PWR yang dikembangkan oleh Rusia (disebut VVER) sama dengan PWR yang dikembangkan oleh negara-negara barat. Perbedaan konstruksi terdapat pada bentuk penampang perangkat bahan bakar VVER (berbentuk segi enam) dan letak pembangkit uap VVER (horisontal). Pada reaktor tipe PWR, seperti yang banyak beroperasi saat ini, peralatan sistem primer saling dihubungkan membentuk suatu untai (loop). Jika peralatan sistem primer dihubungkan oleh dua pipa penghubung utama yang diperpendekdan kemudian dimasukkan dalam bejana reaktor maka sistem seperti ini disebut reaktor setengah terintegrasi (setengah modular). Tetapi jika seluruh sistem primer disatukan dan dimasukkan ke dalam bejana reaktor maka disebut reaktor terintegrasi (modular), lihat. Reaktor setengah modular ataupun modular tidak dikembangkan untuk PLTN berdaya besar.
Reaktor Air Didih (Boiling Water Reactor, BWR) Karakteristik unik dari reaktor air didih adalah uap dibangkitkan langsung dalam bejana reaktor dan kemudian disalurkan ke turbin pembangkit listrik. Pendingin dalam bejana reactor berada pada temperatur sekitar 285o C dan tekanan jenuhnya sekitar 70 atm. Reaktor ini tidak memiliki perangkat pembangkit uap tersendiri, karena uap dibangkitkan di bejana reaktor. Karena itu pada bagian atas bejana reaktor terpasang perangkat pemisah dan pengering uap, akibatnya konstruksi bejana reaktor menjadi lebih rumit.
Reaktor Air Berat (Heavy Water Reactor, HWR) Dalam hal kemampuan memoderasi neutron, air berat berada pada urutan berikutnya setelah air ringan, tetapi air berat hampir tidak menyerap neutron. Oleh karena itu jika air berat dipakai sebagai moderator, maka dengan hanya menggunakan uranium alam (tanpa pengayaan) reaktor dapat beroperasi dengan baik. Bejana reaktor (disebut kalandria) merupakan tangki besar yang berisi air berat, di dalamnya terdapat pipa kalandria yang berisi perangkat bahan bakar. Tekanan air berat biasanya berkisar pada tekanan satu atmosferdan temperaturnya dijaga agar tetap di bawah 100o C. Akan tetapi pendingin dalam pipa kalandria mempunyai tekanan dan temperatur yang tinggi, sehingga konstruksi pipa kalandria berwujud pipa tekan yang tahan terhadap tekanan dan temperatur yang tinggi.
Reaktor Air Berat Tekan (Pressurized Heavy Water Reactor, PHWR) CANadian Deuterium Uranium Reactor (CANDU) adalah suatu PLTN yang tergolong pada tipe reaktor pendingin air berat tekan dengan pipa tekan. Reaktor ini merupakan reaktor air berat yang banyak digunakan. Bahan bakar yang digunakan adalah uranium alam. Kanada menjadi pelopor penyebaran reaktor tipe ini di seluruh dunia.
Reaktor Air Berat Pendingin Gas (Heavy Water Gas Cooled Reactor, HWGCR) HWGCR atau sering dibalik GCHWR adalah suatu tipe reaktor nuklir yang menggunakan air berat sebagai bahan moderatornya, sehingga pemanfaatan neutronnya optimal. Gas pendingin dinaikkan temperaturnya sampai pada tingkat yang cukup tinggi sehingga efisiensi termal reaktor ini dapat ditingkatkan. Tetapi oleh karena persoalan pengembangan bahan kelongsong yang tahan terhadap temperatur tinggi dan paparan radiasi lama belum terpecahkan hingga sekarang, maka pada akhirnya di dunia hanya terdapat 4 reaktor tipe ini. Di negara Perancis reaktor tipe ini dibangun, tetapi sebagai bahan kelongsong tidak digunakan berilium melainkan stainless steel.
Reaktor Air Berat Pembangkit Uap (Steam Generated Heavy Water Reactor, SGHWR) Reaktor ini sering disebut Light Water Cooled Heavy Water Reactor (LWCHWR) dan hanya ada di Pusat Penelitian Winfrith Inggris. Reaktor berdaya 100 MWe ini merupakan prototipe reaktor pembangkit daya tipe SGHWR dan beroperasi dari tahun 1968 sampai tahun 1990. Pada waktu itu
reaktor SGHWR sempat menjadi suatu fokus pengembangan di Inggris, tetapi oleh karena persoalan ekonomi maka tidak dikembangkan lebih lanjut. Sementara itu Jepang mengembangkan reaktor air berat yang disebut Advanced Thermal Reactor (ATR). Jepang membangun reaktor ATR Fugen berdaya 165 MWe. Keunikan dari reaktor ATR ini adalah, bahan bakar dapat terbuat dari uranium dengan pengayaan rendah atau uranium alam yang diperkaya dengan plutonium. Pada saat bahan bakar terbakar, penyusutan plutonium di bahan bakar sedikit sekali. Reaktor prototipe Fugen dioperasikan sejak tahun 1979, tetapi karena terjadi perubahan kebijakan dari pemerintah, sampai saat ini reaktor ATR komersial belum pernah terwujud. Reaktor Fugen beroperasi hingga tahun 2002 dan pada tahun berikutnya direncanakan untuk didekomisioning.
Reaktor Grafit Pendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) Grafit sebagai bahan moderator sudah digunakan oleh ilmuwan Enrico Fermi sejak reaktor nuklir pertama Chicago Pile No.1 (CP 1). Grafit terkenal murah dan dapat diperoleh dalam jumlah besar. Plutonium (Pu-239) yang digunakan pada bom atom yang dijatuhkan pada saat Perang Dunia II dibuat di reaktor grafit. Setelah perang dunia berakhir reaktor GCR adalah salah satu tipe reaktor yang didesain-ulang di Inggris maupun Perancis. Reaktor ini menggunakan bahan bakar logam uranium alam, moderator grafit pendingin gas karbondioksida. Bahan kelongsong terbuat dari paduan magnesium (Magnox), oleh karena itu reaktor ini disebut sebagai reaktor Magnox. Reaktor Magnox mempunyai pembangkitan daya listrik cukup besar dan efisiensi ekonomi yang baik. Raktor tipe modifikasi Magnox pernah dibangun di Jepang pada tahun 1967 sebagai PLTN Tokai. Setelah beroperasi selama 30 tahun reaktor ini ditutup pada tahun 1998.
Reaktor Canggih Grafit Pendingin Gas (Advanced Gas-cooled Reactor, AGR) Di Inggris fokus pengembangan teknologi PLTN bergeser ke reaktor berbahan bakar uranium dengan pengayaan rendah, yang memiliki kerapatan daya dan efisiensi termal yang tinggi. Unjuk kerja reaktor ini terbukti dapat diperbaiki. Di Inggris reaktor ini hanya sempat dibangun sebanyak 14 buah saja, karena setelah pertengahan tahun 1980 kebijakan Pemerintah Inggris berubah.
Reaktor Grafit Pendingin Gas Suhu Tinggi (High Temperatur Gas-cooled Reactor, HTGR) Reaktor ini menggunakan gas helium sebagai pendingin. Karakteristik menonjol yang unik dari reaktor HTGR ini adalah konstruksi teras didominasi bahan moderator grafit, temperature operasi dapat ditingkatkan menjadi tinggi dan efisiensi pembangkitan listrik dapat mencapai lebih dari 40 %. Terdapat 3 bentuk bahan bakar dari HTGR, yaitu dapat berupa: (a) Bentuk batang seperti reaktor air ringan (dipakai di reaktor Dragon dan Peach Bottom); (b) Bentuk blok, di mana di dalam lubang blok grafit yang berbentuk segi enam di masukkan batang bahan bakar (dipakai di reaktor Fort St. Vrain, MHTGR, HTTR); (c) Bentuk bola (peble bed), di mana butir bahan bakar bersalut didistribusikan dalam bola grafit (dipakai di reaktor AVR, THTR-300).
Reaktor Grafit Pipa Tekan Air Didih Moderator Grafit (Light Water Gascooled Reactor, LWGR) RBMK adalah reaktor tipe ini yang hanya dikembangkan di Rusia. Reaktor ini tidak menggunakan tangki kalandria (berisi air berat) seperti reaktor tipe SGHWR tetapi menggunakan grafit sebagai moderator, oleh karena itu dimensi reaktor menjadi besar. Sekitar 1700 buah pipa tekan menembus susunan blok grafit. Di dalam pipa tekan diisi batang bahan bakar di mana di sekelilingnya mengalir air ringan yang mengambil panas dari batang bahan bakar sehingga mendidih. Uap yang terbentuk dikirim ke turbin pembangkit listrik untuk memutar turbin dan membangkitkan listrik. Salah satu reaktor tipe ini yang terkenal karena mengalami kecelakaan adalah reaktor Chernobyl No.4 yang merupakan reaktor tipe RBMK-1000. Salah satu kegagalan desain pada reaktor tipe RBMK yang dianggap sebagai kambing hitam terjadinya kecelakaan Chernobyl adalah tidak tersedianya bejana pengungkung reaktor.
Reaktor Cepat (Fast Reactor, FR), Reaktor Pembiak Cepat (Liquid Metal Fast Breeder Reactor, LMFBR) Seperti tersirat dalam nama tipe reaktor ini, neutron cepat yang dihasilkan dari reaksi fisi dengan kecepatan tinggi dikondisikan sedemikian rupa sehingga diserap oleh uranium-238 menghasilkan plutonium-239. Dengan kata lain di dalam reaktor dapat dibiakkan (dibuat) unsur plutonium. Rapat daya dalam teras reaktor cepat sangat tinggi, oleh karena itu sebagai pendingin biasanya digunakan bahan logam natrium cair atau logam cair campuran natrium dan kalium (NaK) yang mempunyai kemampuan tinggi dalam mengambil panas dari bahan bakar. Konstruksi reaktor pembiak cepat terdiri dari pendingin primer yang berupa bahan logam cair mengambil panas dari bahan bakar dan kemudian mengalir ke alat penukar panas-antara (intermediate heat
exchanger), selanjutnya energi panas ditransfer ke pendingin sekunder dalam alat penukar panas-antara ini. Kemudian pendingin sekunder (bahan pendingin adalah natrium cair atau logam cair natrium) yang tidak mengandung bahan radioaktif akan mengalir membawa panas yang diterima dari pendingin primer menuju ke perangkat pembangkit uapdan memberikan panas ke pendingin tersier (air ringan) sehingga temperaturnya meningkat dan mendidih (proses pembangkitan uap). Uap yang dihasilkan selanjutnya dialirkan ke turbin untuk memutar generator listrik yang dikopel dengan turbin. Komponen sistem primer dari reaktor pembiak cepat terdiri dari bejana reaktor, pompa sirkulasi primer, alat penukar panas-antara. Komponen ini dirangkai oleh pipa penyalur pendingin membentuk suatu untai (loop), karena itu reaktor seperti ini digolongkan dalam kelas reaktor untai. Apabila seluruh komponen sistem primer di atas semuanya dimasukkan ke dalam bejana reaktor, maka reaktor pembiak cepat seperti ini digolongkan dalam kelas reaktor tangki atau reaktor kolam. Contoh reaktor pembiak cepat tipe reaktor untai adalah reaktor prototipe Monju di Jepang, sedangkan untuk tipe reaktor kolam adalah reaktor Super Phenix di Perancis yang sudah menjadi reaktor komersial. Reaktor Cepat Eropa (Europian Fast Reactor, EFR) yang secara intensif dikembangkan oleh negara-negara Eropa diharapkan akan mulai masuk pasar komersial pada tahun 2010.
Di dalam inti atom tersimpan tenaga inti nuklir yang luar biasa besarnya. Tenaga nuklir itu hanya dapat dikeluarkan melalui proses pembakaran bahan bakar nuklir. Proses ini sangat berbeda dengan pembakaran kimia biasa yang umumnya sudah dikenal. Besarnya energi yang tersimpan (E) di dalam inti atom adalah seperti dirumuskan dalam kesetaraan massa dan energi oleh Albert Einstein : E = MC2, dengan M (massa bahan) E (besar energi yang tersimpan) dan C (kecepatan cahaya = 3 X 108 m/s. energi nuklir berasal dari perubahan energi inti yang keluar sebagai energi panas.
Untuk mendapatkan gambaran tentang besarnya energi yang dapat dilepaskan oleh reaksi nuklir, dapat kita lihat pada perhitungan berikut ini. Jika ada 1 g (0,001 kg) bahan bakar nuklir 235U (Uranium dengan isotop 235). Jumlah atom dalam bahan bakar ini adalah : N = (1/235) x 6,02 x 1023 = 25,6 x 1020 atom 235U. Karena setiap proses fisi bahan bakar nuklir 235U disertai dengan pelepasan energi sebesar 200 MeV, maka 1 g 235U yang melakukan reaksi fisi sempura dapat melepaskan eergi sebesar : E = 25,6 x 1020 (atom) x 200 (MeV/atom) = 51,22 X 1022 MeV Jika energi itu dinyatakan dengan satuan joule (J) dimana 1 MeV = 1,6 x 10-13 J, maka energi yang dilepaskan menjadi : E = 51,2 x 1022 (MeV) x 1,6 x 10-13 (J/MeV) = 81,92 x 109 J Dengan menganggap 30% dari energi itu dapat diubah menjadi energi listrik,maka energi listrik yang dapat diperoleh dari 1g 235U adalah : Elistrik = 30% x 81,92 x 109j = 24,58 x 109 J Karena 1 Joule = 1 W.s (E = P.t) maka peralatan elektronik dengan daya 100W dapat dipenuhi kebutuhan listriknya oleh 1g 235U selama : T = Elistrik/P = 24,58 x 109 / 100 = 24,58 x 107 s atau 7,78 tahun = 8 tahun nonstop tanpa dimatikan. Dapat dibayangkan betapa besarnya tenaga listrik yang dapat dihasilkan oleh hanya 1 gram Uranium
Tabel Perbandingan
Pertanyaan dan Jawaban 1. Proses Startup pada PLTU batubara membutuhkan waktu berapa lama? Apakah dapat langsung menggunakan batubara pada saat startup? Tergantung type startupnya, yaitu : •
hot start baru mulai berproduksi setelah kurang lebih 5 jam.
•
cold start kurang lebih butuh 16 jam untuk mulai menghasilkan listrik.
Pada saat start up, pembakaran tidak langsung dilakukan dengan batu bara, tetapi mempergunakan bahan bakar minyak. Baru setelah beban (dummy load) mencapai 10%-15% batu bara pelan-pelan mulai masuk menggantikan minyak. Maka selain coal piping, burner juga terhubung dengan oil pipe, atomizing air dan scavanging air pipe yang berfungsi untuk mensuplai BBM. 2. Apakah yang dimaksud dengan HRSG ? Heat Recovery Steam Generator (HRSG) merupakan peralatan yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap pada temperatur dan tekanan tertentu. Peralatan ini terdapat pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) yang menggunakan siklus kombinasi (Combined Cycle). Pada HRSGU terdapat daerah superheater-1 and superheater-2, yang merupakan daerah pemanas uap lanjut. Daerah superheater ini terdiri dari susunan pipa-pipa yang bekerja pada temperatur dan tekanan tinggi dengan kondisi operasi yang korosif secara terus menerus. Hasil dari Uap yan direcovery ini dapat digunakan kembali untuk menggerakkan low pressure steam turbin. 3. Sebutkan Jenis-jenis pada PLTN ? Terdapat beberapa tipe Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), yaitu : •
Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor, PWR)
•
Reaktor Air Tekan Rusia (VVER)
•
Reaktor Air Didih (Boiling Water Reactor, BWR)
•
Reaktor Air Berat Pipa Tekan (CANDU)
•
Reaktor Air Berat Pembangkit Uap (Steam Generating Heavy Water Reactor, SGHWR)
•
Reaktor Pendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR)
•
Reaktor Gas Maju (Advanced Gas Reactor, AGR)
•
Reaktor Gas Suhu Tinggi (High Temperatur Gas Reactor, HTGR)
•
Reaktor Moderator Grafit Pendingin Air Didih (RBMK)
•
Reaktor Pembiak Cepat (Fast Breeder Reactor, FBR)
Daftar Pustaka www.youtube.com www.konversi.wordpress.com www.pelamiswave.com www.marineturbines.com www.wikipedia.id www.dunialistrik.blogspot.com www.elektroindonesia.org http://www.inforse.org http://www.alpensteel.com/article/51-113-energi-lain-lain/2110-pembangkitlistrik-101.html