ARAB BIBLE www.ArabBible.com
Apakah nama ‘Allah’ digunakan oleh orang-orang Kristen Arab sebelum jaman Islam? Sudah sejak lama ada asumsi bahwa nama ‘Allah’ digunakan oleh orang-orang Kristen sebelum jaman Islam di Arabia. Jika memang demikian, mana buktinya? Gagasan ini dipopulerkan di antara orang Barat oleh seorang penulis kenamaan, Phillip K. Hitti, dalam bukunya History of the Arabs pada tahun 1937. Banyak situs internet yang mendukung penggunaan kata ‘Allah’ mengutip buku ini. Maka, marilah kita menyelidiki pernyataan-pernyataan Hitti dan memeriksanya dengan seksama. Hitti menulis, “Allah (allah, al-ilah, Tuhan) adalah penghulu, walaupun bukanlah satu-satunya sesembahan di Mekkah. Nama itu sangat kuno. Nama itu muncul dalam dua inskripsi Arab Selatan, pertama sebuah Minaean yang ditemukan di al-‘Ula dan yang kedua sebuah Sabean, namun dalam bentuk HLH dalam inskripsi Lihyanite pada abad ke-5 SM. Lihyan, yang mempunyai dewa dari Syria, adalah Pusat pertama penyembahan kepada dewa ini di Arab. Nama itu muncul sebagai Hallah dalam inskripsi Safa 5 abad sebelum Islam dan juga dalam sebuah inskripsi Kristen Arab sebelum jaman Islam yang ditemukan di umm-al-Jimal, Syria, dan dianggap berasal dari abad ke-6. Nama ayah Muhammad adalah ‘Abd-Allah (‘Abdullah, hamba atau penyembah Allah’)”. (History Of The Arabs, h. 96-101).
Sebuah Penemuan Yang Menakjubkan – kata ‘Allah’ ternyata absen! Dalam kutipan yang pertama, Hitti berasumsi, seperti juga banyak orang lainnya, bahwa “Allah” dan “al-Ilaah” adalah sama. Namun dalam karya monumental Edward Lane yang menulis An Arabic-English Lexicon, dapat kita ketahui bahwa menurut para ahli tata bahasa yang ternama, kata “Allah” sesungguhnya “sebuah nama diri...dengan inisial ---- yang tidak terpisahkan dari suku kata selanjutnya...dan bukan merupakan asal kata”. Namun demikian, para ahli tata bahasa yang tidak terlalu berpengaruh secara sederhana mengasumsikan bahwa nama “Allah” sebenarnya berasal dari “al-Ilaah” ( = Tuhan), yang pada akhirnya menjadi “Allah”. Sayangnya, pendapat yang kedua ini telah menjadi legenda yang tidak lagi dipertanyakan kebenarannya. Lebih jauh lagi, jika kata “Allah” semata-mata hanya berarti ‘Tuhan’ dan bukannya nama sesembahan spesifik orang Arab, lalu bagaimanakah bentuk femininnya yaitu ‘Allat’ (sebuah kata sebutan/proper noun) dapat tercakup di dalamnya? Banyak orang tidak menyadari bahwa Qur’an pun menyebutkan sesembahan feminin ini (Sura 53:19-20). Kaum Nabatea di Petra (Yordan Selatan) memiliki sebuah kuil untuk menyembahnya. Nama Allat lebih merupakan nama personal/nama diri dari dewi pagan Arab. Demikian pula, Allah adalah sebuah nama diri. Berikutnya, selain dari yang disebut sebagai inskripsi “Kristen” (yang akan kita bahas dalam paragraf berikut), Hitti tidak memberikan referensi Arab apa pun, namun ia menggunakan inskripsi-inskripsi alfabetikal Minnaean, Sabaean dan Lihyanite. Sekalipun ini merupakan rumpun bahasa-bahasa Arab (bukan Arab klasik), bukankah sesuatu yang mencurigakan ketika tidak ada inskripsi yang serupa dalam bahasa Arab? Bahasa Arab dipergunakan secara luas pada abad ke-5. Tentunya, ada sejumlah inskripsi Arab sebelum jaman Islam, namun tidak satupun yang memuat nama ‘Allah’. Terlebih, Hitti dengan keras mengklaim bahwa bentuk H-L-H secara otomatis menjadi ‘Hallah’. Tetapi bagaimanakah kita dapat mengasumsikan penggandaan L ditengahnya? Pada masa-masa awal kesarjanaan di Timur Dekat, banyak kaum orientalis yang secara rutin mengasumsikan adanya lompatan-lompatan besar “logika” dalam pergerakan diantara berbagai bahasa Semitis. Ada kalanya mereka benar, tetapi seringkali lompatan mereka tidak cukup jauh! Sebuah contoh memalukan mengenai hal ini berasal dari Konkordansi Strong, dimana ia seringkali menghubungkan dengan “akar-akar yang tidak terpakai”. Mengira-ngira adalah satu hal, namun untuk menyatakannya sebagai sebuah fakta adalah perkara lain lagi. Berkenaan dengan dugaan penggunaan kata ‘Allah’ oleh orang Kristen, Hitti mengutip inskripsi Umm al-Jimal yang terkenal di “Syria”. Umm al-Jimal adalah sebuah kota di Byzantium, saat ini berada di negara Yordania modern, tidak jauh dari perbatasan Syria. Inskripsi itu sendiri tertera di atas lempeng basal
dan ditemukan oleh Enno Littmann pada tahun 1904, di tempat yang disebut sebagai “Double Church” di reruntuhan Umm al-Jimal (saya sendiri telah mengunjungi situs sejarah ini ketika melakukan penggalian arkeologis di Yordan pada 2004). Inskripsi ini diperkirakan berasal dari abad ke-5 atau 6 M. Pada halaman berikut anda dapat melihat reproduksi dari inskripsi ini. Inskripsi ini awalnya diterjemahkan oleh Littmann: Baris #1 “Allah, berikanlah pengampunan kepada ‘Ulaih (Ulaih adalah nama seseorang)..” Baris #2 “putra ‘Ubaidah, sekretaris...” Baris #3 “dari al-‘Ubaid, pemimpin Banu...” Baris #4&5 “Amr (Littmann berasumsi bahwa Banu ‘Amr adalah sebuah suku Arab)! Kiranya orang yang membacanya memperhatikannya!”
Perhatikanlah kata yang pertama (yaitu kata yang berada di ujung kanan atas inskripsi itu). Littmann (salah) menduga bahwa huruf-hurufnya adalah A-L-L-H, maka ia menterjemahkannya dengan kata ‘Allah’. Inilah awal mula terjadinya kontroversi. James Bellamy dari University of Michigan dalam artikelnya di tahun 1998 dalam Journal of the American Oriental Society, mengemukakan bahwa dua huruf pertama dari kata itu tidak mungkin dipandang sebagai ‘a’ dan ‘l’ *dua huruf pertama dari kata ‘Allah’). Untuk menyadari hal ini, yang dibutuhkan hanyalah membandingkannya dengan dua huruf pertama dari baris #3. Yang benar adalah ‘a’ dan ‘l’, (yang terangkai dengan bagian definite article dari kata ‘al-Ubaid’). Sebagai tambahan, huruf pertama itu juga mempunyai sebuah tanda diakritik (tanda titik dibawahnya), yang tentu saja tidak dimiliki ‘alif'. Bellamy berpendapat bahwa alasan Littmann tidak mampu membaca inskripsi itu dengan benar adalah karena ia berusaha mencari paralel-paralelnya dalam bahasa-bahasa lain, dan tidak benar-benar berkonsentrasi pada bahasa Arab. Bellamy menerjemahkan kata pertama itu sebagai kata kerja ‘barrazahu’ (B-R-Z-H), dan bukannya sebutan/proper noun ‘Allah’. Huruf pertama harus dibaca sebagai ‘B’ (dengan karakteristik titik di bawah garis horisontal), huruf kedua adalah ‘R’ (kelihatannya seperti ‘R’ diagonal Arab klasik), dan huruf terakhirnya adalah ‘H’ (‘H’ ini adalah sebuah akhiran kata
ganti benda/orang, yang berarti “-nya”). Bellamy mentransliterasikan kata ini sebagai ‘barrazahu’ yang berarti ‘mereka merancangkannya’. Edward Lane menginformasikan pada kita bahwa kata kerja ini berhubungan dengan merancangkan sebuah teks tertulis (seperti inskripsi ini). Akhiran “-nya” disini menunjuk pada inskripsi itu sendiri, dan Bellamy mengemukakan bahwa penggunaan kata ganti diri di sini tanpa sebuah anteseden, yang berbentuk demonstratif, merupakan praktek Arab klasik, ditemukan dalam Qur’an (Sura 19:97 dan dalam Sura 97:1). Jadi seharusnya baris #1 dibaca demikian...”(Inskripsi) ini dirancangkan oleh para kolega ‘Ulaiyh (Lit: para kolega ‘Ulaiyh merancangkan ini)” Berikut ini adalah close-up inskripsi itu yang menunjukkan kata yang kita diskusikan, dan juga transkripsinya ke dalam skrip Arab modern :
Jadi, apa arti semuanya ini? Artinya tidak ada kata ‘Allah’ dalam apa yang dipandang sebagai inskripsi Kristen ini! Kata ‘Allah’ bahkan tidak pernah muncul di Umm al-Jimal. Littmann sendiri mengakui pergumulannya dengan penafsiran orisinilnya, dan ketika ia melakukan revisi akhir pada tahun 1949, ia berkata bahwa ia bahkan tidak “berupaya untuk memberikan sebuah pembacaan dan penerjemahan yang pasti”. Oleh karena itu inskripsi ini tidak dan tidak dapat membuktikan penggunaan kata ‘Allah’. Pada kenyataannya, kata itu bahkan tidak pernah digunakan! Sayangnya, pernyataan-pernyataan seperti yang berikut ini masih banyak terdapat di internet: “Inskripsi Umm alJimal...tanpa disengaja, menghubungkan Tuhan dengan kata Allah, yang menunjukkan penggunaan kata itu oleh orang-orang Kristen Arab sebelum Islam”. Namun seperti yang pernah dikatakan Winston Churchill: “Sebuah kebohongan telah berjalan menempuh separuh dunia sebelum kebenaran sempat mengenakan celananya”. Penemuan Menakjubkan Lainnya – ‘al-ilaah’ ternyata ada! Kini marilah kita memperhatikan sebuah epigraf Kristen sebelum Islam yang memang berbicara mengenai Tuhan. Inskripsi ini, bertanggal 512 M dan seperti yang ditunjukkan berikut, ditemukan di Zebed, Syria (di selatan Aleppo). Inskripsi ini mencakup 3 bahasa yaitu Yunani, Syriac dan Arab dan ditulis pada kusen atas kain tiras pintu tempat keramat/makan St. Serge (seorang tentara Roma yang akhirnya menjadi martir Kristen).
Untuk lebih jelasnya, teks Arab (yang tertera diatas kain tiras kecil) itu direproduksi sebagai berikut:
Perhatikanlah bahwa bahasa Arab tidak menterjemahkan bahasa Yunani, namun hanya memuat daftar 6 nama. Menurut M.A. Kuneger, inskripsi ini dibaca: “Dengan pertolongan Tuhan! (atau: Kiranya Tuhan menolong!) Sergius, putra dari Amat Manaf, dan Tobi, putra dari Imroulqais, dan Sergius, putra dari Sa’d, dan Sitr, dan Shouraih (atau juga: Sergius)”. Berikut ini adalah close-up kata yang sedang kita diskusikan (kata di ujung kanan atas inskripsi), dan transkripsinya ke dalam skrip Arab modern:
Perhatikanlah bahwa kata dalam bahasa Arab yang sudah ada sebelum Islam ini BUKANLAH Allah, tetapi al-Ilaah! Tentu saja, inskripsi ini telah diabaikan secara total oleh mereka yang mendukung penggunaan kata Allah, karena inskripsi ini tidak mencantumkan kata Allah. Hampir semua situs yang menyebutkan inskripsi ini mengatakan pada kita bahwa ada 6 nama di dalamnya, tetapi hampir semua dapat menunjukkan penggunaan al-Ilaah di sini. Kata ini tidak mungkin dibengkokkan menjadi Allah. Bahkan tanpa huruf hidup sekalipun, seorang Arab yang berpendidikan akan mengatakan pada anda bahwa kata itu harus dibaca ‘al-Ilaah’ . Inilah alasan utama mengapa kami menggunakan kata al-Ilaah untuk Tuhan dalam ArabBible, dan bukannya Allah.
Lalu, bukti ini mengarah pada apa? Penemuan Ini mengindikasikan bahwa orang-orang Kristen sebelum jaman Islam menggunakan kata al-Ilaah, dan bukan Allah! Ini adalah sesuatu yang teramat sangat penting, karena pada satu titik setelah kedatangan Islam, situasinya berubah. Sangat mungkin bahwa para penerjemah Alkitab dalam bahasa Arab yang mula-mula berada di bawah tekanan untuk menggunakan nama Allah dalam Alkitab, dan bukannya kata al-Ilaah yang telah digunakan oleh orang-orang Kristen. Mt. Sinai Arabic Codex 151 adalah terjemahan Alkitab ke dalam bahsa Arab yang tertua yang masih ada, yang diterjemahkan pada bulan Ramadan 867 M oleh Bishr Ibn as-Sirri, seorang Kristen Nestorian yang tinggal di Damaskus, kira-kira 200 tahun setelah masa advent Islam, pada masa pemerintahan kekalifahan Abbasid. Telah banyak diketahui orang bahwa Abbasid memisahkan dirinya dari Kekalifahan Umayyad yang terdahulu dengan menyerang sekularisme mereka. Maka sangatlah mungkin jika sang penerjemah Alkitab ini, duduk tepat di bekas Kekalifahan Umayyad, menggunakan istilah Allah milik Islam, baik untuk menghindarkan diri dari penganiayaan, atau agar diterima dalam kekalifahan, atau juga keduanya. Sebagaimana yang dikemukakan Sidney Griffith dalam artikel jurnalnya, Anthony David of Baghdad, Scribe and Monk of Mar Sabas: Arabic in the Monasteries of Palestine, yang terdapat dalam jurnal Church History (Vol. 58, No. 1, March 1989, h. 7-19), bahasa Arab semakin banyak digunakan oleh para pemimpin Kristen Timur, dan akhirnya menggantikan bahasa Yunani. Nampaknya, bahkan di dalam gereja, ada pergeseran besar ke arah mengadopsi segala hal yang bersifat islami. Migrasi ke arah kebudayaan Arab yang sedang berjaya sedang digemari (dan juga lebih aman), oleh karena peradaban Arab kemudian dipandang sebagai kebudayaan yang lebih superior dari yang lainnya. Dengan situasi seperti ini maka tidaklah mengejutkan jika kita melihat munculnya penggunaan kata ‘Allah’.