APLIKASI SISTEM MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH TINGKAT SMK Oleh, Nurlina Abstract: School Based Education Management (SBEM) System in Vocational High School . The perception of stakeholders about the role of SBEM in supporting the development of are potencies. that the implementation of this system would be able to generate regional development based on the potency of the community. SBEM system is an education management concept that concentralized within the school system. The vocational high school in territory have implemented the SBEM system. The perception of stakeholders about the SBEM implementation is positive. However, the program implementation is not effective due to budget limitation. It is also found that there is a positive connection between SBEM and student competence.
Keywords : SMK, MPBS, Stakeholder. Pendahuluan Sejak tahun 2003, satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal menjadi paradigma baru pendidikan di Indonesia, dengan harapan dapat mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Pemberdayaan sistem manajemen pendidikan berbasis sekolah (MPBS) dalam menunjang School-Based Curriculum Development menjadi salah satu konsep manajemen pendidikan untuk menciptakan dan memelihara perubahan dalam rangka penyesuaian kurikulum, peningkatan kompetensi peserta didik serta sarana prasarana pendidikan yang didesentralisasi dalam koridor semangat nasional, sehingga mampu menciptakan daya dukung SDM dalam menunjang keunggulan potensi wilayah di daerah. Secara umum, dasar dan fungsi pendidikan nasional menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah: bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak 109
110
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara itu tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam Ensiklopedia Amerika manajemen merupakan "the art of coordinating the elements of factors of production towards the achievement of the purposes of an organization", yaitu suatu seni untuk mengkoordinir sumberdaya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Sumberdaya organisasi tersebut meliputi manusia (men), bahan baku (materials) dan mesin (machines). Koordinasi dimaksudkan agar tujuan organisasi bisa dicapai dengan efisien sehingga dapat memenuhi harapan berbagai pihak (stakeholders) yang mempunyai kepentingan terhadap organisasi. Sedangkan pendidikan merupakan setiap proses di mana seseorang memperoleh pengetahuan (knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan/keterampilan (skills developments) sikap atau mengubah sikap (attitute change). Pendidikan adalah suatu proses transformasi anak didik agar mencapai hal-hal tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang diikutinya. Sebagai bagian dari masyarakat, pendidikan memiliki fungsi ganda yaitu fungsi sosial dan fungsi individual. Fungsi sosialnya untuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa lalu dan sekarang, sedangkan fungsi individualnya untuk memungkinkan seorang menempuh hidup yang lebih memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa depan. Dengan demikian, manajemen pendidikan berbasis sekolah merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan, untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan. Implementasi sistem manajemen pendidikan yang berbasis sekolah pada tingkat SMK, adalah bahwa pendidikan dipandang sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat untuk mencapai tujuan pembangunan dan pengembangan potensi wilayah pada masa mendatang, melalui prinsip-prinsip perencanaan pendidikan dalam pengelolaan potensi sumber daya alam (SDA). Di Indonesia, SMK merupakan salah satu lembaga pendidikan kejuruan (vocational education) yang bertanggungjawab untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan, keterampilan dan keahlian, sehingga lulusannya dapat mengembangkan
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
111
kinerja apabila terjun dalam dunia kerja. Pendidikan SMK itu sendiri bertujuan meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, serta menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap profesional. Sejak dua dekade terakhir, perkembangan dunia pendidikan khususnya sekolah-sekolah kejuruan terus mengalami peningkatan secara kuantitas yang begitu pesat. Dan menurut Hansen dan Miller (1988) dalam Rudd dan Hillison (1995), bahwa booming tersebut tidak diikuti peningkatan pengelolaan berdasarkan fakta (evidence based) dalam bentuk implementasi kurikulum yang sesuai, sehingga dari waktu ke waktu ada kecenderungan bahwa sekolah-sekolah kejuruan menghadapi persoalanpersoalan, terutama dalam hal daya dukung kompetensi lulusan. Untuk itu, dalam undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke desentralistik menuntut proses pengambilan keputusan pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik dan demokratis. Untuk pendidikan dasar dan menengah, proses pengambilan keputusan yang otonom seperti itu dapat dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah (MPBS), atau lebih dikenal dengan istilah manajemen berbasis sekolah (MBS). Tujuan MPBS secara umum adalah, untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Lebih rincinya, MPBS bertujuan: 1.) untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibelitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainbilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. 2.) meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya, dan 3.) meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
112
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
1. Konsep Pendidikan Otonomi Pendidikan yang diawali dengan lahirnya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah melahirkan perubahan dan inovasi dalam kerangka pengembangan paradigma baru pendidikan. Secara konseptual otonomi pendidikan telah dimulai sejak tahun 2001, yang telah memberikan kepercayaan dan kewenangan kepada daerah secara lebih luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus serta memecahkan masalah pendidikan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan otonomi pendidikan harus dipandang sebagai peluang sekaligus sebagai tantangan bagi daerah dalam menyikapi seluruh aspirasi yang ada di masyarakat melalui suatu perencanaan. Menurut Dobson dan Swafford, 1980 dalam Danim (2004) bahwa; untuk menyusun konsep kesesuaian pendidikan dengan dunia kerja, lembaga sekolah didorong menjadi penghasil tenaga kerja terampil dan spesialis dibidangnya. Selanjutnya dikatakan bahwa usaha menciptakan kesesuaian antara proses dan substansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja dimaksudkan untuk meningkatkan area pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan yang didukung oleh semua kalangan. Untuk itu SMK harus melakukan reposisi sebagai upaya penataan kembali konsep, perencanaan dan implementasi pendidikan kejuruan dalam rangka peningkatan mutu sumberdaya manusia yang mengacu pada kecenderungan (trend) kebutuhan pasar kerja, baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun internasional. (Gatot HP: dalam Supriadi, 2002). 2. Sistem Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah Tujuan utama sistem Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS) adalah meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya MPBS sekolah maka tidak perlu lagi menunggu perintah dari atas. Mereka dapat mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan setempat dan melaksanakan visi tersebut secara mandiri. Karena itu, gagasan MPBS perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya Sekolah, karena implementasi MPBS tidak sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik Sekolah dan tatanan pengelolaan Sekolah, akan tetapi membawa perubahan dalam pola kebijakan di sektor pendidikan, terutama pada lembaga pendidikan Islam.
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
113
MPBS sebagai sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada institusi Sekolah untuk mengatur kehidupan sekolah sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan Sekolah yang bersangkutan. Dalam MPBS, Sekolah merupakan institusi yang memiliki full authority and responsibility untuk mandiri menetapkan program-program pendidikan (kurikulum) dan implikasinya terhadap berbagai kebijakan Sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai Sekolah. Dengan demikian, pada hakekatnya MPBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternatif Sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar Sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di samping agar Sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Di samping itu sistem manajemen pendidikan berbasis sekolah yang efektif dan efesien bukan hanya dibutuhkan faktor-faktor internal yang ada di sekolah tetapi juga faktor eksternal yakni dukungan dengan pihak-pihak luar sekolah. Mulai dari identifikasi, perencanaan, peningkatan partisipasi sampai pengembangan dari kegiatan-kegiatan dan partisipasi masyarakat/ stakeholders di luar sekolah untuk memajukan sekolah. Berdasarkan kajian teori tentang sistem manajemen pada lembaga pendidikan dalam jurnal pendidikan (Slamet PH, 2000) disebutkan bahwa sekolah sebagai sistem, secara universal memiliki tiga komponen yaitu: 1.) Input adalah segala sesuatu yang tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya sebuah proses yang meliputi visi, misi, tujuan, sasaran, manajemen dan sumberdaya. 2.) Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain meliputi proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, pemotifasian semua komponen, koordinasi, belajar mengajar serta monitoring dan evaluasi. 3.) Output adalah suatu hasil yang dapat dijamin kepastian hasil, meliputi kinerja yang dapat diukur dari efektifitas, kualitas, produktifitas, efisiensi, inovasi, kualitas kehidupan kerjanya, nilai moral kerjanya. Adanya proses input, output maka pengelolaan pendidikan merupakan upaya peningkatan mutu pendidikan secara holistik,
114
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
komprehensif, namun bertahap dalam prinsip perbaikan tiada henti, baik dalam proses pelaksanaan, pelayanannya maupun outcome pendidikan. School Basic Management merupakan kajian yang akan dibahas untuk mengubah sistem pendidikan yang sentralistik ke desentralistik. Desentralisasi pendidikan memberikan kewenangan kepada sekolah dan masyarakat/stakeholder setempat untuk mengelola pendidikan. Dengan harapan tercapai peningkatan kerjasama antara kepala sekolah, guru, pegawai dan stakeholder, untuk peningkatan kualitas dan produktifitas pendidikan dalam menunjang pengembangan pembangunan. Sehingga fungsi-fungsi akan didesentralisasikan di sekolah sesuai karakteristik wilayah dan kebutuhan siswa serta stakeholder yang ada di daerah setempat. Maka (Purwanto.M.N, 2003) memperjelas bagaimana manajemen itu dalam dunia pendidikan, mari kita analisis kata ’manajer’ kita artikan kepala sekolah atau pemimpin pendidikan, yang lain ’penyaluran’ (menyalurkannya) kita artikan kemana anak didik kita arahkan supaya dapat bekerja atau dapat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, dalam hal menyangkut tujuan pendidikan. Menurut Graham dan Phillips (1998:8), ada dua bentuk partisipasi yaitu: 1.) Partisipasi yang melibatkan sejumlah orang dengan kontribusi individual yang kecil, disebut juga dengan partisipasi ekstensif (extensive participation). Keuntungan dari partisipasi ini adalah kesadaran tentang suatu isu yang dimunculkan pada masyarakat akan ditanggapi sesuai dengan kontribusi dan keterlibatan yang diberikan masyarakat, kekurangannya adalah karena orang yang terlibat banyak, dan kontribusinya sedikit, maka masyarakat tidak dapat diberdayakan; dan 2.) Partisipasi yang hanya melibatkan beberapa orang saja, tetapi tersedia waktu yang besar oleh partisipan, disebut juga partisipasi intensif (intensive participation), keuntungan bentuk partisipasi masyarakat ini adalah mampu atau dapat mengembangkan solusi inovatif dan dapat mencapai suatu konsensus. Dari pernyataan Conyers (1999:154), Graham dan Phillips (1998:8) di atas dapat disimpulkan bahwa dengan partisipasi yang bertujuan untuk menyebarkan atau membagi informasi, akuntabilitas dan legitimasi pendidikan, pemberdayaan masyarakat dan pembagian kekuasaan, maka
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
115
warga negara atau masyarakat percaya bahwa mereka terlibat dalam pembagian kekuasaan (power-sharing), akan berpengaruh terhadap hasil pelaksanaan kebijakan, sementara itu pemerintah dapat mengumpulkan informasi dari masyarakat sehingga dapat menyusun agenda kebijakan yang sesuai. Made Pidarta (1988:15) mengungkapkan; Sesudah manajemen membuahkan aktifitas-aktifitas tertentu dalam lembaga pendidikan dengan program-programnya, sarananya, anggarannya, kriteria pelaksanaan dan keberhasilan dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan, maka proses pendidikan dilaksanakan. Dalam penyelenggaraan sistem pendidikan, kepala sekolah sebagai manajer sekolah selayaknya tidak hanya sebagai pengelola sekolah dalam lingkup sekolah tetapi juga dalam proses kebijakannya pada perencanaan program sekolah, pengambilan keputusan, pelaksanaan proses belajar mengajar dan dalam melaksanakan evaluasi program sekolah, tetapi melihat juga bagaimana SDA dan SDM yang ada dapat mendukung pengembangan potensi wilayah sehingga ada keseimbangan merata pada pembangunan. Sehingga secara aktif proses pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan, serta pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pendidikan akan merupakan kunci keberhasilan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Tanpa mengabaikan masyarakat yang ada dalam lingkup daerah tersebut. 3. Pelaksanaan Manajemen Pendidikan dalam Menunjang Pembangunan Wilayah Salah satu penunjang pelaksanaan manajemen pendidikan pada pengembangan wilayah yaitu adanya desentralisasi pendidikan yang merupakan alternatif model pemberdayaan pengembangan wilayah. Yang merupakan aplikasi dan implementasi dari desentralisasi pada perencanaan pendidikan dan peran pihak sekolah untuk ikut menyelenggarakan dan mengawasi pendidikan sehingga lahir SDM yang berkompeten sebagai dampak pengembangan pembangunan potensi wilayah. Sehingga program yang digulirkan pemerintah berupa (School Based knowledge Management) MPBS. Merupakan model kebijakan yang diperlukan guna mendorong terciptanya akuntabilitas pembelajaran tingkat SMK yang ada di daerah sebagai suatu sistem yang memberikan hak dan otoritas khusus kepada pihak sekolah untuk mengelola sekolah sesuai dengan kondisi, lingkungan, tuntutan ataupun kebutuhan masyarakat lokal.
116
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
Karena itu penerapan sistem MPBS merupakan usaha untuk memberdayakan potensi sumber daya alam yang ada berdasarkan karakteristik daerah menuju pembangunan wilayah. Sasaran pendidikan secara makro sebagaimana yang terdapat dalam lembaga-lembaga pendidikan dapat diklasifikasikan pada beberapa hal, antara lain akuisisi pengetahuan (sasaran kognitif), pengembangan keterampilan (sasaran motorik) dan pembentukan sikap (sasaran afektif). Dari ketiga klasifikasi tersebut yang dimiliki maka SDM yang berpendidikan dan berpotensi akan menjadi modal utama dalam menunjang perencanaan pengembangan wilayah, sehingga makin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah suatu daerah membangun wilayahnya. Dikarenakan sumber daya manusia memiliki keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga pemerintah daerah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan daerah. Dan untuk mengimbangi peningkatan kemampuan siswa, maka kurikulum juga perlu menjadi perhatian sehingga siswa benar-benar memiliki kompetensi. Selain itu kurikulum harus bersifat luwes, sederhana, kedaerahan dan bisa menampung berbagai kemungkinan perubahan dimasa yang akan datang sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan tuntutan masyarakat setempat. Kurikulum hanya bersifat pedoman pokok dalam kegiatan pembelajaran siswa dan dapat dikembangkan dengan potensi siswa sebagai luaran SDM yang potensial. Penutup Dengan adanya pelaksanaan MPBS tingkat SMK, yang memberikan hak atau otoritas kepada Sekolah, maka akan mempengaruhi kompetensi siswa berdasarkan potensi yang ada di wilayah melalui konsep sistem manajemen pendidikan berbasis sekolah (MPBS), dalam mengembangkan diri sesuai dengan kondisi, lingkungan, tuntutan atau kebutuhan masyarakat berdasarkan karakteristik wilayahnya. Suksesnya program MPBS tidak lepas dari peran serta stakeholders, karena bukan saja peran internal sekolah tapi juga peran eksternal sekolah. Karena itu diperlukan kerjasama stakeholders yang terlibat dalam lingkup pendidikan, sehingga dapat dimodifikasi untuk masa yang akan datang dalam suatu sistem perencanaan pendidikan agar menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkompetensi dalam mengembangkan potensi daerah. Dan kurikulum bukan hanya bersifat pedoman pokok dalam kegiatan pembelajaran siswa tapi dapat
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
117
dikembangkan dengan potensi siswa sebagai luaran SDM yang potensial, sehingga siswa benar-benar memiliki kompetensi. Daftar Rujukan Abu-Duhoui, Ibtisam. 2002. School Based Management, terjemahan Noryamin Aini, Suparto & Abas Al-Jauhari, cetakan: PT. Logos Wacana Ilmu. Jakarta. Depdiknas, 2001. Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum. Fatah, Nanang. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hamalik, Oemar. 1990. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Citra Aditya Bakti. Bandung. Miraza, Bachtiar Hassan. 2005. Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah. ISEI. Bandung. Norton, Alan. 1994. International Handbook of local and Regional Goverment: a Comparative Analysis Of Avanced Democracies. Edward Elgar Limited. Aldershot-England Prima Gusti Yanti,Pontjorini Rahayuningsih & Rochaety,Eti. cetakan kedua 2006, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. PT.Bumi Aksara. Jakarta. Purwanto,M.Ngalim. cetakan keduabelas 2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Pidarta, Made. 2005. Perencanaan Pendidikan Partisipatori (Dengan Pendekatan Sistem). PT. Rineka Cipta. Jakarta. Rachel Bolstad, 2004. New Zealand Council for Educational Research
[email protected]. Sutomo, Sumengen. 2008. Analisis stakeholder. Lokakarya Gender, Kesehatan, dan Lingkungan. Supriadi, Dedy. (2002). Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia. W.P. Guruge, Ananda. 2005 (Di sadur oleh J.Mandalika) Proses Perencanaan Pendidikan Judul asli ( Process Of Educational Planning). SIC kerjasama dengan LPM Surabaya. Surabaya. www.geocities.com.pakguruonline.files, diakses 13 Januari 2009. www.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/berita/200006/artikel3.htm, diakses 23 Pebruari 2009.
118
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012