APLIKASI PEWARNAAN BIRU PADA BUNGA POTONG KRISAN (Dendrathema grandiflora Tzvelev), GERBERA (Gerbera jamesonii Bolus) DAN MAWAR (Rosa hybrida L.)
OLEH INDAH PRASETYA SARI A34304014
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
APLIKASI PEWARNAAN BIRU PADA BUNGA POTONG KRISAN (Dendrathema grandiflora Tzvelev), GERBERA (Gerbera jamesonii Bolus) DAN MAWAR (Rosa hybrida L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Indah Prasetya Sari A34304014
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
INDAH PRASETYA SARI. Aplikasi Pewarnaan Biru Pada Bunga Potong Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev), Gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) dan Mawar (Rosa hybrida L.). Dibimbing oleh SYARIFAH IIS AISYAH. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis pewarna makanan cair biru terbaik untuk pewarnaan bunga potong, mempelajari pengaruh pewarnaan biru terhadap kualitas dan masa pajang bunga potong dan menentukan lama waktu perendaman yang optimum untuk pewarnaan biru pada bunga potong krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev), gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) dan mawar (Rosa hybrida L). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium RGCI, ruang tertutup berpendingin dan Laboratorium Pendidikan Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bunga potong yang digunakan yaitu bunga krisan varietas Fiji 2001.08, mawar varietas Avalance, dan gerbera varietas Ansofie yang seluruhnya berwarna putih. Bunga diperoleh dari nursery di Megamendung, Bogor. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis pewarna makanan dengan tiga taraf yaitu tanpa pewarna (A0), pewarna makanan merk Koepoe (A1) dan pewarna makanan merk Diva (A2). Faktor kedua adalah lama perlakuan perendaman yaitu 2 jam (W1), 4 jam (W2), 6 jam (W3) dan 8 jam (W4). Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan dan tiap ulangan terdiri dari 3 tangkai bunga sehingga untuk setiap jenis bunga diperlukan 108 tangkai bunga. Pengamatan dilakukan sejak hari pertama setelah pencelupan hingga masa pajang berakhir. Pengamatan meliputi persentase penurunan bobot bunga, masa pajang, volume larutan pewarna yang berkurang, volume larutan peraga yang berkurang, warna bunga, nilai absorban larutan pewarna dan uji organoleptik. Aplikasi pewarnaan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan persentase bobot bunga dan jumlah larutan peraga yang berkurang selama masa pajang. Pewarnaan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap masa pajang mawar dan jumlah larutan pewarna yang berkurang pada krisan dan gerbera. Rata-rata masa pajang mawar yang diberi perlakuan pewarnaan antara 6-9 hari, sementara yang tidak diberi perlakuan pewarnaan ratarata hanya 6 hari. Jumlah larutan pewarna yang berkurang pada bunga potong mawar dan gerbera lebih banyak pada perlakuan tanpa pewarna. Hal ini disebabkan oleh bobot molekul partikel pewarna yang cukup berat sehingga sulit diserap oleh bunga potong. Berdasarkan pengukuran nilai absorban maka waktu yang optimal untuk perendaman krisan adalah selama 8 jam untuk pewarna Koepoe dan 6 jam untuk pewarna Diva. Untuk perendaman mawar, waktu yang optimal adalah 8 jam untuk pewarna Koepoe dan Diva. Perendaman selama 8 jam juga merupakan waktu yang optimal untuk pewarna Koepoe dan Diva pada pewarnaan gerbera. Bunga yang direndam dengan pewarna Koepoe memiliki warna biru yang lebih tua daripada yang diwarnai dengan pewarna Diva. Semakin lama waktu perendaman
maka warna yang dihasilkan akan semakin tua. Semakin lama perendaman juga memberikan akibat terakumulasinya pewarna pada ujung bunga tabung sehingga terlihat menggumpal dan lebih tua daripada sisi yang lainnya. Berdasarkan hasil uji organoleptik pada 50 panelis, krisan yang paling disukai adalah yang mendapat perlakuan pewarnaan Diva selama 8 jam. Bunga mawar yang diwarnai pewarna Koepoe selama 6 jam paling disukai oleh mayoritas panelis. Sementara untuk bunga gerbera, mayoritas panelis menyukai gerbera yang diwarnai dengan pewarna Koepoe selama 4 hingga 8 jam.
Judul
: APLIKASI PEWARNAAN BIRU PADA BUNGA POTONG KRISAN (Dendrathema grandiflora Tzvelev), GERBERA (Gerbera jamesonii Bolus) dan MAWAR (Rosa hybrida L.)
Nama
: Indah Prasetya Sari
NRP
: A34304014
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr NIP 131 956 695 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP 131 124 019
Tanggal Lulus : ...........................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 2 Januari 1987. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Rapii Pramedya, SPd dan Ibu Esti Setyaningsih. Tahun 1998 penulis lulus dari SD Negeri Pegadungan 011 Pagi Jakarta, kemudian pada tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 169 Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 33 Jakarta. Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2005 dan 2006 penulis menjadi asisten praktikum Kimia Dasar dan pada tahun 2008 penulis menjadi asisten praktikum Dasar-Dasar Hortikultura. Pada tahun 2007 penulis terpilih sebagai calon mahasiswa berprestasi tingkat fakultas mewakili Program Studi Hortikultura. Penulis juga aktif di organisasi mahasiswa dan kepanitiaan. Pada tahun 2006 dan 2007 sebagai panitia Festival Tanaman XXVI dan XXVII HIMAGRON, panitia Masa Perkenalan Fakultas dan Masa Perkenalan Departemen tahun 2006. Penulis juga aktif sebagai anggota Paduan Suara Mahasiswa Agriaswara IPB. Bersama PSM Agriaswara penulis meraih medali perak pada 1st Folklore Festival FEUI, Depok pada tahun 2006 dan
dua Golden Diploms pada The 11th Budapest International Choir
Competition, Hungary pada tahun 2007. Penulis juga pernah mengikuti berbagai kegiatan sukarelawan dan pelatihan. Semasa kuliah penulis menerima beasiswa dari Yayasan Supersemar.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji syukur selalu terpanjatkan untuk Sang Khalik Penggenggam Semesta Allah SWT. Atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat melalui semua proses hingga sampai pada terwujudnya karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan rasa terima kasih dan cinta yang tak terkira kepada keluarga. Mamah dan papah yang tak pernah letih mencinta, bermunajat doa dan bekerja keras demi keberhasilan dan kesuksesan penulis hingga saat ini. Mba Eka dan Mpaz yang memberikan perhatian dan pengertian, menjadi saudara, teman sekaligus “pengusik” sejati seumur hidup penulis. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, perhatian, saran serta beragam pengalaman yang dilalui. You are great, mam!!! Vielen dank!!! 2. Prof. Dr. Ir. Bambang Sapto Purwoko, MSc dan Dewi Sukma, SP Msi selaku dosen penguji. Terima kasih atas saran dan masukan untuk penulis. 3. Dr. Ir. Winarso D. Widodo sebagai dosen pembimbing akademik. 4. Sahabat-sahabatku ukhti yang cantik dan sholeha di Wisma Nurjannah. Budhe, Bul2, Mbah, Dede, Datsuke, Bundo, Nyak, Nyong, Nana dan Unyil. Terima kasih untuk setiap momen yang pernuh warna. 5. Keluarga keduaku, HortiFamily. Sahabat pengobar semangat, penyulut tawa dan penoreh warna hidupku. ”Teman yang terhanyut arus waktu... mekar mendewasa...masih kusimpan suara tawa kita...” 6. Laboran di Lab.RGCI, Pak Yudi dan Mas Bambang. Terima kasih untuk bantuan dan saran-saran untuk penulis. 7. Rekan-rekan PSM Agriaswara IPB. Mas Arvin yang selalu semangat melatih dan memberi inspirasi. Ika, Widi, Ajeng sebagai soulmateku di Agria semenjak TPB. Teman-teman Timfest Budapest, khususnya k’Titin. Terima kasih untuk pengalaman yang paling berharga itu.
8. Prima Wahyu Kusuma dan Rachmawati Putrisa, teman satu pembimbing. Dorongan semangat, saran, perhatian dan bantuan kalian sungguh berarti. 9. Ceko, Agus dan Ade yang terus memberikan semangat, dukungan dan doa bagi kesuksesan penulis. 10. Agus Rohman dan Hisam Fatoni yang memberikan perhatian, semangat, waktu, tenaga dan motivasi hingga terselesaikannya tugas ini. Thanks for all we’ve share. 11. Last but not least, kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dan menyertai kesuksesan penulis dalam doa dan dukungan semangat yang telah diberikan. Bogor, Mei 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................ Tujuan ................ ............................................................................ Hipotesis ..........................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev) ……………………… Gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) ………………………………. Mawar (Rosa hybrida L.) .………………………………………… Pasca Panen Bunga Potong ………………………………………… Pewarna Makanan Cair Biru ………………………..........………... Asam Sitrat dan Asam Benzoat ……………………………………. Teknik Pewarnaan Bunga Potong …………………………………..
4 6 8 1 13 14 15
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... Bahan dan Alat ................................................................................... Metode Penelitian .............................................................................. Rancangan Percobaan ........................................................................ Pelaksanaan ........................................................................................ Pengamatan ........................................................................................
17 17 17 17 18 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum .................................................................................... Hasil dan Pembahasan ........................................................................
22 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .......................................................................................... 56 Saran .................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN ...................................................................................................
58 61
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
Tabel 1. Hasil Uji Lanjut Pengaruh Pewarnaan Terhadap Masa Pajang ........................................................................................
30
Tabel 2. Hasil Uji Lanjut Pengaruh Pewarnaan Terhadap Volume Larutan Pewarna yang Berkurang ............................................. 34 Tabel 3. Nilai Absorban Larutan Pewarna untuk Pencelupan Krisan ...... 44 Tabel 4. Nilai Absorban Larutan Pewarna untuk Pencelupan Mawar ..... 47 Tabel 5. Nilai Absorban Larutan Pewarna untuk Pencelupan Gerbera .... 49
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
Gambar 1. Jenis bunga gerbera berdasarkan helai mahkota ……...
7
Gambar 2. Perubahan Bobot Bunga Krisan ....................................
26
Gambar 3. Perubahan Bobot Bunga Mawar ...................................
27
Gambar 4. Perubahan Bobot Bunga Gerbera ..................................
28
Gambar 5. Volume Larutan Pewarna yang Berkurang .....................
33
Gambar 6. Larutan Peraga Setelah Masa Pajang Berakhir ...............
36
Gambar 7. Volume Larutan Peraga yang Berkurang ........................
37
Gambar 8. Warna Bunga Krisan Hasil Perlakuan Pewarnaan .............. ..
40
Gambar 9. Warna Bunga Mawar Hasil Perlakuan Pewarnaan ............. ..
41
Gambar 10. Warna Bunga Gerbera Hasil Perlakuan Pewarnaan ..............
42
Gambar 11. Nilai Absorban Krisan .....................................................
46
Gambar 12. Nilai Absorban Mawar ....................................................
48
Gambar 13. Nilai Absorban Gerbera ...................................................
51
Gambar 14. Persentase Skor Uji Organoleptik Bunga Krisan .............
52
Gambar 15. Persentase Skor Uji Organoleptik Bunga Mawar ............
53
Gambar 16. Persentase Skor Uji Organoleptik Bunga Gerbera ..........
54
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Gambar Beragam Bentuk Bunga Krisan ................................... 61 2. Gambar Beragam Tipe Krisan Berdasarkan Cara Budidayanya.............................................................................. 62 3. Bunga Krisan Selama Masa Pajang........................................... 63 4. Bunga Krisan yang Layu …………………………………….. 63 5. Bunga Mawar yang Layu .......................................................... 63 6. Bunga Mawar yang Terserang Penyakit (bent neck) ................ 64 7. Pengemasan Gerbera dari Nursery ............................................ 64 8. Bunga Gerbera yang Terserang Hama Ulat dan Layu................ 64 9. Bunga Gerbera yang Terserang Kelainan .................................. 64 10. Analisis Ragam Persentase Penurunan Bobot Bunga Potong Krisan ...................................................................................... 65 11. Analisis Ragam Persentase Penurunan Bobot Bunga Potong Mawar..................................................................................... 65 12. Analisis Ragam Persentase Penurunan Bobot Bunga Potong Gerbera................................................................................... 65 13. Analisis Ragam Masa Pajang Bunga Potong Krisan .............. 66 14. Analisis Ragam Masa Pajang Bunga Potong Mawar ............. 66 15. Analisis Ragam Masa Pajang Bunga Potong Gerbera ............ 66 16. Analisis Ragam Volume Pewarna yang Berkurang Bunga Potong Krisan ........................................................................... 67 17. Analisis Ragam Volume Pewarna yang Berkurang Bunga Potong Mawar ............................................................................ 67 18. Analisis Ragam Volume Pewarna yang Berkurang Bunga Potong Gerbera ........................................................................... 67 19. Analisis Ragam Volume Peraga yang Berkurang Bunga Potong Krisan .............................................................................. 68 20. Analisis Ragam Volume Peraga yang Berkurang Bunga Potong Mawar .............................................................................. 68 21. Analisis Ragam Volume Peraga yang Berkurang Bunga Potong Gerbera ............................................................................ 68 22. Tabel Rata-rata Penurunan Bobot Bunga Krisan ............................ 69 23. Data Pengukuran Dengan RHS-MCC Pada Warna Bunga Hasil Pewarnaan .................................................................................... 70 24. Perhitungan Analisis Biaya Langsung Pewarnaan Bunga Potong 71 25. Analisis Skor Uji Organoleptik ..................................................... 76
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman hias merupakan salah satu komoditas pertanian yang akan selalu dibutuhkan manusia dan berperan penting dalam perdagangan komoditas pertanian. Bisnis dan perdagangan bunga dan tanaman hias di Indonesia kini semakin berkembang dengan pesat. Salah satu bagian dari tanaman hias adalah bunga potong (cut flower). Sejak awal perkembangan pertanian, bunga potong telah memiliki peran dalam industri tanaman hias. Meski dalam jumlah yang sedikit dan cenderung konstan, namun bunga potong secara kontinyu terus dibutuhkan di berbagai macam bidang dan kegiatan. Mulai dari bunga hias dalam jambangan, buket sebagai ucapan hari kebahagiaan, dekorasi ruangan acara-acara tertentu hingga acara kematian. Agribisnis bunga potong mencakup pembibitan, produksi bunga, pasca panen hingga pemasaran dan usaha untuk meningkatkan nilai jualnya. Namun bisnis bunga potong tidaklah selalu semulus dan seindah mahkotanya. Terdapat beberapa kendala yang terjadi dalam praktek bisnis bunga potong. Salah satunya adalah dalam masalah penanganan pasca panen. Bunga merupakan komoditas hortikultura yang mudah rusak dan harus dipasarkan dalam keadaan segar. Penanganan pasca panen penting untuk mempertahankan kesegaran dan keragaan serta kualitas bunga mulai dari proses panen hingga sampai ke tangan konsumen dan keragaannya selama masa pajang. Menurut Suyanti (2002) kendala utama pasca panen adalah penurunan kualitas bunga akibat dari proses respirasi dan transpirasi serta kurangnya nutrisi selama dalam keragaan. Kurang lebih 20 % dari produk bunga potong yang dipanen tidak layak jual karena penurunan kualitas dan kerusakan yang terjadi mulai dari pemanenan, pengemasan, pengiriman dan penjualan. Bunga krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev), gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) dan mawar (Rosa hybrida L.) merupakan jenis bunga yang banyak dijual dalam bentuk bunga potong. Permintaan bunga potong ini cukup tinggi. Bunga-bunga ini hampir selalu dijumpai dalam rangkaian bunga maupun papan ucapan momen-momen tertentu. Agar kualitas bunga tetap prima sampai ke
tangan konsumen, bunga perlu diberi nutrisi dan bahan pengawet, baik pada larutan perendaman maupun larutan peraga (Suyanti, 2002). Kualitas bunga yang prima ditandai dengan keutuhan bagian-bagian bunga, sifat fisik seperti warna dan aroma,serta masa pajang (vase life) yang lama. Untuk itu, diperlukan suatu penanganan pasca panen yang tepat untuk mempertahankan kualitas bunga potong. Akan lebih baik jika diberi perlakuan atau cara kreatif untuk meningkatkan nilai jualnya. Salah satu cara yang efektif dan telah banyak dipergunakan di beberapa florist dan pengusaha bunga potong adalah dengan pewarnaan. Meskipun bunga mawar, gerbera dan krisan telah memiliki warna-warna yang elok dan menarik, namun konsumen yang terus mencari keindahan dan keunikan, akan menuntut industri bunga potong untuk selalu kreatif dan menyuguhkan suatu produk baru yang dapat memberikan kepuasan dan rasa kebanggaan tersendiri. Pewarnaan buatan yang diaplikasikan pada bunga potong akan memberikan daya tarik tersendiri bagi bunga tersebut. Khususnya jika hasil pewarnaan membuat bunga tampak lebih cantik dan indah. Salah satu warna bunga yang sulit ditemukan di alam adalah warna biru. Pewarnaan biru pada bunga potong diharapkan akan lebih menarik konsumen dan daya apresiasi terhadap produk ini akan lebih tinggi sehingga ikut meningkatkan nilai jualnya. Selain untuk meningkatkan nilai jualnya, diharapkan dengan pewarnaan ini masa pajang bunga potong juga akan lebih lama. Untuk itu penelitian ini akan menguji dan mencari hasil pewarnaan terbaik dan masa pajang terlama pada bunga potong yang diujikan.
Tujuan 1. Mendapatkan jenis pewarna makanan cair biru terbaik untuk pewarnaan bunga potong krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev), gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) dan mawar (Rosa hybrida L). 2. Mempelajari pengaruh pewarnaan biru terhadap kualitas dan masa pajang bunga
potong
krisan
(Dendrathema
grandiflora
Tzvelev),
gerbera
(Gerbera jamesoni Bolus), dan mawar (Rosa hybrida L). 3. Menentukan lama waktu perendaman yang optimum untuk pewarnaan biru pada bunga potong krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev), gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) dan mawar ( Rosa hybrida L).
Hipotesis 1. Pewarnaan dengan pewarna makanan cair biru mempengaruhi kualitas dan masa pajang bunga potong krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev), gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) dan mawar (Rosa hybrida L). 2. Terdapat lama waktu perendaman optimum yang menghasilkan warna terbaik hasil pewarnaan bunga potong krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev), gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) dan mawar (Rosa hybrida L). 3. Terdapat kombinasi terbaik dari jenis pewarna dan lama perendaman pada pewarnaan bunga potong.
TINJAUAN PUSTAKA Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev) Krisan adalah tanaman semusim yang sangat menarik dengan beragam jenis, bentuk, ukuran dan warnanya. Kultivar-kultivar krisan baru sangat banyak bermunculan dan saat ini beragam warna dan bentuk bunga krisan telah diperkenalkan oleh nursery dan floris terkemuka di dunia. Di Amerika, krisan sering disebut “Ratu musim gugur”. Krisan juga merupakan bunga nasional negara Jepang (Krisantini, 2006). Bunga Krisan potong merupakan salah satu tanaman hias yang eksotik dan bernilai tinggi di antara produk bunga potong lainnya seperti mawar, anthurium, gerbera, lili dan tulip. Krisan memiliki nama lain di Indonesia yaitu “Seruni”. Krisan termasuk famili Asteraceae. Terdapat kurang lebih 150 spesies yang tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah yang beriklim sedang. Batangnya berkayu dan membentuk semak, perdu, ada juga yang tidak berkayu. Daun berlekuk dangkal dan dalam, berwarna hijau muda kelam, berbulu halus, mempunyai aroma tertentu. Bunga keluar dari ujung percabangan, petalnya banyak tersusun menurut lingkaran, membentuk malai datar dengan dasar bunga melebar. Warna bunga bervariasi mulai dari kuning, putih, merah, jingga hingga ungu (Soekartawi, 1996). Berdasarkan bentuk bunganya, krisan terdiri dari 8 tipe (Krisantini, 2006) yakni : 1. Singles / Daisy : mahkota terdiri dari satu atau dua baris bunga pita (ray floret) yang mengelilingi sekelompok bunga tabung (disk floret) di bagian tengah bunga. 2. Spoon : mirip dengan tipe single namun mahkota sempit pada dasarnya dan melebar pada bagian ujung sehingga mirip sendok. 3. Anemones : mirip dengan tipe single namun bunga tabung memiliki petal yang lebih panjang dan seperti tube sehingga berbentuk seperti bantal. 4. Spider : mirip dengan tipe anemone namun petal dari bunga pita dan bunga tabung berbentuk tubular dan panjang. 5. Pompons : sering disebut tipe kancing, karena bunga tabung tidak tampak akibat tertutup bunga pita.
6. Dekoratif : barisan bunga pita paling luar lebih panjang dari barisan dalamnya sehingga bunga tampak terbuka. 7. Large flowered : untuk bunga yang berukuran diameter lebih dari 4 inci. 8. Fleurette : petal berukuran kecil sekitar 2,5 cm dengan bentuk mirip tipe daisy. Gambar-gambar bentuk bunga krisan dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan cara budidayanya, krisan digolongkan menjadi 3 (Kofranek, 1992) yakni : 1. Standard
: semua bunga lateral dibuang agar hanya ada satu bunga utama
berukuran besar. Teknik ini umum digunakan untuk bunga potong. 2. Disbuds
: tanaman dipinching sehingga tumbuh banyak cabang. Tunas
lateral setiap cabang dibuang agar setiap cabang terdapat satu bunga utama berukuran besar. 3. Spray
: bunga utama pada setiap cabang dibuang sehingga bunga-bunga
lateral tumbuh pada setiap cabang. Teknik ini umum digunakan untuk produksi krisan pot. Gambar-gambar penggolongan krisan berdasarkan budidayanya dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada umumnya tanaman krisan diperbanyak dengan stek pucuk. Penyetekan merupakan proses perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman yang jika ditempatkan pada kondisi optimum akan berkembang menjadi satu tanaman lengkap (Hartman, Flocker and Kofranek, 1981). Tanaman yang diambil sebagai indukan adalah yang telah berumur minimal 1 tahun . Tunas air yang keluar dari rumpun diambil sepanjang 3-8 cm atau sebanyak 3-4 ruas. Lalu daun bagian atas dipotong, diambil pucuknya. Setelah itu ditanam pada bak berisi pasir atau sekam bakar yang diberi alas agar air tetap tersedia. Jaga temperatur di sekitar 17°C. Jarak tanam rapat dan hindarkan penyinaran langsung dengan cara bak tanam dapat ditutup dengan kain blacu. Media tanam untuk budidaya krisan yaitu yang bersifat remah, beraerasi baik, dengan kapasitas menahan air yang baik dan KTK yang tinggi. Media buatan yang bersifat inert sangat disarankan karena memudahkan pemupukan. Media yang banyak digunakan adalah kompos, pasir, arang sekam atau serbuk sabut kelapa .
Soekartawi (1996) menyatakan bahwa pemupukan dalam budidaya krisan merupakan hal yang cukup penting karena krisan merupakan tanaman yang rakus makanan terutama N dan K pada masa vegetatifnya. Konsentrasi pupuk krisan yang sering digunakan adalah 300-400 ppm (mg per liter). Pada saat tanaman mulai berbunga konsentrasi pupuk dapat dikurangi menjadi 125-100 ppm N. Cahaya berperan sangat penting dalam budidaya krisan. Pengaturan lama pencahayaan mempengaruhi kualitas bunga yang dihasilkan. Krisan termasuk tanaman hari pendek kualiatif yakni akan berbunga jika panjang hari kurang dari nilai panjang hari kritis dan akan tetap vegetatif jika panjang hari lebih lama dari nilai panjang hari kritis. Lamanya panjang hari yang diberikan akan menentukan ukuran vegetatif tanaman saat inisiasi bunga dan akan menentukan pula ukuran akhir dan waktu kapan tanaman siap dijual (Kofranek, 1992). Pemotongan bunga harus dilakukan kurang lebih 10 cm di atas tanah untuk menghindari bagian berkayu, yang cenderung sulit menyerap air. Teknik panen yang perlu diperhatikan adalah pemotongan tangkai krisan dengan sudut kemiringan sekitar 45º untuk memberikan bidang serapan air yang luas sehingga ketahanan bunga semakin baik. Pemanenan pada tanaman Krisan potong dilakukan saat tanaman berumur 12-14 MST. Dalam Kofranek (1992) dijelaskan bahwa krisan standar dapat dipanen pada waktu kuncup ketika bunga berdiameter 2-4 inci. Untuk krisan tipe spray dipanen bila sedikitnya 4 bunga telah mekar dan dikuti lebih dari 2 bunga setengah mekar. Untuk tipe standar dapat dipanen jika sedikitnya dua lingkaran luar mahkota bunga telah mekar dan masih terlindungi dengan benar oleh contong atau pembungkus.
Gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) Salah satu jenis bunga potong yang paling populer dan disukai oleh konsumen adalah gerbera. Sentra penanaman bunga potong tanaman gerbera di Indonesia yaitu di daerah Kaban Jahe, Simpang Empat (Sumatra Utara), Cipanas, Lembang, Sukabumi (Jawa Barat), Bandungan (Jawa Tengah), Batu dan Pujon (Jawa Timur). Sentra tanaman gerbera di dunia adalah negara Belanda dan Thailand (Soekartawi, 1996).
Gerbera merupakan tanaman bunga hias berupa herba tidak berbatang. Gerbera disebut juga Gebras atau Hebras. Tanaman gerbera merupakan tanaman tahunan, yaitu tumbuh menghasilkan anakan dan berbunga terus menerus sepanjang tahun dari rumpun anakan yang akan tumbuh dewasa secara bergantian. Tanaman gerbera dapat mencapai ketinggian 40-45 cm atau lebih, mempunyai sistem perakaran yang menyebar ke segala arah dengan kedalaman 30-75 cm, tergantung umur tanaman, kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman itu sendiri. Daun-daunnya tumbuh secara tunggal, berukuran sekitar 25 cm, berwarna hijau tua, pinggirannya berlekuk-lekuk (bergerigi) dan permukaan daunnya ditumbuhi dengan bulu-bulu halus (www.kebonkembang.com, 2007). Dari keragaman bentuk bunga, terutama struktur helai mahkota bunganya, dikenal tiga jenis gerbera yang telah dibudidayakan di Indonesia, yaitu : (a) Gerbera berbunga selapis : helai mahkota bunga tersusun selapis dan umumnya berwarna merah, kuning dan merah jambu. (b) Gerbera berbunga dua : helai mahkota tersusun bervariasi lebih dari satu. Lapis helai mahkota bagian luar nampak sekali perbedaan susunannya. Contoh bunga lapis dua yaitu Gerbera jamensonii Fantai Double Purple yang berwarna merah. (c) Gerbera berbunga tiga lapis : contoh dari bunga jenis ini adalah Gerbera jamensonii Fantasi Triple Red yang berbunga dominan merah, kemudian bervariasi kuning atau hijau kekuningan.
a. Gerbera selapis
b. Gerbera 2 lapis
c. Gerbera 3 lapis
Gambar 1. Jenis bunga gerbera berdasarkan helai mahkotanya ( www.kebonkembang.com , 2007) Hama dan penyakit yang biasanya menyerang tanaman gerbera adalah : (a) Ulat daun dan belalang (Valanga nigricornis).
(b) Bercak daun yang penyebabnya adalah cendawan Cercospora gerberae Chuup et Viegas. Gejala yang ditimbulkan adalah bercak-bercak berwarna cokelat, berbentuk bulat atau tidak beraturan. (c) Kapang kelabu (Grey Mold). Penyebabnya adalah cendawan Botrytis cinere Pers ex Fr. Gejalanya adalah timbul busuk bunga, hingga kusut dan diliputi kapang yang berwarna kelabu. (d) Penyakit tepung yang penyebabnya adalah cendawan Erysiphe cicharacearum DC. Gejala yang ditimbulkan adalah daun gerbera diliputi oleh lapisan tepung, daun mengering dan gugur ( www.kebonkembang.com, 2007) Menurut Soekartawi (1996) bunga gerbera yang siap dipanen adalah yang kuntum bunganya telah mekar penuh atau ketika bunga setengah sampai 3/4 mekar. Pemanenan sekitar umur 6-8 bulan setelah tanam bibit asal dari biji, atau 3-5 bulan bila bibitnya berasal dari anakan. Perkiraan produksi tanaman gerbera yakni pada pertanaman gerbera yang baik dan jenisnya unggul, tiap rumpun gerbera dapat menghasilkan 5-15 kuntum atau sekitar 140 kuntum bunga per meter luas lahan per tahun. Setelah bunga gerbera dipanen, dimasukkan ke dalam ember berisi air. Kemudian disimpan di tempat yang teduh untuk disortasi. Sortasi dilakukan pada tangkai bunga yang ukurannya abnormal dipisahkan secara sendiri. Ikat tangkai bunga dengan karet/tali lentur. Tiap ikatan 10-15 tangkai bunga atau menurut permintaan pasar maupun mempertimbangkan segi praktisnya dalam pengangkutan serta penyimpanan. Cara pengemasan bunga adalah dengan meletakkan ikatan bunga dalam wadah kotak karton ataupun keranjang plastik dan tutup luka bekas potongan dengan kapas untuk mempertahankan kesegaran. Gerbera kemudian disimpan di kontainer atau kendaraan pengangkut untuk kemudian didistribusikan. Mawar (Rosa hybrida L.) Mawar termasuk ke dalam genus Rosa. Mawar diduga sebagai tanaman dekoratif dan hias tertua di dunia. Mawar juga dikenal sebagai ratu dari semua bunga. Genus Rosa memiliki sedikitnya 150 spesies dan ribuan varietas mawar yang telah dihasilkan hingga saat ini. Mawar pada umumnya digolongkan terutama ke dalam dua golongan yakni Hybrid Tea dan Floribunda. Mawar Hybrid Tea bunganya indah menarik dengan aneka ragam bentuk dan warnanya di
samping aromanya yang khas sebagai bahan industri farmasi atau kosmetik. Mawar ini disebut Hybrid Tea karena aroma mahkotanya yang sedikit beraroma teh. Mawar tipe ini memiliki mahkota kelipatan 5 atau 10, daun bunganya lebar dan mengkilap, diameter bunga besar ± 10 cm, tinggi tanaman mencapai 2 m dengan batang berduri, besar dan jarang, dan memiliki percabangan yang sedikit. Mawar Floribunda dikenal sebelumnya dengan Hybrid Polyantha atau Poulsen’s roses. Mawar tipe ini bunganya kecil-kecil dan lebih cocok untuk dijadikan tanaman semak atau dalam pot (Sjaifullah, Sutater dan Kusumo, 1995). Berdasarkan tipe pertumbuhan tanamannya (habitus), mawar juga dapat digolongkan menjadi lima yaitu mawar semak, mawar pohon atau standards, mawar miniatur, mawar rambat atau panjat, dan mawar bedengan. Mawar semak (Bush roses) yaitu mawar yang paling banyak dikenal dan banyak ditanam dalam pot. Mawar pohon atau standards adalah mawar yang berukuran besar dan tingginya dapat mencapai 2 meter, dan batang-batangnya kokoh dan keras. Mawar miniatur adalah mawar yang berukuran kecil. Tingginya tidak lebih dari 15 cm dan biasanya dirambatkan di pergola, pagar, jendela, atau dinding luar rumah. Mawar bedengan adalah mawar yang biasanya digunakan sebagai tanaman pembatas atau border dalam taman. Mawar tipe ini tumbuh sangat kompak dan padat tetapi tidak terlalu tinggi sehingga sangat sesuai untuk digunakan sebagai pembatas. Berdasarkan Sjaifullah et al (1995) mawar dapat diperbanyak dengan benih atau cara vegetatif seperti stek, grafting (sambung), budding (penempelan mata tunas) atau layering (cangkok). Bunga mawar dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi. Tetapi untuk mawar tertentu seperti mawar Hybrid Tea hanya menyukai dataran tinggi. Hal ini berkaitan erat dengan kebutuhan suhu yang diperlukan oleh tanaman mawar. Suhu optimum pertumbuhan mawar siang hari yakni 18-24º C, sementara suhu optimum malam hari berkisar antara 16-18º C. Untuk kebutuhan iklim lainnya, mawar tidak terlalu membutuhkan syarat khusus. Mawar menyukai cahaya penuh sepanjang tahun. Media tumbuh sebaiknya tanah yang gembur dan kaya akan kadar humus, sebab tanah yang demikian daya tahannya terhadap air relatif baik. Tanaman mawar tidak menyukai air yang tergenang. Mawar tumbuh dengan baik pada tanah yang derajat
keasaman pH-nya antara 6-8. Tanaman mawar juga tidak menyukai sistem campuran atau multicrop dengan tanaman lain. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, mawar memerlukan pupuk NPK seimbang 12-12-12 atau 14-14-14 sebanyak 200 kg/hektar. Panen merupakan fase yang penting dalam produksi bunga potong mawar. Pada umumnya bunga mawar dipanen secara manual dengan menggunakan gunting atau pisau yang tajam dan bersih. Penggunaan pisau yang tumpul memungkinkan luka pada dasar tangkai bunga lebih mudah terinfeksi. Setelah bunga mawar dipetik, tangkai bunga mawar segera direndam dalam air. Kualitas air perlu diperhatikan terutama pH-nya, dan juga adanya garam dan jasad renik. Kadar garam air sangat mempengaruhi kualitas dan umur kesegaran bunga. Bunga mawar tergolong peka terhadap garam, kadar garam sebesar 200 ppm dapat memperpendek umur kesegaran bunga mawar dan merusak daun serta tangkai bunga (Nowak, 1990). Air dengan pH rendah (3-4) lebih baik dibandingkan pH tinggi. Pada pH rendah, pertumbuhan mikroba dapat ditekan dan penyerapan air menjadi lebih mudah. Usia pemanenan juga cukup mempengaruhi kualitas bunga potong mawar yang dihasilkan. Jika bunga dipanen pada stadia mekar penuh, kesegarannya tidak dapat bertahan lama dan cepat layu. Bila bunga dipetik terlalu awal dapat menyebabkan pembengkakan pada tangkai kuntum bunga (bent neck) dan kuncup bunganya akan gagal mekar. Ada dua hal yang menentukan ketahanan simpan bunga potong yaitu sifat genetik dan kondisi eksternal selama penyimpaan seperti suhu, kelembaban, cahaya, komposisi udara dan sirkulasi udara di dalam ruang penyimpanan. Suhu rendah sangat berperan dalam penyimpanan karena dapat menekan kehilangan air, mempertahankan kualitas bunga, menghambat infeksi bakteri dan cendawan, serta menghambat poses penuaan (senescence), sehingga pada akhirnya akan memperpanjang ketahanan simpan bunga mawar. Bakteri, cendawan dan kapang dapat menyumbat pembuluh sehingga penyerapan air ke atas terhalang. Jika keadaan lingkungan sesuai dengan kebutuhannya, maka jasad renik akan berkembang biak dengan cepat, dan akan menutupi seluruh penampang ujung tangkai bunga. Jasad renik tidak hanya menyebabkan penyumbatan pembuluh,
tetapi juga memproduksi etilen dan racun yang mendorong penuaan bunga. Bakteri yang terdapat di jaringan bunga akan menambah kepekaan bunga terhadap suhu rendah. Untuk mengendalikan jasad renik digunakan bermacam-macam germisida. Juga dapat dilakukan pra perlakuan dengan merendam ujung tangkai dalam larutan Chrysal RVB yang mengandung fungisida, bakterisida dan penghambat enzim. Kesulitan pada penyimpanan dengan suhu rendah dengan kelembaban tinggi adalah jika terjadi fluktuasi suhu maka akan terjadi pengembunan. Pada kondisi tersebut kemungkinan tumbuh dan berkembang biak cendawan Botrytis. Cendawan ini mula-mula berupa noda kecil yang terus berkembang sampai akhirnya terbentuk Gray Mold pada tangkai, daun dan bunga. Botrytis menyebabkan petal bunga mawar menjadi coklat dan gugur (Harkema, 1988). Bunga mawar yang dipetik pada stadia kuncup, sebelum dijual tangkai bunga harus direndam dalam larutan Bud Opening. Larutan ini mengandung gula dan germisida (Sjaifullah et al, 1995).
Pasca panen bunga potong Bunga potong termasuk komoditi yang mudah rusak. Oleh karena itu agar bunga tetap segar dan menarik, maka perlu diberikan beberapa perlakuan untuk memperpanjang kesegarannya. Upaya memperpanjang kesegaran bunga potong tersebut dilakukan dengan pengawetan. Tanpa pengawetan, kehilangan produksi bunga akibat layu dan faktor lainnya bisa mencapai 30 % sampai dengan 60 % oleh karena itu pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas bunga potong (Astuti, 1993). Salah satu cara pengawetan yang diberikan untuk mempertahankan lama kesegaran bunga potong adalah dengan menyimpan dalam ruangan bersuhu redah. Pendinginan bertujuan untuk mengurangi kehilangan air, mengurangi infeksi bakteri dan cendawan, mencegah proses perubahan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan kelayuan bunga, memelihara kualitas bunga, dan meningkatkan umur simpan bunga. Menurut Manu (2007) kegiatan setelah panen meliputi :
1.
Penyortiran dan pembersihan. Bunga-bunga yang panjang tangkainya kurang dari 40 cm dan yang terserang hama penyakit atau rusak akibat kegaitan pemanenan dibuang.
2.
Bunga – bunga yang bagus dengan panjang tangkai lebih dari 40 cm, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari kerusakan serta berpenampilan segar, segera dipisahkan. Bunga yang memiliki rumpun helai yang banyak menyatu.
Kemudian
bunga-bunga
tersebut
dipisahkan
berdasarkan
varietasnya, dan setiap kuntum dibungkus dengan kertas/plastik berbentuk kerucut dan diikat dengan menggunakan karet atau tali rafia, setiap ikat terdiri dari 10 tangkai bunga. Bunga-bunga yang telah diikat tersebut kemudian dibungkus dengan kertas yang sudah ada. 3.
Untuk pengiriman ke luar kota atau ekspor, bunga dimasukkan ke dalam kardus. Tiap-tiap bunga diletakkan mendatar di dalam kardus dan tangkaitangkainya diatur dalam baris sejajar di bagian lapisan bawah kardus. Untuk menjaga agar bunga tidak cepat layu, tiap-tiap pangkal tangkai bunga dimasukkan ke dalam tabung plastik kecil yang berisi air. Beberapa faktor yang dapat menurunkan kualitas bunga segar yaitu
ketidakmampuan stem (batang) untuk mengabsorbsi air oleh karena adanya hambatan dari bakteri, cendawan atau mikroorganisme yang lain; embolisme atau reaksi fisiologis bunga itu sendiri. Faktor kedua adalah kandungan karbohidratnya rendah sehingga kurang memadai untuk mendukung respirasi. Faktor ketiga adalah mengalami terlalu banyak kehilangan air karena suhu lingkungan yang tinggi. Faktor keempat adalah adanya etilen yang dihasilkan oleh jaringan yang rusak. Faktor yang terakhir adalah karena terkena serangan penyakit atau hama (Manu, 2007). Bunga yang layu dilihat dari tekstur bunga yang lemas, warna yang pudar atau coklat, adanya bintik hitam atau coklat pada bunga, cabang yang menunduk dan tidak ada tegangan permukaan mahkota sehingga mahkota cenderung lemas. Bunga yang banyak menyerap larutan mampu bertahan hidup lebih lama karena dapat menggantikan air yang hilang selama proses hidupnya. Adanya peran asam sitrat dalam meningkatkan efektifitas penyerapan larutan serta sukrosa
untuk menjaga tekanan osmotik pada bunga potong, sehingga penyerapan air dapat lebih baik. Penyerapan larutan tiga hari pertama mengalami kenaikan yang signifikan, tetapi mulai hari ke-4 dan selanjutnya mengalami penurunan sesuai jenis larutannya. Keadaan ini merupakan fenomena yang umum terjadi pada bunga potong (Mayak et al, 1974). Penyerapan air oleh tangkai bunga potong dipengaruhi oleh luas area penyerapan dan kapasitas jaringan tanaman untuk menyerap air (Water Holding Capacity). Luas area penyerapan lebih kecil daripada luas area transpirasi. Secara umum pada jenis bunga tertentu, semakin lama perendaman, maka konsentrasi yang digunakan untuk larutan peraga akan semakin rendah. Larutan pulsing konsentrasi tinggi, larutan peraga konsentrasi rendah. Ketsa (1986) menyatakan bahwa pemakaian gula saja dapat merusak tanaman karena akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Campuran gula dengan asam sitrat atau asam benzoat sudah memenuhi syarat untuk dapat mempertahankan kesegaran bunga. Dari pengukuran total larutan terserap dapat ditentukan berapa mili liter larutan yang harus diberikan pada bunga yang akan diperagakan. Pemberian yang terlalu sedikit akan menyebabkan bunga kekurangan air dan sumber energi, sehingga menyebabkan bunga menjadi layu. Namun sebaliknya, jika pemberian larutan terlalu banyak dapat menyebabkan ketidak-ekonomisan dalam biaya (Dalimunthe, 1999). Pewarna makanan cair biru Pewarna makanan cair merupakan bahan tambahan makanan yang diberikan ke dalam bahan pangan selera dan keinginan konsumen. Warna dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap bau, tekstur dan rasa serta indeks kesegaran bahan pangan. Pada dasarnya terdapat 3 jenis zat pewarna yang dibedakan menurut asalnya yaitu zat warna alami, identik dengan alami dan sintetik. Pewarna makanan cair yang digunakan dalam penelitian ini adalah pewarna makanan cair jenis sintetik. Pemilihan penggunaan pewarna makanan adalah karena lebih aman bagi fungsi fisiologis bunga sebagai makhluk hidup karena tidak mengandung zat yang berbahaya seperti halnya pewarna tekstil atau
cat air. Sementara pemilihan penggunaan pewarna tipe cair adalah berdasarkan uji pra-penelitian yang menunjukkan kemudahan absorbsi maupun daya sebar warna pada bunga lebih tampak. Pewarna makanan cair yang digunakan adalah merk Diva dan merk Koepoe-Koepoe. Kedua pewarna makanan cair ini tersedia dan mudah diperoleh di pasar-pasar maupun toko bahan makanan. Kandungan utama pewarna ini yang memberikan warna biru adalah senyawa yang disebut Biru Berlian (Brilliant Blue). Senyawa dengan rumus kimia C37H34N2Na2O9S3 ini termasuk ke dalam golongan Triarilmetana. Senyawa ini berbentuk serbuk atau butiran logam warna ungu kemerahan, tidak berbau dan memberi warna biru dengan dosis penggunaan secukupnya ( www.wikipedia.com , 2008). Asam Sitrat dan Asam Benzoat Asam sitrat Asam sitrat disebut juga asam ß-hydroxytricarboxylat; asam 2-hydroxy-1,2,3propanetri-carboxylat dengan rumus kimia seperti berikut. H2C-COOH HOC-COOH H2C-COOH
Asam sitrat merupakan asam hidroksi trikarboksilat (C6H8O7) yang diperoleh dari ekstrak buah-buahan terutama jeruk. Biasanya dihasilkan dalam bentuk monohidrat (C6H8O7.H2O) berupa kristal tidak berwarna, tidak berbau, dan lebih cepat larut dalam air dingin dibandingkan dengan air panas (Paturau, 1982 dalam Dewi, 2003). Halevy dan Mayak (1981) menyatakan bahwa asam sitrat berfungsi untuk meningkatkan keseimbangan air dan mengurangi penyumbatan pada batang. Peran asam sitrat dalam mengurangi penyumbatan adalah dengan bersifat sebagai chelating agent atau agen pengkelat yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam seperti Mg, Mn, dan Fe dalam ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh buruk logam (Winarno dan Laksmi dalam Indah, 1997). Asam sitrat digunakan pada konsentrasi mulai dari 50 hingga 800 ppm. Asam sitrat larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam eter.
Asam Benzoat (Garam Natrium Benzoat) Asam benzoat merupakan salah satu jenis pengawet yang banyak diberikan untuk mengawetkan bahan pangan. Asam benzoat maupun garamnya, dapat mengurangi aktifitas mikroorganisme. Asam ini mempunyai aktifitas optimum pada kisaran pH 2,5 - 4,0. Sedangkan pada pH normal atau sekitar 6,07,0 daya pengawetnya kurang baik. Untuk itu, penambahan asam sitrat pada larutan dapat menurunkan pH dan meningkatkan efektifitas asam benzoat sebagai pengawet. Sodium benzoat stabil berbentuk kristal putih, tidak berbau, mempunyai rasa manis dan kadang-kadang sepat. Keefektifan sodium benzoat pada larutan asam 1000 kali lebih besar daripada dalam larutan netral (Indah, 1997). Teknik pewarnaan bunga potong Pewarnaan bunga potong merupakan salah satu tahap pasca panen yang saat ini cukup diminati oleh penggemar bunga. Tidak hanya itu, teknik pewarnaan bunga potong juga banyak digunakan untuk memberikan contoh sistem transportasi dalam fisiologi tanaman untuk memudahkan penjelasannya. Bunga yang umum digunakan untuk melakukan praktikum ini adalah anyelir ataupun gladiol. Pewarnaan bunga potong merupakan pemberian warna buatan pada mahkota (tinting) yang dilakukan dengan 2 cara yakni melalui batang/tangkai bunga dengan memanfaatkan proses transportasi bunga dan cara lain adalah dengan perendaman mahkota bunga pada larutan pewarna. Namun cara kedua kurang diminati karena hasil pewarnaannya terlihat sangat artifisial. Pewarna yang banyak dan sebaiknya digunakan adalah pewarna makanan karena lebih aman bagi bunga dan dapat menjaga masa pajangnya lebih lama. Hal ini dikarenakan mokelul bahan pewarna makanan memiliki berat molekul yang lebih rendah dibandingkan dengan pewarna tekstil, sehingga pewarna makanan lebih mudah larut dan mudah diserap oleh bunga (Burhanudin, 1999). Proses pewarnaannya dengan melarutkan konsentrasi tertentu pewarna, umumnya 5 – 10 %, lalu larutan dihangatkan sampai suhu 41°C. Setelah itu bunga direndam dalam larutan pewarna selama kurang lebih semalam. Pencelupan dihentikan sebelum warna
bunga mencapai warna yang diinginkan karena proses transportasi masih berlangsung dan warna akan tetap bertambah meskipun bunga telah diangkat dari larutan pewarna. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Burhanudin (1999), jenis pewarna yang baik untuk melalukan pewarnaan pada bunga potong adalah pewarna makanan cair. Sementara untuk volume pewarna makanan cair optimal yang diperlukan untuk pewarnaan adalah sebanyak 80 ml (Hutabarat, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Hutabarat (2008), waktu yang optimal untuk menghasilkan warna biru yang tegas dan jelas adalah 8 jam untuk bunga potong sedap malam, gladiol, anyelir dan mawar.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September 2007 – Desember 2007. Percobaan perlakuan dilakukan di Laboratorium RGCI, ruang tertutup dengan fasilitas pendingin ruangan (AC) untuk penyimpanan selama peraga, dan Laboratorium Pendidikan Hortikultura untuk uji organoleptik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian , Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan penelitian adalah tiga spesies bunga potong segar berwarna putih yaitu krisan varietas Fiji White 2001.08 , gerbera varietas Ansofie dan mawar varietas Avalance yang diperoleh dari nursery PT Saung Mirwan dan nursery Eldadi Usaha Flora, Gadog, Bogor. Bahan lainnya adalah pewarna makanan cair merk Koepoe-Koepoe (Pewarna A) produki PT. Gunacipta Multirasa dengan komposisi Brilliant Blue Cl 42090 dan Carmoisine Cl 14720, dan merk Diva (Pewarna B) tipe warna Sky Blue. Bahan tambahan lain adalah gula pasir atau sukrosa, asam sitrat 0,01 M, natrium benzoat, akuades dan alkohol. Alat yang digunakan adalah pisau, botol plastik sejumlah ulangan tiap spesies bunga, ember, Royal Horticulture Society-Mini Color Chart (RHS-MCC), pH-meter, timbangan digital, alat ukur volume dan spektrofotometer. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari 3 percobaan yang saling terpisah tiap spesiesnya, yaitu percobaan ke-1 pada krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev), percobaan ke-2 pada gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) dan percobaan ke-3 pada mawar (Rosa hybrida L). Rancangan Percobaan Rancangan pecobaan yang digunakan pada tiap spesies bunga potong adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor.
Faktor pertama adalah jenis pewarna makanan yang digunakan yang terdiri dari tiga taraf yaitu : A0 = gula 6 % + asam sitrat (pH 3,5) A1 = gula 6 % + pewarna makanan A + asam sitrat (pH 3,5) A2 = gula 6 % + pewarna makanan B + asam sitrat (pH 3,5) Faktor kedua adalah lama waktu perendaman, terdiri dari empat taraf yaitu W1 = 2 jam, W2 = 4 jam, W3 = 6 jam dan W4 = 8 jam. Percobaan ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan dengan 3 kali jumlah ulangan, sehingga terdapat 36 satuan percobaan per spesies. Setiap satuan percobaan terdiri dari 3 tangkai bunga potong maka jumlah bunga yang diperlukan adalah 108 tangkai per spesies dan total keseluruhan adalah 324 tangkai. Metode aditif linier yang menggambarkan rancangan percobaan tersebut adalah :
Yijk = μ + Ai + Wj + (AW) ij + ε ijk Keterangan : Yijk
: Respon pengamatan dari perlakuan jenis pewarna taraf ke-i, perlakuan lama perendaman taraf ke-j dan ulangan ke-k.
μ
: nilai tengah umum
Ai
: Pengaruh perlakuan jenis pewarna taraf ke-i
Wj
: Pengaruh perlakuan lama perendaman taraf ke-j
(AW)
ij
: Pengaruh kombinasi perlakuan jenis pewarna taraf ke-i dan perlakuan lama perendaman taraf ke-j
ε ijk
: Galat percobaan
i = 1,2,3
j = 1,2,3
k = 1,2,3
Jika dalam perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengamatan maka dilakukan analisis uji lanjut dengan metode Duncan Multiple Ranget Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %. Pelaksanaan Tahap awal dari penelitian ini adalah dengan membuat larutan pewarna dan peraga. Setiap satuan percobaan dilakukan dengan menggunakan satu botol
plastik untuk larutan pewarna maupun larutan peraga yang terpisah. Untuk membuat larutan pewarna dilakukan dengan melarutkan 80 ml pewarna makanan cair (perlakuan A1 dan A2), 60 gram gula pasir ke dalam 750 ml akuades dan ditambah beberapa tetes larutan asam sitrat 0,01 M untuk memperoleh pH 3,5. Larutan kemudian ditera hingga satu liter dan selanjutnya dituang ke dalam botolbotol plastik sebanyak 200 ml per botol Larutan peraga dibuat dengan melarutkan 60 gram gula pasir dan 300 ppm natrium benzoat ke dalam 750 ml akuades dan ditambahkan beberapa tetes larutan asam sitrat 0,01 M untuk memperoleh pH 6 kemudian larutan ditera hingga dihasilkan satu liter larutan. Total satuan percobaan yang diamati adalah sebanyak 108 tangkai per jenis bunga, sehingga untuk setiap kali perlakuan per tanaman dibutuhkan 216 botol plastik. Masing-masing botol diisi dengan 200 ml larutan. Bunga potong krisan standar varietas ‘Fiji White 2001.08’ diperoleh dari nursery Saung Mirwan, Pasir Muncang, dan bunga potong mawar varietas ‘Avalance’ dan gerbera varietas ‘Ansofie’ diperoleh dari nursery Eldadi Usaha Flora,Gadog. Pembelian bunga dilakukan pada pagi hari untuk mencegah bunga mengalami stres dan dehidrasi berlebihan selama transportasi. Kemudian bunga disortir dan diseragamkan ukurannya. Bunga krisan dipotong hingga sepanjang 75 cm, sementara bunga mawar dan gerbera dipotong hingga sepanjang 40 cm. Panjang ukuran ini ditetapkan sesuai dengan panjang ukuran standar bunga tersebut di dalam vas. Ujung tangkai bunga dipotong miring sekitar 45º untuk meningkatkan luas permukaan bidang penyerapan. Daun-daun dibuang untuk mengurangi penguapan. Setelah disortir, kemudian bunga secara acak dipilih untuk diberi perlakuan. Pemberian perlakuan dilakukan di Laboratorium RGCI untuk memudahkan penggunaan alat seperti timbangan dan gelas kimia. Setelah waktu pencelupan selesai, bunga diangkat dan dibilas dengan akuades sebelum disimpan ke dalam larutan peraga. Setelah seluruh bunga telah disimpan ke dalam larutan peraga, bunga-bunga tersebut kemudian dipindahkan ke dalam ruangan tertutup yang memiliki fasilitas pendingin ruangan (AC).
Pengamatan Pengamatan dilakukan ketika bunga dicelupkan ke dalam larutan peraga dan setelah itu juga diamati setiap hari sampai masa pajang bunga potong tersebut berakhir. Satuan amatan yang diamati meliputi : 1. Warna bunga Warna bunga yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis pewarna, konsentrasi dan lama perendaman (Suyanti, 2002). Kategori warna bunga hasil pewarnaan ditentukan dengan Royal Horticulture Society – Mini Color Chart. Cara penggunaan RHS-MCC adalah dengan mengamati warna bunga dan kemudian dibandingkan dengan kategori warna pada skala. Penentuan warna bunga yang dihasilkan ditentukan secara keseluruhan dan subjektif visual. Cara ini memiliki kelemahan karena dapat dihasilkan daya tangkap warna yang berbeda tergantung posisi mata memandang bunga. Faktor cahaya, sudut pandang, hingga bias karena mata terlalu jenuh mengamati warna dapat memberikan hasil yang berbeda dalam penentuan skala. 2. Bobot bunga Bobot bunga yaitu bobot seluruh bagian bunga potong yang mengalami perlakuan pewarnaan dan peraga. Bobot ini ditimbang mulai dari awal pengamatan sampai pengamatan berakhir yaitu ketika masa pajang bunga telah berakhir. Pengukuran bobot pertama dilakukan pada saat bunga akan diberi perlakuan perendaman pewarnaan. Pengukuran berikutnya dilakukan pada saat H+2 dan seterusnya setiap 2 hari sekali hingga masa pajang berakhir. Cara pengukurannya adalah dengan mengangkat bunga dari larutan peraga kemudian dibilas batangnya untuk kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Sebuah botol berisi air akuades diletakkan di atas neraca sebagai wadah selama penimbangan. Botol wadah dan air akuades sebelumnya telah ditimbang. 3. Volume larutan pewarna yang berkurang Jumlah larutan yang terserap sebanding dengan tingkat metabolisme. Semakin banyak kandungan zat terlarut, seperti sukrosa dan pengawet serta air, yang diserap maka semakin tinggi tingkat penyerapan dan kemekaran bunga yang sekaligus akan memperpanjang masa pajang (vase life). Volume larutan
pewarna yang berkurang akan dipengaruhi oleh berat jenis larutan pewarna itu sendiri dan juga faktor lain, baik internal maupun eksternal. Volume larutan pewarna terserap diukur pada saat seluruh bunga potong sesuai lama perlakuan telah dipindahkan ke dalam larutan peraga. 4. Volume larutan peraga yang berkurang Volume larutan peraga yang berkurang, baik akibat absorbsi oleh bunga potong maupun transpirasi, dihitung melalui selisih volume larutan awal saat pertama kali dicelupkan dan volume larutan saat vase life berakhir. Volume diukur dengan cara memindahkan larutan ke dalam gelas ukur untuk kemudian dilihat skala volumenya. 5. Vase life (masa pajang) Vase life atau masa pajang adalah lama waktu ketahanan bunga dalam keadaan segar (dalam satuan hari) mulai dari awal perlakuan hingga bunga mencapai 50% bunga layu. 6. Uji organoleptik Uji organoleptik adalah uji berdasarkan respon yang diterima oleh sensorsensor panca indera. Dalam uji ini, dilakukan pengamatan terhadap warna, penampakan dan penampilan menyeluruh terhadap bunga potong hasil pewarnaan. Pengujian dilakukan menggunakan Uji Rangking (Preference test) berdasarkan nilai skor hasil kuisioner panelis tidak terlatih (konsumen) sebanyak 50 orang dengan ketentuan skor yang paling rendah adalah skor yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi. 7. Nilai absorban larutan pewarna Merupakan pengujian nilai tingkat kepekatan warna berdasarkan jumlah cahaya yang diserap oleh larutan berwarna. Nilai absorban merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya jumlah partikel yang memiliki panjang gelombang tertentu. Nilai ini diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Sampel larutan dibuat dengan melarutkan 0,1 ml larutan pewarna dengan 9,9 ml akuades. Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 625 nm. Semakin bening absorban semakin rendah.
warna suatu larutan, maka nilai
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas bunga potong dapat diketahui dari penampilan fisiknya. Penampilan fisik ini merupakan presentasi langsung dari keindahan yang dimiliki bunga potong. Penampilan fisik bunga yang satu dengan yang lain dapat diukur secara kuantitatif. Ada yang diukur secara objektif maupun subjektif. Pengukuran penampilan fisik itu antara lain adalah dengan mengukur besarnya penurunan bobot, masa pajang, total larutan pewarna dan peraga yang berkurang, warna bunga dan melalui uji organoleptik. Kondisi Umum Bunga-bunga yang diberi perlakuan pewarnaan dalam beberapa menit telah menunjukkan gurat-gurat halus biru, akan tetapi warna ini belum optimal. Bahkan setelah beberapa jam diberi perlakuan sesuai taraf lama perlakuan, ada beberapa bunga yang tidak berubah warna seluruhnya. Hal ini dikarenakan penyerapan warna yang tidak optimal. Salah satu faktor penyebabnya adalah terdapat lendir yang dihasilkan oleh bakteri maupun mekanisme fisiologis bunga pasca pemanenan. Untuk mengatasi hal tersebut seharusnya adalah dengan memberikan larutan pulsing yang mengandung germisida dan sukrosa konsentrasi tinggi segera setelah pemanenan sehingga bunga tidak sempat mengalami stres maupun dehidrasi. Percobaan pertama menggunakan bunga potong krisan. Diameter bunga tampak semakin besar saat satu minggu dicelupkan dalam larutan peraga. Warna bunga juga menjadi menarik karena pada bagian bunga tabung (bunga tabung) yang belum mekar sebelumnya, menjadi muncul sehingga warna biru bunga terlihat seperti korona gerhana matahari. Hal ini dapat dilihat pada gambar Lampiran 3 b. Percobaan kedua menggunakan bunga potong mawar. Sebagian besar bunga mawar mengalami bent neck. Bent neck atau rebah pangkal bunga adalah rebahnya bagian pangkal mahkota bunga yang disebabkan oleh beragam faktor, salah satunya adalah penyumbatan pembuluh angkut sehingga bunga tidak memperoleh suplai nutrisi. Tidak diketahui penyebab pasti dari bent neck yang
dialami mawar potong pada perlakuan pewarnaan. Peristiwa bent neck dapat disebabkan oleh tersumbatnya jaringan pembuluh oleh lendir bakteri maupun oleh gelembung udara (embolisme) (Sjaifullah, 1995). Percobaan ketiga menggunakan bunga potong gerbera. Pada hari kedua dan ketiga setelah pencelupan dalam larutan peraga, terdapat bunga gerbera yang tangkainya membengkok seperti menunduk (Lampiran 9). Akan tetapi setelah 1-2 hari, tangkai bunga akan kembali menegak. Belum diketahui apa yang menjadi penyebab pasti kejadian membengkoknya tangkai gerbera ini. Akan tetapi diduga kuat hal ini berkaitan dengan mekanisme fisologis tangkai bunga terhadap larutan peraga. Penempatan bunga di ruangan berpendingin bertujuan untuk mengurangi besarnya transpirasi yang diakibatkan oleh suhu. Besarnya tingkat transpirasi akan mempengaruhi jumlah total larutan peraga yang berkurang. Diharapkan total larutan yang berkurang merupakan jumlah sesungguhnya yang diserap oleh bunga secara wajar, dan bukan karena tingginya suhu ruangan. Selain itu, penempatan di ruangan berpendingin juga untuk mengurangi besarnya etilen yang dihasilkan. Jumlah etilen yang diproduksi oleh suatu produk hortikultura pasca panen akan semakin meningkat dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Suhu pendingin ruangan diatur antara 18-20ºC. Akan tetapi pada pelaksanaannya suhu ruangan berkisar antara 22-24ºC karena ruangan tersebut dibuka dan ditutup untuk keperluan diskusi dan kegiatan lainnya. Selain itu pada beberapa kesempatan, terjadi padam listrik selama 2 malam yang mengakibatkan AC tidak berfungsi dan suhu ruangan naik.
A. Penurunan Bobot Bobot bunga potong berkaitan dengan kesegaran dan penampakan fisik bunga. Pengukuran bobot bunga potong dihitung untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pewarnaan terhadap sifat fisik bunga potong. Bobot bunga yaitu bobot seluruh bagian bunga potong yang mengalami perlakuan pewarnaan dan larutan peraga.
Secara keseluruhan, aplikasi pewarnaan biru pada bunga potong tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan bobot bunga potong jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dapat terlihat dari hasil sidik ragam pada Lampiran 10-12. Respon fisik bobot bunga yang serupa antara bunga yang diwarnai dan yang tidak diwarnai tentu menjadi nilai positif bagi bunga potong hasil pewarnaan. Meskipun diberi perlakuan pewarnaan dengan pewarna makanan cair biru, bunga krisan potong tetap memiliki kualitas fisik seperti bunga krisan potong yang tidak mendapat perlakuan pewarnaan. Analisis terhadap penurunan bobot bunga yang ditampilkan pada Gambar 2 menunjukkan beberapa kecenderungan. Nilai hasil uji sidik ragam penurunan bobot krisan pada Lampiran 10 juga menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Pada bunga krisan kontrol, penurunan terjadi sejak pengukuran kedua yakni empat hari sejak perlakuan. Krisan yang mengalami perlakuan kontrol selama 8 jam, mengalami kecenderungan kenaikan bobot bunga pada pengukuran ke-2. Hal yang sama juga terjadi pada pengukuran ke-6 dan berikutnya bahkan hingga akhir pengamatan, bobot krisan semakin meningkat meskipun tidak terlalu besar. Peningkatan bobot krisan di akhir pengukuran juga dialami oleh bunga potong krisan yang mengalami perlakuan pewarnaan. Kecuali krisan yang diberi perlakuan pewarnaan selama 6 jam, bunga krisan yang lain mengalami kenaikan bobot pada 3 periode pengukuran sebelum masa pajang berakhir. Peristiwa bertambahnya bobot krisan pasca panen setelah sebelumnya mengalami penurunan yang drastis, mengindikasikan masih adanya proses metabolisme pada bunga
potong.
Dwidjoseputro
(1980)
menyatakan
bahwa
proses-proses
metabolisme pada bunga potong masih tetap berlangsung meskipun telah terpisah dari jaringan induknya yang menyebabkannya mengalami kehilangan sumber air dan makanan. Bunga potong yang disimpan dalam larutan peraga memperoleh nutrisi dan kebutuhan hidupnya dari larutan peraga tersebut. Pada saat setelah dipanen, bunga mengalami stres dan shock karena dipisahkan dari induknya sehingga terjadi penurunan bobot yang cukup drastis. Oleh karena itu diperlukan suplai nutrisi dari luar tubuhnya yakni dari larutan peraga. Larutan peraga yang diserap mengandung sumber energi yakni sukrosa (gula) dan kemudian akan digunakan untuk menjaga turgiditas dan kehidupan sel, atau bahkan membentuk
sel baru jika kondisi memungkinkan. Terbentuknya sel baru dari sumber nutrisi larutan peraga inilah yang diduga merupakan penyebab bertambahnya bobot krisan pada masa pajang. Rata-rata penurunan bobot mawar menunjukkan nilai yang tidak terlalu berbeda nyata. Nilai hasil uji sidik ragam terhadap penurunan bobot mawar dapat dilihat pada Lampiran 11. Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 3 menunjukkan bobot bunga mawar merosot tajam dibandingkan dengan bunga yang lain. Penurunan bobot per pengukuran dapat mencapai sebesar 60 % dan yang terkecil sebesar 1 %, bahkan ada yang bobotnya bertambah pada pengukuran yang ke-2. Namun dari rata-rata perubahan bobot bunga, diperoleh data yang menunjukkan bahwa bunga potong mawar sangat cepat layu dan mengalami kemunduran metabolisme. Kecenderungan hasil pengamatan yang menarik ditunjukkan pada bunga yang diberi perlakuan 6 jam dengan pewarna Diva. Rata-rata bobot yang diukur pada pengukuran ke-6 jauh di atas rata-rata pada pengukuran ke-5 akan tetapi kenaikan bobot ini tidak terjadi pada bunga yang diwarnai dengan pewarna Koepoe-Koepoe. Penyebab peristiwa ini diduga adalah perbedaan sifat fisiologis antar bunga perlakuan yang satu dengan yang lain. Kecenderungan yang menarik dapat kita lihat pada grafik
penurunan
bobot bunga gerbera pada Gambar 4. Hampir di semua pengamatan terjadi kenaikan bobot pada pengukuran ke-3 dan kemudian menurun terus sampai masa pajang berakhir. Keadaan ini merupakan fenomena yang umum terjadi pada bunga potong (Mayak et al, 1974). Bunga potong yang baru dipanen akan mengalami stres, dan jika diberi larutan pulsing kemudian larutan peraga sebagai sumber nutrisi, maka bunga akan terbiasa dan segar kembali. Seluruh perlakuan bunga tidak ada pengaruh yang signifikan antara lama perendaman dalam larutan pewarnaan dengan penurunan bobot bunga.
BOBOT (GRAM)
BOBOT KRISAN KONTROL
39.00 37.00 35.00 33.00 31.00 29.00 27.00 25.00 23.00 21.00 19.00 17.00 15.00
A0W1 A0W2 A0W3 A0W4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
WAKTU PENGUKURAN KE-
BOBOT (GRAM)
BOBOT BUNGA KRISAN KOEPOE 35.00 33.00 31.00 29.00 27.00 25.00 23.00 21.00 19.00 17.00 15.00 13.00
A1W1 A1W2 A1W3 A1W4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
WAKTU PENGUKURAN KE-
BOBOT BUNGA KRISAN DIVA
BOBOT (GRAM)
37.00 35.00 33.00 31.00
A2W1
29.00 27.00 25.00
A2W2 A2W3 A2W4
23.00 21.00 19.00 17.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
WAKTU PENGUKURAN KE-
Gambar 2. Perubahan Bobot Bunga Krisan Keterangan : W1 : Lama perendaman 2 jam W2 : Lama perendaman 4 jam W3 : Lama perendaman 6 jam W4 : Lama perendaman 8 jam
BOBOT BUNGA MAWAR KONTROL 25.00
BOBOT (GRAM)
20.00 A0W1
15.00
A0W2 A0W3 10.00
A0W4
5.00
0.00 1
2
3
4
5
6
WAKTU PENGUKURAN
BOBOT (GRAM)
BOBOT BUNGA MAWAR KOEPOE 25.00
A1W1
23.00
A1W2
21.00
A1W3 A1W4
19.00 17.00 15.00 13.00 11.00 9.00 7.00 5.00 1
2
3
4
5
6
WAKTU PENGUKURAN
BOBOT BUNGA MAWAR DIVA 25.00 A2W1
23.00
A2W2
BOBOT (GRAM)
21.00
A2W3
19.00
A2W4
17.00 15.00 13.00 11.00 9.00 7.00 5.00 1
2
3
4
5
6
WAKTU PENGUKURAN
Gambar 3. Perubahan Bobot Bunga Mawar Keterangan : W1 : Lama perendaman 2 jam W2 : Lama perendaman 4 jam W3 : Lama perendaman 6 jam W4 : Lama perendaman 8 jam
BOBOT BUNGA GERBERA KOEPOE
BOBOT (GRAM)
21 20 19
A1W1
18
A1W2
17
A1W3
16
A1W4
15 14 1
2
3
4
5
WAKTU PENGUKURAN KE-
BOBOT (GRAM)
BOBOT BUNGA GERBERA KONTROL 20 19 18 17 16 15 14 13
A0W1 A0W2 A0W3 A0W4
1
2 3 4 WAKTU PENGUKURAN KE-
5
BOBOT BUNGA GERBERA DIVA
BOBOT (GRAM)
20 19 A2W1
18
A2W2
17
A2W3
16
A2W4
15 14 1
2
3
4
5
WAKTU PENGUKURAN KE-
Gambar 4. Perubahan Bobot Bunga Gerbera Keterangan : W1 : Lama perendaman 2 jam W2 : Lama perendaman 4 jam W3 : Lama perendaman 6 jam W4 : Lama perendaman 8 jam
B. Masa pajang (dalam satuan hari) Masa pajang (vase life) bunga potong merupakan lamanya umur relatif bunga potong dalam keadaan tetap segar dan indah setelah dipotong dari tanaman induknya (Wiryanto, 1993). Masa pajang berakhir ketika tanaman telah mengalami kelayuan. Mayak et al, (1974) menyebutkan bahwa kelayuan berhubungan dengan penurunan potensial air pada jaringan. Layu merupakan terkulai dan mengerutnya jaringan akibat perubahan sifat elastisitas karena menurunnya tekanan turgor. Browning atau pencoklatan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas dari suatu bunga potong. Tingkat pencoklatan ini berkaitan dengan jumlah bunga yang mengalami kelayuan ataupun berakhirnya masa pajang. Wiryanto
(1993)
menyatakan
bahwa
semakin
tinggi
suhu
ruang
penyimpanan maka tingkat pencoklatan dan bunga yang layu pada bunga potong juga akan semakin tinggi. Semakin tinggi suhu cenderung akan mempercepat proses respirasi sehingga proses pematangan bunga juga semakin cepat dan akibatnya bunga menjadi lebih cepat layu. Pada suhu yang lebih dingin enzimenzim yang berperan pada proses respirasi tidak aktif yang menyebabkan proses pematangan menjadi lebih lambat sehingga bunga menjadi lebih lama layu. Rendahnya karbohidrat yang dimiliki oleh bunga yang direndam hanya menggunakan akuades (kontrol) menyebabkan respirasi yang terjadi sangat rendah sehingga kelayuan akan terjadi. Asam sitrat juga berperan sebagai antibiotik untuk mencegah pertumbuhan bakteri sehingga penyerapan larutan pengawet lebih efektif dan masa pajang lebih lama. Penambahan pewarna pada larutan pengawet bunga tidak memberikan pengaruh nyata pada bunga krisan dan gerbera, namun sebaliknya pada bunga mawar. Besarnya pengaruh dapat ditunjukkan oleh data hasil uji lanjut Duncan pada Tabel 1. Masa pajang pada bunga krisan kontrol tidak berbeda dengan yang diwarnai, yakni sekitar 16-20 hari. Data yang serupa juga ditunjukkan pada bunga potong gerbera. Gerbera kontrol berusia 7-8 hari seperti halnya gerbera yang diwarnai. Persamaan ini membuktikan bahwa pewarnaan pada bunga potong tidak membuat bunga potong cepat layu sehingga cepat berakhir masa pajangnya. Bahkan pada bunga mawar, mawar yang diwarnai memiliki masa pajang yang
lebih lama jika dibandingkan dengan yang tidak diwarnai. Mawar yang diwarnai selama 8 jam dengan pewarna Koepoe-Koepoe memiliki masa pajang yang lebih lama yakni 9 hari. Hal ini dikarenakan pada larutan pewarna makanan biru yang diberikan pada mawar mampu memenuhi nutrisi yang diperlukan selama hidupnya. Tabel 1. Hasil Uji Lanjut Pengaruh Pewarnaan Terhadap Masa Pajang (dalam satuan hari) a. Masa pajang bunga krisan Waktu Perendaman
Bunga Krisan Kontrol
Koepoe-Koepoe Diva
2
16.67 a
17.78 a
17.11 a
4
17.11 a
17.11 a
18.22 a
6
19.11 a
18.00 a
20.00 a
8
19.33 a
18.67 a
18.67 a
b. Masa pajang bunga mawar Waktu Perendaman
Bunga Mawar Kontrol
Koepoe-Koepoe Diva
2
6.00 d
6.78 bcd
6.89 bcd
4
6.00 d
6.56 cd
6.56 cd
6
6.56 cd
8.11 abc
8.33 ab
8
6.22 d
9.33 a
8.78 a
c. Masa pajang bunga gerbera Waktu Perendaman
Bunga Gerbera Kontrol
Koepoe-Koepoe Diva
2
8.33 a
8.67 a
8.33 a
4
7.56 a
7.56 a
8.67 a
6
7.22 a
6.78 a
7.77 a
8
7.67 a
8.00 a
7.33 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom atau baris sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf 5 %.
Pengaruh lama perendaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap masa pajang bunga potong. Besarnya nilai pengaruh dapat terlihat dari data uji lanjut Duncan di atas. Pada bunga krisan, semakin lama waktu perendaman maka masa pajang bunga semakin panjang. C. Volume Larutan Pewarna yang Berkurang Pengamatan larutan pewarna yang berkurang menunjukkan bahwa sebenarnya bunga telah mengalami perubahan warna setelah pencelupan 10-20 menit, tapi perubahan warna yang dihasilkan belum optimal. Warna yang dihasilkan hanya semburat dan garis-garis warna biru. Pada pencelupan selama 2 jam, bunga telah mencapai biru yang menyebar cukup rata. Warna bunga semakin jelas biru dan tegas pada pencelupan yang lebih lama. Akan tetapi pada beberapa bunga, warna biru yang dihasilkan antara pencelupan 6 jam dan 8 jam tidak menunjukkan beda yang nyata. Volume larutan yang berkurang pada bunga krisan paling tinggi adalah bunga yang tidak direndam dalam larutan pewarna (kontrol). Rata-rata volume maksimum yang dapat diserap krisan adalah sebesar 38,667 ml selama 8 jam dan rata-rata volume minimum yang dapat diserap krisan adalah sebesar 31,556 ml selama 2 jam. Larutan yang mengandung pewarna tidak diserap dalam jumlah yang banyak dikarenakan pewarna memiliki bobot molekul yang cukup berat sehingga sulit terangkat secara alami dalam jumlah banyak oleh bunga potong. Umumnya semakin lama suatu bunga potong disimpan dalam larutan, maka akan semakin banyak larutan yang akan terserap untuk memenuhi nutrisi yang diperlukannya. Hal ini dapat diamati pada bunga krisan yang direndam dalam larutan kontrol. Akan tetapi terdapat penyimpangan pada bunga potong yang direndam dalam pewarna Koepoe-Koepoe. Rata-rata jumlah larutan pewarna yang berkurang pada perendaman 4 jam merupakan rata-rata volume tertinggi (Gambar 5). Rata-rata volume yang berkurang pada perendaman yang lebih lama justru lebih kecil. Hal ini diduga disebabkan karena telah terjadinya kesetimbangan larutan sehingga bunga tidak mampu lagi menyerap larutan lebih banyak meskipun direndam lebih lama.
Volume larutan yang berkurang pada bunga mawar paling tinggi terdapat pada bunga yang tidak direndam dalam larutan pewarna. Rata-rata volume maksimum yang dapat diserap mawar adalah sebesar 20,333 ml selama 8 jam dan rata-rata volume minimum yang dapat diserap mawar adalah sebesar 14,667 ml selama 6 jam (Tabel 2). Rata-rata volume pewarna yang berkurang pada bunga mawar tidak memperlihatkan pola yang menunjukkan semakin lama perendaman maka semakin banyak volume total yang berkurang. Hal ini dikarenakan perbedaan daya serap masing-masing bunga potong. Bunga mawar yang direndam pada larutan pewarna Diva memiliki volume berkurang yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang direndam pada larutan pewarna Koepoe-Koepoe.
Volum (ml)
Volum pewarna krisan yang berkurang 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30
38.67
34.89
34.89 33.67
34.22
37.22
37.00
36.33
34.44 33.00
32.67 31.56
KONTROL 1
2
3
4
KOEPOE
Waktu Perlakuan
DIVA
Volume pewarna mawar yang berkurang 21 20.3333 Volume (ml)
19.8889 19.3333
19
18.7778
18.4444
18.1111
17.6667
17.2222
17
16.6667
16.5556 15.8889
15.6667
Kontrol
15
Koepoe 1
2
3
4
Diva
Lama Perendaman
Volume pewarna gerbera yang berkurang 6
VOLUME (ml)
5
4,89 3,89
4
3,78 3,11
2,67
3
KOEPOE
2,56 2,33
2,44 2
1,50
KONTROL
3,00
DIVA
1,44
1
0,11 0 1
2
3
4
WAKTU PERENDAMAN
Gambar 5. Volume Larutan Pewarna yang Berkurang
Tabel 2. Hasil Uji Lanjut Pengaruh Pewarnaan Terhadap Volume Larutan Pewarna yang Berkurang (dalam satuan ml) a. Bunga tanpa perlakuan perendaman (kontrol) Waktu Perendaman
Bunga Krisan Kontrol
Koepoe-Koepoe Diva
2
34.89 bcd
31.56 e
34.22 cd
4
36.33 abc
33.67 de
34.89 bcd
6
37.00 ab
32.67 de
34.44 cd
8
38.67 a
33.00 de
37.22 ab
b. Bunga dengan perlakuan pewarna Koepoe-Koepoe Waktu Perendaman
Bunga Mawar Kontrol
Koepoe-Koepoe Diva
2
16.67 bcd
15.67 cd
18.11 abcd
4
16.11 bcd
18.44 abc
15.89 bcd
6
14.67 d
16.56 bcd
18.78 abc
8
20.33 a
17.67 abcd
19.33 ab
c. Bunga dengan perlakuan pewarna Diva Waktu Perendaman
Bunga Gerbera Kontrol
Koepoe-Koepoe Diva
2
2.67 bc
0.11 d
1.33 cd
4
3.11 bc
1.44 cd
2.44 bc
6
4.89 a
2.56 bc
2.33 bc
8
3.89 ab
3.78 ab
3.00 bc
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom dan baris sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf 5 %.
Volume larutan yang berkurang pada bunga gerbera paling tinggi adalah bunga yang tidak direndam dalam larutan pewarna. Rata-rata volume maksimum yang dapat diserap gerbera adalah sebesar 4,889 ml selama 6 jam dan rata-rata volume minimum yang dapat diserap gerbera adalah sebesar 0,111 ml selama 2 jam.
D. Volume Larutan Peraga yang Berkurang Larutan peraga adalah larutan tempat dicelupkannya bunga-bunga sampai terjual atau selanjutnya digunakan oleh konsumen untuk dirangkai dalam vas. Beberapa formula pengawet telah diperjualbelikan dan disediakan untuk berbagai medium bunga. Larutan pengawet tersebut pada umumnya mengandung gula, germisida, dan kadang-kadang juga ditambah unsur lain seperti asam (Halevy dan Mayak, 1979). Transpirasi merupakan proses hilangnya air karena adanya penguapan (evaporasi) dari jaringan bunga selama melakukan aktivitasnya. Semakin lama bunga melakukan kegiatan respirasi dan aktivitas lainnya maka semakin banyak terjadinya transpirasi dari bunga. Karena semakin banyak terjadi proses transpirasi pada bunga maka larutan yang berkurang selama masa pajang akan semakin banyak. Oleh karena itu bunga yang memiliki kemampuan untuk menyerap banyak larutan peraga akan mampu bertahan hidup lebih lama karena dapat menggantikan air yang hilang. Banyaknya larutan peraga yang diserap menunjukkan banyaknya air dan sukrosa yang diserap sebagai nutrisi. Pengukuran volume larutan peraga yang berkurang berguna untuk mengetahui banyaknya larutan peraga yang dibutuhkan bunga semasa hidupnya. Penentuan volume yang tepat dapat mencegah bunga kekurangan nutrisi ataupun mencegah pemborosan pengeluaran biaya larutan. Banyaknya larutan peraga yang berkurang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya adalah kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, cahaya dan sirkulasi udara) dan faktor internal bunga seperti diameter batang dan jumlah daun yang ditinggalkan pada tangkai (Halevy dan Mayak, 1981). Gangguan penyerapan larutan dapat terjadi karena adanya mikroorganisme. Mikroorganisme dan zat-zat kimia yang dihasilkan menyumbat ujung batang, sehingga penyerapan air terbatas. Mikroorganisme tersebut terus berkembang dan pada akhirnya menyumbat saluran xilem (Nelson, 1981). Penambahan asam sitrat pada larutan peraga dapat meningkatkan penyerapan larutan karena dapat mencegah kemungkinan terjadinya lendir yang dapat menghambat proses penyerapan. Akan tetapi pada beberapa satuan percobaan, lendir tetap dihasilkan.
Berdasarkan data hasil uji sidik ragam jumlah volume peraga yang berkurang selama masa vaselife, dapat diketahui bahwa pengaruh pewarnaan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata. Data ini dapat dilihat pada Lampiran 19-21. Tidak adanya pengaruh nyata ini menunjukkan hasil yang positif karena berarti perlakuan pewarnaan biru tidak membuat bunga potong mengalami kesulitan atau hambatan dalam menyerap nutrisi dan larutan peraga. Larutan peraga terbanyak diserap oleh bunga krisan yang tidak diberi perlakuan pewarnaan. Sementara untuk bunga yang mendapat pewarnaan biru, larutan peraga terbanyak diserap oleh bunga yang diberi pewarna Diva selama 6 jam. Grafik pada Gambar 7 menunjukkan bahwa seluruh bunga yang mengalami perendaman 4 jam, jumlah larutan peraga berkurang dibandingkan dengan bunga yang mengalami perendaman 2 jam. Larutan peraga pada saat masa pajang berakhir memiliki warna yang berbeda-beda. Larutan peraga bunga krisan hasil diwarnai menjadi berwarna biru atau hijau, sementara larutan peraga bunga krisan yang tidak diwarnai menjadi berwarna kuning atau putih keruh (Gambar 6). Larutan peraga terbanyak diserap oleh bunga mawar yang diberi perlakuan pewarnaan Diva. Sementara untuk bunga yang tidak mendapat perlakuan pewarnaan biru, larutan peraga yang berkurang jumlahnya hampir sama. Grafik jumlah larutan peraga yang berkurang pada bunga yang diberi pewarna KoepoeKoepoe dan Diva hampir memiliki pola yang sama. Jumlah larutan yang berkurang pada perlakuan 4 jam, dan kemudian meningkat tajam pada perlakuan 6 dan maksimal pada perlakuan 8 jam dalam penelitian ini.
a. Larutan peraga krisan yang diwarnai
b.Larutan peraga yang tidak diwarnai
Gambar 6. Larutan Peraga Setelah Masa Pajang Berakhir
VOLUME LARUTAN PERAGA KRISAN YANG BERKURANG
VOLUME (ML)
75
70,778
72
70 65 60
65,333
63,556
69,75 68,667
62,778
62,222
56,556
55
KONTROL KOEPOE
60,625
DIVA
53,444
55,000
50 1
2
3
4
WAKTU PERLAKUAN
VOLUME LARUTAN PERAGA MAWAR YANG BERKURANG
VOLUME (ML)
25 23 21 19 17 15 13
24,56 23,22 23,78 19,33
20,00 18,11
18,56
KOEPOE
17,00
DIVA 15,67
14,67
16,44
KONTROL
14,00
1
2
3
4
WAKTU PERLAKUAN
VOLUME LARUTAN PERAGA GERBERA YANG BERKURANG 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28
39,333 38
VOLUME (ml)
35,333
36,556 36
35,111
34,556 33,111
KONTROL KOEPOE
34,556
31,889 31,556
DIVA
29 1
2
3
4
WAKTU PERENDAMAN PEWARNA
Gambar 7. Volume Larutan Peraga yang Berkurang
Larutan peraga terbanyak diserap oleh bunga gerbera yang diberi perlakuan pewarnaan Koepoe-Koepoe, akan tetapi secara rata-rata keseluruhan jumlah peraga yang berkurang terbanyak oleh bunga yang diberi perlakuan pewarnaan Diva. Bunga gerbera yang tidak diberi perlakuan pewarnaan menyerap larutan peraga yang hampir sama banyak pada setiap perlakuan. Pada bunga yang diberi perlakuan Koepoe-Koepoe, terjadi penurunan jumlah larutan peraga yang berkurang dengan semakin lama waktu perendaman dan kemudian meningkat kembali pada perendaman 8 jam. E. Warna Bunga Pewarnaan bunga dengan sistem perendaman tangkai pada larutan pewarna memanfaatkan sistem transportasi pada jaringan tanaman. Larutan pewarna yang berkurang bersama nutrisi yang diperlukan oleh bunga potong. Oleh karena itu warna yang diserap akan memenuhi seluruh pembuluh dan jaringan bunga. Berbeda dengan pewarnaan sistem pencelupan mahkota yang memperoleh hasil warna lebih tegas dan merata, pewarnaan dengan perendaman tangkai cenderung menghasilkan warna yang menyebar dan membentuk guratan halus sesuai dengan alur pembuluh dalam jaringan mahkota bunga. Pewarnaan dengan perendaman pada tangkai bunga mengakibatkan warna tidak hanya terlihat pada mahkota, tetapi juga memberikan efek warna biru pada tangkai, daun dan kelopak bunga. Untuk menentukan tipe warna yang dihasilkan oleh masing-masing pewarna makanan pada lama perendaman yang berbeda, maka digunakan RHSMCC (Royal Horticulture Society – Mini Colour Chart). Pada bunga yang berbeda, pewarna yang sama dengan lama perendaman yang sama dapat menghasilkan warna biru yang berbeda. Warna asli bunga yang dipilih berwarna putih untuk memudahkan dalam melihat perbedaan setelah pewarnaan. Hasil pewarnaan bunga krisan terlihat jelas bahwa dengan menggunakan pewarna Koepoe-Koepoe menghasilkan warna biru yang lebih tua daripada pewarna Diva. Warna biru hasil pewarnaan dengan larutan pewarna KoepoeKoepoe menggumpal lebih nyata di ujung helaian mahkota (bunga pita). Bercak pada ujung mahkota tersebut merupakan hasil akumulasi pewarna yang terserap
selama beberapa jam. Sementara itu pewarna Diva menghasilkan bunga krisan yang berwarna cenderung bluish white atau putih kebiru-biruan jika dilihat dari jauh. Semakin lama waktu perendaman, umumnya akan menghasilkan warna yang lebih gelap atau tua akibat pertambahan jumlah pewarna terserap di jaringan pembuluh bunga terutama mahkota. Akan tetapi pada bunga krisan terdapat bunga dengan lama perendaman 6 jam yang warnanya sama dengan perendaman 8 jam. Hal ini diduga disebabkan oleh telah jenuhnya larutan warna pada bunga sehingga penambahan waktu perendaman tidak mengakibatkan warna semakin gelap. Ukuran partikel pewarna yang terkandung pada pewarna Diva diduga lebih kecil daripada pewarna Koepoe-Koepoe. Nilai absorban pewarna Diva juga menunjukkan angka yang lebih kecil daripada nilai absorban pewarna Koepoe-Koepoe yang berarti larutan pewarna Koepoe-Koepoe lebih pekat dan lebih gelap. Pewarnaan biru dengan perendaman tangkai bunga mawar tidak dapat memberikan warna biru yang tegas dan merata. Larutan pewarna yang terserap mengisi jaringan pembuluh tidak membentuk guratan halus seperti halnya pada krisan, akan tetapi membentuk bercak kecil yang jika diamati lebih detil akan tampak seperti corak kulit macan. Selain itu pada seluruh tepi mahkota juga terdapat gumpalan warna sehingga terlihat membentuk garis. Semakin lama waktu perendaman bunga, maka warna yang dihasilkan akan semakin gelap atau tua. Pada pengukuran warna menggunakan RHS-MCC, nilai warna mahkota menunjukkan pada perendaman 8 jam dihasilkan warna yang lebih gelap (Dark Green Blue) yang lebih pekat daripada waktu perendaman yang lebih singkat (Dark Green). Rekapitulasi skor warna bunga hasil pewarnaan biru menggunakan RHS-MCC dapat dilihat pada Lampiran 23.
a. Tanpa pewarna, pencelupan 2 jam
b. Tanpa pewarna, pencelupan 4 jam
c. Tanpa pewarna, pencelupan 6 jam
d. Tanpa pewarna, pencelupan 8 jam
e. Pewarna Koepoe, pencelupan 2 jam
f. Pewarna Koepoe, pencelupan 4 jam
g. Pewarna Koepoe, pencelupan 6 jam
h. Pewarna Koepoe, pencelupan 8 jam
i. Pewarna Diva, pencelupan 2 jam
j. Pewarna Diva, pencelupan 4 jam
k. Pewarna Diva, pencelupan 6 jam
l. Pewarna Diva, pencelupan 8 jam
Gambar 8. Warna Bunga Krisan Hasil Perlakuan Pewarnaan
a. Tanpa pewarna, pencelupan 2 jam
b. Tanpa pewarna, pencelupan 4 jam
c. Tanpa pewarna, pencelupan 6 jam
d. Tanpa pewarna, pencelupan 8 jam
e. Pewarna Koepoe, pencelupan 2 jam
f. Pewarna Koepoe, pencelupan 4 jam
g. Pewarna Koepoe, pencelupan 6 jam
h. Pewarna Koepoe, pencelupan 8 jam
i. Pewarna Diva, pencelupan 2 jam
j. Pewarna Diva, pencelupan 4 jam
k. Pewarna Diva, pencelupan 6 jam
l. Pewarna Diva, pencelupan 8 jam
Gambar 9. Warna Bunga Mawar Hasil Perlakuan Pewarnaan
a. Tanpa pewarna, pencelupan 2 jam
b. Tanpa pewarna, pencelupan 4 jam
c. Tanpa pewarna, pencelupan 6 jam
d. Tanpa pewarna, pencelupan 8 jam
e. Pewarna Koepoe, pencelupan 2 jam
f. Pewarna Koepoe, pencelupan 4 jam
g. Pewarna Koepoe, pencelupan 6 jam
h. Pewarna Koepoe, pencelupan 8 jam
i. Pewarna Diva, pencelupan 2 jam
j. Pewarna Diva, pencelupan 4 jam
k. Pewarna Diva, pencelupan 6 jam
l. Pewarna Diva, pencelupan 8 jam
Gambar 10. Warna Bunga Gerbera Hasil Perlakuan Pewarnaan
Bunga gerbera putih varietas Ansofie dipilih sebagai materi penelitian karena banyak tersedia dan ditanam di Indonesia. Sebenarnya varietas ini merupakan introduksi dari luar negeri terutama Negeri Belanda sehingga harganya cukup mahal. Bunga yang mengalami pencelupan pewarnaan biru, terdapat gurat-gurat halus pada pembuluh sepanjang petal bunga. Gurat-gurat terlihat lebih jelas dengan warna biru yang lebih tua pada perendaman dengan pewarna KoepoeKoepoe. Umumnya guratan dan akumulasi larutan pewarna semakin ke arah ujung petal akan semakin jelas. Pada bunga pita maupun bunga tabung terlihat gurat warna biru yang jelas. Gambar 10 menunjukkan bahwa pewarna Koepoe-Koepoe memberikan warna yang lebih tua dan jelas dibandingkan dengan pewarna Diva. Pewarna Koepoe-Koepoe diduga memiliki partikel yang lebih halus dan pekat dibandingkan pewarna Diva sehingga mudah untuk diserap oleh bunga potong. Warna perendaman dengan Diva selama 4-6 jam setara dengan perendaman Koepoe-Koepoe selama 2 jam, dan perendaman dengan Diva selama 8 jam setara dengan perendaman dengan Koepoe-Koepoe selama 4 jam. Gambar 10 i–j memperlihatkan bahwa warna bunga gerbera yang direndam selama 2 dan 4 jam memiliki warna biru yang cenderung putih kebiruan (bluish white). Guratan pada sampel kedua bunga tersebut merata dan halus sehingga terlihat lebih alami dan kompak. Semakin lama bunga mengalami perendaman, maka warna yang dihasilkan akan semakin gelap atau tua. Pada pengukuran warna menggunakan RHS-MCC, nilai warna petal gerbera menunjukkan pada perendaman 4-6 jam dihasilkan warna yang lebih gelap (Dark Green Blue) yang lebih pekat daripada waktu perendaman yang 2 jam (Dark Green). F. Nilai Absorban Larutan Pewarna Pengukuran nilai absorban larutan pewarna pada penelitian mengenai pewarnaan bunga potong merupakan cara untuk mengetahui efektifitas suatu lautan pewarna diserap oleh bunga potong. Meskipun tidak dapat memberikan kesimpulan yang pasti, akan tetapi efektifitas dapat diukur berdasarkan nilai
optimal penyerapan larutan pewarna. Pada spektrofotometer diukur tingkat kepekatan suatu larutan contoh. Semakin tinggi konsentrasi zat pewarna yang terkandung dalam suatu larutan maka cahaya putih yang dipancarkan dalam spektrofotometer banyak yang terserap dan tidak dapat diteruskan. Banyaknya zat warna yang terserap inilah yang kemudian ditampilkan dan menunjukkan kepekatan warna suatu larutan. Jika diukur nilai absorban larutan kontrol, larutan pewarna tanpa perendaman dan larutan pewarna setelah perendaman n jam; maka dapat diperoleh grafik yang dapat menunjukkan waktu optimal penyerapan larutan pewarna berdasarkan banyaknya partikel pewarna yang terserap (Gambar 11-13). KRISAN Nilai absorban larutan pewarna Koepoe-Koepoe lebih besar daripada nilai absorban larutan pewarna Diva. Besarnya nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai absorban Koepoe-Koepoe berkisar di atas angka 2 sementara nilai absorban Diva berkisar di bawah angka 2. Perbedaan ini menunjukkan bahwa larutan pewarna Koepoe-Koepoe lebih pekat konsentrasi zat warnanya dibandingkan larutan pewarna Diva. Hal tersebut juga didukung oleh penampakan fisik petal bunga setelah pewarnaan. Bunga yang diwarnai dengan pewarna Koepoe-Koepoe lebih gelap dan tua warna birunya dibandingkan dengan yang diwarnai pewarna Diva.
Tabel 3. Nilai Absorban Larutan Pewarna Krisan Lama perendaman Koepoe
Koepoe
Diva
0 jam
0,0202
2,1988
1,9733
2 jam
0,0120
2,1827
1,9250
4 jam
0,0110
2,2023
1,8816
6 jam
0,0106
2,2517
1,6890
8 jam
0,0106
2,1199
1,8887
Nilai absorban larutan krisan tanpa pewarnaan memiliki sedikit perubahan. Nilai absorban larutan yang belum mengalami perendaman pewarnaan pada krisan
(waktu perlakuan 1 pada Gambar 11) sebesar 0,0202. Semakin lama krisan direndam dalam suatu larutan maka warna larutannya semakin bening karena kandungan larutan ikut terserap oleh bunga potong. Hal ini ditunjukkan oleh nilai absorban pada Tabel 3 yang semakin rendah dengan semakin lamanya waktu perendaman bunga krisan. Pada waktu perlakuan 5 (perendaman 8 jam) nilai absorban sama dengan waktu perlakuan 4 (perendaman 6 jam) yakni sebesar 0,0106. Nilai yang sama ini diduga karena telah tercapai kesetimbangan sehingga tidak terdapat perubahan yang signifikan nilai absorban untuk perendaman yang lebih lama. Nilai absorban larutan pewarna krisan memiliki kecenderungan grafik (Gambar 11) yang cukup berbeda antara pewarna Koepoe-Koepoe dan Diva. Pada krisan dengan pewarna Koepoe-Koepoe, perendaman selama 2 jam pertama memiliki nilai absorban yang lebih rendah daripada larutan pewarna tanpa perendaman. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi pewarna setelah 2 jam akan berkurang karena diserap oleh bunga potong. Pada perendaman 4 dan 6 jam, nilai absorban meningkat kembali dan menunjukkan bahwa konsentrasi zat pewarna semakin meningkat. Peningkatan ini diduga karena cairan yang terdapat pada tangkai bunga keluar dari tangkai, kemudian menambah kekeruhan dan kepekatan warna larutan sehingga meningkatkan nilai absorban yang terukur. Kemudian nilai absorban merosot tajam pada larutan perendaman 8 jam. Nilai ini mengindikasikan bahwa terjadi penyerapan yang cukup tinggi dan merupakan waktu optimal untuk mendapatkan warna biru yang paling tegas dan tua. Hal sebaliknya ditunjukkan oleh nilai absorban pada krisan yang direndam dengan pewarna Diva. Nilai absorban semakin berkurang dengan semakin lama waktu perendaman. Penurunan ini menunjukkan bahwa konsentrasi zat pewarna pada larutan semakin berkurang karena adanya penyerapan oleh bunga potong. Nilai optimal terjadi pada waktu perlakuan 4 atau perendaman 6 jam. Sementara pada perendaman 8 jam, nilai absorban meningkat kembali yang diduga disebabkan oleh telah terjadinya kesetimbangan dalam larutan sehingga tidak terdapat zat pewarna yang diserap bahkan larutan cenderung bertambah gelap warnanya karena cairan yang terdapat pada tangkai bunga turun ke dalam botol pewarna.
Rata-rata absorban krisan kontrol 0,025 0,0202 Absorban
0,02
Rata-rata Absorban
0,015 0,0120
0,0108
0,0106 0,0106
0,01 0,005 1
2
3
4
5
Waktu Perlakuan
Rata-rata absorban Krisan Koepoe-Koepoe 2,3 2,2517 Absorbance
2,25 2,1988
2,2
2,2023 2,1827
Rata-rata Absorban
2,15 2,1199 2,1 2,05 1
2
3
4
5
Waktu Perlakuan
Rata-rata absorban krisan Diva 2
1,9733
Absorbance
1,95
1,9252
1,9
1,8887
1,8816
1,85 1,8
Rata-rata Absorban
1,75 1,7
1,6893
1,65 1,6 1
2
3
4
5
Waktu Perlakuan
Gambar 11. Nilai Absorban Krisan
MAWAR Seperti halnya nilai absorban larutan pada pewarnaan krisan, dari Tabel 4 di bawah dapat terlihat bahwa nilai absorban larutan pewarna Koepoe-Koepoe lebih besar daripada nilai absorban larutan pewarna Diva. Perbedaannya adalah nilai absorban Koepoe-Koepoe berkisar antara 1,8 – 2,1 sementara nilai absorban Diva berkisar di bawah angka 1,4. Perbedaan ini menunjukkan bahwa larutan pewarna Koepoe-Koepoe lebih pekat konsentrasi zat warnanya dibandingkan larutan pewarna Diva. Namun hal yang menarik adalah perbedaan nilai absorban yang cukup jauh antara larutan pewarna tanpa perendaman dengan nilai absorban larutan setelah perendaman. Perbedaan ini menujukkan bahwa penyerapan zat warna cukup tinggi terjadi pada pewarnaan bunga potong mawar. Tabel 4. Nilai Absorban Larutan Pewarna Mawar Lama perendaman Kontrol
Koepoe
Diva
0 jam 2 jam 4 jam 6 jam 8 jam
2,1988 2,0728 1,9732 1,9286 1,8923
1,9733 1,4897 1,4897 1,4900 1,4063
0,0202 0,0114 0,0102 0,0108 0,0089
Nilai absorban larutan tanpa pewarna (kontrol) pada perendaman mawar memiliki kecenderungan yang tidak berbeda dengan kecenderungan grafik yang ditunjukkan oleh krisan (Gambar 12). Nilai absorban larutan yang belum mengalami perendaman pewarna pada mawar (waktu perlakuan 1) sebesar 0,0202. Setelah direndam mawar selama 2 jam, nilai absorban menjadi turun hingga 0,0114 dan terus turun hingga 0,0089 pada perendaman 8 jam.
Rata-rata absorban mawar kontrol 0,0250 0,0202
Absorbance
0,0200 0,0150
0,0114
0,0108
0,0100
0,0089
0,0102 0,0050 0,0000 1
2
3
4
5
Waktu Perlakuan Rata-rata Absorban
Rata-rata absorban mawar Koepoe-Koepoe 2,3000
Absorbance
2,2000
2,1988
2,1000
2,0728
2,0000
1,9732
1,9000
1,9286 1,8923
1,8000 1,7000 1
2
3
4
5
Waktu Perlakuan
Rata-rata Absorban
Rata-rata absorban mawar Diva
Absorbance
2,0000
1,9733
1,8000 1,6000
1,4897
1,4897
1,4900 1,4063
1,4000 1,2000 1
2
3
4
Waktu Perlakuan
5 Rata-rata Absorban
Gambar 12 . Nilai Absorban Mawar
Gambar 12 menunjukkan kecenderungan grafik nilai absorban larutan pewarna Koepoe-Koepoe yang semakin rendah dengan semakin lamanya waktu perendaman. Nilai absorban terrendah terjadi pada lama perendaman 8 jam dan merupakan titik optimal penyerapan zat warna dalam penelitian ini. Oleh karena itu untuk memperoleh warna biru yang lebih pekat, bunga mawar dapat direndam 8 jam atau lebih. Grafik pada Gambar 12 juga menjukkan kecenderungan yang serupa pada larutan pewarna Diva. Namun penyerapan pada lama perendaman 2 dan 4 jam memiliki nilai absorban yang sama yang berarti jumlah rata-rata zat warna yang terserap sama. Dari data warna bunga yang diukur menggunakan RHCC, warna sampel yang diukur antara perendaman 2 jam juga sama dengan perendaman 4 jam, yakni Green Blue (RHS N120 A). Nilai absorban semakin rendah seiring penambahan waktu perendaman dan nilai optimal atau jumlah penyerapan yang paling tinggi ditunjukkan oleh perendaman 8 jam. GERBERA Nilai absorban larutan pewarna gerbera memiliki keunikan dan berbeda jika dibandingkan dengan nilai absorban pada krisan dan mawar. Nilai absorban larutan pewarna Koepoe-Koepoe memang masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan pewarna Diva namun selisih keduanya tidak signifikan seperti ditunjukkan oleh nilai absorban pada krisan dan mawar. Nilai absorban pewarna KoepoeKoepoe berkisar antara 2,1-2,2 sementara nilai absorban pewarna Diva berkisar antara 1,9-2,1. Tabel 5. Nilai Absorban Larutan Pewarna untuk Pencelupan Gerbera Lama Perandaman Kontrol
Koepoe
Diva
0 jam 2 jam 4 jam 6 jam 8 jam
2,1988 2,1981 2,1898 2,2069 2,1600
1,9733 2,1170 2,0216 1,9192 1,8709
0,0202 0,0209 0,0209 0,0307 0,0192
Bunga gerbera yang tidak diberi larutan pewarna memberikan respon yang cukup menarik jika dilihat berdasarkan nilai absorbannya (Tabel 5). Umumnya nilai absorban akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya waktu perendaman bunga, akan tetapi hal sebaliknya ditunjukkan oleh nilai absorban gerbera. Nilai absorban tertinggi terjadi pada larutan perendaman 6 jam. Hal ini diduga terjadi karena larutan dalam botol bertambah keruh oleh cairan alami pada tangkai gerbera yang sebelumnya telah tersimpan sejak pemanenan di kebun. Penyebab lain penyimpangan kecenderungan nilai absorban gebera ini juga diduga dapat disebabkan oleh kesalahan dalam menyiapkan larutan sampel. Misalnya adalah larutan sampel yang tercemar kotoran selama penyimpanan. Seperti halnya kecenderungan grafik nilai absorban gerbera tanpa pewarna pada Gambar 13, kecenderungan grafik nilai absorban larutan pewarna gerbera juga agak menyimpang. Berdasarkan grafik dan dapat terlihat bahwa nilai absorban tertinggi ditunjukkan oleh larutan pewarna gerbera perendaman 6 jam pada Koepoe-Koepoe dan 2 jam pada Diva. Meski demikian, pada grafik nilai absorban pewarna Diva, setelah perendaman 2 jam nilai absorban terus menurun hingga mencapai nilai terendah (penyerapan optimal) pada perendaman 8 jam. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh grafik nilai absorban pewarna Koepoe-Koepoe. Nilai absorban pada perendaman selama 8 jam merupakan nilai optimal penyerapan zat pewarna Koepoe –Koepoe oleh gerbera dalam penelitian ini.
Rata-rata absorban gerbera kontrol 0,05
Absroban
0,045
0,0442
0,04 0,035 0,0307
0,03 0,025
0,0202
0,0209
0,02
0,0192
0,015 1
2
3
4
5
Tipe Waktu Perlakuan
Rata-rata absorbance
Rata-rata absorban gerbera Koepoe-Koepoe 2,21
Absorban
2,2069
2,1988
2,2
2,1981
2,19
2,1898 Rata-rata Absorbance
2,18 2,17 2,16
2,1599
2,15 1
2
3
4
5
Tipe Waktu Perlakuan
Rata-rata absorban gerbera Diva 2,15 2,1174
Absorban
2,1 2,05
2,0216
2
1,9733
1,95
1,9192
1,9
1,8709
1,85 1,8 1
2
3
4
5
Waktu Perlakuan
Gambar 13 . Nilai Absorban Gerbera
Rata-rata Absorban
G. Skor Hasil Uji Organoleptik Uji organoleptik merupakan uji berdasarkan respon yang diterima oleh sensor-sensor panca indera. Dalam uji ini, dilakukan pengamatan terhadap warna, aroma, penampakan dan penampilan menyeluruh terhadap bunga potong hasil pewarnaan. Uji ini dilakukan 1 hari setelah bunga mengalami perendaman pewarnaan sehingga bunga yang ditampilkan sebagai sampel masih dalam keadaan segar dan utuh warnanya (belum banyak warna yang turun kembali ke larutan peraga). Panelis sebanyak 50 orang terdiri dari mahasiswa berbagai jurusan dan dosen yang awam terhadap pasca panen bunga potong. Seluruh panelis memberikan skor kepada masing-masing sampel bunga yang mewakili setiap perlakuan dalam penelitian ini. Termasuk di dalamnya bunga yang tidak diwarnai atau berwarna asli putih untuk mengetahui preferensi panelis. Melalui uji organoleptik ini diharapkan dapat diperoleh kesimpulan mengenai warna dan tampilan bunga potong yang paling disukai oleh panelis sebagai konsumen. Panelis yang memberikan skor tidak seluruhnya orang yang sama setiap uji organoleptik masing-masing bunga. Jenis bunga tidak mempengaruhi penentuan skor tampilan bunga yang diwarnai pilihan panelis.
Persentase Skor Orlep Krisan 18,000 16,000 14,000 Skor ( % )
12,000 Atribut Warna
10,000
Atribut Penampakan 8,000
Overall
6,000 4,000 2,000
A2 W 1 A2 W 2 A2 W 3 A2 W 4
A1 W 1 A1 W 2 A1 W 3 A1 W 4
A0 W 1 A0 W 2 A0 W 3 A0 W 4
0,000
Kelompok Pewarna
Gambar 14. Skor Uji Organoleptik Bunga Krisan Uji organoleptik pertama dilakukan terhadap bunga krisan. Berdasarkan hasil uji organoleptik dapat diketahui bahwa mayoritas panelis menyukai bunga krisan yang diwarnai dengan pewarna Diva selama 8 jam, berdasarkan atribut warna, atribut penampakan dan secara keseluruhan tampilan bunga (Gambar 14).
Atribut warna kedua yang banyak disukai adalah pewarnaan dengan Koepoe Koepoeselama 2 jam. Sementara atribut penampakan dan tampilan keseluruhan kedua yang banyak disukai adalah krisan putih (tidak diwarnai) karena dianggap segar dan alami. Sampel bunga yang paling tidak disukai pada ketiga atribut adalah krisan tanpa pewarnaan (putih) dengan perendaman selama 6 jam. Hal ini diduga disebabkan oleh penampilan sampel krisan tersebut yang telah terdapat bagian yang layu pada ujung petalnya.
Skor Uji Organoleptik Mawar 18,000 16,000 14,000 S 12,000 K O 10,000 R 8,000 (%) 6,000
Atribut Warna Atribut Penampakan Overall
4,000 2,000 0,000 A0W1A0W2A0W3A0W4
A1W1A1W2A1W3A1W4
A2W1A2W2A2W3A2W4
Kelompok Pewarna
Gambar 15. Skor Uji Organoleptik Bunga Mawar Uji organoleptik kedua dilakukan terhadap bunga mawar. Menurut hasil uji organoleptik dapat diketahui bahwa mayoritas panelis menyukai bunga mawar yang diwarnai dengan pewarna Koepoe-Koepoe selama 6 jam, berdasarkan atribut warna, atribut penampakan dan secara keseluruhan tampilan bunga. Gambar 15 menunjukkan yang memilih bunga ini sebagai skor terbaik mencapai 15%. Bunga kedua yang disukai mayoritas panelis adalah bunga mawar yang diwarnai dengan pewarna Diva selama 6 jam. Sampel bunga yang paling tidak disukai pada ketiga atribut adalah mawar tanpa pewarnaan dengan perendaman selama 2 jam. Hasil ini tidak terduga karena diperkirakan sebelumnya bahwa panelis akan banyak menyukai mawar putih alami. Ternyata corak bintik pada mahkota mawar cukup banyak menarik perhatian panelis yang menyukai keunikan ini sehingga memilih mawar yang diwarnai dibandingkan dengan mawar tanpa pewarnaan.
Persentase Skor Orlep Gerbera 14,000 12,000
Skor (%)
10,000 Atribut Warna
8,000
Atribut Penampakan 6,000
Overall
4,000 2,000
A2 W 1 A2 W 2 A2 W 3 A2 W 4
A1 W 1 A1 W 2 A1 W 3 A1 W 4
A0 W 1 A0 W 2 A0 W 3 A0 W 4
0,000
Kelompok Pewarna
Gambar 16. Skor Uji Organoleptik Bunga Gerbera Uji organoleptik ketiga dilakukan terhadap bunga gerbera. Gambar 16 menunjukkan bahwa panelis memiliki preferensi yang berbeda-beda terhadap bunga potong gerbera. Atribut warna yang hampir sama tinggi diperoleh bunga gerbera yang diwarnai dengan pewarna Koepoe-Koepoe selama 4 hingga 8 jam. Sementara pada atribut penampakan, bunga gerbera putih yang direndam selama 2 jam merupakan pilihan tertinggi disusul bunga gerbera yang diwarnai pewarna Koepoe-Koepoe selama 4 hingga 8 jam. Untuk tampilan keseluruhan, panelis memiliki pilihan yang serupa dengan atribut penampakan. Sampel bunga yang paling tidak disukai oleh mayoritas panelis adalah bunga hasil pewarnaan dengan pewarna Koepoe-Koepoe selama 2 jam. Hal ini diduga disebabkan oleh warna yang dihasilkan oleh pewarnaan ini tidak merata dan tegas. H. Analisis Biaya Analisis biaya yang dilakukan pada penelitian ini, menggunakan asumsi bahwa semua peralatan seperti botol plastik, ember, alat ukur dan lainnnya telah tersedia. Sehingga biaya yang diperhitungkan hanya dari bahan-bahan pembuat larutan pewarna. Perhitungan biaya ini didasarkan oleh penambahan biaya per tangkai bunga. Berdasarkan hasil penelitian, jenis perendaman pewarna menggunakan Koepoe-Koepoe maupun Diva memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal ini kembali lagi kepada preferensi konsumen ataupun florist yang ingin mengembangkan bunga potong yang diwarnai. Jika konsumen menyukai bunga
yang diwarnai dengan pewarna Diva pada perendaman sekian jam, maka terdapat konsekuensi harga dari pewarna dan jumlah larutan yang digunakan. Harga pewarna Diva lebih mahal dibandingkan pewarna Koepoe-Koepoe dikarenakan pewarna Diva merupakan produk impor dari Malaysia yang banyak dijual dan digunakan oleh ibu rumah tangga di Indonesia. Harga pewarna Diva per botol ukuran 80 ml adalah Rp 9.500,- sementara pewarna Koepoe-Koepoe per botol ukuran 30 ml adalah Rp 2.500,-. Pada Lampiran 24 terdapat contoh perhitungan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bunga potong yang diwarnai maupun yang tidak diwarnai (kontrol). Sebagai contoh pada bunga potong krisan yang memiliki harga dasar Rp 1.400,- per tangkai, jika diwarnai dengan menggunakan pewarna Koepoe-Koepoe maka biaya yang dikeluarkan adalah Rp 1.722,91/tangkai, jika diwarnai dengan menggunakan pewarna Diva maka biaya yang dikeluarkan adalah Rp 1.981,89/tangkai sementara jika hanya diberi larutan pengawet (peraga) maka biaya yang dikeluarkan adalah Rp 1.513,93 /tangkai. Selisih Rp 581,89 antara bunga potong segar dengan bunga potong yang diwarnai pewarna Diva merupakan konsekuensi biaya yang dikeluarkan untuk memberikan nilai tambah. Masa pajang dan daya tarik yang dihasilkan juga lebih baik pada bunga yang diwarnai dan diberi larutan pengawet. Masa pajang pada bunga potong krisan yang diwarnai sekitar 16-19 hari, sementara yang tidak diwarnai berkisar antara 17-20 hari. Uji organoleptik terhadap bunga krisan yang diwarnai pewarna Diva juga menunjukkan tingkat kesukaan yang cukup tinggi. Skor tingkat kesukaan yang paling tinggi ditunjukkan oleh bunga potong krisan yang diwarnai dengan pewarna Diva dengan lama perendaman 8 jam. Jika bunga potong krisan yang diwarnai dijual dengan harga Rp 2.000,- sampai dengan Rp 2.500,- per tangkai, tergantung jenis pewarnaan, maka florist akan memperoleh keuntungan yang cukup tinggi. Ibu rumah tangga yang mempraktikkan prosedur pewarnaan, juga akan memperoleh bunga potong yang menarik dan tahan lama untuk dekorasi ruangan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Aplikasi pewarnaan biru pada bunga potong krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev), gerbera (Gerbera jamesonii Bolus) dan mawar (Rosa hybrida L.) memberikan beragam respon. Perendaman bunga pada pewarna dengan konsentrasi 80 ml per liter dengan lama perendaman yang berbeda-beda memberikan beragam penampilan dan daya tahan bunga itu sendiri. Aplikasi pewarnaan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan persentase bobot bunga dan jumlah larutan peraga yang berkurang selama masa pajang. Pewarnaan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap masa pajang mawar dan jumlah larutan pewarna yang berkurang pada krisan dan gerbera. Waktu yang optimal untuk perendaman krisan adalah selama 8 jam untuk pewarna Koepoe dan 6 jam untuk pewarna Diva. Untuk perendaman mawar, waktu yang optimal adalah 8 jam untuk pewarna Koepoe dan Diva. Perendaman selama 8 jam juga merupakan nilai optimal yang ditunjukkan untuk pewarna Koepoe dan Diva pada pewarnaan gerbera. Warna bunga yang dihasilkan setelah perendaman berbeda-beda sesuai dengan jenis pewarna dan lama peredaman. Pada umumnya bunga yang direndam dengan pewarna Koepoe memiliki warna biru yang lebih tua daripada yang diwarnai dengan pewarna Diva. Semakin lama waktu perendaman maka warna yang dihasilkan akan semakin tua. Namun semakin lama perendaman juga memberikan akibat terakumulasinya pewarna pada ujung bunga tabung sehingga terlihat menggumpal dan lebih tua daripada sisi yang lainnya. Warna biru yang tua tidak mencerminkan akan lebih disukai oleh konsumen. Krisan yang paling disukai adalah yang mendapat perlakuan pewarnaan Diva selama 8 jam. Bunga mawar yang diwarnai pewarna Koepoe selama 6 jam paling disukai oleh mayoritas panelis. Sementara untuk bunga gerbera, mayoritas panelis menyukai gerbera yang diwarnai dengan pewarna Koepoe selama 4 hingga 8 jam.
Saran 1. Apabila florist atau konsumen ingin menerapkan metode aplikasi pewarnaan pada penelitian ini maka sebelumnya ditentukan terlebih dahulu pilihan warna dan lama perendaman yang diinginkan sehingga dapat mempertimbangkan konsekuensi masing-masing perlakuan. 2. Perlu dilakukan uji lebih lanjut mengenai pengawet atau germisida yang lebih ampuh dengan harga yang lebih terjangkau untuk menjaga kesegaran dan mencegah serangan bakteri pada bunga potong terutama pada mawar untuk mencegah bent neck dan penyakit yang biasa menyerang bunga potong.
DAFTAR PUSTAKA Aisyah, S. I. 2007. Pascapanen Tanaman Hias. Program Studi Hortikultura, Departemen AGH, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Astuti. 1993. Kiat Memperpanjang Masasegar Bunga Potong. Dalam Balai Informasi Pertanian. Agro Informasi. DKI Jakarta. 2 (2) : 18-19 Bravo. 1986. Komposisi larutan perendam untuk menjaga kesegaran bunga mawar potong dalam vas. Jurnal Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. J.Hort. 7(3): 818-828 Burhanudin. 1999. Kajian Pewarnaan dan Pengawetan Bunga Potong Sedap Malam (Polianthes tuberose L.). Skripsi. Program Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dalimunthe, L. A. 1999. Kajian Pewarnaan dan Pengawetan Bunga Potong Anggrek Dendrobium White Angel. Skripsi. Program Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dewi, A. P. 2003. Pengaruh Pemberian Larutan Pulsing dan Holding Terhadap Umur Kesegaran Bunga Potong Pink Ginger (Alpinia purpurata). Skripsi. Program Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Halevy, A. H. and S. Mayak. 1979. Senescence and postharvest physiology of cut flowers. Part 1. p 204-236. In: J. Janick (ed.). Hort.Rev.Vol 1.AVI Publishing, Westport, Conectticut. Halevy, A. H. and S. Mayak. 1981. Senescence and postharvest physiology of cut flowers. Part 2. p 39-143. In: J. Janick (ed.). Hort.Rev.Vol 3.AVI Publishing, Westport, Conectticut. Harkema, H. 1988. Extending The Vase Life of Cut Flowers Through Improved Handling. International Floriculture Seminar, Amsterdam, Pathfast Pub. Essex. 116-121. Hartmann, H. T. , W. J. Flocker and A. M. Kofranek. 1981. Plant Science Growth Development and Utilization of Cultivated Plants. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. 676 p Hutabarat, P. W. K. 2008. Penggunaan Pewarna Makanan Cair Biru Untuk Pewarnaan pada Bunga Potong Sedap Malam (Polianthes tuberosa L.), Anyelir (Dianthus caryophyllus L.), Gladiol (Gladiolus grandiflorus), dan Mawar (Rosa hybrida L.). Prosiding Seminar. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Indah, N. 1997. Penentuan Konsentrasi dan Jenis Bahan Kimia Terbaik Untuk Memperpanjang Kesegaran Bunga Potong Sedap Malam (Polianthes tuberose L.). Skripsi. Program Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kofranek, A.M. 1992. Cut Chrysanthemum. P 3-45. In: R. A Larson (ed). Introduction to Floriculture. Acad Press. New York. Krisantini. 2006. Produksi Krisan Pot. Budidaya Bunga dan Tanaman Hias. PS Hortikultura, Departemen AGH , Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Llamas, A. 2003. Tropical Flowering Plants. Timber Press. USA. 423 p Manu, G. S. S. 2007. Pengaruh Perlakuan Pra Penyimpanan, Suhu dan Komposisi Larutan Pulsing Terhadap Kesegaran Bunga Potong Gerbera (Gerbera jamesonii) Selama Penyimpanan. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi Mayak, S. 1987. Senescence of cut flowers. Hort.Science. Vol 22 (5 ) : 863-865 Mayak, S., A. H. Halevy, S. Sagie, A. Baryoseph and B. Bravdo. 1974. The water balance of cut rose flowers. Physiology plant. Vol.31 : 15-22 Moody, M. 1993. The Illustrated Encyclopedia of Roses. Headline Book Publishing PLC. Great Britain. 304 p Nowak, J and R. M. Rudnicki. 1990. Postharvest Handling and Storage of Cut Flowers. Florists Greens, and Potted Plants. Timber Press. Portland. Prabawati, S., Murtiningsih, D. A. Setyabudi dan Nurmalinda. 2002. Pengaruh pulsing terhadap mutu segar bunga krisan. J.Hort. 12(2):124-130 Ratnasari, J. 2007. Galeri Tanaman Hias Bunga. Penebar Swadaya. Jakarta. 223 p Rimando, T. J. 2003. Ornamental Horticulture A Little Giant In The tropics. SEAMEO SEARCA and UPLB. Philipphines. 333 p Sanjaya, L. 1994. Evaluasi Hasil Penelitian Hortikultura dalam Pelita V. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. 12 p Sjaifullah, A. M. , T. Sutater dan S. Kusumo. 1995. Mawar. Balai Penelitian Tanaman Hias. Jakarta. 60 p Soekartawi. 1996. Manajemen Agribisnis Bunga Potong. UI Press. Jakarta. 97 p Suyanti. 2002. Teknologi pasca panen bunga sedap malam. Jurnal Litbang Pertanian Vol 21 (1). Balai Penelitian Tanaman Hias. Cianjur.
Toogood, A. 2003. Flower : What to Grow and How to Grow It. Harpercollins Publishers. Great Britain. 160 p Williams, P. 2006. House Plants. Dorling Kindersley. England. 102 p www.kebonkembang.com. Gerbera : Teknologi Tepat Guna. Diakses pada [17 Mei 2007]. www.wikipedia.com. Brilliant Blue. Diakses pada [24 Februari 2008].
Lampiran 1. Gambar Beragam Bentuk Bunga Krisan a. Tipe Singles
b. Tipe Spoon
c. Tipe Anemones
d. Tipe Spider
e. Tipe Pompons
f. Tipe Dekoratif
g. Tipe Large Flowered
Lampiran 2. Gambar Beragam Tipe Krisan Berdasarkan Cara Budidayanya a. Tipe Standard
b. Tipe Disbuds
c. Tipe Spray
Lampiran 3. Bunga Krisan Selama Masa Pajang
a. Penyusunan bunga krisan selama peraga dalam ruang berpendingin
c. Bunga krisan kontrol setelah 2 minggu
b. Bunga krisan yang diwarnai setelah 2 minggu
d. Ukuran bunga krisan setelah 2 minggu
Lampiran 4. Bunga Krisan yang Layu
a. Bunga krisan kontrol yang layu
b. Bunga krisan diwarnai yang layu
Lampiran 5. Bunga Mawar yang Layu
a. Bunga mawar diwarnai yang layu yang
b. Bunga mawar kontrol dan diwarnai layu
Lampiran 6. Bunga Mawar yang Terserang Penyakit (bent neck)
Lampiran 7. Pengemasan Gerbera dari Nursery
a. Bunga gerbera dalam cup plastik per tangkai
b. Bunga gerbera dalam buket isi 10
Lampiran 8. Bunga Gerbera yang Terserang Hama Ulat dan Layu
a. Bunga gerbera yang terserang ulat b. Bunga gerbera yang terkulai layu Lampiran 9. Bunga Gerbera yang Terserang Kelainan
a. Mahkota gerbera terkulai
b. Tangkai gerbera bengkok dan terkulai
Lampiran. 10. Analisis Ragam Persentase Penurunan Bobot Bunga Potong Krisan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 95 106
Jumlah Kuadrat
Kuadrat FTengah Hitung 3395.666817450 308.69698340 1.57tn 18674.32921306 196.57188645 22069.99603050
Pr > F 0.1201
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01) Lampiran. 11. Analisis Ragam Persentase Penurunan Bobot Bunga Potong Mawar Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 96 107
Jumlah Kuadrat 1147.70051539 8471.96029067 9619.66080606
Kuadrat F-Hitung Tengah 104.33641049 1.18tn 88.24958636
Pr > F 0.3096
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01) Lampiran. 12. Analisis Ragam Persentase Penurunan Bobot Bunga Potong Gerbera Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 96 107
Jumlah Kuadrat 553.32717778 3226.4668889 3779.7940667
Kuadrat F-Hitung Tengah 50.30247071 1.50tn 33.60903009
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01)
Pr > F 0.1453
Lampiran. 13. Analisis Ragam Masa Pajang Bunga Potong Krisan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 95 106
Jumlah Kuadrat 106.96296296 1442.6666667 1549.62962963
Kuadrat F-Hitung Tengah 9.72390572 0.65tn 15.02777778
Pr > F 0.7841
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01) Lampiran. 14. Analisis Ragam Masa Pajang Bunga Potong Mawar Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 96 107
Jumlah Kuadrat 130.54629630 229.11111111 359.65740741
Kuadrat F-Hitung Tengah 11.86784512 4.97** 2.38657407
Pr > F 0.0001
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01) Lampiran. 15. Analisis Ragam Masa Pajang Bunga Potong Gerbera Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 96 107
Jumlah Kuadrat 34.54629630 369.11111111 403.65740741
Kuadrat Tengah 3.14057239 3.84490741
F-Hitung
Pr > F
0.82tn
0.6233
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01)
Lampiran.16. Analisis Ragam Volume Pewarna yang Berkurang Bunga Potong Krisan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 95 106
Jumlah Kuadrat F-Hitung Kuadrat Tengah 432.10185185 39.28198653 7.15** 527.3333333 959.43518519
Pr > F 0.0001
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01) Lampiran.17. Analisis Ragam Volume Pewarna yang Berkurang Bunga Potong Mawar Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 96 107
Jumlah Kuadrat 283.96296296 1016.6666667 1300.62962963
Kuadrat F-Hitung Tengah 25.81481481 2.44* 10.59027778
Pr > F 0.01
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01) Lampiran. 18. Analisis Ragam Volume Pewarna yang Berkurang Bunga Potong Gerbera Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 96 107
Jumlah Kuadrat 161.40740741 271.77777778 433.18518519
Kuadrat F-Hitung Tengah 14.67340067 5.18** 2.83101852
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01)
Pr > F 0.0001
Lampiran. 19. Analisis Ragam Volume Peraga yang Berkurang Bunga Potong Krisan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 95 106
Jumlah Kuadrat
Kuadrat FTengah Hitung 3978.40740741 361.67340067 0.86tn 40570.66666667 422.61111111 44549.07407407
Pr > F 0.5856
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01) Lampiran. 20. Analisis Ragam Volume Peraga yang Berkurang Bunga Potong Mawar Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 96 107
Jumlah Kuadrat 1246.00 6276.666667 7522.666667
Kuadrat F-Hitung Tengah 113.2727273 1.73tn 65.38194444
Pr > F 0.0775
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01) Lampiran. 21. Analisis Ragam Volume Peraga yang Berkurang Bunga Potong Gerbera Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 11 96 107
Jumlah Kuadrat 816.6944444 5427.555556 6244.250000
Kuadrat F-Hitung Tengah 74.24494949 1.31tn 56.53703704
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji F 5 % (P< 0.05) ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji F 1 % (P < 0.01)
Pr > F 0.229
Lampiran 22. Tabel Rata-rata Penurunan Bobot Bunga Krisan RATA-RATA PERSENTASE PENURUNAN BOBOT BUNGA KRISAN 20/11
22/11
24/11
26/11
29/11
1/12
3/12
5/12
8/12
10/12
12/12
A0W1
30,6756 25,5400 23,2667 21,6067 21,0567 20,9367 16,9571 20,4311 20,4789 20,5556 20,7567
A0W2
31,5722 29,4600 27,3344 25,4478 23,9189 23,6278 23,1388 23,3088 19,4522 20,0189 20,4633
A0W3
38,7911 37,9400 33,5133 29,8467 27,4756 27,4911 27,7133 25,6456 25,7733 25,7433 26,2689
A0W4
31,9556 32,3589 28,3444 26,0733 24,8589 25,2111 26,1078 27,3433 25,8089 26,3844 27,2689
A1W1
32,1533 30,2144 27,6678 26,4378 23,9578 23,9389 20,0822 20,2544 20,4378 20,8078 21,0578
A1W2
27,9356 26,5967 24,9133 23,6322 21,6933 20,6856 17,3544 17,1600 14,9189 15,1167 15,2989
A1W3
33,5589 33,9211 30,4711 27,7522 25,4500 25,4356 25,2400 24,7933 19,7067 17,3622 14,1833
A1W4
32,6411 33,2156 30,5444 28,5011 26,0744 25,9822 25,9156 24,8378 25,3089 23,5656 24,0033
A2W1
32,3178 31,5122 29,3722 26,5256 25,4933 24,9489 21,9011 21,9544 20,0378 20,0500 20,0733
A2W2
31,9344 29,6778 27,1189 25,2844 23,5244 23,3044 19,6367 19,8500 17,9144 18,2767 18,6800
A2W3
34,1156 34,7222 32,5100 30,4733 26,8156 26,8000 26,9922 27,2089 27,2878 27,5111 27,6344
A2W4
35,3144 36,4956 34,6700 32,4289 30,9456 24,5387 23,1925 23,1000 21,5743 21,3935 21,4033
Lampiran 24 . Perhitungan Analisis Biaya Langsung Pewarnaan Bunga Potong A. Untuk Bunga Krisan Harga Bunga : RP 1400/Tangkai I. Bahan Dasar Untuk Seluruh Larutan (Per Liter) 1. Aquades : 1 Liter 2. Gula Pasir : 60 Gram/Liter X RP 5.750/1000 Gram 3. Asam Benzoat : 0,3 Gram/Liter X RP 9.000/1000 Gram 4. Asam Sitrat : 0,01 Gram/Liter X RP 9.000/1000 Gram Total 1098,6/Liter
= RP 750/Liter = RP 345/Liter = RP 2,7/Liter = RP 0,09/Liter RP
II. Biaya Pewarna : Konsentrasi : 80 ml Pewarna /Liter Larutan Maka memerlukan 2,66 botol pewarna Koepoe (@30ml) dan 1,33 botol pewarna Diva (@60ml) Biaya Pewarna Koepoe/Liter = 2,66 Botol X RP 2.500/Botol = RP 6.650/Liter Biaya Pewarna Diva/Liter = 1,33 Botol X RP 9.500/Botol = RP 12.635/Liter III. Kontrol (Nilai Rata-Rata) Asumsi dan kondisi : ☼ Rata-rata larutan kontrol (tanpa pewarna) yang terpakai : 36,772 ~ 37 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 27 tangkai bunga. ☼ Rata-rata larutan peraga yang terpakai : 66,927 ~ 67 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan peraga cukup untuk 15 tangkai bunga. Hitungan jumlah larutan terserap per tangkai : ☼ Setiap 1 liter larutan kontrol (tanpa pewarna) memerlukan biaya sebesar Rp 1098,6 atau biaya sebesar Rp 40,69/tangkai. ☼ Setiap 1 liter larutan peraga memerlukan biaya sebesar Rp 1098,6 atau biaya sebesar Rp 73,24/tangkai. Sehingga biaya total = Rp 1.400 + Rp 40,69 + Rp 73,24 = Rp 1.513,93/tangkai IV. Koepoe (Nilai Rata-Rata) Asumi dan kondisi : ☼ Rata-rata larutan pewarna yang terpakai : 32,772 ~ 33 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 30 tangkai bunga. ☼ Rata-rata larutan peraga yang terpakai : 58,556 ~ 59 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 17 tangkai bunga. Hitungan larutan per tangkai :
☼ Setiap 1 liter larutan kontrol (tanpa pewarna) memerlukan biaya sebesar Rp 7.748,6 atau biaya sebesar Rp 258,29/tangkai. ☼ Setiap 1 liter larutan peraga memerlukan biaya sebesar Rp 1.098,6 atau biaya sebesar Rp 64,62/tangkai. Sehingga biaya total = Rp 1.400 + Rp 258,29 + Rp 64,62 = RP 1.722,91/tangkai. V. Diva (Nilai Rata-Rata) Asumsi dan kondisi : ☼ Rata-rata larutan pewarna yang terpakai : 35,194 ~ 36 ml, maka 1 liter ( 1000 ml ) larutan pewarna cukup untuk 27 tangkai bunga. ☼ Rata-rata larutan peraga yang terpakai : 64,695 ~ 65 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 15 tangkai bunga. Hitungan larutan per tangkai : ☼ Setiap 1 liter larutan kontrol (tanpa pewarna) memerlukan biaya sebesar Rp 13.733,6 atau biaya sebesar Rp 508,65/tangkai. ☼ Setiap 1 liter larutan peraga memerlukan biaya sebesar Rp 1.098,6 atau biaya sebesar Rp 73,24/tangkai. Sehingga biaya total = Rp 1.400 + Rp 508,65 + Rp 73,24 = RP 1.981,89/tangkai B. Untuk Bunga Mawar Harga Bunga : RP 2500/Tangkai I. Bahan Dasar Untuk Seluruh Larutan (Per Liter) 1. Aquades : 1 Liter 2. Gula Pasir : 60 Gram/Liter X Rp 5.750/1000 Gram 3. Asam Benzoat : 0,3 Gram/Liter X Rp 9.000/1000 Gram 4. Asam Sitrat : 0,01 Gram/Liter X Rp 9.000/1000 Gram Total
= Rp 750/Liter = Rp 345/Liter = Rp 2,7/Liter = Rp 0,09/Liter Rp 1098,6/Liter
II. Biaya Pewarna : Konsentrasi : 80 ml Pewarna /Liter Larutan Maka memerlukan 2,66 botol pewarna Koepoe (@30ml) dan 1,33 botol pewarna Diva (@60ml) Biaya Pewarna Koepoe/Liter = 2,66 Botol X Rp 2.500/Botol = Rp 6.650/Liter Biaya Pewarna Diva/Liter = 1,33 Botol X Rp 9.500/Botol = Rp 12.635/Liter
III. Kontrol (Nilai Rata-Rata)
Asumsi dan kondisi : ☼ Rata-rata larutan kontrol (tanpa pewarna) yang terpakai : 16,94 ~ 17 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 58 tangkai bunga. ☼ Rata-rata larutan peraga yang terpakai : 17,33 ~ 18 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan peraga cukup untuk 55 tangkai bunga. Hitungan jumlah larutan terserap per tangkai : ☼ Setiap 1 liter larutan kontrol (tanpa pewarna) memerlukan biaya sebesar Rp 1098,6 atau biaya sebesar Rp 18,94/tangkai. ☼ Setiap 1 liter larutan peraga memerlukan biaya sebesar Rp 1098,6 atau biaya sebesar Rp 19,97/tangkai. Sehingga biaya total = Rp 2.500 + Rp 18,94 + Rp 19,97 = Rp 2.538,91/tangkai IV. Koepoe (Nilai Rata-Rata) Asumi dan kondisi : ☼ Rata-rata larutan pewarna yang terpakai : 17,08 ~ 17 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 59 tangkai bunga. ☼ Rata-rata larutan peraga yang terpakai : 19,28 ~ 20 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 50 tangkai bunga. Hitungan larutan per tangkai : ☼ Setiap 1 liter larutan kontrol (tanpa pewarna) memerlukan biaya sebesar Rp 7.748,6 atau biaya sebesar Rp 131,33/tangkai. ☼ Setiap 1 liter larutan peraga memerlukan biaya sebesar Rp 1.098,6 atau biaya sebesar Rp 21,792/tangkai. Sehingga biaya total = Rp 2.500 + Rp 131,33 + Rp 21,972 = RP 2.653,33/tangkai. V. Diva (Nilai Rata-Rata) Asumsi dan kondisi : ☼ Rata-rata larutan pewarna yang terpakai : 18,03 ~ 18 ml, maka 1 liter (1000 ml ) larutan pewarna cukup untuk 55 tangkai bunga. ☼ Rata-rata larutan peraga yang terpakai : 19,72 ~ 20 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 50 tangkai bunga. Hitungan larutan per tangkai : ☼ Setiap 1 liter larutan kontrol (tanpa pewarna) memerlukan biaya sebesar Rp 13.733,6 atau biaya sebesar Rp 249,7/tangkai. ☼ Setiap 1 liter larutan peraga memerlukan biaya sebesar Rp 1.098,6 atau biaya sebesar Rp 21,972/tangkai. Sehingga biaya total = Rp 1.400 + Rp 508,65 + Rp 73,24 = Rp 1.981,89/tangkai C. Untuk Bunga Gerbera Harga Bunga : Rp 1.500/Tangkai I. Bahan Dasar Untuk Seluruh Larutan (Per Liter)
1. Aquades : 1 Liter 2. Gula Pasir : 60 Gram/Liter X Rp 5.750/1000 Gram 3. Asam Benzoat : 0,3 Gram/Liter X Rp 9.000/1000 Gram 4. Asam Sitrat : 0,01 Gram/Liter X Rp 9.000/1000 Gram Total
= Rp 750/Liter = Rp 345/Liter = Rp 2,7/Liter = Rp 0,09/Liter Rp 1098,6/Liter
II. Biaya Pewarna : Konsentrasi : 80 ml Pewarna /Liter Larutan Maka memerlukan 2,66 botol pewarna Koepoe (@30ml) dan 1,33 botol pewarna Diva (@60ml) Biaya Pewarna Koepoe/Liter = 2,66 Botol X Rp 2.500/Botol = Rp 6.650/Liter Biaya Pewarna Diva/Liter = 1,33 Botol X Rp 9.500/Botol = Rp 12.635/Liter III. Kontrol (Nilai Rata-Rata) Asumsi dan kondisi : ☼ Rata-rata larutan kontrol (tanpa pewarna) yang terpakai : 3,64 ~ 4 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 250 tangkai bunga. ☼ Rata-rata larutan peraga yang terpakai : 32,97 ~ 33 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan peraga cukup untuk 30 tangkai bunga. Hitungan jumlah larutan terserap per tangkai : ☼ Setiap 1 liter larutan kontrol (tanpa pewarna) memerlukan biaya sebesar Rp 1098,6 atau biaya sebesar Rp 4,39/tangkai. ☼ Setiap 1 liter larutan peraga memerlukan biaya sebesar Rp 1098,6 atau biaya sebesar Rp 36,62/tangkai. Sehingga biaya total = Rp 1.500 + Rp 4,39 + Rp 36,62 = Rp 1.541,01/tangkai IV. Koepoe (Nilai Rata-Rata) Asumi dan kondisi : ☼ Rata-rata larutan pewarna yang terpakai : 1,97 ~ 2 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 500 tangkai bunga. ☼ Rata-rata larutan peraga yang terpakai : 34,72 ~ 35 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 28 tangkai bunga. Hitungan larutan per tangkai : ☼ Setiap 1 liter larutan kontrol (tanpa pewarna) memerlukan biaya sebesar Rp 7.748,6 atau biaya sebesar Rp 15,5/tangkai. ☼ Setiap 1 liter larutan peraga memerlukan biaya sebesar Rp 1.098,6 atau biaya sebesar Rp 39,23/tangkai. Sehingga biaya total = Rp 1.500 + Rp 15,5 + Rp 39,23 = Rp 1.554,73/tangkai. V. Diva (Nilai Rata-Rata)
Asumsi dan kondisi : ☼ Rata-rata larutan pewarna yang terpakai : 2,32 ~ 3 ml, maka 1 liter (1000 ml ) larutan pewarna cukup untuk 333 tangkai bunga. ☼ Rata-rata larutan peraga yang terpakai : 36,06 ~ 36 ml, maka 1 liter (1000 ml) larutan pewarna cukup untuk 27 tangkai bunga. Hitungan larutan per tangkai : ☼ Setiap 1 liter larutan kontrol (tanpa pewarna) memerlukan biaya sebesar Rp 13.733,6 atau biaya sebesar Rp 41,24/tangkai. ☼ Setiap 1 liter larutan peraga memerlukan biaya sebesar Rp 1.098,6 atau biaya sebesar Rp 40,69/tangkai. Sehingga biaya total = Rp 1.500 + Rp 41,24 + Rp 40,69 = Rp 1.581,93/tangkai
Lampiran 25.Analisis Skor Uji Organoleptik KRISAN 1. ATRIBUT PEWARNAAN Kruskal-Wallis Test on WARNA KRISAN A B C D E F G H I J K L Overall H = 62.65 H = 63.32
N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 600
Median 6.000 6.500 6.500 2.000 3.000 5.000 6.000 2.000 5.000 6.000 6.000 2.000
DF = 11 DF = 11
Ave Rank 361.4 325.8 316.8 256.3 225.9 325.4 366.4 228.4 308.9 339.9 354.5 196.5 300.5
Z 2.59 1.08 0.69 -1.88 -3.18 1.06 2.81 -3.07 0.36 1.68 2.30 -4.43
P = 0.000 P = 0.000 (adjusted for ties)
2. ATRIBUT PENAMPAKAN Kruskal-Wallis Test on NAMPAK KRISAN A B C D E F G H I J K L Overall H = 39.13 H = 39.54
N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 600
Median 3.000 5.500 5.500 3.000 5.000 6.500 6.000 3.000 4.000 6.500 5.500 2.000
DF = 11 DF = 11
Ave Rank 255.7 323.2 316.3 257.9 298.1 351.3 314.8 269.2 285.6 378.6 340.1 215.3 300.5
Z -1.91 0.97 0.67 -1.82 -0.10 2.16 0.61 -1.34 -0.64 3.33 1.69 -3.63
P = 0.000 P = 0.000 (adjusted for ties)
3. OVERALL Kruskal-Wallis Test on OVER KRISAN A B C D E F G H I J K L Overall H = 37.78 H = 38.20
N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 600
Median 3.000 4.500 7.000 4.000 4.000 7.000 5.000 2.500 4.000 7.000 5.000 2.000
DF = 11 DF = 11
Ave Rank 289.2 289.0 351.3 287.6 290.4 354.5 320.2 241.1 297.8 345.3 336.4 203.2 300.5
Z -0.48 -0.49 2.16 -0.55 -0.43 2.30 0.84 -2.53 -0.12 1.91 1.53 -4.14
P = 0.000 P = 0.000 (adjusted for ties)
MAWAR 1. ATRIBUT PEWARNAAN Kruskal-Wallis Test on WARNA MAWAR A B C D E F G H I J K L Overall H = 56,89 H = 57,44
N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 600
Median 8,000 8,000 7,000 3,500 6,000 5,000 1,000 4,000 6,000 5,000 2,500 3,500
DF = 11 DF = 11
Ave Rank 340,4 393,4 321,9 265,9 329,0 326,6 191,4 282,8 331,6 332,1 228,3 262,6 300,5 P = 0,000 P = 0,000
Z 1,70 3,96 0,91 -1,48 1,21 1,11 -4,65 -0,75 1,33 1,34 -3,07 -1,61
(adjusted for ties)
2. ATRIBUT PENAMPAKAN Kruskal-Wallis Test on NAMPAK MAWAR A B C D E F G H I J K L Overall H = 48,85 H = 49,37
N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 600
Median 8,000 7,000 6,000 6,000 6,000 4,500 1,000 5,000 4,000 4,000 3,000 4,000
DF = 11 DF = 11
Ave Rank 342,0 371,0 323,5 323,0 366,5 289,0 199,0 325,0 285,0 277,0 232,0 273,0 300,5 P = 0,000 P = 0,000
Z 1,77 3,00 0,98 0,96 2,81 -0,49 -4,32 1,04 -0,66 -1,00 -2,92 -1,17
(adjusted for ties)
3. OVERALL Kruskal-Wallis Test on OVER MAWAR A B C D E F G H I J K L Overall H = 27,41 H = 27,69
N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 600
Median 8,000 7,000 2,000 6,000 6,000 4,000 1,500 5,000 5,000 5,000 3,000 5,000
DF = 11 DF = 11
Ave Rank 349,5 339,5 273,5 325,0 316,5 267,5 213,5 325,0 308,5 325,0 269,0 293,5 300,5 P = 0,004 P = 0,004
Z 2,09 1,66 -1,15 1,04 0,68 -1,41 -3,71 1,04 0,34 1,04 -1,34 -0,30
(adjusted for ties)
GERBERA 1. ATRIBUT PEWARNAAN Kruskal-Wallis Test on WARNA GERBERA A B C D E F G H I J K L Overall H = 31,58 H = 31,92
N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 600
Median 5,000 6,000 6,000 7,500 6,000 2,000 3,000 3,000 5,000 6,000 5,000 5,000
DF = 11 DF = 11
Ave Rank 301,5 307,0 338,0 353,5 309,5 228,5 241,0 247,0 297,0 313,5 351,0 318,5 300,5 P = 0,001 P = 0,001
Z 0,04 0,28 1,60 2,26 0,38 -3,07 -2,53 -2,28 -0,15 0,55 2,15 0,77
(adjusted for ties)
2. ATRIBUT PENAMPAKAN Kruskal-Wallis Test on NAMPAK GERBERA A B C D E F G H I J K L Overall H = 38,61 H = 39,03
N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 600
Median 1,000 3,500 4,000 6,000 4,500 3,000 3,500 4,000 5,000 6,000 5,000 7,000
DF = 11 DF = 11
Ave Rank 225,6 267,2 300,4 340,6 272,4 258,5 280,9 280,0 323,3 348,3 316,5 392,5 300,5 P = 0,000 P = 0,000
Z -3,19 -1,42 -0,01 1,71 -1,20 -1,79 -0,84 -0,87 0,97 2,03 0,68 3,92
(adjusted for ties)
3. OVERALL Kruskal-Wallis Test on OVER GERBERA A B C D E F G H I J K L Overall H = 37,15 H = 37,54
N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 600
Median 2,500 3,000 3,000 7,000 3,000 4,000 4,000 4,000 4,500 5,500 6,000 6,000
DF = 11 DF = 11
Ave Rank 254,5 231,5 268,0 368,0 247,5 298,5 332,0 300,5 277,0 337,0 340,5 351,0 300,5 P = 0,000 P = 0,000
Z -1,96 -2,94 -1,38 2,88 -2,26 -0,09 1,34 0,00 -1,00 1,56 1,70 2,15
(adjusted for ties)