Aplikasi Metode Gries-Saltzmann Dengan Teknik Impinger Tunggal Sebagai Alternatif Pengukuran Polutan NO2 Di Udara 1M.
Masykuri dan 2Mudjijono
1
Program Studi Pend.Kimia PMIPA dan Program Studi Ilmu Lingkungan PPs UNS 2 Jurusan Kimia FMIPA UNS Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta
Abstrak Salah satu metode pengukuran polutan di udara yang memiliki ketelitian tinggi yaitu metode basah (wet absorber). Selama ini di lapangan, pengukuran dengan metode basah selalu digunakan teknik impinger ganda dengan lebih dari satu tabung impinger (fritted bubler). Hal ini memiliki kendala kurang praktis, disamping persediaan tabung impinger yang jumlahnya terbatas, karena itu dicoba teknik impinger tunggal hanya memakai 1 tabung impinger. Penelitian ini membandingkan penggunaan teknik impinger ganda menggunakan 2 tabung impinger yang dipasang seri dengan teknik impinger tunggal menggunakan 1 tabung impinger. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor konversi teknik impinger tunggal terhadap teknik impinger ganda dalam pengukuran gas NO2 dan menjajaki kemungkinan penggunaan teknik impinger tunggal dalam pengukuran gas NO2. Teknik eksperimen yang dipakai adalah teknik spektrofotometri menggunakan spektrofotometer sinar tampak (visible). Metode yang dipakai dalam pengukuran gas polutan NO2 adalah metode Griess Saltzmann dengan absorber campuran N-(1-naphtil)-ethylendiamine dihydrochloride 0,1% dan sulfanilic acid. Adanya NO2 di udara menyebabkan terjadinya reaksi kompleks menghasilkan warna merah violet. Intensitas warna dapat dideteksi menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 543 nm. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor konversi antara tabung impinger 1 (T1) dan tabung impinger 2 (T2) pada perbandingan penggunaan teknik impinger ganda dan tunggal dapat dirumuskan dalam persamaan T2 = 0,6158 T1. kata kunci : Polutan NO2, Metode Gries-Saltzmann, Teknik Impinger Tunggal
PENDAHULUAN Pada dekade 50-an penduduk dunia masih berkisar pada angka 3 milyar, jumlah ini meningkat menjadi 6 milyar pada tahun 2000 ini. Penduduk Indonesia sendiri pada awal tahun 1997 telah mencapai 200 juta jiwa. Enam puluh persen dari
jumlah tersebut tinggal di pulau Jawa dan terkonsentrasi di daerah perkotaan. Konsentrasi penduduk juga terdapat di berbagai kawasan kegiatan, yaitu kawasan industri, pariwisata, pelabuhan dan sepanjang transportasi darat. Seiring dengan pertambahan penduduk yang cukup pesat, Indonesia
E-mail :
[email protected]
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 1 | Maret 2011
33
Aplikasi Metode Gries-Saltzmann
Masykuri, Mudjijono
melaksanakan program pembangunan di segala bidang. Hasil pelaksanaan program pembangunan tersebut adalah munculnya berbagai industri besar, menengah maupun kecil di tanah air. Perkembangan industri yang demikian pesat, jika emisi limbahnya tidak ditangani dengan baik maka yang akan terjadi adalah penurunan kualitas lingkungan atmosir, karena terjadinya pencemaran polutan yang melebihi ambang batas yang dipersyaratkan. Gas polutan tersebut umumnya berasal dari proses pembakaran bahan bakar dan penguapan bahan kimia produk kegiatan industri. Isu tentang gas polutan yang menyebabkan atmosfer menurun kualitasnya sudah lama menjadi topik yang cukup menarik. Bahkan pemerintah melalui Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup telah mencanangkan Program Langit Biru (PLB) untuk meminimasi tercemarnya lingkungan atmosfer dari berbagai gas polutan yang diemisikan oleh berbagai kegiatan, terutama kegiatan industri dan transportasi. Beberapa kasus konkrit di lapangan yang sering muncul dan mendapat complain dari masyarakat misalnya : bau yang sangat menyengat pada beberapa jenis industri (industri kimia, cat, kulit, dan lain-lain), adanya asap hitam yang keluar dari cerobong asap industri maupun knalpot kendaraan, udara pengap karena bau, asap, debu dan gas buang di sepanjang jalan raya yang padat kendaraan, dan sebagainya. Beberapa gas polutan yang ditengarai berbahaya bagi lingkungan dan kehidupan manusia, antara lain : CO, NOx, SOx, H2S, hidrokarbon, partikulat (debu) dan Pb. Pengelolaan udara dari gas polutan yang telah terlanjur diemisikan ke atmosfer menjadi sulit dan hanya bisa ditangani secara global, mengingat luas dan volume atmosfer yang sangat besar. Berbeda dengan limbah cair atau padat yang dibuang ke lingkungan, seperti sungai, danau, atau tempat pembuangan akhir. Manusia dapat memilih air untuk diminum, namun itu 34
“mustahil” dilakukan untuk memilih udara yang akan dihirup untuk pernafasannya. Kaitan dengan hal itu, identiikasi dan teknik/metode pengukuran gas polutan perlu terus disempurnakan untuk membantu penanganan pencemaran udara. Difusi udara yang cepat menyebabkan teknik sampling polutan udara memerlukan perhatian khusus. Salah satu yang perlu terus dikembangkan adalah penggunaan teknik impinger dalam pengambilan sampel gas polutan. Pengukuran polutan di udara pada umumnya tidak mudah, karena konsentrasinya sangat rendah. Metode yang cepat dan praktispun belum banyak dikembangkan. Pengukuran langsung di tempat dengan peralatan sensor belum dimungkinkan, kecuali untuk gas CO dan H2S, itupun kalau konsentrasinya cukup tinggi (dalam orde ppm). Metode pengukuran gas polutan yang lebih umum tapi lebih kompleks yaitu metode kimia (metode basah). Dalam metode basah, udara dialirkan melalui beberapa tabung impinger (biasanya 2 tabung/ ganda) berisi absorber, berupa komposisi zat kimia tertentu (cair) yang dapat menyerap gas polutan. Pengukuran menggunakan metode basah ini memerlukan waktu pengambilan yang cukup lama, udara emisi meperlukan waktu 1-2 jam, sedangkan udara ambien lebih lama lagi 3-4 jam. Sehingga untuk pengambilan sampel pada beberapa titik lokasi sekaligus, diperlukan tabung impinger berjumlah banyak. Mengingat keterbatasan jumlah tabung impinger di laboratorium, pengambilan sampel udara terkadang memerlukan waktu beberapa hari untuk satu industri (dengan beberapa titik pengambilan). Hal ini tentu tidak praktis karena memerlukan banyak waktu. Salah satu solusi yang mungkin adalah digunakan satu impinger (impinger tunggal) untuk setiap kali sampling, namun impinger tunggal ini harus dikonversi terkebih dahulu perbandingannya terhadap penggunaan impinger ganda (2 impinger).
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 1 | Maret 2011
Aplikasi Metode Gries-Saltzmann
Untuk itu perlu diteliti penggunaan impinger tunggal sebagai pengganti impinger ganda, sebagai langkah awal dicoba untuk gas polutan NO2. Beberapa gas polutan yang ditengarai berbahaya bagi lingkungan dan kehidupan manusia, antara lain : CO, NOx, SOx, H2S, hidrokarbon, partikulat (debu) dan Pb. Penelitian ini hanya menerapkan pada polutan NO2. Sebagai absorber digunakan campuran dari 1,1-naftilethylendiamin dengan asam sulfanilat. Dengan adanya NO2 di udara, maka akan terjadi reaksi yang ditandai dengan terbentuknya warna merah muda (pink). Intensitas warna dibaca serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimumnya. Perbandingan tabung impinger yang dipakai adalah impinger tunggal (1 tabung) dibandingkan dengan impinger ganda (2 tabung). Waktu pengambilan sampel divariasikan antara 1 sampai 5 jam dengan laju alir gas yang sama. Tujuan penelitian mempelajari berapakah faktor konversi teknik impinger tunggal terhadap teknik impinger ganda dalam pengukuran gas NO2. METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan metode eksperimen. Teknik eksperimen yang dipakai adalah teknik spektrofotometri menggunakan spektrofotometer sinar tampak. Pengambilan sampel gas dilakukan dengan menggunakan tabung impinger dengan absorber campuran n-(1-naphtil) ethilene dihidrochloride dan asam sulfanilat (metode Gries Saltzmann). Komples warna diukur serapannya dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 543 nm. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu : 1) Spektrofotometer sinar tampak sinar ganda merk Hitachi, 2) tabung impinger, 3) low meter dengan skala 0,5 L/ menit, 4) pompa vakum, 5) klem dan statif , serta alat-alat gelas. Sedangkan kemikalia
Masykuri, Mudjijono
yang digunakan adalah : 1) n-(1-naphtil) ethilene dihidrochloride, 2) asam sulfanilat, 3) asam asetat glasial, 4) sodium nitrit, 5) kloroform, 6) kalium permanganat 0,05 N, 7) asam sulfat pekat, dan 8) akuades bebas nitrit, semuanya berspesiikasi murni dan pure analytical grade. Larutan absorber dibuat dengan cara melarutkan 5 g asam sulfanilat anhidrat dalam 200 mL akuades bebas nitrit dan menambahkan kedalamnya asam asetat glasial sebanyak 140 mL kemudian memanaskan campuran sampai semua asam sulfanilat larut, setelah larut kemudian dinginkan. Setelah dingin, ditambahkan 20 mL larutan n-(1-naphtil) ethilene dihidrochloride 0,1% dan menambahkan akuades sampai tanda tera (1L). Rangkaian alat percobaan disusun seperti Gambar 1. Pengambilan sampel udara dilakukan dengan cara memasukkan 50 mL pereaksi sulida 1 ke tabung pompa (impinger), mengatur laju alir gas dengan low meter pada 1 L/menit, lalu menghidupkan alat. Setelah 60 menit, alat dimatikan, dan mengambil 50 mL pereaksi sulida 1 dan memasukkan ke dalam erlenmeyer 150 mL, menambahkan pereaksi sulida 2 sebanyak 50 mL dan pereaksi sulida 3 sebanyak 2 mL. Akhirnya menambahkan pereaksi sulida 4 sebanyak 25 mL lalu kocok campuran, maka larutan siap untuk dibaca dengan spektrofotometer.
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 1 | Maret 2011
35
Aplikasi Metode Gries-Saltzmann
Masykuri, Mudjijono
Gambar 1. Pompa Sampling Udara (1 Set) HASIL DAN PEMBAHASAN Dari spektra absorbsi dapat ditentukan puncak absorbsi ( maksimum), yaitu pada 543 nm. Selanjutnya terhadap semua larutan, baik larutan standar untuk kalibrasi maupun larutan absorber yang sudah digunakan untuk mengambil sam-
pel udara dibaca absorbannya mengunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 543 nm tersebut. Hasil pembacaan absorbans pada puncak ( maksimum = 543 nm) dari larutan tersebut diberikan dalam tabel-tabel dibawah ini.
Tabel 1. Absorban Larutan Sampel NO2
Tabel 2. Absorban Larutan Standar NO2
Berdasarkan data absorbans larutan standar sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2, 36
maka dapat dibuat kurva kalibrasi sebagai berikut :
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 1 | Maret 2011
Aplikasi Metode Gries-Saltzmann
Masykuri, Mudjijono
Gambar 2. Kurva kalibrasi Dari kurva kalibrasi tersebut dapat ditentukan persamaan regresi linier-nya dengan menggunakan asumsi bahwa larutan tersrebut mematuhi hukum Lambert Beer, A= bC sehingga didapat persamaan kurvanya adalah y = 0,697 x atau A = 0,697 C.
Selanjutnya berdasarkan data-data yang diperoleh dari percobaan dan membandingkannya dengan kurva kalibrasi, maka dapat ditentukan kandungan gas NO2 yang diserap oleh masing-masing tabung impinger pada waktu pengambilan sampel selama 1, 2, 3, 4 dan 5 jam adalah sebagai berikut,
Tabel 3. Konsentrasi NO2 yang Diserap oleh Tabung Impinger dengan Variasi Lama Pengambilan
*) Konsentrasi NO2 dalam satuan ppm disini sudah dikonversi terhadap jumlah sampel udara yang terisap, menggunakan persamaan,
ppm NO2 = (uLNO2/mL larutan) x {mL absorber/volume udara(L)} Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 1 | Maret 2011
37
Aplikasi Metode Gries-Saltzmann
Masykuri, Mudjijono
Perbandingan banyaknya NO2 yang terisap antara tabung impinger 1 dan tabung impinger 2 pada setiap waktu pengambilan ditunjukkan dalam kurva dibawah ini (Gambar). Dari kurva tersebut dapat dihitung besarnya NO2 yang terisap dalam tabung impinger 2 dibandingkan dengan tabung impinger 1 jika digunakan teknik impinger ganda, yaitu sebesar 0,6158. Dengan demikian didapat faktor konversi antara kedua tabung impinger tersebut melalui persamaan, T2 = 0,6158 T1 dengan, T1 = tabung impinger pertama T2 = tabung impinger kedua
memberikan absorbans sebesar 0,063. Sedangkan pada teknik impinger ganda, di tabung kedua akan memberikan absorbans yang lebih kecil lagi, yaitu sebesar 0,043. Absorbans yang sangat kecil memberikan kemungkinan kesalahan yang lebih besar, mengingat bahwa absorbans yang baik dalam hukum Lambert Beer berkisar antara 20 %T sampai 80 %T (atau absorbans 0,1 sampai 1,3). Temuan lain dari penelitian ini adalah semakin lama waktu pengambilan sampel, maka NO2 yang terisap akan semakin banyak, hal ini berlaku untuk teknik impinger tunggal ataupun ganda. Meskipun begitu, penelitian ini menunjukkan hubungan kon-
Gambar 6. Perbandingan banyaknya NO2 yang terisap antara tabung impinger 1 dan tabung impinger 2 pada setiap waktu pengambilan Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa, baik penggunaan teknik impinger tunggal maupun ganda memerlukan waktu pengambilan sampel udara sekurangkurangnya selama 2 jam. Pengambilan sampel kurang dari 2 jam akan memberikan absorbans yang terlalu kecil. Misalnya untuk teknik impinger tunggal (pada tabung impinger 1) pengambilan sampel selama 1 jam dengan laju alir gas 2 L/menit hanya 38
sentrasi NO2 terisap dengan waktu pengambilan yang tidak benar-benar linier. Hal ini disebabkan pengukuran polutan NO2 memiliki banyak sekali gangguan-gangguan. Secara umum ada tiga jenis reaksi yang menghasilkan gangguan, yaitu: 1) Zat pengganggu yang bereaksi dengan reagen yang menghasilkan efek yang sama seperti reaksi analat dengan reagen (disebut gangguan positif/positive interference), 2) Zat
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 1 | Maret 2011
Aplikasi Metode Gries-Saltzmann
pengganggu yang bereaksi dengan analat sehingga mencegah reaksi yang dikehendaki berjalan sempurna (disebut gangguan negatif/negative interference), dan 3) Zat pengganggu yang bereaksi dengan reagen sehingga mencegah reaksi antara reagen dengan analat (gangguan negatif/ negative interference) Penghilangan gangguan ini dapat dilakukan secara isik atau kimiawi, antara lain dapat dipilih dengan cara : destilasi sampel/analat sehingga zat pengganggu dapat tertinggal atau dipisahkan, penghilangan zat pengganggu dengan resin penukar ion (ion exchange resin), penambahan zat pengomplek (complexing agent), ekstraksi dengan pelarut organik, pengabuan, pengaturan pH, atau dengan cara pengaturan temperatur. Beberapa gangguan yang dapat terjadi pada pengukuran kandungan gas polutan NO2 antara lain PAN. Peroxyacilnitrate (PAN) dapat memberikan respon yang sama jika konsentrasinya mendekati 15 sampai 35 % dari konsentrasi NO2. Tetapi dalam udara ambien, konsentreasi PAN ini sangatlah kecil sehingga dapat dikatakan tidak begitu mengganggu analisis gas NO2. Gangguan dari gas nitrogen oksida yang lain juga dapat terjadi terutama untuk udara yang terpolusi. Kandungan gas lain, misalnya SO2 (sulfur dioksida) juga dapat mengganggu. Kandungan SO2 yang tinggi dapat menyebabkan intensitas warna antara NO2 dengan n-(1-naftil)ethilenediamin dihidhrochloride/asam sulfanilat menjadi memudar. Karena itu, perlu ditambahkan 1 % aseton ke dalam absorber untuk mencegas pemucatan warna karena adanya SO2 tersebut. Mengacu kepada temuan penelitian di atas, penelitian ini sekaligus menunjukkan bahwa analisis polutan NO2 haruslah memperhatikan gangguan-gangguan yang mungkin ada dan bersifat spesiik untuk setiap kondisi di lapangan.
Masykuri, Mudjijono
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa faktor konversi antara tabung impinger 1 (T1) dan tabung impinger 2 (T2) pada perbandingan penggunaan teknik impinger ganda dan tunggal dapat dirumuskan dalam persamaan T2 = 0,6158 T1. Dengan diketahuinya faktor konversi teknik impinger tungal dibanding teknik impinger ganda dalam pengambilan sampel polutan NO2 mengandung implikasi lebih lanjut bahwa teknik impinger tungal dapat digunakan untuk mengantikan teknik impinger ganda. Dengan demikian untuk pengambilan sampel pada beberapa titik sekaligus dapat digunakan teknik impinger tunggal ini. Hasil penelitian menunjukkan pada pengambilan sampel polutan udara NO2 memiliki gangguan yang cukup kompleks, baik dari segi kimiawi, isik maupun teknis yang bersifat kondisional. Ganguan-ganguan ini hendaknya selalu diperhatikan oleh setiap pengambil sampel agar mendapatkan hasil yang memuaskan. DAFTAR PUSTAKA Chaid Fandeli. 1992. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan Pemapanannya dalam Pembangunan. Liberty Offset. Yogyakarta Horne, R.A. 1978. The Chemistry of Our Environment. John Wiley and Sons, Inc. N.Y Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 1990. Kualitas Lingkungan Indonesia 1990. Jakarta Lodge, J.P. 1988. Methods of Air Sampling and Analysis. 3rd ed. Michigan : Lewis Piblishers. Lund, H.F. 1971. Industrial Pollution Control Handbook. McGraw-Hill, Inc. N.Y.
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 1 | Maret 2011
39
Aplikasi Metode Gries-Saltzmann
Masykuri, Mudjijono
Marihati. 1991. Dasar-dasar Teknologi Pengelolaan Pencemaran Oleh Gas Buang Industri dan Kebisingan. Pelatihan Bagi Tenaga Teknis Pengendalian Pencemaran Limbah Industri. Departemen Perindustrian RI. Semarang. Saltzmann, B.E. 1954. Colorimetric Determination of Nitrogen Dioxide in the Atmosphere. J.Analytical Chemistry. 26: 1949-1955. Shaw, J.T. 1967. The Measurement of Nitrogen Dioxide in the Air. Atmospheric Environment. 1:81-85.
40
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 1 | Maret 2011