Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 200/
APLIKASI ELISA DETEKSI ANTIBODI UNTUK MENGUJI SERUM LAPANGAN YANG DIAMBIL DARI HEWAN DI DAERAH ENDEMIK TRYPANOSOMA
EVANSI
LILIS SOLIHAT Balai Penelitian Veteriner, Jl . R E Martadinata No . 30, P O Box 52 BOGOR
RINGKASAN Teknik ELISA yang rutin dilakukan di Balitvet untuk mendeteksi adanya infeksi Trypanosoma evansi pada hewan kerbau, sapi, kuda, kambing, domba dan babi adalah metoda Indirect ELISA deteksi antibodi. Metoda ini dapat diaplikasikan di laboratorium-laboratorium diagnostik di daerah tropik untuk memonitor program pengawasan (kontrol). Antigen yang digunakan dalam diagnosa ini berasal dari isolat BAKIT 103 yang diproduksi sendiri di bagian Parasitologi, Balitvet . Sebelum melakukan uji ELISA deteksi antibodi, terlebih dahulu dilakukan standardisasi reagen (kontrol serum positif dan negatif, antigen dan konjugat) dengan cara chequerboard titration untuk mendapatkan nilai pengenceran yang optimal . Serum kontrol diencerkan secara serial mulai dari pengenceran 1 : 200 sampai 1 : 102 .400. Pengenceran antigen adalah 1 : 2.000 dan konjugat 1 : 40.000. Dari hasil standardisasi serum kontrol tersebut dipilih angka pengenceran yang optimal yaitu 1 : 800 dengan pertimbangan bahwa pada pengenceran tersebut nilai OD serum kontrol positif cukup jauh perbedaannya terhadap nilai OD serum kontrol negatif. Pertimbangan lainnya adalah untuk efisiensi dalam pemakaian serum kontrol positif dan serum kontrol negatif yang umunmya jumlahnya terbatas. Setelah dilakukan standardisasi reagen kemudian diaplikasikan dalam uji Indirect ELISA deteksi antibodi pada contoh serum kerbau sebanyak 40 sampel dari daerah endemik Trypanosoma evansi . Dari uji ELISA deteksi antibodi dihasilkan 33 kerbau (82,5%) positif Trypanosoma evansi . Kata Kunci: Indirect ELISA, Trypanosoma evansi, antibodi, standardisasi PENDAHULUAN Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) adalah suatu uji serologik yang didasarkan pada pemakaian antigen dan antibodi yang di label dengan enzim sebagai konjugat secara immunologik dan aktivitas enzimatik (SANCHEZ-VIZCANIO et al, 1987) . Prinsip ELISA secara umum adalah reaksi kompleks antara ikatan antigen dan antibodi yang telah dilabel dengan enzim peroxidase (konjugat). Konjugat berperan dalam melabel immunoglobulin yang spesifik atau antibodi yang ditambahkan yang telah diikat dengan antigen .
18
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
Dengan penambahan substrat yang berfungsi sebagai indikator warna, maka reaksi antigen dan antibodi ini dapat diukur secara kuantitatif. ELISA sudah banyak digunakan dalam diagnosis virus endemik dan penyakit parasit di negara berkembang oleh Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) (KNAP et al., 1978). ELISA lebih banyak digunakan karena mudah untuk dilakukan, sensitif dan relatif lebih murah bila dibandingkan dengan teknik serologik konvensional dan metoda diagnostik lain seperti immunofluoresensi, immunoelektroforesis dan radioimunoasay . Makalah ini mengemukakan contoh cara standardisasi untuk menentukan pengenceran serum yang optimal dengan menggunakan antigen dan konjugat yang sudah pasti konsentrasinya . Teknik ELISA yang dipakai adalah Indirect ELISA deteksi antibodi. Indirect ELISA deteksi antibodi merupakan salah satu uji ELISA yang paling banyak di pakai dalam serodiagnosis penyakit parasit untuk mengukur adanya antibodi pada hewan induk semang (VOLLER et al., 1978). Hasil optimasi ini kemudian diterapkan pada 40 contoh serum kerbau dari lapangan dan cara menentukan hasil ujinya dijelaskan secara terinci . Kekurangan dan kelebihan uji ELISA deteksi antibodi ini dibahas dan dibandingkan terhadap uji-uji lain . MATERI DAN METODA
Antigen yang digunakan dalam diagnosa ini berasal dari isolat BAKIT 103 yang dibuat di bagian Parasitologi, Balitvet (POLITEDY, 2000) . Serum kontrol positif diperoleh dari serum kerbau lapangan yang diambil dari daerah Garut (merupakan campuran dari serum 3 ekor kerbau yang positif tinggi). Kontrol serum negatif didapat dari Centre Tropical for Veterinary Medicine (CTVM), University of Edinburgh, Inggris . Larutan yang digunakan untuk coat plate adalah carbonate-bicarbonate buffer pH 9,6. Sedangkan larutan untuk mengencerkan serum, konjugat dan untuk mencuci plate ELISA adalah phosphat buffered saline (PBS) yang mengandung Tween 20 0,05% (PBST 0,05% pH 7.4) . Konjugat yang dipakai adalah Rabbit anti-bovine Immunoglobulin G peroxidase (SIGMA) . Larutan substrat terdiri atas 0,05M phosphate citrat buffer pH 4,2 yang mengandung 0,03% sodium perborat, pH 5,0 dan 0,1 mg/ml tetramethylbenzidine dihydrochloride (TMB). Untuk menghentikan reaksi digunakan 2M H2 SO4. 1 . Standardisasi dan optimasi pengenceran serum kontrol Standardisasi dilakukan dengan menggunakan cara chequerboard titration untuk menentukan pengenceran serum yang memberikan perbedaan optimal antara optical dencity (OD) serum kontrol positif dan negatif yang diperoleh dari perhitungan rasio OD kontrol positif terhadap OD kontrol negatif (OD C+/OD C-) menurut VOLLER et al. . (1976) . Serum kontrol positif dan negatif diencerkan secara serial (doubling dilution) mulai dari 1 :200 sampai 1 :102.400. Pengenceran antigen yang dipakai adalah 1 :2 .000 dan konjugat 1 :40 .000.
19
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 200/
2. ELISA deteksi antibodi Teknik yang dipakai untuk ELISA deteksi antibodi adalah menurut metoda LUCKINS (1983) . Plate ELISA Immulon I Dynek di coat dengan antigen BAKIT 103 yang terlebih dahulu diencerkan 1 : 2.000 dengan larutan carbonate/bicarbonate buffer pH 9,6. Larutan antigen 100 pl dimasukkan ke setiap lubang plate dan disimpan pada suhu 4°C semalam . Keesokan harinya antigen dibuang dan plate dicuci dengan PBST 0,05% selama 1 menit 3 kali. Serum kontrol (positif dan negatif) dan serum lapangan diencerkan 1 : 800 dengan PBST 0,05%. Sebanyak 100 pd larutan serum dimasukkan pada setiap lubang plate. Serum kontrol positif dan negatif masing-masing diisikan di empat lubang plate . Setiap serum lapangan diisikan di dua lubang plate (duplikat) . Setiap plate ELISA mempunyai serum kontrol positif, serum kontrol negatif dan kontrol konjugat yang berisi PBST 0,05% . Plate diinkubasi dalam inkubator bergoyang (37°C, 30 menit). Kemudian plate dicuci kembali seperti sebelumnya dengan PBST 0,05% . Tahap berikutnya adalah penambahan konjugat Rabbit anti-bovine Immunoglobulin G peroxidase yang diencerkan 1 :40.000 dalam PBST 0,05% . Sebanyak 100 pl konjugat diisikan kesetiap lubang plate, kemudian plate diinkubasi dalam inkubator (37°C, 30 menit). Setelah inkubasi, plate dicuci lagi seperti sebelumnya (1 menit 3 kali). Selanjutnya ditambahkan larutan substrat dan diinkubasi (37°C, 15 menit) di inkubator bergoyang . Reaksi enzimatik dihentikan dengan penambahan 2M H2SO4 sebanyak 50 pl untuk setiap lubang plate . Hasil reaksi dibaca pada mesin Titertek Multiskan ELISA plate reader dengan menggunakan filter 450 nm. 3. Menghitung hasil ELISA dari Optical Dencity (OD) Hasil ELISA dihitung berdasarkan percent positivity (PP) yang didahului dengan menghitung nilai mean OD menurut Davison (1997). Nilai mean OD diperoleh dengan cara membuang nilai OD tertinggi dan terendah dari nilai ke-4 serum kontrol positif (C+), sedang 2 nilai OD lainnya dihitung rataratanya sebagai nilai mean OD. PP dihitung sebagai berikut: nilai OD serum lapangan PP = ---------------------------- x 100% mean OD C+ Setiap sampel mempunyai 2 nilai PP (PPI dan PP2) dan nilai ini kemudian dirata-ratakan . Perbedaan ke-2 nilai PP tidak boleh lebih 10% . Untuk sampel yang nilai rata-rata PP nya mendekati nilai batas positif, jika perbedaan nilai PP1 dan PP2 > 10% maka sampel harus diuji ulang. Namun untuk sampel yang mempunyai perbedaan nilai PP1 dan PP2 > 10% tetapi nilai rata-rata PP nya jauh dari nilai batas positif maka sampel tidak perlu diuji ulang .
20
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
4. Menentukan nilai batas positif Nilai batas positif ditetapkan berdasarkan percent positivity (PP) 30 (DAVISON, 1997) . Jika nilai rata-rata PP dari suatu contoh serum lebih tinggi dari nilai batas positif maka contoh tersebut adalah reaktor (positif) dan jika lebih rendah maka contoh tersebut non-reaktor (negatif) . HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil standardisasi diperoleh angka pengenceran serum 1 : 400 dan 1 : 800 yang mempunyai perbandingan OD C+ terhadap OD C- cukup tinggi (Tabel 1 dan Gambar 1). Dari kedua pengenceran tersebut dipilih 1 : 800 sebagai pengenceran serum yang optimal karena dengan menambahkan serum kontrol yang lebih sedikit masih diperoleh perbandingan OD (C+) dan OD (C-) yang tinggi. Pertimbangan lainnya adalah efisiensi penggunaan serum kontrol yang umumnya persediaannya terbatas . Uji Indirect ELISA deteksi antibodi pada 40 serum kerbau dari lapangan dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan menggunakan nilai batas positif PP 30% maka diperoleh 82,5% sampel lapangan dinyatakan positif (Tabel 3). Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai OD Cc (kontrol konjugat) yang rendah berarti tidak ada reaksi antara antigen dengan konjugat. Hal ini menunjukkan bahwa contoh serum reaktor (kontrol positif) adalah hasil dari reaksi kompleks antara ikatan antigen/antibodi dengan konjugat (anti-antibodi yang dilabel enzim) . Perbandingan nilai OD kontrol positif (C+) terhadap OD kontrol serum negatif (C-) cukup jauh yaitu kira-kira 8 kali OD C-. Nilai masing-masing PP dari serum kontrol berada dalam batas nilai yang bisa diterima (DAVISON, 1997) . Maka dapat disimpulkan bahwa uji ELISA tersebut dapat diterima . Selain dilakukan uji ELISA deteksi antibodi pada contoh serum kerbau lapangan juga dilakukan secara bersama-sama dengan uji parasitologik yaitu Microhaematocrit Centrifugation Test (MHCT). Dari kedua uji tersebut temyata uji Indirect ELISA deteksi antibodi memberi hasil uji positif lebih tinggi daripada uji parasitologik (MHCT), yaitu dari contoh serum keseluruhan sebanyak 78 buah diperoleh persentase positif antibodi T. evansi sebesar 82,1% sedangkan dengan jumlah contoh yang sama pada uji MHCT diperoleh angka positif 5,1%. ELISA deteksi antibodi terhadap T. evansi umumnya dipakai untuk studi epidemiologi . Tabel 1 Standardisasi serum kontrol positif, negatif dan kontrol konjugat Pengenceran Kontrol serum (+) Kontrol serum (-) Kontrol konjugat Serum (C+) (C-) (Cc/PBS) 1 : 200 0,80 0,28 0,04 1 :400 0,58 0,17 0,03 1 : 800 0,44 0,13 0,03 1 : 1 .600 0,32 0,10 0,03 :3.200 0,23 0,08 0,03
21
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
1 : 6.400 0,17 0,06 0,04 1 : 12 .800 0,11 0,05 0,04 1 : 25 .600 0,08 0,05 0,03 1 :51 .200 0,06 0,04 0,03 1 : 102 .400 0,05 0,05 0,06 Keterangan : Serum diencerkan secara serial mulai 1 :200 sampai I : 102.400 . Antigen dan konjugat diencerkan masing-masing 1 : 2.000 dan 1 : 40 .000 . Nilai OD serum kontrol positif, negatif dan kontrol konjugat merupakan nilai rata-rata dari nilai duplikat. Kontrol konjugat menggunakan PBST (0,05%). Titrasi kontrol serum
,no .
11.00
1400
111 .000
14 .200
14 .400
Pengeneeran serum
1112 .400
1asm
Gambar 1 . Grafik standardisasi dari serum kontrol positif, negatif dan konjugat Keterangan :
Serum kontrol positif, negatif dan konjugat diencerkan secara serial mulai I : 200 sampai I : 102.400 . Kontrol konjugat dipakai PBST 0 .05%. Nilai OD dibaca dengan menggunakan filter 450 nm .
Tabe12 . Hasil uji Indirect ELISA deteksi antibodi pada 40 serum kerbau dari lapangan pada plate yang berisi 96 lubang . ~1
1117`I~ 11
1 1
11
tIR"1~~~~~~
1 " '~~~~
~ - i1
Keterangan : Kolom A,B 1-2 dan G,H 1-2 = Kontrol konjugat (Cc) Kolom C,D 1-2 = serum kontrol positif (C+) Kolom E,F 1-2 = Serum kontrol negatif (C-) Kolom A,H 3-12 = serum kerbau dari lapangan yang dibuat duplikat kebawah, contoh A,B3 = serum, no . 1 ; A,B4 = serum no . 2 dan seterusnya sampai G,H 12 = serum no . 40 .
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
Hasil perhitungan nilai percentpositivity (PP) dari serum kontrol pada uji ELISA deteksi antibodi dari 40 serum kerbau Data Kontrol
Tabel 3a .
Indirect
D2 D3 D4 P1 P2 P3 P4 D1 1 .95 (2 .02) 99 99 100 104 1 .92 1.91) 0.25 0.25 13 13 13 13 0.26 0.25 0.02 0.03 0.02 0.02 1 1 T1 1 Nilai mean OD diperoleh dari hasil rata-rata 2 OD (OD1 dan OD2) dari kontrol positifyaitu 1 .94 sedang 2 OD lainnya (OD2 dan OD4) dibuang.
Kontrol + CCC Keterangan :
r
Sampel serum Tabel 3b .
Hasil perhitungan nilai percent positivity (PP) dari sampel serum pada uji Indirect ELISA deteksi antibodi dari 40 serum kerbau ~afa=rates - Status DD-1
No .
0X7 0.86 0.39
2 3 6 7 Z5 '92 [ :I
1 -~
IJ9 0.5U
-735 U-49
1.2Y
1 .28
MW1 .40 T 1 .40 1 .2 18 1.31 1 .14 19 1.04 1 . IL 1 .72 20 1.63 21 1.64 1 .55 084 22 U.S7 1 .43 LJ 1 .3 .) 24~-0.lL~~33 1 .09 2~1-1OS I
1 .4z
45 44 zu IL 60 4Y 88 72 2a 29 22 66
D.75 D.40 0.26 1 .13
I
r
2-1
L69 97 X 29-I-1'6Q 3U 1.15 31 I ""32 U.62 3T ~.U~2 34 1.23 l1 :85 3S -
1.92 1.49 1 .14 1.99 U.63 0.41 1:75 1.93 1 .00 ' ~1 ~ 38- .1 1 .57 1-6Z 39- - 1.40 .29 40-- .-1---M 1 .13
Keterangan : Setiap sampel dihitung dengan mean OD (1 .94) .
73 75 68 53 85 85 45
so
5 4L_ 102 152 32 22 63 95 56 ~5 84 7Z 57
43
44 42 21 2i Ii 13 59 141 48 85 87 Z~L~~ 7T T-23 T-rs 66
I
+
+
66
-Ss 7U 59 by 89 80 43 56 4L 113 7-1 103 -32 9D 99 52 93 81 b6 58
64 131 87 83 43 77 17 55 42
+
go 3T22 77 97 54 89 83 69 58
+ T
~
1 -
+ + +
PP1 dan PP2nya, kemudian masing-masmg nilai dibagi
23
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
Untuk mendiagnosa infeksi aktif terhadap T. evansi dapat digunakan ELISA deteksi antigen (NANTULYA et al., 1987; DAVISON, 1997) . Infeksi aktif T. evansi akan disertai dengan antigenaemia segera setelah hewan terinfeksi, tetapi antigenaemia ini segera hilang setelah pengobatan (NANTULYA et al., 1987) . Namun untuk mendiagnosa infeksi aktif T. evansi, uji MHCT adalah lebih cepat dari ELISA deteksi antigen, karena dapat mendeteksi parasit dalam 1 - 3 hari setelah infeksi. Sedangkan ELISA deteksi antigen dapat mendeteksi parasit setelah 3 - 10 hari (WERNERY et al., 2001). Kelemahan dari uji MHCT tidak dapat mendeteksi infeksi T. evansi sub-akut atau kronis, karena biasanya hewan yang mengalami infeksi kronis memiliki jumlah parasit dalam darah yang sangat rendah dan berfluktuasi sehingga tidak dapat terdeteksi dengan uji parasitologik (SOLIHAT, 1999) . Perbedaan antara uji ELISA deteksi antibodi dengan uji-uji lain adalah hasil positif suatu uji ini tidak menunjukkan status infeksi awal, tapi menunjukkan bahwa hewan tersebut sebelumnya pernah terinfeksi trypanosoma . Antibodi masih dapat dideteksi sampai jangka waktu yang cukup lama bahkan setelah diadakan pengobatan (LUCKINS et al., 1979; NANTULYA, 1989) . Kelemahan lain dari uji ELISA deteksi antibodi adalah adanya reaksi silang dengan antibodi terhadap spesies trypanosoma lainnya yang merupakan masalah besar di negara dimana bermacam-macam spesies trypanosoma sering muncul, seperti di beberapa negara Afrika (LUCKINS, 1992). Standardisasi uji ELISA deteksi antibodi yang pernah dikerjakan di Burkina Faso terhadap 1288 domba, menghasilkan reaksi silang antara T. vivax, T. brucei dan T. congolense (DESQUESNES et al., 2001) . Adanya reaksi silang antara T. evansi dan T. theileri juga terjadi pada penelitian kerbau lapangan di Jawa Tengah (DAVISON, 1997) . Penelitian untuk diagnosa T. evansi dengan ELISA deteksi antibodi masih terus dikembangkan sampai sekarang. Uji ELISA yang menggunakan antigen precoated plates telah berhasil diaplikasi untuk deteksi antibodi Trypanosoma congolense dan Trypanosoma cruzi (REBESKI et al., 2001) dan Trypanosoma vivax (REBESKI et al., 2000) . Keuntungan dari plate ELISA yang telah di pre-coat adalah stabilitas antigen yang telah disimpan sampai suhu 50oC selama 1 tahun (REBESKI et al., 2000). Selain itu akurasi dari assay tidak terpengaruh (serum positif terhadap antibodi trypanosoma dapat dibedakan dengan jelas dari serum negatif terhadap antibodi trypanosoma) (REBESKI et al., 2000) . KESIMPULAN Pada penelitian ini, pengenceran serum 1 : 800 dan konjugat 1 : 40 .000 dalam PBST 0,05% serta plate ELISA yang di coat dengan antigen 1 : 2 .000 adalah konsentrasi optimal yang dapat dipakai untuk uji ELISA deteksi antibodi . Dari hasil uji 78 sampel kerbau dengan ELISA deteksi antibodi diperoleh persentase nilai positif antibodi 82,1%, sedangkan dengan uji MHCT diperoleh 5,1%. Hal ini disebabkan karena uji ELISA deteksi antibodi juga
24
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
mendeteksi hewan-hewan yang pernah terinfeksi, sedangkan MHCT hanya mendeteksi hewan yang terinfeksi aktif (sakit) . Dianjurkan bahwa uji ELISA deteksi antibodi dipakai bersama-sama dengan uji MHCT. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Drh . I P Sukanto, PhD dan Drh . Sri Muharsini serta staf laboratorium protozoologi - Parasitologi, atas bantuan dan saran-saran yang telah diberikan dalam penulisan makalah ini . DAFTAR BACAAN DAVISON, 1997. Evaluation Diagnostic Test for Trypanosoma evansi and their application in Epidemiological Studies in Indonesia, PhD Thesis . University of Edinburgh . DESQUESNES, M., Z. BENGALY, L. MILLOGO, dan H. SAKANDE . 2001 . The analysis of the cross-reactions occurring in antibody-ELISA for the detection of trypanosomes can improve identification of the parasite species involved. Ann . Trop. Med. Parasitol. 2: 141 - 55 . KNAPP, E., K. HOLUBAR, dan G. WICK. 1978 . Immunofluorescence and related staining tchniques . Elsevier/North Holland Biomedical Press . LUCKINS, A.G. 1992 . Diagnostic methods for trypanosomiasis in livestock . World Anim. Rev., 71 : 15 - 20. LUCKINS, A.G. 1983. Development of serological assays for studies on trypanosomiasis of livestock in Indonesia . Report for consultancy, CTVM Edinburgh. PP 1 - 68 . LUCKINS, A.G ., R. BOLD, P.F . RAE, M .M. MAHMOUD, K.H. EL MALIK, dan A.R. GRAY. 1979. Serodiagnosi s of T. evansi in camels in the Sudan. Trop. Anim. Hlth. Prod., 11 : 1 - 12 . NANTULYA, V.M. 1989 . An antigen-detection enzyme immunoassay for diagnosis of rhodesiense sleeping sickness. Parasite Immunol., 11 : 69 75. NANTULYA, V .M., A.J . MUSOKE, F.R. RURANGIRWA, N. SAIGAR, dan S .H. MINJA . 1987 . Monoclona l antibodies that distinguish T. congolense, T. vivax and T. brucei . Parasite Immunol ., 9 : 421 - 431 . POLITEDY, F. 2000. Teknik pembuatan antigen T. evansi untuk ELISA deteksi antibodi. Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti . Pusat Penelitian Peternakan . Badan Litbang Pertanian . Hal : 14 - 23 . REBESKI, D.E., E.M. WINGER, J.O . OUMA, S . KONG PAGES, P. BUSCHER, Y. SANOGO, R.H. DWINGER, dan J.R. CROWTHER. 2001 . Chartin g methods to monitor the operational performance of ELISA method for
25
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
the detection of antibodies against trypanosomes . 96(1) : 11 - 50 .
Vet. Parasitol . 5 ;
REBESKI,
D .E ., E . M . WINGER, M .M . ROBINSON, C .M . GABLER, R .H . DWINGER, dan J .R. CROWTHER . 2000 . Evaluatio n of antigen-coating procedures of enzyme-linked immunosorbent assay method for detection of trypanosomal antibodies . Vet. Parasitol . 10 ; 90(1-2) : 1 13 . SANCHEZ-VIZCAINO, J.M . dan M .C . ALVAREZ . 1987 . Enzym e immunoassay techniques (ELISA) in animal and plant diseases . 2", Edition, Technical Series No . 7. Office International Des Epizooties . SOLIHAT, L . 1999 . Teknik diagnosa T. evansi dengan uji ELISA deteksi antigen . Prosiding Temu Ilmiah Litkayasa, Balai Penelitian Veteriner . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan . Badan Litbang Pertanian . Hal : 138-144 . VOLLER, A ., A . BARTLETT, dan D .E . BIDWELL . 1976 . Enzym e immunoassays for parasitic diseases . Transactions of the royal society of tropical medicine and hygiene, 70 : 98 - 106 . VOLLER, A ., D . E . BIDWELL, dan A . BARLETT. 1978 . (Suppl . 7) : 125 .
Scand. J. Immunol., 8
WERNERY, U ., R . ZACHARIAH, J .A . MUMFORD, dan T. LUCKINS, T . 2001 . Preliminary evaluation of diagnostic test using horses experimentally infected with T. evansi . Vet . J, 161 (3) : 287 - 300 .