Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
APAKAH PERUBAHAN KONSUMSI MEMPENGARUHI KEERATAN HUBUNGAN ANTARA CREATININ DENGAN BOBOT BADAN? (Does Feed Intake Affect the Correlation Between Creatinin and Body Weight?) AYU SEPTI ANGGRAENI, A. PURNOMOADI, E. PURBOWATI dan E. RIANTO Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT The study was conducted to clarify the effect of feed intake on correlation between creatinine and body weight and daily gain. Eight Ongole crossbred age about 1.5 years and averaged initial body weight 297 ± 26 kg (CV=8.68%) based on Completely Randomized Design (CRD). For that purpose, the cattle were separated into two groups for two feeding treatments as follow, JK1 (feed concentrate was given at 1% of body weight) and JK2 (feed concentrate was given at 2% of body weight), both cattle groups allowed to urinated rice straw ad libitum prior to be gradually decreased by 1%BW and 0.5%BW for JK1 and JK2, respectively. Urinary sampling for determining creatinine excretion was taken weekly for 1 x 24 h during last three weeks. The result showed a positive relationship between creatinine and body weight (r = 0.476) and daily gain (r = 0.784), in cattle receiving JK2, but negative correlation was observed in the cattle receiving JK1. This was likely due to the changes in the feed intake. Conclusion of this study was creatinine could be used for body protein estimation with condition if feed intake was stable. Key Words: Creatinin, Body Weight, Daily Gain, Feed Intake, Ongole Crossbred Cattle ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi pakan dengan keeratan hubungan antara creatinin dengan bobot badan dan pertambahan bobot badan hariannya. Delapan ekor sapi PO dengan umur sekitar 1,5 tahun dan rata-rata bobot badan awal 297 ± 26 kg (CV = 8,68%) digunakan dalam penelitian ini yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Untuk tujuan tersebut maka sapi tersebut dibagi menjadi dua kelompok untuk dua perlakuan pakan berupa: JK1 (diberikan pakan konsentrat sebanyak 1% dari bobot badan) dan JK2 (diberikan pakan konsentrat sebanyak 2% dari bobot badan), keduanya diberi pakan kasar berupa jerami padi terurinasi secara ad libitum pada awalnya, untuk kemudian diturunkan secara bertahap pada seminggu terakhir dengan kecepatan yang berbeda, masing-masing 1%BB untuk JK1 dan 0,5% untuk JK2. Pengambilan sampel urin untuk diteliti konsentrasi creatininnya dilakukan secara periodik selama 1 x 24 jam setiap minggu selama 3 minggu terakhir. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara keluaran creatinin di urin dengan bobot badan (r = 0,467) serta pertambahan bobot badan harian (PBBH, r = 0,784) ternak perlakuan JK2, namun ditemukan adanya hubungan negatif pada ternak dengan perlakuan JK1. Hal ini diduga diakibatkan oleh perubahan konsumsi pakan pada ternak. Kesimpulan penelitian ini adalah, creatinin dapat digunakan untuk menentukan protein tubuh dengan syarat bila konsumsi dijaga secara stabil. Kata Kunci: Creatinin, Bobot Badan, PBBH, Konsumsi Pakan, Sapi PO
PENDAHULUAN Penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keluaran creatinin dengan bobot badan, protein tubuh, dan protein karkas (WAHYUNINGTIAS, 2008). Hal tersebut menguatkan pendapat bahwa ekskresi creatinin
dalam urin berkorelasi tinggi terhadap bobot badan atau jaringan massa tubuh dalam ternak (FORBES dan BRUINING, 1976; LOFGREEN dan GARRETT, 1954), dan jumlah creatinin yang keluar setara dengan massa protein tubuh karena creatinin berhubungan dengan otot (BANERJEE, 1978). Namun, dari penelitian
145
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
tersebut tampak pula bahwa terdapat perubahan keluaran creatinin pada periode waktu tertentu, baik harian maupun jam-an. Perubahan tersebut diduga adanya pengaruh kuat dari beberapa faktor yang berhubungan dengan laju metabolisme mengingat keluaran creatinin setiap harinya menunjukkan sebagai bobot metabolisme ternak (CHEN et al., 1995). Dinyatakan juga bahwa creatinin dihasilkan dari uraian creatine phosphate yang masuk dalam otot, otak dan darah. Pemberian pakan pada ternak dengan level yang berbeda akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhannya dan juga produksinya. Hal ini kemudian akan mempengaruhi kecepatan metabolismenya yang kemungkinan besar akan mempengaruhi jumlah keluaran creatinin. Kalau hal ini terjadi, berarti keluaran creatinin yang dianggap konstan terhadap bobot badan (BANERJEE, 1978), atau protein tubuh (CHEN et al., 1995) menjadi sesuatu yang dipertanyakan dan layak untuk diteliti lebih jauh. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 ekor sapi PO umur sekitar 1,5 tahun. Pakan yang digunakan berupa jerami padi terurinasi dan konsentrat yang terdiri dari bekatul dan ampas bir. Pemberian konsentrat dibedakan menjadi dua yaitu pemberian konsentrat 1% dari BB (JK1) dan pemberian konsentrat 2% dari BB (JK2) serta jerami padi terurinasi. Konsentrat tersebut diberikan pada pukul 08.00 WIB dan 15.00 WIB, jerami padi terurinasi diberikan selang dua jam setelah pemberian konsentrat. Sisa pakan ditimbang setiap pagi hari sehingga dapat diketahui konsumsi pakan sapi. Kandungan nutrisi dari pakan ini ditunjukkan pada Tabel 1. Parameter utama yang diukur dalam penelitian ini adalah jumlah creatinin yang dikeluarkan lewat urin dalam waktu 24 jam, bobot badan, PBBH, dan konsumsi BK.
Pengambilan sampel urin dilakukan 1 x 24 jam setiap minggu pada 3 minggu terakhir dari periode penelitian. Selama 3 minggu tersebut, pakan diturunkan perlahan sebesar 1%BB untuk JK1 dan 0,5%BB untuk JK2 dengan membatasi jumlah pemberian jerami urinasi. Jumlah urin yang keluar ditimbang dan sebagian diambil sebagai sampel untuk dianalisa konsentrasi creatininnya dengan menggunakan metode Jaffe. Hubungan antara keluaran creatinin dengan pbbh, dan konsumsi pakan dievaluasi dengan melihat nilai korelasi (r) menurut HASAN (2003) sebagai berikut: 1. Nilai korelasi = 0, tidak ada korelasi 2. 0 < Nilai korelasi ≤ 0,20, korelasi sangat rendah/lemah sekali 3. 0,20 < Nilai korelasi ≤ 0,40, korelasi rendah 4. 0,40 < Nilai korelasi ≤ 0,70, korelasi yang cukup berarti 5. 0,70 < Nilai korelasi ≤ 0,90, korelasi yang tinggi atau kuat 6. 0,90 < Nilai korelasi ≤ 1,00, korelasi sangat tinggi/kuat sekali 7. Nilai korelasi = 1, korelasi sempurna HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara keluaran creatinin dengan bobot badan dan PBBH Hubungan antara jumlah creatinin (mg/hari) dengan bobot badan sapi ditunjukkan pada Gambar 1. Secara umum hubungan antara jumlah keluaran creatinin dengan bobot badan sapi PO jantan menunjukkan korelasi yang negatif dan rendah (r = -0,290). Namun, jika dilihat pada masing-masing perlakuan, maka pada perlakuan JK1 (jerami, konsentrat 1% BB) menunjukkan korelasi yang negatif dan cukup berarti (r = -0,659) akan tetapi untuk perlakuan JK2 (jerami, konsentrat 2% BB) terdapat korelasi positif dan cukup berarti (r = 0,473).
Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan penelitian Bahan pakan
BK
Kandungan nutrisi dalam 100 % BK Abu
LK
PK
SK
BETN
Jerami terurinasi
84,91
36,16
1,48
11,02
27,74
23,6
Konsentrat
86,4
13,6
1,7
13,92
15,09
55,69
146
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Gambar 1. Hubungan antara jumlah total creatinin dengan bobot badan sapi secara keseluruhan, dan masing-masing perlakuan
Korelasi yang negatif pada perlakuan JK1 menunjukkan bahwa keluaran creatinin berlawanan dengan bobot badan ternak. Bobot badan ternak yang semakin tinggi ternyata menurunkan keluaran creatinin lewat urin. Hasil ini tidak sesuai dengan beberapa penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa keluaran creatinin sebanding atau berkorelasi positif dengan bobot badan (WAHYUNINGTIAS, 2008; CULLINSON dan LAWREY, 1987; FORBES dan BRUINING, 1976). Korelasi negatif pada JK1 ini menunjukkan adanya faktor lain yang berpengaruh selain bobot badan. Faktor tersebut diduga adalah terjadinya proses katabolisme yang lebih tinggi pada sapi dengan perlakuan JK1 akibat ternak mendapat asupan pakan yang lebih sedikit dari sebelumnya. Kondisi ini menyebabkan dalam proses menjaga keseimbangan dalam tubuh maka ternak akan merombak cadangan pakan yang terdapat di dalam tubuh ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat PARAKKASI (1999) yang menyatakan bahwa bila hewan dalam keadaan kurang nutrisi, jaringan protein terdegradasi lebih cepat dibandingkan dengan proses sintesisnya. Seperti banyak dilaporkan, pakan digunakan untuk mencukupi kebutuhan pokok hidup ternak, yang jika terjadi kelebihan maka digunakan untuk pertumbuhan atau disimpan dalam bentuk lemak dan otot. Namun, jika ternak kekurangan pakan atau dalam kondisi mendapatkan asupan pakan yang lebih rendah dari biasanya dalam kurun waktu yang lama, atau jika kebutuhan pokok hidupnya tidak
terpenuhi maka cadangan tadi akan dimobilisasikan sebagai bahan bakar guna pemenuhan energi di dalam kebutuhan pokok hidup yang harus dipertahankan. Salah satu alasan yang dapat menjelaskan hal ini adalah konsumsi BK pakan seperti yang ditampilkan pada Gambar 2. Gambar tersebut menunjukkan adanya penurunan konsumsi BK yang cukup tinggi selama minggu pengukuran dan dua minggu sebelumnya pada sapi perlakuan JK1. Penurunan konsumsi ini ratarata sebesar 2,61 kg BK (29,77% BB) per minggu atau dapat dikatakan pula mengalami penurunan sebesar 31,32% dari konsumsi BK rata-rata. Penurunan pada JK2 ini hanya sebesar 1,34 kg BK (15,71% BB) atau sebesar 15,04% dari konsumsi BK rata-rata. Penurunan konsumsi pada JK1 yang hampir dua kali lipat dibanding pada JK2 ini menyebabkan proses metabolisme yang terjadi tidak maksimal sehingga ternak harus melakukan katabolisme yang lebih besar sehingga memungkinkan creatinin yang keluar lewat urin lebih besar dari kondisi normal. Korelasi positif pada perlakuan JK2 menunjukkan bahwa semakin tinggi bobot badan sapi maka jumlah total creatinin yang dikeluarkan (mg/hari) juga akan semakin tinggi. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat FORBES dan BRUINING (1976) yang menyatakan bahwa pengeluaran creatinin dalam urin berkorelasi terhadap bobot badan atau jaringan massa tubuh dalam ternak.
147
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Gambar 2. Konsumsi BK dan selisih konsumsi BK selama 2 minggu menjelang pemotongan sampai pada minggu pemotongan
Ternak dengan perlakuan JK2 tetap menunjukkan hubungan atau korelasi yang positif, hal ini dikarenakan konsumsi BK pada ternak JK2 yang juga menurun (seperti halnya pada JK1) namun, tidak terlalu tinggi sehingga diduga ternak masih dapat melakukan metabolismenya yang normal untuk keseimbangan proses tubuhnya tanpa harus melakukan proses katabolisme diluar normal. Berlangsungnya proses metabolisme yang normal dalam tubuh ternak menyebabkan creatinin yang keluar sebanding dengan proses metabolisme yang terjadi pada tubuh ternak, sesuai dengan pendapat CHEN et al. (1995).
Hubungan antara jumlah creatinin (mg/hari) dengan produksi (PBBH) sapi untuk semua ternak ditunjukkan pada Gambar 3. Secara umum hubungan antara jumlah keluaran creatinin dengan PBBH sapi PO jantan menunjukkan korelasi yang negatif dan kuat (r= -0,730), sedangkan jika dilihat masing-masing perlakuan, maka pada perlakuan JK1 menunjukkan korelasi yang negatif dan sangat kuat (r= -0,932) akan tetapi untuk perlakuan JK2 terdapat korelasi positif yang kuat (r = 0,784) antara PBBH dan keluaran creatinin.
y = -0,808x + 930,4 r = -0,730
Creatinin (mg/hari)
1400 1200 1000
y 1= -2,005x + 1007, r =- 0,932
800 600
y2 = 1,068x + 36,83 r = 0,784
00 200
All
0 -100
100
300 PBBH (g)
500
700
JK 1 JK 2
Gambar 3. Hubungan antara jumlah total creatinin (mg/hari) dengan PBBH sapi secara keseluruhan dan masing-masing perlakuan
148
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Gambar 4. Data PBBH selama 3 minggu menjelang akhir pengambilan data.
Korelasi antara PBBH dengan creatinin dapat dikatakan sejalan dengan korelasi antara bobot badan dengan creatinin. Korelasi yang negatif pada perlakuan JK1 berarti keluaran creatinin yang terekskresi lewat urin berlawanan dengan PBBH sapi PO. Seperti telah dijelaskan di depan, ternak JK1 mengalami metabolisme yang rendah dan harus melakukan proses katabolisme, sehingga creatinin yang keluar lewat urin lebih besar. Data PBBH selama 3 minggu menjelang akhir pengambilan data ditampilkan pada Gambar 4. Korelasi yang positif pada perlakuan JK2, diduga karena ternak dengan pakan konsentrat level tinggi akan mengalami metabolisme yang lebih tinggi dalam kondisi normal. Ternak perlakuan JK2 yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan protein lebih tinggi masih mengalami kecepatan pertumbuhan yang lebih cepat dan menghasilkan PBBH yang lebih tinggi, meskipun terjadi penurunan konsumsi pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh ternak, akan mengalami proses metabolisme dan dideposisi membentuk jaringan otot. Proses metabolisme tersebut akan menghasilkan creatinin yang dikeluarkan melalui urin. Hal ini sesuai pendapat CHEN et al. (1995), bahwa pengeluaran creatinin setiap harinya dalam urin tampak sebagai metabolisme bobot ternak.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari penelitian ini simpulan yang didapat adalah level konsentrat yang lebih rendah memberikan korelasi yang lebih kuat akan tetapi tidak dapat digunakan sebagai penduga protein tubuh karena terjadi anomali metabolisme pada tubuh ternak. Penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan konsumsi pakan menyebabkan perubahan hubungan keeratan antara creatinin dengan bobot badan, sehingga penggunaan creatinin untuk menentukan protein tubuh dapat dilakukan dengan syarat bila konsumsi dijaga secara stabil. DAFTAR PUSTAKA BANERJEE, G.C. 1978. Animal Nutrition. Oxford and IBH Publishing Company, New Delhi. CHEN, X.B., A.T. MEJIA, D.J. KYLE and E.R. ORKSKOV. 1995. Evaluation of the use of the purine derivative: Creatinine ratio in spot urine and plasma samples as an index of microbial protein supply in ruminants: Studies in sheep. J. Agric. Sci. 125: 137 – 143. CULLISON, A.E. and R.S. LAWREY. 1987. Feeds and Feeding. 4th Ed. A Reston Book Prentice Hall, New Jersey.
149
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
FORBES, G.B. and G.J. BRUINING. 1976. Urinary creatinine excretion and lean body mass. Am. J. Clin. Nutr. 29: 1359 – 1366. HASAN, I. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 1. Statistik Deskriptif. Edisi Kedua. PT. Bumi Aksara, Jakarta. LOFGREEN, G.P. and W.N. GARRETT. 1954. Creatinine excretion and specific gravity as related to the composition of the 9, 10, 11th rib cut of Hereford steers. J. Anim. Sci. 13: 496 – 500.
PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press, Jakarta WAHYUNINGTIAS, T. 2008. Studi Pendugan Kandungan Protein Tubuh Sapi Peranakan Ongole (PO) melalui Konsentrasi Creatinin dalam Urin. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
DISKUSI Pertanyaan: Perlakuan memberi respon perubahan bobot badan agak rendah, sehingga cukup sulit dilihat dari statistik? Melihat kadar creatinin perlu hati-hati, karena kadar creatinin tinggi dapat menjadi indikasi ada kelainan pada urinasi. Jawaban: Hubungan cratinin dengan bobot badan sangat tinggi ketika dikalkulasi pada proses metabolisme.
150