Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM DENGAN PERAKITAN VARIETAS JAGUNG TOLERAN KEKERINGAN DAN GENANGAN Roy Efendi dan Suwarti Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK Perubahan iklim global mengakibatkan pergeseran musim yang mengakibatkan kemungkinan terganggunya praktek budidaya tanaman jagung. Perakitan varietas jagung toleran kekeringan dan genangan menjadi salah satu strategi untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. Cekaman kekeringan dan genangan merupakan dampak dari perubahan iklim yang pada gilirannya akan berdampak terhadap produksi jagung. Beberapa penelitian telah dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia untuk menghasilkan galur yang akan digunakan untuk perakitan varietas jagung tahan cekaman kekeringan dan genangan. Varietas jagung hibrida yang dihasilkan dan mampu berproduksi tinggi dalam kondisi cekaman kekeringan adalah Bima 3, Bima 7, dan Bima 8. Sedangan varietas jagung komposit adalah Lamuru dan Gumarang. Hasil seleksi plasma nutfah untuk perakitan varietas jagung tahan genangan pada tahun 2013 menghasilkan 7 genotip yang terseleksi tahan cekaman genangan pada fase vegetatif. Korelasi yang nyata antara genotip tahan cekaman kekeringan dengan genotip tahan cekaman genangan membuka peluang untuk merakit varietas jagung yang multi toleran (tahan cekaman kekeringan sekaligus tahan cekaman genangan). Kata kunci: Perubahan iklim global, Jagung, Cekaman kekeringan, Cekaman genangan
PENDAHULUAN Perubahan iklim global adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia khususnya sektor pertanian. Laporan Intergovenrmental Panel on Climate Change IPCC menyatakan bahwa selama 157 tahun terakhir menunjukkan bahwa suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar 0,05 o
C/dekade. Selama 25 tahun terakhir peningkatan suhu semakin tajam, yaitu sebesar
0,18
o
C/dekade (Las et al. 2009). Peningkatan suhu secara global dikarenakan
meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi. Hasil analisis global terhadap indeks perubahan iklim, yaitu suatu indeks yang mengukur penyimpangan iklim di masa datang dibandingkan yang terjadi saat ini, yang dilakukan oleh Baettig et al. (2007) mengindikasikan bahwa nilai penyimpangan iklim di Indonesia akan meningkat pada masa mendatang sebesar 7 dan 8. Nilai tersebut 133
Roy Efendi dan Suwarti: Antisipasi Perubahan Iklim ….
menunjukkan bahwa Indonesia akan mengalami peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrim seperti banjir dan kekeringan pada masa datang. Banjir yang semakin sering terjadi menyebabkan berkurangnya luas areal panen dan turunnya produksi tanaman pangan secara siginifikan (Surmaini et al. 2008) Tiga faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim global, yang berdampak terhadap sektor pertanian adalah: 1) perubahan pola hujan, 2) meningkatnya kejadian iklim ekstrim seperti banjir (La Nina) dan kekeringan (El Nino), dan 3) peningkatan suhu udara dan permukaan air laut (Salinger 2005). Salah satu sektor yang paling terpengaruh dengan perubahan iklim adalah sektor pertanian, terutama subsektor tanaman pangan. Hal ini karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman, terutama kelebihan dan kekurangan air. Secara teknis, kerentanan sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta varietas tanaman (Las et al. 2009)
Dampak Perubahan Iklim Peningkatan suhu udara global selama 100 tahun terakhir rata-rata 0,57°C (Runtunuwu dan Kondoh 2008). Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan transpirasi yang selanjutnya menurunkan produktivitas tanaman pangan (Las et al. 2009), meningkatkan konsumsi air,
menurunkan mutu hasil, dan
mendorong berkembangnya hama penyakit tanaman. Berdasarkan hasil simulasi tanaman, kenaikan suhu sampai 2°C di daerah dataran rendah dapat menurunkan produksi sampai 40%, sedangkan di dataran sedang dan tinggi penurunan produksi sekitar 20% (Surmaini et al. 2008). Hasil penelitian Peng et al. (2004), setiap kenaikan suhu minimal 1°C akan menurunkan hasil tanaman padi sebesar 10%. Matthews et al. (1997) menunjukkan bahwa kenaikan suhu 1°C akan menurunkan produksi 5−7%. Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya pembentukan sink, lebih pendeknya periode pertumbuhan, dan meningkatnya respirasi (Matthews and Wassman 2003) Dampak perubahan iklim terhadap produktivitas (hasil panen) tanaman ternyata sangat bervariasi antar daerah. Hal ini terjadi karena produktivitas tidak saja dipengaruhi oleh perubahan iklim tersebut, tetapi juga oleh faktor lain seperti ketersediaan pupuk dan pestisida tepat waktu, atau sarana irigasi yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal (Handoko et al. 2008).
134
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Tabel 2. Perkiraan penurunan hasil jagung pada tahun 2050 akibat peningkatan laju respirasi tanaman yang disebabkan oleh kenaikan suhu Provinsi Bali Jawa Timur Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Barat Banten Pulau lainnya Rata-rata
Hasil panen 2006 ton/ha 2,8 3,7 3,7 3,2 5,0 3,0 3,2 3,5
Kenaikan suhu menjelang 2050 (oC) 0,0 0,0 3,2 2,9 1,6 0,0 1,8
Penurunan hasil panen 2050 ton/ha (%) 0,0 0,0 0,0 0,0 -0,7 -19,9 -0,6 -18,2 -0,5 -10,5 0,0 0,0 -0,4 -11,7
Sumber: Handoko et al. (2008)
Kekeringan
pada
tanaman
jagung
menyebabkan
penutupan
stomata,
penggulungan, senenscence daun, dan degradasi klorofil. Penggulungan daun disebabkan oleh rendahnya turgiditas sel daun dengan potensial air daun tanaman mencapai -1.5 MPa. Kekeringan juga dapat menyebabkan pertumbuhan luas daun, tinggi dan batang menjadi menurun serta organ reproduktif yang terbentuk lebih kecil dari ukuran normal. Kekeringan yang terjadi pada masa generatif akan mempercepat waktu panen dan kualitas biji menjadi rendah (Bänzinger et al. 2000). Seleksi kekeringan jagung berdasarkan prosedur CIMMYT dengan perlakuan cekaman kekeringan saat fase pembungaan atau fase pengisian biji, hasilnya menurun sekitar 30 - 60% dari hasil pada kondisi optimum. Jika tanaman mengalami kekeringan pada fase pembungaan sampai masak fisiologis, hasilnya 15 - 30% dari hasil pada kondisi optimum, sedangkan kekeringan pada masa vegetatif tidak berakibat langsung terhadap hasil (Bänzinger et al. 2000). Sebagian besar wilayah Asia Tenggara mengalami perubahan pola hujan yang tidak teratur karena efek pemanasan bumi (Zaidi et al. 2004). Di Indonesia budidaya sebagian besar dilakukan setelah tanam padi pada akhir musim hujan (April-Juni) sehingga masih mendapatkan curah hujan yang cukup untuk pertumbuhan awal, namun pergeseran iklim yang menyebabkan curah hujan tinggi meningkatkan resiko tergenangnya pertanaman jagung pada fase vegetatif, sehingga dapat mengakibatkan penurunan produksi. Genangan air mengakibatkan kondisi anaerobik pada perakaran tanaman, sehingga mengakibatkan menurunnya pertukaran gas antara tanah dan udara. Hal ini berdampak pada ketersediaan O2 bagi akar tanaman menjadi sangat. Akibat
135
Roy Efendi dan Suwarti: Antisipasi Perubahan Iklim ….
terbatasnya ketersediaan O2 pada sekitar perakaran tanaman jagung meyebabkan tidak stabilnya transpor hara dan air menuju jaringan daun. Proses tersebut dapat menurunkan potensial air daun yang mengakibatkan menutupnya stomata sehingga menimbulkan wilting pada tanaman (Bardford and Yang, 1981) dan pada akhirnya menurunkan hasil.
STRATEGI MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM: PERAKITAN VARIETAS JAGUNG TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN DAN GENANGAN Ketersedian Plasma Nutfah Plasma
nutfah
tanaman
jagung
merupakan
faktor
terpenting
dalam
menghasilkan varietas unggul. Keragaman yang tinggi menyebabkan ketersediaan sumber gen yang makin banyak dalam merakit varietas sesuai dengan kebutuhan pengguna. Keunggulan yang dimiliki varietas lokal seperti ketahanan terhadap cekaman biotis dan abiotis adalah aset seorang pemulia dalam bekerja sehingga perlu dilindungi dari kepunahan. Sifat-sifat unik/karakter tanaman sangat diperlukan para pemulia, karakterisasi dan evaluasi dilakukan guna mengetahui sifat dan manfaat plasma nutfah sehingga diketahui potensi dan sifat-sifat yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan. Oleh karena itu untuk mendapatkan varietas serealia, utamanya jagung yang spesifik sesuai keinginan pengguna diperlukan dukungan ketersediaan plasma nutfah yang informatif diantaranya melalui penelitian karakterisasi sifat agronomik, nutrisi dan lain lain. Evaluasi sifat khusus seperti kekeringan dan genangan perlu diupayakan karena pembentukan varietas jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia pada tahun 2012 telah memiliki 643 aksesi plasma nutfah jagung yang diperoleh dari eksplorasi maupun introduksi dari luar negri (Balitsereal 2012). Beberapa aksesi plasma nutfah jagung telah di evaluasi toleransinya pada kondisi cekaman kekeringan dan genangan. Hasil evaluasi 98 aksesi plasma nutfah pada kondisi genangan menghasilkan 7 aksesi yang toleran cekaman genangan pada vase vegetatif. Pen Busi, Pen Koto, Puket Putih 0636, Leleh Merah 0678, Lokal Dalle 0773, Jalating Mayung 0799, dan Lokal Bengkale 0794 merupakan aksesi-aksesi yang telah teruji toleran terhadap cekaman genangan. Hasil penelitian Efendi and Azrai (2010) menyatakan bahwa galur MR 14, DTPY-F46-3-9-nB, dan G18 Seq C2-nB merupakan galur yang medium toleran cekaman kekeringan.
136
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Varietas Jagung Toleran Cekaman kekeringan Sumber genetik dari plasma nuftah berperan penting dalam program pemuliaan. Paliwal (2000) menyatakan bahwa faktor terpenting dalam pembentukan hibrida adalah pemilihan plasma nutfah pembentuk populasi dasar yang akan menentukan tersedianya tetua unggul. Beberapa galur seperti MR 14 yang telah diketahui memiliki daya gabung umum dan medium toleran cekaman kekeringan digunakan sebagai tetua jantan dari jagung hibrida yang dirakit di Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Tabel 2. Varietas jagung hibrida dan komposit toleran kekeringan. Varietas Hibrida Bima 3
Tetua
Umur
Potensi hasil
Nei 9008 x MR 14
56 hst silking, masak fisiologis 100 hst
10 t/ha
Bima 7
Gj11xGj15
47 hst silking, masak fisiologis 89 hst
12 t/ha
Bima 8
CML252 x GJ 15
50 hst silking, masak fisiologis 90 hst
11.7 t/ha
3 Galur GK, 5 galur SWT, GM4, GM 12, GM 15, GM 11, dan SW 3 Disusun dari 20 galur SW2
55 hst silking, masak fisiologis 95 hst
7.5 t/ha
50 hst silking, masak fisiologis 82 hst
8 t/ha
Komposit Lamuru
Gumarang
Sumber :Balisereal (2013)
Hasil penelitian
Suwardi and Azrai (2013) menunjukkan calon hibrida hasil
persilangan CY 2 x MR 14 memiliki produksi tinggi baik pada kondisi pemberian air optimum (10 t/ha) dan cekaman kekeringan (8 t/ha). Calon hibrida tersebut tergolong medium toleran cekaman kekeringan.
137
Roy Efendi dan Suwarti: Antisipasi Perubahan Iklim ….
Tabel 3. Produksi beberapa calon varietas jagung hibrida dengan menggunakan tetua MR 14 (medium toleran cekaman kekeringan) Hbirida CY 2/MR 14 CY 7/MR 14 CY 10/MR 14 CY 12/MR 14 CY 15/MR 14 CY 16/MR 14 CY 2/NEI 9008 P CY 7/NEI 9008 P CY 10/NEI 9008 P CY 12/NEI 9008 P CY 15/NEI 9008 P CY 16/NEI 9008 P Bima 11 DK 979 NK 33
Hasil (t/ha) pada kondisi Air optimum Kekeringan 9,96 7,88 8,67 6,29 10,04 6,0 7,43 4,48 8,92 7,43 8,62 5,04 9,40 6,41 8,75 6,11 9,31 6,41 7,21 4,80 9,72 6,39 8,27 5,33 7,79 4,83 8,33 6,63 9,51 6,16
Indeks sensitivitas 0,66 0,87 1,27 1,26 0,53 1,32 1,01 0,96 0,99 1,03 1,09 1,13 1,20 0,65 1,12
AT AT P P AT P P AT AT P P P P AT P
Keterangan : AT = agak toleran dan P = peka Sumber: Suwardi dan Azrai, 2013
Varietas Jagung Toleran Genangan Budidaya jagung di Indonesia umumnya dilakukan setelah padi yaitu pada akhir musim hujan (April-Juni) yang diharapakan masih mendapatkan curah hujan yang cukup untuk pertumbuhan awal, akan tetapi pergeseran iklim yang menyebabkan curah hujan tinggi meningkatkan resiko tergenangnya pertanaman jagung yang mengakibatkan penurunan produksi. Program pemuliaan tanaman jagung di Indonesia untuk menghasilkan genotip toleran genangan merupakan hal penting dilakukan untuk menanggapi perubahan iklim yang dapat mengakibatkan resiko tergenangnya tanaman. Balai Penelitian Tanaman Serealia sedang melakukan program pemuliaan yang bertujuan merakit varietas jagung toleran cekaman genangan. Seleksi genotip jagung toleran cekaman genangan dilakukan melalui dua fase pertumbuhan yaitu seleksi awal pada fase germinasi hingga 20 hst pada skala green house, dan seleksi tingkat lanjut pada fase knee high (6-7hst). Jagung yang tercekam genangan akan mengalami defisit oksigen yang mengakibatkan gangguan metabolism menurunkan
penambatan
dan
reduksi
nitrogen,
pada
taraf
cekaman
yang
menyebabkan perubahan nyata aktivitas enzim, pembelahan sel juga dihambat, stomata mulai menutup yang menyebabkan penurunan transpirasi dan fotosintesis (Salisbury dan Ross 1995) dan berimbas pada penurunan kualitas pertumbuhan bahkan kematian. Pada beberapa genotip yang toleran, mekanisme fisiologis dan morfologis merupakan reaksi adaptif untuk tetap bertahan pad kondisi tergenang. Hasil
138
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
penelitian Saab and Martin (1996), menemukan bahwa pada saat tergenang mRNA 1005 berakumulasi di perakaran tanaman jagung yang dikode pada homolog dari enzim XET (xyloglucan endo translycosylase); sebuah enzim peluruh dinding putatif yang aktif selama masa perkecambahan, ekspansi perkembangan dan pelunakan buah. Secara morfologis, pengembangan akar adventif (akar udara) merupakan reaksi adaptasi untuk tetap mendapatkan pasokan oksigen dari atmosfir. Kemajuan penelitian tanaman jagung toleran cekaman genangan telah menghasilkan generasi S4 pada tahun 2012 yang akan di evaluasi lebih lanjut untuk menghasilkan varietas jagung toleran cekaman genangan air.
PELUANG PERAKITAN VARIETAS JAGUNG TOLERAN MULTI CEKAMAN (CEKAMAN KEKERINGAN DAN GENANGAN) Pada akhir musim hujan beberapa lahan pertanaman jagung mengalami genangan pada fase pertumbuhan vegetatif akibat perubahan atau pergesaran pola hujan dan pada saat musim yang sama pada fase pembungaan sampai pengisian biji mengalami cekaman kekeringan. Hal tersebut mengakibatkan tanaman jagung mengalami multi cekaman yaitu cekaman genangan pada fase vegetative dan kekeringan pada fase generatif. Sehingga kedepan perlu pengambangan jagung yang adaptif pada multi cekaman. Hasil penelitian (Zaidi et al. 2008) menyatakan bahwa 58,7% galur toleran cekaman kekeringan mampu beradaptasi pada kondisi cekaman genangan (Gambar 1). Namun sebaliknya bahwa galur toleran genangan hanya 28,8% yang toleran cekaman kekeringan (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa ada peluang yang besar bahwa galur atau varietas yang toleran cekaman kekeringan berpeluang adaptif pada kondisi cekaman genangan. Sehingga ada peluang yang besar untuk merakit jagung multi toleran yaitu cekaman kekeringan dan genangan.
139
Hasil (t/ha) pada cekaman kekeringan
Roy Efendi dan Suwarti: Antisipasi Perubahan Iklim ….
Galur toleran kekeringan
Hasil (t/ha) pada cekaman genangan
Hasil (t/ha) pada cekaman kekeringan
Gambar 1. Hubungan produksi jagung galur yang toleran cekaman kekeringan pada kondisi tercekam genangan.
Galur toleran genangan
Hasil (t/ha) pada cekaman genangan
Gambar 2. Hubungan produksi jagung galur yang toleran genangan pada kondisi cekaman kekeringan
Hasil penelitian Suwarti et al. (2013) yang mengevaluasi toleransi varietas hibrida Bima 3 pada kondisi cekaman genangan menunjukkan bahwa Bima 3 agak toleran cekaman genangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hibrida Bima 3 multi toleran baik pada kondisi cekaman kekeringan dan genangan.
KESIMPULAN Perubahan iklim sangat berdampak pada sektor pertanian terutama pada tanaman pangan khususnya jagung. Hasil jagung akan menurun karena kenaikan suhu, pola curhan hujan yang berubah sehingga tanaman akan mengalami cekaman
140
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
kekeringan atau genangan. Akibat pola hujan yang berubah tanaman jagung dapat mengalami multi cekaman pada periode hidupnya yaitu cekaman genangan dan kekeringan. Strategi mengantisipasi perumahan iklim dalam budidaya jagung salah satunya adalah merakit varietas jagung yang toleran cekaman kekeringan dan genangan dimana produksinya masih menguntungkan walaupun telah mengalami cekaman kekeringan atau genangan. Keragaman plasma nutfah jagung yang telah dimiliki Balai Penelitian Tanaman Serealia memiliki peluang besar untuk merakit jagung yang multi toleran yaitu toleran cekaman genangan dan kekeringan.
DAFTAR PUSTAKA Baettig M.B., Wild M., Imboden D.M. (2007) A climate change index: where climate change may be most prominent in the 21st century. Geophys. Res. Lett. 34(6). Balisereal. (2013) Data Base Varietas Jagung, Balai Penelitian Tanaman Serealia, Balitsereal. diakses 13 Feb 2014. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/ index.php?option=com_ content&view=category&id=44:database-varietasjagung&Itemid=92&layout=default Balitsereal. (2012) Highlight Balai Penelitian Tanaman Serealia, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. pp. 51. Bänzinger M., Edmeades G.O., Beck D., Bellon M. (2000) Breeding for Drought and Nitrogen Stress Tolerance in Maize: From Theory to Practice, CIMMYT., Mexico, D.F. pp. 68. Efendi R., Azrai M. (2010) Tanggap genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan: peranan akar. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 29(1):1-10. Handoko I., Sugiarto Y., Syaukat Y. (2008) Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis :Telaah kebijakan independen dalam bidang perdagangan dan pembangunan. , SEAMEO BIOTROP for Kemitraan partnership. Las I., Surmaini E., Ruskandar A. (2009) Antisipasi Perubahan Iklim: Inovasi Teknologi dan Arah Penelitian Padi di Indonesia. , Prosiding Seminar Nasional Padi 2008. , Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Balitbang Pertanian. Departemen Pertanian. . pp. 55-72. Matthews R.B., Kropff M.J., Horie T., Bachelet D. (1997) Simulating the impact of climate change on rice production in Asia and evaluating options for adoption. . Agric. Syst. 54:399−425. Matthews R.B., Wassman R. (2003) Modelling the impact of climate change and methane reduction on rice production: A review. . Eur. J. Agron. 19:573−598. Peng S., Huang J., Sheelhy J.E., Laza R.C., Visperas R.M., Zhong X., Centeno G.S., Khush G.S., Cassman K.G. (2004) Rice yields decline with higher night temperature from global warming. Proc. Natl. Acad. Sci. 101:9971−9975. 141
Roy Efendi dan Suwarti: Antisipasi Perubahan Iklim ….
Saab I.N., and Martin M. Sachs. (1996) Flooding-induced Xyloglucan Endotransglycosylase Homolog in Maize is Responsive to Ethylene and Associated with Aerenchyma. Plant Physiol. 112:385-391. Salinger M.J. ( 2005) Climate variability and change: past, present, and future over view. Climate Change 70:9−29. Salisbury F.B., Ross C.W. (1995) Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Terjemahan D. R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB Bandung. Surmaini E., Rakman, Boer R. (2008) Dampak perubahan iklim terhadap produksi padi: Studi kasus pada daerah dengan tiga ketinggian berbeda. Prosiding Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Per¬tanian. Balai Besar Penelitian dan Pengem¬bangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Suwardi, Azrai M. (2013) Pengaruh cekaman kekeringan genotipe jagung terhadap karakter hasil dan komponen hasil, Seminar Nasional Serealia.Meningkatkan Peran Penelitian Serealia Menuju Pertanian Berkelanjutan Bioindustri, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi selatan. pp. 149-157. Suwarti, Efendi R., Azrai M., Thahir N. (2013) Pertumbuhan, hasil dan indeks sensitivitas tanaman jagung terhadap cekaman genangan air, Seminar Nasional Serealia.Meningkatkan Peran Penelitian Serealia Menuju Pertanian Berkelanjutan Bioindustri, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan. pp. 181-192. Zaidi P.H., Yadav M., Singh D.K., Singh R.P. (2008) Relationship between drought and excess moisture tolerance in tropical maize (Zea mays L.). Australian Journal of Crop Science 1(3):78-96
142