Antisipasi Liberalisasi Jasa Profesi Akuntan Syahelmi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara I. RUANG LINGKUP BIDANG JASA Bidang jasa (service sector) menurut WTO (dokumen MTN.GNS/W/120) terdiri dari 12 (dua belas) sektor (termasuk sektor lain -lain/others) dan mencakup lebih dari 150 (seratus lima puluh) sub-sektor. Sedang PBB (Statistical Office, Department of International Economic and Social Affairs) dengan CPC (Central Product Classification) merinci bidang Jasa menjadi lebih dan 600 (enam ratus) subclass dan mencakup M divisi (division). Sektor menurut rincian WTO dimaksud adalah : 1. Business Services 2. Communication service 3. Construction And related Engineering Service 4. Distribution Services 5. Education Services 6. Environmental Services 7. Financial Services 8. Health Related and Social Services 9. Tourism And Travel Related Services 10. Recreational, Cultural And sporting Service 11. Transport Service 12. Others Services Not include Elsewhere Daftar tersebut di atas serta yang dibuat PBB menunjukkan betapa luasnya bidang jasa. Dalam kaitan ini juga dapat diketahui betapa banyaknya instansi yang terkait dalam penanganan bidang jasa. Dari daftar yang dibuat oleh WTO jasa akuntansi termasuk dalam Business Services bersama-sama dengan jasa hukum (legal services) dan jasa profesi lainnya diklasifikasikan sebagai kedalam Professional Services Gasa profesi sedangkan dalam daftar yang dibuat oleh PBB jasa akuntansi termasuk dalam divisi 86 yang terdiri dari Legal, Accounting, Auditing and Book-Keeping Services, Taxation Services, Market Research and Public Opinion Polling services, Management and Consulting Services, Architectural, Engineering and Other Technical Services, Untuk jelasnya terlampir daftar jasa akuntansi menurut versi WTO dan PBB. II. SITUASI YANG DIHADAPI Sebagai konsekuensi keanggotaan Indonesia dalam General Agreement on Trade in Services (GATS),APEC dan ASEAN Frame Agreement in Service (AFAS) Indonesia berkewajiban memenuhi segala ketentuan dan mempunyai hak yang timbul dari perjanjian-perjanjian dimaksud. Beberapa kewajiban yang harus dipenuhi antara lain adalah :
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
1
1 . Dalam Rangka WTO a. Notifikasi semua perumusan professional qualification requirement (PQR) dan economic need test (ENT) sebagaimana disebut dalam Schedule of Specific Commitment Indonesia (SC). Perumusan kedua hal diatas tidak mungkin dilakukan tanpa kerjasama antara pemerintah den dunia usaha, Sampai seat ini, 2 tahun sejak berlakunya GATS, Indonesia belum menyampaikan perumusan PQR den ENT kepada Sekretariat WTO Akibat hukum dari keterlambatan penyampaian rumusan dimaksud adalah Indonesia tidak dapat menolak kehadiran perusahaan dan atau seseorang yang mengaku sebagai ahli (expert) untuk suatu jasa yang dilayankan bagi sektor/subsektor yang tercantum dalam SC. b. Notifikasi semua katentuan tentang pengakuan (recognition) terhadap pendidikan atau pengalaman, ijin sertifikat yang diperoleh dan atau diberikan oleh negara lain, baik yang didasarkan pada perjanjian bilateral maupun persetujuan lainnya. c. Pendirian/pembentukan enquiry point(s) sektor jasa. d. Turut serta dalam perundingan/negoisasi lanjutan untuk serous sektor yang akan diadakan selambat-lambatnya lima tahun sejak berlakunya GATS.Jadi perundingan akan dimulai lagi paling lambat tanggal 1 Januari 2000 (Pasal XIX ayat (1) GATS). Dalam perundingan yang akan datang Indonesia akan menghadapi tekanan untuk melakukan Broadening and deepening dari SC yang telah dibuat. Dapat dipastikan negara mitra runding utama akan mengulang lagi serta menekan lebih keras agar Indonesia mencantumkan sektor /subsektor jasa akuntansi kedalam SC. e. Sektor yang sudah dimasukkan kedalam SC adalah jasa telekomunikasi, industri (termasuk konstruksi), pariwisata, angkutan laut, dan keuangan. Catatan : Dalam Sc yang sudah dimasukkan ke WTO/GATS diterapkan strategi komitment akses pasar lebih sempit dibandingkan dengan ketentuan yang beraku dewasa ini. f. Negoisasi dilakukan cesara berkelanjutan untuk semua sektor, perundingan tahap berikut akan dimulai lagi selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 1999/ 1 Januari 2000 (Pasal XIX ayat (1) GATS). 2. Dalam Rangka APEC Berdasarkan Osaka Action Agenda, Part One, Section C, butir 3 ditegaskan bahwa satiap anggota akan memperluas komitmentnya dalam GATS. Dengan demikian RAI Indonesia mencakup 5 sektor yang telah dicantumkan dalam SC ditambah dengan peningkatan di sektor telekomunikasi, pariwisata, angkutan laut serta penambahan di sektor angkutan udara dan energi. Tidak seperti dalam forum GATS, dalam forum APEC tidak dilakukan negoisasi tetapi setiap anggota diwajibkan menyusun Individual Actions Pian/lAP (Rencana Aksi Individual/RAI) dan Collective Actions Plan/CAP (Rencana Aksi Kolektif/RAK). Setiap anggota tidak mengajukan request kepada anggota lain tetapi mereka berhak untuk menyampaikan remark terhadap RAI anggota lain dalam forum konsultasi bilateral. Indonesia telah menyusun dan menyampaikan RAI dan RAK di bidang jasa meskipun proses penyusunannya berlangsung sangat lamban. Seperti halnya dalam menyusun SC peranan dan masukan dari dunia usaha dan asosiasi (usaha dan profesi) sangat dibutuhkan karena dunia dan asosiasi yang lebih tahu kebutuhan, kekuatan dan kelemahan sektor masing-masing. Dalam pertemuan-pertemuan konsultasi
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
2
yang telah dilakukan selama ini beberapa anggota telah menanyakan kemungkinan Indonesia untuk mencantumkan rencana pembukuan akses pasar dan perlakuan nasional. Bagi pemasok jasa dan/atau jasa yang berasal dan anggota lain di sektor/subsektor yang belum dicakup dalam RAI Indonesia. Permintaan ini juga disampaikan oleh anggota ekonomi maju kepada anggota ekonomi berkembang lainnya. Upaya pembukaan akses pasar dan penerapan perlakuan nasional pada saat ini dilakukan pula dengan penyusunan draft kesepakatan untuk melakukan early voluntary sectoral liberalization (EVSL). Dapat diprakirakan apabila draft ini disepakati maka akan menjadi salah satu agenda rencana aksi yang diharapkan semua anggota APEC akan melakukan liberalisasi secara sukarela suatu sektor/subsektor mendahului sektor/subsektor lainnya. 3. Dalam Rangka AFAS Sesuai dengan tujuan AFAS negara anggota ASEAN akan saling menyampaikan SC melebihi (beyond) dari yang telah dibuat untuk WTO/GATS. Pengertian melebihi adalah baik secara cakupan (coverage) yaitu dengan menambah sektor/subsektor/kegiatan maupun tingkat liberalnya (depth) dari komitmen yang dibuat. Untuk itu Deklarasi Bangkok 1995 menetapkan sektor/subsektor yang harus dicantumkan kedalam SC yaitu jasa keuangan, telekomunikasi, pariwisata. angkutan laut, angkutan udara konstruksi dan bisnis. Jasa bisnis menurut WTO (dokumen MTN.GNS./W/120) dan PBB (Central Product Classification/CPC) mencakup antara lain jasa hukum (legal services) dan jasa akuntansi (accounting and auditing services) Sejak tahun 1996 perundingan berjalan sangat lamban bahkan untuk sektor jasa keuangan tidak dilakukan perundingan (negosiasi) sampai saat ini. Negosiasi jasa keuangan baru akan dilakukan pada tahun 1998 karena menunggu selesainya perundingan di WTO sehingga setiap negara anggota ASEAN dapat menyusun SC sesuai dengan tujuan AFAS yaitu melebihi SC-GATS. Sedangkan kelambanan proses perundingan di sektor lainnya menunjukkan bahwa sebenarnya ada keengganan dari negara-negara anggota untuk melakukan liberalisasi melebihi yang dilakukan dalam rangka GATS. Dalam mengupayakan mempercepat proses perundingan telah pernah dicoba untuk memakai pendekatan lain yaitu dengan menyusun suatu guidelines negosiasi yang berbeda dengan praktek yang dijalani selama ini. Namun demikian draft guidelines dimaksud mentah lagi karena mengandung banyak elamen yang tidak konsisten dengan AFAS dan Deklarasi Bangkok 1995 harus diakhiri pada bulan Desember 1998, oleh karena itu perlu segera dipikirkan langkah-langkahyang akan diambil dalam mempersiapkan diri baik dalam penyusunan strategi perundingan maupun penyusunan SC sektor/subsektor jasa akuntansi.
III. PERUNDINGAN SEKTOR JASA AKUNTANSI 1. Dalam Rangka WTO Jasa Akuntansi sebagai salah satu subsektor atau sub divisi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bidang jasa sebagai materi perundingan dalam putaran Uruguay (Uruguay Round) dan merupakan salah satu new issues disamping TRlPs dan TRIM. Secara resmi perundingan bidang jasa bersama bidang lainnya telah diakhiri pada bulan Desember 1993 dan disahkan dalam Pertemuan/Konprensi Tingkat Menteri (Ministerial
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
3
Conference) di Marakesh, Maroko pada bulan April 1994. Namun demikian ada beberapa sektor jasa yang dilanjutkan perundingannya yaitu : 1. Jasa telekomunikasi dasar (basic telecommunications services) 2. Jasa angkutan laut (maritime transport services) 3. Jasa keuangan (financial services) 4. Perpindahan/mobilitas manusia (Movement of Natural Persons); dan 5. Jasa Profesi (Professional services)
Perundingan untuk ke 5 sektor jasa diatas telah diakhiri kecuali jasa protesi yang pada waktu itu masih berlangsung. Sesuai dengan Decision on Professional Services maka dibentuk Working Party on Professional Services (WPPS) untuk menyusun disiplin (multilateral disciplin). Disiplin dimaksud dibuat agar supaya hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan kualifikasi dan tatacara, standar teknis dan persyaratan perijinan di sektor jasa profesi tidak akan menjadi hambatan perdagangan atau pasokan (supply) jasa protesi. Dalam Decision dimaksud ditetapkan pula jasa akuntansi sebagai materi pertama yang harus diselesaikan oleh WPPS. penetapan jasa akuntansi sebagai prioritas diambil pada perundingan pada bulan Desember 1993. penyusunan disiplin dimaksud adalah merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal VI paragrap 4 GATS tentang Domestic Regulation. Pasal VI ayat (4) GATS secara lengkap berbunyi : " With a view to ensuring that measures relating to quallification requirments and procedure technical standards and licencing requirements do not constitute unnecessary barries to trade in service, the Council for Trade in Services shall chrough approprote bodies it may establish, develop any necessary disciplines. Such disciplines shall aim to ensure that such requirements are, inter alia: a. based on objective and transparent criteria, such as competence and ability to supply the service. b. notmore burdersome than necessary to ensure the quality of the service . c. in tbe case of licencing procedures, not in themselves a restriction on the supply of the service. Dalam melaksanakan tugasnya WPPS telah mengadakan perundingan secara berkelanjutan dengan menitikberatkan pembahasan pada draft Disciplines on Domestic Hegulation In the Accounting Sector. Draft disusun oleh Sekretariat WTO serta disempurnakan dengan hasil pembahasan serta komentar.Tanggapan dan usul dari para anggota, Draft dimaksudkan terdiri dari: 1. Objectives 2. General Provizions 3. Transparency 4. Licencing Requirements 5. Licencing Procedures 6. Qualification Requirements 7. Qualification Procedures 8. Technical Standards
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
4
9. Definitions Dalam hubungan dengan draft Disciplines dimaksud dan tekanan beberapa negera maju agar Indonesia membuka pasar dan memberi perlakuan nasional bagi pemasok jasa dan /atau jasa akuntansi yang berasal dari negara anggota WTO lainnya, kita perlu memberi perhatian yang lebih besar yaitu perlu menyusun langkah dan strategi menghadapi perundingan yang akan datang. Untuk itu juga perlu diantisipasi kedudukan hukum dari Discliplines apakah akan menjadi kewajiban umum atau kewajiban khusus. Kewajiban umum berlaku untuk semua negara anggota sedang kewajiban khusus adalah kewajiban bagi negara yang mencantumkan sector/subsektor juga akuntansi dalam SCnya. Menghadapi perundingan yang akan datang kita perlu memberi perhatian karena hasil perundingan akan berkaitan dengan peraturan dan kebijakan Indonesia dalam perijinan, persyaratan kualffikasi, dan standar teknis. Berkaitan dengan draft Disciplines pada waktu ini masih ada beberapa hal perlu dibahas dan diputuskan dalam sidang WPPS yang akan datang yaitu mengenai kedudukan hukum serta tatacara berlakunya. a. Kedudukan Hukum Disciplines Ada beberapa pandangan yang diajukan dalam hal ini yaitu satu pihak mengusulkan agar Disciplines merupakan annex dari GATS seperti yang terjadi untuk sektor jasa telekomunikasi. Dengan kedudukan seperti itu maka Disciplines merupakan ketentuan tambahan dari GATS. Namun demikian hal inipun masih perlu dibahas dan ditetapkan lebih lanjut apakah akan berlaku secara umum sehingga berlaku baik bagi negara yang mencantumkan jasa akuntansi dalam SC-nya maupun bagi yang tidak mencantumkannya. Atau apakah kewajiban penerapan Disciplines hanya bagi negara anggota yang mencantumkan sektor/subsektor jasa akuntansi dalam SC-nya. Pihak lain mengusulkan agar Disciplines sebaiknya mempunyai kedudukan sebagai referance paper seperti yang telah pernah dilakukan untuk sektor/subsektor jasa telekomunikasi dasar. Apabila posisi ini yang disepakati maka kewajiban hanya akan berlaku bagi negara anggota vans membuat commitment dan/atau additional commitments berdasarkan Pasal XVIII GATS (negosiasi tentang hal-hal yang tidak diatur Pasal XVI atau XVII, termasuk kualifikasi, standar atau perizinan). b. Tatacara Berlakunya Disciplines (i) Apabila disiplines berkedudukan hukum sebagai annex dari GATS maka sesuai dengan Pasal X Marrakesh Agreement Establishing the WTO (MAEWTO) setiap amandemen terhadap ketentuan perjanjian ini atau perjanjian multilateral yang menjadi annex dari perjanjian dapat diiakukan dengan keputusan Ministerial Conference atas usul dari Council for Trade in Services (CTS) yang bertindak atas nama General Council. Oleh karena itu usul amandemen akan diajukan oleh WPPS kepada CTS setelah disepakti dalam sidang yang akan datang. Pasal X ayat(1) MAEWTO antara lain berbunyi : "Any Member of tbe WTO may initiate a proposal to amend the provisions of this Agreement or Multilateral Trade Agreements in Annex 1 by submitting such proposal to the Ministeral Conference. The Councils listed in paragraph 5 of Article IV may also submit to the Ministeral Conference proposal to amend tbe provisions of the
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
5
corresponding Multilateral Trade Agreement in Annex / tbe functioning of which they oversee.................................... Khusus untuk Annex GATS saat berlakunya disciplines adalah setelah dinyatakan diterima (has been accepted) oleh duapertiga (2/3) anggota WTO. Pernyataan menerima oleh anggota dilakukan dengan menyerahkan surat pernyataan menerima (letter of acceptence) kepada Sekretariat WTO. Sedangkan proses hukum dimasingmasing negara anggota tergantung dari sistem hukum nasional masing-masing (memerlukan ratifikasi atau tidak). Menurut pengalaman, pernyataan berlaku amandemen SC jasa keuangan yang merupakan Appendix dari GATS dilakukan dengan penyerahan surat pernyataan menerima oleh Pemerintah Republik Indonesia setelah dilakukan ratifikasi terhadap perangkat hukum yang memberlakukan amandemen dalam hal ini the second Protocol to the-GATS. Dasar pertimbangan ratifikasi dimaksud adalah karena SC baru menggantikan selama yang telah diratifikasi oleh Indonesia dan karenanya tidak cukup apabila hanya diberlakukan dengan pernyataan menerima. Karena Disciplines akan menambah kewajiban Indonesia dan oleh karenanya merupakan tambahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 maka diperlukan ratffikasi untuk memberlakukannya. (ii). Apabila Disclipnes berkedudukan sebagai Reference Paper maka hanya akan mengikat kepada negara anggota yang mencantumkan atau membuat komitment atau komitment tambahan untuk sektor/subsektor jasa akuntansi. Sebagai reference paper maka negara anggota dimaksud dapat menerapkan Disciplines secara keseluruhan atau hanya sebagian. Dengan demikian reference paper dapat berlaku bagi negara anggota : Jika mencantumkan sektor/subsektor jasa akuntansi dalam SC. Jika membuat komitment tambahan dalam sektor/subsektor jasa akuntansi. Jika memberlakukan baik sebagian atau seluruh Disclipnes 2. Dalam Rangka APEC Perundingan bidang jasa dilakukan dalam forum Senior Office Meeting (SOM) dan Committee on Economic Cooperation (EC) untuk kerjasama teknis dan ekonomi (ecotech) dan Group on Services (GOS) untuk membahas jasa secara umum dan luas. Dalam rangka liberalisasi dan fasilitas setiap anggota APEC wajib menyampaikan Rencana Aksi /Individual RAI (Individual Action Plan/CAP) dan Rencana. Aksi Kolektif/RAK (Collective Actions Plan/CAP). Pada dasarnya anggota APEC telah sepakat untuk melakukan liberatisasi perdagangan jaga melebihi dari apa yang dikomitkan anggota yang bersangkutan di WTO. Dan Agenda Aksi Osaka (Osaka Action Agenda) yang merupakan implementasi dari Deklarasi Bogor (Bogor Declaration) setiap RAI dan RAK bidang jasa harus mencakup sekurang-kurangnya sektor telekomunikasi, transportasi, pariwisata, dan energi (energy). Agenda Aksi Osaka untuk bidang jasa ditetapkan :
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
6
APEC economies will achieve free and open trade and investment in the Asia Pasific region by : a. progressively reducing restrictions on market access for trade in services; and b. progressively providing for inter-alia most favoured nation (MFN) treatment and national treatment in trade in services. Each APEC economies will: a. contribute positively to the WTO negotiations on trade in services; b. expand commitments under the General Agreement on Trade in Services (GATS) on market access and national treatment and eliminate MFN exemptions where appropriate; and c. consider undertaking further actions to faciliate supply of services. APEC economies will take the following Collective Actions with regard to services in the telecommunication, transportation, energy and tourism sectors, and continue to seek Collective Actions in other sectors. Dalam perkembangan terakhir telah disepakati akan dilakukan Early Voluntary Sectoral Liberalization (EVSL). Salah satu sektor yang diusulkan, utamanya oleh anggota negara maju, adalah sektor jasa akuntansi dan nampaknya usul ini akan diterima dan menjadi keputusan pada sidang tingkat menteri dan pemimpin ekonomi di Malaysia tahun ini. 3. Dalam Rangka ASEAN Sebagaimana diketahui salah satu sektor yang ditetapkan untuk dirundingkan dalam proses liberalisazi dalam rangka ASEAN Framework Agreement on Trade in service (AFAS) adalah jasa bisnis (termasuk jasa profesi) disamping jasa keuangan, pariwisata, telekomunikasi, angkutan laut, angkutan udara, dan konstruksi. Pendekatan dan sistem perundingan liberalisasi dikalangan ASEAN adalah sama dengan yang diterapkan di WTO daiam rangka GATS. Bedanya adalah apabila di WTO ssetiap negara anggota bebas menentukan sektor yang akan ditawarkan dalam Schedule of Specific Commitments (SC) maka dalam AFAS semua negara anggota pada bulan Desember 1998 harus membuat penawaran untuk seluruh 7 sektor tersebut dimana komitmennya harus melebihi dan yang dibuat dalam rangka GATS. Keharusan untuk menawarkan seluruh 7 sektor dimaksud adalah merupakan bagian dari Bangkok Summit Declaration 1995. Dari pelaksanaan perundingan selama ini pihak Filipina sangat antusias sekali untuk meminta negara anggota lain untuk memasukkan sektor jasa akuntansi kedalam SC. Untuk itu yang bersangkutan telah menyampaikan request-nya kepada negara anggota lainnya. IV. LANGKAH - LANGKAH MENGANTISIPASI LlBERALlSASI Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyataan yang harus dihadapi adalah bahwa negoisasi dan konsultasi berlangsung terus menerus. Melalui rangkaian negoisasi dan konsultasi tersebut setiap negara akan didorong dan terdorong terus agar semakin membuka sektor jasa untuk diakses oleh pemasok jasa dari negara anggota lainnya. Dengan negoisasi setiap negara akan ditekan agar memperlonggar tingkat
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
7
keterbukaan pasar dan memberikan perlakuan nasional, pada sektor-sektor yang telah dicantumkan dalam SC dan RAI, serta menambah sektor untuk dimasukkan kedalam SC dan RAI. Dalam hal ini tekanan untuk membuka pasar dan penerapan perlakuan nasional bagi pemasok jasa dan atau jasa akuntansi yang berasal dari negara lain sangat besar. Oleh karena itu sudah saatnya para pelaku pasar disektor ini perlu untuk segera secara aktif mempersiapkan diri bersaing di pasar global. Dari pengalaman perundingan selama ini menunjukkan bahwa Indonesia lebih banyak menerima permintaan untuk membuka pasar dan menerapkan perlakuan nasional. Apakah sifat bertahan (defensif) ini akan dilanjutkan atau apakah sudan saatnya kita juga mencoba untuk melihat kemungkinan pemasok jasa Indonesia mengakses pasar negara lain. Dari pembicaraan yang pernah dilakukan dengan dunia usaha dan asosiasi diberbagai sektor jasa diperoleh tanggapan bahwa pada dasarnya para pemasok jasa kita masih belum memikirkan untuk mengakses pasar jasa negara lain. Kiranya sikap seperti ini sudah sangat ketinggalan karena kondisi pasar saat ini menunjukkan bahwa kita sudah berada di pasar global. Dalam rangka mempersiapkan diri untuk lebih aktif bermain di pasar global perlu mengambil langkah bersama antara pemerintah dan dunia usaha (termasuk asosiasi). Beberapa langkah yang harus dipikirkan dan dilakukan baik secara bersama maupun sendiri-sendiri tetapi dengan dukungan pihak lain antara lain adalah: 1. Pentahapan tingkat keterbukaan yang akan ditempuh untuk masing-masing sektor/subsektor jaga, sejak sekarang hingga tahun 2020, dalam rangka membuka pasar jasa di Indonesia serta dalam rangka menghapuskan perlakuan diskriminatif yang mungkin ada. Kendala : banyak sub sektor di bidang jasa, melibatkan hampir semua departemen/lembaga non-departeman yang merupakan pembina dari sektor-sektor tersebut Sebagian sektor di bidang jasa menjadi ajang tarik menarik antar instansi, sebagian lagi tidak ada kejelasan siapa “pawang” nya. Juga belum terbentuk visi yang sama menghadapi kenyataan bahwa para konsumen Indonesia semakin membutuhkan kualitas dan kecermatan pelayanan, sehingga banyak memanfaatkan pelayanan jasa dari penyedia jasa negara lain. Contoh banyak. 2. Karena kita mau tidak mau harus membuka pasar, perlu diidentifikasikan sub-sektor jasa yang bita dibuka justru akan mendorong peningkatan kemampuan dan kekuatan dunia usaha Indonesia (baik sektor jaga maupun sektor riil) dalam memenangkan kompetisi internasional. Bila memang ada sektor jaga semacam itu, perlu penegasan kebijaksanaan untuk membuka sektor jasa tersebut sesegera mungkin. Kendala: instansi pembina biasanya cenderung bersikap melindungi sektor binaannya. Belum termasuk visi bahwa kita perlu melihat secara menyeluruh, untuk memungkinkan kita dapat merumuskan strategi untuk membuka sektor-sektor tertentu yang perlu dan bemanfaat bisa dibuka, sebagai bagian dari upaya mempersiapkan diri secara lebih baik menghadapi era globalisasi. Contoh: kualitas SDM merupakan salah satu prasyarat utama untuk memenangkan kompetisi global. Oleh karena itu sangat tepat dan menguntungkan serta lebih strategis seandainya sektor jasa pendidikan tinggi dibuka hingga memungkinkan universitas yang berkualitas tinggi dari negara lain untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi di Indonesia. Dampak positif, kesempatan lebih baik untuk
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
8
mepersiapkan SDM, selain penghematan devisa yang digunakan untuk biaya sekolah di negara lain. 3. Sejalan dengan kebijaksaan mengenai 1 dan 2 tersebut, perlu rumusan kebijaksanaan mengenai upaya memperkuat para pelaku jasa dari Indonesia. Kendala : penyedia jasa kita belum berminat mengakses pasar di negara lain, sementara itu masih kuat kecenderungan minta proteksi. Dengan kejelasan mengenai kebijaksanaan tersebut padsa1, 2, dan 3, selanjutnya akan memungkinkan : Pemantapan strategi perundingan, sehingga negosiasi dapat menghasilkan manfaat yang optimal dalam mengamankan kepentingan Indonesia, secara overall. Para negosialor tidak perlu terjebak rnenjadi " Mister No " dalam negosiasi, suatu sikap defensif yang tidak produktif. Penjadwalan langkah-langkah penyesuaian peraturan perundang-undangan, sehingga secara bertahap semakin konsisten dengan prinsip-prinsip perdagangan babes dibidang jasa. Koordinasi langkah-langkah memperkuat para pelaku nasional di sektor jasa, termasuk upaya mendorong para pelaku bisnis untuk lebih aktif dalam mengakses pasar jasa di negara lain. Pada dasarnya rumusan kebijaksanaan yang lebih kongkrit dan rinci akan dapat mulai disusun berdasarkan jawaban atas pertanyaan berikut : Bagian manakah dari peraturan perundang-undangan kita, yang tidak konsisten dengan prinsip-prinsip perdagangan bebas di bidang jasa. Bagaimana jadwal penyempurnaan peraturan perundang-undangan tersebut, mana yang dapat dilakukan segera dan mana yang memang tidak dapat diiakukan segera. Mana yang perlu dilakukan segera, mana yang sebaiknya tidak dilakukan segera. Kegiatan untuk menjawab pertanyaan tersebut sudah dimulai, tetapi berlangsung secara lambat. Pengalaman menunjukkan bahwa upaya pengidentifikasian konsistensi peraturan perundang-undangan terhadap prinsip perdagangan bebas di bidang jasa merupakan kegiatan yang secara teknis membutuhkan perhatian yang penuh, serta membutuhkan pemahaman yang komprehensif mengenai materi peraturan perundang-undangan yang berlaku den ketentuan-ketentuan GATS, sekaligus juga membutuhkan pemahaman yang obyektif mengenai keadan dari para pelaku usaha sektor jasa dan pemahaman mengenai tuntutan kebutuhan aspirasi pemakai jasa (konsumen) untuk memperoleh pelayanan jasa yang kualitas dan delivery-nya dapat diandalkan, pada harga yang kompetitif.
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
9