PERBEDAAN GENDER DALAM PROFESI AKUNTAN Dian Indri Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Abstrak Keberadaan perempuan dalam dunia kerja menimbulkan aspek perilaku, sikap, motivasi, persepsi dan isu lain yang lebih serius dalam pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Isu gender kemudian muncul ketika terjadi kesenjangan dalam pekerjaan, seperti isu glassceiling dalam karir seorang pekerja perempuan. Demikian pula pada bidang akuntansi, yang ditandai dengan meningkatnya jumlah mahasiswa perempuan yang memilih program studi akuntansi. Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan di luar negeri dan di Indonesia, menunjukkan ketidakkonsistenan. Adanya perbedaan lingkungan penelitian, pendidikan, dan latar belakang bisnis menjadi penyebab yang merupakan area yang semakin menarik untuk penelitian berikutnya. Keywords
: Gender, Glassceiling, Profesi Akuntan, dan Aspek Perilaku.
A. LATAR BELAKANG Isu gender senantiasa menarik untuk diperhatikan dan berkembang hingga saat ini dan merambah di segala bidang, tak terkecuali dalam bidang akuntansi dan khususnya pada profesi akuntan. Sejak tahun 1970-an, lingkungan kerja mengalami perubahan dan pergeseran. Lingkungan pekerjaan yang awalnya didominasi oleh laki-laki, lambat laun mulai terkombinasi dengan kehadiran perempuan yang ditunjukan dengan bertambahnya komposisi perempuan dalam lingkungan pekerjaan. Perempuan mulai menunjukkan kemampuannya dalam menyeimbangkan antara karir dan keluarga, bahkan mulai memasuki karir secara profesional pada lingkungan kerja yang selama ini didominasi laki-laki, antara lain dalam bidang hukum, industri, perdagangan, pendidikan dan tak ketinggalan dalam profesi akuntansi yaitu akuntan.
Kehadiran perempuan dalam lingkungan pekerjaan menjadikan lingkungan pekerjaan mengalami banyak perubahan, mulai dari hal yang sederhana yaitu suasana lingkungan kerja menjadi lebih semarak dengan kehadiran perempuan, perilaku, sikap, motivasi, persepsi dan isu lain yang lebih serius dalam pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Isu gender mulai muncul ketika adanya kesenjangan dalam pekerjaan khususnya ketidakadilan bagi pekerja perempuan, antara lain isu glassceiling dalam karir seorang pekerja perempuan. Dunia akuntansi tidak lepas dari isu gender dengan semakin banyaknya perempuan yang memilih memasuki profesi dalam bidang akuntansi, khususnya profesi sebagai akuntan baik akuntan publik, akuntan pendidik bahkan sampai dengan mahasiswa program studi akuntansi yang nantinya diharapkan memasuki lingkungan kerja profesi akuntan. American Institutes of Certified Public Accountant (AICPA) dalam surveinya menunjukkan bahwa perbandingan lulusan program studi akuntansi adalah 50% perempuan (AICPA, 1987). Dengan perbandingan kelulusan tersebut, maka dapat diprediksi bahwa lulusan perempuan dari program studi akuntansi ini nantinya akan bergabung dalam lingkungan kerja, baik untuk profesi akuntansi maupun auditing. Sehingga profesi akuntan makin banyak jumlahnya antara lakilaki dan perempuan. Collin (1993) dan Hooks dan Cheramy (1994) menyatakan bahwa dalam kurun waktu 25 tahun terakhir ini menunjukkan adanya kenaikan jumlah perempuan yang memilih profesi sebagai akuntan publik. Kehadiran perempuan dalam profesi akuntan ternyata juga menaikkan isu gender dalam lingkungan kerjanya, dimulai dari adanya kesenjangan dalam
profesi akuntan publik yang menganggap bahwa akuntan laki-laki jauh lebih fleksibel dan mobile atau memiliki mobilitas tinggi dalam melakukan tugasnya sebagai auditor eksternal dibandingkan akuntan publik perempuan. Isu gender dalam profesi akuntan dari waktu ke waktu semakin berkembang tidak hanya isu gender yang menyudutkan akuntan perempuan namun juga memunculkan isu gender yang memberikan dukungan bagi akuntan perempuan bahkan sampai dengan isu gender mengenai etika dalam profesi akuntan. Banyak sekali penelitian dilakukan dalam berbagai aspek atau variabel penelitian dalam bidang akuntansi khususnya tentang perilaku dalam bidang akuntansi. Pada penelitian yang banyak dilakukan terhadap profesi akuntan terkadang lebih bersifat teknis, misalnya tentang persepsi terhadap kode etik akuntan Indonesia, kinerja manajerial akuntan, akan tetapi dalam penelitian tersebut tak lupa melibatkan variabel gender dalam analisanya. Peneliti entah secara khusus membicarakan isu gender dalam profesi akuntan atau tidak, pada bagian analisisnya terkadang melibatkan analisis gender yang membedakan antara akuntan pria dan akuntan perempuan. Peneliti ingin melihat apakah analisis menunjukkan perbedaan terhadap sesuatu yang ditelitinya antara akuntan laki-laki dan akuntan perempuan. Banyaknya penelitian yang mencoba melibatkan variabel gender dalam profesi akuntan ini melatarbelakangi penulis untuk melihat lebih jauh perspektif gender yang sesungguhnya terjadi dalam profesi akuntan.
B. KAJIAN LITERATUR DAN PENELITIAN SEBELUMNYA B. 1. Gender Gender adalah penggolongan gramatikal terhadap kata-kata benda dan katakata lain yang berkaitan dengannya, yang secara garis besar berhubungan dengan dua jenis kelamin serta ketiadaan jenis kelamin atau kenetralan (Fakih, 1996). Dalam bidang ilmu-ilmu sosial istilah gender diperkenalkan untuk mengacu pada perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita tanpa adanya konotasi-konotasi yang sepenuhnya bersifat biologis. Pemahaman gender dalam banyak penelitian mengacu pada perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang merupakan bentukan sosial budaya yang melekat meskipun tidak disebabkan oleh perbedaan-perbedaan biologis yang menyangkut jenis kelamin. Pandangan tentang gender dapat diklasifikasikan menjadi 2 klasifikasi, yaitu pertama dalam dua model equity model dan complementary contribution model. Kedua dalam 2 stereotype yaitu sex role stereotype dan managerial stereotype (Palmer dan Kandasaami, 1997). Equity model mengasumsikan bahwa laki-laki dan perempuan sebagai profesional yang identik sehingga perlu adanya sebuah cara yang tidak berbeda dalam mengelola dan seorang perempuan harus diberikan keleluasan akses yang sama dengan laki-laki. Complementary contribution model berasumsi bahwa lakilaki dan perempuan memiliki kemampuan yang berbeda sehingga perlu adanya perbedaan dalam mengelola dan cara menilai, mencatat, serta menggabungkan agar memberikan suatu sinergi. Sex role stereoype dikaitkan dengan pandangan berlaku umum bahwa laki-laki lebih berorientasi pada pekerjaan, obyektif,
independen, agresif dan berkemampuan lebih dalam pertanggungjawaban. Sedangkan perempuan adalah sebaliknya lebih pasif, lembut, sensitif, berorientasi pada
banyak
pertimbangan,
dan
posisinya
lebih
rendah
dalam
pertanggungjawaban dibandingkan laki-laki. Managerial stereotype memberikan pengertian bahwa seorang manajer yang sukses sebagai seseorang yang memiliki sikap, perilaku, dan temperamen yang pada umumnya lebih dimiliki laki-laki dibandingkan perempuan. Perbedaan gender sebenarnya bukan menjadi suatu persoalan apabila tidak menjadikan penyebab ketidakadilan gender. Namun pada kenyataannya saat ini banyak ketidakadilan gender yang termanifestasi dalam berbagai bentuk: marginalisasi,
pemiskinan
ekonomi,
subordinasi
pengambilan
keputusan,
stereotyping, diskriminasi, pelabelan negatif, kekerasan, bekerja lebih panjang dan memikul beban ganda (Fakih, 1996). Ketidakadilan gender inilah yang memicu munculnya isu gender. Tahun 1970-an banyak kantor akuntan publik yang enggan menerima auditor perempuan. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa klien enggan dilayani oleh akuntan perempuan, dalam kasus ini seorang akuntan perempuan menghadapi berbagai kendala dan pembatasan, misalnya perempuan tidak mungkin ditugaskan di lapangan (Kuntari dan Indra, 2001). Hal ini semakin memunculkan isu gender yang ternyata juga hadir dalam profesi akuntan.
B. 2. Penelitian Gender Banyak sekali penelitian dilakukan yang berkaitan dengan persoalan gender di banyak bidang. Hingga saat ini, penelitian yang berkaitan dengan jenis kelamin masih menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak memberikan pengaruh terhadap beberapa
aspek
yang terkait
dengan penelitian keperilakuan.
Schermerhorn (1991 dalam Pujisari, 2001) menyatakan bahwa tidak ada hasil yang konsisten mengenai perbedaan kemampuan analisis, keinginan bersaing, motivasi, dan kepemimpinan apabila didasarkan pada jenis kelamin. Penelitian mengenai pengaruh gender dalam lingkungan kerja didorong oleh perubahan komposisi gender yang terjadi pada lingkungan kerja dan diduga memberikan pengaruh terhadap kinerja karyawan. Pengaruh tersebut umumnya berkaitan dengan suatu sikap, motivasi, perlakuan administratif, upah, kesempatan berkembang (isu glass ceiling), keinginan berpindah dan evaluasi tentang etika. Hook (1992) menyatakan bahwa diskriminasi secara langsung terhadap perempuan dalam rekruitmen dan kompensasi kerja sangat dimungkinkan terjadi. Perlu adanya tekanan yang mendorong adanya kesadaran mengurangi bias tersebut melalui perubahan terhadap cara pandang perilaku. Giligian (1982) mengatakan bahwa perkembangan moral dan alasan mendasar dalam etika diantara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan. Pengaruh gender terhadap perbedaan etika tersebut terjadi pada saat pengambilan keputusan. Thoma (1986) menemukan bahwa pengaruh gender sangat kecil, akan tetapi Shaub (1994) menemukan banwa terdapat perbedaan perkembangan moral berdasarkan gender. Perempuan memungkinkan bertindak lebih etis dibanding laki-laki (Jones dan
Gautschi, 1988; Ruegger dan King, 1992; Whipple dan Swords, 1992). Penyelidikan lainnya membuktikan bahwa gender tidak memiliki dampak terhadap perilaku etis (Callan, 1992; Dubinsky dan Levy, 1989; Sewinek, 1992). Ruegger dan King (1992) mengadakan survei terhadap 2.000 mahasiswa untuk melihat apakah gender memiliki peranan dalam persepsi seseorang atas tingkah laku etis yang tepat. Penemuan mereka menunjukkan bahwa gender merupakan suatu faktor yang signifikan dalam penentuan tingkah laku etis dan oleh karena itu para perempuan lebih etis dibanding laki-laki dalam hal persepsi mereka pada situasi etika bisnis. Whipple dan Swords (1992) menemukan bahwa para perempuan dari kedua negara yang diselidiki lebih etis dibanding rekan lakilaki mereka. Jones dan Gautschi (1988) meminta responden untuk menyebut serangkaian pertanyaan yang berakhir terbuka dan tertutup tentang perilakuperilaku etis. Mereka berkesimpulan bahwa para eksekutif yang akan datang memperlihatkan hal yang sensitif terhadap isu–isu etika dalam bisnis. Mereka menemukan bahwa para perempuan cenderung melaporkan perasaan yang lebih kuat dibanding laki-laki mengenai isu tersebut. Callan (1992) dalam penyelidikannya pada pegawai-pegawai negeri tidak menemukan perbedan yang signifikan untuk semua gender pada beberapa dimensi nilai-nilai etika. Dubinsky dan Levy (1985) melaporkan sama mengenai hasil survei mereka terhadap orang-orang yang bekerja pada bagian penjualan. Akhirnya, Serwinek (1992) menemukan bahwa gender merupakan sebuah prediktor sikap-sikap mengenai praktek diskriminasi job tetapi prediktor tersebut gagal menjadi sebuah prediktor perilaku etis yang handal.
Nelson dan Quick (1985 dalam Noviana (2002)) dalam penelitiannya menghasilkan bahwa terdapat indikasi dimana pegawai perempuan secara relatif memiliki psikologis yang baik dan tingkat stress yang positif (mental distress) daripada pegawai laki-laki yang secara relatif memiliki mental distress secara fisik baik. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa seorang pegawai perempuan lebih emosional dibandingkan pegawai laki-laki dan pegawai laki-laki menunjukkan kemampuan kerjasama yang tinggi antar departemen dalam organisasi.
B. 3. Analisis B.3.1. Gender dalam profesi akuntan di luar negeri Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat bahwa pada umumnya jumlah mahasiswa perempuan yang memilih program studi akuntansi jauh lebih banyak dibandingkan mahasiswa laki-laki yang memilih program studi akuntansi. Dengan keadaan tersebut, maka dapat kita prediksikan bahwa jumlah pekerja perempuan dalam profesi akuntan akan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Akan tetapi mengapa dari jumlah yang banyak tersebut hanya beberapa orang pegawai perempuan dalam profesi akuntan yang menonjol sehingga tetap terdapat pandangan bahwa sektor profesi akuntan masih didominasi akuntan laki-laki. Profesi akuntan yang banyak dijadikan subjek penelitian adalah akuntan publik dan akuntan pendidik. Akuntan publik adalah praktisi baik individual maupun anggota sebuah kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien, sedangkan akuntan pendidik adalah ahli akuntansi yang
berprofesi sebagai seorang pengajar akuntansi terutama di suatu fakultas ekonomi program studi akuntansi (Halim, 1995). Kedua profesi ini banyak dijadikan subjek dalam penelitian perilaku akuntan karena kesadaran mereka untuk bersedia meluangkan waktu mendukung suatu penelitian. Akuntan publik menarik dijadikan subjek karena pengalaman dan pekerjaan mereka
yang
berhubungan
langsung
dengan
dunia
akuntan
beserta
keperilakuannya. Akuntan pendidik menarik dijadikan subjek penelitian perilaku akuntan karena mereka adalah seorang akademisi yang sangat mendukung terhadap suatu penelitian sehingga mereka bersedia meluangkan waktu memberikan kontibusi berarti dalam suatu penelitian. Kedua profesi tersebut yang awalnya banyak didominasi laki-laki, kini mulai berkembang dengan banyaknya akuntan publik perempuan dan akuntan pendidik perempuan yang memasuki lingkungan kerja profesi akuntan. Semakin bertambahnya jumlah laki-laki dan perempuan dalam lingkungan kerja tersebut memunculkan isu gender dalam profesi akuntan dan menarik untuk diteliti. Hunton et al. (1996) melakukan penelitian
mengenai pengaruh gender
terhadap perilaku yang berupa sikap, motivasi, persepsi diskriminasi, dan tingkat keinginan berpindah pekerjaan pada praktisi akuntan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan pengaruh gender terhadap sikap, motivasi, persepsi diskriminasi, dan keinginan berpindah pekerjaan antara praktisi akuntan laki-laki dan perempuan. Cohen et al. (1998) menguji pengaruh gender terhadap perilaku etika antara responden yang memiliki latar belakang pendidikan akuntan dan yang nonakuntan
terhadap intensitas dan orientasi etika. Penelitian tersebut menggunakan multydimensional ethics scale sebagai pengukur judgement audit atas pengaruh perbedaan disiplin ilmu dan gender mahasiswa. Penelitian ini menghasilkan adanya pengaruh gender terhadap perilaku etika. Terdapat perbedaan intensitas dan orientasi etika antara laki-laki dan perempuan pada praktisi akuntan maupun nonakuntan. Penelitian yang sama di Indonesia oleh Winarna (2001) memberikan hasil yang sama yaitu adanya perbedaan penilaian etika antara calon pegawai lakilaki dan perempuan. Gaertner et al. (1987) dalam penelitiannya tentang perpindahan pegawai kantor akuntan publik lokal dan regional menunjukkan bahwa pegawai perempuan merasa kurang puas dibandingkan pegawai laki-laki. Ketidakpuasan tersebut menjadi
penyebab
tingginya
tingkat
perpindahan
pegawai
perempuan
dibandingkan pegawai laki-laki yang bekerja pada kantor akuntan publik. Dalton et al. (1997) menyatakan dari hasil diskusinya dengan auditor senior bahwa penyebab meningkatnya turnover adalah lingkungan kerja yang keras dan kompetitif pada kantor akuntan publik. Pandangan gender juga dihubungkan dengan maskulinitas dan femininitas. Beberapa penelitian mengatakan karakter maskulin mendominasi dalam profesi akuntan pada kantor akuntan publik, yaitu lingkungan kerja yang memiliki karakter kompetisi tinggi, tekanan kerja yang berat, pengendalian dan pengawasan yang ketat. Sebagai konsekuensinya maka mereka yang berprofesi akuntan pada kantor akuntan publik harus menyesuaikan karakter maskulin dan meminimalkan karakter feminin. Dengan kehadiran akuntan perempuan menunjukkan bahwa
perempuan dapat menyesuaikan dengan karakter maskulin yang mendominasi lingkungan kerja kantor akuntan publik (Pujisari, 2001). Maupin dan Lehman (1994) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa auditor laki-laki pada level junior, senior, dan manajer memiliki karakter feminin. Pada level partner baik laki-laki maupun perempuan tidak ada yang memiliki karakter feminin. Sehingga disimpulkan bahwa semakin tinggi kesuksesan seorang akuntan di kantor akuntan publik maka semakin tinggi nilai-nilai maskulin yang melekat dalam dirinya. Larkin (2000) dalam penelitian dilema etik yang dialami auditor internal menunjukkan penemuan-penemuan penilaian terhadap penilaian sendiri untuk seluruh gender pada auditor internal. Empat dari enam penilaian secara statistik tidak berbeda dengan jelas. Perbedaan-perbedaan dalam penilaian sketsa empat dan lima nampak signifikan dengan perempuan yang memperkenalkan perilaku yang tepat diantara laki-laki pada kedua kasus. Dari kedua kasus itu, satu memperkenalkan perilaku etis dan yang lainnya memperkenalkan perilaku tidak etis. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan ketika menentukan perilaku sebagian besar auditor internal antara auditor internal laki-laki dan perempuan. Pada skenario #1 dan #5 (keduanya etis) dan #6 (tidak etis) perempuan menampilkan akseptabilitas
yang diinginkan secara lebih baik
dibanding rekan laki-laki mereka. Penelitian tahun 1976 di Indonesia menyatakan bahwa dari 22,5% manajer dengan usia 25-44 tahun adalah perempuan yang hanya 1,4% perempuan yang menjadi manajer pada sektor swasta dibandingkan laki-laki sebesar 39,5%.
Kecilnya porsi perempuan menjadi manajer di Indonesia diakibatkan adanya invisible barrier yang dihadapi perempuan (Crockett, 1988).
B.3.2. Gender dalam profesi akuntan di Indonesia Profesi akuntan di Indonesia mengalami perkembangan, yang awalnya banyak didominasi akuntan laki-laki kini mulai diimbangi kehadiran akuntan perempuan. Perpaduan antara akuntan laki-laki dan perempuan di Indonesia ternyata menarik minat banyak penelitian pada lingkungan kerja akuntan dengan variabel gender didalamnya. Gani (2000) menguji pengaruh kantor akuntan publik yang berbeda dan gender pada evaluasi etikal dan intensi etikal, dan orientasi etikal auditor dengan subjek penelitian adalah auditor pada lima kantor akuntan publik terbesar di dunia dan di Indonesia (5 Big Size dan lokal). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ternyata terdapat pengaruh gender terhadap evaluasi dan intensi etika. Akuntan publik perempuan memiliki evaluasi etikal, intensi etikal dan orientasi etikal yang lebih baik daripada akuntan publik laki-laki. Akan tetapi penelitian ini memiliki keterbatasan yang sangat signifikan, yaitu jumlah sampel yang tidak berimbang antara jumlah sampel akuntan publik laki-laki yang jauh lebih besar dibandingkan jumlah sampel akuntan publik perempuan. Keterbatasan ini sangat signifikan
mempengaruhi
pengambilan
kesimpulan
penelitian
khususnya
pengaruh gender dan generalisasi hasil penelitian. Samekto (1999) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada kesetaraan motivasi, komitmen organisasi, komitmen profesional, kesempatan kerja, dan
kemampuan kerja antara auditor laki-laki dan perempuan pada kantor akuntan publik di Surabaya. Penelitian ini memiliki keterbatasan yang sangat signifikan untuk generalisasi hasil penelitian, yaitu pengambilan setting penelitian yang hanya akuntan publik di Surabaya sehingga hasilnya kurang mencerminkan kesimpulan secara luas. Abdulrahim (1998) melakukan penelitian terhadap motivasi, persepsi diskriminasi, dan penilaian etika dengan subjek akuntan pendidik di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di seluruh Indonsia yang menggabungkan dari penelitian Hunton et al. (1996) dan Cohen et al. (1998) dengan pengurangan variabel
keinginan
berpindah
pekerjaan.
Pengurangan
variabel
tersebut
disebabkan pengamatan empiris yang menyimpulkan bahwa tingkat keinginan berpindah pekerjaan pada akuntan pendidik tergolong rendah. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara motivasi, dan persepsi diskriminasi pada akuntan pendidik laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk penilaian etika antara akuntan laki-laki dan perempuan secara signifikan berbeda. Pengujian pengaruh gender terhadap pengalaman organisasi, evaluasi kinerja memberikan hasil yang tidak terdapat perbedaan antara akuntan laki-laki dan perempuan (Kuntari dan Indra, 2001). Hasil penelitian lainnya menunjukkan tidak adanya perbedaan antara tingkat kepuasan kerja, stres kerja, dan keinginan berpindah didasarkan pada jenis kelamin (Pujisari, 2001). Hal ini dapat disebabkan oleh tidak adanya diskriminasi gender pada kantor akuntan publik
sehingga antara akuntan laki-laki dan akuntan perempuan diberi kesempatan dan perlakuan yang sama. Indriastuti (2001) dalan penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan penilaian kinerja dan dukungan antara akuntan laki-laki dan perempuan, namun terdapat perbedaan penilaian kinerja, serta dukungan yang dilakukan oleh supervisor dengan Toleransi Ambiguitas (TFA) tinggi dan supervisor dengan TFA rendah untuk akuntan laki-laki dan perempuan. Supervisor dengan TFA rendah maupun tinggi memiliki kecenderungan menilai kinerja akuntan perempuan lebih rendah daripada akuntan laki-laki. Noviana (2002) dalam penelitiannya tentang perbedaan perilaku dengan subjek akuntan publik laki-laki dan akuntan publik perempuan di wilayah Semarang menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan perilaku yang signifikan antara akuntan publik laki-laki dan akuntan publik perempuan. Perilaku dalam penelitian tersebut diproksikan oleh sikap terhadap pekerjaan, motivasi lingkungan kerja, persepsi diskriminasi dalam pekerjaan, tingkat keinginan berpindah pekerjaan, dan persepsi etika. T-test menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan sikap dalam pekerjaan, motivasi lingkungan kerja, persepsi diskriminasi dalam pekerjaan, tingkat keinginan berpindah pekerjaan, dan persepsi etika antara akuntan publik laki-laki dan akuntan publik perempuan. Penelitian ini kurang dapat digeneralisasikan hasilnya karena setting penelitian yang sempit yaitu hanya wilayah Semarang.
C. KESIMPULAN Begitu banyak penelitian tentang gender dengan subjek profesi akuntan telah dilakukan, baik di luar negeri maupun di Indonesia sendiri. Penelitian tersebut memberikan hasil yang berbeda-beda dan proksi yang berbeda-beda. Akuntan perempuan mungkin menjadi subjek bias negatif tempat kerja sebagai konsekuensi anggapan akuntan publik adalah profesi stereotipe laki-laki (Samekto, 1999). Dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan perilaku yang diproksikan oleh sikap dalam pekerjaan, motivasi lingkungan kerja, persepsi diskriminasi dalam pekerjaan, tingkat keinginan berpindah pekerjaan, dan persepsi etika antara akuntan publik laki-laki dan akuntan publik perempuan (Noviana, 2002). Abdulrahim (1998) menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara motivasi, dan persepsi diskriminasi pada akuntan pendidik lakilaki dan perempuan. Sedangkan untuk penilaian etika antara akuntan laki-laki dan perempuan secara signifikan berbeda. Penelitian tersebut hampir sama dengan yang dilakukan oleh Abdulrahim (1998), tetapi memberikan hasil yang jauh berbeda dari penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut dapat dikarenakan oleh perbedaan waktu, wilayah penelitian, subjek penelitian ataupun banyak hal yang lain. Terdapat pengaruh gender dalam profesi akuntan dapat dikarenakan adanya perlakuan gender yang tidak adil antara akuntan laki-laki dan akuntan perempuan pada kantor akuntan publik. Sebaliknya tidak terdapat pengaruh gender karena perlakuan yang adil antara akuntan laki-laki dan akuntan perempuan. Banyak hal
dan alasan melatarbelakangi hasil kesimpulan penelitian yang berbeda-beda dan tidak konsisten. Apabila ternyata terdapat diskriminasi gender dalam profesi akuntan, kita harus bertanya pada diri kita sendiri apakah diskriminasi tersebut disebabkan oleh faktor internal atau eksternal? Apabila diskriminasi tersebut disebabkan oleh faktor internal dari diri akuntan perempuan, maka akuntan perempuan harus mampu bersikap profesional dan lebih mengembangkan diri agar sejajar dengan akuntan laki-laki. Akan tetapi apabila diskriminasi disebabkan oleh faktor eksternal, misalnya anggapan bahwa akuntan perempuan tidak mampu melaksanakan tugasnya, maka hendaknya kita memberikan kesempatan yang sama bagi akuntan perempuan untuk membuktikan dirinya mampu, kita memberikan hak dan kewajiban yang sama diantara akuntan laki-laki dan perempuan (Kuntari dan Indra, 2001). Banyaknya ketidakkonsistenan hasil penelitian di atas dikarenakan perbedaan lingkungan penelitian, pendidikan, dan latar belakang bisnis (Samekto, 1999). Bagaimanapun juga penelitian merupakan penelitian perilaku sosial yang dapat memberikan hasil yang berbeda-beda dalam situasi yang berbeda. Apapun hasil dari sebuah penelitian perilaku sosial merupakan suatu fenomena yang menarik karena tidak akan memberikan hasil yang sama dari waktu ke waktu, terlebih dengan variabel dan proksi yang berbeda. Ketidakkonsistenan hasil penelitian gender dalam profesi akuntan tersebut justru semakin menarik untuk diteliti lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA AICPA, 1987, Report of the National Commission on Fraudulent Financial Reporting, Treadway Ccommission, AICPA, New York, October,13. Abdulrahim, Ahim, 1998, Pengaruh Perbedaan Gender terhadap Perilaku Akuntan Pendidik, Tesis S2, UGM, Yogyakarta. Collins, Karen M., 1993, Stress and Departures from the Public Accounting Proffesion: A Study of Gender Differences, Accounting Horizons, Maret, 29-38. Callan, V. J., 1992, Predicting Ethical Values and Training Needs in Ethics, Journal of Business Ethics 11, 761-769. Cohen R. Jeffrey, Laurie W. Pant and David J. Sharp, 1998, The Effect of Gender and Academic Discipline Diversity on the Ethical Evaluation, Ethical Intentions and Ethical Orientation of Potential Public Accounting Recruits, Accounting Horizons, 12, September, 250-270. Crockett, A. R., 1988, Women in Management in Indonesia, in Adler, N. J. and D. N. Izraeli (eds.), Women in Management Worldwide, M. E. Sharpe Inc, New York. Dubinsky, A. J. and M. Levy, 1985, Ethics in Retailing: Perceptions of Retail Salespeople, Journal of Academy of Marketing Science 13 (1), 1-16. Dalton, Dan r., John W. Hill and Robert J. Ramsay, 1997, Women as Managers and Partners: Context Specific Predictors of Turnover in International Public Accounting Firms, Auditing: A Journal of Practice and Theory, 29-50. Fakih, Mansour, 1996, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Desember. Gani, Venus, 2000, pengaruh Perbedaan Kantor Akuntan Publik dan Gender terhadap Evaluasi Etikal, Intensi Etikal dan Orientasi Etikal Auditor, Tesis S2, UGM, Yogyakarta. Gaertner, J. F., P. E. Hemmeter, and M. K. Pitman, 1987, Employee Turnover in Public Accounting: A New Perspective, CPA Journal, August, 30-37. Giligian, C., 1982, In a Different Voice, Boston, Harvard Uuniversity Press. Halim, Abdul, 1997, Auditing I: Dasar-dasar Pengauditan Laporan Keuangan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Handayani, Nur, 2001, Pengujian “Personal Values” dan “ Values Types” berdasarkan perbedaan Program Studi (Akuntansi dan Hukum) serta Jenis Kelamin, Tesis S2, UGM, Yogyakarta. Hooks, Karen L. and Shirley J. Cheramy, 1989, Coping with Women’s Expanding Role in Public Accountingi, Journal of Accountancy, February, 66-70. Hooks, M., 1992, Gender Effect and Llabor Supply in Public Accounting: An Agenda of Research Issues, Accounting Organization and Society, 17, April/Mei. Hunton E. James, Presha E. Neidermeyer and Benson Wear, 1996, Hierarchical and Gender Differences in Private Accounting Practice, Accounting Horizons, Vol. 10 No. 2, Juni, 14-31. Indriastuti, Dwi, 2001, Analisis Potensi Perbedaan dalam Judgement Evaluasi Kinerja Manajer Audit berdasarkan Gender, Tesis S2, UGM, Yogyakarta. Jones, T. M., and F. H. Gautschi, III: 1988, Will the Ethichs of Business Change? A Survey of Future Executives, Journal of Business Ethics 7, 231-248. Kuntari, Y. dan Indra W. K, 2001, Pengalaman Organisasi, Evaluasi terhadap Kinerja dan Hasil Karir pada Kantor Akuntan Publik: Pengujian Pengaruh Gender, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 16, No 1, 75-87. Larkin, Joseph, 2000, The Ability of Internal Auditors to Identify Ethial Dilemmas, Journal of Business Ethics, 23, 401-409. Maupun, Rebekah J. and Cheryl R. Lehman, 1994, Talking Heads: Stereotypes, Status, Sex-Roles and Satisfaction of Female and Male Auditors, Accounting Organizations and Society, 427-437. Noviana, Benedicta, 2002, Perbedaan Perilaku Akuntan Publik Pria dan Wanita di wilayah Semarang, Skripsi, UAJ, Yogyakarta. Pujisari, Yusti, 2001, Pengaruh Jenis Kelamin dan Peran Jenis terhadap Kepuasan Kerja, Stres Kerja, dan Keinginan bErpindah, Tesis S2, UGM, Yogyakarta. Palmer, G. and Kandasaami T., 1997, Gender in Management: A Sociological Perspective, The International Journal of Accounting and Business Society, August, Vol. 5, No. 1, 67-99.
Ruegger, D. and E. W. King, 1992, A Study of the Effect of Age and Gender Upon Student Business Ethics, Journal of Business Ethics 11, 179-186. Samekto, Agus, 1999, Perbedaan Kinerja Laki-laki dan Wanita pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya, Tesis S2, UGM, Yogyakarta. Serwinek, P. J., 1992, Demographic & Relates Differences in Ethical Views Among Small Business, Journal of Business Ethics 11, 555-566. Shaub, M., 1989, An Empirical Examination of Determinant of Aauditor Ethical Sensitivity, Texas Tech University. Thoma, S., 1986, Estimating Gender Differences in Comprehension and Preference of Moral Issues, Developmental Review 6, 165-180. Winarna, Joko, 2001, Pengaruh Gender dan Perbedaan Disiplin Akademis terhadap Penilaian Etika oleh Mahasiswa, Tesis S2, UGM, Yogyakarta. Whipple, T. W. and D. F. Swords, 1992, Business Ethics Judgements: A CrollCultural Comparison, Journal of Business Ethics 11, 671-678.