Nuril Aulia Munawaroh, Fatchur Rohman
Anteseden Pembelian Impulsif Produk Fashion oleh Pria (Studi pada Toko Ritel Fashion di Jakarta) Nuril Aulia Munawaroh Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang Fatchur Rohman Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang
Abstract: This study aims to explore the factors that consisting of perceived stimulation, perceived crowding, fashion involvement, credit card usage and employee assistance that affecting men in Jakarta buying fashion products impulsively. The research population is all man in Jakarta who have credit cards and doing fashion products impulse buying in fashion retail stores in Jakarta, where the amount is limited, so the researchers used the Bentler and Chou formulas that produce as much as 145 respondents. The sampling method was done by using accidental sampling method based on chance, in the sense of a man who is doing impulse buying fashion products. Hypothesis testing was done by structural equation analysis (Structured Equation Model) with AMOS (Analysis of Moment Structure) application. The results showed that (1) perceived stimulation has a positive and significant impact on impulse buying fashion products by men in Jakarta, (2) perceived crowding positively but not significantly affect men in Jakarta doing impulse buying fashion products, (3) perceived crowding positively but does not affect the employee assistance of fashion retail store (4) employee assistance positively and significantly affects men in Jakarta doing impulse buying fashion products, (5) fashion involvement positively and significantly affects men in Jakarta doing impulse buying fashion products, (6) credit card usage positively and significantly affects men in Jakarta doing impulse buying fashion products, (7) employee assistance is positive but as moderating variables did not significantly affect men in Jakarta impulsive purchases. The retailers are advised to maintain indicators of the store environment and service performance shop that has been assessed and improved performance indicators have not been assessed either by the customer. It is expected to increase customer convenience while shopping so as to encourage impulse buying. Keywords: men consumer, perceived stimulation, perceived crowding, fashion involvement, credit card usage, employee assistance, impulse buying, fashion products Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk melakukan eksplorasi terhadap faktor-faktor yang terdiri dari perceived stimulation, perceived crowding, fashion involvement, credit card usage dan employee assistance yang mempengaruhi pria di Jakarta membeli secara impulsif produk fashion. Populasi penelitian ini adalah seluruh Pria di Jakarta yang memiliki kartu kredit dan sedang melakukan pembelian impulsif produk fashion di toko-toko ritel fashion di Jakarta, dimana jumlahnya tidak terbatas sehingga peneliti menggunakan rumus Bentler dan Chou yang menghasilkan sebanyak 145 responden. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode accidental sampling, yaitu metode pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, dalam arti konsumen pria yang kebetulan sedang melakukan pembelian impulsif produk fashion. Pengujian hipotesa dilakukan dengan analisis persamaan struktural (Structured Equation Model) dengan alat bantu aplikasi
Alamat Korespondensi: Nuril Aulia Munawaroh, Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang
340
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME340 12 | NOMOR 2 | JUNI 2014
Anteseden Pembelian Impulsif Produk Fashion oleh Pria (Studi pada Toko Ritel Fashion di Jakarta)
AMOS (Analysis of Moment Structure). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perceived stimulation berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif produk fashion oleh pria, (2) perceived crowding secara positif tetapi tidak signifikan mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion, (3) perceived crowding secara positif tetapi tidak signifkan mempengaruhi employee assistance toko ritel fashion (4) employee assistance secara positif dan signifikan mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif, (5) fashion involvement secara positif dan signifikan mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion, (6) credit card usage secara positif dan signifikan mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion, (7) employee assistance merupakan variabel moderasi positif tetapi tidak signifikan mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif. Para retailers disarankan untuk mempertahankan indikator-indikator dari store environment toko dan kinerja pelayanan yang sudah dinilai baik dan meningkatkan kinerja indikator yang belum dinilai baik oleh pelanggan. Hal ini diharapkan menambah kenyamanan pelanggan saat berbelanja sehingga mampu mendorong terjadinya pembelian impulsif. Kata Kunci: konsumen pria, perceived stimulation, perceived crowding, fashion involvement, credit card usage, employee assistance, pembelian impulsif, produk fashion
Bisnis ritel di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Perkembangan ini terlihat dengan semakin menjamurnya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern. Indonesia menjadi pasar yang menggiurkan bagi peritel modern asing karena Indonesia sebagai negara yang mempunyai penduduk ketiga terbesar di dunia merupakan negara yang memiliki tingkat konsumsi produk-produk ritel yang dinilai cukup tinggi. Salah satu bidang industri ritel di Jakarta yang pertumbuhannya dinilai sangat signifikan adalah industri ritel dibidang fashion dan Jakarta, merupakan salah satu sentra bisnis dan pusat industri fashion di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Pertumbuhan ritel fashion yang cukup bersaing saat ini membuat para peritel harus mencari strategi agar dapat bersaing antara satu dengan yang lain sehingga perusahaan perlu untuk menciptakan sekaligus menjaga ekuitas tersebut dalam hal tidak hanya mengelola kemampuan konsumen untuk membeli, tetapi juga membentuk keinginan konsumen untuk terus berbelanja dan membeli produk yang diinginkan. Menurut Nancarrow and Bailey (1998) persepsi konsumen tentang makna berbelanja di era modern saat ini dianggap bukan hanya sebagai kegiatan mencari sesuatu yang dibutuhkan tetapi juga sebagai kegiatan hiburan (entertainment) dan leisure activity (gaya hidup). Belanja menjadi alat pemuas keinginan akan barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, akan tetapi karena pengaruh trend atau mode yang tengah berlaku, maka mereka merasa
merupakan suatu keharusan untuk membeli barangbarang tersebut tanpa pertimbangan sebelumnya. Kegiatan berbelanja seperti ini adalah kegiatan berbelanja secara impulsif. Perilaku pembelian impulsif pada umumnya seringkali dilihat dari sudut pandang wanita sebagai konsumen mayoritas. Salah satu dari penelitian itu dilakukan oleh Dittmar, et al. (1995) yang dalam penelitian ini telah diketahui bahwa secara umum perempuan lebih sering membeli secara impulsif dibandingkan laki-laki. Pada penelitian ini mereka menyatakan bahwa wanita sebagai konsumen pembelanja impulsif mayoritas di Seoul, Korea Selatan memiliki tingkat arousal (kegairahan dan semangat) yang tinggi dalam berbelanja. Selain itu, mereka sangat mengikuti fashion trend yang saat itu berkembang. Ada semacam sifat kompetisi untuk selalu berpenampilan menarik setiap saat. Sehingga, tidaklah mengherankan apabila tingkat konsumsi belanja impulsif di Korea cukup tinggi terutama pembelian impulsif produk fashion. Seiring dengan perkembangan fenomena dan trend saat ini menunjukkan bahwa konsumen pria pun juga sudah semakin impulsif dalam berbelanja. Penelitian yang telah dilakukan oleh Lembaga survei Nielsen dalam penelitiannya yang bertajuk ”Shopper Trend”, yang dilakukan di beberapa kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, dan Makassar mencatat, intensitas pria di Indonesia untuk berbelanja terus mengalami pertumbuhan yang signifikan, yakni mengalami kenaikan 19%
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
341
Nuril Aulia Munawaroh, Fatchur Rohman
pada tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya. Kecenderungan pria-pria di Indonesia saat ini yang menganggap dirinya adalah pembelanja utama sudah lebih impulsif dalam berbelanja. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Markplus Insight dimana mereka kembali merilis hasil riset yang bertajuk ”Understanding Men: Their Spending Behavior and Lifestyle” yang meneliti mengenai fenomena spending behavior pria-pria di Jakarta sebagai salah satu konsumen yang saat ini dianggap potensial bagi para produsen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian pria di Jakarta berada pada segmen Impulsive Simple dengan jumlah 38.7%. Walaupun jumlah ini tidak mayoritas tetapi mereka mewakili tipe pria yang cenderung membelanjakan uangnya untuk kebutuhan rutin sekaligus kebutuhan bersenang-senang. Mereka senang jalan, senang merasionalisasikan pikirannya untuk menutupi rasa bersalah setelah membelanjakan uangnya dalam jumlah besar. Pembenaran mereka, membelanjakan uang untuk sesuatu yang tidak dibutuhkan saat itu adalah untuk investasi masa depan. Tidak heran, mereka mudah tergoda dengan promosi dan sale yang ditawarkan oleh pihak retailer. Apalagi promosi belanja diskon tambahan dengan kartu kredit. Semula semua pria pada kelompok ini mengaku suka mendatangi pusat-pusat perbelanjaan hanya sekedar cuci mata. Karakteristik berbelanja pria yang seperti ini, merupakan lampu hijau bagi para pemasar untuk membidik pasar baru di dunia fashion khususnya produk fashion bagi pria sehingga fenomena ini sangat menarik untuk diteliti terkait dengan faktorfaktor yang mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion. Pembelian impulsif itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku yang mengacu pada aktifitas pembelian yang sifatnya tidak direncanakan atau mendadak, di mana pada saat melakukan pembelian impulsif ini konsumen disertai dengan perasaan gembira, senang dan ada semacam dorongan yang kuat untuk membeli produk tersebut (Rook, 1987). Keputusan pembelian impulsif timbul akibat adanya rangsangan lingkungan belanja. Implikasi dari lingkungan belanja terhadap perilaku pembelian ini mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen (Eroglu dan Machleit, 1990). 342
Manurut Samuel (2005) lingkungan didalam toko (store environment) mengacu pada semua karakter fisik dan sosial konsumen, termasuk objek fisik (produk dan toko), hubungan ruang (lokasi toko dan produk dalam toko), dan perilaku sosial dari orang lain (siapa saja yang di sekitar dan apa saja yang mereka lakukan). Store environment sangat terkait dengan physical evidence (bukti fisik) yang dikonsep sedemikian rupa oleh para pemasar dimana pelayanan didalam toko (service environment) diciptakan dan disediakan sehingga menstimulan adanya interaksi konsumen di dalam toko (Zeitahml dan Bitner, 2003). Kondisi service environment dapat menimbulkan pengaruh yang kuat terhadap konsumen, terutama persepsi mereka terhadap kualitas jasa dan kepuasan jasa. Menurut Baker, et al. (2002) service environment terdiri dari tiga dimensi kelompok yaitu faktor ambient (warna, suhu, aroma, suara dll), faktor desain (arsitektur, layout dan style) dan faktor sosial (pelayanan karyawan toko dan adanya konsumen lain yang berada ditoko tersebut/shop crowding/perceived crowding. Seringkali para pelanggan potensial dapat memberikan respon yang tidak sesuai dengan apa yang direncanakan oleh pihak retailer, seperti menghabiskan uang lebih sedikit daripada yang telah direncanakan atau meninggalkan toko tanpa melakukan pembelian. Tingkat kepadatan (crowding) di dalam toko juga tidak mungkin dirasakan oleh employee toko itu sendiri. Whiting (2007) menyatakan bahwa tingkat perceived crowding yang tinggi terbukti menimbulkan emosi negatif pada pegawai toko sehingga mempengaruhi job performance/ employee assistance quality yang diberikan kepada konsumen. Pelayanan yang kepada konsumen memburuk dengan adanya crowding yang dirasakan oleh pegawai toko. Sangatlah penting bagi retailer untuk menerapkan strategi yang jitu guna meminimalisir respon negatif yang ditimbulkan perceived crowding. Adanya employee assistance service yang cukup diharapkan dapat memberikan efek positif dan meningkatkan pembelian impulsif pada tingkat konsumen (Matilla dan Wirtz, 2008). Pembelian impulsif konsumen terhadap suatu produk terutama produk fashion juga melibatkan motivasi dan ketertarikan (fashion involvement) yang dimiliki oleh konsumen (Park, et al., 2006).
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 2 | JUNI 2014
Anteseden Pembelian Impulsif Produk Fashion oleh Pria (Studi pada Toko Ritel Fashion di Jakarta)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Krugger (dalam Park dan Burns, 2005) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki involvement terhadap produk fashion cenderung untuk sangat peduli akan penampilannya dan selalu terlibat dalam pencaharian sesuatu yang tanpa henti terutama terkait dengan produk fashion. Kecenderungan seseorang untuk memiliki penampilan yang menarik menyebabkan orang tersebut sering melakukan pembelian impulsif untuk produk fashion yang kemudian diperparah lagi saat seseorang secara finansial memiliki kemampuan untuk membeli produk tersebut. Salah satu indikasi kemampuan finansial adalah kepemilikan kartu kredit. Kartu kredit memberikan fasilitas kepada konsumen untuk mempermudah proses pembelian baik yang direncanakan maupun pembelian impulsif pada berbagai produk termasuk produk fashion. Selain itu, kartu kredit juga memberikan kemudahan bagi konsumen karena konsumen dapat mencicil tagihan yang dibebankan kepada konsumen dan juga memberikan jangka waktu yang lebih panjang bagi konsumen untuk membayar tagihan kartu kreditnya. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku belanja impulsif pada produk fashion akan menjadi lebih tinggi apabila difasilitasi oleh kepemilikan kartu kredit. Penelitian yang dilakukan oleh Park dan Burns (2005) menemukan bahwa penggunaan kartu kredit oleh masyarakat Korea dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Fenomena serupa juga terjadi di Indonesia. Peningkatan jumlah peredaran kartu kredit ternyata diiringi dengan peningkatan transaksi dengan kartu kredit, seperti yang terjadi di Jakarta. Berdasarkan pengamatan perilaku belanja pengguna kartu kredit sebuah bank, 57% transaksi disumbangkan dari pembelanjaan pakaian (fashion), sepatu, dan aksesori. Kehadiran mesin merchant kartu kredit (Electonic Data Capture) di pusat perbelanjaaan menjadikan kartu kredit sebagai media pembayaran yang lazim digunakan dan disinilah konsumen yang memiliki ciri konsumsi impulsive seringkali menggunakan kartu kredit dalam melakukan pembelian karena konsumen memiliki alternatif pembayaran selain tunai dan kartu debit (Sunarto, 2003). Berdasarkan latar belakang dan adanya perbedaan penelitian terdahulu di atas mendorong penulis ingin meneliti lebih lanjut pengaruh factor-faktor yang
mempengaruhi pria melakukan produk fashion di Jakarta dengan menelaah (1) apakah perceived stimulation, perceived crowding, fashion involvement dan credit card usage dapat mempengaruhi keputusan konsumen pria di Jakarta untuk melakukan pembelian impulsif produk fashion ? (2) apakah perceived crowding dapat mempengaruhi employee assistance yang diberikan kepada konsumen pria di Jakarta? (3) apakah employee assistance performance dapat mempengaruhi pembelian impulsif konsumen pria di Jakarta untuk melakukan pembelian impulsif produk fashion..? (4) faktor manakah (perceived stimulation, perceived crowding, fashion involvement, credit card usage) yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap keputusan konsumen pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion? Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor-faktor (perceived stimulation, perceived crowding, fashion involvement dan credit card usage) terhadap keputusan pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion, (2) mengetahui dan menganalisis pengaruh perceived crowding terhadap employee assistance yang diberikan konsumen pria di Jakarta, (3) mengetahui dan menganalisis pengaruh employee assistance terhadap pembelian impulsif produk fashion konsumen pria di Jakarta, (4) mengetahui faktor manakah (perceived stimulation, perceived crowding, fashion involvement, credit card usage) yang memberikan pengaruh paling dominan terhadap keputusan pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion.
Kerangka Konseptual Penelitian
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
343
Nuril Aulia Munawaroh, Fatchur Rohman
Hipotesa Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hipotesa penelitian sebagai berikut: (H1) perceived stimulation secara signifikan mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion, (H2.a) perceived crowding secara signifikan mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion, (H2.b) perceived crowding secara signifikan mampu mempengaruhi employee assistance toko ritel fashion, (H3) employee assistance secara signifikan mampu mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsive, (H4) fashion involvement secara signifikan mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion, (H5), credit card usage secara signifikan mempengaruhi pria di Jakarta melakukan pembelian impulsif produk fashion.
METODE Pemilihan Sampel Ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil, sebagaimana dalam metode struktural lainnya ukuran sampel ini menjadi dasar dalam estimasi kesalahan sampling. Sejauh ini belum ada rumusan untuk menghitung besar sampel pemodelan SEM (Structural Equation Modeling). Populasi penelitian ini adalah seluruh pria di Jakarta yang memiliki kartu kredit dan sedang melakukan pembelian impulsif produk fashion di tokotoko ritel fashion di Jakarta, di mana jumlahnya tidak terbatas. Sebanyak 145 responden dengan pertimbangan bahwa ukuran sampel lima kali dari jumlah
indikator yang ada (5 x 29 = 145 responden). Ukuran sampel ini masih berada dalam rentang ukuran sampel yang sebaiknya dipergunakan yakni 100–200 responden. Setelah dilakukan penyebaran kuesioner, terdapat 45 kuesioner yang tidak dipakai karena responden tidak mengisi dengan lengkap, sehingga hanya 100 kuesioner yang dipakai dalam penelitian untuk dianalisis lebih lanjut dan dinilai dapat mewakili seluruh anggota populasi. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode accidental sampling, yaitu metode pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, dalam arti konsumen pria yang kebetulan sedang melakukan pembelian impulsif produk fashion.
Metode Analisa Data Pengujian hipotesa dilakukan dengan analisis persamaan struktural (Structured Equation Model) dengan alat bantu aplikasi AMOS (Analysis of Moment Structure). Sebelum tahap permodelan dalam SEM dilakukan, peneliti melakukan uji reliabilitas dan validitas. Uji reliabilitas dilakukan guna mengetahui sejauh mana suatu alat ukur dapat memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali pada subyek yang sama dan uji validitas dilakukan guna mengetahui sejauh mana suatu alat pengukur mengukur dengan tepat yang ingin diukur.
HASIL Uji Hipotesa Output struktural parameter estimates dapat digunakan untuk menguji hubungan konstruk eksogen-
Tabel 1. Asumsi Penelitian dalam SEM
No.
Asumsi
1.
Ukuran Sampel
2.
Normalitas
3.
Outliers
4.
Mulcollinearity
344
Deskripsi Min 100 – 200 sampel dan selanjutnya menggunakan perbandingan 5 observasi untuk setiap estimated parameter Distribusi data dikatakan normal pada tingkat signifikansi 0,01 jika Critical Ratio (CR), skewenes (kemiringan) atau CR curtosis (keruncingan) tidak lebih dari ± 2,58 Evaluasi atas outlier dapat dilihat dari hasil uji Mahalanobis Distance, yaitu pada nilai p1dan p2 diatas 0,05 yang artinya tidak ada outliers. Pengujian terhadap gejala multikolinieritas antar dimensi adalah apabila korelasi antar dimensi atau konstruk < 0,85 dan ini berarti tidak terkena multikolinieritas.
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 2 | JUNI 2014
Anteseden Pembelian Impulsif Produk Fashion oleh Pria (Studi pada Toko Ritel Fashion di Jakarta)
endogen yang ada dalam struktural model. Berdasarkan hasil analisis, didapat pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung masing-masing konstruk yang ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Ringkasan Koefisien Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung Masing-Masing Konstruk
Hasil pengujian hipotesa penelitian berdasarkan Tabel 2 adalah sebagai berikut: Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa perceived stimulation secara langsung berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembelian impusif produk fashion oleh pria di Jakarta dengan nilai koefisien sebesar 0,734 dan probability value sebesar 0,010 (<0.05). Sehingga dapat diartikan semakin tinggi terpaan stimulation yang terkait dengan store environment toko ritel fashion yang diterima oleh konsumen pria maka semakin tinggi pula tingkat pembelian impulsif produk fashion yang dilakukan oleh konsumen pria di Jakarta. Hipotesis 2a yang menyatakan bahwa perceived crowding secara langsung berpengaruh secara positif tetapi tidak signifikan terhadap pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta dengan nilai koefisien sebesar 0,542 dan probability value sebesar 0,057 (>0.05). Sehingga dapat diartikan bahwa walaupun crowding yang diterima oleh pria dirasakan tinggi tetapi tidak menghilangkan kegiatan membeli impulsif produk fashion yang dilakukan oleh konsumen pria. Hipotesis 2b yang menyatakan bahwa perceived crowding secara langsung berpengaruh secara positif tetapi tidak signifikan terhadap employee assistance toko ritel fashion di Jakarta dengan nilai koefisien sebesar 0,589 dan probability value sebesar 0,062 (>0.05). Sehingga dapat diartikan walaupun crowding
yang dirasakan oleh konsumen pria terhadap employee assistance sebuah toko ritel fashion tetapi tidak melunturkan kualitas employee assistance yang bisa diberikan kepada konsumen pria di Jakarta. Store employee tetap memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. Hipotesis 3 yang menyatakan bahwa employee assistance secara langsung berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta dengan nilai koefisien sebesar 0,623 dan probability value sebesar 0,022 (<0.05). Sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat employee assistance performance pada sebuah toko ritel fashion maka semakin tinggi pula tingkat pembelian impulsif produk fashion yang dilakukan oleh konsumen pria di Jakarta. Hipotesis 4 yang menyatakan bahwa fashion involvement secara langsung berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta dengan nilai koefisien sebesar 0,748 dan probability value sebesar 0,045 (<0.05). Sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat fashion involvement yang dimiliki oleh konsumen pria terhadap produk fashion maka semakin tinggi pula tingkat pembelian impulsif produk fashion yang dilakukan oleh konsumen pria di Jakarta Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa Credit Card Usage secara langsung berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta dengan nilai koefisien sebesar 0,865 dan probability value sebesar 0,0037 (<0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat penggunaan kartu kredit dalam berbelanja yang dilakukan oleh konsumen pria maka semakin tinggi pula tingkat pembelian impulsif produk fashion yang dapat dilakukan oleh konsumen pria di Jakarta. Pengaruh tidak langsung antara perceived crowding terhadap pembelian impulsif melalui employee assistace dapat diterima dengan nilai koefisien sebesar 0.389. Employee assistance merupakan variabel intervening positif tetapi tidak signifikan antara perceived crowding terhadap pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta. Sehingga dapat diartikan bahwa employee assistance tidak dapat memoderasi efek negative crowding yang diterima konsumen karena memang pada penelitian ini responden
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
345
Nuril Aulia Munawaroh, Fatchur Rohman
tidak merasa adanya efek negative yang ditimbulkan oleh crowding saat berbelanja produk fashion.
PEMBAHASAN Pengaruh Perceived Stimulation terhadap Pembelian Impulsif Hasil-hasil analisis menerangkan bahwa variabel perceived stimulation secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta. Hal yang mendominasi para pria untuk membeli produk fashion secara impulsif karna adanya promosi diskon dan aneka bentuk promosi lain yang tentunya menarik konsumen pria di Jakarta membeli produk fashion yang tidak direncanakan sebelumnya. Selain itu, bentuk physical evidence dari sebuah store environment turut memberikan pengaruh yang cukup kuat dalam mempengaruhi para pria ini untuk membeli secara impulsif produk fashion yang diinginkan. Secara keseluruhan teknikteknik promosi penjualan merupakan taktik pemasaran yang memiliki dampak jangka sangat pendek. Tidak dapat dipungkiri kadang-kadang penjualan hanya meningkat selama kegiatan promosi penjualan berlangsung. Strategi inilah yang justru paling banyak digencarkan oleh para retailer untuk membidik pangsa pasar tertentu dan meningkatkan pembelian impulsif, termasuk konsumen pria di Jakarta, yang saat ini memang menjadi salah satu target potensial pemasaran produk fashion. Pada penelitian ini juga menunjukkan hasil bahwa physical evidence yang merupakan salah satu elemen store environment toko ritel fashion juga cukup mempengaruhi para pria di Jakarta untuk membeli secara impulsif produk fashion yang diinginkan saat itu. Walaupun pengaruhnya tidak cukup dominan mempengaruhi para pria ini tetapi store environment yang ditata dengan baik sedemikian rupa mempunyai pengaruh yang cukup kuat pada citra toko, sehingga hal ini harus direncanakan sebaik mungkin oleh para retailer
Pengaruh Perceived Crowding terhadap Employee Assistance dan Pembelian Impulsif Hasil-hasil analisis menerangkan bahwa variabel perceived crowding secara positif tetapi tidak 346
signifikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta. Walaupun para konsumen pria diterpa crowding yang luar biasa tetapi tidak membuat para pria ini menjauhi toko. Mereka tetap berjejal dan ikut masuk kedalamnya. Pada penelitian ini terlihat responden sudah tidak menggunakan rasionalitasnya dalam hal berbelanja produk fashion dikarenakan adanya diskon yang menggiurkan sedang berlangsung saat itu. Menurut Eroglu dan Machleit (1990), pada konteks ritel fashion adanya terpaan crowding dapat mempengaruhi konsumen dalam berbelanja seperti halnya juga kepuasan pada aktivitas berbelanja. Pada penelitian ini sebagian responden tidak merasakan adanya efek negatif yang ditimbulkan oleh crowding. Terlihat, mereka justru merasa nyaman berbelanja di tengah-tengah kehebohan pengunjung yang luar biasa. Para pria sebagai pelanggan potensial memberikan respon yang sesuai dengan apa yang direncanakan oleh pihak retailer, seperti menghabiskan uang lebih banyak daripada yang telah direncanakan. Efek negatif crowding didalam toko sebenarnya tidak hanya menerpa konsumen pria sebagai responden penelitian ini tetapi juga bisa dirasakan oleh store employee itu sendiri. Tetapi berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan efek negative dari crowding itu sendiri tidak berpengaruh terhadap kinerja store employee. Walaupun dalam keadaan crowded para responden ini berpendapat bahwa store employee assistance tetap memberikan performance terbaiknya dalam melayani pengunjung yang berbelanja produk fashion saat itu. Walaupun kinerja store employee sudah dianggap memuaskan oleh responden tetapi hal ini seharusnya tidak menjadikan retailers berhenti untuk terus meningkatkan dan mempertahankan kinerja yang sudah baik.
Pengaruh Employee Asisstance terhadap Pembelian Impulsif Hasil-hasil analisis menerangkan bahwa variabel employee assistance secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta. Berdasarkan penelitian ini responden merasakan adanya kinerja yang baik dari store employee untuk selalu memberikan pelayanan terbaiknya. Pelayanan terbaik yang telah diberikan oleh store employee dapat
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 2 | JUNI 2014
Anteseden Pembelian Impulsif Produk Fashion oleh Pria (Studi pada Toko Ritel Fashion di Jakarta)
menciptakan satu store environment yang nyaman bagi konsumen. Sehingga konsumen secara leluasa melihat dan menikmati suasana toko sehingga dapat menciptakan satu pembelian impulsif.
Pengaruh Fashion Involvement terhadap Pembelian Impulsif Hasil-hasil analisis menerangkan bahwa variabel fashion involvement secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta. Pada penelitian ini konsumen pria memiliki tingkat fashion involvement yang sangat baik akan produk fashion. Hasil penelitian ini terlihat bahwa konsumen pria dengan tingkat fashion involvement yang tinggi akan lebih terlibat dalam pembelian secara impulsif yang berorientasi fashion. Terkait dengan tingkat fashion involvement yang tinggi pengetahuan konsumen pria mengenai kualitas, warna, detail dan bahan produk fashion adalah beberapa hal yang menjadi pertimbangan konsumen pria dalam membeli produk fashion. Sehingga hal ini bisa dijadikan satu acuan penting bagi para retailers untuk menerapkan strategi khusus guna meningkatkan penjualan tidak terkecuali meningkatkan pembelian impulsif.
Pengaruh Credit Card Usage terhadap Pembelian Impulsif Hasil-hasil analisis menerangkan bahwa variabel credit card usage secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta. Pada penelitian ini terlihat bahwa kepemilikian kartu kredit yang cukup tinggi telah memberikan peluang bagi konsumen pria untuk membeli produk fashion secara impulsif. Kartu kredit memberikan fasilitas kepada konsumen untuk mempermudah proses pembelian baik yang direncanakan maupun pembelian impulsif pada berbagai produk termasuk produk fashion. Selain itu, kartu kredit juga memberikan kemudahan bagi konsumen karena konsumen dapat mencicil tagihan yang dibebankan kepada konsumen dan juga memberikan jangka waktu yang lebih panjang bagi konsumen untuk membayar tagihan kartu kreditnya. Terdapat hasil penelitian yang menarik yaitu konsumen pria seringkali menggunakan kartu kredit untuk berbelanja produk fashion karena
ada keuntungan lain yang bisa didapatkan yaitu adanya diskon tambahan dan aneka promosi menarik lainnya apabila konsumen menggunakan kartu kreditnya untuk berbelanja produk fashion. Konsumen pria pada penelitian ini berpendapat bahwa seringkali mereka melakukan pembelian yang tidak terencana untuk berbelanja produk fashion lebih dari dana yang dialokasikan. Tetapi walaupun mereka memiliki kartu kredit untuk berbelanja tidak sedikit dari responden ini tetap mementingkan harga produk yang dibeli. Bagi mereka kartu kredit hanyalah sarana mempermudah untuk membeli barang disaat mereka tidak mempunyai dana yang cukup untuk itu.
Pengaruh Tidak Langsung Perceived Crowding terhadap Pembelian Impulsif dengan Employee Asisstance sebagai Variabel Pemoderasi Hasil-hasil analisis menerangkan bahwa variabel perceived crowding secara positif dan tidak signifikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta dengan employee assistance sebagai variabel pemoderasi. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Whiting (2007) yang menyatakan bahwa efek negative yang ditimbulkan oleh perceived crowding yang dirasakan oleh konsumen bisa direduksi dengan cara memberikan pelayanan yang baik yang diberikan oleh store employee. Hasil penelitian ini lebih menunjukkan bahwa konsumen pria memang tidak merasakan adanya efek negative yang ditimbulkan oleh crowding. Mereka tetap ikut berjejal berusaha mendapatkan produk fashion yang diinginkan. Selain itu, mereka juga puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh store employee. Kinerja employee assistance yang baik di mana store employee tersebut mampu memberikan sikap positif, mampu memberikan solusi atas setiap keluhan konsumen serta mampu melayani konsumen dengan cepat dan ramah. Sehingga, konsumen pria merasa nyaman berbelanja di toko tersebut dan meningkatkan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya (pembelian impuslif). Kualitas pelayananan yang seperti ini harus bisa di pertahankan oleh retailers dan jika perlu ditingkatkan guna mencapai target konsumen potensial lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
347
Nuril Aulia Munawaroh, Fatchur Rohman
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa: Perceived stimulation secara positif dan signifikan mempengaruhi pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta. Perceived stimulation yang diwakili oleh physical evidence sebuah toko yang diciptakan oleh pihak toko ritel fashion mampu menumbuhkan mood konsumen pria, sehingga mereka merasakan kenyamanan pada saat berbelanja produk fashion sehingga mampu meningkatkan penjualan sampai pada tingkat pembelian impulsif produk fashion yang telah dilakukan oleh konsumen pria. Perceived crowding secara positif tetapi tidak cukup signifikan mempengaruhi pembelian impulsif produk fashion yang dilakukan oleh pria di Jakarta. Walaupun konsumen merasa tingkat kepadatan di dalam toko cukup tinggi tetapi, hal ini tidak menyurutkan semangat mereka untuk tetap berbelanja produk fashion. Mereka justru turut berjejal diantara kepadatan pengunjung di toko saat itu. Aktivitas berbelanja yang mereka lakukan seperti ini telah memberikan keuntungan bagi pihak retailer yaitu meningkatkan penjualan produk fashion sekaligus menciptakan pembelian impulsif saat itu. Perceived crowding secara positif tetapi tidak cukup signifkan mempengaruhi kualitas employee assistance sebuah toko ritel fashion. Walaupun toko dalam keadaan padat pengunjung, tetapi hal ini tidak melunturkan kinerja positif yang diberikan store employee kepada pelanggan. Konsumen pria beranggapan bahwa, para pegawai toko mampu memberikan sikap positif, melayani pelanggan dengan cepat dan ramah serta mampu mengatasi segala keluhan konsumen. Employee assistance secara positif dan signifikan mempengaruhi pembelian impulsif produk fashion oleh konsumen pria. Konsumen pria merasa puas dengan kinerja employee assistance pada toko ritel fashion yang diberikan kepada pelanggan cepat, tanggap dan ramah. Ini merupakan nilai plus untuk pegawai toko karna dengan pegawai yang ramah dan tangkas, konsumen pun akan lebih nyaman untuk berbelanja. Sehingga seringkali kenyamanan konsumen yang seperti ini membuat mereka membeli 348
produk-produk fashion yang tidak direncanakan sebelumnya. Fashion involvement secara positif dan signifikan mempengaruhi pembelian impulsif produk fashion oleh konsumen pria. Para pria ini pada penelitian ini memiliki tingkat pengetahuan dan pengalaman mengenai produk fashion yang tinggi sehingga cukup bagi mereka untuk memilih dan membeli produk fashion yang diinginkan. Mereka lebih menitikberatkan pada kualitas produk fashion yang dibeli dengan produk fashion yang sesuai dengan pilihan mereka, mereka akan merasa nyaman mengenakannya. Berbekal high fashion involvement yang dimiliki konsumen pria lebih terlibat dalam pembelian secara impulsif yang berorientasi fashion. Credit card usage secara positif dan signifikan mempengaruhi pembelian impulsif produk fashion oleh konsumen pria. Pada penelitian ini terlihat bahwa kepemilikian kartu kredit yang cukup tinggi telah memberikan peluang bagi konsumen pria untuk membeli produk fashion secara impulsif. Kartu kredit memberikan fasilitas kepada konsumen untuk mempermudah proses pembelian baik yang direncanakan maupun pembelian impulsif pada berbagai produk termasuk produk fashion. Selain itu, kartu kredit juga memberikan kemudahan bagi konsumen karena konsumen dapat mencicil tagihan yang dibebankan kepada konsumen dan juga memberikan jangka waktu yang lebih panjang bagi konsumen untuk membayar tagihan kartu kreditnya. Konsumen pria seringkali menggunakan kartu kredit untuk berbelanja produk fashion karena ada keuntungan lain yang bisa didapatkan yaitu adanya diskon tambahan dan aneka promosi menarik lainnya apabila konsumen menggunakan kartu kreditnya untuk berbelanja produk fashion. Perceived crowding secara positif dan tidak signifikan mempengaruhi pembelian impulsif produk fashion oleh pria di Jakarta dengan employee assistance sebagai variabel pemoderasi. Hasil penelitian ini lebih menunjukkan bahwa konsumen pria memang tidak merasakan adanya efek negative yang ditimbulkan oleh crowding sehingga tidak ada yang perlu direduksi dalam hal ini. Sangatlah menarik ketika mereka tetap ikut berjejal berusaha mendapatkan produk fashion yang diinginkan. Mereka membeli produk fashion lebih dari apa yang direncanakan.
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 2 | JUNI 2014
Anteseden Pembelian Impulsif Produk Fashion oleh Pria (Studi pada Toko Ritel Fashion di Jakarta)
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dalam pelaksanaannya sehingga berpengaruh terhadap hasil penelitian yang diperoleh secara keseluruhan. Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: Penelitian hanya dilakukan di Jakarta saja, di mana akan lebih baik lagi jika penelitian dilakukan di beberapa kota urban yang berbeda, sehingga karakteristik masyarakat urban di Indonesia akan lebih beragam, sehingga opini masyarakat yang berhubungan dengan penelitian ini dapat lebih terwakilkan. Objek penelitian hanya dilakukan pada satu produk, yaitu produk fashion. Bagi pria produk fashion merupakan salah satu barang yang tingkat impulsifnya tinggi, sehingga peneliti memilih objek untuk penelitian ini, yaitu produk fashion. Objek penelitian untuk retail outlet produk fashion tidak di fokuskan pada satu ritel produk fashion tertentu, tapi dilakukan general untuk semua ritel produk fashion. Sehingga pertanyaan dalam kuesioner menjadi bias, dan konsumen dapat menjadi salah dalam menilai ritel produk fashion seperti apa yang dimaksudkan dalam penelitian ini. Keterbatasan waktu penelitian yang menyebabkan peneliti tidak dapat melakukan penelitian di kota yang lebih beragam. Keterbatasan waktu juga menyebabkan peneliti tidak dapat melakukan penelitian terhadap beberapa produk yang berbeda, sehingga tidak dapat melakukan perbandingan dari hasil yang diperoleh.
Saran Saran peneliti untuk penelitian selanjutnya yang didasarkan pada keterbatasan pelaksanaan dan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Penelitian hendaknya dilakukan di lebih banyak kota urban di Indonesia, seperti Jogjakarta, Surabaya, Medan, Makasar, dll. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik yang lebih beragam dari masyarakat kotakota urban di seluruh Indonesia, sehingga dapat membantu peritel mengetahui karakteristik konsumen pada daerah tujuan sasarannya. Penelitian hendaknya dilakukan pada beberapa jenis produk yang berbeda, selain fashion, untuk
mengetahui dan membandingkan produk mana yang tingkat pembelian impulsifnya lebih tinggi bagi konsumen. Objek penelitian selanjutnya sebaiknya difokuskan pada satu retail outlet tertentu, sehingga pandangan responden mengenai retail outlet tidaklah bias dan tujuan penelitian dapat tercapai, terutama untuk variabel store atmosphere. Peneliti selanjutnya sebaiknya perlu melakukan modifikasi lebih lanjut terhadap model penelitian dan hipotesis guna mencari faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumen dalam hal orientasi kultur, karakteristik demografis dan geografis, dan Store Atmosphere terhadap perilaku pembelian impulsif. Peneliti selanjutnya perlu melakukan eksplorasi lebih lanjut mengenai metode penilaian terhadap pembelian Impulsif, yang kemungkinan tidak hanya terbatas pada frekuensi dan pembelian impulsif, namun bisa dilihat juga faktor hedonic consumption, shopping enjoyment, dll. Diharapkan agar peneliti selanjutnya dapat terjun langsung dalam pengumpulan data primer, sehingga tingkat error data bisa diperkecil, dan responden dapat lebih mengerti mengenai maksud dan tujuan penelitian.
DAFTAR RUJUKAN Baker, J., and Cameron, M. 1996. ” The Effects of the Service Environment on Affect and Consumer Perception of Waiting Time: An Integrative Review and Research Propositions,” Journal of the Academy of Marketing Science, 24 (4), 338. Baker, J., Dhruv, G., & Parasuraman, A. 1994. The Influence of Store Environment on Quality Inferences and Store Image,” Journal of Academy of Marketing Science, Vol.4, pp. 328–392. Baker, J. et al. 2002. The Influence of Multiple Store Environment Cues on Perceived Merchandise Value and Patronage Intentions. Journal of Marketing: Vol. 66, No. 2, pp. 120-141 diakses secara online dari http:// www.journals.marketingpower.com/doi/abs/10.1509/ jmkg.66.2.120.18470 pada tanggal 23 Juli 2012. Dittmar, H., et al. 1995. Gender Identity and Material Symbols : Objects, Decision Considerations and Self-image Man’s and Women’s Impulse Purchases, Journal of Economic Psycology, Vol. 16, pp. 491–511. Eroglu, S., & Machleit, K.A. 1990. An Empirical Study of Retail Crowding : Antecedents and Consequences, Journal of Retailing, pp. 66–121.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
349
Nuril Aulia Munawaroh, Fatchur Rohman
Eroglu, Segvin, A., Machleit, Karen, A., & Mantell, P.S. 2000. Perceived Retail Crowding and Shopping Satisfaction : What Modifes This Relationship, Journal of Consumer Psychology, Vol. 9, Issue 1, pp. 29–42 diakses secara online dari http://www.sciencedirect. com/science/article/pii/S1057740800703238 pada s10 Juni 2012. Levy, M., & Weitz, Barton, A. 2009. Retailling Management, Ed.7th, McGraw-Hill/IrwinMai, N.T.T., et al. (2003). An Exploratory Investigation into Impulse Buying Behavior in a Transitional Economy: A Study of Urban Consumers in Vietnam, Journal of International Marketing, Vol.11 (2), pp. 13–35. Levy, M., & Weitz, Barton, A. 2009. Retailling Management, Ed.7th, McGraw-Hill/IrwinMai, N.T.T., et al. (2003). An Exploratory Investigation into Impulse Buying Behavior in a Transitional Economy: A Study of Urban Consumers in Vietnam, Journal of International Marketing, Vol.11 (2), pp. 13–35. Matilla, A., & Wirtz, J. 2008. The Role of Enviromental Stimulation and Social Factors on Impulse Purchasing, Journal of Service Marketing, Vol. 22, pp. 562-567 diakses secara online dari http://www.emeraldinsight.com/ journals.htm?issn=0887-6045&volume=22&issue = 7 &articleid=1747575&show=html pada tanggal 4 Juni 2012. Nancarrow, C., & Bayley, G. 1998. Impulse Purchasing: A Qualitative Exploration of the Phenomenon,A Qualitative Research: International Journal, Vol. 1 Iss 2, pp. 19-114, diakses secara online dari http://www. emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=858359& pada tanggal 4 Juni 2012. Park, Eun, J., Kim, Young, E., & Forney, Cardona, J. 2006. A Structural Model of Fashion Oriented Impulse Buying Behavior, Journal of Fashion Marketing and Management, Vol. 10, pp. 433–446. Park Eun, J., & Forney, J. 2006. A Comparison of Impulse Buying Behavior and Credit Card Use Between Korea and American College Students, Journal of the
350
Korean Society of Clothing and Textiles, 28(12): 1571–1582. Park, H., & Burns, L. 2005. Fashion Oientation, Credit Card Use, and Compulsive Buying, Journal of Consumer Marketing, Vol.22, pp. 135–141. Rook, Dennis, W. 1987. The Impulse Buying, Journal of Consumers Research, Vol.14, pp. 189–199. Rook, Dennis, W., & Fisher, R.J. 1995. Normative Influences on Impulsive Buying Behaviour, Journal of Consumer Research, Vol.22 (3), pp. 305–313. Rook, Dennis, W., and Gardner, Paula, M. 1993. In the Mood: Impulse Buying’s Affective Antecedents. Research in Consumer Behavior, Vol. 6, pp. 1–26. Semuel, H. 2007. Pengaruh Stimulus Media Iklan, Uang Saku, Usia dan Gender terhadap Kecenderungan Pembelian Impulsif, Jurnal Manajemen Pemasaran, Vo. 2, pp. 31-42 diakses secara online dari https:// docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:n75gmkZ1 kaAJ:puslit.petra.ac.id/files/published/journals/ MAR/MAR070201/ pada tanggal 25 Agustus 2012. Sunarto. 2003. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit: Amus. Whiting, A., & Nakos, G. 2008. Can Crowded Stores Be a Good Thing For Retailers? Functional Density and Its Impact on Retail Satisfaction In Cross-cultural Content International Business: Research, Teaching, and Practice, 2, 25–35. Whiting, Hodge, A. 2007. Impact of Cusomer Crowding on Frontline Service Employees: Theoretical and Implications, Dissertation, diakses secara online dari http:// digitalarchive.gsu.edu/cgi/viewcontent. cgi?article = 1009&context=marketing_diss pada tanggal16 Agustus 2012. Zakir, E. 2010. Faktor-Faktor yang Mendorong Konsumen Melakukan Impulse Buying pada Toko-Toko Ritel Fashion di Jakarta, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Zeithaml, Valarie, A. & Bitner, Mary, J. 2003. Service Marketing: Integrating Customer Focus Across The Firm. New York: Mc.Graw Hill Companies.
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 2 | JUNI 2014