“ANTARA PERSIAPAN DAN KESIAPAN”
Lelaki dan wanita yang masih lajang atau istilah kerennya jomblo, tentu saja merasa kesepian….. Usia bertambah terus. Lalu pertanyaan yang cukup menyakitkan kadang datang begitu saja. Seakan tak empati pada nasib mereka,..
“KAPAN NIKAH?”, “DAH DAPET JODOH BELUM?”,
“JANGAN BANYAK PILIH-PILIH DONK!”. Apalagi saat undangan walimah dari teman-teman kuliah, juga saat reuni tiba pasti pertanyaan itu jadi bahan ‘ledekan’. Ada yang sudah membawa anak, ada yang baru saja menikah, ‘nah kamu kapan?’, terus saja pertanyaan itu menghantui, ‘oh tidaaaaak’, jeritmu dalam hati.
Mungkin kaum lelaki masih punya alasan. Misalnya harus kerja dulu, mapan dulu, atau mau kuliah dulu. Nah, kaum wanita semakin bingung. S2 sudah lulus, kerja sudah punya jabatan dan tak harus mapan tentunya. Hanya ‘tinggal’ menunggu pangeran berkuda putih datang melamar sang tuan putri. Berkelana berdua mengarungi dunia dengan penuh cinta, oh indahnya. Hehe…
Anehnya, ada juga yang menanggap enteng masalah ini, Apalagi orangtua yang seakan mempersulit anaknya untuk menikah. Ada yang bahkan lebih bangga anaknya sudah
punya pacar. jalan bareng, bahkan tak pulang ke rumah. Mereka merasa terlalu aman, jangan salahkan akhirnya sang anak pulang muntah-muntahan, tiga bulan kemudian hamil duluan. Nah loh, ‘berabe’ kan akibatnya ?
Belum lagi dorongan hormon dimasa subur yang membuat lelaki dan wanita mudah terangsang. Ditambah lagi tontonan dan jalanan sekitar yang tidak ramah dengan mata lelaki. Semakin membuat kepala pening. Soalnya, banyak wanita yang memakai kaos adiknya sih, hehe… Kelihatan auratnya dan merasa bangga dinikmati banyak lelaki. Na’udzubillah.
So, kenapa menunda untuk ibadah yang begitu indah? Hanya lima menit, yang tadinya maksiat jadi rahmat. Yang tadinya dosa jadi berpahala. Yang tadinya salah jadi berkah.
JADI KAPAN NIKAH ? Percaya deh, nikah saat muda itu asyik. Selain bisa saling mencintai dan menikmati juga bisa berjuang untuk sukses bersama.
Saya jarang sekali mendengar ada orang yang sukses sebelum nikah. Tapi, kebanyakan merintis kesuksesan bersama setelah menikah. Banyak juga yang sukses setelah mempunyai anak. Bahkan yang sudah jadi pengusaha misalnya, sebelum menikah banyak yang bingung lari kemana uang yang sudah dikumpulkan. Ternyata digunakan untuk beli gadget terbaru, beli motor dan mobil baru, atau habis karena mentraktir teman-temannya. Ujungnya, sebanyak apapun uang yang didapat, akan habis juga. Kalau sudah menikah, minimal ada yang bisa mengatur keuangan, sudah mempunyai tanggungan. Jadi jelas apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan. Iya nggak? Jika menikah terlalu berumur, maka fokusnya sudah beda, tantangannya semakin besar. Misalnya kalau suami sudah mapan, gairah untuk saling mencintai mungkin bisa tergantikan dengan keasyikan bekerja dan mencapai karir. Akhirnya tak sedikit wanita yang mengeluh karena jarang
dapat belaian dan perhatian walau kebutuhan materi terpenuhi.
Apalagi yang sebaliknya, usia istri terlalu tua dibandingkan usia suaminya. Terkadang jika belum mengetahui psikologi suami istri, istri yang lebih dewasa daripada suami dapat membuat sang suami merasa tak dihargai dan tersaingi.
Jadi ingat ‘guyonan’ seorang teman, “Di balik suami yang hebat ada istri yang hebat tapi di balik istri yang sukses berkarir, ada suami yang tertekan”. Hehehe bercanda.., tapi di beberapa kasus ada benarnya juga. Tanpa iman yang kuat, banyak yang berujung pada perceraian akibat dari perbedaan jabatan, penghasilan dan pengetahuan antara suami dan istri.
So, intinya menikah mesti dipersiapkan sedini mungkin, mulai dari siapkan mental, target, cita-cita dan kualitas diri. Oh ya, sebuah penelitian menyebutkan bahwa menikah
muda dapat meningkatkan angka harapan hidup pasangan. Sebaliknya orang yang hidup menyendiri lebih cepat tua dan diambil yang kuasa. Bagaimana menurut Sahabat?
Sebagai gambaran berikut dinyatakan ada tujuh kegalauan anak muda tapi tenang ada solusinya juga ko, simak ya!
7 KEGALAUAN ANAK MUDA : 1. Masa depan yang masih misteri 2. Jodoh yang belum diberi 3. Pekerjaan yang tak pasti 4. Penghasilan yang belum pas di hati 5. Lulus kuliah yang belum kelar skripsi 6. Pada orang tua belum bisa berbakti 7. Kemalasan dan penundaan yang sering menjangkiti
7 SOLUSI KEGALAUAN ANAK MUDA: 1. Perbaiki diri selagi dini, lakukan yang terbaik hari ini 2. Percayalah, jodoh pasti diberi tinggal perbaiki kualitas diri 3. Kerjakan yang disenangi, senangi pekerjaan 4. Bekerja cerdas, tuntas dan ikhlas 5. Fokus kerjakan skripsi, kerjakan dari yang termudah 6. Bahagiakan ortu, minimal dengan akhlak mulia 7. Jangan tunda apa yang bisa dikerjakan hari ini dan lakukan kebaikan yang berat dilakukan
-----------------------------------------------
“ANTARA KEBERANIAN DAN ‘NEKAD’
Apa bedanya berani dan ‘nekad’? Contohnya begini….
Belum punya SIM tapi mengendarai motor kebut-kebutan tanpa helm lagi. Itu namanya ‘nekad’. Kalau berani, misalnya masih belajar mengendarai mobil, sudah dapat SIM lalu mencoba mulai dari jalan sepi sampai memberanikan diri ke jalan raya dengan seorang pelatih. Itu namanya berani.
Sama dengan menikah. Kalau belum siap apa-apa, hanya berani curi perhatian atau bahkan jalan berduaan ditambah janji manis kesetiaan lalu ujungnya malah kemaksiatan. Ini sih namanya belum siap tapi ingin langsung menikmati. Atau sebaliknya, belum siap ilmu, mental, financial tapi sudah berani melamar.. ya.. nekad juga namanya.
Walaupun rizki dari Allah tapi ikhtiar mendapatkannya mesti telah disiapkan. Kecuali kalau orangtua siap mensupport, ‘tapi malu juga kali masa yang nikmatin situ, yang beban ortu. Mau gitu?’ coba pikir! Hehe
Ada juga yang setelah ikut seminar pra nikah, semangat berkobar besok langsung ngelamar. Tahunya malah kesasar. Ya sabar… Menyegerakan itu berarti mempersiapkan sedini mungkin untuk selanjutnya mengambil momentum yang pas untuk menikah. Menikah juga jangan karena paksaan atau desakan dari orang tua atau sahabat atau karena takut tak ada jodohnya. Tentunya menikah itu untuk ibadah.
So, jangan asal-asalan saat memilih, tapi jangan juga banyak pilih-pilih nanti akhirnya gak ada yang bisa dipilih. Nah loh? -------------------------------------------------------------------
“KULIAH DULU ATAU NIKAH DULU ?” Pertanyaan klasik, kuliah dulu atau nikah dulu? Kalau bisa sih nikah sambil kuliah. Tapi kalau belum siap jangan memaksakan diri. Kuliah menuntut ilmu juga bisa jadi amal ibadah kok. Menikah juga ibadah. Jika bisa membagi waktu dengan baik antara kuliah, cari ma’isyah (penghasilan) dan juga membangun keluarga sakinah maka bagus juga dilakukan. Tapi kalau belum dapat membagi waktu maka jangan dipaksakan. Karena ketahanan dan kemampuan seseorang itu tidak bisa disamakan.
Ada teman atau kakak tingkat yang mampu tapi kita belum tentu. Apalagi dengan pemikiran orangtua yang mesti dipahamkan terlebih dahulu. Jangan sampai menikah tapi tidak dapat restu dari ortu dan mertua. Na’udzubillah.
Jika ada lelaki belum lulus kuliah dan belum mempunyai ma’isyah (pekerjaan atau penghasilan) lalu memutuskan langsung mau menikah maka belum tentu dikatakan menyegerakan. Bisa jadi tergesa-gesa. Ada juga yang sukses luar biasa, tapi banyak juga yang nelangsa, kuliah porak poranda, bahkan perceraian melanda. Menikah itu jangan karena tergesa-gesa juga Bos! Karena tergesa-gesa itu sifat syaitan. Beda loh antara tergesa-gesa dan menyegerakan, kalo tergesa-gesa tanpa perhitungan, kalo menyegerakan pastinya sudah dengan kesiapan lalu diikhtiarkan. ----------------------------------------------------------------
“MAPAN DULU ATAU NIKAH DULU” Kalau yang satu ini pertanyaan lebih klasik lagi. Bahkan saat menyampaikan motivasi dalam training “Jangan Jatuh Cinta! Tapi Bangun Cinta” di salah satu daerah, saya bertanya pada seorang lelaki, “Kapan siap nikah?”. Jawabannya, “Nanti
kalau udah mapan dan bisa bahagiakan ortu”. Masalahnya KAPAN MAPANNYA? Lalu sudah pasti bisa mapan? Kapan juga bisa membahagiakan orangtua? Jawaban seperti itu tak ada kepastian yang jelas.
Orang yang mempunyai target yang jelas akan menjawab dengan yakin dan akurat tahun berapa ia siap menikah. Minimal jadi motivasi dan target dirinya untuk segera mempersiapkan pernikahan.
Masalahnya standar kemapanan seseorang pun berbeda. Ada yang menganggap mapan itu kalau sudah mempunyai pekerjaan tetap serta penghasilan tetap. Ada juga yang beranggapan mapan itu kalau sudah bisa menghajikan orangtua. Atau yang lain beranggapan mapan itu kalau sudah bisa beli rumah dan mobil sendiri.
Masalah kedua, kenyataannya hampir rata-rata orang yang mapan itu sudah berusia kepala tiga ke atas. Bahkan
banyak yang mapan justru saat usia 40 tahunan. Wah, kelamaan dong menunggunya. Tapi kalau Sahabat wanita lalu dilamar oleh lelaki yang sudah mapan jangan ditolak juga ya.. apalagi masih muda, sholeh tampan lagi. Terima saja, jangan lupa disyukuri. “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas pemberianNya lagi Maha Mengetahui” ,
Begitulah janji Allah dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat 32. ------------------------------------------------------------------
“BAHAGIAKAN ORTU DULU ATAU NIKAH DULU” Sampai kapan pun kita mesti memuliakan orangtua. Dalam Al Qur’an dijelaskan,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’ [17]: 23)
Bahkan, seorang anak laki-laki setelah menikah pun yang lebih berhak adalah ibunya daripada istrinya. Hal ini dikuatkan oleh hadits Imam Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim yang menshahihkannya, dari Aisyah ra. berkata:
“Aku bertanya kepada Nabi Muhammad saw., siapakah manusia yang paling berhak atas seorang wanita?” Jawabnya, “Suaminya.” “Kalau atas laki-laki?” Jawabnya, “Ibunya.”
Ini bukan berarti kita mesti menunda pernikahan demi membahagiakan orang tua dulu. Justru segera mungkin bahagiakan dengan akhlak yang baik juga apa yang bisa diberi. Baik sebelum menikah bahkan setelah menikah. Itu membuat seorang lelaki bisa dido’akan oleh dua bidadari sekaligus. Ibunya juga istrinya. Masya Allah. ------------------------------------------------------------------
“KERENKAN DIRI LALU NIKAH DINI”
Yuk, alihkan fokus Dari memikirkan siapa jodohku jadi bagaimana menjadi jodoh terbaik Dari kapan menikah jadi bagaimana merancang pernikahan yang berkah Dari sibuk cari perhatian manusia jadi sibuk mencari perhatian Ilahi Dari sibuk mencari yang pas jadi sibuk kerenkan diri Sehingga, siapapun yang kelak bersanding di pelaminan Siapapun yang tertulis tuk menjadi pasangan hidup Kita siap menerima dirinya lahir batin
Karena kita yakin, ia pasti yang terbaik yang Tuhan anugerahkan
------------------------------------------------------------------
“PAHAMKAN ORTU LALU NIKAH DINI” Kalau sudah ‘kebelet’ menikah maka jangan tunda. Tapi halhal penting yang akan kita bahas ini mesti diperhatikan….
Jauh-jauh hari sebelum mengutarakan maksud siap menikah coba beri awalan informasi dan harapan pada kedua orangtua. Jangan sampai niat baik menikah kandas hanya gara-gara orangtua masih belum siap menerima kenyataan terlalu cepat sang anak memutuskan untuk menikah. Kalau saya sih, memilih mematangkan ilmu dan kemandirian. Sampai orangtua sendiri yang bertanya tentang, “Kapan menikah?”. Tapi tak semua orangtua memahami. Maka dari itu kita mesti berani bertanya dan berkomunikasi dari hati ke hati pada orangtua.
Mintalah orangtua memberikan pandangannya tentang waktu yang pas untuk menikah, kriteria jodoh yang diharapkan sampai proses akad dan resepsi (walimah) pernikahan yang diinginkan. Bagaimana pun, orangtua yang paling memahami dan mengerti mana yang terbaik untuk anaknya.
Misalnya, dulu Ummi saya pernah bilang, “Ummi inginnya dapet menantu yang tinggi besar. Biar nggak kelihatan kurus kalau udah punya anak”. Nah, itu bisa jadi salah satu pertimbangan. Walau tidak mutlak harus seperti itu minimal ada bahan pertimbangan. Artinya ada hal-hal yang mesti dikomunikasikan sebelumnya. Percayalah, orangtua butuh dihargai pendapatnya dan dihormati keputusannya. ------------------------------------------------------------------
PERSIAPKAN MENTAL SEJAK DINI Banyak orang yang bilang bahwa menikah itu indah. Bisa saling kasih perhatian tiap hari. Menatap istri jadi ibadah,
menyambut suami saat pulang jadi berkah, dan lain sebagainya.
Ya iya sih memang gak salah kalau punya pemikiran yang seperti itu. Tapi… menikah bukan indah – indahnya aja. Menikah itu adalah soal berjuang dan taat bersama. Akan ada masanya pernikahan terasa jadi amat hambar, atau mungkin perubahan sikap suami maupun isteri yang tiba – tiba tidak seperhatian seperti dulu lagi, dan sebagainya….
Makannya, Anda dan pasangan pun harus punya kesiapan mental yang matang. Karena kalo nikah cuma modal nekat dan nafsu sesaat, nikah itu ujung – ujungnya malah jadi beban. Setuju yaa ? Emang gimana sih caranya biar kita bener – bener siap mental ? Ya belajar ! Kalau Anda orang yang biasa bergantung sama orang lain, biasain mulai sekarang untuk hidup mandiri. Atau kalau Anda adalah wanita yang masih
mengandalkan orangtua, biasakan mulai sekarang lakukan segala sesuatunya dengan mandiri. Belajar bagaimana caranya bersikap lebih dewasa saat ada masalah, atau kalau berantem sama adik mulailah untuk mau mengalah. Itung – itung latihan supaya nanti kalo punya anak bisa menjadi ibu yang mampu menyikapi masalah dengan bijak. Siaap ? ^^ ------------------------------------------------------------------
PERSIAPKAN ILMUNYA. Menikah bukan cuma soal kamu dan si dia menjadi kita, tapi juga perlu kesiapan ilmu yang matang….
Banyak kasus perceraian karena banyaknya pasangan yang gak punya ilmu dalam membina rumah tangga. Istri minta perhatian, suami cuek gak karuan. Giliran istri marah – marah karena suaminya gak peka, eh suaminya malah ikutan
marah – marah juga karena menilai isterinya ini gak pengertian.
Dalam ilmu psikologi, perempuan dan laki – laki itu ya fitrahnya memang punya tabiat yang beda. So, yang laki – laki harus punya sikap dewasa yang mampu menjadi panutan dan pelindung bagi isterinya.
Nah, kalo isteri harus gimana nih ? Ya, sebagai seorang perempuan memang sudah fitrahnya ingin diperhatikan. Tapi, gak berlebihan juga. Isteri pun harus mampu memahami bahwa suami sebenarnya selalu memperhatikan walau tidak diungkapkan. Apalagi kalau suami baru saja pulang kerumah dan kecapean, semestinya isteri harus memahami dan lebih memberikan perhatian kepada suami yang sudah berjuang mencari nafkah untuk isteri dan anak – anaknya. Kebayang gak kalo suami baru aja pulang ke rumah, kecapean, keringetan, terus tiba – tiba ‘ditodong’ sama isterinya supaya ngasih perhatian , dan tiba
– tiba marah karena yang diminta gak di dapatkan ? Akhirnya terjadilah ‘Perang Dunia’ di rumah cuma gara – gara masalah sepele. Duh, gimana mau menciptakan keluarga sakinah mawaddah warrahmah kalo masalah beginian aja masih dibesar – besarkan ? -----------------------------------------------------------------
PERSIAPKAN FINANSIALNYA Banyak orang yang nekat menikah tapi mereka gak punya penghasilan. Penghasilan disini itu maksudnya bukan penghasilan dengan gaji yang selangit ya. Yang penting adalah mampu menafkahi anak isteri. Ini adalah tugas WAJIB seorang suami. Kalaulah memang ingin benar – benar menikah, persiapkan finansialnya. Mulailah menabung, dan sisihkan segala kebutuhan yang sebenarnya tidak terlalu penting supaya nanti kalo ingin menikah, kita sudah punya simpanan dan tentu gak merepotkan orangtua. Setuju ? ^^
------------------------------------------------------------------
Itu dia materi pertama ini. Ini masih dasar. Sebelum jauh membahas soal persiapan pernikahan, siapkan dulu PONDASI HATI nya…. Tenang, dalam beberapa materi kedepan, saya akan mengajak Anda untuk lebih belajar banyak tentang PERSIAPAN DAN ILMU PERNIKAHAN. Sekarang, luruskan dulu niatnya, kuatkan pondasi hatinya dan Tanya pada diri sendiri. Sebenarnya, untuk apa sih kita menikah ? Oke ya?
Semangat Menjemput Jodohmu, Setia Furqon Kholid