ANOMALI SINYAL SEBELUM GEMPABUMI CILACAP (Mw 6.7 SR) 2011 YANG TERDETEKSI OLEH SUPERCONDUCTING GRAVIMETER DAN BROADBAND SEISMOMETER (LHZ) Fajar Rachmadi Priyambada 1), Mahmud Yusuf 2) 1) Jurusan Geofisika, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG) Tangerang Selatan 2) Kedeputian Instrumentasi dan Kalibrasi, Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika Email :
[email protected]
ABSTRAK Perubahan nilai gravity terkadang terlihat sebelum terjadinya gempabumi signifikan. Dengan menggunakan rekaman 1 SG dan 2 Broadband Seismometer (LHZ), kami meneliti gempabumi di Cilacap (Mw 6.7) pada tahun 2011. Pengaruh pasang surut dihilangkan terlebih dahulu dari rekaman asli SG untuk mendapatkan nilai residual gravity. Selanjutnya seismometer (LHZ) harus diturunkan terhadap waktu untuk mendapatkan unit yang sama dengan SG yakni satuan percepatan. Dengan mengaplikasikan fungsi spectrogram pada Matlab 2013 untuk residual gravity dari SG dan seismometer setelah diturunkan terhadap waktu, didapatkan anomali sekitar 6 jam sebelum terjadinya gempabumi tersebut. Frekuensi dari anomali yang terekam oleh SG memiliki rentang antara 0.01 Hz hingga 0.20 Hz. Frekuensi ini berasosiasi dengan akumulasi stress dari nukleasi gempabumi utama. Dari lain aspek, frekuensi anomali yang terekam oleh Seismometer (LHZ) yakni sekitar 0.1 Hz – 0.45 Hz. Kami berkesimpulan bahwa SG dapat merekam informasi signifikan dari sumber gempabumi dalam mendeteksi anomali sinyal sebelum gempabumi utama. Kata Kunci : Superconducting Gravimeter, Prekursor, Gempabumi ABSTRACT Gravity changes sometimes appeared before significant earthquake. Using 1 Hz sampling records of one Superconducting Gravimeter (SG) and 2 Broadband Seismometer, we had study Cilacap earthquake (Mw 6.7) 2011 event. The tides effect are removed firstly from SG original records to obtained gravity residuals. Furthermore, Seismometer (LHZ) data must be derived by time to got an acceleration unit. Applying spectrogram function in Matlab 2013 to the SG gravity residuals and Seismometer (LHZ) after derived, which suggest an anomalous signal series around 6 hours before earthquake event. The frequency of the anomalous signal series in SG was about 0.01 Hz – 0.20 Hz. This frequency was likely associated with stress accumulation of nucleation mainshock. In another aspect, Frequency of the anomalous signal series recorded in Seismometer (LHZ) was about 0.1 Hz – 0.45 Hz. We concluded SG can recorded significant information sources in detecting anomalous signal prior to significant earthquake event.
Keywords: Superconducting Gravimeter, Precursor, Earthquake
1. PENDAHULUAN Cilacap merupakan suatu nama daerah yang berada di pesisir selatan Pulau Jawa. Wilayah selatan Pulau Jawa merupakan wilayah perbatasan antara Lempeng Eurasia dan Lempeng IndoAustralia. Hal inilah yang menyebabkan aktivitas gempabumi di Selatan Jawa termasuk tinggi. Pada tanggal 3 April 2011 pukul 20:06:40 UTC ( atau pada tanggal 4 April 2011 pukul 03:06:40 WIB) terjadi gempabumi yang cukup menggemparkan masyarakat sekitar pesisir selatan pulau Jawa. BMKG merilis gempabumi berkekuatan Mw 6.7 SR dan sumber gempabumi berada pada koordinat 107.72 BT dan 10.1 LS. Dalam penelitian ini, penulis mencari korelasi antara gangguan yang terekam oleh Superconducting Gravimeter dengan adanya kejadian gempabumi, yang kemudian dibuktikan dengan hasil perekaman seismometer. Pengamatan gempabumi menggunakan gravimeter mulai mendapatkan perhatian dari beberapa ahli di bidang geofisika dalam beberapa tahun terakhir. Seperti pengamatan gempabumi 2. DATA DAN METODE PENELITIAN
menggunakan gPhone di kepulauan Kuril (Niebauer et al.2010) dan pengamatan gempabumi menggunakan Superconducting Gravimeter (SG) (Rosat. 2004; Lan et al.2010; Shen et al. 2011) SG merupakan salah satu jenis gravimeter relatif yang mampu mengukur perubahan nilai gravity secara kontinyu per satu detik. SG juga memiliki sensitifitas hingga 1 nGal (Hinderer et al, 2007).Dalam beberapa penelitian terakhir, SG berhasil merekam adanya anomali perubahan nilai gravity beberapa waktu sebelum terjadinya gempabumi. Misalnya saja pada gempabumi Wenchuan 2008 Mw 7.9 (Shen et al. 2011), gempabumi Tohoku 2011 Mw 9.0 (Zhang et al.2014), dan beberapa gempabumi kecil lainnya (Lan et al.2011). Adanya anomali sebelum terjadinya gempabumi ini bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa jam sebelum terjadinya gempabumi.Dalam penelitian ini, penulis menggunakan SG yang terdapat di Cibinong, dan datanya kemudian dibandingkan dengan data Seismometer dari stasiun CBJI dan DBJI.
Data yang digunakan adalah data gravity yang terekam oleh Superconducting Gravimeter (SG) dan data rekaman seismometer dari CBJI dan
DBJI. Dari data yang diambil di Global CMT, didapatkanlah parameter sumber gempabumi seperti pada gambar 1.
Gambar 1.
Peta sumber gempabumi dan lokasi stasiun SG Cibinong, CBJI dan DBJI.
Dalam penelitian ini, pertama kami memeriksa apakah ada perubahan nilai gravity yang terekam oleh SG beberapa hari sebelum gempabumi terjadi hingga beberapa jam setelah gempabumi terjadi. Kemudian kami lakukan pemisahan pengaruh dari pasang surut bumi sehingga didapatkan nilai residual yang diakibatkan oleh gempabumi. Nilai pasang surut bumi didapatkan dari perhitungan yang telah dikemas dalam perangkat lunak tidepro.exe .Sedangkan untuk data seismometer (LHZ), data diturunkan
terhadap waktu terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menyamakan unit satuan ke dalam satuan percepatan. Hal yang dilakukan selanjutnya yaitu melakukan analisa spectrogram. Spectrogram merupakan salah satu metode analisa spektral, dimana hasilnya memiliki domain time-frequency (Hippenstiel, 2002). Hasil yang didapatkan dari analisa spectrogram SG, dikoreksi dengan DST index, hal ini dilakukan untuk menghilangkan keraguan apakah benar gangguan tersebut murni dari gempabumi
atau karena ada efek badai magnet. Klasifikasi badai magnet seperti pada
Tabel 1 berikut
Tabel 1. Klasifikasi Badai magnetik menurut Gonzales, dkk. 1994
Tipe Badai
Amplitudo DST (nT)
Badai lemah (weak)
-30 s.d -50
Badai sedang (moderate)
-50 s.d -100
Badai cukup kuat (strong)
-100 s.d -200
Badai besar (severe)
-200 s.d -350
Badai sangat besar (great)
< -350
3. HASIL DAN PEMBAHASAN a.
Parameter
Nilai residual gravity didapatkan setelah dilakukan pemisahan antara nilai gravity hasil pengukuran dengan nilai yang dipengaruhi oleh pasang surut bumi.
b)
gempabumi Untuk selanjutnya nilai tersebut diubah dari uGal ke nm/s2 (1 uGal = 10 nm/s2) seperti pada gambar 2a berikut.
c)
Gambar 2. Hasil rekaman SG dan seismometer pada tanggal 1 April 2011 - 3 April 2011. a) residual gravity dari hasil rekaman SG; b) data rekaman seismometer CBJI; c) data rekaman seismometer DBJI
Gambar 2b dan Gambar 2c masing-masing adalah hasil dari rekaman seismometer (LHZ) yang telah diturunkan terhadap
waktu, sehingga didapatkanlah parameter seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter gempabumi yang terekam
Nama Stasiun SG-Ci CBJI DBJI
Jarak epic-sta 380.71 356.5 380.66
Waktu Waktu tiba berakhir 20:07:24 22:56:18 20:07:27 21:27:23 20:07:26 21:32:15
Dari parameter-parameter yang didapatkan, waktu tiba awal datangnya gangguan akibat gempabumi menunjukkan bahwa alat SG mampu merekam terlebih dahulu dibandingkan dengan seismometer. SG merupakan alat yang sangat sensitif dan bekerja pada frekuensi yang rendah, hal inilah yang menyebabkan SG mampu merekam datangnya gelombang P terlebih dahulu dibandingkan dengan seismometer. Dengan menggunakan rumusan sederhana, bahwa kecepatan penjalaran gelombang adalah jarak dibagi dengan waktu penjalaran, maka didapatkan nilai kecepatan tersebut sebesar 8.4 km/s. Sedangkan dari aspek durasi, SG mampu merekam lebih lama. Durasi menunjukkan lamanya gangguan yang diakibatkan oleh gempabumi. SG menggunakan Helium (He) untuk mengganti fungsi pegas seperti yang terdapat pada gravimeter relatif
Durasi 2:48:54 1:19:56 1:24:49
WTOT 0:00:44 0:00:47 0:00:46
Amplitudo maksimum 14560 nm/s2 1865 nm/s2 417 nm/s2
lainnya, hal ini mengakibatkan SG sangat sensitif terhadap getaran. Ditinjau dari amplitudo maksimum, SG merekam gangguan akibat adanya gempabumi ini hingga 14560 nm/s2 atau 1456 uGal. Akibat besarnya nilai gangguan, maka selama gempabumi ini terjadi tidak dapat dilakukan pengukuran nilai gravity, karena terlalu besarnya noise akan mengganggu nilai gravity yang sebenarnya. b. Hasil Analisa Spectrogram Dari hasil rekaman SG yang telah dihilangkan efek pasang surutnya, serta data seismometer (LHZ) yang telah diturunkan terhadap waktu, maka dilakukan perhitungan spektral dengan menggunakan fungsi spectrogram yang terdapat pada Matlab (Gambar 3).
a)
b)
c)
Gambar 3. a) hasil analisa spectrogram dari gambar 2a;b) hasil analisa spectrogram dari gambar 2b; c) hasil analisa spektrogram dari gambar 2c.
Hasil analisa spectrogram menunjukkan hasil rekaman dalam domain timefrequency. Didapatkan frekuensi untuk SG antara 0.01 Hz hingga 0.49 Hz, sedangkan untuk seismometer CBJI dan DBJI masing-masing antara 0.01 Hz – 0.47 Hz dan 0.01 Hz – 0.48 Hz. Selain mendapatkan nilai frekuensi dari masingmasing rekaman SG dan Seismometer, disini ditemukan sesuatu yang menarik sebelum terjadinya gempabumi, yaitu ditemukannya gangguan secara bersamaan beberapa jam sebelum terjadinya
gempabumi. Rekaman paling jelas ditunjukkan oleh SG dengan frekuensi antara 0.01 Hz hingga 0.20 Hz. Akan tetapi sebelum melihat apakah itu merupakan gangguan akibat seismik, perlu dilakukan koreksi dengan menggunakan DST Index (Gambar 4), apakah sinyal tersebut terbebas dari pengaruh badai magnetik. Hal ini dikarenakan gangguan akibat badai magnetik juga memiliki rentang frekuensi hampir sama dengan rentang frekuensi tersebut.
nT
DST Index 1-3 Apr 2011 20 10 0 -10 0 -20 -30 -40 -50
10
20
30
Dengan melihat hasil koreksi DST index dan menggunakan klasifikasi badai magnet Gonzales, dkk (1994) menunjukkan bahwa gangguan badai magnet sangat kecil. Hal tersebut tidak banyak mempengaruhi pengamatan SG. Gangguan badai magnet dapat dikatakan berpengaruh ketika nilainya melebihi 50 nT (nanoTesla). Hal ini dapat disimpulkan bahwa perubahan nilai gravity bukanlah akibat aktifitas badai magnetik. Perubahan nilai tersebut murni akibat adanya aktifitas seismik. Menurut penelitian sebelumnya (Zhang dan Ma, 2014) anomali sebelum terjadinya gempabumi signifikan yang memiliki frekuensi tersebut berasosiasi dengan akumulasi stress dari nukleasi gempabumi utama. Pada penelitian ini, anomali tersebut muncul 5 jam 49 menit 44 detik sebelum terjadinya gempabumi utama.
4. KESIMPULAN Dari parameter yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu tiba awal gangguan terekam lebih dahulu oleh alat SG jika dibandingkan dengan seismometer yang lokasinya dekat dengan SG. Untuk durasi, SG merekam adanya gangguan selama 2 jam 48 menit 54 detik, lebih lama dari hasil rekaman seismometer. Kecepatan rata-rata gelombang yang
40
50
60
70
80
Time
tercatat oleh SG yaitu 8.4 km/s. Lebih cepat dibandingkan kecepatan gelombang seismik ketika berada pada lapisan kerak. Gangguan yang diakibatkan oleh gempabumi ini yang terekam oleh SG hingga sebesar 1456 uGal, hal ini menunjukkan bahwa selama gempabumi itu terjadi, tidak dapat dilakukan survey pengamatan gravity. Hasil analisa spectrogram menunjukkan adanya anomali beberapa jam sebelum terjadinya gempabumi. Anomali yang didapatkan dari hasil rekaman SG ini berada pada frekuensi 0.01 Hz-0.20 Hz. Anomali pada frekuensi ini berasosiasi dengan akumulasi stress dari nukleasi gempabumi utama. Dari keseluruhan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil rekaman SG sangat baik. Hal ini sangat berguna untuk mendukung pengamatan gempabumi, mengingat Indonesia memiliki tingkat kerawanan bencana gempabumi yang sangat tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Baldi,
P.,
Casula,
G.,
Focardi,
S.,
Palmonari, F. 1995. Tydal analisis of
data
recorded
by
a
superconducting
gravimeter.
Lan, S.C., Yu, T.T., Hwang, C., Kao, R.
Annali di Geofisica, Vol XXXVIII.
2011. An Analysis of Mechanical
Bormann,P. 2002.New Manual of
Constraints
when
Using
Seismological Practice.
Superconducting Gravimeters for
GeoForschungZentrum Postdam.
Far-Field Pre Seismic Anomaly
Jerman.
Detection. Terr. Atmos. Ocean.
Gonzales, W. D., Joselyn, J.A., Kamide, Y., Krochi, H.W., Rostoker, G., Tsurutani, B.T., Vasyliunas, V.M. 1994. What is a Geomagnetic Storm?. J.Geophys. Res. 99 (A4),
Sci., Vol. 22, No. 3, 271-282. Lockwood, O.G., Kanamori, H. 2006. Wavelet
analysis
Sesimograms
of
of the
the 2004
Sumatera-Andaman earthquake and its application to tsunami early
5771-5792.
warning. Electronic Journal of the Hinderer, J., Crossley, D., Warburton, R.J. 2007.
Gravimetric
Methods-
Superconducting Gravity Meters. Elsevier B.V.
earth sciences, Vol. 7, No. 9. AGU and Geochemical Society. Niebauer, T.N., Hare, J.L., Macqueen, J., Aliod, D., Francis, O., 2010.
Hippenstiel, R.D. 2002. Detection Theory :
Earthquake
Monitoring
with
Application and Digital Signal
Gravity Meters: Case studies from
Processing. CLC Press. Florida.
the November2006 and January
Ibrahim, G.,Subardjo ,2005. Pengetahuan Seismologi.
Badan
Meteorologi
dan Geofisika Jakarta. Imanishi, Y., Sato, T., Higashi, T., Sun,
2007 Kuril Islands Earthquakes. SEG/EAGE
2010
Summer
Research Workshop. Utah. Octonovrilna, L., Pudja, I.P. 2009. Analisa
W. and Okubo, S. 2004. A
perbandingan anomaly gravitasi
Network of Superconducting
dengan persebaran intrusi air asin
Gravimeters Detects Submicrogal
(Studi Kasus Jakarta : 2006-2007).
Coseismic Gravity Changes,
Jurnal Ilmiah, BMKG.
Science, 306, 476-478.
Omerbashich, M. 2007. Magnification of Mantle Resonance as a cause of
Kearey, P., Brooks, M., Hill, I. 2002. An Introduction to Geophysical Exploration. Blackwell Science Ltd.
Tectonics. (European
Geodinamica
Acta
Journal
Geodynamics) 20 (6), 369-383.
of
Priyambada,
F.R.
2014.
Gempabumi
Pengaruh
Terhadap
Data
Gravity Dari Hasil Pengukuran Superconducting
Gravimeters.
Progress
of
Theoretical Physics Supplement No. 172.
Gravimeter.
Supriyadi. 2009. Studi Gaya Berat Relatif
Laporan Kerja Diploma III Sekolah
di Semarang. Jurnal Pendidikan
Tinggi Meteorologi Klimatologi
Fisika Indonesia 5. Universitas
dan Geofisika. Jakarta.
Negeri Semarang.
Rosat, S.2004. Variations temporelles de
Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E.
la gravité en relation avec la
1990.
dynamique interne de la Terre -
Cambridge University Press.
Apport
des
gravimètres
supraconducteurs.Thèse
de
Applied
Geophysics.
Virtannen, H.2006. Studies of Earth Dynamics
With
the
doctorat de l’Université Strasbourg
Superconducting
I.
Acad. Disertation of Geophysic,
Shen, W., Wang, D., Hwang, C. 2011. Anomalous
Signal
Prior
to
Gravimeter.
University of Helsinki. Zhang, K., Ma, J. 2014. Superconducting
Wenchuan Earthquake Detected by
Gravimeters
Superconducting Gravimeter and
Fluctuations Induced by Mw5.7
Broadband Seismometer Records.
Earthquake Along South Pacific
Journal of Earth Science, Vol. 22,
Rise Few Hours Before the 2011
no. 5, p. 640-651
Mw 9.0 Tohoku-Oki Earthquake.
Shiomi, S. 2008. Testing Gravitational Physics
with
Superconducting
Detect
Gravity
Terr. Atmos. Ocean. Sci., Vol. 25, No. 4, 471-481.