PEMBERIAN METODE KANGAROO MOTHER CARE (KMC) TERHADAP KESTABILAN SUHU TUBUH BBLR PADA ASUHAN KEPERAWATAN BAYI NY. Y DI RUANG HCU NEONATUS RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH:
ANISA PRATIWI NIM. P 12 068
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN METODE KANGAROO MOTHER CARE (KMC) TERHADAP KESTABILAN SUHU TUBUH BBLR PADA ASUHAN KEPERAWATAN BAYI NY. Y DI RUANG HCU NEONATUS RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
ANISA PRATIWI NIM. P 12 068
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya bertandatangan di bawah ini : Nama
: Anisa Pratiwi
NIM
: P.12 068
Program Studi
: D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: “PEMBERIAN MOTHER
METODE
CARE
(KMC)
KANGAROO TERHADAP
KESTABILAN SUHU TUBUH BBLR PADA ASUHAN KEPERAWATAN BAYI NY. Y DI RUANG HCU NEONATUS RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA” Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benarbenar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan terbesebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 24 Februari 2014 Yang Membuat Pernyataan
ANISA PRATIWI NIM . P 12 068
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Anisa Pratiwi
NIM
: P. 12 068
Program Studi
: D III Keperawatan
Judul
: Pemberian Metode Kangaroo Mother Care (KMC) terhadap Kestabilan Suhu Tubuh BBLR pada Asuhan Keperawatan By.Ny Y di Ruang HCU Neonatus RSUD dr. Moewardi Surakarta
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Di tetapkan di : Hari/ Tanggal :
Amalia Senja, S.Kep.,Ns
(
NIM. 201289111
iii
)
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Anisa Pratiwi
NIM
: P.12 068
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul
: Pemberian Metode Kangaroo Mother Care (KMC) terhadap Kestabilan Suhu Tubuh BBLR pada Asuhan Keperawatan By. Ny. Y Di Ruang HCU Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta.
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/ Tanggal : Jum’at, 19 juni 2015
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Amalia Senja, S.Kep.,Ns. NIK. 201189090
(………...…………..)
Penguji I
: Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep. NIK. 200981037
(……..……………...)
Penguji II
: Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep. NIK. 200680021
(…………………….)
Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawtan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep. Ns., M.Kep. NIK. 200680021
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Pemberian Metode Kangaroo Mother Care (KMC) Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh BBLR pada Asuhan Keperawatan By.Ny Y di Ruang HCU Neonatus Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Ketua Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Sekretaris Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada. 3. Amalia Senja, S.Kep.,Ns. selaku dosen pembimbing
sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 4. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 5. Kedua orang tua kami, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 6. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
v
Semoga laporan studi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta,
Penulis
vi
2015
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PELAGIATISME ...............................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Tujuan Penulisan ......................................................................
5
C. Manfaat Penulisan ....................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ..........................................................................
7
1. Konsep Berat Lahir Rendah (BBLR) ...................................
7
2. Asuhan Keperawatan pada BBLR .......................................
13
3. Hipotermi .............................................................................
26
4. Perawatan Metode Kangguru atau Kangaroo Mother Care (KMC) ......................................................................................
30
B. Kerangka Teori .........................................................................
36
C. Kerangka Konsep ....................................................................
37
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset ...............................................................
38
B. Tempat dan Waktu ...................................................................
38
C. Media dan Alat yang Digunakan ..............................................
38
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset .......................
39
E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan dari Riset .............
42
vii
BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas klien ...........................................................................
44
B. Pengkajian ...............................................................................
45
C. Perawatan Sosial ......................................................................
48
D. Perumusan Masalah Keperawatan ...........................................
50
E. Perencanaan .............................................................................
52
F. Implementasi ...........................................................................
54
G. Evaluasi ...................................................................................
63
BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ...............................................................................
69
B. Perumusan masalah keperawatan ............................................
72
C. Perencanaan .............................................................................
76
D. Implementasi ...........................................................................
81
E. Evaluasi ...................................................................................
97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................
106
B. Saran .........................................................................................
109
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Evaluasi gawat nafas dengan skor Downes .....................................
ix
12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Gambar 2.1 Temperatur aksila pada bayi baru lahir ................................
30
2.
Gambar 2.2 Kerangka teori ......................................................................
36
3.
Gambar 2.3 Kerangka konsep ...................................................................
37
4.
Gambar 3.1 Metode kanguru /KMC .........................................................
41
5.
Gambar 3.2 Termometer air raksa dan digital. .........................................
43
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Daftar riwayat hidup
Lampiran 2
: Usulan jurnal
Lampiran 3
: Surat pernyataan
Lampiran 4
: Lembar konsultasi karya tulis ilmiah
Lampiran 5
: Log Book
Lampiran 6
: Pendelegasian
Lampiran 7
: Jurnal
Lampiran 8
: Asuhan keperawatan
Lampiran 9
: Evaluasi gawat nafas dengan skor Downes
Lampiran 10 : Satuan acara penyuluhan Lampiran 11 : Leaflet
xi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan permasalahan yang sering dihadapi pada perawatan yang bayi baru lahir. Angka prevalensi BBLR menurut World Health Organization (WHO) 2010 diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran didunia dengan batasan 3,3% - 3,8% dan lebih sering terjadi pada negara–negara yang sering berkembang atau sosial ekonomi rendah. Prevalensi BBLR tahun 2013 adalah sebesar 10,2% di dunia. Angka kematian bayi telah terjadi peningkatan dari tahun 2005 sebesar 260 orang sedangkan pada tahun 2006 sebesar 273 orang terjadi peningkatan 0,9% sekitar sepertiga dari jumlah BBLR ini meninggal sebelum stabil atau dalam 12 jam pertama kehidupan bayi. BBLR memerlukan perawatan yang intensif sampai berhasil mencapai kondisi stabil. Hasil survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 presentase BBLR di Indonesia menunjukkan 7,6%. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari jumlah bayi yang diketahui penimbangan berat badannya waktu lahir 11,5% lahir dengan berat badan <2500 gram atau BBLR jika dilihat dari jenis kelamin, presentase BBLR lebih tinggi pada bayi perempuan dibanding laki-laki yaitu masing-masing 13% dan 10% (Depkes RI, 2009).
1
2
Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi berat lahir rendah (BBLR). Departemen Kesehatan (2007) angka kematian sepsis neonatorum cukup tinggi 13- 50 % dari angka kematian bayi baru lahir. Adapun masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi, hiperbilirubin, gangguan nafas, dan minum (Depkes, 2007). Salah satu penyebab bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah lahir kurang bulan (prematur). Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 21.184 meningkat banyak apabila dibandingkan tahun 2010 yang sebanyak 15.631. adapun presentase BBLR tahun 2011 sebanyak 3,73 %, meningkat bila dibandingkan tahun 2010 sebesar 2,69 % (Depkes Kesehatan Jawa Tengah, 2012). Angka terjadinya kelahiran BBLR di RSUD dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2013 terjadi 817 kasus kelahiran BBLR, pada tahun 2014 terjadi penurunan kasus kelahiran BBLR menjadi 367. Bayi berat lahir rendah secara umum mempunyai kematangan dalam sistem pertahanan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan. Bayi premature yang berat badan lahir rendah cenderung mengalami hipotermi. Hal ini disebabkan karena tipisnya lemak subkutan pada bayi sehingga sangat mudah dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu tubuh hampir semuanya diatur oleh mekanisme persyarafan, dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada hipotalamus.
3
Pada bayi baru lahir pusat pengaturan suhu tubuhnya belum berfungsi sempurna, sehingga mudah terjadi penurunan suhu tubuh, terutama karena lingkungan yang dingin. Dengan adanya keseimbangan panas tersebut bayi baru lahir akan berusaha menstabilkan suhu tubuhnya terhadap faktor-faktor penyebab hilangnya panas karena lingkungan. Padasaat kelahiran, bayi mengalami perubahan oleh lingkungan intra uterin yang hangat ke lingkungan ekstra uterin yang relatif lebih dingin. Hal tersebut menyebabkan penurunan suhu tubuh 2 0–3 0C, terutama hilangnya panas karena evaporasi atau penguapan cairan ketuban pada kulit bayi yang tidak segera dikeringkan. Kondisi tersebut akan memacu tubuh menjadi dingin yang akan menyebabkan respon metabolisme dan produksi panas. Perawatan pada bayi berat lahir rendah atau bayi prematur sifatnya sangat kompleks. Pada umumnya bayi prematur dan mempunyai berat badan lahir rendah dirawat dalam inkubator. Bayi perlu dirawat di inkubator, bayi perawatan yang cukup tinggi, dan membutuhkan tenaga kesehatan yang berpengalaman.
Jumlah
inkubator
di
rumah
sakit
sangat
terbatas
dibandingkan dengan jumlah BBLR yang dirawat. Beberapa penelitian telah dilakukan tentang metode kanguru, hasilnya mengatakan bahwa metode kanguru tidak hanya sekedar pengganti inkubator dalam perawatan BBLR, namun juga memberi banyak keuntungan yang tidak bisa diberikan oleh perawatan inkubator (Suradi & Yanuarso, 1996 dalam Perinansia, 2008, cit Syamsu, 2013)
4
Perawatan metode kanguru bermanfaat dalam menstabilkan suhu tubuh bayi, stabilitas denyut jantung dan pernafasan, perilaku bayi lebih baik, kurang menangis dan sering menyusu, penggunaan kalori berkurang, kenaikan berat badan bayi lebih baik,waktu tidur bayi lebih lama, hubungan lekat bayi- ibu lebih baik dan akan mengurangi terjadinya infeksi pada bayi (Perinansia, 2008 cit Syamsu, 2013). Berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai keterbatasan dalam pengaturan fungsi tubuhnya, salah satunya adalah ketidakstabilan suhu tubuh, sehingga dapat menyebabkan hipotermi pada bayi BBLR. Kangaroo Mother Care (KMC) merupakan salah satu solusi pencegahan hipotermi pada BBLR. Prinsipnya skin to skin contact yaitu perpindahan panas secara konduksi dari ibu ke bayi sehingga bayi tetap hangat. Suhu tubuh ibu merupakan sumber panas yang efisien dan murah, dapat memberikan lingkungan hangat pada bayi, juga meningkatkan hubungan ibu dengan bayinya (Sri angriani, dkk 2014) Adanya kejadian peningkatan angka kematian sepsis neonatorium cukup tinggi maka metode kangaroo mother care (KMC) sangat dibutuhkan untuk mengatasi kenaikan angka kematian bayi BBLR. Penulis melakukan metode kangaroo mother care (KMC) karena di RS orang tua atau ibu belum percaya dengan manfaat yang ditumbulkan setelah perawatan KMC, maka sebelum melakukan pengaplikasian KMC pada BBLR penulis harus melakukan edukasi mengenai KMC sebab orang tua belum mengatahui keuntungan dan pentingnya KMC untuk BBLR, selain
5
itu orang tua takut karena perawatan KMC dilakukan perawatan bayinya di RS semakin lama. Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan metode kanguru pada pasien yang sedang mengalami hipotermi pada BBLR sebab BBLR lebih sering mengalami hipotermia karena BBLR mudah kehilangan panas karena lemak di dalam kulit sedikit dan tipis.
B. Tujuan penulisan 1.
Tujuan umum Untuk mengaplikasikan tindakan pemberian metode kanguru mother care (KMC) terhadap kestabilan suhu tubuh By.Ny Y dengan BBLR diruang HCU Neonatus.
2.
Tujuan khusus a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pada By.Ny Y dengan hipotermi pada bayi berat lahir rendah (BBLR).
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada By.Ny Y dengan hipotermia pada bayi berat lahir rendah (BBLR).
c.
Penulis mampu menyusun intervensi atau perencanaan pada By.Ny Y dengan hipotermi pada bayi berat lahir rendah (BBLR).
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada By.Ny Y dengan hipotermi pada bayi berat lahir rendah (BBLR) .
e.
Penulis mampumelakukan evaluasi pada By.Ny Y dengan hipotermi pada bayi berat lahir rendah (BBLR).
6
f.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian metode kanguru pada By.Ny Y dengan hipotermi pada BBLR.
C. Manfaat penulisan 1.
Bagi pengembangan ilmu pengetahuan a.
Dapat mengembangkan pengetahuan tentang metode kanguru dalam keperawatan anak dengan bayi berat lahir rendah (BBLR).
b.
Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan penulis dalam mengaplikasikan metode kanguru dalam keperawatan anak dengan BBLR.
2.
Bagi pendidik Sebagai bahan refrensi untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan pemberian metode kanguru pada pasien berat bayi lahir rendah (BBLR) dengan hipotermi.
3.
Bagi rumah sakit Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan dan meningkatkan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui terapi nonfarmakologi dengan metode kanguru pada pasien BBLR dengan hipotermi.
4.
Bagi profesi keperawatan Agar dapat mengaplikasikan teknik metode kanguru pada pasien BBLR.
5.
Bagi orang tua. Agar orang tua dapat mengaplikasikan metode kanguru dalam merawat anaknya dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori 1.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) a.
Pengertian BBLR Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram (Arif & Weni, 2009). Bayi berat lahir rendah merupakan bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram (Sujono & Suharsono, 2010). Bayi BBLR adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Atikah & Cahyo, 2010). BBLR sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan, bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu dengan berat lahir 1000-1500 gram dan berat badan lahir amat sangat rendah (BBLASR)
yaitu
dengan
berat
badan
kurang
1000
gram
(Atikah & Cahyo, 2010) Menurut Protokol Asuhan Neonatal (2008), cit Rahmawati (2011), semua bayi yang lahir dengan berat samaatau kurang dari 2.500 gram disebut bayi berat lahir rendah (BBLR).
7
8
b. Klasifikasi BBLR Ada beberapa cara dalam mengelompokkan bayi BBLR menurut Atikah & Cahyo, (2010) sebagai berikut: 1) Menurut harapan hidupnya : a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500 – 2500 gram b) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000 – 1500 gram c) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir kurang dari 1000 gram 2) Menurut masa gestasinya : a) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB – SMK). b) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untukmasa kehamilan (KMK). c. Patofisiologi Temperatur dalam kandungan 370C sehingga bayi setelah lahir dalam ruangan suhu temperaturruangan 28-320C. Perubahan temperatur ini perlu diperhatikan pada BBLR karena belum bisa mempertahankan suhu normal yang disebabkan:
9
1) Pusat pengaturan suhu badan masih dalam perkembangan. 2) Intake cairan dan kalori kurang dari kebutuhan. 3) Cadangan energi sangat kurang. 4) Luas permukaan tubuh relatif luas sehingga resiko kehilangan panas lebih besar. 5) Jaringan lemak subkutan lebih tipis sehngga kehilangan panas lebih besar. 6) BBLR sering terjadi penurunan berat badan disebabkan: malas minum dan pencernaan masih lemah. 7) BBLR rentan infeksi sehingga terjadi sindrom gawat nafas, hipotermi, tidak stabil sirkulasi (edema), hipoglikemi, hipokalsemia, dan hiperbilirubin (Sudarti & Afroh, 2013). d. Penyebab BBLR Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (Pantiawati, 2010). BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: 1) Faktor ibu a) Penyakit: (1) Toksemia gravidarum (2) Perdarahan abtepartum (3) Trauma fisik danpsikologi
10
(4) Nefritis akut (5) Diabetes militus b) Usia ibu: (1) Usia < 16 tahun (2) Usia> 35 tahun (3) Multigravida yang jarakkelahirannya terlalu dekat c) Keadaan social: (1) Golongan soial ekonomi rendah (2) Perkawinan yang tidak sah d) Sebab lain dari terjadinya BBLR : (1) Ibu yang perokok (2) Ibu peminum alcohol (3) Ibu pecandu narkoba 2) Faktor janin a) Hidramnion b) Kelahiran ganda c) Kelahiran kromosom 3) Faktor lingkungan a) Tempat tinggal dataran tinggi b) Radiasi c) Zat-zat racun (Pantiawati, 2010).
11
e. Manifestasi klinis BBLR Manifestasi klinis BBLR menurut Sudarti & Afroh, (2013) sebagai berikut : 1) BB < 2500 gram. 2) PB < 45 cm, LK < 33 cm, LD < 30 cm. 3) Kepala bayi lebih besar dari badan, rambut kepala tipis dan halus, daun telinga elastis. 4) Dada: dinding thorax elastis, puting susu belum terbentuk. 5) Abdomen: distensi abdomen, kulit perut tipis, pembuluh darah kelihatan. 6) Kulit: tipis, transparan, pembuluh darah kelihatan. 7) Jaringan lemak subkutan sedikit, lanugo banyak. 8) Genetalia: laki-laki skrotum sedikit, testis tidak teraba, perempuan labia mayora hampir tidak ada, klitoris menonjol. 9) Ekstremitas: kadang odema, garis telapak kaki sedikit. 10) Motorik: pergerakan masih lemah. f. Masalah jangka pendek yang terjadi pada BBLR Pada bayi prematur dengan BBLR ada beberapa resiko permasalahan yang mungkin timbul menurut Atikah & Cahyo, (2010) sebagi berikut: 1) Gangguan metabolik a) Hipotermia b) Hipoglikemia c) Hiperglikemia d) Masalah pemberian ASI
12
2) Gangguan imunitas 3) Gangguan pernafasan
Tabel 2.1 Evaluasi gawat nafas dengan skor Downes Pemeriksaan
Skor 0
1
2
Frekuensi nafas
<60/menit
60-80/menit
>80/menit
Retraksi
Tidak ada retraksi
Retraksi ringan
Retraksi berat
Sianosis
Tidak ada
Sianosis hilang
Sianosis menetap
sianosis
dengan O2
walaupun diberi O2
Air entry
Udara masuk
Penurunan
Tidak ada udara
ringan udara
masuk
masuk Merintih
Tidak merintih
Dapat didengar
Dapat didengar
dengan
tanpa alat bantu
stetoskop (Sumber: Wood DW, Downes’ Locks HI.) Keterangan: Total
Diagnosis
1–3
sesak nafas ringan
4–5
sesak nafas sedang
>6
sesak nafas berat
13
4) Gangguan sistem peredaran darah 5) Gangguan cairan dan elektrolit g. Perawatan BBLR Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penanganan pada BBLR: 1) Mempertahankan suhu dengan ketat. BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat. 2) Mencegah infeksi dengan ketat. BBLR rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi. 3) Pengawasan nutrisi/ASI. Reflek menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat. 4) Penimbangan ketat. 5) Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengandaya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat (Rahmayanti, 2011)
2. Asuhan keperawatan pada BBLR a. Pengkajian Pengkajian dilakukan dari ujung kaki hingga ujung rambut, meliputi semua system pada bayi. Pengkajian diawali dari anamnesis dan
14
pemeriksaan fisik. Lakukan pemeriksaan dengan teliti, semua aspek berikut: 1) Kulit keriput, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis), 2) Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai ujung jari,pada bayi laki-laki testis belum turun, 3) Pada bayi perempuan lebih mayora lebih menonjol, 4) Gerakan bayi pasih dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas, 5) Suhu tubuh lebih mudah hipotermi, 6) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu, 7) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, 8) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm. 9) Rambut lanugo masih banyak. 10) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang. 11) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya. 12) Tumit mengkilap telapak kaki halus. 13) Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora, klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis
15
belum turun ke dalam skrutom, pigmentasi dan rugue pada skorutum kurang (pada bayi laki-laki). 14) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah. 15) Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemak. 16) Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang. 17) Verniks kaseose tidak ada atau sedikit bila ada (Atikah, 2010). Pemeriksaan 1) Fisik a) Bayi kecil, pergerakkan kurang dan lemah, BB <2500 gr, tangis lemah. b) Kulit dan kelamin c) Kulit tipis, trasparan, genetalia belum sempurna. d) Lingkaran lengan atas bayi kurang dari 9 cm. (diukur pada pertengahan lengan atas). Tubuhnya kurang berisi, ototnya lembek dan kulitnya mungkin keriput atau tipis. e) Mudah tersedak. 2) Syaraf a) Reflek menghisap, menelan buruk. b) Reflek batuk belum sempurna.
16
3) Muskuloskeletal Otot hipotonik, tungkai abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi. 4) Sistem Pernapasan Nafas belum teratur, apnea, frekuensi napas bervariasi (Atikah & Cahyo, 2010). b. Diagnosa Keperawatan 1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis. 2) Hipotermia berhubungan dengan penguapan/ evaporasi dari kulit dilingkungan yang dingin. 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan imaturitas reflek menghisap. 4) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucusa dalam jumlah berlebihan. 5) Resiko infeksi berhubungan dengan malnutrisi. c. Rencana Keperawatan 1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis. a) Kriteria hasil : (1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
17
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pussed lips) (2) Menunjukkan jalan nafas yang paten(klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) (3) Tanda tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) b) NOC (1) Respiratory status : ventilation (2) Respiratory status : Airway patency (3) Vital sign status c) NIC Airway Management (1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu (2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas bantuan (4) Pasaang mayo bila perlu (5) Lakkan sisioterapi dada bila perlu (6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction (7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan (8) Lakukan suction pada mayo
18
(9) Berikan bronkodilator bila perlu (10) Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab (11) Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan (12) Monitor respirassi dan status O2 Oxygen Therapy (1) Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea (2) Pertahankan jalan nafas yang paten (3) Atur peralatan oksigenasi (4) Monitor aliran oksigen (5) Pertahankan posisi pasien (6) Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi (7) Monitor adanya kecemasan pasien oksigenasi Vital sign Monitoring (1) Monitur TD, nadi, suhu, dan RR (2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah (3) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri (4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan (5) Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama dan setelah aktivitass (6) Monituor kualitas nadi (7) Monitor frekuensi dan irama pernafasan (8) Monitor suara paru
19
(9) Monitor pola pernafasan abnormal (10) Monitor suhu,warna, dan kelembaban kulit (11) Monitor sianosis perifer (12) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) (13) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 2) Hipotermia berhubungan dengan penguapan/ evaporasi dari kulit dilingkungan yang dingin. a) Kriteria hasil (1) Suhu tubuh dalam rentang normal (2) Nadi dan RR dalam rentang normal b) NOC (1) Thermoregulation (2) Thermoregulation : neonate c) NIC Temperature rgulation (1)
Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam
(2)
Berikan perawatan metode kanguru
(3)
Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
(4)
Monitor TD, nadi, dan RR
(5)
Monitor warna dan suhu kulit
(6)
Monitor tanda-tanda hipotermia dan hipertermia
(7)
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
20
(8)
Selimuti
pasien
untuk
mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh (9)
Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
(10) Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan (11) Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan (12) Ajarkan indikasi dari hipotermia dan penaganan yang diberikan (13) Berikan anti piretik jika perlu Vital sign Monitoring (1)
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
(2)
Catat adanya fluktuasistekanan darah
(3)
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri
(4)
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
(5)
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
(6)
Monitor kualitas dari nadi
(7)
Monitor frekuensi dan irama pernafasan
(8)
Monitor suara paru
(9)
Monitor pola pernafasan abnormal
(10) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
21
(11) Monitor sianosis perifer (12) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik (13) Identifikasi penyebab dari perubahan vita sign 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungn dengan imaturitas reflek menghisap. a) Kriteria hasil (1)
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
(2)
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
(3)
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
(4)
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
(5)
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
(6)
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
b) NOC (1) Nutrition status : (2)
Nutritional statu : food and Fluid Intake
(3)
Nutritional status : nutrient intake
(4)
Weight control
c) NIC Nutrition Management (1) Kaji adanya alergi makanan
22
(2)
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
(3)
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein, dan vitamin c
(4)
Berikan substansi gula
(5)
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
(6)
Berikan makanan yang terpilih
(7)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
(8)
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
(9)
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
(10)
Kaji kemampuan pasien untuk mendapat nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring (1) BB pasien dalam batas normal (2)
Monitor adanya penurunan berat badan
(3)
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
(4)
Monitor interaksi anak dan orang tua selama makan
(5)
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
(6)
monitor mual muntah
23
(7)
monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
(8)
monitor makannan kesukaan
(9)
monitor pertumbuhan dan perkembangan
(10)
monitor kalori dan intake nutrisi
(11)
catat adanya edema, hiperemeik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral
4) ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukosa dalam jumlah berlebih a) kriteria hasil (1)
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
(2)
Menunjukkan jalan nafas yang paten(klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
(3)
Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
24
b) NOC (1) Respiratory status : Ventilation (2)
Respiratory status : Aieway prtency
(3)
Aspiration control
c) NIC Airway suction (1)
Auskultasi suara nafas sebelum sebelum dan sesudah suctioning
(2)
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
(3)
Berikan O2 dengan menggunakan nasal kanul untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
(4)
Monitor status oksigen pasien
(5)
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll
5) Resiko infeksi berhubungan dengan malnutrisi a) Kriteria hasil (1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (2)
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
(3)
Jumlah leukosit dalam batas normal
(4)
Menunjukkan perilaku hidup sehat
25
b) NOC (1) Immune Status (2)
Knowledge : infection control
(3)
Risk control
c) NIC Infection Control (kontrol infeksi) (1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain (2)
Pertahankan teknik isolasi
(3)
Batasi pengunjung bila perlu
(4)
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
(5)
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjang umum
(6)
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
(7)
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infektion protection (proteksi terhadap infeksi) (1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokasi (2)
Monitor hitung granulosit, WBC
(3)
Pertahankan tekik isolasi k/p
(4)
Berikan perawatan kulit pada area epidma
26
(5)
Dorong masukan nutrisi yang cukup, masukan cairan, dan istirahat
(6)
Ajarkan cara menghindari infeksi
(7)
Laporkan kecurigaan infeksi dan kultur positif (Sujono & Suharsono, 2010).
3.
Hipotermi Suhu diatur oleh pusat termoregulator di hipotalamus melalui beberapa mekanisme fisiologis, misalnya berkeringat, dilatasi/konstriksi pembuluh darah perifer, dan minggigil (Philip & Beverley ,2008). Termoregulasi atau pengaturan suhu tubuh pada BBL merupakan yang sangat penting dan menantang dalam perawatan BBL. Banyak faktor yang berperan dalam termoregulasi seperti umur, berat badan, luas permukaan tubuh dan kondisi lingkungan (Yunanto, 2010). Hipotalamus adalah pusat integrasi utama untuk memelihara keseimbangan energi dan suhu tubuh (Debura, 2013). Hipotermia dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian (yunanto, 2010). Hipotermia dinyatakan pada saat hasil pengukuran suhu tubuh < 350C. Hipotermia ditandai dengan penurunan metabolisme tubuh, menyebabkan penurunan frekuensi nadi, repirasi, dan tekanan darah (Debora, 2013).
27
Faktor – faktor yang mempengaruhi suhu tubuh Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengaturan suhu tubuh, antara lain sebagai berukut : a.
Laju metabolisme basal semua sel tubuh.
b.
Laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot, termasuk kontraksi otot karena menggigil.
c.
Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh tiroksin terhadap sel.
d.
Metabolisme tambahan karena efek epinefrin, norepinefrin, dan rangsangan simpatis terhadap sel.
e.
Metabolisme tambahan akibat aktivitas kimiawi dalam sel, bila temperatur sel meningkat (Debora, 2013). 1) Pengertian hipotermi Hipotermi adalah bayi baru lahir dengan suhu tubuh sampai di bawah 36,50c – 37,50c. Hipotermi sering terjadi pada neonatus BBLR karena jaringan lemak subkutan rendah dan luas permukaan tubuh relatif besar dibandingkan bayi BBLC (Sudarti & Afroh, 2013). 2) Etiologi BBLR dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas:
28
Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas menurut Philip & Beverley, (2008) sebagai berikut : a) Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena
setelah
lahir,
tubuh
bayi
tidak
segera
dikeringkan.Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselirnuti. b) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut. c) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan. d) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu
29
tubuh lebih rendah dan suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas dengan caraini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung) Menurut Sudarti & Cahyo, (2013) faktor-faktor yang menyebabkan hipotermi sebagai berikut: a. Kesalahan perawatan bayi segera setelah lahir. b. Bayi dipisahkan dengan ibunya setelah lahir. c. BBLR. d. Kondisi ruang yang dingin. e. Asfiksia, hipoksia Tanda dan Gejala Hipotermia Tanda dan gejala hipotermia menurut Sudarti & Cahyo, (2013) sebagai berikut : a. Vasokontriksi perifer 1) Akral sianosis, ekstermitas dingin 2) Perfusi menurun b. Depresi susunan saraf pusat 1) Letargis, bradikardi, apnea, tidak mau minum. c. Penurunan metabolisme 1) Hipoglikemia, hipoksia, asidosis
30
d. Penurunan tekanan a. Pulmonal 1) Distress, takipnea Tanda-tanda kronis 2) Penurunan BB, BB sulit naik TEMPERATUR AKSILA PADA BAYI BARU LAHIR 37,50C Batas Normal 36,50c Perlu Perhatian
Setres Dingin 36,00c Hipotermia Sedang
Bahaya, hangatkan bayi 32,00c
Hipotermia Berat
Prognosis buruk butuh tenaga terlatih
Gambar 2.1 Temperatur aksila pada bayi baru lahir
4. Perawatan metode kanguru atau Kangaroo Mother Care (KMC) a. Pengertian perawatan metode kanguru KMC adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus-menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif (Yongky dkk, 2012). Salah satu cara untuk mengurangi kesakitan dan kematian BBLR adalah dengan Perawatan Metode Kanguru (PMK) atau perawatan bayi lekat yang ditemukan sejak tahun 1983. PMK
31
adalah perawatan bayi baru lahir dengan melekatkan bayi di dada ibu (kontak kulit bayi dan kulit ibu) sehingga suhu tubuh bayi tetap hangat. Perawatan metode ini sangat menguntungkan untuk bayi berat lahir rendah (Atikah & Afroh, 2010). Perawatan metode kanguru adalah perawatan untuk bayi berat lahir rendah dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu (skin to skin contact) (Depkes RI,2009). Istilah perawatan metode kanguru (PMK) diambil dari pengamatan pada kanguru yang memiliki kantung pada perutnya, yang berfungsi untuk melindungi bayinya tidak hanya melindungi bayi yang premature tetapi merupakan suatu tempat
yang memberikan
kenyamanan yang sangat esensial bagi pertumbuhan bayi. Di dalam kantong ibu, bayi kanguru dapat merasakan kehangatan, mendapat makanan(susu), kenyamanan, stimulasi, dan perlindungan. Bayi dibawa kemana saja setiap saat tanpa interupsi (Desmawati, 2011 cit Rahmayanti, 2011) Perawatan metode kanguru dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama, secara terus menerus dalam 24 jam atau dengan cara selang seling. Perawatan metode kanguru disarankan untuk dilakukan secara kontinyu, akan tetapi rumah sakit yang tidak menyediakan fasilitas rawat gabung dapat menggunakan Perawatan Metode Kanguru secara intermiten. Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru secara intrmiten
32
juga memberikan manfaat sebagai pelengkap perawatan konvensional atau incubator (Deswita dkk, 2011 cit Rahmayanti, 2011). b. Keuntungan pelaksanaan Metode Kanguru Sebelum mempelajari manfaat dan penerapan PMK sebaiknya diketahui tentang proses kehilangan panas pada bayi baru lahir. Pada intinya ada 4 cara kehilangan panas padabayi baru lahir, yaitu : 1) Radiasi
: aliran panas dari suhu yang lebih tinggi (tubuh) ke suhu yang lebih rendah (lingkungan di sekitar tubuh).
2) Konduksi : pemindahan panas akibat kontak langsung dengan permukaan yang lebih dingin. 3) Konveksi : pemindahan panas melalui aliran atau pergerakan udara. 4) Evaporasi : perspirasi, respirasi, dan rusaknya integritas kulit (Philip & Beverley, 2008). Keuntungan dan manfaat PMK adalah: suhu tubuh bayi tetap normal,
mempercepat
pengeluaran
(ASI)
dan
meningkatkan
keberhasilan menyusui, perlindungan bayi dari infeksi, berat badan bayi cepat naik, stimulasi dini, kasih sayang, mengurangi biaya rumah sakit karena waktu perawatan yang pendek, tidak memerlukan inkubator dan efisiensi tenaga kesehatan (Atikah & Afroh, 2010). Adapun manfaat lain dari perawatan kangroo mother care (KMC) yaitu ikatan emosional ibu dan bayi, posisi bayi tegak akan
33
membantu bayi bernafas secara teratur, menyiapkan ibu untuk merawat bayi BBLR di rumah, melatih bayi untuk menghisap dan menelan secara teratur dan terkoordinasi (Sudarti &afroh , 2013). 1) Manfaat perawatan metode kanguru bagi bayi Berbagai peneliti menyebutkan bahwa manfaat perawatan metode kanguru pada BBLR adalah: a) Suhu tubuh bayi lebih stabil daripada yang dirawat di incubator, b) Pola pernafasan bayi menjadi lebih teratur (mengurangi kejadian apnea periodic), c) Denyut jantung lebih stabil, d) Pengaturan perilaku pada bayi lebih baik, misalnya frekuensi menangis bayi kekurang dan sewaktu bangun bayi lebih waspada, e) Bayi lebih sering minum ASI dan lama menetek lebih panjang serta peningkatan produksi ASI, f)
Pemakaian kalori lebih kurang,
g) Kenaikan berat badan lebih baik, h) Waktu tidur bayi lebih lama, i)
Hubungan lekat bayi – ibu lebih baik serta berkurangnya kejadian infeksi,
j)
Efisiensi anggaran (Rahmayanti, 2011).
34
2) Manfaat perawatan metode kanguru bagi ibu Menurut Depkes RI (2008) dari beberapa penelitian KMC dapat mempermudah pemberian ASI, ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi, hubungan lekat bayi-ibu lebih baik, ibu sayang kepada bayinya, pengaruh psikologis ketenangan bagi ibu dan keluarga (ibu lebih puas, kurang merasa stress), peningkatan lama menyusui dan kesuksesan dalam menyusui (Rahmayanti, 2011). 3) Manfaat perawatan metode kanguru bagi ayah a) Ayah memainkan perasaan yang lebih besar dalam perawatan bayinya. b) Meningkatkan hubungan antara ayah-bayinya, terutama berperan penting di Negara dengan tingkat kekerasan pada anak yang tinggi (Rahmayanti, 2011). 4) Manfaat perawatan metode kanguru bagi petugas kesehatan Bagi petugas kesehatan paling sedikit akan bermanfaat dari segi efisiensi tenaga karena ibu lebih banyak merawat bayinya sendiri. Dengan demikian beban kerja petugas akan berkurang. Bahkan petuas justru dapat melakukan tugas lain yang memerlukan perhatian petugas misalnya pemeriksaan lain atau kegawatan pada bayi maupun memberikan dukungan kepada ibu dalam menerapkan PMK (Depkes RI,2008 cit Rahmayanti, 2011).
35
c. Standard Operasional Prosedur (SOP) metode kanguru Standar Operasional Prosedur Perawatan Metode Kanguru dari rumah sakit. Sebagai berikut: Kebijakan kriteria bayi KMC 1)
Berat badan lahir kurang dari 2500 gram,
2)
Semua keadaan patologis sudah teratasi,
3)
Mampu untuk menghisap-menelan dan bernafas sudah baik,
4)
Berat badan selama di Inkubator meningkat (15-20 gr/hari selama > 8hari),
5)
Ibu, suami atau pengganti ibu lainnya sehat dan mampu serta mampu merawat bayi dengan metode kanguru.
Perawatan metode kanguru Menurut Atikah & Candra ,(2010) perawatan metode kanguru dibagi menjadi dua yaitu: 1)
KMC intermiten, yaitu KMC degan jangka waktu yang pendek (perlekatan lebih dari satu jam per hari) dilakukan saat ibu berkunjung. KMC ini dioeruntukkan bagi bayi dalam proses penyembuhan yang masih memerlukan pengobatan medis (infus, oksigen).
2)
KMC kontinu yaitu KMC dengan jangka waktu yang lebih lama daripada KMC intermiten. Pada metode ini perawatan bayi dilakukan selama 24 jam sehari.
36
B. Kerangka teori Skema kerangka konsep :
Etiologi
Faktor ibu
Faktor plasenta
Faktor janin
BBLR
Jaringan lemak subkutan lebih tipis
Permukaan tubuh relatif lebih luas
Penguapan berlebih
Pernafasan dengan suhu luar
Kehilangan cairan
Kehilangan panas
Dehidrasi
Hipotermia
Kehilangan panas melalui kulit
Metode Kanguru
Mempertahankan suhu dalam batas normal 36,50C – 37,50C
Gambar 2.2 Kerangka teori
Kekurangan cadangan energi
Malnutrisi
Hipoglikemia
37
C. Kerangka konsep
Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin (00006)
Metode kangaroo mother care (KMC)
Gambar 2.3 Kerangka konsep
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset Subjek yang digunakan dalam aplikasi riset ini adalah pasien dengan BBLR yang mengalami hipotermia.
B. Tempat dan waktu 1.
Tempat : Di ruang HCU Neonatus RSUD dr. Moewardi Surakarta.
2.
Waktu : Metode kanguru dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 sampai tanggal 17 maret 2015 pada jam 08.30 dilakukan selama 2,5 jam dan dilakukan selama 3 hari.
C. Media dan alat yang digunakan 1.
Waslap
2.
Baju untuk ibu
3.
Tutup kepala
4.
Popok
5.
Selendang kanguru atau gendongan kanguru
6.
Kaos kaki
7.
Termometer
38
39
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset Posisi bayi Beri bayi pakaian, beri topi , popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu kemudian letakkan bayi di dada ibu. Letakkan bayi diantara
payudara dengan posisi tegak atau vertikal, dada bayi menempel pada pada ibu. Posisi ibu dijaga dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan kesisi kanan atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi). Ujung pengikat tepat berada dibawah kuping bayi. Tungkai bayi haruslah dalam posisi “kodok”, tangan harus dalam posisi fleksi. Ikatkan kain dengan kuat agar saat ibu bangun dari duduk, bayi tidak tergelincir.Pastikan juga bahwa ikatan yang kuat dari kain tersebut menutupi dada si bayi. Perut bayi jangan sampai tertekan dan sebaiknya berada di sekitar epigastrium ibu. Dengan cara ini ibu dapat melakukan pernafasan perut (Rahmayanti, 2011). Tahap-tahap dalam pelaksanaan PMK adalah sebagai berikut: 1.
Cuci tangan, keringkan dan gunakan gel hand rub.
2.
Ukur suhu bayi dengan termometer.
3.
Pakaikan baju kanguru pada ibu.
4.
Bayi dimasukkan dalam posisi kanguru, menggunakan topi, popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu.
5.
Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak sedikit mendongak.
40
6.
Dapat pula ibu memakai baju dengan ukuran besar, dan bayi diletakkan di antara payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak jatuh.
7.
Setelah posisi bayi baik, baju kanguru diikat untuk menyangga bayi. Selanjutnya ibu bayi dapat beraktifitas seperti biasa sambil membawa bayinya dalam posisi tegak lurus di dada ibu (skin to skin contact) seperti kanguru. (Atikah dan cahyo, 2010) Berikut adalah cara memasukkan dan mengeluarkan bayi dari baju
kanguru, misalnya saat akan disusui: 1.
Pegang bayi pada satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai punggung bayi.
2.
Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya agar kepala bayi tidak tertekuk dan tak menutupi saluran nafas ketika bayi berada pada posisi tegak.
3.
Tempat kantangan lainnya dibawah pantat bayi.
Yang perlu diperhatikan: 1.
Selama penggunaan metode kanguru ibu atau pengganti ibu tidak memakai BH dan baju dalam.
2.
Pakai baju yang longgar.
3.
Menghangatkan baju atau selendang metode kanguru dengan cara dijemur dibawah sinar matahari atau disetrika.
41
4.
Lepaskan bayi dari selendang kangguru untuk memberikan popok dan pengganti ibu kangguru.
Fokus evaluasi BBLR dapat pulang: 1.
Keadaan umum baik.
2.
Mampu menghisap dan menelan dengan baik.
3.
Suhu tubuh bayi 3 hari beturut-turut baik.
4.
BB kembali ke bblahir dari 1500 gr.
5.
BB 3 hari cenderung berturut-turut cenderung naik.
6.
Ibu mampu merawat bayinya (Sudarti & Afroh F, 2013).
Gambar 3.1 Metode Kanguru /KMC
42
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan dari riset Metode tradisional yang menggunakan termometer air raksa oral/ rektal kini jarang digunakan. Air raksa (merkuri) dilarang penggunaannya oleh Control of Substances Hazardous to Health Regulations dan uapnya bersifat neurotoksik. Selain itu, walaupun suhu rektal paling mendekati suhu tubuh, namun suhu rektal tidak dapat dipercaya pada pasien kritis karena hipotensi dan iskemia usus mengurangi suplai darah ke rektum dan pengukurannya dipengaruhi oleh isi di dalam rektum (Philip jevon & Beverley ewens, 2008). Terdapat beberapa metode yang dapat dipercaya dalam mengukur suhu tubuh dengan menggunakan alat elektronik. Alat-alat ini dapat melakukan pemeriksaan dengan cepat,
aman, dan beberapa dapat
memberikan hasil pengukuran suhu secara kontinu. Beberapa di antaranya akan dijelaskan secara lebih rinci (Philip jevon &Beverley ewens, 2008). Pengukuran suhu oral dapat dipengaruhi oleh suhu makanan dan cairan yang diingesti dan oleh aktivitas otot pengunyah (Dougherty & Listen, 2004). Selain itu laju pernafasan > 18 kali per menit akan menurunkan nilai suhu inti (Philip jevon & Beverley, 2008). Aksila merupakan rute alternatif untuk pemantauan suhu jika rute oral tidak cocok. Namun demikian, akan sulit untuk mendapatkan pengukuran yang akurat dan dapat dipercaya karena lokasinya tidak terletak dekat dengan pembuluh darah besar dan suhu permukaan kulit dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Jika menggunakan rute aksila, maka strip harus ditempatkan pada
43
pusat lipat ketiak dengan posisi lengan pasien dirapatkan dengan kuat di samping dada. Karena suhu dapat bervariasi pada kedua lengan, maka pada pengukuran suhu harus dilakukan pada lokasi yang sama (Philip jevan & Beverley ewens, 2008). Dimana lokasi yang digunakan untuk pengukuran suhu, pengukuran selanjutnya harus dilakukan secara konsisten pada tempat yang sama, karena penggantian lokasi dapat menghasilkan pengukuran yang salah dan sulit diinterprestasi (Philip jevon & Beverley ewens, 2008).
Gambar 3.2 Termometer air raksa dan digital.
BAB IV LAPORAN KASUS
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang ’’Asuhan Keperawatan Neonatus pada By.Ny. Y dengan BBLR di Ruang HCU Neonatus Mawar 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Klien lahir pada tanggal 14 maret 2015 jam 05.10 WIB dan dilakukan pengkajian pada tanggal 15 maret 2015 jam 08.00 WIB. Pengkajian yang dilakukan dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesa. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, sampai evaluasi keperawatan. Pengkajian dilakukan melalui observasi, dan data sekunder, catatan medis, dan catatan keperawatan. A. Identitas paien 1. Identitas klien Klien By.Ny. Y, jenis kelamin perempuan, tanggal lahir klien 14 maret 2015, tanggal dirawat 14 maret 2015, diangnosa medis BBLR, nama orang tua Tn. I, berumur 31 tahun, pendidikan terahir Tn.I SLTP, bekerja sebagai wiraswasta bertempat tinggal di Sangkrah pasar kliwon Surakarta. 2. Riwayat bayi Hasil pengkajian tentang riwayat bayi, dari penilaian apgar skor warna kulit bayi merah muda dan tidak ada sianosis, denyut jantung 150x/menit, ketika distimulus bayi meringis dan menangis tapi lemah, tonus otot bayi
44
45
lemah dan pergerakan sedikit, pernafasan bayi lemah 28x/menit. Bayi lahir dengan usia gestasi 27 minggu. Dari pengkajian antropometri berat badan 2200 gram, lingkar kepala 32 cm, lingkar lengan atas 10 cm, lingkar dada 30 cm, panjang badan 45 cm. Adanya komplikasi persalinan ketuban pecah dini selama lebih dari 24 jam. Nilai apgar skor yaitu A2P2G1A0R1. 3. Riwayat ibu Riwayat ibu berusia 29 tahun sudah melahirkan 3 anak dan saat ini melahirkan anak yang ketiga tanpa abortus G3P3A0. Jenis persalinan dari ketiga anaknya yaitu anak pertama sectio caesaria disebabkan karena kehamilan lebih dari hari perkiraan lahir atau HPL, anak yang kedua normal/spontan dan anak yang ketiga sectio caesaria disebabkan karena ketuban pecah dini selama lebih dari 24 jam.
B. Pengkajian Pengkajian fisik neonatus antara lain reflek moro ada terjadi abduksi sendi bahu dan ekstensi lengan tapi masih lemah, reflek menghisap lemah tapi bayi mampu membuka mulut atau mencari puting saat ibu akan menyusui dan menggenggam klien masih terlihat lemah, kepala bayi mampu memutar kearah berlawanan saat diberi reflek tahanan tapi masih lemah, mata bayi mampu berespon terhadap cahaya, tonus otot lemah sehingga pergerakkan bayi kurang aktif. Dari pengkajian kepala atau leher ubun-ubun klien lunak sutura sagitalis tepat gambaran wajah simetris, tidak ada tulang kepala tumpang tindih, tidak ada pembengkakan pada kepala yang
46
diakibatkan tekanan dari rahim dinding vagina, tidak ada pembengkakan pada kepala bayi karena penumpukkan darah akibat perdarahan pada sub periosteum. Mata bersih kanan dan kiri simetris jarak interkantus 3 cm sclera ikterus, reflek cahaya positif. Telinga kanan kiri simetris, daun telinga elastis, lubang kanan kiri ada dan tidak ada cairan yang keluar dari lubang telinga. Hidung simetris antara kanan dan kiri dan lubang hidung ada. Mulut klien simetris antara atas dan bawah, warna bibir merah muda, membran mukosa bibir klien lembab dan tidak ada kelainan pada mulut klien seperti bibir sumbing. Pengkajian abdomen sebagai berikut: bentuk simentris lingkar perut 30 cm, kulit abdomen lunak dan tipis tidak ada jejas, pembulu darah terlihat, umbilikus tidak menonjol masih terdapat tali pusat, warna kulit merah, ada gerakkan peristaltik usus, bising usus 15x/menit, terdengar suara peristaltik usus, kuadran 1 pekak, kuadran 2, 3, 4 timpani. Pengkajian toraks sebagai berikut: bentuk toraks simetris, adanya retraksi atau otot bantu pernafasan, lingkat dada 30 cm, toraks tidak ada jejas dinding toraks elastis, puting susu belum terbentuk,
tidak ada suara
tambahan, gerakkan dinding dada kanan dan kiri sama, tidak ada suara tambahan. Pengkajian paru-paru suara nafas kanan kiri sama dan suara nafas vesikuler, terdapat otot bantu pernafasan atau retraksi, respirasi 38 x/menit setelah dengan menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit,
47
pernafasan cuping hidung. Pengkajian yang didapat pasien termasuk gawat nafas pasien didapat nilai 1 dan pasien mengalami sesak nafas ringan, Pengkajian jantung tidak ada suara tambahan bunyi normal irama sinus frekuensi 150 x/menit dan tidak ada suara murmur. Nadi perifer brakial kanan kiri dan femoral kanan kiri kuat. Pengkajian ekstermitas gerakan bebas tapi masih lemah, ekstremitas atas dan bawah saat diberi rangsangan lemah atau pergerakan pasif, jari-jari kaki tangan lengkap, dan garis telapak kaki sedikit. Umbilikus bersih tidak ada cairan, tali pusat ada berwarna putih ujung tali pusat dijepit dengan penjepit tali pusat terbungkus dengan kasa. Genital jenis kelamin perempuan klitoris menonjol dan ada labia mayora dan labia minora. Anus bersih dan paten. Kulit klien berwarna merah muda tidak terdapat sianosis atau kemerahan dan tidak ada tanda lahir. Terdapat kemerahan pada daerah yang terkena popok. Turgor kulit elastis dan terdapat lanugo ada disekitar wajah dan lengan atas. Suhu inkubator 33,30C.
48
C. Riwayat sosial Riwayat sosial keluarga klien adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Tinggal satu rumah dengan ayah, ibu dan kakak. Didalam keluarga By.Ny Y tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun seperti DM, hipertensi.
Ny. Y (29th) Tn.A (33th)
By. Ny. Y (1 hari)
Gambar 4.1 Genogram Keterangan : : Laki – laki : Perempuan
: Meninggal : Pasien : Tinggal satu rumah : Garis pernikahan : Garis keturunan
49
Klien beragama islam bahasa yang sering digunakan adalah bahasa indonesia, suku jawa, budaya jawa. Hubungan orang tua dan bayi sangat baik seperti menyentuh, memeluk, berbicara, berkunjung, memanggil nama dan kontak mata. Orang terdekat yang dapat dihubungi semua saudara karena semua sudara baik dan suka membantu kedua orang tua klien. Orang tua sangat berespon terhadap penyakit yang diderita anggota keluarga, ibu klien mengatakan bahwa sehat itu sangat penting dan mahal harganya, saat ada anggota keluarga yang sakit selalu dibawa atau diperiksakan kepusat layanan kesehatan terdekat dan kooperatif dalam merawatnya supaya cepat sembuh. Orang tua klien sangat berespon terhadap hospitalisasi, kalau ada salah satu anggota keluarga yang sakit di rawat di rumah sakit dan berusaha memberi yang terbaik demi kesembuhan anggota keluarganya. Riwayat anak lain anak pertama dengan riwayat persalinan sectio caesaria dengan berat badan 2300 gram dan riwayat imunisasi lengkap. Anak kedua dengan riwayat kelahiran normal/spontan berat bdan lahir 2500 gram riwayat imunisasi lengkap. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 14 maret 2015 dengan hasil: hemoglobin 16.8 g/dl (14.9-23.7) normal, hematokrit 52 % (47-75) normal, leukosit 18.4 ribu/ul (9.4-34.0) normal, trombosit 303 ribu/ul (150-450) normal, eritrosit 4.52 juta/ul (3.70-6.50) normal, MCV 113.9 /um (80.0-96.0) tinggi, MCH 37.2 pg (28.0-33.0) tinggi, MCHC 32.6 g/dl (33.0-360) normal, RDW 13.1 % (11.6-14.6) normal, MPV 8.1 fi (7.2-11.1) normal, PDW 16 % (25-65) rendah, eosinofil 1.10% (0.00-4.00) normal, basofil 0.20% (0.00-
50
1.00), netrofil 65.50% (18.00-74.00) normal, limfosit 26.30% (60.00-66.00) rendah, monosit 6.90 % (0.00-6.00) tinggi, golongan darah B dengan metode AGLUTINASI. Pengobatan pada tanggal 14 maret 2015 klien mendapat terapi amphicillin 110 mg golongan dan kandungan anti mikroba/ antibakteri golongan penisilin, fungsi untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif/ gram negatif untuk infeksi saluran pernafasan, infeksi akut kelamin wanita.
D. Perumusan masalah keperawatan Penulis melakukan pengkajian dan mendapatkan hasil sesuai pengkajian di atas penulis melakukan analisa data kemudian penulis merumuskan empat diangnosa yang sesuai prioritas. Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 jam 08.00 WIB diperoleh data subyektif klien tidak terkaji. Data obyektif, respirasi 38x/menit setelah menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit, pernafasan cuping hidung, menggunakan otot bantu pernafasan. Berdasarkan analisa data diatas, maka dapat dirumuskan diagnosa keperawatan yaitu ketidakfektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologi (00032). Jam 08.05 WIB diperoleh data subyektif klien tidak terkaji. Data obyektif yang didapat suhu tubuh 34,50C, akral dingin, badan tampak menggigil, klien tampak gelisah dan kulit tampak pucat. Berdasarkan analisa
51
data diatas dirumuskan diagnosa keperawatan hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin (00006). Jam 08.10 WIB diperoleh data subyektif ibu klien mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu anak hanya mampu membuka mulut saja. Data obyektif yang didapat reflek hisap klien lemah, klien tidak mampu mempertahankan menghisap yang efektif, dan psien tampak pasif dan lemah. Berdasarkan analisa data diatas dirumuskan diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan gangguan neurologist (00107). Jam 08.15 WIB diperoleh data subyektif klien tidak terkaji, obyektif klien tampak menggunakan popok kulit klien tampak kemerahan, leukosit 18.4 ribu/ul, kulit klien tipis. Berdasarkan analisa data diatas dirumuskan diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder belum adekuat (00004). Berdasarkan rumusan masalah keperawatan dari hasil analisa data, maka dapat diproritaskan diagnosa keperawatan sebagai berikut pertama ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032), kedua hipotermi berhubungan denganpemajanan lingkungan yang dingin (00006), ketiga ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan neurologis (00107), keempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder belum adekuat (00004).
52
E. Perencanaan Setelah penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan, penulis membuat intervensi keperawatan dengan tujuan keperawatan pada diagnosa keperawatan yang pertama, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas dapat efektif kembali dengan kriteria hasil menunjukkan pola pernafasan efektif, RR dalam batas normal 25-60 x/menit, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan. Intervensi atau perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa pertama observasi vital sign dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen. Pada diagnosa kedua, penulis membuat tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keparawatan hipotermi dapat teratasi dalam batas normal dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam batas normal 36,50C – 370C, pasien tidak kehilangan panas, akral hangat,suhu tubuh dalam rentang yang diharapkan, perubahan warna kulit tidak ada, tidak ada tanda menggigil atau merinding. Intervensi atau perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua yaitu observasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat, alat pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai, anjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan,
53
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian teknik menghangatkan suhu inkubator. Pada diagnosa ketiga, penulis membuat tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan dapat menghisap dengan efektif dengan kriteria hasil bayi akan menunjukkankemampuan dalam menyusui, menghisap dan menempatkan lidah dengan benar, penambahan berat badan, dan mempertahankan mentusuyang efektif. Intervensi atau perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu kaji dan evaluasi kemampuan bayi untuk menempel dan menghisap secara efektif,instruksikan ibu dalam teknik menyusuiajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri
dorongan
untuk
terus
menyusui
setelah
pulang
atau
setelah
perawatankolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian susu formula dengan BBLR. Pada diagnosa keempat, penulis membuat tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil, klien terbebas dari tanda gejala infeksi, jumlah leukosit dalam jumlah normal, menunjukkan higiene pribadi yang adekuat. Intervensi atau perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa keempat yaitu observasi tanda dan gejala infeksi, pastikan semua alat yang digunakan klien dalam keadaan bersih, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, pantau hasil laboratorium leokosit, ajarkan kepada
54
keluarga tanda/gejala infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium.
F. Implementasi Penyusunan intervensi atau perencanaan keperawatan telah dilakukan, penulis kemudian melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada By.Ny Y, yang dilakukan hari pertama tanggal 15-17 maret 2015. Pada diagnosa keperawatan pertama, pada tanggal 15 maret 2015 penulis melakukan implemntasi atau tindakan keperawatan sebagai berikut: jam 08.00 WIB mengkaji pola nafas pasien dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon objektif RR 38x/menit setelah menggunakan alat bantu pernafassan nasal kanul, tampak pernafasan cuping hidung, tampak adanya otot bantu pernafasan. Jam 08.05 penulis melakukan implementasi mengidentifikasi pemasangan alat bantu nafas dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak menggunakan alat bantu nafas nasal kanul 2 liter/ menit.Jam 08.10 WIB penulis melakukan pemantauan pemakaian alat bantu pernafasan dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien terpasang alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit, tampak pernafasan cuping hidung dan adanya otot bantu pernafasan, pasien tampak tidak nyaman saat di pasang O2 nasal kanul. Pada hari kedua tanggal 16 maret 2015 jam 07.45 WIB, penulis melakukan
implementasi
atau
tindakan
keperawatan
pada
diagnosa
keperawatan pertama sebagai berikut: mengkaji pola nafas dengan respon
55
subjektif kien tidak terkaji, respon objektif RR 40x/menit, tampak pernafasan cuping hidung, pasien tampak tidak menggunakan O2 nasal kanul, ekspansi paru sama kanan kiri, tampak otot bantu pernafasan tidak ada. Jam 07.50 WIB penulis melakukan implementasi atau tindakan keperawatan, mengidentifikasi pemasangan alat bantu nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak tidak menggunakan alat bantu pernafasan O2 nasal kanul 2 liter/menit. Pada hari ketiga tanggal 17 maret 2015 melakukan
implementasi
atau
tindakan
jam 08.00 WIB penulis
keperawatan
pada
diagnosa
keperawatan yang pertama sebagai berikut: mengkaji pola nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif RR 48x/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, pasien tampak tidak menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul, pasien tampak tenang. Jam 13.10 WIB pasien mengkaji tanda tanda vital dan pola nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif RR 42x/menit, pasien tampak tidak meggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul, tidak ada pernafasan cuping hidung, suhu 370C, SpO2 99, akral hangat, HR 145x/menit. Pada hari pertama tanggal 15 maret 2015 jam 08.15 WIB penulis melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa kedua, sebagai berikut: penulis mengobservasi tanda gejala hipotermia, dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif, suhu tubuh paien 34,50C, akral dingin, kulit pasien tampak pucat, pasien tampak menggigil, SpO2 91, HR 135x/menit. Pada jam 08.25 WIB penulis memakaikan topi dan sarung
56
tangan hangat dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien terlihat lebih nyaman dan mengigil sedikit berkurang. Pada jam 08.35 WIB penulis memberikan edukasi dan melaksanakan tehnik KMC dengan respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia dan setuju diberi pendidikan baru dan melaksanakan KMC, respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif melakukan KMC, pasien tampak tenang saat dilakukan tehnik KMC. Pada jam 11.00 WIB penulis mengopservasi tanda-tanda vital dan menjaga kehangatan dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu tubuh klien 36,60C BB lahir 2200 gram lalu mengalami penurunan berat badan menjadi BB 2100 gram, teraba akral hangat, pasien tampak tidak menggigil. Pada jam 11.30 WIB penulis mengatur suhu inkubator dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu lingkungan inkubator 34,50C. Pada hari kedua tanggal 16 maret 2015, penulis melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan ke dua, sebagi berikut: jam 08.30 WIB penulis mengobservasi tanda-tanda vital dan memonitor tanda-tanda hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh pasien 35,70C, akral dingin, pasien tampak mengigil, RR 40x/menit, SpO2 99, HR140x/menit BB 2200 gram. Jam 08.35 WIB penulis memakaikan topi, kaos kaki dan selimut hangat dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak lebih hangat dan lebih nyaman, dan tampak menggigil berkurang. Jam 08.40 WIB penulis melakukan tehnik KMC dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia melakukkan KMC ibu pasien mengatakan nyaman saat melakukan
57
KMC dan merasa dekat dengat anaknya, respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif, pasien tampak berusaha mencari-cari puting susu ibu. Jam 10.10 WIB penulis menganjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan di RS dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan akan tetap melakukan KMC saat dirumah, respon objektif ibu pasien tampak mampu melakukan tehnik KMC walaupun dengan bantuan perawat, ibu pasien tampak nyaman dan senang melakukan KMC. Jam 11.00 WIB penulis mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh pasien 36,80C, akral pasien hangat, RR: 42x/menit, HR: 145x/menit, SpO2: 99. Jam 11.20 WIB penulis mengatur suhu inkubator tetap hangat dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu inkubator 34,40C. Pada hari kedua tanggal 17 maret 2015, penulis melakukan Impementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan kedua, sebagai berikut: jam 08.10 WIB mengkaji tanda dan gejala hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh bayi 35 0C, akral dingin, pasien tampak mengigil. Jam 08.15 WIB memakaikan topi, kaos kaki dan gendongan kanguru dengan respon subjektif klien tidak terkaji dan dengan respon obyektif pasien tampak lebih hangat. Jam 08.25 WIB penulis memberikan dan mengajarkan tehnik KMC dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia melakukan KMC dan mau di beri pendidikan cara melakukan KMC dengan respon objektif ibu pasien tampak mampu melakukan KMC secara mandiri. Jam 09.00 WIB menganjurkan kepada ibu
58
untuk tetap melakukan KMC saat perawatan di rumah dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia melakukan KMC di rumah dan senang melakukan KMC dan respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif dan tampak percaya diri merawat anaknya. Jam 11.00 WIB penulis mengkaji tanda dan gejala hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh 370C, akral hangat, pasien tampak tidak menggigil, BB 2320 gram. Pada hari pertama tanggal 15 maret 2015, penulis melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan ketiga sebagai berikut: jam 08.40 WIB penulis mengkaji reflek hisap pasien dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak mencaricari puting ibu saat dilekatkan di dada ibu, reflek hisap pasien lemah pasien hanya mampu membuka mulut dan memasukkan kedalam mulutnya tanpa menghisap puting ibu. Pada jam 09.00 WIB penulis mengajarkan cara menyusui dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu, respon objektif ibu pasien tampak cemas karena pasien tidak mau menghisap, reflek hisap pasien tampak lemah, ibu pasien tampak kooperatif merangsang pasien. Pada jam 12.00 WIB penulis memberikan susu formula 40cc dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak minum susu formula tapi reflek hisapnya masih lemah atau tidak terlalu kuat, pasien minum susu formula menggunakan botol habis 20 cc.
59
Pada hari kedua tanggal 16 maret 2015, penulis melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan ketiga, sebagai berikut: jam 07.55 WIB penulis memberikan susu formula 40 cc dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak minum susu formula tapi harus diberi rangsangan untuk menghisap, pasien minum susu formula menggunakan botol habis 30 cc, reflek hisap pasien belum kuat. Jam 08.50 WIB penulis mengajarkan cara menyusui dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak kuat menghisap puting susu dan pasien hanya mau memasukkan kedalam mulut dan tidak dihisap, respon objektif ibu pasien tampak berusaha merangsang pasien agar mau mengisap dan minum susu, pasien tampak menghisap puting ibu tapi tidak terlalu kuat, reflek menghisap pasien tampak masih lemah tapi sedikit kuat. Jam 09.00 WIB penulis memberi dorongan kepada ibu bayinya tetap diberi ASI saat sudah pulang dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia memberikan ASI selama 6 bulan setelah itu akan memberikan makanan dampingan ASI karena ibu akan bekerja, respon subjektif ibu pasien tampak kooperatif dan tampak menyayangi anaknya. Jam 09.25 WIB penulis mendiskusikan dengan ibu untuk menggunakan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menghisap dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan akan memompa ASI saat bayi ditinggal bekerja, respon objektif ibu pasien tampak kooperatif. Jam 10.25 WIB penulis mengevaluasi pola menghisap dan menelan dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya sudah mampu menghisap tapi belum kuat dan harus diberi rangsangan dahulu saat
60
akan diberi ASI, reflek obyektif reflek menghisap pasien tampak belum kuat dan harus dirangsang dahulu, pasien tampak mencari-cari puting ibu saat disentuhkan kedada ibu. Pada hari ketiga tanggal 17 maret 2015, penulis melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan ketiga, sebagai berikut: jam 08.30 WIB mengkaji kemampuan bayi menempel dan menghisap secara efektif dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya mau minum dan menghisap dengan kuat, respon objektif pasien tampak mencari-cari puting susu ibu saat dilekatkan didada ibu, pasien tampak meghisap puting ibu dengan kuat, reflek hisap pasien kuat. Pada hari pertama tanggal 15 maret 2015 penulis melakukan implementasi atau tindakan pada diagnosa keempat, sebagai berikut: jam 11.05 WIB, penulis mengkaji tanda-tanda infeksi pasien dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu tubuh pasien 36,60C, akral hangat, pasien menggunakan popok, kulit pasien tampak kemerahan, leukosit 18.4 ribu/ul. Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi dengan dokter pemberian ampicillin 110 mg dengan respon subjektif klien tidak terkaji dan respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi alergi, klien tampak menangis. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tanda/gejala infeksi dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham mengenai tanda/gejala infeksi dan respon objektif keluarga mampu menjelaskan kembali yang diajarkan perawat. Pada jam 07.30 WIB penulis melakukan menganjurkan untuk mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
61
dengan pasien dengan respon subjektif keluarga mengatakan bersedia mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien, respon objektif tangan tampak bersih dan bebas dari kuman dan patogen. Pada jam 13.05 WIB mengganti popok dan membersihkan luka pada kulit dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif kulit pasien tampak kemerahan, tidak tampak ada pembengkakan, suhu tubuh 36,80C, pasien tampak menagis saat lukanya diberikan. Pada hari kedua tanggal 16 maret 2015 penulis melakukan implementasi dan tindakan keperawatan pada diagnosa keempat, sebagai berikut: jam 08.30 WIB penulis menganjurkan kepada ibu untuk mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien dengan respon subjektif ibu klien mengatakan akan selalu menjaga kebersihan, respon objektif tangan ibu tampak bersih. Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi dengan dokter pemberian ampicillin 110 mg dengan respon subjektif klien tidak terkajidan respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi alergi, klien tampak menangis kuat. Jam 11.50 WIB penulis mengkaji tanda dan gejla infeksi dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak memakai popok dan tampak kemerahan sudah berkurang, tidak terdapat pembengkakan pada kulit, teraba tidak panas suhu tubuh 36,90C, pasien tampak menangis saat dibersihkan di daerah kulit yang kemerahan. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tentang tanda/gejala infeksi dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham
62
mengenai tanda-tanda infeksi dan respon objektif keluarga mampu menjelaskan kembali yang diajarkan perawat. Pada hari ketiga tanggal 17 maret 2015 penulis melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan keempat, sebagai berikut: Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi dengan dokter pemberian ampicilli 110 mg dengan respon subjektif klien tidak terkajidan respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi alergi, klien tampak menangis. Jam 09.35 WIB mengkaji tanda dan gejala infeksi dengan respon subyektif klien tidak terkaji dan respon obyektif tampak kemerahan pada kulit pasien kurang, tidak ada bengkak, suhu 370C, leukosit 18.4 ribu/ul. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham mengenai tanda-tanda infeksi dan respon objektif keluarga mampu menjelaskan kembali yang diajarkan perawat. Jam 11.55 WIB penulis melakukan perawatan luka dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif luka kemerahan pada bayi tampak berkurang, tidak ada pembengkakan pada luka, pasien tampak menangis saat dibersihkan luka yang disebabkan pemakaian popok. Jam 12.00 WIB penulis mengkaji tanda-tanda infeksi dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif leukosit 18.4 ribu/ul, kemerahan pada kulit berkurang, tidak ada pembengkakan pada kulit, suhu tubuh 370C.
63
G. Evaluasi Evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan metode subyektif, obyektif, analisa dan perencanaan (SOAP). Evaluasi dilakukan pada tanggal 15-17 maret 2015. Pada hari minggu, tanggal 15 maret 2015 pada diagnosa pertama jam 14.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji, obyektif RR 38x/menit dengan menggunakan alat bantu pernafasan O2 nasal kanul 2 liter/menit, tampak pernafasan cuping hidung, adanya otot bantu pernafasan. Analisa masalah pola nafas pasien belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan sebagai berikut obsevasi vital sign dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen. Evaluasi pada hari senin, tanggal 16 maret 2015 jam 14.00 WIB pada diagnosa pertama didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji. Obyektif RR 40x/menit dengan menggunakan O2 nasal kanul pernafasan nasal kanul 2 liter / menit, pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan ekspansi paru kanan kiri sama. Analisa masalah pola
nafas
belum
teratasi.
Perencanaan
keperawatan
dilanjutkan
sebagaiberikut observasivital sign dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen.
64
Pada diagnosa pertama, tanggal 17 maret 2015 jam 14.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji. Obyektif RR 42x/menit, pasien tampak tidak meggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan. Analisa masalah keperawatan pola nafas teratasi. Perencanaan keperawatan dihentikan. Pada diagnosa kedua, tanggal 15 maret 2015 jam 14.05 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji. Obyektif suhu tubuh 360C, akral dingin, pasien tampak tidak menggigil, pasien tampak tertidur dan tampak tenang. Analisa masalah hipotermi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan opservasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat, alat pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai, anjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian teknik menghangatkan suhu basal. Pada diagnosa kedua, tanggal 16 maret 2015 jam 14.05 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif ibu pasien mengatakan mau dan senang dilakukan tehnik KMC (kangaroo mother care), ibu pasien mengatakan nyaman melakukan KMC, ibu dan keluarga pasien mengatakan bersedia melakukan KMC di rumah. Obyektif suhu tubuh 36,80C, akral hangat, pasien tampak tidak menggigil. Analisa masalah hipotermia belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan opservasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC),anjurkan kepada ibu untuk
65
tetap melakukan KMC setelah perawatan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian teknik menghangatkan suhu basal. Pada diagnosa kedua tanggal 17 maret 2015 jam 14.05 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, subyektif ibu pasien mengatakan bersedia melakukan KMC dan merasa nyaman saat melakukan KMC, ibu pasien mengatakan bersedia melakukan KMC saat perawatan di rumah. Obyektif pasien tampak nyaman, senang, kooperatif saat melakukan KMC, suhu tubuh 370C , akral hangat, pasien tampak tidak menggigil. Analisa masalah hipotermi teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan dengan discharge planning sebagai berikut anjurkan kepada keluarga untuk tetap melakukan tehnik KMC setelah perawatan di RS atau saat perawatan di rumah. Evaluasi pada diagnosa ketiga, tanggal 15 maret 2015 jam 14.10 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu dan ibu bersedia memberikan ASI terus. Obyektif ibu tampak khawatir karena pasien tidak mau menghisap,ibu pasien tampak kooperatif merangsang pasien, reflek hisap pasien tampak lemah. Analisa masalah ketidakefektifan pola makan bayi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan kaji dan evaluasi kemampuan bayi utuk menempel dan menghisap secara efektif, instruksikan ibu dalam teknik menusui, ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau setelah perawatan.
66
Pada diagnosa ketiga, tanggal 16 maret 2015 jam 14.10 WIB di harapkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak terlalu kuat menghisap puting, ibu pasien mengatakan anaknya hanya memasukkan puting kedalam mulutnya tapi tidak dihisap. Obyektif ibu pasien tampak berusaha merangsang pasien pasien agar bersedia minum ASI, pasien tampak menghisap puting susu ibu tapi tidak terlalu kuat, reflek hisap pasien tampak masih lemah tapi sedikit kuat. Analisa masalah ketidakefektifan pola makan bayi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan kaji dan evaluasi kemampuan bayi utuk menempel dan menghisap secara efektif, ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau setelah perawatan. Pada diagnosa ketiga, tanggal 17 maret 2015 jam 14.10 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, subyektif ibu pasien mengatakan anaknya mampu menghisap puting susu ibu dengan kuat dan mampu menelan, ibu pasien mengatakan bersedia akan memberikan ASI pompa saat ditinggal bekerja. Obyektif pasien tampak mencari-cari puting susu ibu, reflek hisap pasien
ampak
kuat,
ibu
pasien
tampak
senang dengan
kemajuan
perkembangan menghisap pasien. Analisa masalah ketidakefektifan pola makan pasien teratasi. Perencanaan keperawatan dianjurkan dengan discharge planning sebagai berikut, anjurkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau setelah perawatan.
67
Evaluasi pada diagnosa keempat, tanggal 15 maret 2015 jam 14.15 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji. Obyektif pasien menggunakan popok kulit bayi tampak kemerahan, BB lahir 2200 gram setelah 1 hari turun menjadi 2100 gram, daya tahan tubuh terhadap infeksi kurang, tidak ada bengkak pada luka karena pemakaian popok, leukosit 18.4 ribu/ul. Analisa masalah resiko infeksi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, lakukan perawatan luka, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, ajarkan keluarga untuk megetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium. Pada diagnosa keempat, tanggal 16 maret 2015 jam 14.15 WIB di harapkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji. Obyektif pasien tampak menggunakan popok, kulit pasien tampak kemerahan sudah berkurang, tidak terdapat pembengkakan dikulit, suhu tubuh 370C, leukosit 18.4 ribu/ul. Analisa masalah resiko infeksi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, lakukan perawatan luka, ajarkan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium. Pada diagnosa keempat, tanggal 17 maret 2015 jam 14.15 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji. Obyektif leukosit 18.4 ribu/ul, kemerahan pada kulit berkurang, tidak ada
68
pembengkakan pada kulit, suhu tubuh 370C. Analisa masalah resiko infeksi teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan dengan discharge planning sebagai berikut anjurkan kepada keluarga untuk tetap megetahui tanda gejala terjadinya infeksi, anjurkan minum obat sesuai resep dokter.
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan membahas tentang hasil penerapan metode kanguru atau KMC terhadap pencegahan terjadinya hipotermi pada BBLR pada asuhan keperawatan
By.Ny, Y di HCU Neonatus RSUD dr. Moewardi Surakarta.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Maret 2015. Pembahasan ini tentang proses asuhan keperawatan tentang pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian yang dilakukan penulis pertama dalam proses keperawatan proses ini meliputi pengumpulan data secara sistematis, verifikasi data, interpretasi data, pendokumentasian data (DeLaune dkk., 2002 dalam Debora, 2012). Pemeriksaan fisik adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi tentang anak dan keluarganya dengan menggunakan semua pancaindra, baik subjektif maupun objektif (Dewi, 2010). Penulis melakukan pengkajian fisik bayi baru lahir dan perkembangannya dilakukan bersama ketika melakukan pemeriksaan secara inspeksi maupun observasi. Pada
saat
penulis
melakukan
pengkajian
pemeriksaan
fisik
mendapatkan data suhu 34,50C, akral dingin dan menggigil maka terjadi hipotermi, HR 150X/menit. Hipotermi adalah bayi baru lahir dengan suhu tubuh di bawah 36,50c. Hipotermi sering terjadi pada neonatus BBLR
69
70
karena jaringan lemak sub kutan rendah dan luas permukaan tubuh relatif besar dibandingkan bayi BBLC (Sudarti & Afroh, 2013). Mempertahankan bayi baru lahir yang sakit atau kecil (berat lahir <2500 gr umur kehamilan 37 minggu), perlu menambahkan kehangatan tubuh untuk mempertahankan suhu normal, bayi dapat cepat terjadi hipotermi dan untuk menghangatkan kembali membutuhkan waktu yang lama. Resiko komplikasi dan kematian meningkat secara bermakna bila suhu lingkungan tidak optimal (Yongki dkk, 2012). Suhu tubuh hampir semuanya diatur oleh mekanisme persyarafan, dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada hipotalamus. Pada bayi baru lahir pusat pengaturan suhu tubuhnya belum berfungsi sempurna, sehingga mudah terjadi penurunan suhu tubuh,
terutama
karena
lingkungan
yang
dingin.
Dengan
adanya
keseimbangan panas tersebut bayi baru lahir akan berusaha menstabilkan suhu tubuhnya terhadap faktor-faktor penyebab hilangnya panas karena lingkungan. Pada saat kelahiran, bayi mengalami perubahan oleh lingkungan intra uterin yang hangat ke lingkungan ekstra uterin yang relatif lebih dingin. Hal tersebut menyebabkan penurunan suhu tubuh 2
0
–3 0C, terutama
hilangnya panas karena evaporasi atau penguapan cairan ketuban pada kulit bayi yang tidak segera dikeringkan. Kondisi tersebut akan memacu tubuh menjadi dingin yang akan menyebabkan respon metabolisme dan produksi panas.
71
Dapat dikatakan hipotermi apabila suhu kurang dari 36,50C, hipotermi dapat diklasifikasikan menjadi hipotermia sedang apabila suhu 32,00C – 36,00C, dikatakan berat < 32,00C ( Sudarti & Afroh, 2013). Berdasarkan teori di atas dan pengkajian yang didapat pada By,Ny. Y mengalami hipotermi sedang karena didapatkan hasil pemeriksaan fisik suhu tubuh 34,50C, akral dingin dan menggigil. Penulis melakukan pengkajian paru–paru didapat hasil sebagai berikut suara nafas kanan kiri sama dan suara nafas vesikuler, terdapat otot bantu pernafasan atau retraksi, respirasi 38 x/menit setelah dengan menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit, pernafasan cuping hidung, menggunakan otot bantu pernafasan atau ada retraksi. Respirasi
adalah
mekanisme
yang
dilakukan
tubuh
untuk
mengeluarkan karbondioksida ke udara dan mendapatkan oksigen dari udara di bawah ke sel tubuh (Debora, 2013). Status pernafasan pada bayi baru lahir yang baik adalah nafas dengan laju normal 40 - 60 x/menit (Dewi, 2013). Penulis melakukan evaluasi gawat nafas dengan skor Downes didapat pengkajian sebagai berikut : Penulis melakukan pengkajian gawat nafas pasien didapat nilai 1 dan pasien mengalami sesak nafas ringan, lalu pasien mendapatkan terapi O2 nasal kanul 2 liter/menit. Tanda–tanda BBLR menurut Sudarti & Afroh, (2013) yaitu berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, kepala bayi lebih besar dari badan, rambut kepala tipis dan halus, daun telinga elastis, dada: dinding
72
thorax elastis, puting susu belum terbentuk, abdomen: distensi abdomen, kulit perut tipis, pembuluh darah kelihatan, kulit: tipis, transparan, pembuluh darah kelihatan, jaringan lemak subkutan sedikit, lanugo banyak, genetalia: perempuan labia mayora hampir tidak ada, klitoris menonjol laki-laki skrotum kecil, testis tidak teraba, ekstremitas: kadang odema, garis telapak kaki sedikit, motorik: pergerakan masih lemah. Berdasarkan karakteristik di atas pasien By, Ny Y mempunyai klasifikasi BBLR sebagai berikut: berat badan 2200 gram, panjang badan 45 cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 30 cm, lingkar lengan atas 10 cm, pergerakan bayi kurang aktif, reflek hisapnya masih lemah dan mengangkat kepala masih lemah, pada pemeriksaan genital di dapat hasil klitoris menonjol dan labia mayora dan labia minora ada, pemeriksaan kulit: tipis, pembuluh darah kelihatan, jaringan lemak subkutan sedikit, pemeriksaan dada di dapat hasil dinding dada elastis, ada retraksi atau penggunaan otot bantu pernafasan, puting susu belum terbentuk, abdomen: distensi abdomen, kulit perut tipis, pembuluh darah trelihatan.
B. Perumusan masalah keperawatan Diangnosa
keperawatan
adalah
tahap
kedua
dalam
proses
keperawatan. Diagnosa keperawatan juga merupakan penilaian klinis terhadap
kondisi individu, keluarga atau komunitas (agregat) baik yang
bersifat aktual, risiko, atau masih merupakan gejala. Penilaian ini didasarkan pada analisis data pengkajian dengan cara berpikir kritis. Diagnosa
73
keperawatan dibuat untuk mengefektifkan komunikasi antara tim kesehatan tentang kebutuhan medis klien ( Debora, 2013). Menurut Nanda nic noc (2013), masalah diagnosa yang mungkin muncul pada BBLR adalah resiko ketidakseimbangan suhu tubuh, ketidakefektifan pola makan bayi, diskontinuitas pemberian ASI, disfungsi motilitas gastrointestinal, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakefektifan pola nafas, resiko infeksi, ikterus neotanus. Diangnosa yang muncul pada pasien BBLR yang pertama didapatkan hasil data subyektif klien tidak terkaji dari data obyektif respirasi 38x/menit setelah menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit, pernafasan cuping hidung, menggunakan otot bantu pernafasan. Penulis menegakkan
diagnosa
ketidakefektifan
pola
nafas
berhubungan
denganimaturitas neurologis (00032). Ketidakefektifan pola nafas adalah inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. Berdasarkan batasan karakteristik penegakan diagnosa ketidakefektifan pola nafas menurut NANDA (2010) adalah sebagai berikut: pernafasan cuping hidung, penggunaan otot aksesorius untuk bernafas, perubahan kedalaman pernafasan, takipnea. Diagnosa yang muncul pada pasien dengan BBLR yang kedua didapatkan hasil data subyektif klien tidak terkaji, data obyektif suhu tubuh klien 34,50C, akral dingin, badan klien tampak menggigil, kulit tampak pucat. Penulis menegakkan diagnosa hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin (00006), hipotermia adalah suhu tubuh berada di
74
bawah kisaran normal atau kurang dari 36,50C – 370C. Berdasarkan batasan karakteristik penegakan diagnosa hipotermia menurut NANDA (2010) adalah sebagai berikut: suhu tubuh dibawah kisaran normal, kulit dingin, dasar kuku sianotik, menggigil, pucat. Diagnosa yang muncul pada pasien BBLR yang ketiga didapatkan hasil data subyektif ibu mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu bayi/anak hanya mampu membuka mulut saja, data obyektif didapat hasil reflek hisap bayi lemah, klien tampak tidak mampu mempertahankan menghisap yang efektif, pasien tampak pasif dan lemah. Penulis menegakkan diagnosa ketidakefektifan pola makan bayi berhubunga dengan gangguan neurologis (00107), ketidakefektifan pola makan bayi adalah gangguan kemampuan bayi untuk menghisap atau mengoordinasi respon menghisap/ menelan yang mengakibatkan ketidakadekuatan nutrisi oral untuk kebutuhan metabolik.
Berdasarkan
batasan
karakteristik
penegakan
diagnosa
ketidakefektifan pola makan bayi menurut NANDA (2010) sebagai berikut: ketidakmampuan
untuk
mengoordinasikan
menghisap,
menelan,
dan
bernafas, ketidakmampuan untuk memulai menghisap yang efektif, ketidakmampuan untuk mempertahankan menghisap yang efektif. Diagnosa yang muncul pada pasien BBLR yang keempat didapatkan hasil data subyektif klien tidak terkaji, data obyektif kulit klien tampak kemerahan karena popok, kulit klien tipis, leukosit 18,4 ribu/ul. Penulis menegakkan diagnosa resiko infeki berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder belum adekuat (00004). Resiko infeksi adalah mengalami
75
peningkatan resiko terserangorganisme patogenik. Penulis menegakkan diagnosa dapat dilihat dari batasan karakteristik serebral dengan data obyektif ada tanda – tanda infeksi, leukosit meningkat. Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data pengkajian pada By,Ny Y. Diagnosa keperawatan yang pertama ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032). Pola nafas adalah inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat (Judith, 2007). Penulis menegakkan diagnosa yang kedua hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin (00006). Hipotermi adalah bayi baru lahir dengan suhu tubuh sampai di bawah 36,50c – 37,50c (Sudarti, 2013). Penulis menegakkan dignosa yang ketiga ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan gangguan neurologist (00107). Ketidakefektifan pola makan bayi merupakan gangguan kemampuan bayi untuk mengisap atau mengoordinasi respons mengisap/ menelan yang mengakibatkan ketidakadekuatan nutrisi oral untuk kebutuhan metabolik (NANDA, 2010). Penulis menegakkan diagnosa yang keeempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat (00004). Resiko infeksi adalah suatu keadaan yang mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik (NANDA, 2010). Penulis menegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah yang muncul dari pengkajian dan obsevasi yang sudah dilakukan. Penulis mengambil prioritas masakah sebagai berikut: pertama ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032), kedua hipotermi
76
berhubungan denganpemajanan lingkungan yang dingin (00006), ketiga ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan neurologis (00107), keempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder belum adekuat (00004). Penulis menegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hasil pengkajian dan observasi yang telah dilakukan selama tiga hari pengelolaan kasus. Selain itu dengan keterbatasan waktu pengelolaan kasus tersebut didapat 4 prioritas diagnosa keperawatan. Pengkajian hanya bisa di dapat dari data obyektif sebab pasien belum mampu mengungkapkan keluhannya, namun ibu mampu negungkapkan keluhanya sehingga didapat data subyektif dari ibu pasien. Pengkajin fisik paru-paru, jantung, abdomen, thorak yang dilakukan tidak bisa dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi karena kondisi fisik pasien belum stabil maka tidak bolek dilakukan hanya bolek dilakukan dengan inspeksi dan palpasi.
C. Perencanaan Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan atau memnuhi kebutuhan klien (Setiadi, 2012). Proses
perencanaan
keperawatan
meliputi
penetapan
tujuan
perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat dan mendokumentasikan rencana keperawatan (Setiadi, 2012).
77
Perencanaan tindakan keperawatan adalah tulisan yang dibuat dan digunakan sebagai panduan saat melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah yang muncul (Debora, 2012) Judith
(2007),
rencana
tindakan
untuk
mengatasi
masalah
ketidakefektifan pola nafas dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan x 24jam masalah ketidakefektifan pola nafas dapat efektif. Pada kasus By,Ny Y penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas dapat efektif kembali dengan kriteria hasil menunjukkan pola pernafasan efektif, RR dalam batas normal 25-60 x/menit, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan. Rencana keperawatan yang diberikan pada By, Ny Y adalah observasi vital sign dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen. Judith (2007), rencana tindakan untuk mengatasi masalah hipotermia dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah hipotermia dapat teratasi dengan menunjukkan termoregulasi dalam batas normal. Pada kasus By,Ny Y penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah hipotermi dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam batas normal 36,50C – 370C pasien tidak kehilangan panas, akral
78
hangat,suhu tubuh dalam rentang yang diharapkan, perubahan warna kulit tidak ada, tidak ada tanda menggigil. Rencana keperawatan yang diberikan pada By,Ny Y adalah observasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat, alat pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai, anjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian teknik menghangatkan suhu inkubator. Penulis melakukan perencanan tehnik KMC untuk merawat bayi lahir dengan berat rendah banyak komplikasi yang muncul dari BBLR tersebut salah satunya hipotermia penulis melakukan perencanaan melakukan tehnik KMC sebab, menurut Dewi, (2013) kontak antara ibu dengan kulit bayi sangat penting dalam menghangatkan serta mempertahankan panas tubuh bayi. Apabila suhu bayi kurang dari 360C, segera hangatkan bayi dengan tehnik metode kanguru. Metode ini sangat tepat dan mudah dilakukan guna mendukung kesehatan dan keselamatan bayi yang lahir prematur maupun yang aterem. KMC adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus menerus dan dikombinasi dengan pemeriksaan ASI eksklusif. Tujuannya adalah agar bayi tetap hangat (Yongky, 2012). Penulis melakukan tehnik KMC untuk merawat bayi dengan berat lahir rendah karena banyak keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari KMC sebagai berikut : suhu tubuh bayi tetap normal, mempercepat pengeluaran air susu ibu (ASI) dan meningkatkan keberhasilan menyusui,
79
perlindungan bayi dari infeksi, berat badan bayi cepat naik, stimulasi dini, kasih sayang, mengurangi biaya rumah sakit, karena waktu perawatan yang pendek, tidak memerlukan inkubator dan efisiensi tenaga kesehatan (Atikah & Cahyo, 2010). Menurut Judith (2007), rencana keperawatan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan pola makan bayi yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan ... x 24 jam dengan menunjukkan kemampuan menyusu. Pada kasus By, Ny Y penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan ketidakefektifan pola makan bayi dapat teratasi dengan kriteria hasil diharapkan dapat menghisap dengan efektif dengan kriteria hasil bayi akan menunjukkan kemampuan dalam menyusui, menghisap dan menempatkan lidah dengan benar, penambahan berat badan, dan mempertahankan menyusu yang efektif. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan pola makan bayi adalah kaji dan evaluasi kemampuan bayi untuk menempel dan menghisap secara efektif, instruksikan ibu dalam teknik menyusui ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau setelah perawatan, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian susu formula dengan BBLR. Penulis menyarankan untuk memberikan ASI ekslusif sebab banyak manfaat yang didapat dalam pemberian ASI. Menurut Nirwana, (2014) ASI sangat bermanfaat bagi bayi, manfaat tersebut di antaranya melindungi bayi dari infeksi gastrointestinal melindungi anak dari penyakit kronis,
80
menigkatkan perkembangan otak serta dapat mengurangi terjadinya diabetes yang tinggi serta obesitas pada bayi, selain itu ASI juga bisa tidak menyebabkan bayi kekurangan zat besi. ASI ekslusif bermanfaat pula bagi ibu. ASI ekslusif tersebut bermanfaat untuk menambah kembali kesuburan paska melahirkan, sehingga memberikan jarak antar anak lebih panjang atau untuk menunda kehamilan berikutnya. Judith (2007), rencana tindakan untuk mengatakan masalah resiko infeksi dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x24 jam asalah resiko infeksi tidak terjadi dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien. Pada kasus By,Ny Y penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil yaitu klien terbebas dari tanda gejala infeksi, jumlah leukosit dalam jumlah normal, menunjukkan higiene pribadi yang adekuat. Rencana keprawatan untuk mengatasi masalah resiko infeksi yaitu observasi tanda dan gejala infeksi adalah pastikan semua alat yang digunakan klien dalam keadaan bersih, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, pantau hasil laboratorium leokosit, ajarkan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium. Penulis penetapkan diagnisa resiko infeksi sebab dilihat dari bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Menurut Atikah & Cahyo, (2010) karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar
81
ig G, maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik.
D. Implementasi Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan (Debora, 2012). Dalam pembahasan ini penulis akan membahas tentang penerapan metode kangaroo mother care (KMC) sesuai dengan hasil riset yang terdapat dalam jurnal Sri Angriani dkk, (2014). Metode kangaroo mother care (KMC) adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus-menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI (Yongky dkk, 2012). Tindakan keperawatan ini dilakukan pada tanggal 15 – 17 maret 2015. Pemberian metode kangaroo mother care (KMC) diberikan setiap 2,5 jam sekali secara bertahap. Dengan dimulai jam 08.30 – 11.00 jam pasien diberikan posisi KMC. Penulis melakukan tindakan KMC menurut prosedur pelaksanaan tehnik KMC di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Tanda dan gejala terjadinya hipotermia akral sianosis, ekstremitas dingin, letargis, tidak mau minum, penurunan BB, bradikardi, takipnea, BB dibawah 36,50C (Sudarti, 2013). Bayi dengan BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan
82
permukaan badan relatif luas oleh karena itu KMC sangat dibutuhkan untuk merawat bayi dengan BBLR (Atikah & Cahyo, 2010). Implementasi
pada
diagnosa
keperawatan
yang
pertama
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032) yang dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 Penulis melakukan implemntasi atau tindakan keperawatan sebagai berikut: jam 08.00 WIB mengkaji pola nafas pasien dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon objektif RR 38x/menit setelah menggunakan alat bantu pernafassan nasal kanul, tampak pernafasan cuping hidung, tampak adanya otot bantu pernafasan. Jam 08.05 penulis melakukan implementasi mengidentifikasi pemasangan alat bantu nafas dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak menggunakan alat bantu nafas nasal kanul 2 liter/ menit.Jam 08.10 WIB penulis melakukan pemantauan pemakaian alat bantu pernafasan dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien terpasang alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit, tampak pernafasan cuping hidung dan adanya otot bantu pernafasan, pasien tampak tidak nyaman saat di pasang O2 nasal kanul. Pada diagnosa pertama dilakukan implementasi pemberian O2 nasal kasul 2 liter/menit karena pasien mengalami sesak nafas ringan dan dari atfis dokter diberi terapi O2 nasal kanul 2 liter/menit. Dilihat dari pengkajian diatas pasien mengalami sesak nafas ringan Implementasi tanggal 16 maret 2015 WIB pada diagnosa pertama sebagai berikut: mengkaji pola nafas dengan respon subjektif kien tidak
83
terkaji, respon objektif RR 40x/menit, tampak pernafasan cuping hidung, pasien tampak tidak menggunakan O2 nasal kanul, ekspansi paru sama kanan kiri, tampak otot bantu pernafasan tidak ada. Jam 07.50 WIB penulis melakukan implementasi atau tindakan keperawatan, mengidentifikasi pemasangan alat bantu nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak tidak menggunakan alat bantu pernafasan O2 nasal kanul 2 liter/menit. Implementasi tanggal 17 maret 2015 pada diagnosa pertama sebagai berikut: jam 08.00 WIB mengkaji pola nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif RR 48x/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, pasien tampak tidak menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul, pasien tampak tenang. Jam 13.10 WIB pasien mengkaji tanda tanda vital dan pola nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif RR 42x/menit, pasien tampak tidak meggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul, tidak ada pernafasan cuping hidung, suhu 370C, SpO2 99, akral hangat, HR 145x/menit. Implementasi pada diagnosa kedua hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin (00006) yang dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 sebagai berikut: jam 08.15 WIB penulis mengobservasi tanda gejala hipotermia, dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif, suhu tubuh paien 34,50C, akral dingin, kulit pasien tampak pucat, pasien tampak menggigil, SpO2 91, HR 135x/menit. Pada jam 08.25 WIB penulis memakaikan topi dan sarung tangan hangat dengan respon subyektif klien
84
tidak terkaji, respon obyektif pasien terlihat lebih nyaman dan mengigil sedikit berkurang. Pada jam 08.35 WIB penulis memberikan edukasi dan melaksanakan tehnik KMC dengan respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia dan setuju diberi pendidikan baru dan melaksanakan KMC, respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif melakukan KMC, pasien tampak tenang saat dilakukan tehnik KMC. Pada jam 11.00 WIB penulis mengopservasi tanda-tanda vital dan menjaga kehangatan dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu tubuh klien 36,60C BB lahir 2200 gram lalu mengalami penurunan berat badan menjadi BB 2100 gram, teraba akral hangat, pasien tampak tidak menggigil. Menurut jurnal Siti & Sri pemberian KMC selama 2 jam atau lebih berat badan semakin meningkat karena proses menyusui dalam jangka waktu yang lama dan suhu bayi dalam rentang normal. Pada kasus ini pasien terjadi penurunan berat badan sebab pasien belum mampu minum susu dengan baik namun saat dilakukan KMC pasien mampu mencari-cari puting susu ibu. Pada jam 11.30 WIB penulis mengatur suhu inkubator dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu lingkungan inkubator 34,50C. Menurut Yongky dkk, (2012) keuntungan diberikan inkubator yaitu : membantu
melakukan
pengamatan
pada
bayi,
bersih
dan
hangat,
mempertahankan suhu pada tingkat tertentu, memudahkan penyediaan oksigen, dan bayi dapat dalam keadaan telanjang bila diperlukan.
85
Penulis akan membahas tentang latar belang dilakukan KMC di RSUD dr Moewardi Surakarta dilihat dari respon orang tua yang belum mengetahui mengenai metode kanguru yang akan dilakukan, takut untuk merawat bayinya dan takut kalau perawatan bayinya lama dan berefek tidak baik selanjutnya. Maka penulis melakukan edukasi terlebih dahulu untuk mengenalkan tentang metode kanguru, keuntungan dilakukan KMC untuk bayi dengan BBLR. Dampak yang akan terjadi bila bayi tidak dimasukkan inkubator atau tidak dilakukannya metode kanguru, bayi akan terancam kematian yang diakibatkan hipotermia (suhu badan dibawah 36,50C), disamping asfiksia, dan infeksi, bisa hipoglikemia dan masih banyak lagi masalah yang akan dijumpayi pada BBLR (Perinasia, 2006 cit Stiti sholikhah, 2013). Sehingga upaya yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya hal tersebut adalah dengan memberikan pendidikan KMC kepada keluarga baik dengan ibu maupun ayah, dengan diberikannya pendidikan KMC tersebut diharapkan baik ibu mampu ayah mengerti atau faham tentang pentingnya perawatan bayi prematur atau BBLR (Walgito, 2003 cit Siti sholikhah, 2013). Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran pola pikir seseorang dari tadak tahu menjadi tahu, dan dar jenjang pendidikan inilah dapat diketahui pola pikir seseorang, semakin tinggi pendidikan yang diperoleh maka semakin banyak ilmu pengetahuan yang didapat dan ini dapat membantu
dalam
menyikapi
dan
(Notoatmodjo, 2003 cit sholikhah , 2013).
melaksanakan
metode
kanguru
86
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2015, penulis melakukan implemnetasi pada diagnosa keperawatan ke dua, sebagi berikut: jam 08.30 WIB penulis mengobservasi tanda-tanda vital dan memonitor tanda-tanda hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh pasien 35,70C, akral dingin, pasien tampak mengigil, RR 40x/menit, SpO2 99%, HR140x/menit BB 2200 gram. Jam 08.35 WIB penulis memakaikan topi, kaos kaki dan selimut hangat dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak lebih hangat dan lebih nyaman, dan tampak menggigil berkurang. Jam 08.40 WIB penulis melakukan tehnik KMC dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia melakukkan KMC ibu pasien mengatakan nyaman saat melakukan KMC dan merasa dekat dengat anaknya, respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif, pasien tampak berusaha mencari-cari puting susu ibu. Jam 10.10 WIB penulis menganjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan di RS dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan akan tetap melakukan KMC saat dirumah, respon objektif ibu pasien tampak mampu melakukan tehnik KMC walaupun dengan bantuan perawat, ibu pasien tampak nyaman dan senang melakukan KMC. Jam 11.00 WIB penulis mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh pasien 36,8 0C, akral pasien hangat, RR: 42x/menit, HR: 145x/menit, SpO2: 99%. Penuls setelah melakukan tehnik KMC untuk pasiendan dilakukan pemeriksan dan terjadi kenaikan suhu tubuh, SpO2 meningkat dan hr meningkat, hal ini sesuai
87
dengan teori Jam 11.20 WIB penulis mengatur suhu inkubator tetap hangat dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu inkubator 34,40C. Pada diagnosa kedua penulis akan membahas tentang hipotermi. Hipotermi adalah bayi baru lahir dengan suhu tubuh sampai di bawah 36,50C – 37,50C. Menurut Sudarti & Afroh (2013) Hipotermi sering terjadi pada neonatus BBLR karena jaringan lemak sub kutan rendah dan luas permukaan tubuh relatif besar dibandingkan bayi BBLC. BBLR dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas yaitu Penurunan produksi panas hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria. Peningkatan panas yang hilanghal ini terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan panas. Mekanisme peningkatan suhu tubuh BBLR yang dilakukan KMC, karena kecepatan aliran darah yang tinggi menyebabkan konduksi panas yang disalurkan dari inti tubuh ke kulit sangat efisien. Efek aliran darah kulit pada konduksi panas dari inti tubuh permukaan kulit menggambarkan peningkatan konduksi panas hampir delapan kali lipat. Oleh karena itu “Kulit merupakan sistem pengaturan radiator panas yang efektif”, dan aliran darah ke kulit adalah mekanisme penyebaran panas yang paling efektif dari inti tubuh ke
88
kulit. Dengan meletakkan bayi telungkup didada ibu akan terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi sehingga bayi akan memperoleh kehangatan karena ibu merupakan sumber panas yang baik bagi bayi (Sri angriani dkk, 2014) Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselirnuti. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akanmenyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dan suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas dengan caraini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung) (Philip jevon & Beverley ewens, 2008).
89
Mengatasi terjadinya hipotermia dengan cara metode kangaroo mother care (KMC). Syarat KMC adalah bayi baru lahir rendah yang stabil (sudah bernafas spontan dan tidak memiliki masalah kesehatan serius). Manfaat dan keuntungan KMC adalah suhu tubuh bayi tetap normal, mempercepat pengeluaran air susu ibu (ASI) meningkatkan keberhasilan menyusui, perlindungan bayi dari infeksi, berat badan bayi cepat naik, stimulai dini, kasih sayang, mengurangi biaya rumah sakit karena waktu perawatan yang pendek, tidak memerlukan inkubator dan efisiensi tenaga kesehatan. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 17 maret 2015, penulis melakukan impementasi pada diagnosa keperawatan kedua, sebagai berikut: jam 08.10 WIB mengkaji tanda dan gejala hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh bayi 350C, akral dingin, pasien tampak mengigil. Jam 08.15 WIB memakaikan topi, kaos kaki dan gendongan kanguru dengan respon subjektif klien tidak terkaji dan dengan respon obyektif pasien tampak lebih hangat. Jam 08.25 WIB penulis memberikan dan mengajarkan tehnik KMC dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia melakukan KMC dan mau di beri pendidikan cara melakukan KMC dengan respon objektif ibu pasien tampak mampu melakukan KMC secara mandiri. Jam 09.00 WIB menganjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC saat perawatan di rumah dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia melakukan KMC di rumah dan senang melakukan KMC dan respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif dan tampak percaya diri merawat
90
anaknya. Jam 11.00 WIB penulis mengkaji tanda dan gejala hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh 37 0C, akral hangat, pasien tampak tidak menggigil, BB 2320 gram. Menurut jurnal Siti & Sri pemberian KMC selama 2 jam atau lebih berat badan semakin meningkat karena proses menyusui dalam jangka waktu yang lama dan suhu bayi dalam rentang normal. Pada kasus ini terjadi peningkatan berat badan dengan siknifikan, selain itu suhu tubuh pasien juga meningkat dan timbul kepercayaan diri ibu untuk merawat bayinya. Implementasi pada diagnosa keperawatan yang ketiga ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan neuroligis (00107) yang dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 penulis melakukan implementasi sebagai berikut: jam 08.40 WIB penulis mengkaji reflek hisap pasien dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak mencaricari puting ibu saat dilekatkan di dada ibu, reflek hisap pasien lemah pasien hanya mampu membuka mulut dan memasukkan kedalam mulutnya tanpa menghisap puting ibu. Pada jam 09.00 WIB penulis mengajarkan cara menyusui dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu, respon objektif ibu pasien tampak cemas karena pasien tidak mau menghisap, reflek hisap pasien tampak lemah, ibu pasien tampak kooperatif merangsang pasien. Penulis mengajarkan cara menyusui pada saat proses pelaksanaan tehnik KMC dan saat mengajarkan cara menyusui penulis berkolaborasi dengan perawat fisioterapi di HCU Neonatus RSUD dr Moewardi Surakarta.
91
Pada jam 12.00 WIB penulis memberikan susu formula 40cc dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak minum susu formula tapi reflek hisapnya masih lemah atau tidak terlalu kuat, pasien minum susu formula menggunakan botol habis 20 cc. Pada kasus ini pasien diberi susu formula menggunakan botol dan saat diberi ASI pasien tidak mengalami bingung puting. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2015, penulis melakukan implementasi sebagai berikut: jam 07.55 WIB penulis memberikan susu formula 40 cc dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak minum susu formula tapi harus diberi rangsangan untuk menghisap, pasien minum susu formula menggunakan botol habis 30 cc, reflek hisap pasien belum kuat. Jam 08.50 WIB penulis mengajarkan cara menyusui dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak kuat menghisap puting susu dan pasien hanya mau memasukkan kedalam mulut dan tidak dihisap, respon objektif ibu pasien tampak berusaha merangsang pasien agar mau mengisap dan minum susu, pasien tampak menghisap puting ibu tapi tidak terlalu kuat, reflek menghisap pasien tampak masih lemah tapi sedikit kuat. Jam 09.00 WIB penulis memberi dorongan kepada ibu bayinya tetap diberi ASI saat sudah pulang dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia memberikan ASI selama 6 bulan setelah itu akan memberikan makanan dampingan ASI karena ibu akan bekerja, respon subjektif ibu pasien tampak kooperatif dan tampak menyayangi anaknya. Jam 09.25 WIB penulis mendiskusikan dengan ibu untuk menggunakan pompa
92
ASI kalau bayi tidak mampu menghisap dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan akan memompa ASI saat bayi ditinggal bekerja, respon objektif ibu pasien tampak kooperatif. Jam 10.25 WIB penulis mengevaluasi pola menghisap dan menelan dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya sudah mampu menghisap tapi belum kuat dan harus diberi rangsangan dahulu saat akan diberi ASI, reflek obyektif reflek menghisap pasien tampak belum kuat dan harus dirangsang dahulu, pasien tampak mencari-cari puting ibu saat disentuhkan kedada ibu. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 17 maret 2015, penulis melakukan implementasi, sebagai berikut: jam 08.30 WIB mengkaji kemampuan bayi menempel dan menghisap secara efektif dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya mau minum dan menghisap dengan kuat, respon objektif pasien tampak mencari-cari puting susu ibu saat dilekatkan didada ibu, pasien tampak meghisap puting ibu dengan kuat, reflek hisap pasien kuat. Implementasi pada diagnosa keperawatan yang keempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat (00004), yang dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 penulis melakukan implementasi sebagai berikut: jam 11.05 WIB, penulis mengkaji tanda-tanda infeksi pasien dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu tubuh pasien 36,60C, akral hangat, pasien menggunakan popok, kulit pasien tampak kemerahan, leukosit 18.4 ribu/ul. Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi dengan dokter pemberian ampicillin 110 mg dengan respon subjektif klien
93
tidak terkaji dan respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi alergi, klien tampak menangis. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tanda/gejala infeksi dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham mengenai tanda/gejala infeksi dan respon objektif keluarga mampu menjelaskan kembali yang diajarkan perawat. Penulis melakukan edukasi tentang tanda dan gejala infeksi secara lansung tanpa menggunakan leaflet. Pada jam 07.30 WIB penulis melakukan menganjurkan untuk mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien dengan respon subjektif keluarga mengatakan bersedia mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien, respon objektif tangan tampak bersih dan bebas dari kuman dan patogen. Penulis melakukan implementasi mencuci tangan karena menurut Atikah & Cahyo, (2010) yaitu bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik. Karena sistem kekebalan tubuh bayi BBLR belum matang. Bayi juga dapat terkena infeksi saat di jalan lahir atau tertular infeksi ibu melalui plasenta. Keluarga dan tenaga kesehatan yang merawat bayi BBLR harus melakukan tindakan pencegahan infeksi antara lain dengan mencuci tangan dengan baik. Pada jam 13.05 WIB mengganti popok dan membersihkan luka pada kulit dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif kulit pasien tampak kemerahan, tidak tampak ada pembengkakan, suhu tubuh 36,80C, pasien tampak menagis saat lukanya diberikan.
94
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2015 penulis melakukan implementasi, sebagai berikut: jam 08.30 WIB penulis menganjurkan kepada ibu untuk mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien dengan respon subjektif ibu klien mengatakan akan selalu menjaga kebersihan, respon objektif tangan ibu tampak bersih. Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi dengan dokter pemberian ampicillin 110 mg dengan respon subjektif klien tidak terkajidan respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi alergi, klien tampak menangis kuat. Jam 11.50 WIB penulis mengkaji tanda dan gejla infeksi dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak memakai popok dan tampak kemerahan sudah berkurang, tidak terdapat pembengkakan pada kulit, teraba tidak panas suhu tubuh 36,9 0C, pasien tampak menangis saat dibersihkan di daerah kulit yang kemerahan. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tentang tanda/gejala infeksi dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham mengenai tanda-tanda infeksi dan respon objektif keluarga mampu menjelaskan kembali yang diajarkan perawat. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 17 maret 2015 penulis melakukan implementasi, sebagai berikut: Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi dengan dokter pemberian ampicilli 110 mg dengan respon subjektif klien tidak terkajidan respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi alergi, klien tampak menangis. Jam 09.35 WIB mengkaji tanda dan gejala infeksi dengan respon subyektif klien
95
tidak terkaji dan respon obyektif tampak kemerahan pada kulit pasien kurang, tidak ada bengkak, suhu 370C, leukosit 18.4 ribu/ul. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dengan respon subjektif
keluarga mengatakan paham mengenai tanda-tanda infeksi dan
respon objektif keluarga mampu menjelaskan kembali yang diajarkan perawat. Jam 11.55 WIB penulis melakukan perawatan luka dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif luka kemerahan pada bayi tampak berkurang, tidak ada pembengkakan pada luka, pasien tampak menangis saat dibersihkan luka yang disebabkan pemakaian popok. Jam 12.00 WIB penulis mengkaji tanda-tanda infeksi dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif leukosit 18.4 ribu/ul, kemerahan pada kulit berkurang, tidak ada pembengkakan pada kulit, suhu tubuh 370C. Penulis sudah melakukan implementasi
yang sesuai dengan
perencanaan atau intervensi yang berdasarkan dari NIC menurut Judith, (2007).
Penulis
melakukan
implementasi
yang sudah
direncanakan
sebelumnya adapun kendala saat melakukan tindakan KMC karena menunggu kondisi bayi atau pasien stabil dahulu baru dapat melakukan tehnik KMC selain itu orang tua terutama ibu bersedia melakukan tehnik KMC. Penulis tidak melakukan pemantauan pada pola nafas pasien dikarenakan dari pola nafas sudah stabil dan dari advis dokter hari kedua penulis melakukan asuhan keperawatan alat bantu pernafasan dihentikan. Penulis melakukan tindakan tehnik KMC pada BBLR karena dilihat dari
96
kelahiran BBLR yang rentan akan kematian karena banyak komplikasi yang dialami. Menurut Sholikhah, (2013) metode kanguru ini sudah dapat menghasilkan pengaturan suhu tubuh yang efektif, lama serta denyut jantung dan pernafasan yang stabil pada bayi untuk mencari puting dan menghisapnya, hal ini mempererat ikatan antara ibu dan bayi serta membantu keberhasilan dalam pemberian ASI. Proverawati & Ismawati (2010) ,cit Sri dkk (2014) menyatakan bahwa pelaksanaan metode kanguru atau perawatan bayi lekat sangat bermanfaat untul merawat bayi baru lahir yang memiliki berat lahir renda, baik selama perawatan di rumah sakit ataupun di rumah. Marliyana (2010) ,cit Sri dkk, (2014), menyatakan bahwa pelaksanaan metode kanguru tergolong baik, sebab kecepatan aliran darah yang tinggi menyebabkan kondisi panas yang disalurkan dari inti tubuh ke kulit sangat efisien. Efek aliran darah kulit pada konduksi panas dari inti tubuh permukaan kulit menggambarkan peningkatan konduksi panas hampir delapan kali lipat. Oleh karena itu “Kulit merupakan sistem pengatur radiator panas yang efektif”, dan aliran darah ke kulit adalah mekanisme penyebaran panas yang paling efektif dari inti tubuh ke kulit. Dengan meletakkan bayi telungkup didada ibu akan terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi sehingga bayi akan memperoleh kehangatan karena ibu merupakan sumber panas yang baik bagi bayi.
97
E. Evaluasi Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan,
perbaikan tindakan keperawatan,
kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosa supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi (Doenges dkk, 2006). Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi klien, sehingga rencana tindakan dapat dilakukan dengan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, planning). Evaluasi pada hari minggu tanggal 15 mater 2015 pada diagnosa pertama ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032), pada jam 14.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji, obyektif RR 38x/menit dengan menggunakan alat bantu pernafasan oksigen nasal kanul 2 liter/menit, tampak pernafasan cuping hidung, adanya otot bantu pernafasan. Analisa masalah pola nafas pasien belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan sebagai berikut obsevasi vital sign dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen. Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 15 maret 2015 pada diagnosa kedua hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin, jam 14.05 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji. Obyektif suhu tubuh 360C, akral dingin, pasien
98
tampak tidak menggigil, pasien tampak tertidur dan tampak tenang. Analisa masalah hipotermi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan opservasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat, alat pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai, anjurkan kepadaibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian teknik menghangatkan suhu basal. Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 15 maret 2015 pada diagnosa ketiga ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan neurologis (00107), jam 14.10 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu. Obyektif ibu tampak khawatir karena pasien tidak mau menghisap,ibu pasien tampak kooperatif merangsang pasien, reflek hisap pasien tampak lemah. Analisa masalah ketidakefektifan pola makan bayi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan kaji dan evaluasi kemampuan bayi utuk menempel dan menghisap secara efektif, instruksikan ibu dalam teknik menusui, ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau setelah perawatan. Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 15 maret 2015 pada diagnosa keempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat (00004), jam 14.15 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji. Obyektif pasien
99
menggunakan popok kulit bayi tampak kemerahan, BB lahir 2200 gram setelah 1 hari turun menjadi 2100 gram, daya tahan tubuh terhadap infeksi kurang, leukosit 18.4 ribu/ul. Analisa masalah resiko infeksi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, lakukan perawatan luka, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, ajarkan keluarga untuk megetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium. Evaluasi yang dilakukan penulis pada hari senin, tanggal 16 maret 2015 jam 14.00 WIB pada diagnosa pertama ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032),
didapatkan hasil
evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif tidak ada. Obyektif RR 40x/menit dengan menggunakan O2 nasal kanul pernafasan nasal kanul 2 liter / menit, pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan ekspansi paru kanan kiri sama. Analisa masalah pola nafas belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan sebagai berikut observasi tanda – tanda vital dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen. Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 16 maret 2015 pada diagnosa kedua hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin (00006), jam 14.05 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif ibu pasien mengatakan mau dan senang dilakukan tehnik
100
KMC (kangaroo mother care), ibu pasien mengatakan nyaman melakukan KMC, ibu dan keluarga pasien mengatakan bersedia melakukan KMC di rumah. Obyektif suhu tubuh 36,80C, akral hangat, pasien tampak tidak menggigil. Analisa masalah hipotermia belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan opservasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC), anjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian teknik menghangatkan suhu basal. Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 16 maret 2015 pada diagnosa ketiga ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan neurologis (00107), jam 14.10 WIB di harapkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak terlalu kuat menghisap puting, ibu pasien mengatakan anaknya hanya memasukkan puting kedalam mulutnya tapi tidak dihisap. Obyektif ibu pasien tampak berusaha merangsang pasien pasien agar bersedia minum ASI, pasien tampak menghisap puting susu ibu tapi tidak terlalu kuat, reflek hisap pasien tampak masih lemah tapi sedikit kuat. Analisa masalah ketidakefektifan pola makan bayi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan kaji dan evaluasi kemampuan bayi utuk menempel dan menghisap secara efektif, ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau setelah perawatan. Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 15 maret 2015 pada diagnosa keempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh
101
sekunder tidak adekuat (00004), jam 14.15 WIB di harapkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif tidak ada. Obyektif pasien tampak menggunakan popok, kulit pasien tampak kemerahan sudah berkurang, tidak terdapat pembengkakan dikulit, suhu tubuh 370C, leukosit 18.4 ribu/ul. Analisa masalah resiko infeksi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, lakukan perawatan luka, ajarkan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium. Evaluasi yang dilakukan penulis pada hari selasa, tanggal 17 maret 2015 jam 14.00 WIB pada diagnosa pertama ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032), didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif tidak ada. Obyektif RR 42x/menit, pasien tampak tidak meggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan, exspansi paru kanan kiri sama. Analisa masalah keperawatan pola nafas teratasi. Perencanaan keperawatan dihentikan. Menurut Yongky dkk, (2012) memulangkan bayi butuh waktu beberapa hari sampai minggu bayi siap dipulangkan, tergantung berat lahit. Ibu dan bayi dapat dipulangkan apabila bayi : 1.
Tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit
2.
Berat badan naik > 20 gr/ hariselama 3 hari berturut-turut.
102
Beri dorongan bahwa ibu dapat merawat bayinya dan dapat melanjutkan KMC di rumah, dan dapat kembali untuk melakukan kunjungan tindak lanjut secara rutin. Pada diagnosa kedua hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin (00006), pada jam 14.05 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, subyektif ibu pasien mengatakan bersedia melakukan KMC dan merasa nyaman saat melakukan KMC, ibu pasien mengatakan bersedia melakukan KMC saat perawatan di rumah. Obyektif pasien tampak nyaman, senang, kooperatif saat melakukan KMC, suhu tubuh 370C , akral hangat, pasien tampak tidak menggigil, BB 2250 gram. Analisa masalah hipotermi teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan dengan discharge planning sebagai berikut anjurkan kepada keluarga untuk tetap melakukan tehnik KMC setelah perawatan di RS atau saat perawatan di rumah. Penulis menyarankan untuk tetap melakukan tehnik KMC saat perawatan dirumah dilakukan setelah mandi, waktu malam hari atau saat lingkungan dingin atau kapan saja dia menginginkan. Menurut Yongky dkk, (2012) durasi dijalankan KMC sampai berat badan bayi 2500 gram atau mendapat 40 minggu, atau sampai kurang nyaman denagan KMC, misalnya: sering bergerak, gerakan ekstremitas berlebihan, dan bila akan dilakukan KMC lagi bayi nangis. Bila ibu perlu istirahat, dapat digantikan ayah, saudara. Bila bayi sudah kurang nyaman dengan KMC.
103
Discharge planning pada BBLR menurut Sudarti & Afroh, (2013) adalah sebagai berikut : keadaan umum baik, mampu menghisap, menelan, menetek, suhu tubuh 3 hari berturut – turut stabil (rentang 36,50C – 37,50C), BB 3 hari berturut – turut cenderung naik, Ibu mampu merawat bayinya. Evaluasi yang dilakukan penulis pada tangal 17 mater 2015 pada diagnosa ketiga ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan neurologis (00107), pada jam 14.10 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, subyektif ibu pasien mengatakan anaknya mampu menghisap puting susu ibu dengan kuat dan mampu menelan, ibu pasien mengatakan bersedia akan memberikan ASI pompa saat ditinggal bekerja. Obyektif pasien tampak mencari-cari puting susu ibu, reflek hisap pasien ampak kuat, ibu pasien tampak senang dengan kemajuan perkembangan menghisap pasien. Analisa masalah
ketidakefektifan
pola
makan
pasien
teratasi.
Perencanaan
keperawatan dianjurkan dengan discharge planning sebagai berikut, anjurkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau setelah perawatan. Penulis menyarankan ibu untuk memeras ASI karena banyak keuntungan dari memeras ASI untuk BBLR. Menurut Sudarti & Afroh, (2013) manfaat memeras ASI sebagai berikut: mengurangi bengkak, mengurangi bendungan saluran atau status susu, memberikan ASI perasan tersebut kepada bayi selama ia belajar menghisap dari puting susu yang terbenam, memberikan ASI perasan kepada bayi yang mengalami kesulitan dalam koodinasi menghisap, memberikan perasan, memberikan perasan ASI
104
kepada bayi yang “menolak” menyusu selama ia belajar menyenangi ASI, memberikan ASI perasan kepada bayi dengan berat lahir rendah yang tidak dapat menyusu, memberi ASI perasan kepada bayi sakit, yang tidak dapat menghisap dengan cukup, menyimpan produksi ASI bila ibu atau bayinya sakit, meninggalkan ASI untuk bayi ketika ibunya pergi atau bekerja, mencegah kebocoran sewaktu seorang ibu jauh dari bayinya, mambantu bayi melekat pada payudara yang penuh, memeras ASI langsung pada mulut bayi, dan mencegah puting dan areola menjadi kering atau terluka. Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 17 maret 2015 pada diagnosa keempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat (00004). jam 14.15 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif tidak ada. Obyektif leukosit 18.4 ribu/ul, kemerahan pada kulit berkurang, tidak ada pembengkakan pada kulit, suhu tubuh 370C. Analisa masalah resiko infeksi teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan dengan discharge planning sebagai berikut anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengetahui tanda gejala terjadinya infeksi, anjurkan minum obat sesuai resep dokter. Hasil penerapan riset yang sudah penulis lakukan selama tiga hari dibandingkan dengan hasil penelitian dalam jurnal Sri angriani (2014), dari hassil penelitian diperoleh data bahwa dari 38 responden terdapat, 15 bayi (39,5 %) yang mengalami hipotermi dan 23 bayi (60,5 %) yang suhu tubuhnya normal sedangkan terdapat, 16 ibu (42,1 %) yang tidak melakukan Kangaroo Mother Care (KMC) dan 22 ibu (57,9 %) yang melakukan
105
Kangaroo Mother Care (KMC). Hasil uji statistik memperlihatkan nilai chisquare= 0,013. Oleh karena p <0,05 (0,013<0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan antara suhu tubuh BBLR dengan Kangaroo Mother Care. Hasil peneitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Pilliter yang mengatakan bahwa kontak kulit ke kulit dapat memelihara suhu tubuh bayi, juga dapat mendorong ikatan orang tua dengan bayinya (Pilliter, 2010). Terlihat pada kasus By, Ny Y setelah diberi metode kangaroo mother care (KMC) dan ibu mampu melakukan KMC secara mandiri selama 2 jam sampai 2,5 jam secara rutin dan terjadi peningkatan suhu tubuh pada BBLR yang hipotermi. Adapun hasil yang didapat selain kenaikan suhu tubuh setelah dilakukan tindakan KMC SpO2 meningkat, HR meningkat atau dalam batas normal dan timbul kepercayaan diri pada ibu untuk mengasuh bayi dengan BBLR.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah
penulis
melakukan
pengkajian
penentuan
diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi tentang pemberian metode kanggaroo mother care (KMC) terhadap suhu tubuh BBLR, pada Asuhan Keperawatan By Ny.Y dengan BBLR” yang sudah dilakukan penulis di ruang HCU Neonatus RSUD dr. Moewardi Surakarta. Maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pengkajian Penulis melakukan pengkajian mendapatkan data sebagai beriku: data subyektif klien tidak terkaji,di dapat data subyektif lain, Ibu klien mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu anak hanya mampu membuka mulut saja.Data obyektif Respirasi 38x/menit setelah menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit,SpO2 91 %, HR 150X/ menit, pernafasan cuping hidung, menggunakan otot bantu pernafasan. Suhu tubuh 34,50C, akral dingin, badan tampak menggigil, klien tampak gelisah dan kulit tampak pucat. Reflek hisap klien lemah, klien tidak mampu.mempertahankan menghisap yang efektif, dan pasien tampak pasif dan lemah. leukosit 18.4 ribu/ul, kulit klien tipis, kulit klien tampak kemerahan karena penggunaan popok.
106
107
2.
Diagnosa keperawatan Dari data pengkajian yang didapat penulis merumuskan diagnosa sebagai berikut: ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032), hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan
yang
dingin
(00006),
ketidakefektifan
pola
makan
berhubungan dengan gangguan neurologis (00107), resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat (00004). 3.
Intervensi keperawatan Intervensi berdasarkan diagnosa pertama sebagai berikut: observasi tanda–tanda vital dan kaji pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen. Intervensi berdasarkan diagnosa kedua sebagai berikut: observasi tanda–tanda vital, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat, alat pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai, anjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian teknik menghangatkan suhu inkubator. Intervensi berdasarkan diagnosa ketiga sebaga berikut: kaji dan evaluasi kemampuan bayi untuk menempel dan menghisap secara efektif,instruksikan ibu dalam teknik menyusui ajarkan penggunaan pompa ASI kalau b ayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus
108
menyusui setelah pulang atau setelah perawatan,kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian susu formula dengan BBLR. Intervensi berdasarkan diagnosa keempat sebagai berikut: observasi tanda dan gejala infeksi, pastikan semua alat yang digunakan klien dalam keadaan bersih, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, pantau hasil laboratorium leukosit, ajarkan keluarga untuk megetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium. 4.
Implementasi Penulis melakukan implementasi berdasarkan perencanaan yang sudah penulis tetapkan sebelumnya.
5.
Evaluasi keperawatan Setelah penulis melakukan implementasi, penulis melakukan evaluasi selama 3x24 jam pada tanggal 17 maret 2015 didapatkan hasil pada diagnosa pertamaketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032), teratasi. Masalah keperawatan diagnosa keduahipotermi berhubungan denganpemajanan lingkungan yang dingin (00006)
teratasi,
Masalah
keperawatan
pada
diagnosa
ketigaketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan neurologis (00107) teratasi. Masalah keperawatan pada diagnosa keempatresiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat (00004) teratasi.
109
6.
Analisa Penulis memberikan tindakan keperawatan Metode Kangaroo Mother Care (KMC), dilakukan selama 3 hari setiap harinya dilakukan selama 2 – 2,5 jam dan mampu meningkatkan suhu tubuh dari 34,50C menjadi 370C.
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada By Ny. Y dengan BBLR berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran yang diharapkan bermanfaat antara lain: a.
Bagi institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit) Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama yang baik, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan khususnya bagi klien BBLR yang mengalami hipotrmia dilakukan (KMC) sehingga dapat mendukung kesembuhan pasien.
b.
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Diharapkan para perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan yang lain dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan khusunya pada klien BBLR.
110
c.
Bagi institusi pendidikan keperawatan Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat profesional dan bisa lebih meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan profesional sehingga dapat tercipta perawat yang kreatif, trampil, inovatif dan profesional yang mempu memberikan asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif ZR. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan. Nuha Medika. Yogyakarta Atikah Preverawati & Cahyo Ismawati. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Nuha Medika. Yogyakarta Debora oda. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Salemba Medika. Jakarta Deswita, Besral, Yuni Rustina. 2011. Pengaruh Perawatan Metode Knguru terhadap Respons Fisiologis Bayi Prematur. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Volume 5, Nomor 5, April 2011. Deskep, RI. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Perawatan Metode Kangguru di Rumah Sakit dan Jejaringnya. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2009.Profil Kesehatan Indonesia. 2008. Jakarta. (http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/profil%20kesehatan%20I ndonesia.pdf. Diperoleh februhari 2010) diakses pada tanggal 15 februhari 2015 (17.10). Depkes, RI. 2008. Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Metode Kanguru.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dewi Lia Nanny Vivian. 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba Medika. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan Metode Kanguru. Jakarta:HTA Indonesia 2008_Perawatan BBLR dengan Metode Kanguru. Judith M. Wilkinson, PhD, ARNP, RNC. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Ed:7. EGC. Jakarta M.Sholeh Kosim, Ari Yunanto, Rizal Dewi, Gatot Irawan Sarosa, Ali Uman. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta NANDA. 2009. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. EGC. Jakarta Pantiawati ika. 2010. Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah. Nuha Medika.Yogyakarta
Philip Jevon & Beverley ewens. 2008. Pemantauan Pasien Kritis.Erlangga. Jakarta Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta Rahmawati. 2011. Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru Pada Ibu Yang Memiliki BBLR Di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Jakarta. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat.Jakarta Siti Arifah & Sri Wahyuni. Pengaruh Kangaroo Mother Care (KMC) Dua Jam dan Empat Jam Per Hari Terhadap Kenaikan Berat Badan Lahir Rendah Bayi Preterem Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Prosiding Seminar Ilmiah Nasional. ISSN : 2338 - 2694 Sri Angriani, Amelia Fransisca, Jamila Kasih. 2014. Hubungan Antara Metode Kanggaroo Mother Care (KMC) Terhadap Suhu Tubuh BBLR Di RSKD Ibu dan Anak Pertiwi Makasar. Jurnal Ilmu Kesehatan Diagnosis. Volume 4 nomor 6 ISSN : 2304 - 1721 Sudarti & Afroh .F . 2013. Asuhan Keperawatan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan. Yogyakarta. Nuha Medika Sujono Riyadi & Suharsono. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit. Gosyen Publishing. Yogyakarta Syamsu Fatmawati Andi. 2013. Pengaruh Perawatan Metode Knguru Terhadap Fungsi Fisiologis Bayi Prematur dan Kepercayaan Diri Ibu Dalam Merawat Bayi. Jurnal Keperawatan Soedirman ( The Soedirman Jurnal of Nursing). Volume 8, No 3 Wood WD, Downes’ JJ, Locks HL.A clinical score for the diagnosis of respiratory failure. Am J Dis Child 19972; 123:227-9 Yongky, Mohamad judha, Rodiyah, Sudarti. 2012. Asuhan Pertumbuhan Kehamilan, Persalinan, Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta:Nuha Medika