ANINDRA YUDYA PRADANA
PERTANDA Ada makna dibalik kejadian
Ana seja gak tumeka Ana tumeka gak temama Yen apik terusna Yen ala balikna Kabeh iku saking kersaning Gusti
Ada sesuatu yang ditunggu tidak datang-datang Ada kedatangan, tetapi tidak bertemu Kalau baik, teruskan Kalau buruk, kembalikan Semua itu (yang baik, maupun yang buruk) berasal dari Sang Pencipta
(Ungkapan Jawa)
2
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka KEMBALI ke jalan yang BENAR. Katakanlah: “Bepergianlah di bumi, lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu? Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang menduakan Allah. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada cara hidup yang benar sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak, dimana pada hari itu mereka terpisah-pisah.” (Dari: al-Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 41-43)
3
PROLOG
Aku yakin, ada makna di balik terjadinya segala sesuatu. Ada makna di balik air mengalir. Ada makna di balik panasnya api. Juga ada makna di balik daun yang rontok. Semua makna itu Tuhan berikan untuk makhluk-makhluk-Nya yang mau memikirkan
ayat-ayat-Nya yang
“hidup” menjadi suatu kesadaran dalam dirinya.
Di balik makna itu, selalu ada pertanda yang tersirat. Yang mana, pertanda itu selalu datang sebelum terjadinya sesuatu. Tinggal, terkadang manusia inilah yang lupa untuk memikirkan pertanda itu.
4
Entahlah, yang aku tulis ini adalah suatu kesalahan, atau suatu keberuntungan. Yang jelas, di balik suatu kesalahan, selalu ada keberuntungan. Ibaratkan diriku ini mengalir mengikuti arus sungai yang bercabang dua, tetapi bermuara kepada tujuan yang satu, yaitu kebenaran yang hakiki. Kebenarannya alam semesta. Kebenaran yang dianut oleh matahari, bulan, bintang, udara, air, dan semua ciptaan Tuhan.
Namaku Galih. Usiaku baru 14 Tahun. Di tenda pengungsi, aku mulai menulis cerita ini. Dalam
kekalutan
dan
hancurnya
hati.
Kukenang masa-masa ketika Bapak dan Ibu masih bersamaku.
5
Kutuliskan semuanya dalam sebuah cerita. Kutuliskan semuanya dengan tetesan air mata yang terus mengalir. Gunung Merapi terus mengeluarkan asap. Hujan abu tak hentihentinya membuat kami susah bernapas. Lahar dingin sudah mulai mencemari sungai-sungai. Kami harus pergi dan menyingkir. Sepertinya, sudah tidak ada lagi tempat yang aman untuk kami.
Tetapi Tidak! Tuhan itu baik. Tuhan itu penyayang. Diberilah aku tempat yang aman dan kehidupan yang baik. Dambaan setiap orang. Tidak mungkin Dia memberikan cobaan di luar batas kemampuan manusia ciptaan-Nya.
6
Terkecuali manusia-manusia yang bebal.Yang bodoh dan memperbodoh diri, juga yang sombong, tidak mau mendengar, tidak mau melihat, dan tidak mau berpikir.Acuh terhadap yang benar. Senang dengan hingar-bingar
Aku menulis dan terus menulis. Tidak pernah berhenti untuk menulis.. Sebab, di situ ada kekuatan. Di situ juga ada harapan. Ah, andaikata aku mau mendengarkan Dik Fajar. Tentu aku akan selamat. Tidak hanya aku, tetapi juga keluargaku semua.
Ya Allah, sungguh celaka manusia ini. Mereka sudi
berbicara,
tetapi
tidak
sudi
untuk
mendengar. Padahal, suara-Mu itu bisa datang dari siapa saja. Siapa saja. Tidak pandang bulu. 7
Celakalah yang tidak mau mendengarkan-Mu. Sungguh celaka…Sungguh celaka…
Dan pikiranku terus berjalan mundur.
8
1. MATI SURI
M
alam itu, hujan turun dengan derasnya. Angin kencang yang begitu hebat menerpa desa yang
berada tidak jauh dari Gunung Merapi itu. Desa kelahiranku. Desa masa kecilku. Hingga aku beranjak usia remaja. Udara menjadi semakin dingin karenanya. Suara petir menggelegar memekakkan telinga. Bahkan, sapi-sapi di kandang pun enggan untuk tidur. Matanya masih membuka. Padahal, selama siang tadi, mereka sibuk merumput.
Seakan tidak menghiraukan itu semua, aku tertidur pulas malam itu. Begitu juga Ibu, Bapak , Dik Ilham, terkecuali Dik Fajar. 9
Entahlah, aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Tubuhnya berkeringat. Ia bergerakgerak tak karuan. Rupanya, ia tak tenang dalam tidurnya.
Lama
kelamaan,
gerakannya
cukup
mengganggu ketenangan tidurku juga. Aku bangun,
kemudian
kutepuk
punggungnya.
Spontan, bocah berumur 9 tahun ini terbangun. “Dik, kamu bermimpi buruk, ya?” Ia masih bungkam mulutnya. Di antara sadar dan tidak. Kuulangi bertanya lagi. “Dik, kamu bermimpi buruk, ya? Kok dari tadi kamu
bergerak-gerak
terus?
tidurku, dan juga Dik Ilham!”
10
Mengganggu
Matanya terbelalak. Wajahnya pucat. Tampak ia ketakutan sekali. Tidak seperti biasanya. Ia pun mulai menjawab. “M..maafkan saya, Mas Galih, kalau saya mengganggu tidur Mas malam ini.” “Kamu kenapa, Dik? Kamu mimpi apa? Tampaknya kamu begitu ketakutan.” “Entahlah, Mas, ini mimpi ataukah kenyataan, begitu jelas bagiku.” “Apanya yang begitu jelas, Dik?” “Aku didatangi oleh orang-orang aneh dalam mimpiku. Katanya, mereka adalah pasukan dari Gunung Merapi. Mereka bilang, Gusti Allah sudah murka, Mas. Dalam waktu tidak lama ini, bencana besar akan turun. Kita semua akan mati kalau ndak cepat-cepat tinggalkan desa ini!” 11