Makna filosofis ..., Kartika Putri Karina, FIB UI, 2013
Makna filosofis ..., Kartika Putri Karina, FIB UI, 2013
MAKNA FILOSOFIS DIBALIK SENI TATA RIAS SEORANG GEISHA Kartika Putri Karina, 0806394545 Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Seni tradisional Jepang antara lain adalah dari bunraku, kabuki dan kebudayaan lain seperti upacara minum teh, origami dan seorang geisha. Geisha akan menjadi pembahasan dalam jurnal ini. Geisha adalah seniman tradisional Jepang yang mempunyai keahlian seni seperti seni pertunjukan, akting, memainkan alat musik tradisional Jepang seperti shamisen, tari dan lain-lain. Karakter seni make up geisha dengan warna putih tebal sebagai dasar riasan, dengan lipstik warna merah pada sebagian bibirnya dan warna hitam untuk bagian matanya yang akan dipaparkan makna filosofis yang terkandung pada setiap warna yang diaplikasikan pada wajah geisha. Warna putih pada wajah geisha menggambarkan kepolosan dan warna putih salju sedangkan warna merah adalah keindahan warna bunga dan fungsi warna hitam pada mata dan alis untuk memperindah bagian tersebut.
Philosophical Meaning Behind The Art of Geisha Makeup Abstract Traditional Japanese arts include performances of bunraku, kabuki, and other practices, the tea ceremony, origami and geisha. In this jurnal geisha will be discussed. Geisha are traditional Japanese female entertainers who act and whose skills include performing various Japanese art such as classical music of shamisen, dance etc. The traditional make up of geisha is one of their most unique characteristics. The make up of geisha features a thick white base with red lipstick and black accents around the eyes which be explained about the philosophical meaning contained in any color. The white color describes innocence, and look like a snow white, also the red describes the color of a flowers and the black beautify the eyes and eyebrows. Keywords: Make up, Geisha
I.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
dikenal dari cara berbusananya dalam mengenakan kimono yang berwarna cerah.
Jika kita membayangkan sosok wanita Jepang akan tergambar sosok seorang geisha, yang dikenal dengan karakter make up tebal berwarna putih, bibir yang di cat warna merah, memakai kimono, dan tatanan rambut yang disanggul. Geisha adalah salah satu simbol kebudayaan Jepang yang bertahan hingga saat ini. Geisha dikenal sebagai seniman profesional yang bertugas untuk menghibur para tamunya. Kesenian yang dikuasai seorang Geisha bukanlah seni biasa, melainkan kesenian tradisional. Kesenian yang biasa dipertunjukkan oleh geisha adalah seni tari, nyanyi, menabuh gendang (tsusumi) dan memetik shamisen. Selain dari keahliannya Geisha juga
Tatanan rambut seorang geisha ditata atau disanggul sedemikian rupa hingga menyerupai buah persik yang terbelah dua, tatanan rambut tersebut disebut dengan istilah momoware. Untuk menjaga tatanan rambutnya yang unik dan susah dibuat itu, ketika tidur para geisha menggunakan bantal khusus yang disebut takamakura atau bantal tinggi. Pada awalnya, semua geisha adalah laki-laki dan merupakan seniman profesional. Kemudian, geisha laki-laki mengalami kemunduran berganti geisha perempuan. Geisha perempuan mencapai masa-masa kejayaan pada abad 18 dan 19. Pada masa kejayaan itu, geisha menghibur di Ochaya dengan berbagai keahliannya dalam bidang seni dan menjadi teman bicara para tamu sambil menemani tamu minum teh atau minum sake.
Makna filosofis ..., Kartika Putri Karina, FIB UI, 2013
Tidak semua orang dapat menjadi geisha. Hanya putri seorang geisha atau anak perempuan dari keluarga miskin yang dijual ke Okiya (rumah geisha) yang dapat menjadi geisha. Orang-orang yang tidak ada hubungan dengan Okiya tidak dapat menjadi geisha. Okiya membiayai geisha baik biaya hidup sehari-hari atau atau biaya pendidikan menjadi geisha. Pada saat berumur 15-20 tahun dan telah mencapai tingkatan tertentu dalam pendidikannya, gadis itu menjadi maiko (geisha magang) yang menemani geisha dalam setiap janji dan mempelajari bermacam hal sampai terbiasa. Geisha mempunyai riasan yang melekat pada penampilannya sehingga geisha menjadi pusat perhatian. Dibalik gaya make up geisha yang tebal terdapat makna dan nilai filosofisnya, bukan hanya sekedar riasan biasa yang menghiasi wajah namun terdapat arti dibalik make up tersebut. Pada wajah dan tangan geisha disapu dengan make up tebal berwarna putih dan pada bagian leher belakang, pada batas anak rambut dan kulit sengaja tidak dibedaki, sehingga memperlihatkan kulit asli sang geisha. Pada setiap warna yang digunakan dalam pengaplikasian tata rias geisha mempunyai makna filosofisnya masing-masing yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Selain itu tata rias pada Geisha itu sendiri pada dasarnya adalah sebuah seni yang berguna untuk menciptakan keindahan fisik karena make up geisha juga mempunyai nilai estetika yang bertujuan untuk menarik perhatian. Dalam jurnal ini saya akan membahan makna filosofis tata rias geisha dari segi makna warna make up yang digunakan, serta teknik seni tata rias yang melekat pada seorang geisha. 1.2
Rumusan Masalah
Geisha yang dikenal dengan seni tata riasnya, menjadi perhatian yang sangat menarik. Geisha merupakan sumber pesona di negara asalnya, Jepang, dan mancanegara. Geisha tampil dengan tata rias wajah putih, bibir yang dicat merah dan alis dan matanya yang berwarna hitam. Namun, pada leher bagian belakang di batas anak rambut, kulit sengaja tidak dibedaki untuk menampilkan warna ali kulit sang geisha. Geisha mampu menciptakan suasana dramatis dengan hanya sedikit menampilkan belakang lehernya atau sekilas pergelangan tangannya. Makna filosofis yang terdapat pada tata rias geisha akan menjadi rumusan masalah pada penulisan ini adalah bagaimana makna filosofis yang terdapat pada seni tata rias seorang geisha? 1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian tentang make up geisha ini adalah memaparkan makna filosofis dan seni tata rias geisha yang serba putih dengan corak warna merah dan hitam menurut pandangan masyarakat Jepang yang bertujuan untuk menarik pesona dan menghadirkan sisi dramatis, serta menjelaskan makna pada masingmasing warna yang digunakan pada make up yang diaplikasikan pada wajah geisha.
II.
Seni dan Teknik Tata Rias Geisha
Jepang adalah salah satu negara bagian Asia yang sangat dikenal dengan kemajuan dalam berbagai bidang. Selain perkembangan perekonomiannya, Jepang juga dikenal dengan keaneragaman budayanya. Beberapa inovasi yang dilakukan negara Jepang dalam melestarikan dan menjaga budaya negaranya membuatnya tetap dikenal sampai sekarang. Seperti contohnya upacara minum teh, merangkai bunga, dan geisha. Geisha merupakan salah satu dari kebudayaan Jepang yang sering dibicarakan. Geisha sendiri menjadi salah satu simbol dari kebudayaan Jepang karena geisha merupakan seni yang bergerak. Wanita yang berprofesi sebagai geisha dididik untuk mahir dalam bidang seni tradisional Jepang . Dalam bahasa Jepang geisha berarti seniman, yaitu entertainer yang menghibur tamu dengan menampilkan berbagai macam kesenian di kedai teh yang disebut Ochaya. Geisha dikenal dengan gaya pada tata riasnya, wajah geisha memakai make up tebal berwarna putih dan pada separuh bibir yang diberi warna merah cherry, namun pada leher bagian belakang, pada batas anak rambut, kulit sengaja tidak dibedaki, sehingga memperlihatkan kulit asli sang geisha. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan ketelanjangan yang sensual. Seorang geisha adalah sosok gadis yang lembut dalam segala hal, kostumnya penuh dekorasi seni, perilakunya yang tenang dan tampil dengan kesederhanaan. Pada setiap gerakannya yang gemulai dan tidak terburu-buru. Seni tata rias seorang geisha merupakan bentuk seni rupa yang diaplikasikan ke wajah geisha yang diciptakan untuk dinikmati dengan pengalaman visual, seni tata rias itu sendiri adalah kegiatan mengubah penampilan dari bentuk asli sebenarnya dengan bantuan bahan dan alat kosmetik untuk merubah penampilan luar. Teori yang akan saya gunakan adalah teori mimesis yang digunakan disini seni tata rias wajah geisha yang meniru dari warna-warna yang ada pada alam sekitar seperti warna salju, bunga dan lainnya yang dipadukan untuk menjadikannya indah dan memiliki nilai estetik. Menurut Herbert Read, seni adalah ekspresi dari penuaan hasil pengamatan dan
Makna filosofis ..., Kartika Putri Karina, FIB UI, 2013
pengalaman yang dihubungkan dengan perasaan, aktifitas fisik dan psikologis ke dalam bentuk karya. Seperti dalam kutipan yang menyebutkan: “Japanese art has developed its own unique styles through arrange of historical, cultural have been imitated, assimilated and innovated into new art styles. Nature has also had a strong influence and flora such as plum, cherry, chrysanthemum and maple appear in arrange of art form.” 1 Helen, 2004:56. Artinya: seni Jepang telah berkembang dengan gayanya sendiri yang unik melalui sejarahnya, budaya yang dikembangkan ke dalam kesenian yang baru dengan cara ditiru, diasimilasikan dan mereka melakukan inovasi untuk menciptakan hal yang baru. Dalam hal tersebut alam juga memiliki pengaruh yang kuat seperti contohnya bunga plum, cherry, krisan dan maple yang muncul dalam berbagai bentuk seni. Seorang geisha yang dituntut untuk tampil lebih sempurna dihadapan para tamu yang berkunjung ke kedai tehnya menjadikan make up salah satu alasan yang perlu dilakukan untuk menunjang penampilan luarnya. Tata rias wajah sangat berperan penting dalam menunjang kecantikan fisik. Pada dasarnya tujuan dari merias wajah adalah mempercantik diri sehingga menimbulkan rasa percaya diri. Seni merias wajah merupakan kombinasi dari dua unsur. Pertama, untuk mempercantik wajah dengan cara menonjolkan bagian-bagian dari wajah yang sudah indah. Kedua, menyamarkan atau menutupi kekurangan yang ditemukan pada wajah. Seni menggoreskan warna dan menyulap tampilan wajah menjadi lebih cantik teknik dasar dari tata rias wajah2 Martha, 2002:7. Seperti halnya seorang geisha yang tampil dengan tata riasnya yang serba putih dan sapuan warna merah pada bibirnya serta warna hitam yang diaplikasikan pada alis dan matanya merupakan salah satu alat penunjang untuk menyempurnakan penampilannya dari sisi luarnya untuk menutupi kekurangan pada wajahnya dan berguna untuk mengekspresikan suasana hati pada sifat karakternya dan akan membantunya untuk menghadirkan suasana yang tenang diantara para tamunya.
1
Helen Gilhooly, World Culture, hal. 56, 2004 Martha Tilaar, Basic personal Make up, hal. 7, 2002
Geisha butuh waktu yang cukup lama untuk berdandan agar tata riasnya sempurna, dibutuhkan waktu sekitar dua jam hanya untuk merias wajah, rambut dan mengenakan kimononya. Geisha berdandan sebelum memakai kimono agar kimono tidak kotor oleh make up. Riasan wajah geisha hanya mengenal tiga warna: putih, merah dan hitam. Pengaplikasian warna putih pada wajahnya yang pertama dilakukan geisha dengan mengoleskan sejenis lilin ke kulitnya yang disebut dengan bintsuke abura, lalu mencampurkan bedak putih dengan air agar jadi pasta sehingga dapat dioleskan dengan kuas bambu. Pasta bedak putih itu akan dioleskan ke wajah, leher dan tengkuk. Pada tengkuk ada bagian yang tidak putih berbentuk huruf v atau w yang melambangkan sesuatu yang erotis dan menegaskan penampilan mereka. Setelah pasta bedak putih yang merupakan alas bedak selesai dioleskan, wajah, leher dan tengkuk disapukan dengan spon untuk merapikan kelebihan pasta agar alas bedaknya sempurna. Pada daerah di sekitar mata dimerahkan dan alis mata dipertegas dengan warna dihitamkan. Pada zaman dahulu untuk menghitamkan alis mata digunakan arang kayu, sekarang sudah ada pinsil yang berfungsi untuk menghitamkan alis mata. Pada bagian bibirnya dicat dengan warna merah hanya pada sebagian sisinya agar terlihat menggoda. Dengan kuas kecil bibir diolesi warna merah, agar bibir yang merah itu terlihat mengkilap ditambahkan kristalisasi gula. Lipstik yang biasanya digunakan disimpan di dalam kulit kerang yang diukir dengan cantik. Bibir geisha tidak sepenuhnya diwarnai hanya pada sebagian bibirnya saja berbeda dengan yang dilakukan wanita barat pada umunya yang mewarnai bibirnya secara penuh. Ayep Kancee. (2013). Para Geisha di Tengah Modernitas. Diambil 11 Februari 2013dari http://www.jpnn/p2/c2/ary.html Dalam menggunakan bedak mereka harus melakukannya dengan lembut ketika menggambar bagian alis mereka harus melakukannya secara hati-hati karena akan berakibat fatal jika terjadi kesalahan. Jika mereka tidak menggambar alisnya dengan baik, maka geisha diharuskan untuk menghapus semua make up dan mulai lagi dari tahap awal 3Aihara, 2006:77. Maiko adalah sebutan untuk geisha yang sedang magang dan berikut akan dijelaskan pada masing-masing konsep make up yang digunakan oleh maiko dan geisha. Konsep awal yang akan dijelaskan adalah maiko junior pada bagian muka disapu dengan warna putih dan pada bagian alis dan matanya dengan warna merah dan hitam. Pada
2
3
Kyoko Aihara, Geisha, hal. 77, 2006
Makna filosofis ..., Kartika Putri Karina, FIB UI, 2013
bagian bibirnya hanya akan diwarnai bagian bawahnya saja dengan lipstik warna merah cherry, dan foundation pada bagian kelopak mata dan pipinya. Sedangkan riasan wajah pada maiko yang senior bagian muka diberi warna putih pada bagian alis dan lingkaran sekitar mata warna merah dan hitam, dibagian bibir diwarnai sebagian dengan warna merah cherry dan pada bagian pipi tidak menggunakan foundation. Dapat dilihat bahwa penampilan maiko senior terlihat lebih sederhana dibandingkan dengan maiko yang junior. Konsep yang berikutnya yang digunakan pada riasan geisha junior bagian muka diberi warna putih dan pada bagian alis dan mata diberi warna merah dan hitam pada bagian pipi tidak diberi foundation, namun tata rias geisha junior lebih dewasa dibangding dengan maiko senior. Selanjutnya adalah konsep make up geisha senior (oneesan). Pada bagian muka tidak digambar dengan warna putih bagian alis dan sekitar matanya diberi warna hitam saja, pada bagian bibir diberi warna secara penuh dengan lipstik warna bibir dan bagian pipi tidak diberi foundation 4 Aihara, 2006:38. Setelah geisha bekerja selama 3 tahun, geisha tersebut mulai mengurangi riasannya. Geisha yang telah dewasa dan geisha yang berumur di atas 30 tahun hanya memakai bedak putih pada acara-acara tertentu. Pada awal kemunculannya make up yang digunakan untuk menampilkan warna putih dengan menggunakan timbal. Pendapat lain yang menyebutkan bahwa warna putih yang digunakan pada tata rias wajah seorang geisha adalah timah putih yang dihaluskan hal itu disebabkan pada zaman dahulu belum ada make up yang dapat dengan mudah didapat. Namun, terjadi masalah yang sangat parah dengan penggunaan timah tersebut. Timah putih yang digunakan geisha tersebut menyebabkan wajah seorang geisha rusak karena keracunan dan sering terjadi kematian karena hal tersebut. Pemutihan warna pada wajah geisha akhirnya diganti dengan menggunakan tepung beras yang dihaluskan. Namun, dengan berkembangnya zaman yang digunakan saat ini adalah pasta putih yang dapat dengan mudah didapat. Pewarnaan bibir merah pada seorang geisha pada awalnya dengan menggunakan buah plum namun sekarang dengan menggunakan pewarna bibir yang lebih modern yang dapat diaplikasikan dengan mudah.
III. Fungsi dan Pemaknaan pada Tata Rias Seorang Geisha 3.1 4
Warna Putih pada Tata Rias Geisha
Kyoko Aihara, Geisha, hal. 38, 2006
Fungsi dari seni dilihat dari segi sosialnya jika dilihat dari bidang keagamaan sebagai wadah atau wahana untuk penyampaian maksud. Sedangkan dalam segi komunikasinya yang bertujuan praktis (applied arts) dan ekspresi (fine arts) keduanya berfungsi menyampaikan pesan dari individu atau kelompok, dan fungsi seni dalam bidang hiburan sebagai karya yang dipamerkan dan dipertunjukkan sebagai unsur elemen yang menunjang atau sebagai pelengkap. Teori yang akan saya gunakan dalam memaparkan tata rias geisha ini adalah teori mimesis, dimana aplikasian warna-warnanya yang mengikuti hal-hal yang sudah ada. Seperti warna salju yang lembut, warna kuncupan bunga untuk warna merah dan hitam sebagai lambang penegasan. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa seni Jepang mengembangkannya dengan meniru alam, dipelajari dan diasimilasikan dan membuat inovasi yang baru. Tata rias geisha yang sangat mencolok dengan pewarnaan putih yang sempurna mengandung makna lain yang terkandung di dalamnya. Bukan sekedar untuk kecantikan dan penonjolan tanda dan daya tarik semata, namun warna putih, hitam dan merah digunakan dengan sebaik mungkin untuk menghias wajah geisha dengan maksud tertentu. Tata rias seorang geisha yang serba putih diaplikasikan pada wajah, tangan, leher disapu dengan bedak putih tebal, tetapi pada leher bagian belakang di batas anak rambut, kulit sengaja tidak dibedaki. Tata rias geisha dengan ciri khasnya tersebut mempunyai makna dalam pandangan masyarakat Jepang itu sendiri. Tengkuk seorang geisha sengaja tidak dibedaki, namun terkadang pada tangannya di bedaki. Terdapat alasan khusus tengkuk geisha tersisa tiga bagian yang tidak diwarnai yaitu pada batas anak rambutnya tersebut. Alasan dan makna yang menggambarkan hal tersebut adalah bagian daerah tersebut menurut masyarakat Jepang terutama para pria adalah daerah yang menggambarkan ketelanjangan sensual atau daerah yang erotis, dengan demikian bagian tersebut adalah rahasia seorang geisha untuk menarik pesona dirinya. Alasan lain batas rambut dan kulit tidak diwarnai tersebut untuk memperlihatkan warna kulit asli seorang geisha 5 Sylado, 2003:16. Pada pandangan masyarakat Jepang warna putih itu bersih dan dapat menggambarkan dinginnya warna putih salju. Dasar tentang pandangan tersebut yang kemudian membuat 5
Remy Sylado, Kembang Jepun, hal. 16, 2003
Makna filosofis ..., Kartika Putri Karina, FIB UI, 2013
tampilan wajah geisha dibaurkan dengan warna putih yang menggambarkan keindahan yang nyata. Putih salju yang menggambarkan tata rias geisha yang serba putih ini mempunyai makna bahwa dinginnya jiwa dan fisik seorang geisha yang mampu membuat para tamunya nyaman berada di dekatnya. Dalam agama Shinto yang banyak dianut masyarakat Jepang warna putih menurut masyarakat Jepang adalah warna yang suci, murni dan mencerminkan kerendahan hati serta menghadirkan suasana dramatis 6Golden, 2002:75. Fungsi lain dari warna putih yang digunakan geisha untuk menyamarkan kekurangan wajahnya seperti kerutan atau noda yang ada di wajahnya sehingga membuatnya tampil sempurna tanpa mengetahui umur dari sosok geisha tersebut. Warna putih yang disapukan secara tebal yang memberi kesan seperti topeng dan misterius. Ternyata hal tersebut bukan tanpa alasan, dengan mengenakan make up yang putih tebal tersebut masyarakat pada umumnya tidak akan mengenali jati diri dari seorang geisha teersebut dan kehidupan prifasinya tidak akan tersentuk oleh masyarakat. Dengan begitu geisha mudah untuk melakukan dengan leluasa kegiatan diluar profesinya sebagai seorang geisha. 3.2
Warna Merah pada Tata Rias Geisha
Seni tata rias yang diaplikasikan pada wajah geisha memiliki makna seni yang berhubungan dengan masyarakat Jepang, untuk makna merah yang diaplikasikan geisha pada bibirnya dengan dicat hanya separuh pada bagian dalamnya atau tidak diwarnai secara penuh adalah penggambaran tentang keindahan sebuah bunga yang kuncup. Bagi masyarakat Jepang yang sangat menyukai keindahan dari sebuah bunga sehingga dapat diartikan bahwa bagian bibir yang diwarnai merah tersebut adalah simbol keindahan. Alasan lain mengenai pewarnaan pada sebagian bibir geisha merupakan cara tersendiri yang menggambarkan teknik tata rias yang ketimuran dan menghindari pewarnaan bibir yang berlebihan, berbeda dengan gaya Barat pada umumnya yang menggunakan lipstik pada seluruh bibirnya. Pendapat lain menyebutkan di masa lalu geisha hanya menggambarkan bibirnya lebih kecil dari pada bentuk yang sebenarnya, ini merupakan kepercayaan pada masa lalu bahwa pada bibir yang kecil yang biasanya disebut dengan ochobo guchi yang terlihat menarik dan menggoda 7 Aihara, 2006:49.
6 7
Arthur Golden, Memoirs of Geisha, hal. 75, 2002 Kyoko Aihara, Geisha, hal. 49:2006
Arti dari warna merah pada dasarnya melambangkan emosi yang kuat, atau hal-hal emosi yang kuat ketimbang ide-ide intelektual misalnya seperti kegembiraan, energy dan gairah. Sedangkan dalam pemaknaan gabungan antara merah dan putih seperti istilah kohaku memiliki arti yang penting bagi masyarakat Jepang itu sendiri. Ko yang bermakna merah sementara haku diterjemahkan putih. Kombinasi warna yang terdapat dalam kata kohaku melambangkan hal penting bagi Jepang yaitu perpaduan dalam warna bendera Jepang yaitu merah dan putih. Begitu pula aplikasi warna yang terdapat dalam tata rias Geisha yang memadukan warna putih sebagai dasar make up geisha dan warna merah cerah yang melekat pada bibir seorang geisha, dengan hal tersebut secara tidak langsung menyampaikan makna bahwa geisha itu sendiri adalah lambang seni dari Jepang. Henry Dreyfus. (2001). A meta-analysis on online social behavior. Symbolism Colors. Diambil 28 Januari 2013 from http://webdesign.about.com/compute/webdesign/lib rary/weekly/aa0704000b.htm Warna merah dipandang sebagai warna sensual, gairah dan kegembiraan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang geisha mempunyai sifat dan hati yang dingin namun selalu bergembira untuk menghibur para tamunya. 3.3
Warna Hitam pada Tata Rias Geisha
Warna hitam yang digunakan geisha pada mata dan alisnya menyampaikan makna sebagai bentuk penegasan pada alis dan matanya agar terlihat lebih indah. Tidak banyak penjelasan yang ditemukan mengenai makna warna hitam yang digunakan pada riasan geisha ini, hanya sebagai pelengkap untuk menambahkan dan melengkapi riasan tersebut. Di samping itu warna hitam hanya untuk mempertebal dan memperjelas bentuk pada alis dan kelopak mata. Sebenarnya pada awal karirnya, maiko dan geisha menggambarkan alis dan lingkaran sekitar mata hanya dengan menggunakan warna merah. Namun dengan perkembangan zaman sekarang geisha mencampurkan warna hitam dan merah, atau menggunakan warna hitam lebih banyak dari pada warna merah. Jika dilihat dari fungsi seni untuk ekspresi tata rias geisha adalah sebagai sarana menyampaikan maksud bahwa bagi masyarakat Jepang seorang wanita yang cantik berarti penyembunyian. Hal tersebut tercermin pada geisha, dengan memakai make up serba putih tebal yang menutup wajah asli geisha itu sendiri. Sebagaimana telah diketahui bahwa Geisha merupakan simbol kecantikan di Jepang. Geisha
Makna filosofis ..., Kartika Putri Karina, FIB UI, 2013
menggunakan make up berwarna putih pucat dan hanya sedikit rona merah pada bibirnya, menandakan penyembunyian wajahnya dan gambaran keanggunan bagi wanita Jepang. Bahkan dari kimononya yang menutupi jari-jari tangan sampai jari-jari kaki. Chrissie Magdalena. (2012). From Psycology with Lovely Heart. Diambil 12 Februari 2013dari http://psikologiuntar.blogspot.com/2012.html Pendapat lain dikemukakan bahwa pada bagian yang dibiarkan di sekitar rambut untuk mengesankan penampilan mereka seperti topeng dan meninggalkan sensualitas pada lekukan leher terutama pada bagian leher yang tidak tertutup kimono. Karena rata-rata pria Jepang sangat tertarik akan keindahan leher dan tekukan wanita, inilah sebabnya para geisha memakai kimono yang bagian belakangnya sangat rendah, agar tonjolan tulang punggung bagian atas yang digambar dengan binsuke-abura dan oshiroi agar terlihat menarik perhatian dan terlihat seksi 8 Dalby, 2000:400. Penjelasan-penjelasan di atas yang telah memaparkan makna filosofis dari riasan seorang geisha memberikan kita pengetahuan bahwa geisha tidak hanya berprofesi sebagai penghibur, namun geisha juga menyampaikan pesan dari penampilan luarnya sehingga masyarakat yang melihatnya mampu mendapatkan makna dibalik rahasia tiga warna yang digunakan yaitu putih, merah dan hitam pada seni tata rias geisha tersebut.
IV. Penutup Berdasarkan analisis di atas terdapat tiga warna dominan pada riasan Geisha. Tiga warna tersebut putih, merah dan hitam. Warna-warna yang digunakan pada make up geisha warna adalah aplikasi warna-warna yang dekat dengan masyarakat Jepang. Warna putih yang menggambarkan kelembutan dan kesejukan salju, sedangkan warna merah yang menggambarkan rona warna pada sebuah bunga. Makna filosofis pada setiap warna tersebut melambangkan tentang kejadian alam yang ada disekitarnya. Masyarakat Jepang memposisikan alam sebagai hal yang penting dan menjadikan sebagai inspirasi dalam menuangkan ke dalam hasil karya. Seni tata rias pada dasarnya bertujuan untuk menyempurnakan bentuk fisik atau segi luarnya saja, namun setelah diteliti riasan wajah geisha tersebut mempunyai makna yang ingin disampaikan. Warna putih yang berarti untuk penyembunyian juga bermakna salju yang berarti 8
dingin dan membuat nyaman orang yang ada disekitarnya dan berguna untuk menutupi kekurangan-kekurangan pada wajahnya serta membuatnya terlihat lebih muda. Sedangkan warna merah yang diaplikasikan pada sebagian bibirnya mempunyai makna dalam masyarakat Jepang itu sebagai warna sensual adalah penggambaran bentuk bunga kuncup merah yang menggoda. Berbeda dengan gaya riasan Barat yang mengenakan lipstik secara menyeluruh pada bagian bibirnya walaupun bertujuan yang sama untuk penggambaran sensualitas. Sedangkan warna hitam yang digoreskan pada alis dan sekitar matanya hanya untuk bentuk suatu penegasan. Warna hitam member kesan yang elegan dan memperindah pada bagian mata dan alisnya. Pada awalnya mereka menggunakan warna merah kemudian dicampur dengan warna hitam dan saat ini mereka lebih banyak menggunakan warna hitamnya. Pada konsep tata rias geisha dan maiko sendiri sebenarnya hampir sama dan hanya terdapat perbedaan yang tipis, hal tersebut berguna untuk memudahkan mencirikan dari masing-masing karakter. Bagi geisha yang sudah senior tidak perlu mengenakan make up putih tebalnya dan pewarnaan merah pada bagian bibirnya, dengan tujuan agar geisha senior terlihat anggun dan tidak menyolok sehingga akan terlihat kecantikan secara alami. Geisha yang tampil dengan sedemikian rupa mengundang perhatian khusus bagi yang melihatnya terutama pada tata riasnya. Dalam hal ini menunjukkan bahwa istilah geisha tidak hanya sekedar pelaku seni tradisional Jepang, namun geisha mempunyai nilai estetik yang melekat pada dirinya. Sosok wanita Jepang yang menggunakan kimono dengan warna yang cerah, tata riasnya yang serba putih dan perilakunya yang lemah lembut.
BIBLIOGRAPHY Arthur Golden. Memoirs Of Geisha. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2002 Arthur Golden. The Secret Life Of Geisha. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2002 Gusnaldi. The Power of Make up. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003 Kyoko Aihara. Geisha. Australia: New Holland Publisher, 2000 Liza Dalby. Geisha. USA: Kodansha International Ltd, 1983 Helen Gilhooly. World Culture Japan. US: Hoder Headline Ltd, 2004
Liza Dalby, Geisha, hal. 400:2000
Makna filosofis ..., Kartika Putri Karina, FIB UI, 2013
Remy Sylado. Kembang Jepun. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2003 Puspita Martha. Basic Personal Make up. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2002
Henry Dreyfus. (2001). A meta-analysis on online social behavior. Symbolism Colors. from http://webdesign.about.com/compute/webdesign/lib rary/weekly/aa0704000b.htm
Ayep Kancee. (2013). A meta-analysis on online social behavior. Kisah Para Geisha di Tengah Modernitas. dari http://www.jpnn/p2/c2/ary.html
Chrissie Magdalena. (2012). From Psycology with Lovely Heart. Diambil 12 Februari 2013dari http://psikologi-untar.blogspot.com/2012.html
Makna filosofis ..., Kartika Putri Karina, FIB UI, 2013