MANTRA TATA RIAS PENGANTIN DI KABUPATEN LAMONGAN Emalia Nova Sustyorini *) *)
Dosen Fakultas ekonomi Universitas Islam Lamongan
ABSTRACT This Research’s purpose is to describe: (1) kind of Bridegroom’s Dress Up Manner Incantation Lamongan Residence and (2) incantation’s behaviour of Bridegroom’s Dress Up Manner Lamongan Residence. This reseach is using qualitative outline research. The main object in this research is Bridegroom’s Dress Up Manner Incantation in Lamongan Residence. The location of this research in Lamongan Residence. Based on this research’s result, kind of incantation was divided by four, they are: (1) kind of dress up bridegroom, (2) incantation’s affection, (3) moon incantation, and (4) aji widara incantation. The incantion’s behaviour they were using are: one day lent, Monday and Thursday lent, lent 3 day before dress up person, lent 3 day after dress up person, lent when selo moon come, lent one week before legi Friday, pray 5 times, take a bath at night, pray at night, reading prophet shalawat, reading nariyah shalawat, pati heni, making tumpeng rice, making sengkolo porrige,stamp the foot 3 times, and blow the dressed up bridegroom’s forehead. Keywords: kind of incantation and incantation’s behaviour PENDAHULUAN Mantra merupakan salah satu tradisi yang berkembang dalam bentuk tradisi lisan. Mantra lahir dari masyarakat sebagai perwujudan dari kepercayaan seseorang. Mantra dibacakan oleh seorang pawang atau dukun dalam berbagai kegiatan adat istiadat terutama dalam kegiatan pernikahan. Mantra yang biasanya digunakan masyarakat Lamongan adalah mantra tata rias dalam sebuah pernikahan. Pernikahan bagi masyarakat Jawa merupakan suatu kejadian yang dianggap penting, dan merupakan salah satu dari rangkaian peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia yaitu kelahiran, perkawinan, dan kematian. Pernikahan dianggap merupakan pertanda terbentuknya sebuah keluarga baru, yang segera akan memisahkan diri baik secara ekonomi maupun tempat tinggal, lepas dari kelompok rumah tangga orang tua, dan membentuk sebuah rumah tangga baru. Pernikahan juga dianggap sebagai pelebaran menyamping tali ikatan antara dua kelompok himpunan keluarga yang sebelumnya tidak ada hubungan tali persaudaraan, atau pengukuhan keanggotaan baru dua keluarga yang dipersatukan menjadi berbesanan, dan kemudian dilanjutkan dengan lahirnya cucu yang menjadi milik bersama (cf. Geertz, 1985:57-58).
Bagi masyarakat Jawa terdapat tradisi, bahwa acara yang cukup penting diantara tiga peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia yaitu kelahiran, pernikahan, dan kematian, adalah melaksanakan pernikahan. Tradisi adalah suatu sikap atau cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang secara turun-temurun (Moeliono, 1988:959). Sembaga atau mantra adalah perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib atau susunan kata berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk manandingi kekuatan gaib yang lain. Mantra merupakan ragam puisi lisan yang cenderung terlupakan karena hidup dalam komunitas tradisional yang marginal (Saputra, 2007:9). Mantra dalam pengantin hanya dikuasai oleh perias pengantin di Kabupaten Lamongan. Mantra adalah doa khusus yang disampaikan dengan bahasa dan maksud tertentu baik untuk tujuan jahat maupun baik. Mantra akan mempunyai tuah (kekuatan magis) tertentu jika pengucapannya diikuti dengan ritual khusus. Masyarakat Jawa yang masih primitif, mantra terkait erat dengan kehidupan agama dan kepercayaan masyarakat pemiliknya, tetapi masyarakat modern cenderung menyikapi
mantra sebagai khasanah kebudayaan semata (Sukatman, 2009:62). Tradisi lisan bisa dipandang sebagai rangkaian berkesinambungan dari dokumen sejarah yang kemudian dapat dijadikan sebagai bukti sejarah, sejarah keberlangsungan hidup dan kehidupan sebuah suku bangsa. Mantra merupakan bentuk tradisi lisan yang diwariskan secara turun temurun yang di kuasai oleh perias sesupuh di Lamongan. Hal yang esensial dalam sebuah tradisi lisan adalah unsur kelisanannya dan prosesnya, Sukatman (2009:4) mengemukakan bahwa tanpa kelisanan suatu budaya tidak bisa disebut tradisi lisan. Oleh karena itu, secara utuh tradisi lisan mempunyai dimensi (1) kelisanan, (2) kebahasaan, (3) kesastraan, dan (4) nilai budaya. Ciri sebuah tradisi lisan adalah kelisanannya menggunakan bahasa lisan. Mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan dipilih sebagai objek penelitian karena mantra tata rias pengentin mempunyai fungsi mengandung kekuatan sehingga pengantin yang dirias manglingi, mantra tata rias pengantin hanya dikuasai perias sesepuh atau perias yang berprofesi sebagai perias pengantin. Mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan belum pernah diteliti sehingga perlu dilakukan penelitian. Mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan semakin ditinggalkan. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti ke sebagian perias pengantin yang ada di Lamongan bahwa sebagian perias tidak menggunakan mantra atau doa khusus sebelum atau saat merias pengantin. Penelitian ini perlu didokumentasikan agar mantra pengantin tidak hilang begitu saja seiring dengan perkembangan zaman yang pada akhirnya juga menghilangkan nilai-nilai yang terkandung di dalam mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian mantra tata rias pengantin di Lamongan karena mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan sudah hampir ditinggalkan atau tidak dipergunakan oleh perias saat merias pengantin di Kabupaten Lamongan. Peneliti memilih meneliti mantra tata rias pengantin karena mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan merupakan cikal bakal prosesi adat di Lamongan. Mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan dianggap hampir punah atau musnah, kenyataanya perias generasi
sekarang di Kabupaten Lamongan tidak ada yang menggunakan mantra saat merias pengantin di Lamongan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (a) Ragam mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan dan (b) Laku mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka permasalahan yang ditemui adalah ragam dan laku mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan. TINJAUAN PUSTAKA Mantra didaraskan seseorang pada tempat tertentu, teksnya juga sudah tertentu, lafalnya tidak jelas, kekuatan magis implisit di dalamnya, dan ada akibat riil atas pelaksanaanya.Akibat atau hasil itu di luar teks yang didaraskan, di luar dunia sastra.Yang dinilai adalah mangkus (efektif) atau tidak mangkusnya mantra itu. Mantra yang mangkus akan membawa hasil nyata seperti yang diharapkan, misalnya orang yang dimantrai menjadi cantik atau manglingi. Di sini tidak timbul masalah indah atau tidak indah, yang penting adalah mangkus atau tidak (Amir, 2013:67). Mantra didaraskan atas permintaan seseorang.Pendarasan itu mengandung niat yang praktis, Seperti mengobati orang sakit, membuat orang lain sakit, untuk melariskan dagangan, atau melindungi diri dan rumah dari kekuatan jahat yang dikirim orang.Artinya, kepuasan yang diperoleh dari penderasan mantra bukanlah kepuasan estetis, melainkan kepuasan praktis, kepuasan kesumat, dan melindungi diri dari kejahatan yang dikirim orang.Jadi, orang datang kepada orang yang pandai memantra bukan untuk beroleh hiburan.Orang tidak datang berkerumun atau berbondong-bondong menyaksikan orang mendaraskan mantra. Bahkan untuk keperluan tertentu orang berusaha pergi diam-diam untuk menjaga agar jangan sampai orang lain tahu. Lazimnya dia melakukan di malam hari.Mantra bukanlah inti sebuah upacara adat. Mantra adalah inti bagi kegiatan lain, yaitu penguasaan kekuatan gaib. Kekuatan gaib itu kelak
digunakan baik untuk kebijakan maupun untuk kejahatan (Amir, 2013:70). Mantra adalah doa atau perkataan yang diucapkan dengan lakuan atau aturan khusus yang dapat mendatangkan tuah berupa manidurpulaskan orang yang terkena mantra. Lakuan atau aturan khusus penuturan mantra tersebut misalnya puasa mutih, mandi, keramas, menghadap arah tertentu, menahan napas, menghentak tanah, dan sebagainya (Sukatman, 2009:64). Menurut Djamaris (1990:20), mantra itu tidak lain adalah suatu gubahan bahasa yang diresapi oleh kepercayaan kepada dunia yang ghaib dan sakti. Gubahan bahasa dalam mantra itu mempunyai seni kata yang khas pula.Katakatanya dipilih secermat-cermatnya, kalimatnya tersusun dengan rapi, begitu pula dengan iramanya.Ketelitian dan kecermatan memilih kata-kata, menyusun larik, dan menetapkan iramanya itu sangat diperlukan terutama untuk menimbulkan tenaga gaib.Tujuan utama dari suatu mantra adalah untuk menimbulkan tenaga gaib. Dengan kata lain bahasa dalam mantralah yang diyakini mendatangkan kekuatan supranatural untuk berkomunikasi dengan dewa-dewa atau roh halus. Mantra biasanya berhubungan dengan kepercayaan masyarakat animisme. Ragam Mantra Berdasakan atas fungsinya dan kandungan kekuatan magis mistisnya, mantra dapat digolongan menjadi 4 jenis sebagai berikut. (a) Mantra Jaya Kawijayan: untuk kekuatan dan kemenangan. (b) Mantra Panulakan, untuk menolak dan kandungan kekuatannya mampu untuk mengembalikan atau merintangi kekuatan lain yang berasal dari lawan baik yang berasal dari manusia maupun kekuatan lain. (c) Mantra Pengasihan,untuk menimbulkan cinta dan mempunyai kandungan kekuatan yang mampu mengubah atau menimbulkan rasa cinta kasih seseorang. (d) Mantra Palereman. Fungsinya untuk meredakan kemarahan orang lain yang marah kepada kita. Kandungan kekuatannya mampu menetralisir emosi negatif agar tenang dan netral. (https://wongalus.wordpress.com/category/ ragam-jenis-mantra) Ragam mantra dalam tata rias pengantin di Lamongan ini memiliki fungsi
untuk mempercantik atau memperindah pengantin yang dirias sehingga pengantin yang dirias manglingi dan menjadi pusat perhatian para tamu. Laku Mantra Sebuah mantra akan kosong bagai kepompong, tanpa makna dan tanpa kekuatan magis, jika pelafal mantra tanpa melakukan lelaku.Dalam istilah Jawa ada ungkapan yang sangat terkenal yakni, ngelmu iku pitukone kanti laku (Ilmu itu mendapatkannya harus dengan prihatin). Lelaku ini dalam bahasa pesantren sufi disebut suluk. Pelaksanaan ritual untuk memperoleh ilmu tersebut ada beberapa cara, di antaranya: 1. Puasa, macamnya : a. Puasa biasa seperti saat puasa Ramadhan. Ada juga yang hanya makan sekali saat tengah malam. b. Puasa Mutih, hanya makan nasi putih, minum air putih. Mutih ada beberapa cara, salah satunya yaitu Ngepel (Genggam) yakni banyaknya makan diukur dengan jumlah hari lama berpuasa. Misalnya sekali makan tidak tambah, makan hanya di waktu siang atau malam. c. Puasa Ngrowot, makan berasal dari makanan yang berasal dari tanah dan harus tawar. Pelaksanaannya seperti puasa biasa atau puasa mutih. d. Puasa Ngalong, yang dimakan hanya makanan jenis buah-buahan dan harus tawar, pelaksanaannya seperti biasa. 2. Ngebleng, tidak makan-minum, sehari semalam, juga tidak boleh keluar rumah. 3. Nlowong, tidak makan minum, waktu sehari semalam, tidak terbatas ruangan. 4. Pati Geni, tidak makan dan tidak minum, serta tidak boleh tidur sekalipun hanya mengantuk. Ada yang selama satu hari satu malam, ada pula yang dilakukan selama tiga hari tiga malam sesuai dengan tingkatan ilmu yang diinginkan. 5. Kungkum, berendam di air sungai, menantang arus air atau di pertemuan arus sungai. 6. Melek, tidak tidur siang malam, baik di dalam maupun di luar rumah. 7. Tapa Mendem atauTapa Meluang, mengubur diri di dalam tanah dengan udara secukupnya dengan sikap seperti orang mati.
8.
Ngedan, bertingkah seperti orang gila di tempat umum. 9. Mbisu, tidak bicara selama waktu yang telah ditentukan sang guru sesuai dengan tuntuan ilmu yang diinginkan. 10. Berjalan, tidak boleh duduk. Boleh istirahat, tidur, makan, minum sambil berdiri.Tidak boleh masuk rumah atau ruang. 11. Sesirik, menjauhi segala kesenangan. (https://wongalus.wordpress.com/2009/11/10/m endapatkan-kekuatan-gaib-dengan-mantra atau laku-mantra) Laku sebelum merias pengantin di Lamongan perias biasanya melakukan puasa, puasa ada yang melakukan hanya satu hari atau senin kamis, solat tengah malam, mandi keramas sebelum merias, dan membaca doa untuk memohon kepada Tuhan. HIPOTESIS Berdasarkan latar belakang penelitian dan kerangka pemikiran, dapat dirumuskan hipotesis bahwa ada beberapa ragam dan laku dalam tata rias pengantin di Lamongan. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif masih bersifat sementara, tentatif, dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan. Penelitian kualitatif akan terjadi tiga kemungkinan terhadap masalah yang dibawa peneliti dalam penelitian. Pertama, masalah yang dibawa oleh peneliti tetap, sehingga sejak awal sampai akhir penelitian sama. Kedua, masalah yang di bawa peneliti setelah memasuki penelitian berkembang yaitu memperluas atau memperdalam masalah yang telah disiapkan. Ketiga, masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total (Sugiyono, 2011:205). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah cara kerja dalam penelitian yang semata-mata mendeskripsikan keadaan objek berdasarkan fakta yang ada atau fenomena secara nyata nampak apa adanya. Mengacu pada definisi tersebut, dalam penelitian ini akan dijelaskan ragam dan laku mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan. Peran peneliti adalah sebagai alat pengumpul data dan instrumen kunci. Peneliti
sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analisis data, dan pada akhirnya menjadi pelapor dari hasil penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti merupakan alat pengumpul data utama. Peneliti sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data, sebab sifatnya yang responsif dan penganalisis karya sastra yang akan diteliti. Objek utama penelitian ini adalah mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan. Alasan memilih objek penelitian ini adalah mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang harus dilestarikan di Kabupaten Lamongan. Mantra tata rias pengantin ini memiliki hal yang menarik untuk diteliti diantaranya ragam dan laku mantra tata rias pengantin di Lamongan. Lokasi penelitian ini di Kabupaten Lamongan. Data dalam penelitian mantra tata rias pengantin ini berisi tentang ragam dan laku mantra tata rias pengantin di Kabupaten Lamongan. Penggumpulan data tentang mantra pengantin ini, peneliti menggunakan sumber data dari Perias yang ada dikabupaten Lamongan. Sumber data dalam penelitian ini adalah mantra tata rias pengantin yang di berikan oleh perias pengantin yang berada di Kabupaten Lamongan. Identitas informan perlu dideskripsikan dengan jelas. Identitas tersebut berhubungan dengan usia, jenis kelamin, agama, dan pekerjaan. Jumlah informan pada penelitian ini tidak dibatasi disesuaikan dengan kebutuhan dan kelengkapan data dan informasi yang diinginkan peneliti. Ada beberapa pertimbangan yang digunakan untuk menentukan informan, antara lain: (1) memiliki pengalaman merias pengantin, (2) berprofesi sebagai perias, (3) perias terkenal di Kabupaten Lamongan, (4) sehat jasmani dan rohani, dan (5) memiliki pengetahuan yang luas mengenai permasalahan yang akan diteliti (Sudikan, 2001:91). Informan yang digunakan pada penelitian ini adalah perias pengantin. Usia informan berkisar 30 tahun sampai 80 tahun. Pendidikan informan minimal SD dan dapat berkomunikasi dengan baik dan mengetahui tentang tradisi pengantin di Lamongan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi (participant observation), wawancara, dan pencatatan.
Teknik-teknik tersebut diharapkan dapat memperoleh data yang lebih akurat sesuai fokus penelitian. Teknik-teknik tersebut juga dapat dilakukan peneliti secara bersamaan dengan menyesuaikan kondisi di lapangan. Teknik yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Teknik analisis deskriptif adalah teknik analisis data yang mendeskripsikan data apa adanya sehingga menimbulkan kejelasan dan kemudahan bagi pembaca (Supratno dalam Firdaus, 2003:37). Penelitian ini berusaha mendeskripsikan kenyataan-kenyataan yang ditemukan di lapangan, utamanya yang berhubungan dengan ragam dan laku mantra tata rias pengantin di Lamongan. Teknik mengakhiri penelitian menurut Nasution (dalam Supratno, 2010:77) karena penelitian terikat pada keterbatasan waktu, tenaga, dan dana maka penelitian ini diakhiri setelah peneliti merasa semua data yang dibutuhkan sesuai dengan fokus penelitian sudah lengkap dan tidak menemukan data baru atau sudah mengalami kejenuhan, serta telah tercapai suatu tingkat kepercayaan yang menandai mengenai kebenaran data hasil atau penelitian. PEMBAHASAN Ragam Mantra Berdasarkan data yang terkumpul di lapangan ragam mantra tata rias yang digunakan adalah mantra atau sembaga merias pengantin, pengasih-asih, bulan, dan aji widara. Ragam mantra ini diperoleh dari hasil wawancara nara sumber yang mengatakan bahwa mantra yang digunakan dalam merias pengantin ada 4 ragam mantra. Mantra Merias Pengantin atau Sembaga Pengantin Mantra merias pengantin atau sembaga pengantin merupakan mantra yang digunakan untuk membuka aura para calon pengantin yang dirias. Berdasarkan data yang di lapangan mantra di atas mempunyai makna agar pengantin yang dirias bertambah cantik dari hari biasanya. Mantra merias pengantin atau sembaga pengantin sebagai berikut: Tili-tili pasundari Cahyane para widadari Temuruno marang manteng kang tak paesi
Cahya nur cahya Cahyaning manten murbing kaya ndaru1 Mantra di atas merupakan contoh dari data yang termasuk ragam mantra merias pengantin.Ragam mantra di atas diperoleh dari nara sumber Ibu Yustatik. Mantra merias pengantin di atas mempunyai makna agar wajah pengantin yang dirias memancarkan cahaya seperti Dewa kekayaan. Mantra Pengasih-Asih atau Sembaga Pengasih-Asih Mantra pengasih-asih merupakan mantra yang digunakan oleh seseorang agar disukai banyak orang. Mantra pengasih-asih sebagai berikut: Sebuk ane nyi ayu penunggu Dusun pondok pandanpancur Ingkang ngewangi kulo Sebuk kanan dadi pangklisan Sebuk kiri dadi manglingi Sisiran nyi ayu perewangan perotok Pangling sejagad panggon2 Mantra di atas merupakan mantra pengasihasih. Ragam mantra pengasih-asih diperoleh dari nara sumber Hariyanto. Mantra ragam pengasih-asih di atas mempunyai makna agar orang yang melihat pengantin yang dirias menjadi takjub. Mantra Bulan atau Sembaga Bulan Mantra bulan atau sembaga bulan merupakan mantra yang digunakan khusus untuk perempuan. Mantra sembaga bulan sebagai berikut: Bismilahirahmanirahim Niat engsun matek aji setan kober Jabang bayine (nama pengantin) Si kabang cumrekes Putih manut asi Tresno gendeng marang aku Ketemu turu tangekno Ketemu tangi lungguhno Ketemu mlaku petukno Jabang bayi (nama pengantin) Teko welas Teko aseh 1
Hasil wawancara dengan Ibu Yustatik, di Glagah Lamongan, tanggal 1 Februari 2015. 2 Hasil wawancara dengan Hariyanto, di Pondok Lamongan, tanggal 3 Februari 2015
Teko gendeng Teko edan Marang jabang bayine (nama pengantin) Edan soko kersane Allah Yahu Allah 3x3 Berdasarkan data yang ada di lapangan dan hasil wawancara dengan nara sumber mantra dari Ibu Tatik disebut sembaga bulan. Mantra bulan atau sembaga bulan Ibu Tatik mempunyai makna agar orang yang melihat pengantin itu akan tergila-gila dan dijauhkan dari gangguan barang halus yang suka mengganggu. Mantra Aji Widara Mantra aji widara merupakan mantra yang mempunyai tujuan sama dengan mantra kecantikan atau sembaga pengantin. Mantra aji widara ini digunakan perias saat merias pengantin agar calon pengantin yang dirias auranya akan semakin bersinar dan menarik para tamu yang melihatnya. Mantra aji widara sebagai berikut: Niyat ingsun adus cahya Ingsun ngirup cahyaning Wong sabuwana ya aku Titise Dewi Sri Kanggonan kaelokan Pangeran Esemku kadyo Sri Widara Rupaku Dewi Ratih Teka welas Teka lutut Teka asih Sapa kang andulu Badan saliraku Saking kersanin Allah4 Mantra di atas merupakan ragam mantra aji widara yang diperoleh dari nara sumber Ibu Ika. Laku Mantra Penggunaan mantra di Kabupaten Lamongan oleh perias pengantin secara empirik berbeda satu dengan pengamal lainnya. Hal ini menunjuk kepada tingkat spiritual pengamal. Para perias akan memberikan pesan bahwa yang penting percaya dan selalu berdoa kepada Tuhan agar dilancarkan keinginannya. Apa 3
Hasil wawancara dengan Ibu Tatik, di Kembangbahu Lamongan, tanggal 5 Februari 2015
yang dipercayai perias itulah yang akan menjadi kenyataan. Sebelum mengamalkan mantra, pemantra atau perias harus menjalani laku mantra. Berdasarkan data yang terkumpul di lapangan laku mantra yang digunakan para perias beraneka ragam. Laku ini selalu di gunakan meskipun perias tidak menggunakan mantra atau sembaga dalam merias pengantin. Laku yang digunakan dalam merias pengantin sebagai berikut: wudhu, puasa 1 hari, puasa 3 hari sebelum merias, puasa 3 hari sebelum dan sesudah merias, puasa 1 minggu, puasa 1 bulan, puasa bulan selo, puasa senin kamis, puasa 1 minggu sebelum jumat legi, solat 5 waktu, mandi malam, solat malam, membaca solawat nabi, membaca solawat nariyah, pati geni, nasi tumpeng, dan membuat bubur sengkolo. Pada umumnya laku mantra yang paling umum digunakan perias saat merias pengantin adalah puasa. Puasa diyakini dapat membentuk pribadi yang baik, jauh dari sifat tercela dan membuat aura pengantin yang dirias akan keluar. Puasa yang dijalankan perias berbeda satu dan lainya, baik jumlah hari dan pasarannya, bergantung kepercayaan yang diyakini oleh perias. Perias juga menyarankan calon pengantin yang dirias untuk puasa. Calon pengantin disarankan puasa maksimal 3 hari sesuai dengan kemampuan masing-masing. Perias juga meminta calon pengantin untuk menjauhi makanan yang mengandung bau seperti durian, jengkol, peteh dan diharuskan minum air putih yang banyak. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat diisimpulkan bahwa mantra tata rias pengantin di Lamongan: ternyata mencerminkan budaya masyarakat Lamongan. Secara khusus simpulan penelitian ini dirinci sebagai berikut: (1) Ragam mantra tata rias pengantin di Lamongan terdiri dari 4 ragam yaitu: mantra merias pengantin atau sembaga pengantin, mantra pengasih-asih, mantra bulan, dan mantra aji widara dan (2) Laku mantra tata rias pengantin di Lamongan yang dilakukan perias terdiri dari: wudhu puasa 1 hari, puasa 3 hari sebelum merias, puasa 3 hari sebelum dan sesudah merias, puasa 1 minggu, puasa 1 bulan, puasa bulan selo, puasa senin kamis, puasa 1 minggu
sebelum jumat legi, solat 5 waktu, mandi malam, solat malam, membaca solawat nabi, membaca solawat nariyah, pati geni, nasi tumpeng, dan membuat bubur sengkolo. Saran Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pembelajaran mata kuliah foklor. Dalam bidang penelitian, penelitian ini memanfaatkan hasil penelitian untuk kepentingan bandingan atau acuan. Penelitian ini disarankan untuk memperhatikan fokus penelitian, pendekatan, dan aspek-aspek lain yang terdapat dalam penelitian mantra tata rias pengantin di Lamongan. Penelitian mantra tata rias pengantin di Lamongan ini dimaksudkan agar peneliti lain dapat mengambil celah yang belum terungkap. DAFTAR PUSTAKA Amir,
A. 2013. Sastra Lisan Indonesia.Yogyakarta: Andi Offset. Agus, Sachari. 2005. Komunikasi Visual Suatu Kajian Semiotika. Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. ……2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto,Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Cetakan ke-13. Jakarta: Rineka Cipta. Bogdan, Robert dan Steven Taylor. 1975. Introducing to Qualitative Methods. Phenomenological. New York: A WlleyInterscience Publication. Cassier, Ernst. 1987. Manusia dan Kebudayaan Sebuah Esei tentang Manusia. (Diterjemahkan oleh Alois A.Nugroho). Jakarta: Gramedia. Djajasudarman Fatimah T. 1999. Semantik Pengantar Kearah Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama. Djamaris, Edwar. 1990. Menggali Khasanah Sastra Melayu Klasik. Jakarta: Balai Pustaka. ……1993.Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara; Sastra Daerah di Sumatra. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: Depdikbud. Dwidjowinoto, Wahjudhi. 2006. Upacara Tradisi Pengantin Bekasri Upacara Pernikahan Khas Lamongan.
Lamongan: Dinas Pemerintahan Kabupaten Lamongan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. …… 2007.Upacara Tradisi Pengantin Bekasri. Lamongan: Dinas Pemerintahan Kabupaten Lamongan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Eagleton, Terry. 2006. Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif. (Diterjemahkan oleh Harfiah Widyawati dan Evi Setyorini). Yogyakarta: Jalasutra. Endraswara, Suwardi. 2003. Metodelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. ……2009.Metodelogi Penelitian Folklor Konsep Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: MedPress. Esterberg, Kristin G. 2002. Qualitative Methods In Social Research. New York: Mc Grow Hill. Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures. London: The Free Press of Glencoe. Geertz, Hildred. 1985. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers. Gie, The Liang. 1996. Filsafat Keindahan.Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna (PUBIB). Hartarta, Arif. 2010. Mantra Pengasihan Rahasia Asmara dalam Klenik Jawa. Bantul: Kreasi Wacana. Hutomo, S. S. 1991. Mutiara yang Terlupakan Pengantar Studi Sastra Lisan .Indonesia Lama). Jakarta: Balai Pustaka. …… 1991.Mutiara Yang Terlupakan: Pengantar Studi Lisan. Jatim: Hiski. Junus, Umar. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Sinar Harapan. Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo. Koenjaraningrat.1974. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Langland, Elisabeth. 1984. Society in the Novel. United States of America: The University of North Carolina Press. Lowenthal, Leo. 1961. Literature, Popular Culture, and Society. Palo Alto California: Pacific Books Publishers.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Pelajar. Moeliono, dkk.1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ratna, Nyoman Kutha, 2011. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rusyana, Yus. 2006. Peranan Tradisi Lisan dalam Ketahanan Budaya (Makalah). Bandung. Sachari, Agus.2002. Estetika. Bandung: ITB. Sudirman. 2007. Diktat Semantik. STKIP Hamzanwa di Selong. Saputra, Heru S.P. 2007. Memuja Mantra. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara. Satoto, S. dan Zainuddin Fananie (ED).2000. Sastra Ideologi Politik dan Kekuasaan. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Soedjito.1987. Kosa Kata Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Sudikan, Setya Yuana. 2001. Metode Penelitian Sastra Lisan. Surabaya: Citra Wacana. …… 2014. Metode Penelitian Sastra Lisan. Lamongan: CV Pustaka Ilalang Group. Sugiarti. 2010. “Energi Novel Saman, Nayla, dan Petir dalam Industri Penerbitan Sastra”. Disertasi tidak di publikasikan.Prodi Linguistik Pascasarjana Universitas Udayana. …… 2014.Estetika Pada Novel Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy.Atavisme (Jurnal Ilmiah Kajian Sastra). Sidoarjo: Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur. Sugiharto, Bambang. 1996. Posmodernisme Tantangan bagi Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sukatman. 2009. Butir-Butir Tradisi Lisan Indonesia. Jember: Laks Bang PRESSindo Yogyakarta. …… 2009. Mitos dalam Tradisi Lisan Indonesia. Jember: Center for Society Studies (CSS). Sunarto. 2001. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press. Supratno, Haris dan Subandiyah, Heny. 2015. Folklor Setengah Lisan Sebagai Media
Pendidikan Karakter Mahasiswa. Surabaya: Unesa University Press. Supratno, Haris dan Darni. 2015. Folklor Lisan Sebagai Media Pendidikan Karakter Mahasiswa Kajian Sosiologi Sastra. Surabaya: Unesa University Press. Supriyono, Agus. 2011. Makna Simbolik Mantra dan Perangkat Benda yang Digunakan dalam Prosesi Adat Perkawinan Suku Sasak di Pringgabaya.(Skripsi tidak dipublikasikan).STKIP Hamzanwa di Selong. Suroso. 2009. Estetika Sastra, Sastrawan dan Negara. Jakarta: Pararaton Publishing. Teeuw, A. 2003.Sastra dan IlmuSastra. Bandung: Pustaka Jaya. Tim Redaksi. 2007. KBBI Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka. Waluyo, Herman. J. 1997. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. Yusuf, Yusridkk. 2001. Struktur dan Fungsi Mantra Bahasa Aceh. Jakarta: Depdiknas. Internet: ArusWaktu. 2012. Apakah Yang Dimaksud Dengan Tradisi Lisan. (Online). (http://kaharismakawijaya.Wordpress. Com/2012/07/16/ apakah-yangdimaksud-dengan-tradisi-lisan-5/) Diakses 16 November 2014 Jarum Hidup. 2014. Penulisan Proposal Penelitian Mantra. (Online). (http:// blogspot. com /2014/03/penulisanproposal-penelitian-mantra-3) Diakses 16 November 2014 Thalia, Najma. 2008. Mengenal Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. (Online). (http://situs.dagdigdug.com/2008/04/14/ mengenal-tata-upacara-pengantin-adatjawa/) Diakses 16 November 2014 Wong Alus. 2009. Ragam Jenis Mantra. (Online). (http://wongalus.wordpress.com/categor y/ragam-jenis-mantra) Diakses 16 November 2014 Wong Alus. 2009. Laku Mantra. (Online). (http://wongalus.wordpress.com/lakumantra) Diakses 16 November 2014