PENGARUH BRAND EQUITY KAWASAN BELANJA KAIN CIGONDEWAH KOTA BANDUNG TERHADAP CITRA KAWASAN DAN KEPUTUSAN BERBELANJA (Survei Pada Konsumen Akhir Pengunjung Kawasan Belanja Kain Cigondewah)
Ani Solihat AMIK BSI Bandung
[email protected]
ABSTRAK Pemerintah daerah Indonesia, dewasa ini mulai meninjau ulang pendekatan dan cara pandang dalam mengelola daerah dengan memberikan otonomi untuk membangun sarana dan prasarana dalam mendukung pembangunan ekonomi, sosial, manajemen tata ruang dan lingkungan bagi daerah, termasuk diantaranya Jawa Barat khususnya Kota Bandung. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya bagi Kota Bandung merupakan suatu tantangan yang berat, karena adanya tuntutan untuk mewujudkan kemandirian daerah. Kemandirian daerah sangat ditentukan oleh kemampuan seluruh komponen di Kota Bandung untuk mengoptimalkan segala potensi dan sumber daya yang ada. Salah satu potensi yang bisa dikembangkan di Kota Bandung adalah pusat perbelanjaan yang membuat Kota Bandung ini terkenal sebagai kota wisata belanja. Salah satu pusat pembelanjaan yang dikelola oleh pemerintah Kota Bandung adalah Cigondewah yang merupakan pusat kawasan belanja kain yang menjual berbagai macam kain lokal maupun impor, namun merek kawasan belanja ini perlu ditingkatkan dan dibangun lagi agar kawasan ini memiliki brand yang kuat. Merek yang kuat adalah merek yang memiliki ekuitas merek (brand equity) yang tinggi dan mampu mengembangkan keberadaan suatu produk. Oleh karena itu brand equity merupakan salah satu cara memperkuat merek sehingga akan membentuk citra kawasan yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan untuk berbelanja kain di kawasan Cigondewah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai brand equity kawasan belanja kain Cigondewah, citra kawasan Cigondewah, keputusan berbelanja konsumen, pengaruh brand equity kawasan belanja kain cigondewah terhadap citra kawasan, pengaruh brand equity kawasan belanja kain cigondewah dan citra kawasan terhadap keputusan berbelanja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptive survey dan explanator survey. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder melalui observasi, kuesioner dan studi kepustakaan. Polpulasi penelitian ini adalah seluruh konsumen akhir pengunjung kawasan belanja kain Cigondewah yang berjumlah 2236 orang, sedangkan sampelnya sebanyak 100 orang. Teknik yang digunakan adalah simple random sampling, sedangkan jenis pengukuran menggunakan koefisien analisis jalur dan analisis regresi ganda. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa brand equity kawasan belanja kain Cigondewah berpengaruh terhadap citra kawasan dan keputusan berbelanja serta citra kawasan Cigondewah berpengaruh terhadap keputusan berbelanja konsumen. Kata kunci : Brand Equity, Citra Merek, Keputusan Pembelian
ABSTRACT The regional government of Indonesia, today began reviewing the approaches and perspectives in managing the area by giving autonomy to build facilities and infrastructure in support of economic development, social, spatial and environmental management for the region, including in particular the city of Bandung in West Java. The implementation of regional autonomy as possible for the city of Bandung is a formidable challenge, because of the demands to realize the independence of the region. Local independence is largely determined by the ability of all components in Bandung to optimize all the potential and existing resources. One of the potential that could be developed in the city of Bandung is a shopping center that makes the city of Bandung is famous as the city shopping. One of the central government expenditures managed by the city of Bandung is Cigondewah which is the main shopping center of the cloth that sell a variety of local and imported fabrics, but this brand shopping area needs to be improved and built up again so that this region has a strong brand. Strong brand is a brand that has the
brand equity (brand equity) is high and able to develop the presence of a product. Therefore, brand equity is one way of strengthening the brand image of the region that will form a higher level and can increase to a cloth shop in the area Cigondewah. This study aims to find out and get an idea of brand equity Cigondewah cloth shopping area, the image of the region Cigondewah, consumer shopping decisions, the influence of brand equity cigondewah cloth shopping area on the image of the region, the influence of brand equity cigondewah fabric shopping and image shopping area against the decision. The method used in this study is a survey research methods and explanator deskriptive survey. The data used are the primary and secondary data through observation, questionnaires and literature study. Polpulasi this research is the ultimate consumer shopping cloth Cigondewah visitors numbering 2236 people, while the sample as many as 100 people. The technique used is simple random sampling, while the type of measurement using the coefficient of path analysis and multiple regression analysis. Based on the hypothesis testing results show that brand equity Cigondewah cloth shopping area and the effect on image-making shop as well as the image of the region Cigondewah effect on consumer shopping decisions.
Keyword: Brand Equity, Brand Image, consumer buying decisions
I.
Latar Belakang
Ditengah era otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangannya dalam membangun, mengelola dan mengembangkan ekonomi daerah serta memasarkan daerahnya sehingga mampu menyikapi daya saing yang ada. Secara umum memasarkan daerah berarti menyusun strategi suatu daerah agar mampu memenuhi keinginan masyarakat yang mengunjungi daerah itu. Kota Bandung sebagai kota metropolitan harus memiliki konsep pembangunan ekonomi secara terpadu dalam rangka mewujudkan otonomi daerah. Otonomi daerah ditujukan untuk membangun sarana dan prasarana dalam mendukung pembangunan ekonomi, sosial, manajemen tata ruang dan lingkungan. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluasluasnya bagi Kota Bandung merupakan suatu tantangan yang berat, karena adanya tuntutan untuk mewujudkan kemandirian daerah. Kemandirian daerah sangat ditentukan oleh kemampuan seluruh komponen di Kota Bandung untuk mengoptimalkan segala potensi dan sumber daya yang ada. Salah satu potensi yang bisa dikembangkan di Kota Bandung adalah pusat perbelanjaan yang membuat Kota Bandung ini terkenal sebagai kota wisata belanja. Salah satu pusat pembelanjaan yang dikelola oleh pemerintah Kota Bandung adalah Cigondewah yang merupakan suatu pusat kawasan belanja kain yang menjual berbagai
macam kain lokal maupun impor. Kawasan Cigondewah ini terdiri dari tiga kawasan yaitu Cigondewah Kaler yang terdiri dari 17 unit usaha, Cigondewah Kidul 43 unit usaha, dan Cigondewah Rahayu 132 unit usaha, namun brand/merek kawasan belanja ini sangat rendah dibenak konsumen lokal bahkan belum populer dikalangan konsumen luar. Alasan-alasan tersebut disebabkan oleh fasilitas yang diberikan ketika berbelanja tidak diiringi dengan penataan kawasan yang komersil, sarana prasarana yang tersedia tidak mendukung pusat pembelanjaan seperti lapangan parkir dan kondisi jalan yang sempit serta kawasan belanja kain Cigondewah sampai saat ini masih terkesan kotor dan kumuh sehingga membuat berkurangnya kenyamanan dalam berbelanja dan membuat kawasan ini sebagai pusat pembelanjaan kain kelas sosial ekonomi menengah ke bawah atau kawasan belanja berprestise rendah, hal tersebut menjadikan kawasan Cigondewah kurang dikenal dan kurang diminati sebagai pusat pembelanjaan kain di Kota Bandung sehingga kawasan Cigondewah sulit untuk mengembangkan pasar (Pikiran Rakyat, 12 Agustus 2004). Berdasarkan permasalahan tersebut membuat citra kawasan Cigondewah sebagai pusat perbelanjaan kain tidak baik, hal ini merupakan ancaman yang dapat mempengaruhi identitas Cigondewah sebagai kawasan belanja kain Kota Bandung dan keputusan konsumen untuk selalu berbelanja kain di kawasan Cigondewah. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk membangun dan mengembangkan
kawasan Cigondewah dengan menerapkan brand equity bagi kawasan ini. II. Tinjauan Pustaka Merek yang kuat adalah merek yang memiliki brand equity yang tinggi. Brand equity menurut Hermawan Kertajaya (2005:176) merupakan asset intangible yang dimiliki oleh sebuah merek karena value yang diberikan kepada pelanggan. Semakin tinggi ekuitas merek (brand equity), maka semakin tinggi pula value yang diberikan oleh merek tersebut kepada pelanggan karena ekuitas merek bergantung pada upaya dalam membangun merek yang dilakukan. Konsep dasar ekuitas merek (brand equity) menurut Hermawan Kertajaya (2005:177) dapat dikelompokan kepada empat dimensi yaitu: 1. Kesadaran akan merek (brand awareness) adalah ukuran kekuatan eksistensi merek di benak konsumen. Brand awareness terkait dengan seberapa jauh konsumen dapat mengenal atau mengingat suatu merek. 2. Kesan kualitas (perceived quality) adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas dan superioritas produk suatu daerah terhadap pesaingya. 3. Asosiasi merek (brand association) adalah semua yang berkaitan dengan sebuah merek. 4. Loyalitas merek (brand loyalty) adalah ukuran loyalitas yang diberikan oleh pelanggan kepada merek. Keempat dimensi asset brand equity tersebut pada umumnya dapat menambah atau mengurangi nilai bagi konsumen. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengelola brand equity dari daerahnya agar tertanam kuat di benak konsumen. Adanya brand daerah yang kuat konsumen akan semakin menyadari keberadan daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan citra daerahnya dan dapat meningkatkan keputusan untuk berbelanja. Menurut Patricia Nicolino (2004:24) menyatakan bahwa “Untuk meningkatkan nilai dari suatu merek adalah dengan menambah image dan menggambarkan kelebihan yang dimiliki oleh suatu produk dan merek yang kuat tidak hanya berkontribusi terhadap citra perusahaan tetapi juga meningkatkan jumlah basis pelanggannya.” Sebuah merek akan bernilai jika konsumen mempunyai pengalaman dan kesan yang positif terhadapnya serta akan membuat ikatan konsumen atau loyalitas antar konsumen dengan merek semakin kuat dan dengan adanya brand equity menunjukan adanya hubungan yang erat dengan emosi, perasaan, dan memori masa kecil yang kuat (Agus Soehadi, 2005:38).
Citra (image) merupakan seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek (Kotler 2004:629) dan citra adalah cara masyarakat mempersepsikan atau memikirkan perusahaan atau produknya (Kotler 2006:359). Menciptakan citra terhadap konsumen sangat penting, seperti dikemukakan oleh Kotler (2004:296) yang menyatakan bahwa “citra tidak datang begitu saja, tetapi harus dicapai dengan program pembangunan brand” selain itu yang dikemukan oleh Agus Soehadi (2005:38) menyatakan bahwa “Sebuah merek akan bernilai jika konsumen mempunyai pengalaman dan kesan yang positif tehadapnya sehingga merek dapat mempengaruhi kosumen dalam memilih suatu produk atau layanan.“ Patricia Nicolino (2004:24) yang mengungkapkan bahwa dengan adanya brand maka penjual dapat mengiklankan produk untuk menumbuhkan citra terhadap perusahaan. Dengan kata lain citra kawasan dapat membantu pusat pembelanjaan kawasan Cigondewah dalam memperkenalkan produk yang ditawarkan ataupun nama kawasan belanja kepada pelanggan-pelanggan yang potensial. Menurut Kiki Kaplanidou (www.travelmichigannews.org) sebuah citra wilayah terdiri dari lima elemen diantaranya adalah : 1. Brand essence yaitu elemen emosional atau nilai dari suatu merek. 2. Brand character yaitu janji sebuah merek untuk menyampaikan pengalaman yang berhubungan dengan namanya, seperti karakter masyarakat yang menempati suatu daerah. 3. Brand personality yaitu seperangkat karakteristik manusia yang dihubungkan dengan sebuah merek. 4. Brand culture yaitu sistem nilai yang mengelilingi merek lebih kepada aspek budaya kota. 5. Brand image yaitu bagaimana sebuah merek biasanya dipersepsikan oleh konsumen. Berdasarkan lima elemen citra di atas, yang disertakan dalam penelitian hanya terdiri dari brand essence, brand personality, dan brand image. Hal ini dikarenakan pada elemen brand character dan brand culture memaparkan tentang karakteristik masyarakat dan budaya daerah, hal ini tidak berhubungan dengan masalah yang diteliti. Citra yang efektif akan mampu melakukan tiga hal, yaitu memantapkan karakter produk dan proporsi nilai, menyampaikan karakter dengan cara yang khas atau berbeda-beda, dan
memberikan kekuatan emosional sehingga membangkitkan hati maupun pikiran pembeli. Buchari Alma (2004:57) mengemukakan pendapatnya mengenai keputusan pembelian bahwa “Keputusan membeli seseorang yang asalnya dipengaruhi oleh lingkungan, kebudayaan, keluarga, dan sebagainya akan membentuk suatu sikap pada diri individu, kemudian melakukan pembelian.” Keputusan untuk membeli timbul karena adanya penilaian objektif atau karena adanya dorongan emosi. Keputusan untuk bertindak adalah hasil dari serangkaian aktivitas dan rangsangan mental emosional. Proses untuk menganalisa, merasakan, dan memutuskan, pada dasarnya adalah sama seperti seorang individu dalam memecahkan permasalahannya. Karakteristik pembeli dan proses pembelian keputusannya akan menimbulkan keputusan
pembelian tertentu. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi pada kesadaran pembeli sejak masuknya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian Berdasarkan pengetahuan mengenai perilaku membeli konsumen, maka dapat diusahakan cara terbaik untuk mempengaruhi konsumen tersebut melakukan pembelian, diantaranya dengan meningkatkan merek karena merek akan mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu produk atau layanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus Soehadi (2005:42) mengemukakan bahwa “Merek terkait dengan pengalaman konsumen ketika berhubungan dengan atau menggunakan produk atau layanan, merek akan bernilai positif dan memberi kesan yang baik jika konsumen mempunyai pengalaman positif ketika melakukan pembelian
MODEL PERILAKU PEMBELI Proses Rangsangan Rangsangan Ciri-ciri keputusan pemasaran lain pembeli pembeli Produk Ekonomi Budaya Pemahaman Harga Teknologi Sosiologi masalah Saluran Politik Pribadi Pencarian pemasaran Budaya Psikologi informasi promosi Pemilihan alternatif Keputusan pembelian Perilaku pasca pembelian Sumber : Kotler (2005:203) III.
Keputusan pembeli Pemilihan produk Pemilihan merek Pemilihan saluran pembelian Penentuan waktu pembelian Jumlah pembelian
Metode Penelitian
Berdasarkan pemaparan tersebut maka dirumuskan beberapa hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara brand equity yang terdiri dari brand awareness, perceived quality, brand association dan brand loyalty, terhadap citra daerah. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara brand equity dan citra daerah terhadap keputusan pembelian. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan metode analisis verifikatif yang tediri dari dua variabel, maka dilakukan metode analisis jalur (path analysis) dan metode analisis regresi ganda.
Pengujian Hipotesis 1 Struktur ini diuji melalui analisis jalur (path analysis) dengan hipotesis operasional 1 yang berbunyi : Terdapat pengaruh yang signifikan antara brand equity (X) yang terdiri dari brand awareness (X1), perceived quality (X2), brand association (X3), dan brand loyalty (X4) terhadap citra kawasan (Y1)yang terdiri dari brand essence, brand personality, dan brand image. Pengujian Hipotesis 2 Pengujian hipotesis selanjutnya dengan menggunakan analisis regresi ganda. Dalam analisis regresi ganda ini terdiri dari satu variabel terikat (dependent variable) yaitu keputusan berbelanja dan dua variabel bebas (independent variable) yaitu brand equity dan citra kawasan.
IV.
Hasil dan Pembahasan
Hipotesis I Berdasarkan hasil pengujian koefisien jalur untuk variabel pengaruh brand equity yang terdiri dari brand awareness, perceived quality, brand association, brand loyalty terhadap citra kawasan diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 ini berarti lebih kecil dari 0,05 hal ini menunjukan Ho ditolak, sedangkan perbandingan harga t tabel dan thitung, untuk = 0,05 untuk koefisien jalur brand awareness, perceived quality, dan brand loyalty terhadap citra kawasan menyatakan Ho ditolak karena nilai thitung lebih besar dari pada harga t tabel, yaitu (3,178>1,985), (2,009>1,985), dan (2,476>1,985), sedangkan pada brand association terhadap citra kawasan Ho diterima atau hipotesis ini ditolak karena nilai t hitung kurang dari nilai t tabel yaitu 1,807<1,985, oleh karena itu penelitian terhadap brand association tidak dapat diteruskan sehingga perlu dilakukan perbaikan dengan metode trimming. Nilai thitung brand awareness, perceived quality,dan brand loyalti setelah dilakukan metode trimming adalah 3.435, 3.022, 3.483. Nilai thitung ketiga variabel tersebut lebih besar dari nilai ttabel yaitu 1,985. Menurut Agus Soehadi (2005:38) menyatakan bahwa ekuitas merek menunjukan adanya hubungan yang erat dengan emosi, perasaan, memori masa kecil yang kuat, dan citra merek, sedangkan hasil pengujian menunjukan hanya brand awareness, perceived quality, dan brand loyalty yang memiliki hubungan yang erat dengan citra suatu merek. Hal ini menunjukan bahwa asosiasi pengunjung terhadap kawasan belanja kain Cigondewah masih belum tercapai dalam pembentukan citra merek kawasan belanja.
Analisis regresi yang dilakukan dengan menggunakan SPSS 11.5 didapat nilai a = 3,212, b1 = 0,111, dan b2 = 0,159, dimana ketiga nilai koefisien a, b1, dan b2 bernilai positif, hal ini berarti jika terjadi kenaikan atau pertambahan pada variabel X (brand equity) dan Y1 (citra kawasan) maka akan diikuti dengan kenaikan atau pertambahan pada variabel Y2 (keputusan berbelanja), sedangkan ttabel yang diperoleh sebesar 1,985, thitung pada brand equity sebesar 3,076 dan t hitung pada citra kawasan sebesar 2,089. Hal tersebut menunjukkan bahwa thitung > ttabel, ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari brand equity, citra kawasan dengan keputusan berbelanja. Menurut Agus Soehadi (2005:52) bahwa citra yang efektif akan mampu melakukan tiga hal salah satunya adalah memberikan kekuatan emosional sehingga membangkitkan hati maupun pikiran pembeli. Hal ini berarti kawasan belanja kain Cigondewah telah memberikan kekuatan emosional yang membentuk citra kawasan yang baik sehingga dapat meningkatkan hati konsumen untuk berkunjung ke kawasan ini dan akhirnya melakukan kegiatan pembelian. Menurut Patricia Nicolino (2004:24) menyatakan bahwa untuk meningkatkan nilai dari suatu merek adalah dengan menambah image dan menggambarkan kelebihan yang dimiliki oleh suatu produk dan merek yang kuat tidak hanya berkontribusi terhadap citra perusahaan tetapi juga meningkatkan jumlah basis pelanggannya, sedangkan Stanton (2004:270) mengungkapkan bahwa dengan adanya brand yang kuat maka penjual dapat meningkatkan produk untuk menumbuhkan citra terhadap perusahaan sehingga meningkatkan penjualan produk. Hal tersebut berarti dengan meningkatkan brand equity dan citra perusahaan maka dapat membantu memperkenalkan produk yang ditawarkan ataupun sehingga menigkatkan keputusan pembelian konsumen. V.
Kesimpulan
Hipotesis II 1. Berdasarkan hasil pengujian dengan mengggunakan analisis regresi ganda menunjukan harga koefisien korelasi (R) adalah sebesar 0,532 yang diperoleh dari pengolahan analisis korelasi dengan menggunakan SPSS 11.5 dengan demikian terdapat hubungan antara variabel X dan Y1 yakni brand equity dan citra kawasan dengan variabel Y2 yakni keputusan berbelanja.
Berdasarkan hasil penelitian Brand awareness, perceived quality, dan brand loyalty sebagai dimensi dari brand equity dapat meningkatkan citra kawasan belanja kain Cigondewah di kota Bandung, sehingga ketika wilayah belanja cigondewah akan meningkatkan citra sebagai salah satu kawasan belanja kain kota Bandung maka dapat ditingkatkan melalui harapan-harapan pengunjung seperti pembangunan kawasan belanja tersebut harus lebih tertata sesuai
2.
dengan harapan pengunjung, seperti kualitas produk yang ditawarkan, lokasi pembelanjaan yang tertata rapih dan bersih, Upaya peningkatan jumlah pembelian konsumen akan meningkat ketika Brand equity dan citra kawasan tinggi. Hal ini menunjukan bahwa brand equity dan citra kawasan linier dengan tingkat keputusan pembelian/berbelanja.
Daftar Pustaka Agus Soehadi, 2005. Effective Bandung: PTMizan Pustaka.
Branding,
Buchari Alma, 2004. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Bandung: Alfabeta. Hermawan Kertajaya, 2004. Strategi Memasarkan Daerah di Era Otonomi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Phillip Kotler, 2004. Principles of Marketing, New Jersey: Prentice Hall International Inc. Phillip Kotler, 2006. Marketing Management, New Jersey: Prentice Hall International Inc. Patricia Nicolino, 2004. Brand Management, Jakarta: Prenada Media. www.travelmichigannews.org/research. Pikiran Rakyat, 12 Agustus 2004