4. 4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Arah dan Kecepatan Angin Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang
berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara. Angin musim yang terjadi di Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu: angin musim barat, angin musim timur, dan musim peralihan. Angin merupakan salah satu bentuk energi yang dapat membangkitkan gelombang dan arus permukaan di suatu perairan. Gambar 3. menunjukkan pola pergerakan angin untuk periode bulan Juni, berdasarkan data tiga tahun (2007-2009) yang diukur di Teluk Jakarta. Pergerakan angin di perairan Karang Lebar, Teluk Jakarta selama tiga tahun tiap bulan Juni yang ditunjukkan oleh Gambar 3. secara keseluruhan memberikan pola pergerakan yang hampir sama, yaitu: bergerak dari arah timur, mengindikasikan periode berlangsungnya musim timur (Wyrtki 1961). Kisaran kecepatan angin selama tiga tahun sebesar 0,5-5,7 m/s. Tingkat distribusi frekuensi kecepatan angin yang terjadi selama bulan Juni pada tahun 2007, 2008 dan 2009 memiliki nilai kisaran persentase penyebaran frekuensi yang berbedabeda. Persentase distribusi frekuensi kecepatan angin tahun 2007 yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara terbagi menjadi tiga kategori: 0,5-2,1 m/s (33,3%); 2,1-3,6 m/s (37,8%) dan 3,6-5,7 m/s (28,9%). Kecepatan angin dominan di perairan Teluk Jakarta pada bulan Juni 2007 adalah 2,1-3,6 m/s.
25
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Gambar 3. Pola Pergerakan Angin Bulan Juni Selama Tiga Tahun di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara
27
Tahun 2008 penyebaran frekuensi kecepatan angin yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara dapat dilihat berdasarkan persentase kecepatan angin yang dibagi menjadi empat kategori: Tenang (4,4%); 0,5-2,1 m/s (33,3%); 2,1-3,6 m/s (53,3%) dan 3,6-5,7 m/s (8,9%). Dominan kecepatan angin di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara pada bulan Juni 2008 adalah 2,1-3,6 m/s diatas 50%. Hanya pada tahun 2008 kecepatan angin yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara mengalami kondisi kecepatan angin yang tenang. Kondisi angin pada tahun 2009 yang terjadi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 0,5-2,1 m/s (31,1%); 2,1-3,6 m/s (60,0%) dan 3,6-5,7 m/s (8,9%). Kecepatan angin di Teluk Jakarta, yang dominan (60%) pada bulan Juni 2008 adalah 2,1-3,6 m/s. Pada penelitian ini, kategori kecepatan angin dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) Tenang (0-<3,6 m/s); (2) Lambat (3,6-<5,7 m/s); (3) Cepat (5,7-<11,1 m/s) dan (4) Sangat Cepat (≥ 11,1 m/s). Berdasarkan kategori tersebut, kecepatan angin yang berhembus di perairan Teluk Jakarta tergolong angin yang tenang hingga lambat, sehingga aman untuk melakukan aktifitas di perairan. Berdasarkan skala Beaufort dengan dominan kecepatan angin 2,1-3,6 m/s mampu membangkitkan gelombang air laut dengan tinggi gelombang mencapai 0,15 m. Angin yang berhembus dengan kecepatan 2,1-3,6 m/s menghasilkan kondisi perairan dengan skala gelombang kecil dan di puncak gelombang tidak terdapat buih. Hal ini menunjukkan bahwa daerah perairan Teluk Jakarta dan sekitar Kepulauan Seribu memiliki pola distribusi angin konstan dan tidak berbahaya untuk aktifitas masyarakat pesisir, bahkan tidak merusak ekosistem yang berada di perairan dangkal.
28
4.2
Karakteristik Hidrodinamika
4.2.1 Kondisi Gelombang Permukaan berdasarkan Frekuensi dan Tinggi Angin merupakan pembangkit gelombang permukaan air laut yang efektif, sehingga dalam menentukan dinamika gelombang air laut erat kaitannya dengan karakteristik angin yang berhembus di perairan tersebut. Kondisi gelombang laut dangkal pada daerah penelitian ini di gambarkan secara umum yang diperoleh dari data Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika Maritim di Teluk Jakarta. Data mengenai kondisi hidrodinamika gelombang ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Dinamika Gelombang Permukaan Tiap Bulan Juni Pada Tahun 2007, 2008 dan 2009 di Teluk Jakarta, Jakarta Utara.
29
Dinamika gelombang yang ditunjukkan oleh Gambar 4. secara umum memberikan interpretasi yang jelas di Perairan Teluk Jakarta tiap bulan Juni selama tiga tahun (2007-2009) dengan menampilkan karakteristik ketinggian signifikan gelombang (H) dan frekuensi (f) gelombang air laut yang bergerak di perairan Teluk Jakarta. Pada umumnya dari hasil yang ditunjukkan pada Gambar 4. secara keseluruhan memiliki karakteristik pergerakan gelombang menuju timur dan tinggi gelombang rata-rata per tahun dibawah satu meter dengan frekuensi gelombang tidak melebihi 0,26 Hz. Kondisi gelombang permukaan pada bulan Juni 2007 yang dibangkitkan oleh angin bergerak menuju timur dengan ketinggian gelombang rataaan mencapai 0,47 meter. Frekuensi gelombang yang terjadi pada bulan Juni 2007 berada pada kisaran 0,2-0,25 Hz. Kondisi gelombang muka air laut pada bulan Juni 2008 memiliki arah pergerakan gelombang menuju timur dengan ketinggian maksimal hingga 0,8 meter dan rataan ketinggian gelombang muka air laut tersebut adalah 0,56 meter. Frekuensi gelombang yang berlangsung pada bulan Juni 2008 terlihat fluktuatif dan tak ada perubahan signifikan, sekitar 0,21-0,25 Hz. Gelombang permukaan bulan Juni 2009 memiliki arah dominan menuju timur dengan ketinggian maksimal 0,9 meter (rata-rata 0,4 meter) dengan frekuensi gelombang 0,21-0,26 Hz. Energi gelombang yang terjadi di perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya dapat dilihat dari parameter hasil tinggi dan frekuensi gelombang. Perubahan signifikan parameter frekuensi gelombang laut diakibatkan adanya profil kecepatan angin yang berhembus di permukaan air laut sehingga memberikan pengaruh terhadap panjang dan tinggi gelombang di perairan Teluk Jakarta.
30
Secara umum hasil dinamika gelombang selama tiga tahun yang ditunjukkan pada Gambar 4. terlihat bahwa frekuensi gelombang pada tiap harinya berbanding terbalik terhadap tinggi gelombang permukaan laut. Pada saat frekuensi rendah, tinggi gelombang permukaan mengalami peningkatan. Begitupun sebaliknya, pada saat frekuensi gelombang meningkat, tinggi gelombang permukaan pun mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi memberikan pengaruh terhadap penjalaran gelombang permukaan untuk mengalami perubahan tinggi gelombang. Menurut Komar (1976) mekanisme transfer energi yang terjadi terdiri dari dua bentuk, yaitu: Pertama, akibat adanya variasi tekanan angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang dan Kedua, transfer momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi rendah (periode tinggi dan panjang gelombang besar). Namun, pada kondisi tertentu tahun 2007 dan 2009 hubungan antara frekuensi dengan tinggi gelombang mengalami kondisi yang sama. Pada saat frekuensi meningkat, kondisi tinggi gelombang mengalami peningkatan, begitupun sebaliknya. Hal ini diakibatkan oleh kecepatan angin yang berlawanan arah dengan kecepatan gelombang yang lebih tinggi dibandingkan 2008 berdasarkan distribusi frekuensi kecepatan angin. Faktor lain yang dapat mempengaruhi fenomena terjadinya karakteristik hubungan yang berbanding lurus antara frekuensi dengan tinggi gelombang pada kondisi tertentu di Teluk Jakarta adalah kondisi pasang-surut, kedalaman dan viskositas perairan. 4.2.2 Keterkaitan Antara Gelombang dengan Kecepatan Arus Permukaan Secara keseluruhan kondisi arus permukaan air laut pada penelitian ini diukur secara in situ. Pada Gambar 5. ditampilkan hubungan kecepatan arus
31
permukaan yang diukur secara in situ dan tinggi gelombang rataan yang di ukur oleh BMKG di Teluk Jakarta secara in situ.
Gambar 5. Karakteristik Hubungan Arus dan Tinggi Gelombang Permukaan Air Laut Musim Timur di Kepulauan Seribu Data kecepatan arus dan tinggi gelombang yang terlihat pada Gambar 5 berasal dari kumpulan data perwakilan titik pengamatan tiap tahunnya yang diasumsikan bahwa daerah tersebut secara umum memberikan kondisi yang sama dengan kondisi di lokasi penelitian ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika bahwasannya kondisi angin dan gelombang masih memberikan pengaruh di lingkungan sekitar hingga radius 30 mil. Data kecepatan arus pada tahun 2008 diperoleh sesuai dengan titik pengamatan ikan dan sekaligus sebagai kalibrasi atau pembanding dengan tahun lainnya. Hasil yang ditunjukkan pada Gambar 5. terlihat bahwa kecepatan arus dan rataan tinggi gelombang tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2008. Kecepatan arus yang terjadi di Kepulauan Seribu berada pada kisaran 0,05-0,25 m/s dan
32
rataan tinggi gelombang tahunan pada kisaran 0,1-0,28 m. Menurut Sachoemar (2008) kondisi kecepatan arus pada daerah Kepulauan Seribu sebesar 5-49 cm/detik ketika posisi pasang purnama dan mencapai 4-38 cm/detik ketika posisi pasang perbani dan pada saat terjadi musim timur, tinggi gelombang air laut mencapai 0,5-1 meter dan tinggi gelombang pada musim barat mencapai 2-3 meter. Hal ini membuktikan bahwa kondisi kecepatan arus dan tinggi gelombang selama tiga tahun di perairan Kepulauan Seribu tergolong stabil. Hasil yang ditampilkan pada Gambar 5. menjelaskan bahwa pengaruh angin yang berhembus pada permukaan air laut sangat kecil terhadap arah, kecepatan arus dan tinggi gelombang permukaan yang terjadi pada tiap titik penelitian. Pada perbedaan arah angin yang ditampilkan pada Gambar 3. menunjukkan angin bergerak menuju barat dan arah gerak arus serta gelombang menuju ke arah timur sampai tenggara. Pergerakan angin mengalami peredaman oleh adanya gugusan pulau-pulau maupun daratan Pulau Jawa sehingga angin tidak memiliki kekuatan untuk mendominasi pergerakan gelombang dan pengaruh densitas memberikan kontribusi yang nyata terhadap arah arus dan gelombang. Pola gelombang yang dilihat secara tahunan, memberikan gambaran kondisi gelombang yang mempengaruhi perairan Karang Lebar secara horizontal. Namun apabila dilihat secara vertikal, kondisi umum ini akan mengalami peningkatan tinggi gelombang seiring dengan berkurangnya kedalaman suatu perairan, terutama di tiap titik lokasi penelitian. Kecepatan arus yang melintasi beberapa titik pengamatan mengalami peningkatan kecepatan berdasarkan pergerakan massa air ke arah perairan yang dangkal atau menuju tubir, seperti: APL 2007, St 2, St 6, St 3 dan St4. Sehingga hasil interaksi antara tinggi gelombang dan arus
33
permukaan air laut yang melewati daerah terumbu karang atau perairan dangkal memberikan pengaruh kontribusi yang besar dalam hal pola distribusi biotik yang terkandung di dalam perairan Kepulauan Seribu, khususnya Karang Lebar. 4.3
Ekostruktur Komunitas Ikan Terumbu
4.3.1 Biodiversitas Ikan Terumbu Ikan terumbu yang teridentifikasi di perairan Karang Lebar selama penelitian terdiri atas 110 spesies dari 25 famili (Lampiran 3.). Berdasarkan pengambilan data komunitas ikan terumbu pada sembilan titik penyelaman di Karang Lebar. Komposisi spesies yang umum ditemukan berasal dari Famili Pomacentridae, Labridae, Chaetodontidae, Caesionidae, Serranidae dan Scaridae (Gambar 6.). Menurut Adrim (1993) berdasarkan kelompok fungsionalnya, ikan terumbu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Ikan Target merupakan ikan ekonomis penting dan ditangkap untuk konsumsi,contohnya: Famili Acanthuridae, Haemulidae, Caesionidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Serranidae; (2) Ikan Indikator merupakan ikan terumbu yang mendiami daerah terumbu dan menjadi indikator kesuburan ekosistem tersebut, contohnya: Famili Balistidae, Chaetodontidae, Scaridae; (3) Ikan Mayor merupakan ikan yang sepanjang hidupnya berada di daerah karang dan cenderung bersifat teritorial, contohnya: Apogonidae, Labridae, Pomacentridae. Di lokasi penelitian, komunitas ikan terumbu yang tergolong ikan target sebanyak 25 spesies, ikan indikator sebanyak 13 spesies dan ikan mayor sebanyak 72 spesies.
34
Gambar 6. Kelimpahan Ikan Terumbu di Karang Lebar Komposisi famili terbanyak berdasarkan hasil pada Gambar 6. menunjukkan bahwa ikan Famili Pomacentridae dijumpai dominan di perairan tersebutdengan nilai 43%, Labridae 28%, Chaetodontidae 6%, masing-masing 4% pada famili Scaridae, Serranidae dan Caesionidae, Nemipteridae 3%, Pomacanthidae 1% dan famili lainnya 7%. Jika dilihat dari hasil pengamatan tersebut ikan mayor memiliki jumlah komposisi famili terbanyak di perairan Karang Lebar. Famili Pomacentridae paling banyak ditemukan di daerah karang dan patahan karang (rubble) dikarenakan ikan terumbu ini merupakan ikan yang tergolong memiliki tingkah laku teritorial, dan menetap terhadap sumber makanan dan tempat berlindung dari serangan predator. Ikan Pomacentridae tergolong ikan herbivora berdasarkan struktur jejaring makanannya. Famili Labridae merupakan salah satu ikan mayor yang banyak ditemukan setelah Pomacentridae di setiap stasiun pengamatan. Ikan ini merupakan ikan terumbu yang berada di perairan dangkal, daerah pasang surut dan terumbu karang dengan
35
ukuran yang bervariasi 5-30 cm dan tergolong ikan pemakan zooplankton, benthos dan karnivora. Spesies yang termasuk ke dalam Famili Chaetodontidae merupakan ikan pemakan alga dan hewan karang, sehingga keberadaan ikan ini sebagai tolok ukur kondisi ekosistem terumbu karang yang ada. Kelimpahan dan biomassa merupakan salah satu parameter penelitian komunitas ikan terumbu di Karang Lebar. Kelimpahan ikan terumbu menggambarkan banyaknya jumlah individu dan jumlah jenis yang ditemukan dalam suatu area. Sedangkan, biomassa sebagai pendugaan stok jenis ikan dalam suatu area di tiap stasiun penelitian berdasarkan arah pergerakan angin permukaan (leeward/windward). Adanya perbedaan proporsi kelimpahan dan biomassa ikan berdasarkan trophic level pada kondisi stasiun yang berbeda, baik di daerah leeward (daerah tanpa hembusan angin) maupun windward (daerah yang dilewati angin) yang ditunjukkan oleh Gambar 7. Secara umum ikan terumbu yang terbanyak pada semua lokasi (Windward dan Leeward) adalah ikan terumbu jenis planktivora, omnivora dan pemakan invertebrata bentik. Ikan planktivora (Famili Caesionidae, beberapa Famili Pomacentridae dan Malacanthidae) merupakan ikan yang akan memakan segala jenis plankton, baik zooplankton maupun fitoplankton. Ikan omnivora (Famili Pomacentridae) merupakan ikan yang mampu beradaptasi di lingkungan manapun karena mampu memakan segala jenis trophic level terutama di daerah yang memiliki tingkat tutupan karang yang di dominasi rubble (patahan karang), karang yang ditutupi alga dan pasir. Ikan pemakan invertebrata bentik (Famili Labridae) merupakan ikan pemakan hewan-hewan kecil yang hidup di dasar perairan, seperti: udang, bintang laut, gastropoda, alga, bivalvia.
36
Gambar 7. Profil Arus, Gelombang, Kelimpahan, dan Biomassa Ikan Terumbu Berdasarkan Trophic Level di Karang Lebar Parameter kelimpahan dan biomassa ikan terumbu memiliki perbedaan karakteristik dari hasil yang diinterpretasikan. Kondisi yang terjadi di Gambar 7.
37
merupakan perbedaan karakteristik dari parameter kelimpahan dan biomassa. Salah satu contohnya saat kondisi kelimpahan ikan planktivora di stasiun 3 tergolong tinggi, tetapi biomassa ikan planktivora di stasiun 3 tergolong sedikit. Hal ini dikarenakan oleh perhitungan parameter kelimpahan yang diinterpretasikan hanya berdasarkan jumlah individu ikan terumbu yang ditemukan, sedangkan perhitungan parameter biomassa yang diinterpretasikan berdasarkan pada jumlah individu dan panjang ikan terumbu yang ditemukan. Ikan terumbu yang tercatat pada daerah pengamatan adalah pemakan invertebrata bentik, karnivora, koralivora, detritivora, herbivora, omnivora dan planktivora. Pada umumnya daerah windward, kelimpahan ikan total terbesar adalah ikan omnivora sebesar 20.440 ind/ha. Selain omnivora, ikan terumbu yang tercatat pada daerah windward adalah planktivora (17.440 ind/ha), pemakan invertebrata bentik (7.280 ind/ha), herbivora (6.760 ind/ha), karnivora (2.240 ind/ha), koralivora (840 ind/ha), dan detritivora (440 ind/ha). Pada daerah leeward, kelimpahan ikan total terbesar adalah ikan planktivora sebesar 26880 ind/ha. Selain planktivora, ikan terumbu yang tercatat pada daerah leedward adalah omnivora (18680 ind/ha), pemakan invertebrata bentik (11600 ind/ha), herbivora (4160 ind/ha), koralivora (3240 ind/ha), karnivora (1920 ind/ha), dan detritivora (280 ind/ha). Pada daerah windward, rata-rata biomassa ikan terumbu terbesar adalah ikan planktivora sebesar 142.883 Kg/ha. Ikan terumbu yang tercatat di daerah windward adalah omnivora (68.630 Kg/ha), pemakan invertebrata bentik (110.867 Kg/ha), herbivora (63.672 Kg/ha), karnivora (108.651 Kg/ha), koralivora(5.435 ind/ha) dan detritivora(15014 ind/ha). Pada daerah leeward, rata-rata biomassa
38
ikan terbesar adalah ikan planktivora sebesar 440.448 Kg/ha. Selain planktivora, ikan terumbu yang tercatat pada daerah leedward adalah omnivora (297.390 Kg/ha), pemakan invertebrata bentik (416.882 Kg/ha), herbivora (131.189 Kg/ha), koralivora (47.116 ind/ha), karnivora (140.788 Kg/ha), dan detritivora (11.160 Kg/ha). Kondisi gelombang dan arus yang bergerak di perairan Karang Lebar memiliki ketergantungan terhadap profil batimetri yang dilewati perairan tersebut. Menurut Fulton dan Bellwood (2005) kecepatan arus dan tinggi gelombang akan mengalami peningkatan ketika pergerakan air dari profil batimetri yang dalam menuju dangkal atau tubir dan mengalami penurunan kecepatan arus dan tinggi gelombang ketika melewati daerah dangkal menuju goba. Pengaruh gelombang dan arus yang terjadi pada penelitian ini di perairan Karang Lebar mencapai kedalaman hingga 3 meter, sehingga ikan terumbu yang diamati mendapatkan pengaruh langsung dari arus dan gelombang di perairan Karang Lebar. Profil gelombang dan arus yang bergerak ke arah Timur hingga Tenggara di perairan Karang Lebar yang ditunjukkan oleh Gambar 7. memberikan pengaruh nyata terhadap jejaring makanan ikan terumbu di Karang Lebar. Kecepatan arus yang berkisar antara 0,05-0,25 m/s memberikan pengaruh terhadap karakteristik gerak renang ikan terumbu yang berbeda di tiap lapisan perairan, sehingga mempengaruhi pola makanan pada ikan terumbu tersebut. Di lapisan kolom perairan Karang Lebar, khususnya pada penelitian ini kedalaman perairan sejauh 5 m memiliki ikan terumbu yang dominan menempati daerah kolom perairan adalah ikan yang menggunakan sirip pektoral dan gabungan sirip pektoral-kaudal, sedangkan daerah lapisan substrat ikan terumbu
39
yang dominan adalah ikan yang menggunakan sirip kaudal (Fulton dan Bellwood 2005). Ikan terumbu yang menggunakan sirip pektoral dan pektoral-kaudalnya dalam mencari makanan adalah Famili Acanthuridae, Chaetodontidae, Scaridae, Labridae dan Pomacentridae, terutama ikan terumbu yang memangsa plankton. Ikan terumbu yang menggunakan sirip kaudal biasanya mencari makanan di substrat perairan, seperti ikan Famili Serranidae, Haemulidae, Caesionidae dan Lutjanidae. Pada umumnya jejaring makanan ikan terumbu yang menggunakan sirip kaudal bersifat karnivora dan planktivora. 4.3.2 Indeks Ekologi Struktu komunitas ikan terumbu di suatu kawasan dapat ditketahui dengan memperhatikan indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (C). HIstogram indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (C) untuk komunitas ikan yang terdata disajikan pada Gambar 8. Indeks keanekaragaman (H’) komunitas ikan berkisar 2,59 sampai 4,30. Nilai H’ yang tertinggi ditemukan di Stasiun 1 dan terendah terdapat di Stasiun 8. Tingginya tingkat keanekaragaman Stasiun 1 diduga dipengaruhi topografi yang berbentuk tubir sehingga kondisi gelombang serta arus yang melewati Stasiun 1 membawa unsur hara dan plankton yang dibutuhkan ikan terumbu di perairan dangkal dan Stasiun 1 merupakan daerah yang terpapar langsung oleh hembusan angin pada bulan Juni. Rendahnya nilai H’ Stasiun 8 dikarenakan kondisi topografinya terletak didaerah yang menuju laut dalam, sehingga gelombang dan arus yang melewati perairan tersebut relatif sedikit membawa unsur hara dan plankton dibandingkan stasiun penelitian lainnya.
40
Gambar 8. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) di Karang Lebar Hasil analisis terhadap indeks keseragaman di seluruh lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai antara 0,69 sampai 1,01. Nilai tertinggi indeks keseragaman ditemukan di Stasiun 1 dan nilai terendah ditemukan di Stasiun 8. Pada umumnya nilai indeks keseragaman memiliki korelasi positif terhadap indeks keanekaragaman. Hal ini dikarenakan semakin tinggi/rendah keanekaragaman, maka keseragaman spesies ikan dari kemerataan jumlah individu semakin tinggi/rendah. Hasil analisis terhadap indeks dominansi di seluruh lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai antara 0,02 sampai 0,13. Nilai tertinggi indeks dominansi ditemukan di Stasiun 8 sedangkan nilai terendah ditemukan di Stasiun 1. Nilai indeks dominansi memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan nilai indek keanekaragaman dan keseragaman. Hal ini diakibatkan spesies yang berada di Staiun 8 tergolong homogen dan tidak merata dari segi jumlah spesies sehingga mendominansi habitat tersebut.
41
4.4
Uji Statistik Deskriptif Ekostruktur Ikan Terumbu dan Hidrodinamika Permukaan di Perairan Karang Lebar Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan kondisi pergerakan
massa air yang dikaitkan dengan ikan terumbu di Karang Lebar menggunakan beberapa pendekatan metode deskriptif, antara lain: indeks Kesamaan Bray-Curtis serta Cluster Analysis dan Analisis Koresponden (Correspondence Analysis). 4.4.1 Pengelompokkan Komunitas Ikan Terumbu Karakteristik yang menjabarkan ekostruktur ikan terumbu di perairan Karang Lebar dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: aspek lokasi penelitian dan aspek famili ikan yang ada di dalam perairan tersebut. Karakteristik kesamaan berdasarkan famili ditunjukkan pada Gambar 9., sedangkan karakteristik kesamaan berdasarkan lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 10. Hasil analisis koefisien kesamaan Bray-Curtis dan kluster pada grafik dendogram dengan pemotongan skala 0,51 yang menghasilkan 10 kelompok famili yang dihasilkan oleh analisis perhitungan indeks Bray-Curtis di Sub Bab 3.4.2 yang menghasilkan memiliki kesamaan karakteristik pada Gambar 9. a.
Kelompok Ikan Terumbu 1 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Holocentridae.
Genus ikan yang termasuk Famili Holocentridae adalah Sargocentron dan Myripristis. b.
Kelompok Ikan Terumbu 2 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Famili
Synodontidae. Genus ikan yang termasuk Famili Synodontidae adalah Synodus.
Gambar 9. Dendogram Pengelompokkan Berdasarkan Famili Ikan Terumbu di Perairan Karang Lebar
43
c.
Kelompok Ikan Terumbu 3 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Monacanthidae
dan Siganidae. Genus ikan terumbu pada Famili Monacanthidae adalah Acreichtys dan Famili Siganidae adalah Siganus. d.
Kelompok Ikan Terumbu 4 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Pomacanthidae,
Scaridae, Serranidae, Mullidae, Nemipteridae, Chaetodontidae, Pomacentridae, Labridae, Caesionidae. Genus ikan terumbu pada kelompok 4 adalah Abudefduf, Amblyglyphidodon, Amphiprion, Bodianus, Cephalopolis, Chaetodon, Chaetodontoplus, Cheilinus, Cheiloprion, Chelmon, Clorurus, Choerodon, Chromis, Crysiptera, Cirrhilabrus, Coris, Dascyllus, Diproctacanthus, Dischitodus, Epinephelus, Gomphosus, Halichoeres, Hemyglyphidodon, Heniochus, Labroides, Neoglyphidodon, Neopomacentrus, Parupaneus, dan Thalassoma. e.
Kelompok Ikan Terumbu 5 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Lutjanidae.
Genus ikan terumbu pada Kelompok 5 adalah Lutjanus. f.
Kelompok Ikan Terumbu 6 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Gobiidae,
Cirrhitidae dan Blenniidae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 6 adalah Escenius, Paracirrhites, Meiacanthus, Istigobius, Valenciennea, Corythoicthys, dan Gnatholepis.
44
g.
Kelompok Ikan Terumbu 7 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Scorpaenidae dan
Haemulidae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 7 adalah Scorpaenopsis dan Plectorhinchus. h.
Kelompok Ikan Terumbu 8 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Apogonidae.
Genus ikan terumbu pada Kelompok 8 adalah Apogon. i.
Kelompok Ikan Terumbu 9 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Syngnathidae dan
Malacanthidae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 9 adalah Remora dan Corythoicthys. j.
Kelompok Ikan Terumbu 6 Famili ikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah Centriscidae
(Shrimphfishes), Lethrinidae dan Acanthuridae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 6 adalah Aeoliscus, Ctenochaetus dan Lethrinus. Menurut Fish Base (2004) pada umumnya Kelompok 3 berada di perairan laut dangkal di daerah terumbu karang, walaupun ada beberapa spesies ikan dari Famili Syngnathidae di daerah payau. Meskipun ikan terumbu di Kelompok 1 ini memiliki perbedaan dari segi fisiologi, Kelompok 3 memiliki ciri kesamaan yang khusus dalam hal diet, yaitu merupakan pemakan invertebrata bentik. Kelompok 4 merupakan pengelompokkan ikan terumbu terbanyak dan membentuk suatu jaring makanan di dalamnya. Hal ini dikarenakan tiap famili ikan terumbu memiliki beragam spesies yang berbeda komposisi jejaring
45
makanannya. Secara ringkas ditunjukkan pada Tabel 4. mengenai tingkatan jejaring makanan untuk tiap famili ikan dari kelompok 4. Tabel 4. Trophic Level pada Tiap Famili Ikan Terumbu di Kelompok 4 No Famili Trophic Level Pomacentridae Omnivora dan Planktivora 1 Labridae Pemakan invertebrata bentik, Planktivora dan Karnivora 2 Caesionidae Planktivora 3 Chaetodonthidae Koralivora 4 Nemipteridae Karnivora 5 Mullidae Detritivora 6 Serranidae Karnivora 7 Scaridae Herbivora dan Koralivora 8 Pomacanthidae Planktivora 9 Pada umumnya pengelompokkan famili ikan terumbu didasari oleh kebiasaan ikan terumbu, kondisi habitat, kelimpahan di alam, dan kondisi perairan. Famili ikan terumbu yang tergabung pada Kelompok 4 adalah Pomacentridae dan Labridae. Menurut Allen dan Steene (1987) bahwa kedua famili ini selalu dijumpai di tiap perairan terumbu karang, karena kedua famili tersebut memiliki sifat teritorial dan berlindung dari predator. Pengelompokkan famili Caesionidae, Chaetodonthidae, Nemipteridae, Mullidae, Serranidae, Scaridae dan Pomacanthidae didasari oleh kelimpahan spesies pada famili tersebut yang tersensus di masing-masing stasiun di Karang Lebar. Famili ikan terumbu yang tergabung pada Kelompok 7, berdasarkan jejaring makanannya tergolong sebagai pemangsa atau karnivora. Pengelompokkan famili ikan untuk Kelompok 5, 9 dan 10 secara umum tergolong ikan pemakan invertebrata bentik, planktivora dan detritivora Hasil perhitungan indeks kesamaan Bray-Curtis secara pengelompokkan berdasarkan lokasi pengamatan didapatkan skala pemotongan dendogram sebesar 0,81 yang ditampilkan pada Gambar 10, sehingga hanya stasiun 7 yang tidak
46
memiliki kesamaan karakteristik komunitas ikan terumbu. Parameter yang dianalisis untuk menakar kesamaan komunitas ikan terumbu antar lokasi ini berupa kelimpahan ikan terumbu yang dipengaruhi oleh kondisi gerak massa air di Karang Lebar. Hasil dendogram yang ditunjukkan berdasarkan nilai indeks kesamaan Bray-Curtis pada Gambar 10. memiliki beberapa kelompok yang memiliki kesamaan. Kelompok 1 merupakan kelompok yang memiliki nilai indeks kesamaan yang tinggi pada Stasiun 2 dan 9, kelompok 2 memiliki nilai indeks kesamaan di daerah stasiun 4 serta Stasiun 1, nilai indeks kesamaan kelompok 3 pada Stasiun 3 dan Stasiun 6. Stasiun 5 dan 8 memiliki kesamaan karakteristik dengan stasiun lain yang relatif kecil sehingga hampir mendekati skala pemotongan Bray-Curtis. Secara umum keterkaitan yang terjadi di tiap stasiun pada perairan Karang Lebar berdasarkan parameter massa gerak air yang merambat di perairan dangkal dan mempengaruhi habitat komunitas ikan terumbu yang secara langsung memberikan pengaruh terhadap ekostruktur famili ikan yang ditemukan di perairan Karang Lebar. Pada Tabel 5. menunjukkan kondisi perairan dangkal yang mendapatkan pengaruh langsung dari pergerakan massa air (gelombang dan arus permukaan), khususnya ekosistem terumbu karang. Karakteristik nilai indeks kesamaan pada kelompok 1 erat kaitannya dengan kondisi batimetri perairan yang memiliki karakteristik pergerakan massa air menuju ke daerah perairan yang dalam, karakteristik batimetri pada kelompok 2 hampir sama dengan kelompok 1, tetapi pada Stasiun 4 topografi batimetri yang dapat merubah energi pergerakan massa air berada di daerah tubir dan Stasiun 1 menuju laut lepas sehingga distribusi plankton, larva dan lainnya berkurang.
Gambar 10. Dendogram Pengelompokkan Lokasi Berdasarkan Tingkat Spesies Pengamatan Ikan Terumbu di Perairan Karang Lebar, Jakarta Utara
48
Kesamaan karakter pada kelompok 3 ini dapat dilihat pula berdasarkan ikan terumbu yang ditemukan. Karakteristik kelompok 1 memiliki hubungan kesamaan dengan kelompok 2, melihat dari kondisi batimetri pada kedua kelompok tersebut yaitu topografi batimetri yang dilalui gelombang dan arus timur bergerak di kondisi perairan tubir yang ke arah perairan dalam, sehingga ikan yang ditemukan relatif kecil dari segi kelimpahan. Tabel 5. Kondisi Habitat Ikan Terumbu di Karang Lebar Stasiun Kondisi Ekosistem 1 2 3
4 5
6
7 8 9
Substrat pasir yang di penuhi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori buruk, dihuni oleh makro benthik dan karang lunak, makro alga mendominasi, kompetisi ruang antara karang keras dan alga Substrat pasir yang di penuhi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, dihuni oleh karang lunak dan bentik terumbu lainnya, terjadi kompetisi ruang antara karang keras dan alga Substrat pasir yang di penuhi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori baik, dihuni oleh karang lunak dan bentik terumbu lainnya, adanya makro alga yang secara berkala akan mengalami kompetisi ruang Substrat pasir yang di penuhi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, berpotensi terjadinya kompetisi ruang antara karang keras dan alga Substrat bebatuan dan pasir ditutupi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, makro alga mendominasi serta dihuni oleh karang lunak dan bentik terumbu lainnya, berpotensi terjadinya kompetisi ruang antara karang keras dan alga Substrat bebatuan dan pasir ditutupi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, makro alga mendominasi serta dihuni oleh karang lunak dan bentik terumbu lainnya, berpotensi terjadinya kompetisi ruang antara karang keras dan alga Substrat bebatuan dan pasir ditutupi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sangat buruk, makro alga mendominasi serta dihuni oleh bentik terumbu lainnya, akibat kompetisi ruang Substrat pasir yang di penuhi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, dihuni oleh karang lunak dan bentik terumbu lainnya, terjadi kompetisi ruang antara karang keras dan alga Substrat bebatuan dan pasir yang ditutupi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, berpotensi terjadinya kompetisi ruang antara karang keras dan alga
49
4.4.2 Keterkaitan antara Komunitas Ikan Terumbu dengan Hidrodinamika Permukaan Laut Hasil analisis koresponden (Correspondence Analysis) mengenai kondisi ekostruktur ikan terumbu yang dipengaruhi pergerakan massa air berupa gelombang dan arus permukaan di perairan Karang Lebar yang ditampilkan pada Gambar 11.
Gambar 11. Analisis Koresponden Hubungan antara Gelombang dan Arus Permukaan Terhadap Ikan Terumbu di Tiap Stasiun Hasil analisis koresponden yang ditampilkan Gambar 11. menunjukkan bahwa hubungan pergerakan massa air dan indeks ekologi ikan terumbu terpusat pada dimensi 1 dan 2. Akar ciri (eigenvalue) dan ragam masing-masing sumbu adalah 0,00211 (72,69%) dan 0,00070 (23,91%) dengan informasi maksimum dari kedua dimensi tersebut sebesar 96,61%. Berdasarkan besarnya akar ciri dan ragam yang berada pada dimensi 1, kondisi keterkaitan antar parameter terhadap stasiun penelitian dapat dikaji berdasarkan sumbu x/zonal dan melihat hasil perhitungan analisis korespondensi Cos2 dimensi 1 yang berada di Lampiran 5..
50
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada dimensi 1 dapat menggambarkan tingkat keterkaitan yang erat antar parameter dalam hal memberikan kontribusi penyebaran ikan terumbu di tiap stasiunnya. Berdasarkan analisis korespondensi pada dimensi 1, parameter arus, gelombang, keanekaragaman, keseragaman, dan biomassa memberikan kontribusi yang lebih kuat di Stasiun 1, 4, 5, dan 7 dibandingkan Stasiun 2, 3, 6, 8, dan 9. Kesamaan karakter kondisi arus dan gelombang di Stasiun 1, 4, 5, dan 7 menggambarkan kondisi habitat (bentik terumbu) dengan kategori sedang sampai sangat buruk, sehingga secara umum mampu mengubah struktur penyebaran biomassa ikan terumbu yang berada di Stasiun 1, 4, 5, dan 7 lebih rendah dibandingkan Stasiun 2, 3, 6, 8, dan 9. Secara umum nilai keanekaragaman dan keseragaman di Stasiun 1, 4, 5, dan 7 lebih besar dibandingkan Stasiun 2, 3, 6, 8, dan 9. Parameter kelimpahan dan kekayaan jenis pada dimensi 1 memberikan kontribusi yang lebih kuat di Stasiun 2, 3, 6, 8, dan 9 dibandingkan Stasiun 1, 4, 5, dan 7. Kondisi habitat (bentik terumbu) di Stasiun 2, 3, 6, 8, dan 9 tergolong sedang sampai baik, sehingga kelimpahan dan kekayaan jenis ikan terumbu yang ada lebih tinggi dengan kondisi arus dan gelombang yang dominan terpapar oleh angin dibandingkan Stasiun 1, 4, 5, dan 7. Secara keseluruhan parameter yang ada, baik parameter hidrodinamika maupun biodiversitas terhadap penyebaran ikan terumbu yang berada di tiap stasiun penelitian memiliki keterkaitan yang erat. Sehingga dengan melihat kondisi arus dan gelombang yang melewati perairan Karang Lebar para nelayan, peneliti maupun wisatawan dapat memanfaatkan komunitas ikan terumbu secara efektif dan selektifdari segi fungsional (ekologi maupun ekonomis).