ANALISIS WACANA TOLERANSI BERAGAMA PADA AKUN TWITTER @NEGATIVISME Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
AFRIZAL ROSIKHUL ILMI NIM : 1112051000017
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M
Scanned by CamScanner
ABSTRAK Afrizal Rosikhul Ilmi NIM: 1112051000017 Analisis Wacana Toleransi Beragama pada Akun Twitter @Negativisme Akun Twitter @negativisme adalah salah satu akun anonim dengan banyak followers. Cuitannya dalam Twitter cukup menarik perhatian para pengguna. Bahasa satir sebagai ciri khas seorang penyair menjadi caranya untuk menyampaikan pesan, bahkan tidak jarang juga ia menggunakan bahasa yang vulgar. Akun @negativisme rutin membuat catatan mingguan setiap hari Jumat dengan menggunakan tanda pagar Prakhotbah. Catatan tersebut sudah dimulai sejak tahun 2013. Catatan-catatan tersebut memiliki kecenderungan pembahasan. Yakni tentang kebhinekaan, persamaan ras dan toleransi antarumat beragama. Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan mayornya adalah bagaimana wacana toleransi beragama pada catatan Prakhotbah dilihat dari segi teks? Kemudian pertanyaan minornya adalah bagaimana wacana toleransi beragama pada catatan Prakhotbah dilihat dari segi kognisi sosial? Dan bagaimana wacana toleransi beragama pada catatan Prakhotbah dilihat dari segi konteks sosial? Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan paradigma kritis. Kemudian metode penelitian yang digunakan adalah analisis wacana Teun A. Van Dijk. Analisis wacana Van Dijk membagi analisis wacana menjadi tiga bagian, yaitu level teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi teks, yakni catatan-catatan yang rutin dibuat @negativisme pada media sosial Twitter, dan wawancara kepada pemilik akun. Penelitian ini menemukan bahwa Herman Rhadeya adalah orang yang berada di baik akun @negativisme dan dalam catatan mingguan Prakhotbah, Herman lebih dominan membahas tentang kebhinekaan, persamaan ras dan toleransi beragama. Pembahasan tentang hal tersebut menjadi hal utama Herman membuat akun @negativisme, dengan tujuan untuk menyadarkan seluruh lapisan masyarakat khususnya kelompok radikal yang merusak persatuan dan kesatuan Indonesia. Selain itu Herman resah melihat realita bahwa banyak tindak kerusuhan yang dilatarbelakangi urusan agama. Semua keresahan yang dirasakan Herman, dituangkan dalam catatan mingguan Prakhotbah seperti pada judul Duo Mulia, Berbalas, dan Purwakarta Untuk Indonesia. Pada level teks terdapat tiga tema besar yang berkaitan dengan wacana toleransi beragama, yaitu; Menghargai Kebebasan Eksistensial Agama, Menerima Perbedaan, dan Etika Antar Umat Beragama. Dilihat dari segi kognisi sosial, ditemukan bahwa Herman memiliki pemahaman bahwa setiap penganut agama harus memiliki sifat toleran. Selanjutnya dari segi konteks sosial ditemukan bahwa kehidupan bertoleransi di Indonesia sedang mengalami penurunan, terutama dalam aktifitas di sosial media. Kesimpulannya, catatan mingguan Prakhotbah syarat dengan wacana toleransi beragama. Hal tersebut tergambar dalam teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Keywords: Prakhotbah, Akun anonim, wacana, toleransi beragama dan kelompok radikal. i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas nikmat dan karuniaNya penelitian skripsi ini dapat berjalan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shala wat serta salam juga tidak lupa peneliti jujungkan kepada nabi besar Muhammad SAW.
Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh peneliti saat menyelesaikan skripsi ini. Peneliti tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga mendapatkan pelajaran bahwa tidak ada kesuksesan tanpa usaha dan kerja keras. Selain itu, peneliti menjadi lebih terbuka dalam berpikir baha Islam adalah agama yang begitu menjunjung tinggi perbedaan serta penuh cinta kepada seluruh manusia. Penelitian skripsi ini tentu memiliki beragam tantangan dalam pengerjannya. Namun, dengan adanya dukungan dan semangat dari berbagi pihak, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Orangtua tercinta, Yuyun & Siti Aminah yang sangat luar biasa memerjuangkan peneliti untuk bisa meraih pendidikan setinggitingginya, memberikan kasih sayang dan do’a yang tak terhingga sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik serta Adik tercinta Nadia Putriu Khaifa yang menjadi salah satu alasan agar peneliti tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi 2. Dr. H. Arief Subhan, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu dak wah dan Ilmu Komunikasi.
3. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D sebagai Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah M.A sebagai Wakil Dekan II, dan Dr. Suhaimi M.Si sebagai Wakil Dekan III,
ii
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Masran, M.A. sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
5. Drs. Rulli Nasrullah M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah begitu bijaksana memberikan ilmunya kepada peneliti di tengah kesibukan yang padat, serta membimbing peneliti dengan sabar agar skripsi ini selesai dengan baik dan juga manfaat.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mengajari dan memberi Ilmu kepada peneliti. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau sikap yang menyinggung selama perkuliahan.
7. Seluruh karyawan dan staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta pengelola perpustakaan yang telah memberikan layanan yang baik kepada peneliti.
8. Pemilik akun twitter @negativisme, Herman Rhadea yang telah bersedia membantu peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini di tengah kesibukan yang sangat padat. 9. Khuwairul Jimmy (Alm) “uyuy” yang telah memberikan banyak pengalaman, pengetahuan serta menitipkan cita dan cerita yang tidak tergantikan, semoga melalui skripsi ini menjadi sutau kebanggaan bersama. Semoga Allah SWT memberikan tempat terindah di alam sana. 10. Sahabat Autis Agita Surya Pertiwi, Firdha Muftiha, Rizkika Utami, Ajeng Eka NKP Abitu Rohmansyah, Ahmad Budi Setiawan(Achiw), Isna Rifka, Deby Novia, Gustaf Maulana, M kasyif Fuad dan Ahmad iii
Miftahudin, Ramdhan Hidayat yang selalu ada dalam suka dan duka serta memberikan canda tawa juga kebahagiaan kepada peneliti.
11. KKN SIAP Arlia Sari Artana, Haryati Indah, Agita Surya, Isna Rifka, Dewi Nuraini, Ari Permana, Aditya Saputra, Muhammad Zainuddin, Reza Pakhlevi, Rizky Abdullah, Abdurrahman, dan Ajeng Eka NKP yang bersama-sama mengabdi di Desa Pekayon dan menjadi keluarga baru selama satu bulan lamanya. 12. Teman-teman Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) Rahma Sari, Agustina Permatasari, Irfan Ma’ruf, Tanto Fadly, Muhammad Zikri, Agita Surya, Rendy Iskandar, Melky Amirus Soleh, Khoriroh Maknunah, Ajeng Eka NKP, Alfani Roosy, Deni Hidayat yang telah bersama belajar dan berproses bagaimana menjadi jurnalis sejati. 13. Sahabat shalawat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menginspirasi tidak hanya dalam ilmu dunia tapi juga akhirat. 14. Keluarga
Besar
HMJ
KPI,
DEMA
FIDKOM,
dan
HMI
KOMFAKDA 2012 yang menjadi tempat untuk berposes dan belajar dalam segala hal terutama organisasi. 15. Teman-teman KPI A 2012 yang menjadi tempat berbagi dan belajar di dalam kelas selama kuliah. 16. Semua orang yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Amal dan kebaikan kalian selalu diijabah oleh Allah SWT. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga apa yang telahpeneliti lakukan dan hasilan dapat membuahkan
iv
manfaat serta memberikan nilai kebaikan khususnya bagi peneliti maupun pembaca sekalian. Dan semoga dapat menjadi suatu amalan kebaikan dalam bidang dakwah dan komunikasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta, 07 April 2017
Afrizal Rosikhul Ilmi
v
DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii DAFTAR ISI .............................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viii BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1 B. Fokus Penelitian .................................................................................. 8 C. Rumusan Masalah ............................................................................... 8 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 9 E. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 10 F. Metodologi Penelitian ....................................................................... 13 G. Sistematika Penulisan........................................................................ 17
BAB II
LANDASAN TEORI ............................................................................. 19 A. Toleransi Beragama .......................................................................... 19 1. Pengertian Toleransi.................................................................... 19 2. Landasan Toleransi Beragama .................................................... 22 3. Unsur-unsur Toleransi Beragama ............................................... 28 4. Toleransi Beragama dalam Islam ................................................ 31 B. Wacana dalam Media Sosial Twitter ................................................ 33 1. Pengertian Wacana ...................................................................... 33 2. Pengertian Media Sosial.............................................................. 35 3. Twitter ......................................................................................... 45 C. Analisis Wacana ................................................................................ 48 vi
1. Pengertian Analisis Wacana ........................................................ 48 2. Analisis Wacana Teun A. Van Dijk ............................................ 52 BAB III
GAMBARAN UMUM........................................................................... 58 Akun Negativisme ................................................................................... 58
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA ..................................................... 65 A. Temuan Penelitian............................................................................. 65 B. Analisis Data ..................................................................................... 66 1. Analisis Teks Prakhotbah ............................................................ 66 2. Analisis Kognisi Sosial ............................................................. 105 3. Analisis Konteks Sosial............................................................. 110 C. Interpretasi....................................................................................... 112
BAB V
PENUTUP ............................................................................................ 114 A. Kesimpulan ..................................................................................... 114 B. Saran................................................................................................ 116
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 118 LAMPIRAN ............................................................................................................ 122
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Contoh cuitan akun @negativisme.......................................................4 Gambar 2.1 Letak Esoterisme dan Elsoterisme .....................................................30 Gambar 3.1 Tampilan Profil Akun Twitter @Negativisme ...................................58 Gambar 3.2 Contoh Konten Cuitan Akun @Negativisme .....................................60 Gambar 3.3 Tampilan Profil Akun Instagram @Negativisme ...............................62 Gambar 3.4 Tampilan Profil Akun Kaskus @Negativisme ...................................63 Gambar 4.1 PraKhotbah 203: "Duo Mulia" ...........................................................69 Gambar 4.2 PraKhotbah 207 : Purwakarta untuk Indonesia ..................................70 Gambar 4.3 PraKhotbah 203: "Duo Mulia" ...........................................................74 Gambar 4.4 PraKhotbah 204: Berbalas..................................................................75 Gambar 4.5 PraKhotbah 204: Berbalas..................................................................77 Gambar 4.6 Lead pada judul “Duo Mulia” ............................................................80 Gambar 4.7 Bait ke-1 pada judul “Duo Mulia” .....................................................82 Gambar 4.8 Bait ke-2 pada judul “Duo Mulia” .....................................................83 Gambar 4.9 Bait ke-3 pada judul “Duo Mulia” .....................................................83 Gambar 4.10 Bagian terpenting pada judul “Duo Mulia”......................................84 Gambar 4.11 Bagian terakhir pada judul “Duo Mulia” .........................................85 Gambar 4.12 Lead pada judul “Berbalas”..............................................................87 Gambar 4.13 Bait ke-1 pada judul “Berbalas” .......................................................88 Gambar 4.14 Bait ke-2 pada judul “Berbalas” .......................................................88 Gambar 4.15 Bagian terpenting pada judul “Berbalas” .........................................90 Gambar 4.16 Bagian terakhir pada judul “Berbalas” .............................................91 Gambar 4.17 Lead pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia” ..............................92 Gambar 4.18 Bait ke-1 pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia” .......................93 Gambar 4.19 Bait ke-2 pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia” .......................94 Gambar 4.20 Bagian terpenting pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia” .........95 Gambar 4.21 Bagian terakhir pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia” .............96
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sosial media Twitter, terdapat salah satu akun Twitter yang mampu menarik perhatian karena memiliki materi dan cara penyampaian (metode yang digunakannya) yang unik adalah akun @negativisme. Akun tersebut adalah akun anonim, yang mana tidak ada satupun yang tahu siapa sebenarnya orang dibalik akun tersebut. Keunikannya dalam berdakwah adalah dengan gaya satir dan bahasa yang santai atau bahkan cukup sarkastis. Metode seperti itu membuat akun tersebut berhasil mendapatkan banyak perhatian dari para pengguna Twitter. Saat ini akun tersebut diikuti oleh 118.000 pengguna Twitter. Akun tersebut juga giat memposting catatan mingguan setiap sebelum Shalat Jumat dengan Tanda Pagar (Tagar) #PraKhotbah sejak tahun 2013. Isi dari catatan tersebut tidak terlepas dari situasi nasional yang sedang terjadi di Indonesia. Kumpulan catatan tersebut juga diposting melalui media sosial lain seperti KASKUS, Facebook, dan juga Instagram oleh akun dengan nama yang sama yaitu @negativisme, juga dengan menggunakan Tagar yang sama. Di bawah ini adalah contoh cuitan dari akun @negativisme: Gambar 1.1 Contoh cuitan akun @negativisme
1
2
Maraknya penggunaan internet dalam kehidupan sehari-hari merupakan fenomena baru yang terjadi pada abad-21. Internet menyediakan fasilitas seperti mailing list, web dan berbagai macam jejaring sosial, seperti facebook, twitter, BBM, Line, instagram dan lain sebagainya yang sudah terintegrasi dengan aplikasi
pada mobile phone, hal ini merupakan indikasi betapa pesatnya
perkembangan media siber. Bagi umat Islam, keberadaan fasilitas tersebut membuka
peluang
besar
aktifitas
dakwah.
Pilihan
dakwah
dengan
mengedepankan pendekatan akomodatif terhadap perkembangan teknologi sesungguhnya sejalan dengan semangat penyebarluasan agama Islam.1 Jaringan internet yang begitu luas dan menjangkau hampir ke-seluruh penjuru dunia ini, dapat dijadikan alat yang sangat membantu umat Islam untuk menyebarkan ajarannya. Podium-podium yang bisa digunakan untuk menyerukan dakwah Islam telah bertebaran dimana-mana, melalui jaringan internet dakwah dapat dilaksanakan lebih efektif, efisien dan berpotensi besar keberhasilannya. Hal ini dikarenakan internet memiliki kelebihan sebagai berikut; 1. Mampu menembus batas ruang dan waktu dengan biaya yang relatif murah. 2. Melalui internet masyarakat bebas memilih materi dakwah yang diminati.
1
Prof. Dr. Asep Saeful Muhtadi. Komunikasi Dakwah (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012) h. 61
3
3. Cara penyampaiannya bervariasi, sehingga dakwah bisa menjangkau segmen yang luas. 2 Fenomena
penggunaan internet
memberikan peluang besar bagi
terlaksananya tanggung jawab dakwah yang dibebankan kepada setiap muslim. Melalui internet hubungan antar individu masyarakat dapat berjalan dengan mudah tanpa dibatasi ruang dan waktu. Internet memberikan ruang yang universal sebagai sarana konektivitas antar individu, berbagi informasi dan saling menuangkan gagasan. Para pengguna internet akan saling berinteraksi dan bertukar pikiran sehingga dapat membentuk sebuah masyarakat informasi global yang cerdas. Sehubungan dengan aktifitas keagamaan melalui internet, dapat dikatakan bahwa dalam dunia siber derajat seorang pemuka agama tidaklah berbeda dengan derajat para pengikutnya. Kajian-kajian tentang keagamaan tidak lagi dilakukan dengan cara-cara formal, dimana pemuka agama menjadi pusat di antara para pengikutnya. Dalam dunia siber setiap orang bebas bertanya dan menyampaikan pendapat masing-masing sesuai dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya dan akan membuat proses pertukaran pikiran berjalan dengan baik tanpa adanya batasan-batasan formal. Komunikasi yang terjadi bersifat desentral, tidak lagi berjalan satu arah atau hanya dari pemuka agama kepada para pengikut saja. Pemahaman yang masuk akal lebih dapat diterima oleh para pengikutnya, ini akan lebih mencerdaskan pemeluk agama dengan pemahaman yang tuntas. 3
2
Drs. Zulkarimein Nasution, M.A. Perkembangan Teknologi Komunikasi (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008) h. 4.24 3 Jeff Zaleski, Spiritiualitas Cyberspace: Bagaimana Teknologi Komputer Mempengaruhi Keberagamaan Kita (Bandung: Mizan, 1999) h. 27
4
Kenyataannya adalah bahwa kemajuan teknologi memberikan ruang terbuka bagi siapa saja yang ingin melaksanakan aktifitas dakwah. Dakwah bisa dilakukan oleh setiap muslim yang ingin berbagi pengetahuan yang dimilikinya tentang Islam. Selain itu, dalam Islam, dakwah bukan hanya kewenangan para pemuka agama, melainkan tanggung jawab seluruh umat Islam. Kemunculan internet mempermudah umat Islam untuk melaksanakan tugasnya, yaitu menyampaikan pesan dakwah walau hanya satu ayat. Setiap muslim yang mengerti cara menggunakan internet dapat memanfaatkannya untuk berdakwah sesuai dengan perintah Rasulullah SAW. Dengan memanfaatkan media online, netizen memiliki peluang yang sama untuk berdakwah melalui berbagai konten, mulai dari gambar, video, atau sekedar tulisan. Internet memperluas jangkauan dakwah walau hanya dengan duduk di tempat masing-masing tanpa harus beranjak keluar rumah dan mencari sasaran dakwah. Semakin banyak peminat atas konten yang disebarkan maka semakin besar juga peluang pengaruhnya, tentu saja hal ini berkaitan dengan pendekatan yang dilakukan untuk menyampaikan materi atau konten dakwah.4 Twitter adalah salah satu media sosial populer yang banyak digunakan oleh pengguna internet. Tingginya popularitas Twitter menjadikan layanan ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam berbagai aspek, misalnya sebagai
penyebar
informasi,
sarana
protes,
kampanye
politik,
sarana
pembelajaran, dan juga sebagai sarana dakwah. Penggunaan kicauan pada twitter memang terbatas pada 140 karakter, tapi para pengguna bisa mengatasinya dengan
4
Ali Aziz, Ilmu Dakwah: (Jakarta: Kencana, 2009) h. 2
5
„kultwit‟ (kicauan yang bersambung). Dengan demikian, penyampaian materi dapat dilakukan secara tuntas. Aktifitas dakwah bisa dilakukan melalui tulisan, lisan, dan perbuatan, hal inilah yang kemudian memperluas kategori pendakwah. Maka, penulis keislaman, penceramah islam, mubaligh, guru mengaji, pengelola panti asuhan islam dan sejenisnya termasuk pendakwah. Oleh karena itu, dengan memiliki akun Twitter dan berdakwah di dalamnya, baik dengan kicauan-kicauan atau dengan gambar dan video, maka orang tersebut sudah dikategorikan sebagai pendakwah. Dari pengertiannya, pendakwah adalah orang mukmin yang menjadikan Islam sebagai agamanya, Al-Quran sebagai pedomannya, Nabi Muhammad Rasulullah SAW. sebagai pemimpin dan teladan baginya. Dari segi keahlian yang dimiliki, Toto Tasmara menyebutkan juga dua macam pendakwah: 1. Secara umum adalah setiap muslim yang mukalaf (sudah dewasa). Kewajiban dakwah kepada setiap muslim sebagai realisasi perintah Rasulullah SAW. untuk menyampaikan Islam kepada semua orang. 2. Secara khusus adalah muslim yang telah mengambil spasialisasi di bidang agama Islam, yaitu ulama dan sebagainya. 5 Oleh karena itu, setiap muslim yang sudah dewasa memiliki kewajiban untuk berdakwah. Hal itu sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. untuk menyebarkan agama Islam yang berbunyi:
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)6
5 6
Ali Aziz, Ilmu Dakwah: (Jakarta: Kencana, 2009) h. 216 www.hisbah.net diakses pada Rabu, 25 Januari 2017 pukul 14.32 WIB
6
Selain itu, pendakwah juga harus memiliki strategi dalam menyampaikan ajaran atau ilmu yang ingin disebarkan agar ilmu tersebut dapat diterima dengan baik dan memberikan dampak positif bagi yang mendengar, melihat atau membacanya. Oleh karema itu, ajaran yang benar dan baik haruslah disebarkan dengan cara yang baik pula. Sebagaimana pepatah arab mengatakan: الطريقة اه ّم من الما ّدة “Teknik lebih penting daripada materinya.” 7 Tidak sedikit ajaran yang sesat tetapi memperoleh respons yang luar biasa, karena disampaikan dengan kemasan yang menarik dan dengan cara yang menyenangkan. Ini menggambarkan bahwa pelayanan lebih strategis dari pada produk. Bisa dikatakan bahwa metode lebih penting daripada pesannya. Selain dari metode yang digunakan akun tersebut dalam berdakwah, hal menarik lain adalah tentang aktifitas dakwah dengan menggunakan akun anonim seperti ini, yang mana tanpa harus dikenal oleh orang banyak, bahkan tanpa pamrih, dia tetap melakukan hal tersebut dengan rutin setiap minggu menjelang pelaksanaan sholat Jumat. Kicauan akun @negativisme selalu ditunggu oleh para followers, karena besar kemungkinan kicauan tersebut dirasa cukup mewakili keresahan para followers atas situasi sekitar. Dari kicauan tersebut, sang pemilik akun dapat mengundang berbagai macam komentar, baik yang pro maupun kontra. Berkaitan dengan proses pertukaran informasi, hal seperti inilah yang dapat menambah khazanah pengetahuan para followers, dimana sang da‟i mungkin tidak selalu benar dan memiliki pemahaman yang masih perlu diluruskan.
7
Ali Aziz, Ilmu Dakwah: (Jakarta: Kencana, 2009) h. 345
7
Akun tersebut mengicaukan apa saja, mulai dari kritik terhadap situasi sosial agama, budaya, maupun politk. Namun, akun tersebut terlihat lebih konsisten dalam menyuarakan toleransi dalam beragama. Kritik akun tersebut sangat tajam terhadap umat beragama yang tidak toleran, khususnya terhadap golongan umat Islam yang selalu merasa paling benar. Melihat banyaknya peristiwa kerusuhan yang terjadi dengan latar belakang agama membuat sang pemilik akun gerah dan menganggap golongan tersebut menyimpang dari apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. dalam proses penyebaran agama Islam. Bagi pemilik akun Negativisme, keberadaan kelompok radikal malah akan mendiskreditkan Islam dari pandangan khalayak. Salah satu aktifitas yang dilakukan akun @negativisme adalah menulis catatan mingguan setiap sebelum shalat Jumat dan diberi nama #PraKhotbah, aktifitas tersebut sudah dimulai sejak tahun 2013. Artinya, ada sekitar 207 catatan mingguan. Seperti yang disampaikan di atas bahwa catatan tersebut adalah tentang berbagai hal dan situasi yang terjadi di Indonesia ini. Namun tentunya dalam penelitian ini tidak akan meneliti seluruh catatan mingguan tersebut, melainkan dibatasi hanya pada catatan mingguan yang dibuat dalam dua bulan terakhir. Hal tersebut dilakukan penulis untuk menjaga aktualitas dan kebaruan informasi yang masih hangat dan pantas untuk dibahas. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan menganalisis wacana toleransi dalam beragama yang dilakukan akun @negativisme pada Tagar #PraKhotbah. Untuk itu, penulis memberi judul ”ANALISIS WACANA TOLERANSI BERAGAMA PADA AKUN TWITTER @NEGATIVISME.”
8
B. Fokus Penelitian Untuk menghindari meluasnya pembahasan, maka ruang lingkup yang akan diteliti dibatasi pada bahasan tentang toleransi dalam beragama yang terdapat pada masing-masing catatan mingguan akun @negativisme dengan Tagar #Prakhotbah yang ada pada bulan Desember 2016 – Januari 2017. Hal ini dikarenakan isu pada dua bulan tersebut masih terbilang hangat dari pada bulanbulan sebelumnya. Terdapat 7 (tujuh) catatan mingguan yang dibuat oleh akun @negativisme pada bulan Desember 2016 – Januari 2017. Dan terdapat 3 (tiga) judul yang membahas tentang toleransi dalam beragama, yaitu; Duo Mulia, Berbalas dan Purwakarta Untuk Indonesia. Selain itu, penelitian yang dilakukan dibatasi dengan model analisis wacana Teun A. Van Dijk (Critical Discourse Analysis) yang membahas tentang tiga struktur dalam suatu teks, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro, serta dilihat dari level kognisi sosial dan konteks sosial. C. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari analisis Teks yang terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme? 2. Bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari Kognisi sosial yang terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme? 3. Bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari Konteks sosial yang terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme?
9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari analisis Teks yang terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme. b. Untuk mengetahui bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari analisis Teks yang terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme. c. Untuk mengetahui bagaimana wacana toleransi beragama dilihat dari Konteks sosial yang terdapat dalam #Prakhotbah akun @negativisme. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : a. Manfaat Akademis Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memperkaya literaturliteratur tentang kajian analisis wacana terutama analisis wacana terhadap catatan mingguan pada Twitter, sehingga secara umum dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi kajian komunikasi penyiaran Islam. b. Manfaat Praktis Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi praktisi dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan dakwah dapat menyiarkan nilai-nilai pada ajaran Islam dengan cara yang sesuai. Dan dapat membuka pandangan audiens dalam memaknai pesan yang
10
terkandung
dalam
catatan
mingguan
akun
@negativisme
pada
#PraKhotbah. E. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka digunakan untuk menghindari adanya kesamaan judul, objek, pembahasan dalam proses penyusunan skripsi. Penelitian mengenai Analisis Wacana yang diangkat mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi cukup bervariatif, baik tema maupun objek penelitiannya, yaitu : 1.
Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis Album Musik 32 Karya Pandji Pragiwaksono). Skripsi ini di tulis oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Muharram Yuliansyah. Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana musik bisa menjadi media komunikasi untuk menyampaikan sesuatu yang ada di benak sang musisi, dalam hal ini peneliti menguraikan bagaimana kritik dan kegelisahan atas situasi nasional dikemas dan disuarakan melalui musik. Dalam penelitian ini, Muharram Yuliansyah melakukan analisis wacana kritis dengan menggunakan model Van
Dijk, hal yang menarik dari penelitian ini adalah objek kajian yang berupa sebuah album yang dibuat oleh salah
satu aktivis 98 yang juga berprofesi sebagai penulis dan stand up comedian, yaitu Panji Pragiwaksono memiliki
gagasan yang menarik dan pandangan yang luas atas kondisi sosial masyarakat Indonesia. Menyadari hal itu,
maka Muharram Yuliansyah berusaha membuktikan bahwa terdapat kritik sosial terhadap pemerintah yang
berkuasa selama 32 tahun. Tema-tema perlawanan dapat ditemukan pada bagian analisis Teks, kemudian untuk
mengetahui bagaimana keadaan Pandji saat teks/wacana ini dibuat dapat dilihat pada bagian analisis kognisi
11
sosial, yang terkahir adalah analisis konteks sosial yang menjeleaskan bagaimana keadaan masyarakat pada saat
teks/wacana tersebut dibuat.8
2. Kritik Sosial Kepemimpinan Dan Perubahan Sosial Pada Naskah Demonstran Karya N. Riantiarno (Studi Analisis Wacana Kritis). Skripsi ini di tulis oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Tri Amrullah. Skripsi ini mengupas wacana kritik dari sebuah karya seni yang berbentuk drama dari Teater Koma pada naskah “Demonstran”, peneliti melihat bahwa keberadaan seni tersebut tidak bisa hanya dilihat melalui satu aspek saja (sekedar hiburan semata), melainkan ada nilai-nilai yang perlu digali lebih dalam lagi dari naskah tersebut, dimana terdapat kritik yang tajam di dalamnya. Pada naskah yang berjudul “Demonstran” yang dimainkan dalam sebuah festival teater ini membuat Tri tertarik untuk menelitinya, dalam hal ini Tri berusaha membuktikan bahwa setiap karya sangatlah bernilai, dan jika dipahami lebih jauh lagi, maka akan ditemukan pesan tersirat di dalamnya. Dalam hal ini, Tri membuktikan bahwa terdapat kritik atas kepemimpinan yang terkandung di dalam naskah tersebut. Dengan menggunakan analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk, Tri dapat menemukan bahwa dari segi teks, kognisis sosial, dan konteks sosial terdapat wacana kritik dalam naskah tersebut.9
8
Muharam Yuliansyah, Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis Album Musik 32 Karya Pandji Pragiwaksono), (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2015) 9 Tri Amrullah, Kritik Sosial Kepemimpinan Dan Perubahan Sosial Pada Naskah Demonstran Karya N. Riantiarno (Studi Analisis Wacana Kritis), (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2014)
12
3. Analisis Wacana Perlawanan Korupsi Dalam Film Selamat Siang, Risa!! Karya Ine Febrianti. Skripsi ini ditulis oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Muhammad Iman Saputra. Skripsi ini menganalisa tentang wacana perlawanan terhadap korupsi yang dilakukan Ine Febrianti melalui film “Selamat Siang, Risa!!”, Iman menemukan bahwa sebagai sebuah karya film, seseorang dapat menyampaikan pesan-pesan yang tidak kalah penting dengan pesan-pesan melalui buku karya ilmiah, dalam hal ini Iman menemukan bahwa film karya Ine tersebut memiliki wacana perlawanan terhadap korupsi mulai dari analisis terhadap teks, konteks sosial, maupun kognisi sosial. Dalam penelitian ini, Iman menggunakan analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk, yang mana pada model analisis wacana tersebut, penelitian tidak dilakukan hanya sebatas pada teks, melainkan juga kognisi sosial dan konteks sosial. Iman menemukan bahwa terdapat nilai-nilai potisif dalam film ini yang dapat menggugah masyarakat agar selalu menanamkan sikap kejujuran. Selain itu, kasus suap-menyuap yang diangkat dalam film tersebut hanya bisa dihentikan jika disadari oleh setiap Individu.10 4. Analisis Wacana Pesan Toleransi Antarumat Beragama dalam Novel AyatAyat Cinta 2, karya Habiburrahman El-Shirazy. Skripsi ini ditulis oleh mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Ricca Junia Ilprima. Dalam skripsi ini, 10
Muhammad Iman Saputra, “Analisis Wacana Perlawanan Korupsi Dalam Film Selamat Siang, Risa!! Karya Ine Febrianti”, (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2016)
13
Ricca berusaha menganalisa wacana toleransi antarumat beragama yang terkandung dalam film Ayat-ayat Cinta 2 dengan menggunakan analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk. Dalam penelitian tersebut, yang mana terdapat tiga tahap analisis yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial, Ricca menemukan bahwa terdapat empat chapter yang memiliki pesan toleransi antarumat beragama pada analisis teks, kemudian pada bagian kognisis sosial Ricca menemukan bahwa penulis novel (Habiburrahman El Shirazy) dipengaruhi oleh latar belakang akademisi dan nonakademisi yang pernah digeluti sebelumnya, bahwa dalam menjalani kegiatan beragama adalah hak dari setiap individu. Kemudian yang terakhir adalah bagian konteks sosial, pada konteks sosial, Ricca menemukan bahwa pembuatan novel ini berangkat dari keadaan sosial yang terdapat diskriminasi atas umat Islam di Eropa. Penemuan penelitian tersebut membuktikan bahwa novel sekalipun memiliki pesanpesan yang begitu penting di dalamnya. 11 F. Metodologi Penelitian Sebagimana penulisan karya ilmiah pada umumnya, yang mana terdapat aturan dan metode yang harus digunakan agar dapat dipertanggungjawabkan, maka pada penelitian kali ini, metodelogi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif deskriptif dan menggunakan metode analisis wacana. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis dengan menggunakan analisis wacana 11
Ricca Junia Ilprima, “Analisis Wacana Pesan Toleransi Antarumat Beragama dalam Novel Ayat-ayat Cinta 2 Karya Habiburrahman El Shirazy” (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2016)
14
model Teun A Van Dijk yang biasa disebut dengan sebutan “kognisi sosial”.12 Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari analisis isi selain kuantitatif yang dominan dan banyak digunakan dalam sebuah penelitian. Jika analisis kuantitatif lebih memfokuskan pada sisi komunikasi yang tampak (tersurat/tampak/nyata). Sedangkan untuk menjelaskan hal-hal yang tersirat (latent), misalnya ideologi apa yang ada di balik suatu berita, maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam perkembangan Ilmu Komunikasi, metode analisis isi kualitatif berkembang menjadi beberapa varian metode, analisis wacana salah satunya di samping analisis framing dan semiotik. Pretensi analisis wacana adalah pada muatan, nuansa dan makna yang latent (tersembunyi) dalam teks media.13 Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi, yaitu: Teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Menurutnya penelitiannya atas wacana tidak cukup hanya hasil dari suatu praktek produksi yang harus diamati. Bila digambarkan maka skema penelitian dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut: 14
Tabel 1.1 Skema Penelitian Teun A. Van Dijk
Struktur Teks Menganalisa bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau 12 13
Metode Struktur makro: Super struktur:
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Rosdakarya:2004) h. 73 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis : Riset Komunikasi. (Jakarta : Kencana, 2006). h.
62 14
h. 221
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta : LKis, 2001),
15
peristiwa tertentu
Struktur mikro:
Kognisi Sosial Menganalisa bagaimana peritiwa dipahami, didefinisikan dan ditafsirkan dengan memasukkan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana tertentu. (alasan penulis) Konteks Sosial Menganalisa bagaimana wacana menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. 2. Objek dan Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah pemilik akun @negativisme yaitu Herman Fuhrer, sedangkan yang menjadi objek penelitiannya adalah pesan dakwah yang terkandung dalam catatan mingguan akun tersebut pada setiap hari Jumat dengan menggunakan Tagar (Tanda Pagar) #PraKhotbah pada tahun 2016. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, tekhnik pengumpulan yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Observasi Teks Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data Research Document, yaitu analisis pada catatan mingguan #PraKhotbah oleh akun @negativisme. Sebagai metode ilmiah, observasi adalah suatu
16
cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.15 Penelitian ini melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk menganalisis makna pesan dakwah yang terdapat dalam teks tersebut. Peneliti menghimpun data-data dan literatur, baik buku-buku, internet, yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini melalui penelitian kepustakaan. Pengolahan data akan disesuaikan dengan kerangka analisis wacana model Teun A. Van Dijk, yaitu menganalisis wacana toleransi beragama dilihat dari analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Dalam dimensi teks yang diteliti adalah struktur dari teks yang masing-masing bagian saling mendukung, dalam dimensi kognisi sosial difokuskan bagaimana sebuah teks diproduksi, sedangkan konteks sosial melihat bagaimana suatu teks dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam public atas suatu wacana. Kemudian dari ketiga dimensi di atas peneliti akan melakukan interpretasi berdasarkan temuan data yang terdapat dalam teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. b. Wawancara Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan dan menguatkan data dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemilik akun @negativisme yaitu Herman Rhadeya dan juga kepada beberapa pengikut akun tersebut.
15
Sutrisno, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989), h. 192
17
4. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, kemudian diklarifikasikan sesuai pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Kemudian, dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data dengan menggunakan teknis analisis wacana kritis (critical discourse analysis) Teun A. Van Dijk. G. Sistematika Penulisan Dalam membahas suatu penelitian diperlukan sistematika penulisan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, langkah – langkah penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN, pada bab ini terdiri atas enam sub bab antar lain latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI, pada bab ini diuraikan tentang konsepkonsep dan metode penelitian dari teori yang digunakan, bab ini terdiri dari tiga sub bab, sub bab pertama yaitu toleransi beragama dan sub bab kedua yakni wacana dalam media sosial dan yang ketiga adalah analisis wacana. BAB III : GAMBARAN UMUM @NEGATIVISME, dalam bab ini akan diuraikan gambaran umum dari subjek dan objek penelitian. BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS DATA, di dalamnya akan diuraikan tentang data yang dimiliki dan hasil penelitian yang dilakukan terhadap akun twitter @negativisme dengan analisis wacana dari segi teks, kognisi sosial dan konteks sosial.
18
BAB V : PENUTUP, berisi kesimpulan yang ditutup dengan saran.
BAB II LANDASAN TEORI A. Toleransi Beragama 1. Pengertian Toleransi Secara etimologi toleransi berasal dari kata tolerare (dalam bahasa Latin) yang berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. 1 Dalam bahasa Inggris, toleransi (tolerance) berarti sikap sabar dan kelapangan dada.2 Padanan kata dalam bahasa Arab, kata toleransi biasa disebut ikhtimal atau tasamuh, yang artinya sikap membiarkan, lapang dada atau murah hati (samuha-yasmuhu-samhan).3 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” yang berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau bertentangan dengan pendiriannya.4 Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinan atau mengatur hidup dan menentukan nasib sesuai kehendak masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan sikap tersebut tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.5 Dengan demikian dapat dipahami bahwa
1
Zuhairi Miswari, Al-Qur‟an Kitab Toleransi (Jakarta: Pustaka Oasis, 2007), h. 161 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 595 3 Syahrin Harahap, Toleransi Kerukunan, (Jakarta: Prenada, 2011), h. 3 4 DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 124 5 Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu: 1979), h. 22. 2
19
20
toleransi adalah sebuah sikap dengan kebesaran hati untuk menghargai dan menghormati perbedaan keyakinan yang dianut oleh orang lain. Di bawah ini adalah pandangan beberapa tokoh tentang toleransi, khususnya tentang toleransi dalam beragama yaitu: a. Harun Nasution dalam buku “Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran” menyatakan bahwa toleransi beragama hanya akan terwujud setelah terlaksananya 5 (lima) hal berikut: Pertama, mencoba melihat kebenaran yang terdapat pada agama lain. Kedua, memperkecil perbedaan di antara agama-agama. Ketiga, menonjolkan persamaan-persamaan yang ada dalam agama-agama. Keempat, memupuk rasa persaudaraan se-Tuhan. Kelima, menjauhi praktik serang-menyerang antar-agama.6 b. Sarjuni dan Didiek dalam buku “Pengantar Studi Islam” menyatakan bahwa toleransi antar-umat beragama dapat direalisasikan dengan; Pertama, pengakuan terhadap eksistensi agama-agama lain dan pemberian hak
asasi
kepada
para
pengikutnya.
Kedua,
dalam
kehidupan
bermasyarakat antar-umat beragama menekankan sikap saling mengerti, menghormati dan menghargai. Dengan itu toleransi akan tumbuh bersama kesadaran yang terbebas dari segala macam bentuk tekanan dan hipokrisi. 7 c. Nurcholish Madjid membedakan penafsiran konsep toleransi menjadi dua macam penafsiran, penafsiran yang pertama adalah penafsiran negatif (negative interpretation of tolerance) yaitu penafsiran yang menyatakan bahwa toleransi mensyaratkan hanya cukup dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain. Sedangkan penafsiran konsep toleransi 6
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 2000), h. 275. Sarjuni dan Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h 57. 7
21
yang kedua adalah penafsiran positif (positve interpretation of tolerance), yang menyatakan bahwa toleransi membutuhkan lebih dari sekedar membiarkan. Lebih dari itu, toleransi perlu akan adanya pemberian bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang/kelompok lain. Namun, interpretasi positif ini hanya boleh terjadi dalam situasi di mana objek dari toleransi itu tidak tercela secara moral dan merupakan sesuatu yang tak dapat dihapuskan, seperti dalam kasus toleransi rasial.8 Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa toleransi dapat diartikan sebagai suatu sikap mengakui, menghormati dan menghargai suatu perbedaan yang bentuknya prinsipil seperti halnya agama, suku dan ras. Karena perbedaan-perbedaan tersebut tidak bisa dihindari dan melekat pada diri seseorang sejak ia dilahirkan. Sikap toleransi ini harus diwujudkan dalam hal kemasyarakatan atau kemaslahatan umum agar masyarakat dapat menyikapi keberagaman dan pluralitas agama, suku dan ras. Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan dada terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsipprinsip yang dipegang sendiri, yakni tanpa mengrobankan prinsip-prinsip tersebut.9 2. Landasan Toleransi Beragama Kebebasan memeluk suatu agama adalah sebagai salah satu hak yang paling essensial bagi
kehidupan manusia, karena kebebasan untuk
memilih/menentukan/memutuskan adalah sebuah hakekat manusia sebagai
8
Nurcholish Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman), (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 13. 9 H.M. Daud Ali, dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 80
22
makhluk ciptaan Allah SWT. yang diberikan akal untuk berfikir. Karenanya untuk memeluk atau meyakini kebenaran suatu agama tidak dapat dipaksakan bahkan oleh seseorang yang paling berkuasa sekalipun. Berikut ini adalah dasar-dasar yang mewajibkan kita agar memiliki sikap toleran terhadap sesama umat manusia: a. Konstitusi Indonesia adalah salah satu negara yang melindungi hak-hak penduduknya melalui konstitusi, termasuk di dalamnya adalah kebebasan beragama yang tercantun dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 pada BAB XI tentang Agama, Pasal 29 ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.10 Pasal tersebut dengan jelas menyatakan bahwa negara menjamin kebebasan penduduknya dalam memilih dan memeluk suatu agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Negara juga menjamin dan melindungi penduduknya di dalam menjalankan peribadatan menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. b. Agama 1) Agama Islam Salah satu firman Allah SWT. tentang toleransi beragama terdapat dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah ayat 256:
10
WIB.
http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 diakses pada Selasa, 25 Oktober 2016 pukul 12.51
23
ۤم ٰ ِف مََّرۡ اِۡف اِ ه لّلاف َمَم ا ِف ف َلف ااك مۡاهمف َاىف اط َِّ اف ۡۙف قم ِف تكبمي مكۡف اطُّۡش ر ِف اِ مۡف اطغمىف ۚف َم مَۡف َّكُۡرۡف اِلطَّكل رُۡ ا ٰ صل ممف طمهملف ف ف ؕف مَ ه ﴾۶۵۲﴿ ّللرف مَ اَيٌف مَِايٌف ف ف اَتمَ مس م كف اِلطعرۡ مَ اةف اط رۡث هَىف ا ْن اُ م yang artinya: “Tidak ada paksaan untuk (menganut) agama (islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat, karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”11 Dalam firman-Nya tersebut, Allah SWT. menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam menganut sebuah agama, dalam hal ini berarti agama Islam. Hal tersebut didasari dengan kenyataan bahwa sudah jelas antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Karena setiap manusia yang memilih jalan tersebut pastilah memiliki akal untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sebagaimana telah dinyatakan dalam Al-Qur‟an:
قف ِۡف ركِ رٌۡف ف َمَۡف مشلٓءف َمِيرِۡۡف كَِۡف مشلٓءف َمِيُۡرۡف ۙانك ۤلف امَتم ِنملف ط ه ِِّٰٰا اَي مۡف ف ا ا م م ا ف مَقر الف اط محـ ُّ ا م م م َف نملرًاف ۙف ام محلطمف اِ اهٌف رَ مۡا ادقرهملف ف ؕف مَااۡف َّكستم اغيُرۡاف َّرغملثرۡاف اِ مَلٓءف مكلط رَه الف َّمۡ اۡ ف اط رُۡرۡ ف همف ؕف اِۡ م ﴾۶۲﴿ اط كۡ مۡابر ف مَ مَلٓ مءِف رِۡتمُمًَلف ف yang artinya: “Dan katakanlah: “kebenaran itu datang dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir..” (QS. Al-Kahfi 18: 29)”.12 2) Agama Kristen Beberapa ayat dalam Al-Kitab milik umat Kristiani yang mengajarkan penganutnya untuk menanamkan sikap toleransi yaitu
11 12
Al-Qur‟an, Surat Al-Baqarah, Ayat 256 Al-Qur‟an, Surat Al-Kahfi, Ayat 29
24
saling
menghargai,
menghormati,
tolong-menolong
dan
lain
sebagainya adalah:13 a) Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan (Markus 12: 33) b) Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22: 39) c) Dalam tugasnya memupuk kesatuan dan cinta kasih antara manusia, malah antara bangsa-bangsa, gereja memandang terutama apa yang sama pada manusia dan yang membawa manusia kepada persamaan hidup (NA ps 2) Ayat-ayat tersebut di atas mengajarkan umat Kristiani untuk berbuat baik kepada seluruh makhluk ciptaan Allah. Karena persatuan dan kesatuan hanya akan timbul ketika manusia lebih melihat kepada kesamaan yang dimiliki dari pada mempermasalahkan perbedaan yang ada.
3) Agama Hindu Begitupun Agama Hindu mengajarkan tetang toleransi kepada umatnya, sebagaimana yang tertulis dalam sloka-sloka yang terdapat
13
http://www.alkitab.me/ diakses pada sabtu, 29 Oktober 2016 pukul 11.38 WIB.
25
dalam pustaka suci Hindu yang memerintahkan manusia untuk saling mencintai satu sama lain, sebagai berikut: a) Samo „ham sarvabhutesa, na medewsyo „sti na priyah, ye bhajanti tu mam bhaktya, mayite besu ca‟pyaham, (Bhagavadgita IX.29) Artinya: “Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk. Bagi-Ku tidak ada yang paling Aku benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi, tetapi yang berbakti kepadaku, Dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya.”14 b) Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, Aku (Brahma) memperlakukan kepercayaan mereka sama, supaya tetap teguh sejahtera (Bhagawadgita Sloka 21) Dalam ajarannya tersebut, umat Hindu diperintahkan untuk bersikap adil kepada seluruh manusia, tanpa memandang perbedaan keyakinan yang terdapat pada orang lain. Karena Brahma sekalipun tidak mempermasalahkan agama yang dianut oleh para pemeluk agama, dan Ia akan selalu bersama orang yang berbakti kepada-Nya. 4) Agama Budha a) Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu. Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk berkembang di samping menguntungkan pula orang lain. Dengan berbuat sebaliknya kita telah merugikan agama kita 14
http://dharmagupta.blogspot.co.id/2012/12/kerukunan-dan-toleransi-umat-beragama.html diakses pada Kamis, 26 Oktober 2016 pukul 23.45 WIB.
26
sendiri, di samping merugikan agama orang lain. Oleh karena itu kerukunan yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan bersedia mendengarkan ajaran yang dianut orang lain (Prasasti Kalinga No. XXII dari Raja Asoka, abad 3 SM)15 b) Kebencian tak akan berakhir apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak membenci. Inilah satu hukum abadi (Dhammapada 5)16 c) Sebagian orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka akan binasa, tetapi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini akan mengakhiri semua pertengkaran (Dhammapada 5) Sudah semestinya setiap penganut agama memiliki rasa toleransi sebagaimana diajarkan oleh pedoman yang terdapat pada agama yang dianut. Bahkan secara konstitusi, negara juga menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing. Sehingga perbedaan keyakinan tersebut tidak menjadi sebab-sebab terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Dengan adanya ajaran toleransi di setiap agama, yang mana sesuai dengan pedoman-pedoman di atas seharusnya membuat para pemeluk agama hidup damai dan tenteram. Namun tidak jarang media memberitakan gesekan, keributan, bahkan peperangan yang terjadi
15
https://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20331.0;wap diakses pada Sabtu, 29 oktober 2016 pukul 22.30 WIB 16 http://www.dhammapada.ws/ diakses pada Minggu, 30 Oktober 2016 pukul 04.35 WIB
27
dengan mengatasnamakan agama atau Tuhan. 17 Hal ini membuktikan bahwa toleransi antar umat beragama belum sepenuhnya berhasil direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dengan keberadaan masyarakat yang majemuk dan terdiri dari berbagai macam suku dan agama.18 Atas permasalahan tersebut Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa setiap agama memiliki standar kebenarannya masing-masing, yang mana setiap agama memiliki ajaran klaim eksklusif yaitu mengaku bahwa agama yang dipeluknya adalah suatu agama yang paling benar (truth claim),19 namun sayangnya jika melebar memasuki wilayah sosial hal tersebut akan meninmbulkan sikap saling menghakimi. Frithjof Schuon dalam bukunya “Mencari Titik Temu AgamaAgama” mengungkapkan bahwa semua agama pada dasarnya (esoteris) sama, yang berbeda adalah dalam bentuknya (eksoteris). Schuon menjelaskan, esoteris adalah hal-hal yang hanya boleh diketahui dan dilakukan beberapa orang saja dari suatu kelompok penganut paham tertentu. Sedangkan eksoteris adalah hal-hal yang boleh diketahui dan dilakukan oleh semua anggota kelompok penganut
17
Terhadap aksi-aksi kekerasan dengan dalil agama, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus membayangkan bahwa jika Nabi hidup hari ini, “niscaya akan sangat bersedih hati melihat umatnya yang mengaku sangat mencintainya dan dengan dalih membelanya, melakukan tindakantindakan yang sama sekali tidak pernah beliau ajarkan serta contohkan.” Lihat Husein Muhammad, Mengaji Pluralisme, h. 65. 18 Syamsul Ma‟arif, Pendidikan Pluralisme, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005), h. 5. 19 Nurcholish Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan Pemikiran Nurcholis Muda, (Bandung: Mizan: 1993), h. 237.
28
suatu paham tertentu.20 Schuon menarik garis pemisah horizontal antara yang esoteris dan yang eksoteris seperti berikut;
Gambar 2.1 Letak Esoterisme dan Eksoterisme menurut Huston Smith merujuk karya Frithjof Schuon. Sumber Utama: Frithjof Schuon, The Transcendent Unity of Religions, Harper Torchbooks, Harper & Row, Publisher New York, Evanston, San Francisco, London, 1975.
Dari segi metafisik, tingkatan tertinggi setiap agama berada pada titik temu yang sama yaitu kepada Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan pada tingkat bawah, agama-agama tersebut memiliki perbedaan dan terpecah-pecah. Dikatakan tingkat tertinggi adalah karena inti dari agama adalah untuk menemukan Tuhan Yang Maha Esa, inilah yang dinamakan esoteris. Sedangkan eksoteris adalah jalan ritual yang merupakan hasil reduksi manusia, sebab itulah terdapat berbagai ritual, dogma, ajaran dan tradisi yang kemudian membedakan agama satu dengan lainnya.21 3. Unsur-unsur Toleransi Beragama Toleransi beragama antar masyarakat adalah sikap memahami, mengakui dan menghargai perbedaan prinsip dalam kehidupan bermasyarakat, menurut 20
Frithof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-Agama, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), h.
ix 21
Frithof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-Agama, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987)
29
Masykuri Abdullah untuk mengekspresikan hal tersebut setidaknya terdapat empat unsur yang harus ditekankan, yaitu: 22 a. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan Kebebasan adalah keistimewaan yang hakekatnya diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia. Termasuk juga di dalamnya kebebasan untuk berfikir dan mengambil keputusan dalam memilih suatu agama atau kepercayaan yang diyakini. Kebebasan tersebut diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sejak manusia dilahirkan sampai ia meninggal tanpa bisa diganti atau direbut oleh orang lain. Kebebasan untuk menganut suatu agama ini sejalan dengan salah satu tujuan Islam, yaitu untuk memberikan ketenangan jiwa bagi mereka yang menganut ajarannya dengan jaminan kebebasan masing-masing dan melakukan ibadahnya dengan aman dan tenang. 23 b. Mengakui Hak Setiap Orang Suatu sikap mental yang mengakui keberadaan hak orang lain yang bebas menentukan perilaku dan nasibnya masing-masing. Tentu saja sikap ini berbatas pada pengakuan atas perilaku yang dijalankan tanpa melanggar hak orang lain, karena kalau demikian kehidupan di masayarakat akan kacau. Islam sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, selain bertujuan untuk mengajarkan nilai tauhid ketuhanan, Nabi Muhammad
tidak
menghilangkan agama samawi dan tradisi budaya lokal yang telah ada.
22
Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 13. 23 Nurcholis Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis (Jakarta: Paramadina, 2004) h. 112.
30
Nabi sangat menghormati peradaban Arab pada saat itu dan menanamkan nilai akhlak secara damai.24 c. Menghormati Keyakinan Orang Lain Salah satu sikap yang dapat membawa pada toleransi adalah menghormati dan membiarkan setiap pemeluk agama untuk melaksanan ibadah mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik kepada orang lain atau kepada keluarga sekalipun. d. Saling Mengerti Sikap ini adalah salah satu sikap yang diperlukan demi terwujudnya masyarakat yang damai dan toleran di mana setiap masyarakat memiliki rasa penuh pengertian terhadap orang lain, juga sebagai sarana untuk menjaga
pluralitas
masyarakat
yang
sifatnya
heterogen.
Karena
keberagaman adalah dekrit Allah atas umat manusia.Sikap saling mengerti juga didukung dengan adanya sikap keterbukaan yaitu kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesedian mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik.25 Hakikatnya toleransi beragama adalah sebuah bentuk pengakuan atas kebebasan yang dimiliki setiap warga untuk memeluk suatu agama yang diyakininya dan memberinya kebebasan dalam menjalankan ibadah. Toleransi beragama meminta kejujuran, kebesaran jiwa, kebijaksanaan dan tanggung
24
Nurcholis Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis (Jakarta: Paramadina, 2004) h. 176-178 25 Ngainun Naim, Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Telaah Pemikiran Nurcholis Madjid, Harmoni, Jurnal Multikultural dan Makna Vol. 121 No. 2 Mei-Agustus 2013, h 37.
31
jawab, sehingga menumbuhkan rasa solidaritas dan mengeliminir egoistis golongan.26 4. Toleransi Beragama dalam Islam Dalam Islam
toleransi beragama sudah muncul sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. sebagaimana sejarah mencatat saat Rasulullah SAW. tiba di Yasthrib (sebutan kota Madinah sebelum Islam), di mana beliau membuat landasan konstitusional masyarakat kota ini yang kemudia dikenal dengan “Piagam Madinah” atau “Konstitusi Madinah”. Piagam ini memberikan teladan tentang keadilan dan toleransi yang luar biasa indah bagi pola hubungan bermasyarakat yang pluralistik.27 Meskipun dalam bentuk sederhana, tetapi piagam tersebut telah menjamin sebuah kebebasan kepada pemeluk agama yang berbeda untuk menjalankan keyakinannya sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.28 Sikap melindungi dan saling tolongmenolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik Nabi, hal ini membuktikan bahwa toleransi bukanlah hal baru dalam sejarah Islam, tapi sudah ada dan dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai pembawa ajaran ini. Islam mengajarkan umatnya untuk berbuat baik dan bertindak adil kepada siapapun. Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang non muslim.29 Toleransi beragama harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari agar setiap pemeluk agama dapat 26
Said Agil Husain Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005) h. 17. 27 Nurdinah Muhammad, Pesan Piagam Madinah dalam Pluralisme di Indonesia, Jurnal Substantia Vol. 12 No. 1, April 2011, h. 93. 28 Ma‟ruf Amin, Melawan Terorisme Dengan Iman, (Jakarta: Tim Penanggulangan Terorisme, 2007), h. 141. 29 Nurcholis Madjid, dkk., Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis (Jakarta: Paramadina, 2004) h. 215.
32
hidup berdampingan dengan agama lain dalam kedamaian, dan memberikan kebebasan
bagi
setiap
pemeluk
agama
untuk
menjalankan
prinsip
keagamaannya masing-masing. Dalam ajaran Islam toleransi tidak hanya pada soal keagamaan saja, melainkan juga pada semua segi kehidupan, seperti; bahasa, budaya, suku, ras dan bangsa. Sebagaimana firman Allah:
هَّۤلمَُّّهملف اطنكلسر ف اانكلف مخِمَ هن رٌۡف ِۡف مذ مكۡف كَارن هُىف مَ مُ معِ هن رٌۡف رشعرًِۡلف كَقمبملٓ اٮ ملف اطتم معل مرَرۡاف ف ؕف اا كۡف ه ٰ ف ّللف امف ت هَٮ رٌۡف ف ف ؕف اا كۡ ه ﴾۳۱﴿ ف ّللمف مَ اِيٌف مخ ابيۡف ف ف امك مۡ مِ رٌۡف اَن م ِ ٰ ا Artinya: “Hai manusia. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujuraat: 13).”30 Ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa perbedaan adalah sebuah hakekat yang diberikan Allah SWT. kepada umat manusia. Bahwa yang membedakan manusia di mata Allah SWT. adalah dari nilai taqwa yang dimiliki setiap manusia itu sendiri. Dalam sudut pandang Islam, perbedaan itu dianggap sunnatullah atau hukum alam yang harus kita hargai dan kita biarkan berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing.31 Perkembangan Islam ke wilayah-wilayah luar Jazirah Arabia yang begitu cepat menunjukkan bahwa Islam dapat diterima sebagai agama yang rahmatan lil‟alamin (pengayom semua manusia dan alam semesta). Perluasan wilayah sekaligus penyebaran nilai-nilai Islam selalu dilakukan dengan jalan damai
30
Al-Qur‟an, Surat Al-Hujuraat, Ayat 13 Maria Ulfah, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan Yang Berserak (Bandung: Penerbit Nuansa: 2005), h. 13. 31
33
dan tanpa paksaan. Islam tidak memaksakan agama kepada mereka (penduduk yang ditaklukan), sampai akhirnya mereka menyadari sendiri kebenaran Agama Islam. Namun juga perlu diakui bahwa dalam perluasan wilayah tersebut kerap menimbulkan peperangan, tapi perlu ditegaskan bahwa hal itu dilakukan semata-mata untuk melakukan pembelaan agar Islam tidak mengalami kekalahan. Peperangan yang terjadi pun bukan untuk memaksakan keyakikan kepada mereka, tapi karena ekses-ekses politik sebagai konsekuensi logis dari sebuah pendudukan.32 B. Wacana Dalam Media Sosial Twitter 1. Pengertian Wacana Wacana berasal dari bahasa sansekerta yaitu wac/wak/vak yang artinya berkata atau berucap. Kata tersebut kemudian berkembang menjadi wacana. Penambahan kata „ana‟ dibelakangnya adalah sebagai bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna membedakan (nominalisasi).33 Dengan keberadaan tekhnologi yang sudah berkembang saat ini, membuat wacana tidak terbatas hanya pada ucapan, melainkan juga bisa melalui tulisan atau simbol, bahkan gambar sekalipun. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse. Kata ini diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari).34 Terdapat berbagai perbedaan dalam mendefinisikan wacana, banyak ahli yang memberikan definisi dan batasan yang berbeda mengenai wacana
32
Aslati,Toleransi Anta Umat Beragama dalam Perspektif Islam, Jurnal Universitas Islam Negeri Sultan Syafir Kasim Riau, Vol.4 No.1 (2012): Januari – Juni 2012h. 6 33 Dedy Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 3 34 Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 3
34
tersebut. Dalam studi linguistik, wacana menunjuk pada kesatuan bahasa yang lengkap, yang umumnya lebih besar dari kalimat, baik disampaikan secara lisan atau tertulis. Dalam ranah sosiologi, wacana merujuk pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan, yang tidak jauh beda dengan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara di ranah politik, wacana adalah praktik pemakaian bahasa, karena melalui bahasa tersebut ideologi terserap di dalamnya.35 Ismail Marahimin, sebagaimana dikutip oleh Alex Sobur dalam bukunya “Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing)”, mengartikan wacana sebagai suatu kemampuan berbahasa dengan urut-urutan kata yang teratur dan semestinya. Wacana juga menjadi bentuk komunikasi dari buah pikiran seseorang, baik yang berupa lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur. Berdasarkan definisi ini maka setiap tulisan yang teratur dan sesuai dengan urut-urutan yang semestinya atau logis dapat dikategorikan sebagai wacana. Karena itu, sebuah wacana harus mempunyai dua unsur penting, yakni kesatuan (unity) dan kepaduan (coherence).36 Secara istilah, wacana dapat didefinisikan sebagai struktur kata yang bermakna atau sebuah bentuk sajian yang memuat gagasan dengan menggunakan bahasa (verbal dan/atau nonverbal). Wacana juga dapat digunakan
sebagai
upaya
untuk
menggambarkan
realitas
dengan
menggunakan bahasa. Karenanya akan terdapat sebuah hubungan dialektis 35
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h. 3 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), cet. Ke-6, h. 10 36
35
antara peristiwa yang diwacanakan dengan konteks sosial, budaya, ideologi tertentu.37 2. Pengertian Media Sosial a. Definisi Media Secara sederhana media dapat diartikan sebagai alat komunikasi sebagaimana sudah diketahui selama ini. Namun, tidak jarang media diartikan artikan media sesuai dengan tekhnologi atau alat yang digunakan dalam proses produksi
dan distribusi pesan melalui alat tersebut.
Contohnya Koran yang merupakan representasi dari media cetak, sementara radio yang merupakan media audio dan televisi sebagai media audio-visual merupakan representasi dari media elektronik, begitupun internet sebagai representasi dari media online (dalam jaringan).38 Terlepas dari cara pandang tersebut, yaitu mendefinisikan media dari bentuk dan teknologinya, media dapat diartikan sebagai sarana terjadinya proses komunikasi itu sendiri. Menurut Meyrowitz, Moores, dan Williams sebagaimana dikutip oleh Rulli Nasrullah dalam buku Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya dan Sosioteknologi, Proses terjadinya komunikasi memerlukan tiga hal, yaitu objek, organ, dan medium. Saat menyaksikan program di televisi, televisi adalah objek dan mata adalah organ. Perantara antara televisi dan mata adalah gambar atau visual.
37
Rachmat Kriyantono, Teknik dan Praktik Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h.
258 38
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 3
36
Contoh sederhana ini membuktikan bahwa media merupakan wadah untuk membawa pesan dari proses komunikasi.39 Media juga dapat diartikan melalui berbagai krtiteria. Seperti di awal pembahasan tadi, terdapat beberpa pandangan yang mengartikan media melalui teknologi yang digunakannya, begitupun dari bagaimana cara mendapatkan atau bagaimana kode-kode pesan itu diolah. Ada pula yang mengartikan media berdasarkan pada bagaimana pesan itu disebarkan. Seperti media penyiaran (broadcast) di mana media merupakan pusat dari produksi pesan, seperti stasiun televisi yang menyiarkan program melalui pesawat televisi dan bisa diakses oleh siapa saja yang memiliki pesawat televisi. Atau berdasarkan teknologi, pola penyebaran, sampai pada bagaimana khalayak mengakses media, seperti media lama (old media) dan media baru (new media).40 Tentu pembagian media sesuai kriteria ini akan memudahkan siapa saja untuk memahami arti media, hanya saja pembagian ini menempatkan media hanya sebatas alat atau perantara dalam proses distribusi pesan. Padahal jauh dari itu, media juga memiliki kontribusi besar dalam menciptakan makna dan budaya. Sebagaimana ungkapan “the medium is the message” milik McLuhan setengah abad lalu, yang dikutip oleh Rulli Nasrullah dalam buku “Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi)”, memberikan kesadaran bahwa media tidak lagi hanya membawa konten semata, tetapi juga membawa konteks di dalamnya yaitu
39
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 3 40 Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 4
37
sebagai pesan yang bisa mengubah pola komunikasi, budaya komunikasi, sampai bahasa dalam komunikasi antarmanusia. 41 Rulli Nasrullah mengutip ungkapan Meyrowitz, guna memahami bagaimana media beroperasi;42 1. Medium sebagai saluran (medium-as-vessel/conduit)
layaknya sebuah saluran air, pipa merupakan alat yang dibutuhkan sebagai sarana yang membawa air ke tempat yang dituju. Medium adalah saluran yang membawa pesan, contohnya adalah suara, sebagai konten yang dibawa oleh radio. Namun untuk mendapatkan suara tersebut, seseorang harus memiliki radio dan terhubung kepada saluran yang diinginkan (sinyal dari stasiun radio). Hanya saja dalam konteks ini, konten harus dimaknai berbeda dengan bagaimana medium membawanya. Memang betul bahwa suara atau audio adalah pesan yang dibawa oleh perangkat radio, namun yang menibulkan reaksi adalah isi pesan. Rekasi pendengar akan berbeda, sesuai dengan isi pesan yang didengarnya, bukan karena radio atau perangkatnya. 2. Medium adalah bahasa (medium-as-language)
Medium adalah bahasa itu sendiri. Meyrowitz, sebagaimana dikutio oleh Rulli memberikan keterangan bahwa media memiliki sesuatu yang unik dan bisa mewakili ekspresi atau mengandung suatu pesan. Emosi dan ekspresi yang muncul melalui perantara medium bisa jadi sama ataupun berbeda antara pembuat pesan dengan penerima
41
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 4 42 Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 5
38
pesan. Tidak dapat dipungkiri bahwa konten lebih diperhatikan dari pada alat yang membawa konten tersebut, tapi perlu diketahui juga bahwa kreasi yang dilakukan terhadap konten tersebut tidak terlepas dari pengaruh alat. Contohnya adalah scene yang bertujuan untuk mendramatisir suatu keadaan dalam sinetron harus disertai dengan audio visual yang mendukung sebagai latar tempat dan latar suara. Contoh lainnya adalah sebuah pertandingan sepakbola yang dilaporkan oleh komentator televisi akan lebih mengundang emosi jika melibatkan intonasi dan pilihan kata yang tepat serta pengulangan adegan-adegan, seperti saat memasukan bola ke gawang. 3. Medium sebagai lingkungan (medium-as-environment)
Dalam hal ini, Meyrowitz berusaha memiliki pandangan bahwa teks tidaak bisa dipandang sebagai teksa semata, lebih dari itu teks juga harus dilihat melalui segi konteks saat teks itu digunakan. Meyrowitz juga menanyakan bagaimana pemilihan konten dan gramatikal membuat karakteristik medium menjadi berbeda antara satu dengan medium lainnya, baik cara penampilan, psikologis maupun sosiologis. Perspektif medium sebagai lingkungan ini memuat beberapa kondisi, yakni: a) Bagaimana bentuk informasi yang bisa atau tidak bisa ditransmisikan oleh medium? b) Bagaimana kecepatan dan tingkat komunikasinya? c) Bagaimana medium itu menyalurkan pesan, apakah unidirectional, bidirectional, atau multidirectional? d) Apakah interaksi komunikasinya simultan (simultaneous) atau berurutan (sequential)? e) Bagaimana kebutuhan fisik untuk menggunakan media? f) Apakah mempelajari serta menggunakan medium untuk menghasilakan (code) dan menerima (decode) pesan relatif
39
mudah atau sulit? Apakah medium itu digunakan sekaligus atau dalam kondisi tertentu saja?43 Perspektif terakhir milik Meyrowitz ini menegaskan bahwa medium bisa dilihat dari level mikro maupun level makro. Level mikro merujuk pada bagaimana pemilihan medium yang dilakukan khalayak dalam melakukan interaksi atau dalam situasi tertentu. Memilih antara Twitter dan Facebook dengan perangkat media yang ada tentu memiliki konsekuensi yang berbeda. Twitter sebagai sebuah media sosial dengan tipe microblogging memberikan batasa jumlah huruf yang bisa diunggah oleh penggunanya. Hal ini berbeda dengan kapasitas yang bisa diunggah di status (wall) milik Facebook. Sementara level makro merujuk pada bagaimana medium baru itu memberikan pengaruh pada interaksi dan struktur sosial secara umum.44 Dengan adanya tiga perspektif dalam melihat medium yang dikemukakan oleh Meyrowitz, maka hal tersebut dapat memberikan gambaran bahwa
medium bisa dilihat dari berbagai macam aspek.
Medium tidak hanya bisa dilihat dari persoalan teknis atau teknologi apa yang terkandung di dalamnya, apakah cetak, audio, visual, analog, digital, dan sebagainya. Pada tahap selanjutnya, medium bisa mengandung nilai-nilai yang lebih dari sekedar menjadi sarana dalam penyampaian pesan, tetapi juga memberikan pengaruh pada segi sosial, budaya, politik, bahkan ekonomi. Hal ini memperlihatkan bahwa media tidak hanya sebatas dalam makna 43
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), hl m. 5 44 Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), hl m. 6
40
(sense) perangkat teknologi sebagaimana yang terkandung dalam penyebutan media, tetapi juga dimaknai secara historis, teknologi, sosial, budaya, hingga politik.45 b. Definisi Sosial Alangkah baiknya jika mencari definisi kata “sosial” dalam media sosial secara teori didekati melalui ranah sosiologi, dan pertanyaan dasar Fuchs terhadap definisi sosial sebagaimana dikutip Rulli dalam buku “Media Sosial”, adalah seperti apakah individu itu, apakah individu adalah manusia yang selalu berkarakter sosial atau individu itu baru dikatakan sosial ketika secara sadar melakukan interaksi? Para sosiolog memiliki kesepahaman bahwa sebagai manusia, individu tidak bisa terlepas dari komunikasi dan komunitasnya. Komunikasi merupakan sarana interaksi antara induvidu dengan individu lain, sedangkan komunitas merupakan satu bentuk relasi sosial yang melibatkan emosi perasaan dan bentukbentuk lainnya.46 Fuchs, seperti yang dikutip oleh Rulli Nasrullah, menyatakan bahwa dalam komunitas, individu tidak dapat dikatakan bersosial dengan hanya berada dalam lingkungan tersebut, melainkan ada hal yang ditekankan yakni anggota komunitas harus berkolaborasi hingga bekerja sama karena inilah karakter dari sosial itu sendiri. Oleh karena itu, perlu kerja keras untuk memahami sosial dalam kaitannya dengan media sosial. Untuk
45
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 6 46 Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 6
41
mendapatkan definisi yang matang, Rulli Nasrulullah telah menghimpun beberapa definisi sosiolog tentang sosial:47 1. Durkheim menjelaskan bahwa definisi sosial merujuk pada kenyataan sosial (the social as social facts) bahwa setiap individu melakukan aksi yang memberikan kontribusi kepada masyarakat. Pernyataan ini menegaskan bahwa pada kenyataannya media dan semua perangkat lunak (software) merupakan sosial dalam makna bahwa keduanya merupakan produk dari proses sosial dan juga berkontribusi dalam kehidupan sosial masyarakat. 2. Sedangkan bagi
Weber yang mencoba mendefinisikan secara
sederhana, kata sosial merujuk pada relasi sosial. Sedangkan relasi sosial itu sendiri bisa dilihat dalam kategori aksi sosial (social action) dan relasi sosial (social relation). Kategori ini mampu membawa penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan aktivitas sosial dan aktivitas individual, yang mana terdepat perbedaan antara kedua hal tersebut. Namun, diperlukan simbol-simbol yang bermakna di antara individu yang menjadi aktor dalam relasi tersebut. 3. Sejalan dengan itu Tonnies mengungkapkan bahwa sosial merujuk pada kata “komunitas” (community). Dalam hal eksistensi komunitas, Tonnies menjelaskan bahwa komunitas akan memiliki eksistensinya jika terdapat kesadaran yang dimiliki oleh anggota komunitas bahwa mereka saling memiliki dan afirmasi dari kondisi tersebut, yang kemudian akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan ketergantungan 47
Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 7
42
antara satu dengan yang lain. Komunitas baru bisa terjadi jika kebersamaan yang ada di antara anggota komunitas itu memiliki kesepakatan akan nilai-nilai dan yang lebih penting adalah keinginan untuk bersama. 4. Sementara itu, Marx juga memiliki definisi yang berbeda tentang sosial, bagi Marx makna sosial itu merujuk pada kegiatan saling bekerja sama (co-operative work) antar individu maupun kelompok. Dengan melihat fakta bahwa kata sosial bisa dipahami dari bagaimana setiap individu saling bekerja sama, apa pun kondisinya, sebagaimana yang terjadi dalam proses produksi di mana setiap mesin saling bekerja dan memberikan kontribusi terhadap produk. Dalam kajian Marx ini, ada penekanan bahwa sosial berarti terdapatnya karakter kerja sama atau saling mengisi di antara individu dalam rangka membentuk kualitas baru dari masyarakat. Dari berbagai definisi atau pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi sosial adalah berbagai bentuk lingkungan tempat individu menetap yang menuntut setiap individu tersebut untuk berinteraksi dan berkontribusi penuh dalam lingkungan yang ditempatinya. c. Definisi Media Sosial Media sosial merupakan bentuk dari perkembangan tekhnologi yang beroperasi dengan memanfaatkan internet yang menghubungkan manusia di dunia baru atau biasa disebut dengan dunia maya dan telah merubah proses komunikasi manusia. Kehadiran media sosial merubah proses komunikasi, yang sebelumnya terjadi hanya sebatas komunikasi tatap muka, komunikasi
43
kelompok, komunikasi massa, kini berubah total. Tentu saja perubahan tersebut membawa konsekuensi di tingkat individu, organisasi, dan kelembagaan.48 Keberadaan media sosial ini memberikan kesempatan bagi penggunanya agar bisa lebih mengekspresikan diri, berbagi dengan pengguna lain, menemukan teman baru, membentuk jaringan, bahkan menjalin kerja sama. Hal seperti ini tentu saja akan sangat memudahkan para pengguna dalam bersosialisasi di dunia virtual tersebut.49 Namun perlu pernyataan yang tepat dari para tokoh untuk memberikan definisi tentang media sosial. Disini Rulli Nasrulullah mencoba untuk memberikan definisi media sosial dari berbagai literatur penelitian yang telah dilakukan sebelumnya:50 1. Mandibergh mendefinisikan bahwa media sosial adalah media ataupun tempat dimana tempat tersebut dapat mejadi wadah yang menumbuhkan kerja sama di antara pengguna yang menghasilkan konten (user-generated content). 2. Shirky mengungkapkan bahwa media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan alat yang mampu meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbagi (to share), dengan demikian memudahkan para pengguna untuk mendapatkan informasi, lebih jauh lagi para pengguna dapat bekerja sama (to co-operate) dengan pengguna lain dan melakukan tindakan secara
48
Nurudin, Media Sosial dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi, (Jurnal Komunikator, Vol. 5, 2010) h. 83 49 Dan Zarella, The Social Media Marketing Book (Canada: O‟Reilly Media, 2010), h.2-3. 50 Rulli Nasrullah, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015), h. 11
44
kolektif yang semuanya berada di luar kerangka institusional maupun organisasi. 3. Dalam hal ini Boyd menjelaskan media sosial adalah sekumpulan perangkat lunak yang diciptakan untuk memungkinkan individu maupun komunitas untuk berkumpul, berbagi, berkomunikasi, dan dalam kasus tertentu saling berkolaborasi atau bermain. Media sosial memiliki kekuatan pada user-generated content (UGC) di mana konten dihasilkan oleh pengguna, bukan oleh editor sebagaimana institusi media massa. Hal ini memungkinkan pengguna mendapat informasi secara pure tanpa ada yang disembunyikan seperti yang biasa dilakukan oleh media massa mainstream. 4. Secara sederhana Van Dijk mengatakan bahwa media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna untuk memperkuat ikatan yang ada dengan cara memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai
medium
(fasilitator)
online
yang menguatkan hubungan
antarpengguna sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial. 5. Terakhir adalah pandangan dari Meike dan Young tentang media sosial, Meike dan Young mengartikan kata media sosial sebagai konvergensi antara komunikasi personal dalam arti saling berbagi di antara individu (to be shared one-to-one) dan media publik untuk berbagi kepada siapa saja tanpa ada kekhususan individu. Dengan demikian dapat dikartakan bahwa media sosial mampu menghilangkan batas-batas induvidu yang selama ini sulit untuk ditembus.
45
Dari definisi atau keterangan para ahli di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa media sosial adalah sebuah perangkat lunak yang memberikan ruang baru bagi penggunanya untuk membuka jaringan, saling mengenal, bertukar informasi secara langsung antara satu individu dengan individu lain tanpa ada filter dan batasan atau aturan-aturan yang ada pada kerangka institusi layaknya media massa yang memiliki editor sebagai pintu terakhir sebelum informasi itu disebarkan ke khalayak. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa wacana yang beredar di akun pribadi media sosial adalah wacana hasil buah pikir individu tersebut tanpa adanya aturan yang membatasinya selain diri sendiri. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa wacana-wacana tersebut merupakan wacana yang murni. Setiap individu memiliki kebebasan untuk membagikan apa yang ia rasakan selama tidak menyebarkan fitnah, SARA, hoax dan sebagainya yang bisa merugikan orang lain. Dengan adanya media sosial, para pengguna tidak lagi membutuhkan kolom opini dalam media massa untuk menyampaikan pendapat atau keresahannya. Opini dan keresahannya tersebut bisa disampaikan melalui akun pribadinya, bahkan tanpa melalui proses editing. 3. Twitter Twitter adalah situs mikroblog dan situs web jejaring sosial yang memberikan fasilitas bagi pengguna untuk mengirimkan sebuah pesan teks dengan jumlah maksimal 140 karakter.51 Twitter pertama kali muncul pada bulan Maret 2006, didirikan oleh perusahaan rintisan Obvious Corp. Istilah Twitter secara harfiah disebut tweet yang berarti berkicau. Situs ini
51
Mulya Hadi, Twitter untuk Orang Awam, (Palembang: Penerbit Maxicom, 2010), h. 2-8.
46
mempunyai konsep mikro blog dalam penggunaannya. Hal tersebut terlihat pada tampilan dalam kolom untuk mengetweet yang berisi pertanyaan sederhana “Apa yang anda lakukan saat ini?”. Keunggulan dari situs ini adalah jangkauan yang tidak terbatas, yang mana jika layanan pesan berbasis Short Message Service (SMS) hanya mampu mengirimkan informasi kepada pengguna yang dikenal, maka Twitter bisa digunakan sebagai sarana penyebar informasi kepada semua orang baik yang dikenal mauapun tidak. Dalam aplikasi Twitter, ada beberapa istilah yang wajib diketahui oleh para pengguna, dengan mengetahui istilah-istilah tersebut akan memudahkan pengguna untuk menggunakan aplikasi Twitter dengan efektid dan efisien. Istilah-istilah tersebut antara lain:52
Tweet Tweet merupakan sebutan untuk melakukan pembaharuan status, atau sering disebut dengan update. Hal ini biasa dilakukan oleh pengguna Twitter saat hendak memberikan informasi atau pesan kepada pengguna lainnya.
Followers Followers adalah sebutan bagi orang yang mengikuti aktifitas pada akun Twitter kita.
Following Following adalah orang yang aktifitas pada akun Twitternya kita ikuti. Ini merupakan kebalikan dari follower.
52
Mulya Hadi, Twitter untuk Orang Awam, (Palembang: Penerbit Maxicom, 2010), h.
47
Re-tweet Re-tweet atau RT adalah memposting ulang tweet yang telah diposting oleh orang lain melalui akun milik kita.
Trending Topic Trending Topic adalah daftar topic yang sedang ramai dibicarakan oleh para pengguna Twitter.
Direct Message Direct Message atau DM adalah pesan pribadi yang secara langsung tertuju pada satu pengguna Twitter.
Mention Mention dalam Twitter diberi simbol “@”. Fungsi dari mention ini adalah untuk membuat tag atau mengkhususkan tweet kepada pengguna lain.
Hash Tags (#) Hash Tag dalam Twitter diberi simbol “#”. Tanda pagar tersebut biasa digunakan untuk mempermudah pencarian topik.
Favorites Favorites adalah tweet yang disimpan karena merasa tweet tersebut spesia atau penting.
48
C. Anasilis Wacana 1. Pengertian Analisis Wacana Analisis wacana berasal dari dua kata yakni analisis dan wacana. Kata analisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dalam beberapa pengertian yakni: 53 1) Kata analisis sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dsb). 2) Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. 3) Penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya. Analisis memiliki arti mencari pengertian yang tepat dan menyeluruh atas suatu pokok dengan menelaah setiap bagian yang sebelumnya telah diurai terlebih dahulu. Sedangkan istilah wacana secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta wac/wak/vak artinya 'berkata' atau „berucap'. Kata tersebut mengalami perkembangan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse. Kata ini diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari).54
53
DEPDIKNAS, KamusBesarBahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 2005). Edisi ke-3,
h.43 54
Dede Oetomo, Kelahiran dan perkembanganan alisis wacana, (Yogyakarta : Kanisius,1993), h. 3
49
Makna istilah di atas berkembang sehingga kemudian memiliki arti sebagai pertemuan antar bagian yang membentuk satu kepaduan. Analisis wacana menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi. Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini, aliran-aliran linguistic selama ini membatasi penganalisisannya hanya pada soal kalimat, dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan perhatian kepada penganalisisan wacana.55 Alex Sobur berupaya merangkum pengertian wacana dari berbagai pendapat, ia memandang wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun non segmental bahasa.Dari segi analisisnya, ciri dan sifat wacana itu dapat dikemukakan sebagaiberikut: 1) Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule of use – menurut Winowson). 2) Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks dan situasi (Firth). 3) Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui intepretasi semantik (Beller). 4) Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa (what is said front what is done – menurut Labov).
55
Hamid Hasan Lubis, Analisis Wacana Pragmatik. (Bandung :Angkasa, 1993), h. 121
50
5) Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional (functional use language – menurut Coulyhard).56 Ada tiga pandangan mengenai analisis wacana dalam bahasa. Pandangan pertama diwakili kaum positivism-empisris, menurutnya analisis wacana menggambarkan tata tuturan kalimat, bahasa, dan pengertian bahasa. Pandangan kedua disebut sebagai kontruktivisme, yang menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Pandangan ketiga, disebut sebagai pandangan kritis yang menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna, dimana bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya.57 Awal perkembangan analisis wacana kritis dikemukakan oleh Van Dijk (1985), yaitu tahun 1970-an dengan menunjukkan dua kecenderungan. Kecenderungan pertama, analisis structural teks atau analisis percakapan menjadi kajian abstrak dan terlepas dari penggunaan bahasa yang aktual (formal). Kecenderungan kedua, kajian bahasa dalam konteks sosial mengambil perhatian pada contoh-contoh penggunaan bahasa dalam komunikasi. Analisis wacana ini mendapat pengaruh dari teori linguistic kritis, teorikritis Frankfurt, dan teori pascastrukturalisme yang berkembang di Perancis.58
56
Alex Sobur, AnalisisTeks Media,(Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: Rosdakarya:2004), h. 72 57 YoceAliahDarma, AnalisisWacanaKritis, (Bandung :YramaWidya, 2009), Cet. Ke-I.h.
68-69. 58
h. 69
Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, (Bandung : Yrama Widya, 2009), Cet. Ke-I.
51
Dalam hal ini, ada berbagai varian teori analisis wacana kritis yang dilahirkan oleh para ahli di dunia, di antaranya analisis wacana Michel Foucault, Roger Fowler, dkk., Théo Van Leeuwen, Sara Mills yang mengedepankan feminisme, dan lainnya. Riyono Pratiknyo sebagaimana dikutip Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menjelaskan bahwa wacana adalah sebuah proses berpikir seseorang yang mempunyai ikatan dengan ada tidaknya sebuah kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang disajikannya. Menurutnya, makin baik cara atau pola pikir seseorang, maka akan terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.59 Alex Sobur dalam bukunya tersebut menggambarkan wacana dalam berbagai aspek makna kebahasaan, di antaranya: 1) Komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan gagasan konversasi atau percakapan. 2) Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah. 3) Risalat tulis, disertasi formal, kuliah, ceramah, khotbah.60 Dari berbagai pengertian analisis dan wacana di atas, peneliti menyimpulkan bahwa analisis wacana merupakan suatu kegiatan mengkaji dan menelaah suatu produk komunikasi dari perspektif kebahasaan dengan melihat teks kemudian dikaitkan dengan ideologi di balik terbentuknya teks tersebut dengan melihat kognisi dan kontekssosial.
59 60
Alex Sobur, AnalisisTeks Media,(Bandung: Rosdakarya:2004), h. 10 Alex Sobur, AnalisisTeks Media, (Bandung: Rosdakarya:2004), h. 10
52
2. Analisis Wacana Teun A. Van Dijk Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh para ahli, model yang paling banyak digunakan adalah model Teun A. Van Dijk. Intianalisis Van Dijk menghubungkan tiga dimensi wacana kedalam satu kesatuan analisis. Dimensi tersebut adalah dimensi teks, kognisi sosial dan konteks sosial.61 Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai struktur/tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung.62 Menurut Van Dijk, sebagaimana yang dikutip Eriyanto penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu proses praktik produksi yang juga harus diamati, dan harus dilihat juga bagaimana suatu teks bisa semacam itu.63 Berikut ini analisis wacana sesuai dengan model Van Dijk: 1) Analisis Teks Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga
tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini
merupakan makna
global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari
61
Eriyanto, AnalisisWacana, PengantarAnalisis Teks Media (Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
62
Alex Sobur, AnalisisTeks Media, (Bandung: Rosdakarya:2004), h. 77 Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
224. 63
221
53
bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar.64 a) Struktur Makro (Mengamati Hal Tematik) Elemen tematik merupakan gambaran umum dari suatu teks. Disebut juga sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari sebuah teks. Topik menunjukan informasi yang paling penting atau inti pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator. Dari topik ini kita bisa mengetahui masalah dan tindakan yang diambil oleh komunikator dalam mengatasi suatu masalah. Tindakan, keputusan, atau pendapat dapat diamati pada struktur makro dari suatu masalah.65 Tema sebuah wacana akan tampak dalam pengembangan wacana. Temapun akan memadu alur pengembangan sebuah wacana lisan maupun tulisan. Intinya, tematik merupakan struktur yang menjelaskan tentang tema yang diambil dari sebuah film. b) Superstruktur (Mengamati hal Skematik) Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Jadi, jika topik menunjukan makna umum dari suatu wacana, maka struktur skematik atau suprastruktur menggambarkan bentuk umum dari suatu teks.66
64
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
65
Eriyanto, Analisis Wacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
66
Eriyanto, Analisis Wacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
226 230 231
54
c) Struktur Mikro Mengamati Hal: (1) Semantik Pengertian umum semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna suatu bahasa. Sematik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal, yakni makna yang muncul dari hubungan
antar
kalimat,
hubungan
antar
proposisi
yang
membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang terpenting dari struktur wacana, tetapi juga yang mengiringi kearah sisi tertentu dari suatu peristiwa. Pada intinya, semantik membahas tentang hubungan antar kalimat yang mempunyai makna tertentu dalam sebuah teks yang mempunyai makna tersirat.67 (2) Sintaksis Secara terminologi, kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani (sun = dengan + tattei = menempatkan), berarti menempatkan bersamasama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Dapat dikatakan bahwa sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, kalusa, dan frase. Inti dari sintaksis adalah mengelompokan kata-kata menjadi sebuah kalimat.68 (3) Stilistik
67
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.78. 68 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 80
55
Pusat perhatian stlistika adalah Style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksud dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Apa yang disebut gaya bahasa itu sesungguhnya terdapat dalam segala ragam bahasa: ragam lisan dan tulisan, ragam sastra dan ragam non sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks secara tertulis. Intinya, stilistik merupakan kata yang digunakan untuk mengkonstruksi wacana, atau gaya bahasa yang digunakan oleh penulis.69 (4) Retoris Strategi dalam level retoris merupakan gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya dengan pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik) atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak. 70 2) Kognisi Sosial Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, tetapi bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam pandangan Van Dijk perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial yang meneliti kesadaran mental wartawan, dalam hal karya sastra maka bisa dikatakan kesadaran
69
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 82 70 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 83-84
56
mental pengarangnya dalam membentuk teks dalam karyanya. Analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, maka dibutuhkan suatu analisis kognisi dan kontek ssosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. Kognisi sosial itu penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk memahami teks media.71 3) Konteks Sosial Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah analisi sosial. Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikontruksi dalam masyarakat. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting: kekuasaan (power) dan akses (acces).72 Berikut ini akan dijelaskan masing-masing faktor tersebut: a) Praktik Kekuasaan
71
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 221 72 Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h. 271
57
Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau anggotanya) dari kelompok lain. Selain kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekuasaan itu dipahami oleh Van Dijk, juga berbentuk persuasif: tindakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan pengetahuan. b) Akses Mempengaruhi Wacana Dalam pemahaman Van Dijk kelompok elit diyakini mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempetan lebih besar untuk mempunyai akses pada media, dan kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. 73
73
272
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
BAB III GAMBARAN UMUM Akun Negativisme Akun @negativisme (https://twitter.com/negativisme)1 adalah akun anonim yang muncul sejak tahun 2009. Kemunculan akun anonim ini terinspirasi dari buah pikir Pidi Baiq yang dikenal sebagai penulis juga sebagai musisi.2
Gambar 3.1 Tampilan Profil Akun Twitter @Negativisme
Herman Rhadeya, adalah orang yang berada di balik akun Negativisme ini, Herman mendapatkan ide untuk membuat akun anonim yang diberi nama Negativisme setelah membaca salah satu buku karya Pidi Baiq, buku yang menginspirasi Herman adalah buku Pidi Baiq yang berjudul “Al-Asbun Manfaatulngawur”. Di dalam buku tersebut terdapat istilah “Pesimisme Positif”, yang memiliki makna bahwa fungsi pesimis sesungguhnya adalah untuk menurunkan ekspektasi seseorang terhadap sesuatu, hal ini dikarenakan banyaknya kekecawaan yang timbul apabila realita tidak sesuai atau kurang dari ekspektasi yang sudah diperkirakan. Oleh karena itu, untuk menghindari rasa
1 2
https://twitter.com/negativisme diakses pada Rabu, 03 Maret 2017. Pukul 08.15 WIB. Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017
58
59
kecewa maka Pidi Baiq mengajak pembaca untuk pesimis terhadap sesuatu sebagai bentuk antisipasi, juga agar timbul rasa syukur disaat realita melebihi ekspektasi yang sudah diperkirakan. Pesimis yang diajarkan Pidi Baiq adalah pesimis yang positif, yaitu tanpa mengurangi usaha untuk mencapai sesuatu hanya saja menghindari harapan berlebih atas sesuatu. Buah pikir inilah yang kemudian menginspirasi pemilik akun untuk membuat akun Negativisme dengan nama lengkap Negativisme Optimispus yang memiliki gambaran makna tidak jauh berbeda dengan Pesimisme Positif milik Pidi Baiq. 3 Herman Rhadeya, pemilik akun Negativisme ini memiliki latar belakang sebagai berikut; bekerja di perusahaan swasta dan berpendidikan terkahir S1 jurusan Sejarah. Herman menganut agama Islam yang tergolong dalam kategori Islam moderat, bahkan lebih mendekati plural. Hal ini dikarenakan lingkungan tempat Herman tinggal saat ini, yaitu di Purwakarta, terjalin hubungan yang harmonis antar umat beragama, di mana terdapat forum lintas agama yang isinya dialog, kegiatan bakti sosial, bahkan ketika ada kegiatan suatu agama, agama lain ikut melibatkan diri (bukan dari segi ibadahnya tapi kegiatan sosialnya), misalnya ketika takbir keliling para pemuka agama lain (Hindu-Buddha, Kristen, dan Konghucu) ikut terlibat. Begitupun saat merayakan hari natal, siswa-siswi SMP kerja bakti untuk membersihkan gereja, masjid, wihara dll. yang dekat dengan sekolahnya.4 Sebagai seorang sarjana sejarah dan juga penggemar buku bacaan karya Pidi Baiq, Derrida, Dante Allighieri dan banyak lagi, hal ini menjadi dasat bahwa tentu saja Herman memiliki wawasan yang cukup luas dan pemahaman yang baik atas 3 4
Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017 Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017
60
kejadian-kejadian sosial yang terjadi di lingkungan sekitar. Oleh sebab itu isu-isu yang menjadi sorotan Negativisme bukanlah isu-isu sederhana, kebanyakan dari kicauan-kicauannya tersebut lebih cenderung kepada permasalahan kebhinekaan, persamaan ras, sosial politik dan agama. Herman lebih tertarik pada isu-isu di atas dan memilih untuk mengekspresikannya melalui media sosial yang sedang populer saat ini. Hal ini menjadi pilihannya karena Herman meyakini bahwa ruang publik yang paling efektif dan efisien saat ini terdapat pada media sosial. 5
Gambar 3.2 Contoh Konten Cuitan Akun @Negativisme
Sebagai seorang muslim, Herman sangat percaya bahwa Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah Islam yang rahmatan lil’alamiin, yaitu Islam yang membawa kedamaian bagi seluruh umat manusia bahkan seluruh alam. Hal inilah yang membuat Herman gusar, yaitu ketika terdapat beberapa golongan yang tidak sesuai dengan Islam yang selama ini diyakininya. Di mana golongan tersebut merasa paling benar dan menyebarkan kebencian dengan melabeli kafir, musyrik, dan banyak lagi sebutan yang dirasa kurang pantas untuk dilontarkan kepada orang yang berada di luar golongannya. Bagi Herman, hal ini akan merusak
5
Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017
61
hubungan yang harmonis antar umat beragama, bahkan akan meghasilkan pandangan yang negatif terhadap umat Islam di Indonesia pada umumnya. Selain itu, jika melihat sejarah ketika Indonesia masih berjuang untuk memperoleh kemerdekaan, bukan hanya umat Islam yang berjuang pada saat itu, terdapat agama-agama lain yang juga ikut mengacungkan senjata untuk mengusir para penjajah dari tanah air Indonesia. Jadi, Indonesia bukan hanya milik umat Islam. Karenanya, penganut agama lain juga memiliki hak yang sama untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran masing-masing tanpa gangguan, karena hal itu telah diatur dalam undang-undang.6 Keresahan yang dirasakan Herman tersebut disalurkan melalui akun Negativisme yang telah dibuat sejak tahun 2009. Herman berkicau melalui media sosial Twitter untuk menanggapi dan mengomentari berbagai macam isu sosial atau situasi nasional yang sedang hangat diperbincangkan oleh berbagai kalangan. Dari kicauan-kicauannya tersebut, akun Negativisme mendapatkan banyak followers yang sampai saat ini jumlahnya mencapai 118.000, hal ini membuktikan bahwa keresahan yang dikicaukan oleh Herman melalui akun Negativisme mewakili keresahan yang dirasakan oleh follorwers dan juga pengguna lain. Kicauan pada media sosial Twitter memang memiliki batasan maksimal yaitu 140 karakter, namun hal ini tidak terlalu menjadi masalah bagi para pengguna, karena pengguna bisa mengatasinya dengan membuat sebuah kultwit, yaitu berkicau secara terus menerus dan memberikan nomor pada setiap kicauannya tersebut. Para followers yang ingin membacanya hanya perlu mencari nomor urut pertama
6
Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017
62
dari setiap kicauan yang ada. Hal ini tentu tidak jadi masalah, dan pesan yang disampaikan bisa dilakukan dengan tuntas.7
Gambar 3.3 Tampilan Profil Akun Instagram @Negativisme
Tidak berhenti sampai disitu, selain membuat akun anonim yang bernama Negativisme Optimispus pada media sosial Twitter, Herman juga membuat akun dengan nama yang sama pada media sosial lain seperti Facebook, Kaskus dan Instagram. Hal ini dilakukannya agar bisa menjangkau para pengguna yang memiliki kecenderungan menggunakan salah satu di antara media sosial tersebut. 8 Dari data yang penulis himpun, terdapat 25.800 followers pada akun Instagram Negativisme,9 sebagai pengguna baru, jumlah followers yang dimilikinya sudah terbilang banyak dibanding akun-akun lain. Selain itu, pada media sosial Kaskus akun Negativisme memiliki viewers sebanyak 100.093 pada thread yang diberi Tagar Prakhotbah.10 Prakhotbah adalah kumpulan catatan mingguan yang rutin dibuat pada hari Jumat oleh Herman dan kemudian dipublikasikan melalui semua media sosial yang sudah Herman buat dan diberi nama Negativisme.
7
Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017 Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017 9 https://www.instagram.com/negativisme/ diakses pada 03 Maret 2017 pukul 11.17 WIB 10 https://www.kaskus.co.id/search?q=prakhotbah&forumchoice diakses pada 03 Maret 2017 pukul 11.18 WIB 8
63
Gambar 3.4 Tampilan Profil Akun Kaskus @Negativisme
Kumpulan catatan mingguan yang diberi nama Prakhotbah ini dimulai sejak tahun 2013, sampai saat ini terdapat 207 catatan yang sudah dibuat oleh Herman pada setiap hari Jumat. Tema dari catatan mingguan tersebut sangatlah beragam dan disesuaikan dengan fenomena sosial yang terjadi di Indonesia, umumnya yang berkaitan dengan keagamaan, politik, dan apapun itu yang berkaitan dengan kehidupan sosial maupun kehidupan bermedia sosial. Catatan mingguan yang dibuat oleh Herman melalui akun Negativisme tersebut dihimpun dengan rapih dalam forum Kaskus, dengan itu setiap pembaca bisa dengan mudah memilih judul yang ingin dibaca sesuai dengan kebutuhan. Secara garis besar, tema yang diangkat oleh Negativisme melalui Prakhotbah adalah isu tentang toleransi beragama. Dari total 207 catatan yang sudah dibuat, terdapat 166 catatan yang membahas dan ada kaitannya dengan toleransi antar umat beragama. Hal ini menunjukkan kecenderungan dan intensitas pembahasan yang dibuat oleh Herman melalui akun Negativisme. Dilihat dari beragai konten/catatan yang Herman buat, Herman cenderung mengkritisi kaum muslimin yang menurutnya radikal dan intoleran terhadap
64
penganut kepercayaan lain. Terlebih ketika terdapat golongan yang membela kelompok teroris. Hal ini sangat tidak masuk akal baginya, karena siapapun orangnya, perbuatan teror tidaklah dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Bagi Herman, segala bentuk fanatisme yang berlebihan sangatlah berbahaya. Seperti yang sudah diketahui bahwa terdapat berbagai macam suku dan budaya di Indonesia, yang mana hal tersebutlah yang menjadikan Indonesia kaya. Keragaman adalah ciri khas yang dimiliki Indonesia. Karena itu ketika ada suatu kelompok yang muncul dan merasa diri paling benar dan hebat di antara kelompok lain, bagi Herman hal tersebut akan memecah belah persatuan yang selama ini dimiliki Indonesia. Inilah yang membuat Herman cenderung membuat catatan mingguan yang bertemakan kesetaraan, kebhinekaan, dan toleransi.11
11
Wawancara Peneliti dengan Herman Radheya melalui Email, pada 23 Maret 2017
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dalam kerangka analisis model Van Dijk, struktur teks, kognisi sosial, dan konteks sosial adalah bagian yang saling berintegrasi dan tidak dapat dipisahkan. Kalau suatu teks mempunyai ideologi tertentu, maka itu berarti menandakan dua hal, Pertama, teks tersebut merefleksikan struktur model si pembuat teks ketika memandang suatu peristiwa atau persoalan. Kedua, teks tersebut merefleksikan pandangan sosial secara umum, skema kognisis masyarakat atas suatu persoalan. Untuk itu diperlukan analisis yang luas yang mencakup konteks dan kognisi sosial individu pembuat teks dan masyarakat, tidak terbatas hanya pada teksnya saja. 1 Setelah dilakukannya analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk terhadap catatan mingguan yang dibuat Herman melalui media sosial Twitter dengan menggunakan hastag Prakhotbah, ditemukan pandangan yang dimiliki Herman terhadap kehidupan umat beragama di Indonesia secara umum. Catatancatatan mingguan Prakhotbah yang dibuat oleh Herman tidak lepas dari kritiknya terhadap kehidupan sosial umat beragama, di mana sudah banyak situasi dan kondisi dari berbagai peristiwa baik sosial, politik, pertahanan dan keagamaan yang mengusik kondusifitas yang sudah terjaga selama ini. Tentu saja hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi seluruh komponen anak bangsa yang berjuang demi perdamaian dan berupaya untuk bersatu walau dalam perbedaan, sebagaimana semboyan “bhineka tunggal ika” yang begitu masyhur dan begitu
1
Teun Van Dijk, “The InterdiciplinaryStudy Of News as Discourse”, http://www.discourses.org/journals/dac/ diakses pada Rabu, 22 Februari 2017, pukul 11.06 WIB
65
66
kuat untuk dijadikan pegangan bagi bangsa Indonesia yang memang lahir dari kebhinekaan namun harus tetap menjaga pesatuan. Kebhinekaan atau keberagaman yang menjadi karakter bangsa Indonesia ini, menuntut semua elemen masyarakat untuk terlibat dalam membangun kehidupan yang harmonis. Terdapat berbagai macam perbedaan yang berpotensi untuk mengkotak-kotakkan kehidupan bangsa Indonesia, mulai dari keberagaman mata pencaharian, keberagaman ras, keberagaman suku bangsa, keberagaman agama dan keberagaman budaya. Oleh karena itu, telah menjadi tugas seluruh elemen masyarakat
untuk mengesampingkan perbedaan yang ada
dan
mengedepankan persatuan dan kerukunan dalam bermasyarakat. B. Analisis Data 1. Analisis Teks Prakhotbah Dalam dimensi teks, analisis diarahkan pada struktur dari teks wacana itu sendiri. Struktur sebuah wacana tekstual menurut Van Dijk terbagi dalam tiga tingkatan, dimana ketiga tingkatan tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi yang pada akhirnya membentuk makna wacana secara menyeluruh.
Tiga tingkatan tersebut yaitu struktur makro, superstruktur dan
struktur mikro. Struktur makro berupa tematik, suprastruktur berupa skematik dan struktur mikro terdiri dari skematik, sintaksis, stilistik dan retoris. Analisis yang dilakukan pada dimensi teks ini dapat dilakukan secara murni hanya dengan menyandarkan penelitiannya pada data primer (teks) yakni setiap catatan mingguan karya Negativisme (Herman) yang memiliki kandungan pesan toleransi antarumat beragama pada tahun 2017 yaitu, “Duo Mulia”, “Berbalas” dan “Purwakarta Untuk Indonesia”.
67
a. Struktur Makro/Tematik Unsur global yang menjadi gambaran umum dan mendominasi suatu tulisan atau wacana disebut elemen tematik.2 Tema merupakan gagasan inti dari suatu teks yang menggambarkan apa yang ingin disampaikan oleh seorang penulis kepada pembaca melalui tulisannya dalam melihat atau memandang suatu peristiwa. Dapat dikatakan bahwa gagasan inti dari suatu tulisan hanya akan didapatkan setelah membaca keseluruhan teks. Tema menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh pembuat teks (dalam hal ini Herman Rhadeya) dalam catatan mingguan “Prakhotbah”. Melalui catatan mingguan yang dibuat Herman tersebut, jika diteliti lebih jauh lagi maka akan ditemukan pandangan yang dimiliki Herman terhadap kehidupan umat beragama di Indonesia secara umum. Dalam analisis wacana teks yang dikemukakan oleh Van Dijk, teks tidak hanya menggambarkan suatu topik tertentu, melainkan akan terdapat beberapa subtopik yang saling berkaitan dan mendukung terbentuknya topik umum. Begitupun subtopik terbentuk dari subbagian yang saling mendukung untuk membentuk subtopik. Dengan kata lain, setiap isi teks secara keseluruhan saling dukung membentuk satu pengertian umum yang koheren. 3 Catatan-catatan mingguan Prakhotbah yang dibuat oleh Herman tidak lepas dari kritiknya terhadap kehidupan sosial umat beragama, selain itu erat juga kaitannya dengan kebhinekaan atau keberagaman yang menjadi karakter bangsa Indonesia. Terdapat berbagai macam perbedaan yang berpotensi untuk
229. 230.
2
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h
3
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h
68
memecah-belahkan kehidupan bangsa Indonesia, mulai dari perbedaan mata pencaharian, perbedaan ras, perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, perbedaan budaya dan yang paling merusak adalah perbedaan kepentingan. Oleh karena itu, telah menjadi tugas seluruh elemen masyarakat untuk mengesampingkan perbedaan yang ada dan mengedepankan persatuan dan kerukunan dalam bermasyarakat. Dari sekian banyak keberagaman yang dimiliki oleh warga Indonesia tersebut, catatan mingguan Herman lebih fokus kepada keberagaman agama, yang mana terdapat beberapa subtopik yang ditemukan dalam catatan mingguan tersebut, antara lain; 1) Menghargai Kebebasan Eksistensial Agama Salah satu topik yang mendukung tema utama dalam catatan mingguan Prakhotbah yang dibuat oleh Herman ini adalah tentang kebebasan umat beragama, salah satunya adalah dalam merayakan hari besar. Pada penghujung tahun 2016, tepatnya di bulan Desember, terdapat dua perayaan hari besar dari dua agama yang berbeda, yakni perayaan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Pada tanggal 12 Desember 2016 dan perayaan hari kelahiran Nabi Isa As. atau biasa dikenal dengan Hari Natal pada tanggal 25 Desember 2016. Momentum perayaan hari besar ini sangatlah penting bagi kedua agama tersebut. Tentu perayaannya harus dilandasi sikap saling menghormati antar umat yang berbeda keyakinan satu sama lain. Umat Nasrani harus menghormati Umat Muslim saat sedang merayakan setiap peringatan hari besar sesuai dengan ajaran yang berlaku,
69
begitupun sebaliknya, Umat Muslim harus menghormati setiap perayaan hari besar yang diperingati oleh Umat Nasrani. Tidak hanya sebatas itu, bahkan setiap elemen masyarakat harus menghormati kebebasan beragama dengan segala macam ritualnya yang mana hal tersebut sudah diatur dalam UUD 1945 pada BAB XI tentang Agama, Pasal 29 ayat satu (1) dan ayat dua (2) yang berbunyi, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.4 Mengenai
pemberian
kebebasan
atau
kemerdekaan
dalam
menganut sebuah agama termasuk menjalankan ibadat sesuai dengan ajaran suatu agama ini, Herman menulis dalam catatan mingguan Prakhotbah sebagai berikut: Gambar 4.1 PraKhotbah 203: "Duo Mulia"
4
WIB.
http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 diakses pada Selasa, 25 Oktober 2016 pukul 12.51
70
Gambar 4.2 PraKhotbah 207 : Purwakarta untuk Indonesia
71
Bagi Nurcholis Madjid, memberikan kebebasan tidak hanya sebatas pada membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain, tapi juga harus bertindak lebih dari sekedar membiarkan, akan lebih baik lagi jika pemberian kebebasan dalam beragama tersebut dibarengi dengan perbuatan saling mendukung dan membantu dalam hal meraih kebebasan yang telah diatur dalam UUD 1945 tadi. Seperti halnya catatan mingguan Herman di atas bahwa, di Purwakarta telah terjadi kegiatan saling tolong-menolong antar umat beragama. Hal ini akan menjadi bukti keberhasilan atas praktik toleransi antarumat beragama yang selama ini diimpikan. Kehiduapan bermasyarakat akan lebih harmonis jika mengesampingkan perbedaan yang ada pada setiap individu atau kelompok. Karena selain hubungan antara Manusia dan Tuhan, juga ada hubungan antara manusia dan manusia yang harus diperhatikan.5 Herman memberikan contoh kehidupan toleransi antar umat beragama yang terjadi di Purwakarta, bahwa dengan adanya perbedaan tidak membuat para warga menjadi terkotak-kotakkan satu sama lain. Warga Purwakarta bahkan bisa menjadi teladan dalam hal ini, karena dalam kehidupan sosial, warga Purwakarta terbiasa untuk membantu satu sama lain tanpa harus memandang latar belakang agama, bahkan di Purwakarta secara rutin mengadakan acara agar antar umat beragama memiliki waktu untuk duduk bersama, berdiskusi sampai makan bersama. Tidak hanya sampai di situ, ketika salah satu agama 5
Nurcholish Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman), (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 13.
72
sedang merayakan hari-hari besar, kelompok agama lain pun turut membantu untuk mempersiapkan acara tersebut. 2) Menerima Perbedaan Topik selanjutnya adalah tentang menerima perbedaan dan keberagaman.
Keberagaman
atau
perbedaan
adalah
sebuah
keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Perbedaan tersebut muncul mulai dari mata pencaharian, keberagaman ras, keberagaman suku bangsa, keberagaman agama dan keberagaman budaya. Hal tersebut menjadi sesuatu yang mutlak adanya. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat Al-Hujuraat ayat 13: َ َ ٰٰۤيبَيُّهَب النَّبسُ اِنَّب َخلَ ۡق ٰن ُكمۡ ِّم ۡن َذ َك ٍز َّوا ُ ۡن ٰثى َو َج َع ۡل ٰن ُكمۡ ُشع ُۡىبًب َّوقَبَبٓ ِٮ َل لِتَ َعب َرفُ ۡىا ؕ اِ َّ َّ اَ ۡك َز َم ُكمۡ ِِ ۡن ٰ ٰ ﴾ٔ۱﴿ ّللا َِلِ ۡۡم َخبِ ۡۡز ِّ َ ّ َّ َّ ِّللا اَ ۡت ٰقٮ ُكمۡ ؕ ا Artinya: “Hai manusia. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. AlHujuraat: 13).”6 Ayat al-Quran di atas membuktikan bahwa perbedaan yang terjadi merupakan sebuah kesengajaan yang dibuat oleh Allah SWT. agar manusia bisa saling mengenal dan memahami satu sama lain. Perbedaan tercipta agar bisa dijadikan pelajaran bagi manusia yang hidup di muka bumi. Dengan ini, jelas bahwa orang-orang yang tidak bisa menerima perbedaan adalah orang-orang yang belum siap dan harus belajar lebih banyak lagi. 6
Al-Qur‟an, Surat Al-Hujuraat, Ayat 13
73
Gus Mus, sebagaimana dikutip oleh Kompas,7 menyatakan bahwa ketidakmampuan menerima perbedaan adalah dasar dari semua kasus kekerasan, khususnya dalam perbedaan agama. Kekurangan tersebut akhirnya membuat seseorang menjadi intoleran dan menghalalkan kekerasan terhadap mereka yang berbeda. Bahkan yang lebih parahnya lagi adalah ketika mayoritas merasa berhak mengatur minoritas. Kekerasan terjadi bukan hanya antar agama yang berbeda, bahkan banyak juga yang terjadi karena perbedaan “aliran” dalam suatu agama tertentu. Begitu banyak konflik yang terjadi dengan latar belakang agama dalam beberapa tahun kebelakang, antara lain; pembakaran gereja di Aceh Singkil,8 kerusuhan yang terjadi pada hari Raya Idul Fitri di Tolikara, Papua,9 penyegelan masjid Ahmadiyah di Tebet,10 ancaman serangan kepada kelompok Syiah di Yogyakarta,11 dan masih banyak lagi konflik lain yang terjadi karena perbedaan agama atau perbedaan “aliran” dalam suatu agama. Namun dari beberapa konflik yang terjadi
7
Susi Ivvaty, Belajar Menerima Perbedaan, Harian Kompas edisi 17 Desember 2015. http://nasional.kompas.com/read/2015/12/17/15090901/Belajar.Menerima.Perbedaan?page=all diakses pada tanggal 09 Maret 2017. Pukul 11.45 WIB. 8 Imran M.A, Aceh Singkil Mencekam, Satu Gereja dibakar Dua Tewas, Tempo.co. 13 Oktober 2015. https://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/13/058709127/aceh-singkilmencekam-satu-gereja-dibakar-2-tewas diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.50 WIB. 9 Hari Raya Idul Fitri Ada Serangan di Tolikara, Sindonews. 17 Juli 2015. https://daerah.sindonews.com/read/1024524/174/hari-raya-idul-fitri-ada-serangan-di-tolikara1437150841 diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.47 WIB. 10 Anggi Kusumadewi, Jemaah Ahmadiyah Protes Penyegelan Rumah Ibadah, CNN Indonesia, 10 Juli 2015. http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150710122353-2065668/jemaaat-ahmadiyah-protes-penyegelan-rumah-ibadah-di-tebet/ diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.43 WIB. 11 Addi MAwahibun Idhom dan Muh Syaifullah, Kelompok Syiah di Yogya diancam diserang, Tempo.co 22 November 2013. Pukul 14.20 WIB. https://nasional.tempo.co/read/news/2013/11/22/058531705/kelompok-syiah-di-yogya-diancamdiserang diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.40 WIB.
74
di atas menggambarkan arogansi warga pemeluk agama mayoritas yang merasa memiliki kekuatan dan hak untuk menindas minoritas. Haedar Nashir menjelaskan bahwa di zaman modern seperti sekarang ini, banyak orang yang merasa perlu untuk kembali kepada ajaran agama. Namun, jalan yang ditempuh dan jarak pandangnya berbeda-beda. Haedar mengisyaratkan bahwa orang-orang yang jarak pandangnya dekat hanya akan menemukan serpihan-serpihan ilmu sehingga membuat Islam menjadi eksklusif.12 Sesungguhnya bolehboleh saja ketika terdapat perbedaan jarak pandang seperti yang dikatakan Haerdar di atas, tapi semestinya tidak perlu saling ganggu sehingga menumbuhkan sikap intoleran. Mengenai itu Herman menulis dalam catatan mingguan Prakhotbah sebagai berikut: Gambar 4.3 PraKhotbah 203: "Duo Mulia"
12
Susi Ivvaty, Belajar Menerima Perbedaan, Harian Kompas edisi 17 Desember 2015. http://nasional.kompas.com/read/2015/12/17/15090901/Belajar.Menerima.Perbedaan?page=all diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.33 WIB.
75
Gambar 4.4 PraKhotbah 204: Berbalas
Perbedaan, sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah sebuah rahmat dari Allah SWT. agar manusia bisa saling mengenal dan mengambil pelajaran. Sebagai salah satu orang yang peduli, melalui catatan mingguan Prakhotbah, Herman berusaha menjadi penerus para pejuang terdahulu yang mampu mengesampingkan perbedaan yang ada demi tujuan yang ingin dicapai bersama. Dengan catatan mingguan
76
Prakhotbah ini pula Herman berusaha memerangi orang/kelompok yang berusaha memecah-belah persatuan dan kesatuan Indonesia. 3) Etika Antar Umat Beragama Topik selanjutnya yakni mengenai etika antar umat beragama yang mana dalam hal ini setiap agama memiliki klaim bahwa ajaran yang dianut adalah ajaran yang paling benar. Hal tersebut menjadi hal yang paling mendasar atas terjadinya singgungan antar agama. Karena efek dari doktrin agama tersebut membuat para pengikutnya mempunyai pandangan yang subjektif terhadap agama, baik terhadap agama yang dianut ataupun agama lainnya. Sejatinya untuk mengklaim bahwa agama yang dianut adalah agama yang paling benar bukanlah hal yang perlu dihindari, bahkan klaim seperti itu sangatlah penting untuk meyakinkan para penganutnya begitupun penting untuk dapat mengajak orang lain agar ikut menganut agama tersebut. Tapi yang perlu ditanamkan adalah bahwa kebenaran hanyalah milik Allah SWT. dan ketika suatu ajaran merasa bahwa ajaran tersebut adalah ajaran yang benar, harus disadari juga bahwa ajaran lain belum tentu salah, karena itu adalah salah satu konsekuensi dari perbedaan. Setiap agama memiliki sebutan bagi golongan yang berada di luar dari agama tersebut, dalam agama Islam, orang yang tidak mengikuti ajaran Islam dengan sebutan „kafir‟, begitupun di agama-agama lain, agama Kristen menyebutnya „domba-domba tersesat‟, „nastika‟ untuk orang-orang yang meninggalkan ajaran Weda dalam Hindu, dan lain sebagainya. Namun, sangatlah tidak etis jika sebutan tersebut
77
disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan. Jika memang memiliki niat untuk mengajak orang lain untuk ikut menganut agama tertentu, maka penting kiranya untuk memperhatikan metode penyampaian yang baik agar hati orang tersebut terbuka dan mau menerima ajaran agama yang sedang dijelaskan. Bukan malah memaki orang tersebut dengan sebutan „kafir‟, „domba tersesat‟, „nastika‟, apalagi sampai menghina apa yang disembah orang tersebut. Cara seperti itu tidak akan bisa mengambil hati orang yang sedang diajak, tapi sebaliknya, hal tersebut mungkin akan membuatnya marah karena merasa diolok-olok. Seperti firman Allah SWT. dalam Al-Quran: َ َسيَّنَّب لِ ُك ِّل ُ ُ َّم ٍٍ َِ ََلَهُمۡ ُُ َّم َ ِٱَّلل ِ َۡ َ َۢ َوا بِ َغ ۡۡ ِز ِِ ۡل ٍ ۗم َك َذلل ِ َّ َّ ِ َو ََل تَ ُسبُّىاْ ٱلَّ ِذينَ يَ ۡ َ ُِى ََّ ِمن دُو َ َّ ْٱَّلل فََۡ ُسبُّىا )ٔٓ١( ََّ إِلَىٰ َرب ِِّہم َّم ۡز ِج ُعهُمۡ فَُۡنَبِّئُهُم ِب ََب َكبنُىاْ يَ ۡع ََلُى Artinya: "Janganlah kamu mengolok sembahan-sembahan yg mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan mengolok Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan" (Al An'am 108)13 Sejalan dengan ayat tersebut, Herman menulis dalam Prakhotbah sebagai berikut: Gambar 4.5 PraKhotbah 204: Berbalas
13
Al-Qur‟an Surat Al-An‟am ayat 108.
78
79
b. Superstruktur/Skematik Selanjutnya, Van Dijk menggunakan analisis cara penceritaan (skematik/superstruktur) yang mendukung tema suatu wacana, yakni melihat bagaimana mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa lain agar terangkai menjadi satu teks utuh.14 Penyusunan bagian yang terdapat dalam suatu teks/wacana merupakan strategi untuk mengedepankan bagian mana yang dianggap penting, kemudian mengakhirkan bagian yang kurang penting atau bahkan bagian yang berusaha untuk disembunyikan. Dalam pembagian suatu teks/wacana umumnya terdapat judul yang merupakan summary dari sebuah teks/wacana, selanjutnya disusul oleh lead yang berfungsi sebagai pengantar ringkasan suatu teks/wacana, kemudian story yakni isi dari teks/wacana secara keseluruhan, kemudian kesimpulan dari teks/wacana tersebut, dan yang terkahir adalah penutup. Dalam istilah lain, skema/superstruktur juga dapat diartikan sebagai bangunan teks yang runut dari awal sampai akhir sehingga menjadi satu kesatuan arti yang koheren dan padu. Superstruktur merupakan kerangka suatu susunan dan rangkaian struktur suatu wacana atau skematika, hal tersebut 14
231.
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h
80
sangatlah lazim digunakan dalam sebuah percakapan atau tulisan yang diawali dengan pendahuluan, dilanjutkan dengan isi pokok, diikuti kesimpulan dan diakhiri dengan penutup. 1) PraKhotbah 203: Duo Mulia Herman memberikan judul “Duo Mulia” untuk menekankan bahwa terdapat dua sosok manusia yang kedudukannya diangkat dan dimuliakan, bagaimana tidak, kedua orang ini adalah orang yang membawa dan menyebarkan dua agama besar. Selain itu, keberadaan kedua orang tersebut di muka bumi adalah untuk tujuan dan tanggungjawab yang sangat berat, yaitu untuk membawa manusia menuju jalan kebenaran, selain itu agar manusia hidup damai dan saling berdampingan di muka bumi. Dalam catatan ini, Herman ingin menyampaikan bahwa merayakan hari kelahiran kedua orang yang dimulaikan ini merupakan hal yang memang sudah sepantasnya untuk dilakukan. Dalam catatan ini, Herman menggunakan lead sebagai berikut: Gambar 4.6 Lead pada judul “Duo Mulia”
Bait pembuka dalam catatan ini memberikan pendahuluan yang baik untuk para pembaca, yang mana dari pendahuluan tersebut pembaca sudah mendapatkan sedikit gambaran tentang isi keseluruhan teks/wacana.
Dalam
pendahuluan
tersebut,
Herman
ingin
81
menyampaikan tentang keistimewaan bulan Desember pada tahun 2016, yang mana terdapat dua peringatan hari besar dari dua agama besar yang terdapat di Indonesia. Peringatan hari besar yang ditujukan untuk dua manusia mulia dari dua agama yang berbeda ini menjadi ujian bagi kesadaran bertoleransi antarumat beragama. Herman menyatakan bahwa bulan Desember pada tahun tersebut adalah bulan yang spesial, karena dengan ini maka akan terlihat seberapa jauh bangsa Indonesia khususnya penganut kedua agama tersebut dapat menyikapi perbedaan yang ada, karena tidak menutup kemungkinan terjadinya bentrok saat perayaan tersebut dilaksanakan, ditambah lagi kedua agama memiliki cara yang berbeda dalam memperingati hari besar tersebut. Karena itulah Herman menyebut bahwa ini adalah bulan spesial untuk menguji kebesaran hati penganut kedua agama untuk saling menghargai perbedaan yang ada. Skema selanjutnya yaitu bait penjelas dari tema yang dibahas dalam catatan mingguan ini. Dalam catatan “Duo Mulia” terdapat 4 (empat) bait penjelas, guna melengkapi alur dari sebuah catatan dan melengkapi isi pesan yang dirasa perlu untuk disampaikan. Pembagian bait yang berfungsi untuk melengkapi isi pesan catatan ini adalah sebagai berikut: Bait pertama, dalam memperingati hari kelahiran umumnya terdapat pemberian kado sebagai hadiah. Di sini Herman mengajak para pembaca untuk memberikan kado terbaik dalam perayaan
82
kelahiran kedua orang yang dimulaikan tersebut berupa kedamaian dari para pengikutnya. Gambar 4.7 Bait ke-1 pada judul “Duo Mulia”
Perdamaian antara kedua penganut agama yang berbeda ini pasti akan menjadi kado terindah bagi pembawanya yakni Nabi Muhammad SAW. dan Nabi Isa As. karena pada hakikatnya Tuhan dari kedua orang tersebut adalah Tuhan yang sama. Bait kedua, sudah menjadi sebuah kewajaran bahwa setiap adanya perbedaan pasti terdapat rasa saling curiga, perbedaan tersebut yang akhirnya menciptakan pengkotak-kotakkan yang memisahkan setiap kubu yang tercipta dari perbedaan tersebut. Dalam catatan ini Herman menegaskan bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan, maka sudahilah kecurigaan satu sama lain dan ambilah pelajaran dari perbedaan yang ada. Gambar 4.8 Bait pada ke-2 judul “Duo Mulia”
Pada bait di atas Herman menitikberatkan pesan pada jaminan yang diberikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada seluruh umat beragama agar dapat memeluk agama yang diyakini dengan rasa
83
aman melalui Undang-Undang Dasar (UUD) dan Pancasila. Dengan ini jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia memiliki hak yang sama untuk memeluk agama dan melaksanakan kegiatan keagamaan sesuai dengan ajaran yang diyakini, maka tidak dibenarkan jika ada orang yang menghalangi atau berusaha merebut hak yang diberikan oleh Negara kepada penduduknya. Bait ketiga, pengucapan selamat kepada pihak yang sedang memiliki perayaan adalah hal yang sangat wajar, namun terdapat beberapa pandangan yang membatasi pengucapan ini dengan alasan bahwa dengan mengucapkan „selamat‟ atas perayaan agama lain maka secara otomatis akan membuat orang tersebut keluar dari agama yang dianut. Sebagai respon dari pandangan tersebut, Herman menulis sebagai berikut: Gambar 4.9 Bait ke-3 pada judul “Duo Mulia”
Herman melihat bahwa terdepat perbedaan pendapat atas masalah pengucapan selamat ini, dan hal itu merupakan sesuatu yang wajar, namun Herman menyayangkan jika perbedaan pandangan tersebut melahirkan sebuah paksaan kepada pemilik pemahaman yang lain dengan didasari sikap merasa paling benar. Bagi Herman, hal tersebut akan merusak kerukunan yang sudah dijaga selama ini. Perbedaan
84
akan selalu ada, yang terpenting adalah bagaimana manusia menyikapi perbedaan yang ada. Dalam catatan mingguan “Duo Mulia” bagian terpenting yang merupakan inti dari catatan ini diletakkan pada pertengahan teks/wacana, yang mana bagian terpenting itu adalah sebagai berikut; Gambar 4.10 Bagian terpenting pada judul “Duo Mulia”
Herman mengulas sedikit sejarah para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, yang mana para pahlawan tersebut berjuang bersama tanpa mempermasalahkan perbedaan dan bersatu untuk kemerdekaan Indonesia. Indonesia lahir dari perbedaan yang kemudian disatukan dengan tujuan yang sama, yakni tujuan untuk merdeka, sehingga perbedaan suku dan agama yang ada pada saat itu ditiadakan. Bagi Herman, perbedaan suku, agama dan budaya yang terdapat di Indonesia adalah karakter yang dimiliki Indonesia sejak lahir, sehingga sudah sepantasnya hal tersebut tidak berusaha untuk dihilangkan. Tugas bangsa Indonesia saat ini hanyalah untuk menjaga apa yang sudah diperjuangkan oleh para pahlawan, yaitu persatuan dan kesatuan Indonesia.
85
Bagian terakhir adalah bait yang berisi kesimpulan dari teks/wacana catatan mingguan ini. Kesimpulan dari catatan ini adalah bahwa perayaan hari lahir dari pembawa kedua agama besar yang ada di Indonesia pada bulan yang sama ini perlu disadari dengan sikap saling toleran antar kedua penganut agama tersebut. Herman berusaha menarik kesamaan yang terdapat dalam kedua agama tersebut, bahwa kedua agama ini sama-sama memiliki tujuan yang sama yaitu menyebarkan kedamaian kepada seluruh alam. Pada bait ini Herman menulis sebagai berikut; Gambar 4.11 Bagian terakhir pada judul “Duo Mulia”
Herman menyadari bahwa di dalam setiap kelompok pasti terdapat beberapa oknum yang bertindak gegabah dan dampaknya dapat mencoreng nama baik dari kelompok tersebut. Begitu juga dalam sebuah agama, yang mana terdapat oknum dari suatu agama yang dapat merusak kredibilitas agama tersebut di mata khalayak umum, terlebih di mata orang awam yang tidak mengerti keadaan di dalam agama tersebut. Dalam hal ini, Herman menyayangkan bahwa terdapat
86
suatu kelompok dalam sebuah agama yang menamakan dirinya „front pembela‟ dan membuat kerusuhan, menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama yang kemudian malah memberikan dampak perpecahan dan merusak citra agama tersebut. Dalam akhir kalimat, Herman menambahkan “maha benar Tuhan maha kadang-kadang kita”, dalam kalimat tersebut Herman berusaha mengingatkan kepada para pembaca bahwa hanya Tuhan-lah yang memiliki sifat maha benar, manusia tidak pernah luput dari salah, karena itu Herman mengembalikan apa yang ditulisnya kepada Yang Maha Kuasa, bahwa tidak menutup kemungkinan terdapat kesalahan dari apa yang ditulis sebelumnya, manusia hanya bisa berusaha semampunya, dan kebenaran hanya milik-Nya. 2) Prakhotbah 204: Berbalas Pada catatan ke-204 Herman memberi judul “Berbalas”, sebenarnya dalam judul ini terdapat kata yang dihilangkan, bahwa kata yang sebenarnya ingin digunakan oleh Herman adalah “berbalakasih”, hal ini didasarkan pada isi dari keseluruhan teks/wacana, penghilangan kata „kasih‟ pada judul bertujuan untuk menarik perhatian pembaca, bahwa dengan pemotongan atau penghilangan kata „kasih‟ pada judul tersebut akan menimbulkan multimakna, dalam artian bisa saja isi dari teks/wacana tersebut adalah tentang kegiatan saling balas yang positif atau sebaliknya. Dengan penghilangan kata „kasih‟ pada judul tersebut, bisa memberikan kebebesan kepada pembaca untuk memilih kata yang tepat sebagai lanjutannya.
87
Lead pada teks/wacana ini menggambarkan bahwa setiap agama memiliki ajaran yang sama tentang rasa kemanusiaan, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menyebarkan kasihsayang kepada seluruh alam, Kristes yang menunjukkan jalan hidup dengan penuh cinta dan kasih, Hindu Budha yang menyikapi segala hal dengan bijak, terlihat bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan dalam ajarannya. Gambar 4.12 Lead pada judul “Berbalas”
Herman mengajak kepada pembaca untuk bersama-sama menjaga kedamaian yang ada sesuai dengan ajara agama-agama, karena hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar dan Pancasila. Artinya, menghalangi dan menghentikan orang-orang yang betujuan untuk merusak kedamaian tersebut adalah tindakan yang dapat dibenarkan. Selanjutnya, penjelasan dari lead di atas dibagi menjadi beberapa bagian, dalam bagian pertama, Herman menjelaskan bahwa akan ada beberapa oknum yang dapat merusak kedamaian tersebut, yaitu dengan sikap merasa paling benar sehingga merasa berhak memaksakan
88
kehendaknya kepada orang lain dan menimbulkan perpecahan yang sudah terjaga selama ini. Hal ini ditulis Herman sebagai berikut; Gambar 4.13 Bait ke-1 pada judul “Berbalas”
Pada kenyataannya, benar bahwa setiap agama memiliki klaim atas kebenaran ajarannya. Tapi yang perlu diperhatikan adalah bahwa akan timbul masalah besar jika hal tersebut turun ke dalam ranah sosial, di mana terdapat berbagai agama yang memiliki klaim kebenaran yang sama, kemudian saling menyalahkan satu sama lain, jika ini sampai terjadi maka akan terjadi perpecahan di mana-mana. Pada bagian kedua, Herman menulis sebagai berikut; Gambar 4.14 Bait ke-2 pada judul “Berbalas”
Seharusnya, cukuplah bahwa kebenaran sebuah agama yang dianut itu tertanam dalam keyakinan masing-masing, karena setiap orang memiliki pandangan yang berbeda atas kebenaran yang dipilih. Setiap orang memiliki kebebasan yang sama untuk memilih dan menjalani kehidupan beragama. Seperti yang ditulis Herman pada bagian pertama
89
bahwa tindak memaksakan kehendak bukanlah sesuatu yang dapat dibenarkan. Jika memang bertujuan untuk mengajak penganut agama lain agar berpindah agama dan menuju jalan yang benar, maka hal itu harus dilakukan dengan cara yang baik, bukan melalui paksaan, apalagi kekerasan. Herman meletakkan bagian terpenting pada bagian ketiga, yaitu tentang etika antarumat beragama dengan menganalogikan sikap manusia terhadap penyandang disabilitas, yang mana tidak dapat dibenarkan bahwa kenyataan pahit yang dialami oleh penyandang disabilitas itu menjadi bahan olok-olok. Tentu saja hal tersebut akan membuat mereka marah, walaupun pada kenyataannya hal itu memang benar terjadi dan dialaminya. Hal ini berkaitan dengan pe-label-an umat beragama terhadap orang-orang yang berada di luar agama tersebut, contohnya adalah „kafir‟ dalam agama Islam dan „domba tersesat‟ dalam agama Kristen. Kenyataan bahwa orang-orang tersebut kafir atau tersesat sebagaimana dinyatakan oleh agama adalah benar adanya, tapi mengungkapkan hal tersebut di muka yang bersangkutan adalah tindakan yang amoral dan tidak etis. Dampaknya, hal tersebut akan menghilangkan rasa simpati dari orang yang disebut kafir atau domba tersesat tadi, yang akhirnya menghilangkan peluang dapat diterimanya ajaran agama tersebut. Herman menegaskan ini dalam tulisannya sebagai berikut;
90
Gambar 4.15 Bagian terpenting pada judul “Berbalas”
Selanjutnya, sebagai kesimpulan dan penutup dari teks/wacana ini, Herman menambahkan pembahasan tentang keangkuhan sikap dari kelompok yang merasa mayoritas, di mana dengan jumlah yang paling banyak sehingga merasa berkuasa untuk bersikap semaunya dan tidak menghargai kelompok yang minoritas. Padahal jika ditarik lebih jauh lagi, kelompok yang mayoritas di Indonesia belum tentu mayoritas juga di negara lain, oleh karena itu agar saudara-saudara satu kelompok yang berada di negara lain dilindungi dan dihargai maka mayoritas di sini pun harus menghargai minoritas. Herman menegaskan bahwa tidak ada kelompok yang lebih superior dari kelompok lain, akan lebih baik jika antarkelompok agama tersebut saling bekerjasama membangun kedamaian di negeri ini. Herman menulis sebagai berikut dalam kesimpulan teks/wacana kali ini; Gambar 4.16 Bagian terakhir pada judul “Berbalas”
91
3) PraKhotbah 207: Purwakarta Untuk Indonesia Judul “Purwakarta Untuk Indonesia” yang digunakan oleh Herman pada catatan ke-207 adalah untuk menceritakan kehidupan antarumat beragama yang terjadi di Purwakarta, di mana masyarakat Purwakarta menjunjung tinggi kebhinekaan yang ada Indonesia. Menurut Herman, Purwakarta adalah kota kecil yang dapat memberikan contoh kerukunan antarumar beragama. Ketika di daerah tertentu terjadi kerusuhan antarumat beragama, tapi yang terjadi di Purwakarta adalah sebaliknya. Toleransi antarumat beragama berjalan dengan baik di Purwakarta, dan hal tersebut tidak terlepas dari peran pemimpinnya,
92
yaitu Dedi Mulyadi yang saat ini sedang menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Sebagai pendahuluan pada teks/wacana kali ini, Herman membuat lead seperti berikut; Gambar 4.17 Lead pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia”
Dari lead tersebut, Herman memberikan gambaran bahwa Purwakarta adalah kota kecil yang pantas untuk dikagumi dari segi toleransinya, yang mana terdapat kasus intoleransi di wilayah lain tapi tidak di Purwakarta. Bait-bait yang dapat memaparkan lebih jelas tentang keadaan di Purwakarta dibagi menjadi beberapa bagian, bagia pertama adalah dilihat dari segi pelaksanaan aktifitas keagamaan, yang mana ketika di tempat lain terdapat pemblokiran kegiatan keagamaan tertentu oleh agama lainnya, di Purwakarta justru sebaliknya, masyarakat saling membantu dan bergotong-royong demi terlaksananya kegiatan keagamaan tersebut, hal ini digambarkan oleh Herman seperti berikut;
93
Gambar 4.18 Bait ke-1 pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia”
Hal ini menjelaskan bahwasanya kerukanan beragama berjalan dengan baik di Purwakarta. Para panganut agama yang berbeda memiliki kebesaran hati untuk saling menghormati, yang mana saat ada kegiatan dari salah satu agama, agama yang lain ikut membantu membersihkan tempat yang akan dijadikan lokasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Kerukunan ini didasari dengan kesadaran akan pentingnya hidup damai dan tenteram tanpa harus mempermasalahkan agama yang dianut, karena sejatinya terdapat nilai-nilai kemanusiaan yang harus dijalani dalam ajaran agama. Nilai-nilai kemanusiaan ini yang akhirnya perlu diimplementasikan dalam kehidupan sosial. Selanjutnya keistimewaan Purwakarta yang berusaha Herman sampaikan ini ditulisnya dalam poin kebhinekaan yang terdapat pada bagian kedua, yang mana ketika di tempat lain kebhinekaan terasa sudah mulai retak oleh berbagai kepentingan, tapi tidak di Purwakarta.
94
Bagi Herman, retaknya kebhnekaan yang sudah terjaga selama ini muncul dikarenakan kepentingan politik, pada bagian tersebut Herman menulis sebagai berikut; Gambar 4.19 Bait ke-2 pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia”
Bagi Herman tentu saja kelebihan yang dimiliki Purwakarta ini tidak lepas dari peran sang pemimpin, yakni Dedi Mulyadi. Kesadaran Bupati Purwakarta akan kebhinekaan yang sudah mulai terkoyak ini melahirkan formulasi yang tepat untuk daerah kekuasaaanya. Kebijakan yang diambil pun tidak keluar dari tujuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan warga Purwakarta. Keterlibatan seorang pemimpin untuk menjaga kedamaian yang ada pada warganya sangat diperlukan. Hal ini lah yang menjadi poin terpenting dari teks/wacana yang dibuat Herman kali ini. Di mana peran pemimpin sangatlah penting untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas yang terjadi di lingkungan hidup warga. Dedi Mulyadi sadar akan kehadiran kelompok radikal yang mengatasnamakan agama untuk melakukan kekerasan dan bertindak
95
sewenang-wenang. Dengan bermodalkan kesiapan itu akhirnya Purwakarta dapat terhindar dari kerusuhan yang terjadi atas nama agama. Lebih dari itu, tidak hanya sekedar terhindar, melainkan Dedi berhasil menyatukan umat yang berbeda agama dalam satu kesatuan dan kedamaian. Diskusi antaragama yang berlangsung di Purwakarta dapat membuktikan kerukunan yang terjadi. Beginilah seharusnya seorang
pemimpin
mengambil
tindakan
untuk
mengantisipasi
terjadinya perpecahan antarwarga dengan berlatarbelakang berbagai kepentingan. Untuk menegaskan peran tersebut, Herman menulis sebagai berikut; Gambar 4.20 Bagian terpenting pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia”
Selanjutnya adalah bagian kesimpulan dan penutup, pada kesimpulan teks/wacana kali ini Herman berharap agar apa yang sudah dicapai oleh Purwakarta saat ini bisa terus terjaga, bahkan alangkah lebih baik lagi jika kerukunan tersebut dapat menjadi contoh bagi daerah lain yang ada di Indonesia. Hal ini menjadi harapan bersama bahwa setiap warga memiliki kesadaran untuk tetap hidup damai dan saling menghormati satu sama lain.
96
Dalam kesimpulan catatan yang diberi judul “Purwakarta Untuk Indonesia” ini, Herman menulis sebagai berikut; Gambar 4.21 Bagian terakhir pada judul “Purwakarta Untuk Indonesia”
c. Struktur Mikro Pada analisis struktur mikro elemen semantik digunakan untuk melihat wacana dari suatu teks. Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks dari hubungan antarkalimat, hubungan antarpreposisi yang membangun makna tertentu dalam bangunan teks. Elemen semantik merupakan elemen terkecil dalam teks wacana, namun tetap memiliki keterkaitan dan porsi yang sama dengan elemen lain (tematik dan skematik) dalam menentukan arah makna suatu teks wacana. 1) PraKhotbah 203: Duo Mulia Berkaitan dengan wacana utama dalam catatan Prakhotbah yang diteliti, yakni tentang toleransi antar umat beragama, latar pada catatan PraKhotbah ke-203 yang diberi judul “Duo Mulia” ini adalah tentang perayaan hari kelahiran 2 (dua) orang istimewa, yaitu Nabi Muhammad SAW. yang bertepatan pada tanggal 12 Desember 2016 dan Nabi Isa As. pada tanggal 25 Desember 2016, selain itu kedua orang tersebut adalah pembawa 2 (dua) agama besar di Indonesia. Sebagiamana yang ditulis Herman sebagai berikut;
97
Bulan Desember bulan yang spesial, bagaimana tidak, bulan ini ada dua peringatan manusia mulia dari dua agama besar di Indonesia Latar tersebut menegaskan kemuliaan para Nabi yang berkat perjuangannya agama yang dibawakan olehnya menjadi agama dengan penganut terbanyak di Indonesia. Kemuliaan dua Nabi tersebut menjadi salah satu alasan bahwa sudah sepantasnya memperingati hari kelahirannya.
Setiap
agama
memiliki
hak
yang
sama
untuk
memperingati hari kelahiran ini, selain itu menjadikan hari tersebut sebagai hari libur adalah sebagai sebuah penghormatan pemerintah kepada penganut agama yang dimaksud agar dapat merayakannya sesuai dengan ajaran dari kedua agama tadi. Bagian yang menjadi elemen detil dari catatan Prakhotbah kali ini terdapat pada bagian; Hentikan saling curiga apalagi menghalangi kegiatan ibadah agama yang beda, karena itu hak beragama yang dijamin UUD dan Pancasila Pada bagian tersebut Herman berusaha menegaskan bahwa hak dalam melaksanakan kegiatan ibadah sudah dijamin dalam konstitusi Indonesia, sehingga tidak ada yang berhak untuk menghalangi kegiatan tersebut, bahkan curiga sekalipun. Penonjolan yang dilakukan Herman ini adalah agar masyarakat bisa saling menghormati satu sama lain terutama dalam urusan keagamaan. Selanjutnya, elemen maksud wacana toleransi beragama bisa dilihat melalui cara Herman menguraikan kata „beragam‟ dari„beragama‟ untuk menegaskan bahwa keberagaman pastilah ada dan harus dihargai,
98
dan disampaikan pula tentang perilaku dari oknum penganut agama yang dapat merusak keharmonisan kehidupan umat beragama dengan perilaku yang sewanang-wanang, dalam catatan ini Herman menulis sebagai berikut; Ada kata "Beragam" dlm "Beragama",Beragama itu harus menghormati keberagamaan, bukan malah berusaha menghilangkannya, apalagi dgn pemaksaan. Mari beragama dengan Rahmatan lil alamin & cinta kasih, seperti dicontohkan Nabi. Jangan seperti kelompok yg mengaku front pembela, tapi justru malah merusaknya... Maha benar Tuhan maha kadang-kadang kita, buktikan kalo agama mengajarkan cinta kasih dan rahmat sekalian alam Kemudian sebagai bentuk kalimat yang terdapat unsure kausalitas antara peringatan dari kedua agama tersebut dengan kehidupan toleransi antarumat beragama adalah dengan mengangkat permasalahan hak, dalam hal ini adalah hak untuk mengucapkan selamat kepada penganut agama lain, Herman menyadari bahwa terdapat perbedaan pandangan dalam hal ini , tapi Herman menegaskan kembali bahwa perbedaan itu selalu ada, yang tidak dibenarkan adalah memaksakan kehendak kepada orang yang memiliki pandangan berbeda dan yang lebih parahnya lagi adalah dengan merasa paling benar, dalam catatan ini tertulis sebagai berikut; Yang mau mengucapkan selamat silakan yg tidak ya tidak apa-apa, jangan sampai karena perbedaan lalu saling memaksakan kehendak dan merasa paling benar Toleransi adalah karakter Indonesia, para pahlawan dulu tak permasalahkan agama, semua rakyat dari berbagai suku dan agama adalah sama
99
Selanjutnya, pada elemen leksikon Herman menggunakan kata “kado terbaik” dalam catatan ini untuk menarik hubungannya dengan hari kelahiran seseorang, yang mana bahwa setiap perayaan ulang tahun pasti terdapat kado yang diberikan kepada orang yang merayakan hari ulang tahun, dank ado terindah yang dimaksud Herman di sini adalah berupa kerukunan antar umat dari kedua Nabi teserbut. Heman menulis sebagai berikut; Peringatan lahir dua manusia Mulia, Maulid Nabi Muhammad SAW & Natal Isa Almasih, Mari berikan kado terbaik dengan berdamai antar umatnya 2) PraKhotbah 204: Berbalas Latar dalam catatan mingguan ini bisa dilihat pada bait awal, yaitu sebagai berikut; Islam yang rahmatan lil alamin, Kristen yang cinta kasih, Hindu Budha yang bijak bestari, Konghucu yang penuh khidmat Begitulah agama-agama yang dijamin oleh undang-undang dan pancasila harusnya, jangan biarkan ada yang merusaknya Latar tersebut menggambarkan tentang ajaran-ajaran kemanusiaan yang diajarkan suatu agama kepada umatnya. Bahwa pada kenyataannya setiap agama mengajarkan kebaikan antar sesama manusia. Jika hal tersebut disadari bersama oleh seluruh pemeluk agama yang ada di Indonesia, maka tidak akan pernah terjadi kerusuhan dengan latar belakang agama. Hal itulah yang diharapkan Herman dalam catatan mingguan ini. Selain itu, Herman berulangkali menyatakan bahwa
100
keberadaan agama-agama tersebut dilindungi oleh undang-undang maka dari itu tidak ada yang berhak merusak apalagi menghilangkannya. Elemen detil pada catatan ini Herman mendukung pesan bahwa terdapat beberapa oknum yang sengaja merusak keharmonisan kehidupan umat beragama terdapat pada bagian berikut ini; Tapi pasti ada beberapa umat yang egois, memaksakan kehendak dan menghasut umat lainnya agar kedamian antar umat menjadi retak Bahwa terdapat beberapa kelompok yang egois dan merasa paling benar sehingga memaksakan kehendaknya kepada kelompok lain sehingga akhirnya dapat mencoreng nama baik kelompok yang lebih besar dan akan menimbulkan keretakan antarumat beragama. Selanjutnya, untuk mendukung elemen detil di atas, pada elemen maksud Herman berusaha menjelaskan secara eksplisit bagaimana tindakan dari oknum kelompok tertentu itu terjadi di kalangan masyarakat, elemen maksud tersebut adalah sebagai berikut; Kebiasaaan ngafir-ngafirin, sesat-sesatin, murtadmurtadin, domba tersesat-domba tersesatin harusnya bisa di minimalisir Betul itu ada dalam ajaran agama masing-masing tapi cukuplah diyakini tak perlu keluar tersebar, jadi label atau jadi kata olok-olok dan cacian Si a bukan Islam betul dia kafir, tapi tak elok ngata-ngatain "eh dasar kafir!, haram nazis dan sebagainya dikatakan. Pada elemen koherensi Herman berusaha melakukan pengingkaran dengan
menggunakan
kata
„walaupun‟
yang
bertujuan
untuk
mengingkari kebenaran di atas bahwa terdapat pelabelan yang dilakukan
101
suatu agama terhadap orang-orang yang berada di luar agama tersebut, pengingkaran itu Herman tulis sebagai berikut; Walaupun itu bener tapi tak etis, sama seperti kita memperlakukan orang disabilitas, tak perlu menyebutnya "dasar buntung, dasar buta dll" walupun kenyataannya iya. Karena kata-kata itu akan menyakiti atau menyinggung, mari tegakan tenggang rasa saling menghargai karena kita tak akan jadi lebih mulia dgn menghina Tak perlu gembar gembor anti ini itu, apalagi pasang spanduk, menujukan keangkuhan karena merasa mayoritas, kalo mereka membalas di tempat mereka sebagai mayoritas gimana? Pada potongan catatan di atas juga terdapat penggunaan kata „mayoritas‟ sebagai kata ganti umat Islam, yang mana dalam kasus ini Herman melihat bahwa beberapa oknum dari penganut agama Islam bertindak sewenang-wenang karena merasa memiliki jumlah terbanyak di Indonesia. Tindak sewenang-wenang yang dilakukan oleh oknum dari umat Islam itu juga termasuk ujaran kebencian yang dapat menyinggung perasaan penganut agama lain, Herman merasa bahwa hal tersebut tidak pantas dilakukan. Herman menganalogikannya dengan penyandang disabilitas, bahwa dengan mengatakan kekurangan yang dimiliki penyandang disabilitas tersbut di hadapan orang yang bersangkutan akan membuatnya tersinggung. Pada elemen leksikon, pemilihan kata yang dilakukan Herman terdapat pada kata „superior‟ dan „imperior‟ untuk mengisyaratkan bahwa terdepat perbedaan tingkat antara mayoritas dan minoritas, lebih dari itu hal ini mengisyaratkan penguasaan mayoritas atas minoritas.
102
Kata „superior‟ dan „imperior‟ yang dimaksud terdapat pada potongan catatan berikut; Mayoritas jangan berasa diatas harus mengayomi minoritas, minoritas jangan culas harus menghormati mayoritas, semua setara tak ada superior atau imperior Terakhir adalah pada elemen metafora yang dapat mendukung wacana toleransi beragama dalam catatan mingguan Prakhotbah yang dibuat Herman adalah pada bagian terakhir catatan, yang mana Herman selalu menggunakan kiasan „Maha Benar Tuhan maha kadang-kadang kita‟ yang artinya bahwa kebenaran hanyalah milik Tuhan semata, manusia hanya mampu mendekatinya, atau bahkan hanya dapat dibenarkan pada suatu kelompok semata. Oleh karena itu, manusia tidak berhak merasa paling benar di antara yang lain. Seperti yang ditulis Herman sebagai berikut; Maha benar Tuhan maha kadang-kadang kita, bekerjasama lebih baik daripada saling cela, saling menghormati akan mendamaikan, saling menyakiti akan menghancurkan. Balas membalaslah dalam kebaikan, bukan sebaliknya. 3) Prakhotbah 207: Purwakarta Untuk Indonesia Pada catatan mingguan kali ini, Herman menggunakan latar yang menggambarkan tentang keadaan kehidupan toleransi beragama di Purwakarta. Bahwa dari segi luas, Purwakarta adalah kota terkecil kedua di Jawa Barat, namun dapat dijadikan contoh dalam menjalani kehidupan antar umat beragama, di mana para penganut agama yang berbeda dapat hidup rukun dalam bertetangga. Latar yang dimaksud adalah sebagai berikut;
103
Purwakarta kota kecil sejuta cerita, kabupaten terkecil kedua di Jawa Barat ini kiprahnya tak sekecil ukurannya, Ketika di Jawa Barat banyak terjadi kasus intoleransi, Purwakarta seperti anomali, yang seakan punya anti virus penangkalnya Herman mengatakan bahwa
keadaan kehidupan antarumat
beragama di Purwakarta sangatlah berbeda di tempat lain khususnya di Jawa Barat. Untuk mendukung latar tersebut, Herman menggambarkan detail dari perbedaan yang ada antara Purwakarta dengan wilayah lainnya. Yaitu disaat terdapat pelanggaran hak umat beragama di wilayah lain baik berupa penghadangan atau pemblokiran atau pemboikotan atas suatu kebijakan atau produk yang berkaitan dengan agama tertentu, di Purwakarta yang terjadi adalah sebaliknya, dimana antarumat beragama saling bantu dalam urusan yang berkaitan dengan agama tertentu seperti pembersihan gereja dan masjid, bahkan Herman mengatakan bahwa terdapat acara makan bersama antarumat beragama, yang mana hal tersebut akan menjaga rasa kesatuan dan kebhinekaan. Elemen detil pada catatan Herman terdapat pada bagian berikut; Di daerah tertentu ada penghadangan dan pemblokiran acara keagamaan, di Purwakarta malah duduk bersamasama, makan bersama lintas agama. Saat diberbagai tempat tolak ini itu, di Purwakarta malah saling berbalas kebaikan, gereja dan mesjid gotong royong dibersihkan. Saat kebhinekaan terkoyak karena gesekan kepentingan, kepentingan politik, di Purwakarta kebersamaan dalam kebhinnekaan terus terjaga
104
Atas keberhasilan Purwakarta dalam membangun hubungan yang harmonis antar umat beragama ini, berhubungan dengan elemen koherensi yang sedang dianalisis, dapat ditemukan bahwa Herman berusaha menarik koherensi antara kerukunan umat beragama di Purwakarta dengan pemimpin yang memiliki kewenangan di kota tersebut, yakni Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Agar teks/wacana ini memiliki hubungan kausalitaa satu sama lain Herman menggunakan kalimat sebagai berikut; Formulasi ini tak lepas dari kiprah @DediMulyadi71 yang sadar betul hari ini Indonesia sedang dicoba disusupi radikalisme berbalut agama Pada bagian leksikon, yakni pemilihan kata yang digunakan Herman dalam wacana ini adalah kata „mereduksi‟, yang berarti mengurangi, dalam konteks kali ini yang dikurangi adalah kebhinekaan, yaitu mengurangi rasa persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia. Selanjutnya Herman menggunakan kata „fanatik‟ yang memiliki arti meyakini secara kuat, dalam hal ini kefanatikan yang dimaksud adalah fanatik dalam beragama. Sebagaimana yang ditulis Herman berikut; Banyak pihak yang ingin mereduksi kebhinnekaan dengan memanfaatkan kefanatikan, semoga negara ini bisa tetap teguh pendirian. Pada elemen terakhir yakni elemen metafora yang berupa bahasa kiasan „menularkan virusnya‟, yang memiliki maksud menyebarkan keberhasilan Purwakarta dalam membangun keharmonisa hidup beragama ke wilayah lain. Penekanan tersebut terdapat pada akhir catatan sebagaimana berikut;
105
Semoga dari Purwakarta, bisa menularkan virusnya ke seantero Jawa Barat bahkan untuk Indonesia. Semoga. Maha benar Tuhan maha kadang-kadang kita, kota kecilku purwakarta teruslah bercerita. Herman berharap dengan sedikit ulasan tentang Purwakarta dalam membangun kerukunan antarumat beragama ini dapat memotivasi wilayah lain agar berusaha sekeras mungkin demi terwujudnya toleransi antar umat beragama. 2. Analisis Kognisi Sosial Analisis kognisi sosial adalah analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui kognisi atau kesadaran mental pembuat catatan mingguan Prakhotbah, yang dalam hal ini adalah Herman Radheya. Kesadaran mental ini akan mempengaruhi suatu wacana teks. Pendekatan kognitif ini didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak memiliki makna, namun makna itu diberikan oleh pengguna bahasa. Terkait dengan kognisi sosial, pemahaman Herman sangat berpengaruh terhadap keseluruhan catatan yang rutin dibuat setiap minggunya. Dalam kognisi sosial, peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan pada skema. Van Dijk menyebut skema ini sebagai model. Eriyanto mengungkapkan bahwa model yang tertanam dalam ingatan tidak hanya berupa gambaran pengetahuan, tetapi juga pendapat
atau
penilaian
tentang
peristiwa.
Skema
ini
kemudian
dikonseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup di dalamnya penjelasan tentang bagaimana seseorang memandang manusia, peranan sosial dan peristiwa.15 15
262
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h
106
Dari hasil penelitian pada catatan mingguan ini, dapat ditemukan beberapa skema/model yang menjadi landasan bagaimana Herman menciptakan catatan mingguan Prakhotbah, sesuai dengan macam-macam skema/model yang terdapat pada buku Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media karya Eriyanto bahwa dalam analisis kognisi sosial terdapat beberpa skema/model yang dapat digambarkan. Skema pertama adalah skema person, yang mana dalam skema ini dapat dilihat bagaimana seorang pembuat teks/wacana memandang dan menggambarkan orang lain. Skema kedua adalah skema diri, skema ini berhubungan dengan bagaimana pembuat teks/wacana memandang, memahami dan menggambarkan diri sendiri. Skema ketiga adalah skema peran, skema ini berhubungan dengan bagaimana
pembuat teks/wacana memandang dan
menggambarkan peranan dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat. Skema keempat adalah skema peristiwa, skema peristiwa ini adalah skema yang menjadi ukuran seorang pembuat teks/wacana, karena peristiwa adalah hal yang selalu dilihat dan didengar. 16 Berdasarkan wawancara kepada Herman sebagai seorang penulis catatan mingguan Prakhotbah, dapat ditemukan skema pertama yaitu skema person, bagaimana Herman memandang suatu kelompok yang fanatik terhadap agama, yang mana kefanatikan tersebut melahirkan sebuah tindakan yang radikal. Herman sangat sinis melihat kenyataan bahwa banyak kelompok radikal yang mengatasnamakan agama untuk membenarkan tindakan yang bisa dikatakan tidak manusiawi. Karena dengan keberadaan kelompok tersebut, yang mana kelompok tersebut hanyalah segelintir oknum yang melakukan tindakan sewenang-wenang, 16
262
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h
107
dapat merusak citra agama tersebut secara lebih luas lagi, keberadaan kelompok ini dipandang Herman sebagai benalu, karena bagi Herman (sebagai penganut agama yang sama dengan kelompok yang dimaksud), agama Islam tidak menjadikan tindak kekerasan sebagai satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah, bahkan hal tersebut adalah jalan terakhir yang digunakan Rasulullah SAW. hal ini tercakup dalam wawancara bersama Herman sebagai berikut; “sebagai seorang muslim, apapun alasannya saya tidak membenarkan segala tindak kekerasan, ditambah lagi hal itu mengatasnamakan agama. Masalahnya adalah tindak sewenang-wenang yang dilakukan sekelompok orang ini dikarenakan pemahaman yang dangkal atas agama Islam. Mereka tuh kaya benalu, soalnya ga menutup kemungkinan gara-gara orang-orang ini, Islam dipandang radikal dan kasar, tidak bersahabat dan lain sebagainya. Jika kamu seorang muslim, coba bayangkan kalo suatu hari nanti, Islamofobia yang terjadi di Inggris akan terjadi juga di Indonesia. Sebagai seseorang yang berada di dalam agama yang sama, saya merasa ini bagian dari tanggung jawab saya untuk mengingatkan orang-orang ini.”17
Skema kedua yaitu skema diri. Dalam setiap catatan yang dibuat, Herman lebih cenderung mengusung tema-tema kebhinekaan dan toleransi agama. Dapat dikatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang sama-sama dirasakan oleh kalangan masyarkat, hal ini lah yang kemudian menjelaskan bagaimana Herman dengan akun anonim @negatvisime bisa memiliki ratusan ribu followers, bahkan tanpa perlu memperkenalkan identitas pribadi, keterlibatan para followers (baik berupa retweet, reply, atau like) adalah murni karena isi dari tweet yang diposting @negativisme yang tidak pernah dikenal siapa orang dibaliknya. Berikut adalah hasil wawancara yang berkaitan dengan hal tersebut; “Awal saya buat akun ini tuh setelah saya baca bukunya Pidi Baiq, pada saat itu buku yang saya baca judulnya Al-asbun: Manfaatul Ngawur,di buku itu ada istilah „pesimisme positif‟, dari situ akhirnya saya 17
Wawancara Penulis dengan Herman Rhadeya melalui Email, pada 23 Maret 2017
108
iseng bikin akun dengan nama negativisme optimispus, kemudian seiring berjalannya waktu saya lebih tertarik untuk bahas soal kebhinekaan, persamaan ras dan toleransi beragama. Itu karena saya ngeliat baik di media maupun di kehidupan nyata, banyak orang-orang yang egois dan berusaha merusak kesatuan Indonesia. Saya akui saya sengaja menggunakan bahasa yang satir dan cukup sarkas saat mengkritik, mungkin itu yang bikin followers saya banyak, walaupun mungkin banyak yang pengen ngebully saya juga hehe. Tapi kebanyakan mereka juga sependapat dengan keresahan yang saya rasakan.”18 Skema ketiga adalah skema peran, dalam penelitian ini ditemukan bahwa peran yang diambil Herman dengan cara membuat catatan mingguan yang berupa kritik atau hanya sekedar pengingat kepada para pembaca untuk kembali menyuarakan toleransi dan kerukunan antar umat beragama, bahwa jangan mudah terpengaruh dengan propaganda-propaganda yang dilakukan untuk memecahbelah persatuan bangsa Indonesia, sebagai seorang yang peduli terhadap keutuhan negara
Indonesia
dengan
kebhinekaannya,
maka
Herman
cenderung
memanfaatkan akun @negativisme untuk menyuarakan hal tersebut. Berikut adalah hasil wawancara yang berkaitan dengan hal tersebut: “saya sengaja menggunakan bahasa satir dan sarkas, karena target saya adalah pengguna twitter yang kebanyakan anak muda. Saya paham betul kalo masa-masa muda itu masanya mencari jati diri, dan yang saya khawatirkan, pemuda yang mencari jalan kebenaran tapi malah kecebur di kelompok yang radikal kaya gini, mereka akan jadi sasaran empuk untuk didoktrin habis-habisan yang akhirnya bikin mereka jadi fanatis dan radikal.karena itu saya berusaha mengingatkan mereka sebelum terlambat, yang paling buruk itu mereka bakal jadi agen-agen intoleransi dalam kehidupan sosial bermasyarakat di kehidupan seharihari.”19 Skema keempat yaitu skema peristiwa. Dalam skema ini, Herman melihat banyaknya konflik yang terjadi dengan latar belakang agama. Konflik tersebut merupakan bukti bahwa kerukunan antar umat beragama di Indonesia sudah mulai terganggu dengan adanya oknum-oknum yang sengaja dan bertujuan untuk 18 19
Wawancara Penulis dengan Herman Rhadeya melalui Email, pada 23 Maret 2017. Wawancara Penulis dengan Herman Rhadeya melalui Email, pada 23 Maret 2017
109
memecah-belah bangsa Indonesia. Indonesia yang terdiri dari berbagaimacam suku dan budaya ini perlu dijaga keragamannya, tidak boleh ada satu kelompok yang merasa pantas untuk menghilangkan keberagaman tersebut. Hal yang berkaitan dengan ini, Herman menggunakan contoh saat terjadi perusakan terhadap patung-patung tokoh pewayangan yang terdapat di Purwakarta, ormas Islam yang melakukan perusakan tersebut berpendapat bahwa pendirian patung merupakan tindakan syirik yang dapat menggugurkan keimanan seorang muslim. Dalam kasus tersebut, Herman merasa bahwa tidak sepantasnya keimanan seseorang di zaman yang sudah berkembang ini dapat terganggu hanya dengan keberadaan patung, yang mana patung adalah benda mati dan tidak ada hal yang perlu ditakuti dari keberadaannya. Berikut adalah hasil wawancara bersama Herman: “Awal-awal tahun 2016 sempet ada tindakan anarkis dari ormas Islam yang merusak patung-patung tokoh pewayangan yang ada di Purwakarta. Kata mereka itu adalah perbuatan syirik. Padahal kita juga sama-sama tahu kalo patung itu gabisa apa-apa. Gimana kita syirik sama hal yang begituan, siapa yang bodoh disini? Keimanan mereka yang terlalu lemah sampe takut musyrik Cuma karena patung, saya mengutip dari perkataan Gus Mus, dia bilang “bukan keyakinan agama yang membuat orang merasa benar sendiri dan suka menyesatkan orang lain, tapi justru kekurangyakinannya”waktu jaman kemerdekaan, orang-orang dari berbagai suku dan agama berjuang bersama demi kemerdekaan, sekarang pas giliran sudah merdeka, banyak orang yang lupa sama perjuangan mereka. Orang-orang terdahulu rela bersatu demi kemerdekaan, kenapa orang sekarang yang tinggal nikmatin malah mau ngehancurin? Bisa dibilang mereka ini egois.”.20 Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dilihat bahwa memori atau pengalaman pribadi yang selama ini dialami Herman memunculkan sikap kritis terhadap setiap tindakan yang masuk kategori intoleran, hal ini Herman lakukan
20
Wawancara Penulis dengan Herman Rhadeya melalui Email, pada 23 Maret 2017
110
demi menjaga apa yang sudah diperjuangkan oleh para pendahulu agar Indonesia tetap satu. 3. Analisis Konteks Sosial Analisis konteks sosial dimaksudkan untuk melihat konteks atau latar belakang terbentuknya teks tersebut. Menurut Eriyanto, wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikontruksi dalam masyarakat. 21 Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai wacana toleransi dalam beragama yang terdapat dalam kehidupan sosial ataupun kehidupan bermediasosial. Catatan yang dibuat Herman melalui Twitter dengan Hastag Prakhotbah ini tidak lepas dari kritik terhadap sekelompok orang yang mengatasnamakan agama untuk melakukan tindakan sewenang-wenang. Dalam wawancara yang telah dilakukan, Herman mengungapkan bahwa catatan Prakhotbah ini dibuat sebagai bentuk respon terhadap kehidupan sosial masyarakat
juga
kehidupan
bermediasosialnya.
Herman
melihat
bahwa
keberadaan media sosial saat ini sangat membantu, tapi selain dampak positif juga terdapat dampak negatif, seperti penyebarluasan informasi yang belum terbukti benar atau tidaknya (hoax).
22
Untuk menanggapi hal itu Herman pun menulis
dalam salah satu catatan mingguannya dan diberi judul “Hoaxer”, pada catatan tersebut Herman berusaha menyadarkan para pengguna media sosial agar jangan terlalu mudah percaya dengan informasi yang beredar di media sosial sebelum
21
Eriyanto, AnalisisWacana: PengantarAnalisisTeks Media,(Yogyakarta :LkiS, 2001), h.
22
Wawancara Penulis dengan Herman Rhadeya melalui Email, pada 23 Maret 2017
271
111
terbukti kebenerannya. Dalam catatannya tersebut, Herman menulis sebagai berikut: “sekarang zaman serba canggih, infornasi nyaris tak terbatas dan terus menerus datang. Tentu saja kemajuan ini berdampak baik kalo dipergunakan dengan baik dan juga buruk jika dipakai keburukan. Fenomena sekarang, orang gampang banget percaya kabar-kabar yang belum jelas sumbernya. Ini dimanfaatkan para ahlul fitnah untuk menyebar hoax yang bertendensi memancing amarah masyarakat. Apalagi jika menyangkut SARA, masyarakat gampang percaya dan mudah dihasut, akibatnya rebut. Sebagai makhluk berakal, jangan mau dikadalin provokator ya, cek dan ricek dan tabayun sebelum ikut nyebarin. Hoax disebarkan si tukang fitnah, bertujuan untuk mengacaukan dan bikin rusuh, dipercaya oleh si tolol. Semoga kita tak temasuk”23 Dalam catatan tersebut menujukkan bagaimana Herman melihat keadaan masyarakat modern dengan kehadiran media sosial dan perkembangan teknologi yang memudahkan jalan untuk mendapatkan informasi, namun disayangkan jika kemudahan itu malah menjadi petaka bagi para pencari informasi yang mendapatkan informasi palsu, khususnya dalam hal yang dapat memancing amarah masyarakat, seperti hal menyangkut Suku Agama Ras Antargolongan (SARA). Oleh karena untuk menjaga keseimbangan informasi, dengan kata lain adalah untuk mengajak para pengguna media sosial untuk memastikan kebenaran sebuah informasi sebelum akhirnya ikut menyebarkan informasi tersebut melalui media sosial yang dimiliki. Penyebaran informasi yang tidak terbatas ini yang kemudian
bisa
dimanfaatkan
untuk
menggiring
opini
masyarakat.
Permasalahannya adalah saat opini yang disebarkan adalah opini yang dapat menghasut dan memancing amarah masyarakat dan parahnya lagi adalah saat masyarakat percaya begitu saja terhadap isu yang belum jelas kebenarannya.
23
Catatan Prakhotbah pada Kaskus https://www.kaskus.co.id/show_post/568f35aa14088dfb468b4568/350/- diakses pada 31 Maret 2017 pukul 14.28 WIB.
112
C. Interpretasi Setelah dilakukannya analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk terhadap catatan mingguan Prakhotbah yang dibuat Herman Radheya ini, terbukti bahwa Herman Rhadeya sebagai pemilik akun @negativisme memiliki kepedulian atas kehidupan toleransi antar umat beragama. Selain itu, Herman juga melihat bahwa kemajuan tekhnologi, dalam hal ini adalah kehadiran media sosial memberi pengaruh yang cukup kuat atas opini yang beredar di masyarakat, oleh karena itu Herman mencoba terjun di dalamnya dan menggunakan cara yang sama untuk menyebarkan wacana tentang toleransi antar umat beragama. Sebagai seorang muslim, Hernan merupakan muslim yang yakin bahwa Rasulullah tidak mengejarkan kekerasan, hal tersebut sering disampaikan melalui catatan yang dibuat Herman, redaksi yang sering digunakan tidak jauh dari “Islam Ramah bukan Islam Marah”. Herman melihat bahwa bagaimana mungkin orang lain (nonmuslim) akan mencintai dan berkeinginan untuk masuk ke agama Islam, jika perilaku umat Islam yang diketahuinya (baik melalui media atau melihat secara langsung) bertindak sewenang-wenang dan jauh dari kata damai. Hal ini lah yang membuat Herman mengkritik secara terang-terangan Ormas Front Pembela Islam (FPI) yang belakangan ini melakukan tindakan kekerasan demi menegakkan syariat yang diyakininya. Herman melihat bahwa gerakan yang dilakukan oleh FPI ini banyak menyebarkan kebencian, hal ini yang paling dikhawatirkan, yaitu ketika banyak masyarakat yang terhasut omongan dan ikut bertindak sewenang-wenang karena merasa sebagai mayoritas di Negara Indonesia.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tentang wacana toleransi beragama pada media sosial Twitter oleh akun @negativisme yang sudah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa proses pemaknaan atas pesan yang disampaikan, yaitu melalui struktur teks (struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro), kognisi sosial dan konteks sosial adalah pesan mengenai toleransi antarumat beragama. Wacana toleransi beragama tersebut dibuat oleh Herman dengan menggunakan bahasa satire (berbentuk sindiran), selain itu juga kritik Herman terhadap para penganut agama yang merasa paling benar dalam kehidupan sosial begitu sarkastis (mengejek) dalam setiap catatan mingguanya. Dengan menggunakan analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk yaitu dengan tiga level analisis, maka data-data yang ditemukan adalah sebagai berikut: 1. Dilihat dari level teks, catatan mingguan Prakhotbah menunjukkan wacana toleransi beragama dengan mengidentifikasikan isi dari catatan mingguan tersebut yang mengandung pesan toleransi antarumat beragama, seperti Duo Mulia, Berbalas, dan Purwakarta Untuk Indonesia dengan penekanan makna dan pemilihan kata atau kalimat yang mendukung wacana tersebut. Seperti bisa dilihat dalam unsur makro dalam teks pada catatan mingguan Prakhotbah tersebut, topiktopik yang dibahas untuk mendukung tema sentral dalam catatan mingguan Prakhotbah ini adalah, menghargai kebebasan eksistensial
113
114
agama, menerima perbedaan dan etika antaumat beragama. Selain itu, tema sentral dalam catatan mingguan Prakhotbah ini seperti latar, detil, maksud, leksikon, koherensi, kata ganti, metafora, dan retoris. 2. Dari level kognisi sosial, pembuat catatan mingguan Prakhotbah ini yaitu Herman Rhadeya memiliki peran penting dalam menentukan wacana yang ingin disampaikan pada catatan Prakhotbah tersebut. Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan kepada Herman Rhadeya, maka dapat ditemukan bahwa pada skema person, Herman memandang para penganut agama yang fanatik terhadap agamanya dapat melahirkan sikap intoleransi terhadap penganut agama lain. Pada skema diri, Herman melihat bahwa keberadaannya sebagai orang dibalik akun anonim @negativisme ini adalah cara untuk melindungi diri dari orang-orang yang tidak suka dengan ulahnya di media sosial. Bagian terakhir adalah skema peran, sebagai seseorang yang aktif di media sosial, dan melihat bagaimana informasi sangat mudah untuk didapat dan
disebarkan,
Herman
berusaha
mengambil
peran
untuk
mengingatkan para pengguna media sosial agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya. 3. Pada level konteks sosial, bisa dilihat dari wacana yang berkembang di masyarakat pada saat catatan mingguan Prakhotbah ini dibuat. Wacana yang berkembang di masyarakat pada waktu itu adalah tentang maraknya tindakan yang dapat merusak persatuan dan kesatuan Indonesia. Selain itu, terdapat banyak kasus kerusuhan atau konflik yang dilatarbelakangi oleh perbedaan suku dan agama. Perpecahan
115
yang terjadi di Indonesia tersebut dibantu dengan kemajuan tekhnologi yang
memudahkan
masyarakat
untuk
menyebar
informasi.
Penggiringan opini berjalan dengan mudah melalui media sosial sehingga banyak orang yang mudah terprovokasi. Oleh karena itu, Herman memanfaatkan kemudahan tersebut untuk melakukan hal sebaliknya, yaitu agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh opini yang belum tentu benar. B. Saran Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang dapat menjadi saran baik untuk segenap akademisi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ingin melakukan penelitian analisis wacana terhadap media sosial, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode analisis wacana yang beragam di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi agar bisa mengkaji lebih dalam dan mendapat perhatian lebih guna memperkaya khasanah keilmuan komunikasi. 2. Bagi masyarakat, ini bisa menjadi gambaran mengenai media sosial yang bisa dijadikan sebagai sarana dakwah dan kritik, agar media sosial tidak hanya menjadi tempat untuk urusan pribadi dan hiburan semata. Semoga hal-hal baik dalam penelitian ini menjadi masukan yang dapat mengajak para pengguna media sosial untuk memanfaatkan kemajuan tekhnologi dengan baik sehingga terdapat nilai-nilai yang bisa diambil dari kehidupan bermediasosial.
DAFTAR PUSTAKA BUKU DAN JURNAL Abdullah, Masykuri, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001. Ali, M. Daud dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik. Jakarta: Bulan Bintang, 1989. Al-Munawar, Said Agil Husain, Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005. Amin, Ma’ruf, Melawan Terorisme Dengan Iman. Jakarta: Tim Penanggulangan Terorisme. Amrullah, Tri, Kritik Sosial Kepemimpinan Dan Perubahan Sosial Pada Naskah Demonstran Karya N. Riantiarno (Studi Analisis Wacana Kritis). Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2014. Aslati,Toleransi Anta Umat Beragama dalam Perspektif Islam, Jurnal Universitas Islam Negeri Sultan Syafir Kasim Riau, Vol.4 No.1 (2012): Januari – Juni 2012. Aziz, Ali, Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009. Darma, Yoce Aliah, AnalisisWacanaKritis. Bandung :YramaWidya, 2009. Cet. Ke-I. DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKis, 2001. Hadi, Mulya, Twitter untuk Orang Awam. Palembang: Penerbit Maxicom, 2010. Harahap, Syahrin, Toleransi Kerukunan. Jakarta: Prenada, 2011 Hasyim, Umar, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu: 1979. Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis : Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana, 2006. Lubis, Hamid Hasan, Analisis Wacana Pragmatik.. Bandung :Angkasa, 1993. Ma’arif, Syamsul, Pendidikan Pluralisme. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005.
116
117
Madjid, Nurcholish, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman). Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001. Madjid, Nurcholish, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan Pemikiran Nurcholis Muda. Bandung: Mizan: 1993. Madjid, Nurcholis, dkk, Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat InklusifPluralis. Jakarta: Paramadina, 2004. Miswari, Zuhairi, Al-Qur’an Kitab Toleransi. Jakarta: Pustaka Oasis, 2007. Muhtadi, Asep Saeful, Komunikasi Dakwah. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012. Muhammad, Nurdinah, Pesan Piagam Madinah dalam Pluralisme di Indonesia, Jurnal Substantia Vol. 12 No. 1, April 2011. Mulyana, Dedy, Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005. Nasution, Harun, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan, 2000. Naim, Ngainun, Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Telaah Pemikiran Nurcholis Madjid, Harmoni, Jurnal Multikultural dan Makna Vol. 121 No. 2 Mei-Agustus 2013. Nasrullah, Rulli, Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Budaya, Sosioteknologi). Bandung: Simbiosa Rekatama Media: 2015.
dan
Nasution, Zulkarimein, Perkembangan Teknologi Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka, 2008. Nurudin, Media Sosial dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi. Jurnal Komunikator, Vol. 5, 2010. Oetomo, Dede, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana. Yogyakarta: Kanisius, 1993. Schuon, Frithof, Mencari Titik Temu Agama-Agama. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987.. Sobur, Alex, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing). Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Sutrisno, Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset, 1989. Supadie, Didiek Ahmad dan Sarjuni, Pengantar Studi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2011. Ulfah, Maria, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan Yang Berserak. Bandung: Penerbit Nuansa: 2005.
118
Zaleski, Jeff, Spiritiualitas Cyberspace: Bagaimana Teknologi Komputer Mempengaruhi Keberagamaan Kita. Bandung: Mizan, 1999. Zarella, Dan, The Social Media Marketing Book. Canada: O’Reilly Media, 2010. SKRIPSI Yuliansyah, Muharam, Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis Album Musik 32 Karya Pandji Pragiwaksono), (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2015). Saputra, Muhammad Iman, Analisis Wacana Perlawanan Korupsi Dalam Film Selamat Siang, Risa!! Karya Ine Febrianti, (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2016). Ilprima, Ricca Junia, Analisis Wacana Pesan Toleransi Antarumat Beragama dalam Novel Ayat-ayat Cinta 2 Karya Habiburrahman El Shirazy” (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,2016). INTERNET Addi MAwahibun Idhom dan Muh Syaifullah, Kelompok Syiah di Yogya diancam diserang, Tempo.co 22 November 2013. Pukul 14.20 WIB. https://nasional.tempo.co/read/news/2013/11/22/058531705/kelompoksyiah-di-yogya-diancam-diserang diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.40 WIB. Anggi Kusumadewi, Jemaah Ahmadiyah Protes Penyegelan Rumah Ibadah, CNN Indonesia, 10 Juli 2015. http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150710122353-2065668/jemaaat-ahmadiyah-protes-penyegelan-rumah-ibadah-di-tebet/ diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.43 WIB. Catatan Prakhotbah pada Kaskus https://www.kaskus.co.id/show_post/568f35aa14088dfb468b4568/350/diakses pada 31 Maret 2017 pukul 14.28 WIB. http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 diakses pada Selasa, 25 Oktober 2016 pukul 12.51 WIB. http://www.alkitab.me/ diakses pada sabtu, 29 Oktober 2016 pukul 11.38 WIB. http://dharmagupta.blogspot.co.id/2012/12/kerukunan-dan-toleransi-umatberagama.html diakses pada Kamis, 26 Oktober 2016 pukul 23.45 WIB. https://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20331.0;wap diakses pada Sabtu, 29 oktober 2016 pukul 22.30 WIB www.hisbah.net diakses pada Rabu, 25 Januari 2017. http://www.dhammapada.ws/ diakses pada Minggu, 30 Oktober 2016 pukul 04.35 WIB
119
https://twitter.com/negativisme diakses pada Rabu, 03 Maret 2017. Pukul 08.15 WIB. https://www.instagram.com/negativisme/ diakses pada 03 Maret 2017 pukul 11.17 WIB https://www.kaskus.co.id/search?q=prakhotbah&forumchoice diakses pada 03 Maret 2017 pukul 11.18 WIB http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 diakses pada Selasa, 25 Oktober 2016 pukul 12.51 WIB. https://daerah.sindonews.com/read/1024524/174/hari-raya-idul-fitri-ada-serangandi-tolikara-1437150841 diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.47 WIB. Imran M.A, Aceh Singkil Mencekam, Satu Gereja dibakar Dua Tewas, Tempo.co. 13 Oktober 2015. https://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/13/058709127/aceh-singkilmencekam-satu-gereja-dibakar-2-tewas diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.50 WIB. Susi Ivvaty, Belajar Menerima Perbedaan, Harian Kompas edisi 17 Desember 2015. http://nasional.kompas.com/read/2015/12/17/15090901/Belajar.Menerima.P erbedaan?page=all diakses pada Selasa, 14 Maret 2017 pukul 12.33 WIB. Teun Van Dijk, “The InterdiciplinaryStudy Of News as Discourse”, http://www.discourses.org/journals/dac/ diakses pada Rabu, 22 Februari 2017, pukul 11.06 WIB.
LAMPIRAN Daftar Catatan Mingguan Prakhotbah 1) Tahun 2013 No. Judul
No. Judul
1
Korupsi
27
Mandiri Sendiri
2
Hakekat Jumatan
28
Puasa
3
Banjir Hujan
29
Iri
4
Benar Jujur
30
Sibuk
5
Tanpa Narkoba dan Korupsi
31
Lebaran
6
Tetap Tenang
32
Maaf-Maafan
7
Kasih Sayang
33
Waktu
8
HandPhone Oh...
34
Uang
9
Kebenaran Relatif
35
Hiburan
10
Wanita dan Pria
36
Suporter
11
Idola Idiotika
37
Keluarga
12
Negaraku, Oh...
38
Doa
13
Ibadah
39
Cinta Kasih Sayang
14
Kemalasan
40
Copy Paste = Mencuri
15
Kesalahan
41
Resiko
16
Kegalauan
42
Ragu
17
Kehilangan (untuk Uje)
43
Gagal
18
Nafsu
44
Manusia
19
Ayo Korupsi
45
Toilet
20
Memaki-Meki
46
Bingung
21
Kegagalan
47
Jodoh
22
Poligami..
48
parTAI
23
Jangan Kasari Wanita
49
Bye Nelson...
24
Kemarahan
50
Televisi
25
Toleransi Beragama...
51
Hari Raya
26
Sabar
52
Psikoanalisa
2) Tahun 2014 No. Judul
No. Judul
53
Jangan Suuzon
79
Oh Media
54
Standar Ganda
80
Presiden Baru
55
Malas
81
Gaza
56
Anugerah Bencana
82
Mudik
57
Belajar
83
Rokok
58
Binatang
84
Jilboobs
59
Valentine
85
Kurikulum 2013
60
Anak (untuk Keira)
86
Kembali berSATU
61
Proses
87
Oh, BBM
62
Pengendara
88
Demonkrat
63
Caleg
89
Filosofi Makanan
64
Senyuman
90
Sadar Diri
65
Pikiran
91
Paradoks
66
Sekolah
92
Wakil Rakyat
67
Ujian Nasional
93
Bahluliyah
68
Beda bikin Suka
94
Lama & Baru
69
Pasangan
95
Perjuangan
70
Pendidikan
96
Kritik
71
Sex
97
Negeri Ajaib
72
Koalisi
98
Kolom Agama
73
Capres
99
Paradok Ironi
74
Kampanye
100
Fanatism
75
Memilih Presiden
101
Tandingan
76
Piala Dunia
102
Oplosan
77
Oh Kelamin
103
Raport
78
Selamat Ramadhan
104
Ramah/Marah?
3) Tahun 2015 No. Judul
No. Judul
105
Resolusi
131
Narsis
106
Je Suis...
132
Konsumeris
107
Lebih Baik
133
Lebaran
108
Selfie
134
Konflik
109
Iqra
135
Azab
110
Batu
136
Ospek
111
V for...
137
RI 70
112
Zombies
138
Ahok Salah!
113
Tetangga
139
Karakter
114
Barbarasism
140
Nama
115
Maling
141
Inlander
116
Gila Kolektif
142
Asap
117
Game
143
Qurban
118
Blokir
144
G30S
119
Anti
145
OrInd
120
Imajinasi
146
Bela Negara
121
Bumi
147
Hari Santri
122
Ingat!
148
Sumpah
123
Pengorbanan
149
Hate Speech
124
Cari Duit
150
Pahlawan
125
Sintetis
151
Ngeheaktip
126
Agama Cinta
152
Repeat!
127
Cerdas/Dungu
153
Sampurasun
128
Gila Hormat
154
Siklus
129
Shaum
155
re-Problems
130
Insecure
156
Berbagi Berkah
4) Tahun 2016 No. Judul
No. Judul
157 Tahun Baru
183 Raya
158 Hoaxer
184 Purwakarta Toleran
159 Syirik apa Sirik?
185 Lupa Esensi
160 TerorIs
186 Gasadar
161 Goblokisasi
187 Tidak
162 Pangan
188 Sayang
163 Budaya
189 Full Day School
164 Phobia Patung
190 Merdeka
165 Sunda Toleran
191 Khilaf ah
166 Busana
192 Bhinneka
167 Gerhana
193 Bencana?
168 Pelecehan Pancasila
194 Zombie Digital
169 Oh Banjir
195 STOP!
170 Diet Plastik
196 Peparnas 2016
171 Ujian
197 Sumpah Pemuda
172 Puncak Agama
198 Pion
173 Nadzar
199 Pahlawan
174 Penista?
200 Salah Arah
175 Damai dalam Beda
201 Bersatu
176 Perkosa
202 Boikot
177 Bakar Buku
203 Duo Mulia
178 Sosies Effect
204 Berbalas
179 Pancasila Kita 180 Puasa Manja 181 Jabar Juara 182 Ironi Puasa
5) Tahun 2017 No. Judul 205 Hoaxer 206 Pengeluh, Pemprotes, Peminta 207 Purwakarta Untuk Indonesia