ANALISIS VISUAL TERHADAP KEBERADAAN REKLAME PADA LANSKAP JALUR WISATA PUNCAK KABUPATEN BOGOR
TEGUH BUDIONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Visual terhadap Keberadaan Reklame pada Lanskap Jalur Wisata Puncak Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011 Teguh Budiono A352030031
ABSTRACT TEGUH BUDIONO. Visual Analysis on Advertisement Board in Landscape of Puncak Tourism Route, Bogor Regency. Under supervision of NURHAYATI H.S. ARIFIN and ANDI GUNAWAN. The research was conducted in January to July 2010 in the Puncak tourism route Cisarua District, Bogor Regency. The study was focused on a kilometer by kilometer +83 to +93 from the direction of Jakarta. Location of research was focused on these areas because the area is the most in demand to install advertisement board due to the most beautiful mountainous scenery and most attract tourist. The purpose of this study were: 1) to identify the landscape character of the Puncak tourism route, 2) to analyze the aesthetic qualities of landscape due the appearance of advertisment board at Puncak tourism route, 3) to analyze the relationship between landscape aesthetic quality and the landscape character of the Puncak tourism route, and 4) to propose recomendation to regulate advertisement board installation in Puncak tourism route. The data collection obtained through survey method and making the photographs of the character of existing landscape. Data processing using the method of the Scenic Beauty Estimation (SBE) and Semantic Differential (SD). The results of this research showed that landscape aesthetic quality of the Puncak tourism route influenced by the installation of billboard and other elements i.e street vendors, building, etc. Some alternatives solutions to maintain and protect the aesthetic quality of natural scenery of Puncak tourism route were recommended, i.e: 1) regulating size and colour of billboards which installed, 2) protecting natural scenery with sight zone system, and 3) planning to localize billboards and street vendors.
RINGKASAN TEGUH BUDIONO. Analisis Visual terhadap Keberadaan Reklame pada Lanskap Jalur Wisata Puncak, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NURHAYATI HS. ARIFIN dan ANDI GUNAWAN. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan pemasangan reklame di Kabupaten Bogor yang dikhawatirkan akan menurunkan kualitas estetika lingkungan.Tujuan penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi karakter lansk ap pada jalur wisata Puncak. 2) menganalisis kualitas estetika lanskap bereklame pada jalur wisata Puncak 3)menganalisis hubungan kualitas estetik lanskap bereklame dengan karakter lanskapnya pada jalur wisata Puncak, dan 4)menyusun rekomendasi untuk mengatur papan reklame di jalur wisata Puncak. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli 2010 di kawasn Jalur wisata Puncak, Kecamatan Cisarua wilayah Kabupaten Bogor. Penelitian difokuskan pada kilometer +83 sampai dengan kilometer +93 dari arah Jakarta. Lokasi penelitian ini difokuskan pada area tersebut karena berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, kawasan Puncak merupakan kawasan yang paling diminati oleh pengusaha untuk memasang reklame, sementara di sisi lain kawasan ini merupakan kawasan pegunungan yang memiliki pemandangan indah sehingga menjadi daya tarik wisata yang utama. ini menggunakan metode deskriptif melalui survai untuk pengumpulan data karakter tapak dan pengambilan foto lanskap yang ada reklamenya. Pengolahan data dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Sedangkan untuk mengetahui persepsi tentang karakter lanskap, dilakukan penilaian dengan menggunakan metode Semantic Differential (SD). Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas estetik lanskap jalur wisata Puncak memperlihatkan adanya keragaman. Keragaman tersebut dipengaruhi oleh adanya elemen-elemen lanskap. Lanskap kawasan wisata Puncak adalah lanskap alami yang karakternya sangat dipengaruhi oleh bentuk landform yang berbukitbukit hingga membentuk pegunungan serta tampilan alami dengan banyaknya pepohonan. Karena itu, elemen penting atau utama yang sangat mempengaruhi estetika adalah elemen landform dan tegakan pohon. Elemen-elemen yang mengurangi nilai estetika pada lanskap tersebut adalah reklame, warung-warung di pinggir jalan dan elemen bangunan lainnya yang penampilannya kurang sesuai dengan lingkungan. Pemasangan reklame pada lanskap jalur Wisata Puncak mempengaruhi kualitas estetikanya. Adanya reklame dalam lanskap tersebut dapat mempengaruhi kualitas estetiknya apabila diletakkan pada lokasi yang kurang tepat, dan dengan ukuran yang kurang tepat atau terlalu dominan. Dari pembahasan direkomendasikan beberapa hal, antara lain: 1) pengaturan ukuran serta warna yang diperbolehkan dipasang di jalur wisata Puncak, 2)pengaturan zona proteksi pemandangan alami, dan 3)perencanaan area untuk melokalisasi reklame dan kios pedagang. Kata kunci: kualitas estetik lanskap, reklame, jalur wisata.
Kata kunci: DAS, kesesuaian lahan permukiman, permukiman, perumahan, kepedulian lingkungan.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS VISUAL TERHADAP KEBERADAAN REKLAME PADA LANSKAP JALUR WISATA PUNCAK KABUPATEN BOGOR
TEGUH BUDIONO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Tesis
:
Nama NRP Program Studi
: : :
Analisis Visual terhadap Keberadaan Reklame pada Lanskap Jalur Wisata Puncak Kabupaten Bogor Teguh Budiono A352030031 Arsitektur Lanskap
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nurhayati HS.Arifin, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr.Sc. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr NIP. 19650814 199002 1 001
Tanggal Ujian: 21 Juli 2011
Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi Tesis ini adalah: Dr. Ir. Nizar Nasrullah, MAgr
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul ”Analisis Visual terhadap Keberadaan Reklame pada Lanskap Jalur Wisata Puncak Kabupaten Bogor” ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana yang ditempuh di Institut Pertanian Bogor atas Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) dari DIKTI. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Nurhayati HS.Arifin, M.Sc., dan Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgrSc., selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat dalam menyelesaikan tesis ini. Terimakasih yang tak terhingga kepada Mbakayu Sunani Soekirno, Pak Iwan Irawan, Pak Purtajaya, keluarga tercinta, kakak, isteri dan anak-anak atas pengertian, kasih sayang, motivasi serta doa yang diberikan selama ini, serta semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu.Juga kepada teman-teman dan sahabat-sahabat di Program Studi ARL , a.l Iskandar, Imawan, Isdiyantoro, Euis, Fadiah maupun Bambang Winarno, Budiarjono, Dwi Aryanti atas dukungan, dorongan, dan semangat hingga penyelesaian studi ini. Segala kritik, saran dan tanggapan akan penulis terima dengan terbuka. Akhirnya, semoga tesis ini dapat berguna bagi Pemerintah Daerah dan pihakpihak yang memerlukan.
Bogor, Juli 2011 Teguh Budiono
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 29 Desember 1969 dari Bapak Sanusi Darmosoeroso (alm.) dan Ibu Supiyah (almh). Penulis merupakan anak ke 5 dari enam bersaudara. Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Jombang dan pada tahun 1989 melanjutkan studi pada Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya Malang dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 2003 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Departemen Arsitektur Lanskap dengan beasiswa BPPS dari DIKTI. Sejak tahun 1999 penulis bergabung sebagai staf pengajar pada Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (sekarang Fakultas Teknik), Universitas Bung Karno Jakarta hingga sekarang. Beberapa matakuliah yang pernah diampu antara lain Perkembangan Arsitektur, Teori Arsitektur, Perancangan Tapak dan Lanskap, maupun Teknik Komunikasi Arsitektur. Sejak tahun 2005 penulis diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Kabupaten Bogor pada Seksi Reklame Dinas Cipta Karya. Sejak awal tahun 2010 hingga saat ini penulis dipercaya sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kebersihan dan Sanitasi V wilayah Parung Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor. Pada tahun 1999, penulis menikah dengan Siti Nurkholipah, anak ke 9 dari Bapak Saleh (alm) dan ibu Towilatun (alm). Penulis dikaruniai dua anak, yaitu Adiva Candra Pradani (10 tahun) dan Bagaskara Bisma Anoka (1 tahun 9 bulan).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xiii
I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 1.4 Alasan Penentuan Lokus Penelitian .............................................
1 1 4 4 5
II
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1 Billboard Sebagai Obyek Reklame dan Signage........................... 2.1.1 Pengertian Obyek Reklame dan Konsep Signage ............... a. Pemahaman tentang Reklame ......................................... b. Media Luar Ruang Billboard dan Panggung Reklame ... c. Reklame sebagai Obyek Pajak Daerah........ ................... d. Konsep Signage .............................................................. 2.1.2 Pengendalian Signage Sebagai Unsur Lingkungan ............. a. Unsur Lingkungan........................................................... b. Sistem Visual .................................................................. c. Pengendalian Signage ..................................................... 2.2 Lanskap Jalan dan Penempatan Reklame...................................... 2.3 Teori dan Metode Visual ............................................................... 2.3.1 Pengaruh Jarak Pandang terhadap Visibilitas ...................... 2.3.2 Posisi atau Sudut Pandang Pengamat terhadap Visibilitas .. 2.3.3 Keterhalangan (blockage) terhadap Visibilitas .................... 2.4 Persepsi terhadap Lanskap ............................................................ 2.5 Estetika Lingkungan ...................................................................... 2.5.1 Kualitas Estetika................................................................... 2.5.2 Elemen Pengalaman Estetik ................................................. 2.5.3 Evaluasi Kualitas Estetik...................................................... 2.6 Metode Pendugaan Nilai Keindahan ............................................. 2.6.1 Evaluasi Lanskap dengan Menggunakan Metode SBE........ 2.6.2 EvaluasiLanskapdenganMetodeSemantic Differential........
7 7 7 8 9 11 13 14 14 15 16 17 21 21 23 24 26 28 28 28 29 30 31 32
III
METODE ............................................................................................. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 3.2 Metode Penelitian ......................................................................... 3.2.1 Langkah dan Proses Penelitian ............................................ a. Tahap Persiapan ............................................................... b. Tahap Pengumpulan Data ................................................ c. Tahap Pengolahan Data ...................................................
33 33 34 34 35 36 39 ix
Halaman
IV
V
3.2.2 Penilaian Kualitas Keindahan dengan Metode SBE ............ 3.2.3 Penilaian Karakter Lanskap dengan Metode SD..................
39 40
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................... 4.1.1 Profil dan Gambaran Umum Kabupaten Bogor ................ 4.1.2 Kondisi Bio-Fisik Lokasi Penelitian ................................. a. Topografi ...................................................................... b. Iklim .............................................................................. c. Tata Guna Lahan ........................................................... d. Aksesibilitas .................................................................. e. Vegetasi ......................................................................... 4.1.3 Kondisi dan Keberadaan Reklame di Jalur Ciawi-Puncak 4.2 Analisis Kualitas Estetik Lanskap pada Jalur Wisata Puncak....... 4.2.1 Evaluasi Kualitas Estetik Lanskap Bereklame pada Jalur Wisata Puncak ................................................................... a.Lanskap Estetika Tinggi ................................................ b.Lanskap Estetika Sedang ................................................ c.Lanskap Estetika Rendah................................................ 4.2.2 Kecenderungan Nilai Estetik pada Jalur Wisata Puncak ... 4.2.3 Karakter Lanskap .............................................................. 4.3 Pengelolaan Lanskap Alamiah Jalur Wisata Puncak ................... 4.4 Rekomendasi Pengaturan Reklame di Jalur Wisata Puncak ........
41 41 41 42 42 43 43 44 44 45 49 49 52 53 54 55 56 60 62
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ..................................................................................... 5.2 Saran ............................................................................................
65 66
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
67
LAMPIRAN ................................................................................................... .
70
ix
DAFTAR TABEL Halaman 1
Tabel Kuesioner Semantic Differential ......................................................
40
2
Karakter kelas Kualitas Estetika Lanskap ..................................................
52
3
Pengaruh Elemen terhadap Karakter Lanskap Jalur Wisata Puncak .........
56
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Jenis Reklame Bilboard tanam (a), Frontlight tanam (b) ..........................
12
2
Jenis Reklame; (a) prismatek frontlight; (b) billboard tempel; (c) backlight tempel; (d) backlight tanam; (e) frontlight tempel; (f) backlight tanam pada PJU (neon box).......................................................
12
3
Jenis Reklame; (a) bando jalan; (b) balon udara .......................................
13
4
Pengaruh kondisi jalan terhadap durasi memandang suatu obyek visual .
18
5
Beberapa bentuk dasar jalan menurut Simonds ........................................
19
6
Jalur Sukaraja Cibinong yang berbentuk Direct (tanpa skala) .................
20
7
Jalur Ciawi Puncak yang berbentuk Curvilinear maupun Looping ..........
20
8
Medan Visual menurut H. Marten ............................................................
22
9
Sudut kejadian pandangan (Angle of Incidence) dan pengaruhnya terhadap visibilitas suatu obyek visual......................................................
23
10 Aspek ukuran dan pengaruhnya terhadap visibilitas suatu obyek visual ..
24
11 Aspek penghalangan terhadap visibilitas suatu obyek visual ...................
25
12 Peta Lokasi Penelitian ...............................................................................
34
13 Kerangka Proses Penelitian .......................................................................
41
14 Peta Titik Pengambilan Foto Sampel Lanskap .........................................
42
15 Reklame billboard konstruksi tanam . ......................................................
47
16 Reklame billboard konstruksi tempel . .....................................................
47
17 Reklame spanduk sejajar jalan dan melintang jalann . .............................
48
18 Reklame jenis prismatek . .........................................................................
48
19 Lanskap yang dinilai, 20 setting lanskap . ................................................
49
20 Grafik nilai SBE 20 lanskap pada jalur wisata Puncak. ............................
50
21 Lanskap 11, lanskap dengan nilai SBE tertinggi. .....................................
51
22 Lansakap 5, lanskap dengan nilai SBE terendah .....................................
51
23 Kelompok lanskap dengan kualitas estetik yang tinggi ............................
53
24 Kelompok Lanskap dengan kualitas estetik yang sedang .........................
53
25 Kelompok Lanskap dengan kualitas estetik yang rendah .........................
54
26 Profil persepsi terhadap kriteria lanskap bereklame pada jalur wisata Puncak ....................................................................................................
57 ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Nilai Pajak Reklame Kabupaten Bogor ....................................................
71
2
Nilai Pajak Reklame pada 15 Kecamatan dengan Nilai Pajak tertinggi ...
72
3
Foto Lanskap yang Dinilai oleh Responden .............................. ..............
73
4
Hasil Penilaian Scenic Beauty Estimation (SBE).. ...................................
75
ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang juga dikenal sebagai Undang-Undang Otonomi Daerah mendorong setiap daerah untuk menggali sumber-sumber potensial di daerah mereka sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah. Salah satu sumber pendapatan tersebut adalah Pajak dan Retribusi Daerah. Pada sektor Pajak Daerah ini, Pajak reklame adalah salah satu sumber pendapatan yang dianggap potensial. Perkembangan dan peningkatan kegiatan ekonomi memerlukan media pemasaran sebagai ujung tombak kegiatan ekonomi, dimana salah satunya adalah media perikalanan luar ruang atau reklame. Perkembangan dunia usaha dan perkembangan daerah, memberi dampak semakin banyaknya pemasangan media reklame luar ruangan. Kabupaten Bogor dengan variasi geografisnya yang relatif beragam menjadikan beberapa lokasi mempunyai nilai strategis/ nilai jual yang tinggi bagi pemasangan reklame untuk memasarkan produk perdagangan maupun jasa. Keadaan reklame visual dan masif dengan berbagai bentuk yang disajikan, baik di sepanjang jalan maupun lokasilokasi tertentu yang strategis merupakan salah satu sumber bagi peningkatan pendapatan
daerah,
tetapi
juga
tidak
lepas
dari
permasalahan
yang
ditimbulkannya. Keinginan untuk menonjol, supaya informasi yang disampaikan semakin efektif, memberi dampak bagi penataan media ini, dimana aspek keindahan lingkungan bukan lagi menjadi pertimbangan utama bagi para pemasangnya. Kondisi dari pemasangan media luar ruang reklame seperti ini memunculkan persoalan seperti menurunnya estetika lingkungan, persoalan penempatan dan jumlah media reklame yang terlalu banyak sehingga akhirnya cenderung tidak teratur dan terjadi kesemrawutan. Saat ini terdapat situasi dilematis di Kabupaten Bogor dalam rangka pelayanan media luar ruangi. Di satu sisi keberadaan reklame memberi sumbangan penting bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan jumlah penerimaan pajak yang terus meningkat, (Lampiran 1) tetapi di sisi lain jumlahnya
2 yang banyak dan tidak teratur dapat menurunkan estetika lingkungan dan menimbulkan dampak lainnya. Tata informasi atau lazim disebut reklame, merupakan salah satu alat atau media promosi yang dipakai oleh perusahaan dalam memasarkan produknya (Shimp, 2003) Dalam perancangan fisik lingkungan, baik dari disiplin arsitektur lanskap maupun perancangan kota, reklame dapat dikategorikan sebagai signage atau elemen pemberi tanda. Signage merupakan elemen visual yang penting dalam perancangan arsitektur karena mampu menyemarakkan atmosfir lingkungan kota (Shirvani, 1985). Namun dalam berbagai kasus keberadaan obyek reklame billboard yang memiliki dimensi besar karena penempatannya disinyalir memberi kontribusi pada kekacauan kota atau lanskap sehingga mengurangi keindahan lingkungan maupun keselamatan pemakai jalan. Hal ini mendorong perhatian para perancang lingkungan untuk melakukan pengendalian terhadap elemen desain lingkungan tersebut. Billboard sebagai salah satu elemen ruang luar arsitektur sejauh ini telah banyak dibahas dalam ranah perancangan arsitektur kota (Danisworo, 1991). Namun demikian sebenarnya permasalahan ini dapat ditemukan pada perancangan lanskap pada umumnya atau area jalan raya di luar kota yang tidak dapat dikategorikan sebagai ruang kota. Seperti halnya dalam perancangan kota maka pemasangan billboard tidak boleh mengurangi keindahan lanskap. Keberadaan signage pada prinsipnya tetap perlu memperhatikan aspek-aspek perancangan lingkungan yang tidak terlepas dari keserasian dengan unsur-unsur perancangan lingkungan urban lainnya (Darmawan, 2006). Aspek visual pengaturan billboard menjadi perhatian terutama menyangkut visual kinetik. Desain billboard tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam peraturan penempatan titik lokasi, dimensi dan bentuk billboard. Namun banyak disayangkan peraturan yang dibuat oleh pemerintah mengenai billboard atau obyek reklame ruang luar tidak memadai sehingga belum mengakomodasi kepentingan pemakai jalan, pemasang iklan maupun pemerintah sebagai regulator. Pengendalian billboard menjadi sangat mendesak dilakukan terutama pada lingkungan jalan yang ramai dan dianggap potensial. Banyak kritik dialamatkan pada penentu kebijakan penempatan lokasi billboard yang hanya memperhatikan
3 aspek pendapatan bukan dari aspek estetika dan keselamatan pemakai jalan. Dalam hal ini muncul gagasan bahwa pengendalian billboard harus mengacu pada beberapa aspek antara lain faktor sistim visual, lanskap dan faktor-faktor lain di luar aspek teknis. Salah satu jalur penting yang paling diminati oleh pemasang reklame adalah jalur Ciawi-Puncak, khususnya di Kecamatan Cisarua. Hal ini kemungkinan disebabkan karena Jalur Ciawi-Puncak ini adalah jalur wisata yang banyak dilewati kendaraan. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabuoaten Bogor pemasukan pajak reklame terbesar diperoleh dari reklame yang ada di wilayah Kecamatan Cisarua. (Lampiran 2) Selain itu, khusus pada jalur Ciawi Puncak yang merupakan jalur paling diminati oleh penyelenggara reklame perlu suatu rencana pengelolaan yang lebih baik dibandingkan koridor lainnya karena: 1) Koridor ini mempunyai karakter spesifik dengan bentuk jalan yang berkelok-kelok, berkontur dan memiliki pemandangan yang indah 2) Jalur ini telah ditetapkan sebagai jalur yang dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu: a) kawasan umum, b) kawasan selektif dan c) kawasan khusus dalam penyelenggaraan reklame berdasarkan Keputusan Bupati no 12 tahun 2004 tanggal 1 September 2004 tentang Tata Letak Reklame Jalur Ciawi Puncak. Jalur Puncak merupakan jalur utama yang menghubungkan Jakarta dengan Bandung, disamping kota-kota lainnya seperti Cianjur dan Sukabumi. Dengan adanya situasi tersebut, maka keberadaan reklame perlu dikaji secara proporsional melalui suatu analisis visual berkaitan dengan penempatan reklame di jalur Ciawi-Puncak, khususnya yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Cisarua, dengan pembatasan pada area wisata yaitu mulai kilometer 83 hingga kilometer 93 dimana tata guna lahan yang ada adalah perkebunan teh. Perkebunan teh ini merupakan salah satu daya tarik wisata di wilayah Puncak ini. Hal yang ingin dicapai darinya sangat jelas, yaitu terwujudnya keselarasan kepentingan manusia dengan kelestarian alam.
4 1.2 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan bahasan tersebut dapat dikenali beberapa hal, yaitu antara lain penempatan billboard berdampak pada sistim visual dan lanskap jalan (streetscape)
sehingga harus dikendalikan dalam perancangannya.
Hal ini
menjadi bagian analisis sistim visual. Sedangkan lokasi yang tidak tepat akan menimbulkan kerugian bagi pemasang iklan atau sebaliknya dapat menimbulkan efek kerusakan lingkungan. Ketidakserasian lingkungan dapat ditengarai dalam berbagai gejala seperti hilangnya identitas lingkungan, estetika, dan orientasi lingkungan. Masalah tersebut meliputi pengaturan billboard sebagai signage sebagai unsur perancangan lingkungan sehingga memiliki keterkaitan dengan karakter lingkungan, karakter lanskap jalan (streetscape) mempengaruhi penempatan dan desain billboard. Serta penerapan konsep tersebut, yakni evaluasi kualitas lingkungan, yaitu kualitas lingkungan fisik, bentuk teknologi dan budidaya, serta evaluasi daya tarik estetik, yaitu penilaian oleh indera manusia, arti simbolik, dan nilai positif emosional tapak. Berdasarkan teori tersebut maka rumusan masalah diajukan dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut: 1) Bagaimana kualitas estetika lanskap yang ada reklamenya pada jalur wisata Puncak? 2) Bagaimana kualitas dan karakter lanskap yang ada pemasangan reklamenya pada jalur wisata Puncak? 3) Bagaimana hubungan kualitas estetika lanskap bereklame dengan karakter lanskapnya pada jalur wisata Puncak?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka ditetapkan tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi karakter lanskap jalur wisata Puncak 2) Menganalisis kualitas estetika lanskap bereklame pada jalur wisata Puncak 3) Menganalisis hubungan kualitas estetik lanskap bereklame dengan karakter lanskapnya pada jalur wisata Puncak. 4) Menyusun rekomendasi pemasangan reklame di jalur wisata Puncak
5 Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut : 1) Manfaat teoritis: Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan kontribusi bagai pengembangan ilmu pengetahuan terutama pengembangan pengetahuan tentang estetika lingkungan, analisis visual pada ranah lanskap arsitektur khususnya streetscape pada remote area. Bagi para mahasiswa, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan rujukan studi yang berguna untuk mengembangkan konsep penelitian mengenai analisis visual terhadap keberadaan reklame di jalur wisata Puncak, Kabupaten Bogor. 2) Manfaat praktis: memberikan sumbangan dalam penyusunan peraturan penempatan billboard secara khusus bagi pemerintah daerah sehingga dapat menjembatani kepentingan berbagai pihak.
1.4 Alasan Penentuan Lokus Penelitian Lokasi penelitian dipilih adalah jalur jalan wisata Puncak yang terletak pada wilayah kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor yang merupakan jalan padat. Lokasi sepanjang 10 km ini, yaitu pada kilometer Jkt.+ 83 sampai dengan Jkt. + 93 merupakan ruang yang sangat diminati bagi perusahaan pemasang iklan. Perusahaan-perusahaan tersebut berani membayar biaya dan pajak yang tinggi untuk memasang billboard. Pada jalur ini di sepanjang sisi kiri dan kanan jalan adalah area kebun teh yang merupakan daya tarik utama kawasan wisata puncak karena pemandangannya yang indah. Hal ini pada satu sisi menimbulkan potensi besar bagi pemasukan pajak namun juga menimbulkan masalah bagi sistim visual dan lanskap bagi ruang sepanjang jalan jalan wisata Puncak. Pada umumnya billboard yang ada ini dipasang pada area tikungan serta pada tebing-tebing agar dapat dilihat oleh pelintas atau pemakai jalan. Hal ini seringkali menutupi pandangan pemakai jalan terhadap panorama lingkungan sekitar. Panorama lingkungan kebun teh maupun alam pegunungan pada umumnya yang indah terhalangi oleh kehadiran papanpapan reklame ini. Alasan lain yang dapat dikemukakan adalah karakter ruang jalur wisata Puncak merupakan area dengan lanskap yang memiliki karakter yang unik dan berbeda, yaitu berupa ruang panorama jalan
sehingga penempatan elemen
6 arsitektur/ struktur buatan diharapkan tidak mengganggu keserasian atau menghalangi pandangan. Dalam hal ini ruang jalur jalan wisata Puncak harus mengedepankan aspek lanskap natural yang merupakan ikon wisata kabupaten Bogor atau karakter streetscape kawasan jalur wisata Puncak.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Billboard Sebagai Obyek Reklame dan Signage 2.1.1 Pengertian Obyek Reklame dan Konsep Signage Iklan luar ruangan (reklame) adalah bentuk iklan yang paling tua (Jefkins, 1997). Dinding adalah tempat utama menulis pesan untuk masyarakat luas pada masa Yunani dan Romawi. Selanjutnya reklame berkaitan dengan bangunan atau aktivitas yang ada dalam suatu bangunan. Reklame tersebut menandakan atau menginformasikan mengenai kuil, makam, istana dan biasanya bangunan yang dianggap penting. (Natalivan, 1997). Revolusi industri di Inggris menimbulkan dampak berkembangnya sektor industri, komersial, jasa dan munculnya kota-kota baru. Kepentingan ekonomi serta semakin luasnya kota mendorong perkembangan pemakaian dan pemasangan reklame (bersifat komersial). Pemakaian dan pemasangan reklame ini adalah untuk menginformasikan barang/ jasa yg dijual maupun memberikan arah bagi warga kota. Perkembangan selanjutnya, reklame yang dipasang tidak terbatas pada reklame yang mengindentifikasi kegiatan dalam bangunan, tetapi juga pesanpesan yang tidak mempunyai keterkaitan dengan lingkungan setempat atau sifatnya tidak langsung (Natalivan,1997). Saat ini reklame telah mengalami berbagai macam inovasi. Reklame kini telah dilengkapi hiasan, efek menyolok, efek gerakan dan sinar serta elektronik/ digital. Ada berbagai ragam bentuk dan cara pemasangan serta penempatan reklame. Pemasangan reklame juga mengalami pasang surut sesuai perkembangan ekonomi dan muncul nya media baru dalam pemasangan iklan. Ketika televisi muncul sebagai media baru iklan pada tahun 1955, pemasangan iklan melalui media luar ruangan (reklame) mengalami penurunan. Popularitas reklame pulih kembali sejak penayangan iklan rokok di larang di televisi. (Jefkins,1997). Reklame mempunyai kualitas khusus, yang berbeda dengan media iklan lainnya. Kedudukan dan fungsi reklame telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu, khususnya dengan pemakaiannya. Fungsi utama sarana ini adalah sebgai media iklan untuk mengingatkan, sebgai media sekunder (suplemen) untuk mndukung kampnye iklan di media lainnya seperti media cetak atau televisi. Reklame mempunyai keistimewaaan yang unik dalam memperkuat iklan, promosi
8 dan usaha pemasanran (Russell dan Verrill, 1986). Reklame dapat bertahan selama berminggu-minggu, berbulan-bulan atau tahunan.
a. Pemahaman tentang Reklame Periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif. Pesan tersebut diarahkan pada calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya semurah-murah nya (Jefkins, 1997). Di dalam penyampaian pesan-pesan penjualan tersebut, ada berbagai macam media yang digunakan. Salah satu media tersebut adalah media luar ruangan (reklame). Periklanan juga merupakan cara yang efektif untuk menjangkau banyak konsumen yang tersebar secara geografis dengan biaya rendah untuk setiap tampilannya. Konsumen percaya bahwa suatu merek yang sering diiklankan pasti menawarkan nilai yang baik. Pemilihan media iklan merupakan suatu strategi yang dijalankan perusahaan dengan berbagai pertimbangan yang ada, semakin besar skala usaha perusahaan maka pertimbanggannya pun semakin komplek dan berhati-hati. (Kotler, 2002). Di dalam pengertian reklame, tidak ada pembatasan lokasi pemasangan rekame. Dalam pernyataan yang lebih terbatas, Russel dan Verril menyatakan bahwa iklan luar ruangan adalah iklan atau tanda indentifikasi yagn berlokasi pada ruang publik, seperti tanda-tanda lainnya dengan berbagai ukuran, bentuk dan warna yang mencirikan tempat makan, motel, bioskop dan sebagainya (Russel dan Verrill, 1986). Pemasangan reklame merupakan usaha untuk mencari keuntungan (promosi penjualan), karena dipergunakan untuk memperkenalkan, menarik perhatian umum pada suatu barang dan jasa. Upaya promosi barang dan jasa disini berkaitan ert dengan orang atau badan hukum yang menyelenggarakan reklame. Keberadaan reklame mencakup dua dimensi yang terdiri atas: 1) Dimensi informasi yang mengandung aspek ekonomi dan bersifat non fisik. Reklame adalah suatu pesan yang merupakan sarana promosi barang dan jasa dengan menyewa ruang dan waktu dari media luar ruangan.
9 2) Dimensi keruangan yang mengandung aspek tata ruang dan bersifat fisik. Reklame meruapkan suatu benda yang mengisi ruang perkotaan sehingga merupakan bagian dari assesories perkotaan.
b. Media Luar Ruang Billboard Beberapa cara dilakukan dengan mencoba memanfaatkan media ruang luar seperti billboard dengan cara seunik mungkin sehingga setiap orang yang melewatinya bisa tersenyum, tertawa, dan ingat akan pesan iklan tersebut (Kasali 2007). Menurut Kasali (2007) billboard merupakan media ruang luar yang memiliki ukuran besar dan didisain untuk dilihat o1eh orang-orang yang melakukan perjalanan dengan tingkat mobilitas cukup tinggi. Penentuan billboard didasarkan pada jenis, lokasi dan ukuran. Sedangkan panggung reklame adalah sarana atau tempat pemasangan satu atau beberapa bidang reklame yang diatur dengan baik dalam suatu komposisi yang estetis, baik dari segi kepentingan peyelenggaraan, masyarakat yang melihat maupun keserasiannya dengan pemanfaatan ruang beserta lingkungan sekitarnya Kasali (2007) menyatakan bahwa penentuan titik lokasi papan reklame (media luar ruang) yang biasa dipakai oleh penyelenggara iklan didasarkan antara lain pada: (1) Arus perjalanan; (2) Jenis produk; (3) Jangkauan; (4) Kecepatan arus lalu lintas; (5) Persepsi terhadap lokasi; dan (6) Keserasian dengan bangunan sekitar. Dalam penentuan pemasangan lokasi media luar ruang harus diperhatikan apakah akan dipasang di sebelah kiri atau kanan jalan. Hal ini berhubungan erat dengan lokasi tempat tinggal dan tempat bekerja. Dengan demikian perlu diperhatikan apakah letak lokasi berada pada arus pulang atau arus berangkat kerja (beraktifitas). Pemilihan lokasi pun harus dihubungkan dengan jenis produk dan suasana psikologis sasaran konsumen. Asumsinya arus berangkat adalah pada pagi hari sedangkan arus pulang adalah pada sore atau malam hari. Kiri jalan
10 identik dengan arus berangkat kerja, artinya pihak konsumen baru akan memulai aktifitas. Iklan pada media luar ruang mempunyai daya jangkau yang bersifat sangat lokal, yakni hanya daerah di sekitar papan reklame itu saja. Oleh karena itu, sangat penting memilih lokasi yang memiliki sudut pandang yang luas, misalnya pada ketinggian tertentu yang bebas dari halangan pandangan. Oleh karena papan reklame dipasang untuk menjangkau orang-orang yang berada di atas kendaraan, maka kecepatan arus lalu lintas disekitarnya perlu diperhatikan. Jika media dipasang di jalur bebas hambatan, maka papan reklame tersebut harus didesain sedemikian rupa agar dari kejauhan sudah terbaca dan dikenali pesannya. Apabila akan menampilkan secara detail maka lebih baik memilih jalur lalu lintas yang padat dan pada ketinggian menengah. Jalur padat ini misalnya pada lokasi sekitar pusat perbelanjaan, persimpangan jalan, jalan tiga jalur yang ada sekolah dengan sedikit tempat parkir atau juga jalan ”leher botol” yang ujungnya menyempit. Pada arus yang padat, orang dapat membaca dengan santai pada titik pandang yang dekat. Ketinggian juga diperhatikan jangan sampai orang membaca dengan kepala terlalu ke atas. Papan reklame juga bertujuan untuk membangun citra, artinya persepsi terhadap lokasi sangat penting. Jangan sampai salah menempatkan produk dengan citra yang bonafit, anggun, besar dan modern di suatu tempat yang tidak pada tempatnya dan tidak sesuai sasaran. Keserasian dengan bangunan sekitar pun harus diperhatikan. Tanpa memperhatikan keserasian, papan reklame akan menjadi sampah kota yang semakin menyebabkan calon pembeli ”sesak napas”. Papan reklame yang baik harus memperhatikan keseimbangan lingkungan yang justru dapat mempercantik kota dengan memperhatikan 7K, yakni: keindahan, kesopanan, ketertiban, keamanan, kesusilaan, keagamaan dan kesehatan. Media luar ruang reklame yang baik harus memperhatikan keseimbangan lingkungan yang akan meningkatkan kualitas estetika kota dan keindahannya. Dalam bahasa pemasaran, obyek atau media reklame merupakan bagian dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan atau perorangan untuk meningkatkan penjualan. Hill (1989) mengemukakan bahwa sign board (yang merupakan bentuk umum dari papan reklame) merupakan elemen lanskap yang
11 perlu diperhatikan dalam perancangan lanskap jalan karena dapat berpotensi merusak atau memperbaiki kualitas lingkungan. Senada dengan itu, Simonds (1983)
menyatakan
bahwa
keberadaan
sign
board
perlu
direncanakan
kesesuaiannya dengan lanskap sekitarnya.
c. Reklame sebagai Obyek Pajak Daerah Reklame merupakan salah satu obyek pajak daerah, sebagaimana yang tercantum pada Undang- Undang nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, sebagaimana yang diganti dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan retribusi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, terdapat pengertian tentang reklame, yang dipakai dalam penyusunan Perda Kabupaten Bogor no 6 tahun 2004 tentang Pengelolaan Reklame. Menurut peraturan tersebut, reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk, susunan dan atau corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah. Beberapa jenis reklame
yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
media reklame permanen atau berdurasi lama (minimal 1 tahun) dan reklame yang temporer atau berdurasi pendek (mingguan atau bulanan). Yang termasuk reklame permanen antara lain jenis Bilboard tanam maupun tempel, backlight tanam maupun tempel, frontlight tanam maupun tempel, bando jalan, prismatek, thin plat, dan rombong. Sedangkan yang termasuk reklame temporer atau berdurasi pendek antara lain spanduk, umbul-umbul, poster, banner kain, baligho, dan balon udara. Keberadaan reklame berdurasi pendek ini relatif sulit dikendalikan karena dapat dipasang sewaktu-waktu dan berpotensi mengurangi estetika visual. Pemasangan reklame pada umumnya dilakukan pada jalur jalan yang merupakan ruang pergerakan. Karena itu, salah satu kriteria untuk menentukan nilai pajak reklame adalah berdasarkan pada kelas jalan dan tingkat keramaian lalulintas yang melewati sebuah jalan. Di Kabupaten Bogor, pajak reklame tertinggi dikenakan pada Jalan Tol, kemudian jalur Ciawi Puncak, dan lain-lain.
12
a
b
Gambar 1. Jenis Reklame Bilboard tanam (a), Frontlight tanam (b) a
Jenis-jenis reklame ini mempunyai nilai pajak yang berbeda dimana yang berpengaruh terhadap nilai pajak ini misalnya lokasi pemasangan, jenis reklame yang juga dipengaruhi durasi tayang (yang berlampu lebih mahal, karena dapat dilihat 24 jam). Reklame produk rokok juga dikenakan pajak yang lebih tinggi.
a
b
d
c
e
f
Gambar 2. Jenis Reklame; (a) prismatek frontlight; (b) billboard tempel; (c) backlight tempel; (d) backlight tanam; (e) frontlight tempel; (f) backlight tanam pada PJU (neon box)
13 Selain itu terdapat juga jenis reklame yang termasuk jenis reklame yang bersifat eksklusif tetapi pada saat penelitian ini dilakukan belum diselenggarakan di Kabupaten Bogor yaitu Dynamic Wall, Megatron serta jenis reklame elektronik lainnya
a b Gambar 3. Jenis Reklame; (a) bando jalan; (b) balon udara Dalam pengertian tersebut terungkap bahwa media reklame sangat luas, meskipun dalam penelitian ini lebih dibatasi pada jenis-jenis papan reklame yang dipasang pada luar ruang.
d. Konsep Signage Dalam konteks perancangan kota (urban design), sistem tanda-tanda (signage) merupakan salah satu elemen yang secara khusus dirancang untuk memberi informasi kepada masyarakat atau warga kota. Tanda-tanda (sigange) adalah segala sesuatu yang secara fisik mengiformasikan sesuatu pesan tertentu kepada masyarakat. (Danisworo, et al, 1991). Bentuknya secara fisik merupakan sesuatu yang mudah untuk dibaca, baik berupa tulisan, gambar, lambang, maupun bendera. Sedangkan secara teknis tanda-tanda ini dapat dipasang (ditanam), ditempel, atau digambar pada stryktur bangunan atau struktur lainnya yang terpisah dari bangunan. Tanda juga dipasang pada tempat-tempat yang mudah terlihat oleh masyarakat yang berada di lingkungan karena digunakan sebagai pemberitahuan. Berdasarkan jenisnya, tanda-tanda dibedakan menjadi (Danisworo, et al. 1991):
14 a. Identitas b. Nama bangunan c. Petunjuk sirkulasi d. Komersial e. Petunjuk ke lokasi dan fasilitas lain f. Informasi. Menurut Shirvani (1985), tanda-tanda yang mengandung iklan semakin meningkat setelah Perang Dunia II. Tanda-tanda jenis ini merupakan elemen visual yang cukup dominan dan pertambahannya juga menimbulkan kontroversi. Dari sisi perancangan urban, ukuran dan kualitas rancangan dari tanda-tanda iklan harus diatur untuk menciptakan kesesuaian, mengurangi pengaruh negatif secara visual dan yang penting adalah mengurangi kompetisianatara kepentingan tertentu (pemasang iklan) dengan kepentingan umum (rambu-rambu lalu lintas dan tanda bagi umum lainnya). Dari sisi bisnis tanda-tanda memang sangat penting, tetapi suatu kualitas lingkungan fisik yang baik merupakan tanggung jawab bersama. Karena perancangan tanda yang baik akan menambah karakter fasade bangunan bersamaan dengan memeriahkan bentang jalan (streetscape) melalui informasi mengenai barang dan jasa dari tiap-tiap usaha (Danisworo, et.al 1991).
2.1.2 Pengendalian Signage Sebagai Unsur Lingkungan Hill (1995) mengemukakan bahwa sign board (yang merupakan bentuk umum dari papan reklame) merupakan elemen lanskap yang perlu diperhatikan dalam perancangan lanskap jalan karena dapat berpotensi merusak atau memperbaiki kualitas lingkungan. Senada dengan itu, Simonds (1983) menyatakan bahwa keberadaan sign board perlu direncanakan kesesuaiannya dengan lanskap sekitarnya.
a. Unsur Lingkungan Lingkungan merupakan wadah bagi manusia untuk beraktifitas dan berinteraksi dengan sesama manusia dan alam beserta isinya. Manusia selalu melakukan persepsi dan interpretasi terhadap lingkungannya. Proses persepsi dan interpretasi merupakan rangkaian tindakan manusia sebagai upaya mendapatkan
15 gambaran dari lingkungannya, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan selanjutnya terhadap lingkungan tersebut. Arah dan bentuk tindakan manusia terhadap lingkungannya dapat berupa hal-hal yang positif atau negatif, dimana pilihan tindakan tersebut sangat bergantung dari hasil persepsi dan interpretasi sebelumnya. Tindakan yang positif seperti pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dengan bijaksana merupakan hasil pemahaman yang benar terhadap lingkungannya, sebaliknya tindakan negatif seperti perusakan dan pemborosan terhadap sumber daya alam merupakan hasil pemahaman yang salah terhadap lingkungannya. Dengan demikian perlu penanaman pengetahuan tentang persepsi dan interpretasi yang benar, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan yang benar dalam mengelola lingkungannya (Foster, 1982). Estetika adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia sebagai hasil hubungan yang harmonis dari semua elemen, baik itu elemen pada suatu obyek, ruang maupun kegiatan. Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual, karena penampilan suatu obyek otomatis dinilai dari penampakkan visualnya (Simonds, 1983). Selanjutnya Asihara (1986) menambahkan bahwa manusia pada umumnya menyukai keindahan. Untuk itu manusia senantiasa menjadikan lingkungannya tetap indah. Salah satu upaya yang dilakukan manusia adalah perlindungan terhadap kualitas keindahan lingkungan.
b. Sistem Visual Menurut Cullen (1996), keberadaan papan reklame tidak dapat terlepas dari kondisi visual sebuah kota sebagai hasil perkembangan ekonomi dan merupakan bagian dari peradaban. Tetapi kehadiran papan reklame
memang berpotensi
mengurangi kualitas visual. Menurut Cullen, terdapat empat hal yang merupakan keberatan utama terhadap keberadaan reklame antara lain: 1. Keberadaan papan reklame seringkali tidak pantas dan bagaimanapun juga mengganggu atau merusak kenyamanan. 2. Mereka mengeksploitasi jalan raya umum dan masyarakat terpaksa menerimanya karena tak punya pilihan untuk tidak memandangnya. 3. Mereka membuat lingkungan umum menjadi vulagar atau kasar dan menurunkan cita rasa publik.
16 4. Mereka memecah atau mengganggu perhatian para pengendara motor maupun pemakai jalan yang lain.
c. Pengendalian Signage Yang dapat dipertimbangkan sebagai pengendali pemasangan tanda-tanda adalah sebagai berikut, menurut Danisworo, et al, 1991: 1. Letak Tanda Letak tanda dibedakan menurut jenis dan peruntukannya. Dimana tata letak tanda-tanda tersebut dibagi menurut zona-zona yaitu: a. zona pedestrian (identifikasi) Untuk tanda berebentuk kecil, orientasi bagi pedestrian supaya mudah mengenali bangunan, rancangan etalase dan lain-lain. Prioritas domain adalah untuk kepentingan umum. b. zona lalulintas Diperuntukkan bagi tanda-tanda dan informasi yang relevan sebagai kontrol dan pergerakan kendaraan. c. zona reklame Khusus diperuntukkan bagi tanda-tanda berukuran besar, dimana letaknya pun harus tidak mengganggu sirkulasi pedestrian. Pada zona ini reklame berukuran cukup besar dengan sengaja direncanakan pada zona tertentu untuk tujuan pengaturan ruang publik kota,
2. Keterkaitan Ruang dan Waktu Pengendalian tanda diatur menurut sifat komunikasi yang akan disampaikan kepada warga kota yaitu: a. Bersifat langsung Dibedakan menurut tanda-tanda yang mengandung identitas usaha, lokasi serta barang dan jasa yang ditawarkan. Tanda-atanda tersebut memepunyai keterkaiatan langsung dengan bangunan dan lingkungan setempat (keterkaitan ruang dan waktu) b. Bersifat tak langsung
17 Tanda ini berisi pean-pesan yang tidak mempunyai keterkaitan dengan kegiatan yang ada di dalam bangunan atau di lingkungan setempat. 3. Integrasi dengan bangunan dan Lanskap Maksudnya untuk mendapatkan keselarasan visual dengan cara mencari tata letak yang sesuai dengan rancangan bangunannya. Bangunan di sini tetap dominan sebagai unsur untuk berkomunikasi secara arsitektural. Tanda di sini merupakan unsur pelengkap yang mudah dibaca sehingga memudahkan pengamat. Larangan untuk memasang tanda-tanda berukuran besar di lokasi yang memilki vista yang dominan, misalnya pada jalur pedestrian utama pada square dan taman juga merupakan langkah untuk pengendalian. 4. Integrasi dengan elemen lanskap Merupakan langkah untuk memeperoleh kompromi anatara pemasang tanda dengan elemen lanskap sehingga nilai estetika tetap dapat dicapai. Caranya adalah dengan mendisain bentuk-bentuk khusus sehingga lampu jalan, kios kaki lima , lampu-lampu lalulintas sekaligus juga berfungsi sebagai tanda yang berisi identitas lingkungan, iklan, atau penunjuk jalan. 5. Kemudahan untuk dibaca Tanda-tanda yang dipasang harus mudah untuk dibaca. Untuk itu jenis huruf, ukuran huruf , spasi, jumlah kata, bahan, warna dan iluminasi kemudian cara memasang, jarak pandang, sudut pandang dan kecepatan kendaraan merupakan aspek-aspek yang perlu dikendalikan. 6. Pemakaian simbol Sekarang ini mulai banyak dikenal pemakaian simbol atau logo sebagai cara menyajikan tanda. Dengan melihat simbol atau logo, pengamat langsung dapat mengerti maksud suatu tanda tanpa harus dalam bentuk tulisan.
2.2 Lanskap Jalan dan Penempatan Reklame Sebuah media reklame dipasang agar dapat menyampaikan suatu pesan kepada masyarakat sebagai pengamat. Dapat tidaknya sebuah pesan diterima juga dipengaruhi oleh waktu yang dipakai untuk membaca pesan itu, dan hal ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengamat. Papan reklame adalah media statis, kecuali jenis Megatron dan Dynamic Wall yang relatif lebih dinamis meskipun hanya
18 pada gambarnya yang dapat berganti atau berubah. Dengan demikian jika pengamat tidak cukup lama dalam memandang papan reklame, maka pesan itu tidak akan sampai. Durasi atau lama tidaknya waktu untuk memandang ini sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya kecepatan gerak dari pengamat terhadap obyek, lurus tidaknya jalur jalan, serta datar tidaknya suatu jalur jalan. Hal itu dapat diperjelas dengan Gambar 4. Pada jalur jalan yang merangsang pengguna jalan untuk bergerak sangat cepat, misalnya pada jalan Tol, waktu memandang sebuah papan reklame yang terbatas diatasi dengan membuatnya terlihat lebih lama dengan memperbesar ukuran serta meninggikan posisinya.
Jalan lurus, durasi melihat lebih panjang
Jalan mendatar, durasi melihat lebih lama
Jalan berkelok, durasi memandang lebih pendek
Jalan berkontur, durasi melihat lebih pendek
Gambar 4. Pengaruh kondisi jalan terhadap durasi memandang suatu obyek visual Pada jalur yang cukup padat, dimana kendaraan tidak mungkin bergerak terlalu cepat, visibilitas menjadi tinggi. Pada jalan yang lurus, durasi memandang sebuah papan juga lama, sehingga visibilitas juga tinggi. Pada jalur yang datar, visibilitas papan reklame juga tinggi berkaitan dengan durasi memandang yang lebih lama.
19 Sebuah lanskap dengan bentuk memanjang membentuk koridor yang merupakan sarana pergerakan baik bagi manusia maupun barang (Simonds, 1983. Sebuah lanskap berbentuk linear ini oleh Simonds (1983) diibaratkan sebagai aliran sungai, sehingga karakternya juga sangat dipengaruhi oleh bentuk dasarnya. Bagaimana cara manusia bergerak di dalam lanskap semacam ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan elemen-elemen pembentuk lanskap ini, apakah badan jalan sendiri, pembatas jalan, maupun oleh pemandangan (scenery) di sekitar jalur yang dilaluinya.. Sebuah lanskap karena itu dapat terbentuk dari elemen-elemen alamiah maupun elemen atau struktur buatan manusia (Simonds, 1983). Karakter lanskap sangat ditentukan oleh kenampakan (feature) yang ada di dalamnya dengan sifat-sifat spesifik dan berulang (Simonds, 1983). Sebuah lanskap jalan memilki karakter khusus yang unik dari lainnya dengan adanya kenampakan khas sebagai bagian dari jalur itu sendiri, baik yang berupa ekspresi lanskap alami pada jalur yang melintasi daerah yang masih alami, maupun lanskap urban pada jalur yang melewati kawasan urban yang sangat banyak campur tangan manusia di adalamnya. Lanskap ini memiliki hubungan yang erat dengan aktivitas manusia. Bentuk dasar jalan mempunyai pengaruh terhadap perletakan reklame, dimana dalam hal ini berkaitan dengan kecepatan gerak pemakai jalan serta sudut pandang pengamat dengan papan reklame. Jalan yang berbentuk lurus memungkinkan kendaraan bergerak lebih cepat dan memandang suatu obyek lebih lama, sementara jalan yang berkelok-kelok menyebabkan kendaraan melaju lebih lambat serta menyebabkan seringnya terjadinya perubahan sudut dalam memandang suatu obyek Menurut
Simonds (1983) terdapat 5 jenis bentuk dasar jalan yaitu
Meandering, Direct, Curvilear, Erratic, dan Looping. Jika diperhatikan, bentuk dasar jalan yang ditemui pada jalur perencanaan, maka bentuk dasar yang sesuai hanya ada 3 macam yaitu Direct, Curvilinear dan Looping.
20
Meandering
Direct
Curvilinear
Erractic
Looping
Gambar 5. Beberapa bentuk dasar jalan menurut Simonds Jika diperhatikan, jalur-jalur Sukaraja-Cibinong didominasi bentuk dasar Direct, sementara jalur Ciawi-Puncak dapat ditemui yang berbentuk Curvilinear maupun Looping, sebagaimana yang dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 6. Jalur Sukaraja Cibinong yang berbentuk Direct (tanpa skala)
Gambar 7. Jalur Ciawi Puncak yang berbentuk Curvilinear maupun Looping (tanpa skala)
21 Kedua gambar tersebut diatas merupakan contoh bentuk jalur pada jalurjalur perencanaan. Bentuk dasar jalan ini juga sangat berkaitan dengan perletakan media reklame yang juga berkaitan dengan visibilitas atau keterlihatan sebuah papan reklame. Jenis media reklame juga akan dipengaruhi oleh hal itu. Misalnya saja, jenis reklame bando jalan tidak tepat diletakkan pada jalan yang berbentuk looping atau Curvilinear, karena jika ditinjau dari ketertutupan jalan oleh adanya bando jalan itu akan mengganggu pemakai jalan, atau jika ditinjau dari segi pemasang iklan, durasi memandang sebuah bando juga akan lebih pendek. Oleh karena itu bando lebih tepat ditempatkan pada jalur yang berbentuk Direct. Tetapi ada pertimbangan lain yang tidak memungkinkan semua jalur berbentuk Direct dapat dipasang bando jalan, antara lain lebar jalan yang akan mempengaruhi bentang bando jalan, yang berarti mempengaruhi besar konstruksi bando, sehingga tidak ekonomis.
2.3 Teori dan Metode Visual Visibilitas berkaitan dengan aspek dapat tidaknya sebuah media reklame dipandang atau dibaca oleh pengamat dengan jelas. Karena pemasangan reklame berkaitan dengan proses komunikasi, dimana media reklame adalah alat bagi pemasang iklan sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan (informasi produk, ajakan untuk membeli, atau sekedar membentuk imaji) kepada komunikan yaitu pengamat atau masyarakat pemakai jalan. Salah satu aspek yang penting dalam menentukan keberhasilan penyampaian pesan ini adalah dapat tidaknya gambar atau tulisan pada papan reklame dibaca masyarakat, terlepas dari dapat tidaknya isi pesan dimengerti oleh pengamat. Visibilitas sebuah media iklan billboard dipengaruhi oleh banyak aspek. Jika dianalogikan sebagai lanskap, dimana papan iklan dapat dianggap sebagai elemen lanskap buatan, maka kita dapat merujuk pada teori Higuchi (1989) tentang Visibilitas dan struktur lanskap lainnya. Dalam hal ini visibilitas merupakan aspek utama yang dipengaruhi oleh: a. Jarak pandang b. Posisi atau sudut pandang pengamat c. Durasi pandang pengamat terhadap obyek
22 d. Ukuran obyek, dalam hal ini papan reklame e. Ada tidaknya penghalang pandang (blockage), yang merupakan noise (pengganggu) dalam proses komunikasi visual.
Dari keseluruhan aspek yang mempengaruhi visibilitas sebuah media reklame, maka dapat disusun suatu kategorisasi media iklan yang memiliki nilai visibilitas tertinggi hingga yang terendah.
2.3.1 Pengaruh Jarak Pandang terhadap Visibilitas Kinerja sistim visual dipengaruhi oleh jarak. Berdasarkan sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Asihara (1986), maka dapat diketahui bagaimana jarak sangat mempengaruhi tingkat rincian (kedetailan) dari obyek yang diamati. Secara sederhana Asihara menyusun sebuah serial foto berdasarkan perubahan jarak untuk memperlihatkan bagaimana jarak yang berubah mempengaruhi kesan obyek yang dipandang.
Sudut optimal
Grs. normal
Medan visual secara vertikal
Grs. Normal
Medan visual secara horisontal
Gambar 8. Medan Visual menurut H. Martens (digambar ulang)
Pada dasarnya obyek yang dapat ditangkap dengan baik oleh mata pengamat memilki jarak tertentu, yang merupakan jarak optimal yang ini juga dipengaruhi oleh medan pandangan atau medan visual (field of vision) menurut teori Hans Martens (dalam Asihara 1986), yang mengemukakan prisip bahwa
23 kesan artistik secara total dari aspek visual berkaitan dengan area (range) dan jarak (distance) yang dapat ditangkap oleh mata manusia secara normal. Menurut teori ini medan pandangan manusia secara normal memiliki area pandang yang membentuk sudut 600 baik secara horisontal maupun vertikal yang dapat digambarkan sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 8. Dengan demikian, papan reklame yang memiliki visibilitas tinggi/ baik memiliki jarak tertentu terhadap pengamat. Tidak selalu yang lebih dekat yang terbaik, karena diperlukan jarak yang yang cukup jauh untuk menangkap image pertama untuk kemudian merangsang mata untuk membaca pesan dan mengamati rinciannya. Dan itu juga dipengaruhi oleh aspek lainnya, yaitu ukuran dan kecepatan gerak pengamat selama pengamatan.
2.3.2 Posisi atau Sudut Pandang Pengamat terhadap Visibilitas Besarnya sudut yang terjadi antara obyek dengan mata pengamat mempengaruhi tingkat visibilitas sebuah bidang. Menurut Higuchi, sudut ini (oleh Higuchi disebut sebagai Angle of Incidence /sudut kejadian) dapat terjadi pada bidang yang vertical maupun yang horizontal (misalnya bidang lantai/dasar, dan bidang langit-langit) dari mata pengamat.
A B
C
A. Sudut insiden terbesar, tegak lurus terhadap pengamat, visibilitas paling baik B. Sudut insiden cukup besar, visibilitas baik C. Sudut insiden kecil, visibilitas kurang
Gambar 9 Sudut kejadian pandangan (Angle of Incidence) dan pengaruhnya terhadap visibilitas suatu obyek visual Pada kasus media reklame berupa papan reklame, dapat kita temukan sudut kejadian yang tegak lurus terhadap pengamat, yang memiliki visibilitas tertinggi, dan sudut yang hampir sejajar dengan pengamat, yang memilki visibilitas tyerendah. Pada kasus pertama, yaitu pada sudut yang tegak lurus terhadap
24 pengamat, jenis reklame yang memiliki nilai visibilitas tertinggi misalnya adalah jenis bando jalan serta reklame yang dipasang pada jembatan penyeberangan yang melintang jalan. Sedangkan jenis reklame yang dipasang sejajar dengan arah pengamat, atau sejajar jalan nilai visibilitasnya tidak terlalu tinggi, misalnya jenis billbioard tempel pada sisi muka bangunan. Sebagai obyek visual, dapat tidaknya sebuah media reklame dibaca juga sangat ditentukan oleh ukurannya. Semakin besar ukuran, semakin mudah dibaca, serta semakin lama waktu untuk membacanya. Tetapi karena merupakan obyek visual juga, keterbacaan sebuah media juga tetap terkait dengan hukum medan Visual Martens, dimana reklame berukuran besar tidak akan terbaca pesannya jika jaraknya terlalu dekat, karena papan reklame itu sebagai keseluruhan akan berada diluar kerucut pandang. Sebaliknya, reklame berukuran kecil akan lebih mudah dibaca pada jarak yang dekat. Dengan demikian, dapat diperlihatkan analisis grafis dari aspek ukuran terhadap visibilitas seperti pada gambar berikut (Gambar 10).
Gambar 10. Aspek ukuran dan pengaruhnya terhadap visibilitas suatu obyek visual 2.3.3 Keterhalangan (blockage) terhadap Visibilitas Adanya penghalang pandangan terhadap suatu obyek visual jelas akan mempengaruhi visibilitas media iklan. Penghalang pandangan terhadap media iklan dapat berupa struktur fisik berupa bangunan buatan (jembatan, gedung), pohon atau papan reklame lainnya yang dipasang terlalu dekat, atau oleh elemen lanskap alami seperti bukit, maupun kontur tanah yang bergelombang. Dalam pertimbangan perancangan lanskap, aspek keterhalangan ini tidak selalu negatif,
25 karena dengan adanya kesan hilang timbul justru merangsang rasa ingin tahu pengamat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Asihara (1986). Visibilitas
ruang
iklan
pada
media
reklame
ruang
luar
perlu
mempertimbangkan faktor penghalangan ini sehingga tidak terlalu merugikan. Tetapi sebaliknya, keberadaan media reklame juga tidak menjadi penghalang bagi view di sekitarnya, baik bagi view alami di daerah pegunungan maupun terhadap bangunan sebagi elemen arsitektur kota yang penting.
Gambar 11. Aspek penghalangan terhadap visibilitas suatu obyek visual
Dalam penyelenggaraan reklame, keterhalangan pesan sebuah media reklame dapat dihilangkan dengan dilakukannya pengaturan jarak antara satu media dengan yang lain. Selain itu juga dengan mempertimbangkan atau mengatur jarak media reklame dengan elemen lanskap lain seperti pohon maupun bangunan lainnya. Keterhalangan sebuah pesan bagi penyelenggaraan reklame akan menjadi sangat merugikan bagi penyelenggara reklame sehingga biasanya dalam perjanjian sewa antar penyewa dan pemilik lahan terdapat klausul tidak diperkenankannya penyelenggaraan reklame lain pada radius tertentu, misalnya 50 meter.
26 2.4 Persepsi terhadap Lanskap Persepsi merupakan suatu gambaran, pengertian, serta interpretasi seseorang terhadap suatu obyek, terutama bagaimana orang menghubungkan informasi yang diperolehnya dengan diri dan lingkungan dimana dia berada. Bentuk persepsi tersebut berbeda pada setiap orang, karena pengaruh latar belakang intelektual, pengalaman emosional, pergaulan, dan sikap seseorang. Sedangkan, kedalaman persepsi akan sebanding dengan kedalaman intelektual dan semakin banyaknya pengalaman emosional yang dialami seseorang (Eckbo, 1964). Lebih lanjut Porteous (1977) menambahkan bahwa persepsi akan menentukan tindakan seseorang terhadap lingkungannya. Bentuk obyek yang diamati seseorang salah satunya adalah lanskap, dimana seseorang akan melakukan persepsi terhadap lanskap yang sudah diamatinya (Nasar, 1988). Lebih lanjut dinyatakan bahwa persepsi seseorang terhadap kualitas suatu lanskap ditentukan oleh interaksi yang kuat antara variabel lanskap dan pengetahuan seseorang terhadap lanskap tersebut. Hasilnya berupa penilaian yang bagus atau tidak bagus. Tingkat penilaian tersebut tergantung pada kepuasan perasaan seseorang terhadap lanskap tersebut. Karakteristik penting dari faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi manusia terhadap lingkungan menurut Gifford (1997) adalah: 1. Faktor karakteristik pribadi, termasuk didalamnya ciri khas individu seperti jenis kelamin, taraf pendidikan, minat dan emosionalnya. 2. Faktor latar belakang kultural 3. Faktor pengaruh fisik artinya penampilan fisik dari obyek stimulus yang terdiri dasri nilai, arti, familiaritas intensitas. Menurut Nasar (1988), persepsi ditentukan oleh interaksi yang kuat antara variabel lanskap dan pengetahuan seseorang terhadap lanskap tersebut. Persepsi manusia tidak henya dipengaruhi oleh setting fisik lanskap, pada kenyataannya persepsi manusia juga dipengarhi oleh setting kelompok misalnya kehidupan sosial, buku-buku terbaru dan modernisasi yang lebih menyita perhatian akan menyebabkan ”environmental numbness” atau ketidakpedulian lingkungan. Persepsi
lanskap
menunjukkan
kependulian
seseorang
terhadap
lingkungannya. Karena itu sangat penting adanya peningkatan kesadaran dan
27 adaptasi dari manusia yang berarti pemilihan beberapa isyarat dari lanskap untuk memperkaya pengalaman lingkungannya (Gifford, 1997). Persepsi terhadap lingkungan membutuhkan model, teori dan kerangka kerja untuk menyediakan pedoman, gambaran menyeluruh dari proses persepsi dan untuk menghasilkan hipotesis yang dapat diuji.
2.5 Estetika Lingkungan Lingkungan merupakan wadah bagi manusia untuk beraktifitas dan berinteraksi dengan sesama manusia dan alam beserta isinya. Manusia selalu melakukan persepsi dan interpretasi terhadap lingkungannya. Proses persepsi dan interpretasi merupakan rangkaian tindakan manusia sebagai upaya mendapatkan gambaran dari lingkungannya, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan selanjutnya terhadap lingkungan tersebut. Arah dan bentuk tindakan manusia terhadap lingkungannya dapat berupa hal-hal yang positif atau negatif, dimana pilihan tindakan tersebut sangat bergantung dari hasil persepsi dan interpretasi sebelumnya. Tindakan yang positif seperti pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dengan bijaksana merupakan hasil pemahaman yang benar terhadap lingkungannya, sebaliknya tindakan negatif seperti perusakan dan pemborosan terhadap sumber daya alam merupakan hasil pemahaman yang salah terhadap lingkungannya. Dengan demikian perlu penanaman pengetahuan tentang persepsi dan interpretasi yang benar, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan yang benar dalam mengelola lingkungannya (Simonds, 1983). Estetika adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia sebagai hasil hubungan yang harmonis dari semua elemen, baik itu elemen pada suatu obyek, ruang maupun kegiatan. Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual, karena penampilan suatu obyek otomatis dinilai dari penampakkan visualnya (Simonds, 1983; Nasar, 1988). Selanjutnya Heath (1988) menambahkan bahwa manusia pada umumnya menyukai keindahan. Untuk itu manusia senantiasa menjadikan lingkungannya tetap indah. Salah satu upaya yang dilakukan manusia adalah perlindungan terhadap kualitas keindahan lingkungan.
28 2.5.1 Kualitas Estetika Nilai estetik suatu tempat atau lanskap merupakan dimensi penting dalam pengamatan ekologi dan kekuatan nilai estetik telah menjadi aspek utama dalam tindakan konservasi. Perumusan kebijakan tentang estetik juga membawa pada pemahaman yang baik atas masalah lingkungan. Sebagai contoh pemandangan pegunungan yang masih alami dengan hutan yang gundul dimana tidak hanya nilai estetiknya berbeda, tetapi kondisi ekologi keduanya juga berbeda. Nilai estetik dapat menjadi salah satu alat ukur lingkungan, karena indera manusia mampu menangkap dan membedakan kondisi lingkungan di sekitarnya melalui indera penglihatan, pendengaran atau penciuman (Foster, 1982). Penilaian terhadap kualitas estetik lingkungan menjadi alat yang relevan dalam lingkup pengamatan lanskap alami maupun nonalami. Meskipun kualitas estetik merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dimakan, tetapi dapat memberikan kepuasan secara mental bagi manusia. Pemenuhan terhadap kepuasan estetik merupakan puncak dari kebutuhan manusia, karena pada dasarnya manusia tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik, tetapi yang lebih utama adalah kepuasan mental atau jiwa. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya, sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetiknya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster, 1976; Foster, 1982).
2.5.2 Elemen Pengalaman Estetik Kualitas estetik tapak akan menentukan pengalaman estetik pengguna tapak tersebut. Inti pembentuk kualitas estetik adalah integritas elemen fisik dan visual tapak. Elemen fisik tapak berupa bentuk lahan, tata guna lahan, mosaic vegetasi, badan air. Sedangkan elemen visual berupa bentuk, ruang, skala, warna, pola, komposisi dan hubungan antar elemen fisik (Gold, 1980; Foster, 1982). Dengan demikian dapat dijelaskan masing-masing elemen tapak sebagai berikut: 1. Bentuk lahan merupakan tulang punggung dalam lanskap, dan secara visual merupakan hasil gabungan dari bentuk lahan yang cembung dan cekung. Karakteristik bentuk lahan adalah kontur (skyline silhouettes), skala dan jarak pengulangan elemen, dan variasi permukaan (warna dan penutupan vegetasi).
29 Selain itu bentuk lahan yang khas seperti lembah dan ngarai mempengaruhi bentuk ruang di tapak. 2. Mosaik vegetasi menentukan pola utama dari variasi visual permukaan lanskap. Perbedaan bentuk fisik vegetasi, warna, teksur, skala, bentuk pola utama, batas tepi, dan perubahan fisik karena musim merupakan unsur dasar dari mosaik vegetasi. 3. Badan air merupakan elemen yang spesial dan langka dalam lanskap yang alami. Keberadaannya tidak hanya menambah nilai estetik tapak, tetapi juga menjadi pendukung kehidupan di sekitarnya. Dalam suatu lanskap, badan air dapat menjadi pemandangan yang berdiri sendiri atau dapat juga membentuk kesatuan pemandangan dengan vegetasi serta bentuk lahan di dekatnya. Menurut Foster (1982) pengamatan terhadap elemen tapak dapat melalui pengamatan peta atau analisis laporan tertulis atau representasi grafis berupa foto, diagram, dan sketsa. Bentuk hasil pengamatan visual terhadap elemen tapak dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: 1) Elemen yang berupa area seperti danau, petak lahan sawah, petak kebun teh, dan petak hutan pinus; 2) Elemen yang berupa koridor seperti sungai, jalan raya, dan jalan setapak. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengamatan visual dapat memberikan hasil yang baik dan relevan jika unit pengamatan mempunyai batas yang jelas dan tidak terlalu luas skalanya. Hasil pengamatan setiap unit memberikan gambaran kondisi yang berbeda. Kondisi setiap unit biasanya bergantung pada karakteristik spasial serta hubungan antara bentuk lahan, vegetasi, dan badan air di dalam unit tersebut.
2.5.3 Evaluasi Kualitas Estetik Evaluasi kualitas estetik merupakan penilaian terhadap nilai keindahan suatu lanskap. Evaluasi kualitas estetik dapat menggunakan tiga kriteria estetika, yaitu kesatuan, variasi , dan kontras. Pertama, kesatuan adalah kualitas total elemen yang terlihat menyatu dan harmonis. Dalam lanskap, kesatuan merupakan ekspresi dari tipe komposisi lanskap. Salah satu tipe komposisi lanskap adalah pemandangan yang dominan, contohnya pemandangan puncak gunung yang terlihat menonjol dari lanskap sekitarnya. Kedua, variasi adalah banyaknya jenis elemen dalam tapak dan hubungan antar elemen yang berbeda. Variasi atau
30 kekayaan sumber daya adalah dua hal yang dipandang penting oleh ahli biologi dan seniman, karena variasi yang besar sama artinya dengan kualitas tapak yang tinggi. Tetapi diperlukan juga kesatuan elemen disamping variasi elemen untuk tercapainya kualitas tapak yang tinggi. Contoh variasi elemen dalam lanskap adalah jenis pohon deciduous tumbuh di antara pohon berdaun jarum. Ketiga, kontras adalah perbedaan antar elemen yang terlihat menonjol tetapi tetap harmonis. Kontras dapat berupa perbedaan warna, tekstur, atau bentuk elemen (Foster, 1982).
2.6
Metode Pendugaan Nilai Keindahan Menurut Daniel dan Boster (1976) metode pendugaan nilai keindahan
merupakan alat pendekatan dalam penilaian kualitas estetik tapak atau lanskap tertentu. Terdapat tiga metode umum dalam pendugaan nilai keindahan, yaitu: Pertama, pengamatan deskriptif adalah bentuk metode yang digunakan secara eketensif dalam representasi dan evaluasi kualitas lanskap. Hasil penilaian kualitas keindahan digambarkan dalam karakter yang relevan dengan lanskap, seperti rasa hangat, nyaman, keanekaragaman elemen, dan harmonis. Penyajian hasil dapat berupa angka, dimana setiap karakter diberi nilai tertentu misal dalam satuan persen, kemudian nilai seluruh karakter dijumlahkan. Nilai yang diperoleh dari penjumlahan seluruh karakter merupakan gambaran kualitas lanskap yang diamati. Kedua, survei dan kuisioner adalah bentuk metode yang sudah digunakan secara luas, dan hasil penilaian kualitas lanskap berdasarkan preferensi terhadap setiap sampel. Preferensi yang tinggi terhadap sampel tertentu menunjukkan nilai keindahan sampel tersebut juga tinggi. Ketiga, evaluasi persepsi pilihan adalah metode penilaian kualias lanskap yang berdasarkan pendapat pengamat yang dipandang relevan. Penilaian dilakukan tidak secara langsung di tapak, tetapi dengan foto atau slide yang diambil dari tapak dan dianggap sesuai dengan kondisi tapak. Masing-masing metode di atas mempunyai bentuk khusus untuk penerapan secara praktis di lapangan. Salah satu metode khusus penilaian kualitas keindahan adalah metode SBE (Scenic Beauty Estimation). Konsep yang mendasari metode
31 ini adalah keindahan merupakan hasil interaksi manusia dengan alam, yaitu sebagai bentuk persepsi terhadap pemandangan lanskap melalui indera penglihatannya (Daniel dan Boster, 1976).
2.6.1 Evaluasi Lanskap dengan Menggunakan Model SBE Konsep yang mendasari metode ini adalah keindahan merupakan hasil interaksi manusia dengan alam, yaitu sebagai bentuk persepsi terhadap pemandangan lanskap melalui indera penglihatannya. Tahap pelaksanaan metode SBE adalah pengambilan foto lanskap, penyajian foto dalam bentuk slide, dan evaluasi penilaian kualitas keindahan. Tahap pertama, pengambilan foto dilakukan secara acak pada sudut pandang 10 sampai 3600, dimana pemilihan sudut pandang harus mewakili kondisi lanskap. Level pengambilan foto juga harus sama dengan level mata manusia yang berdiri pada posisi normal. Tahap kedua, foto setiap lanskap disusun sesuai kelompok lanskap, lalu dipresentasikan dalam bentuk slide. Penyusunan foto antar lanskap dibuat acak, sedangkan foto untuk lanskap yang sama disusun dalam satu kelompok. Penilaian terhadap slide dilakukan oleh pengamat. Pengamat dapat berupa individu atau kelompok. Selain itu pengamat diberi pengarahan yang cukup sebelum presentasi dimulai, tetapi pengarahan harus bersifat netral dan tidak berpengaruh pada penilaian yang akan dilakukan pengamat. Presentasi harus dilakukan sekali dan penilaian pengamat berkisar pada nilai 1 (sangat jelek) dan 10 (sangat indah). Tahap ketiga, hasil penilaian pengamat untuk setiap lanskap dikumpulkan dan diurutkan dari nilai terkecil sampai tertinggi. Selanjutnya dilakukan analisis nilai keindahan secara statistik deskriptif. Nilai keindahan yang diperoleh dapat dijadikan representasi kualitas keindahan lanskap.
2.6.2
Evaluasi Lanskap dengan metode Semantic Differential (SD) Metode Semantic Differential (SD) merupakan metode yang dikemukakan
oleh Osggod, Suci dan Tannenbaum tahun 1957. Pada dasarnya, metode ini dipakai untuk mengukur atau mengetahui persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap suatu obyek yang diteliti berdasarkan kesan menurut kata sifat yang diberikan, dimana kata sifat itu saling bertentangan atau berada pada dua
32 kutub yang berbeda. Karena itu sering disebut bipolar adjective, dimana kedua kata sifat itu saling berlawanan. Dua kata sifat yang saling berlawanan itu (misalnya: teratur – kacau) tadi diberi nilai skor (misalnya -3 sampai dengan 3). Responden diminta untuk memberi penilaian berdasarkan kesan yang timbul atas suatu obyek, yang diisikan pada lembar kuisioner yang telah disediakan. Beberapa kata sifat atau konsep (sehingga berupa frasa) yang saling bertentangan ditampilkan untuk dinilai responden. Untuk menjaga objektivitasnya, kata-kata sifat yang ditampilkan dengan konotasi negatif tidak ditempatkan pada sisi yang sama. Misalnya Pengolahan data pada uji SD adalah memberi bobot nilai pada tiap variabel kata sifat atau frasa dari obyek yang ditampilkan. Selanjutnya dihitung nilai rataan yang diberikan responden untuk setiap kriteria.
III. METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalur wisata Puncak, terletak di Kabupaten Bogor. Jalur yang diamati adalah jalur pemasangan reklame yang berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor merupakan jalur yang paling diminati dalam pemasangan reklame, yaitu jalur wisata Puncak. Tetapi dalam penelitian ini dibatasi pada area perkebunan teh yang merupakan salah satu daya tarik wisata di kawasan Puncak ini, yaitu jalur yang berada pada km. Jkt. +83 sampai dengan km. Jkt. + 93. Penggal jalan ini dipilih karena memiliki kekhasan karakter lanskap yang berbeda, yaitu dengan adanya perkebunan teh yang luas dengan pemandangan yang indah. Dengan adanya pemandangan berupa kebun teh diseling dengan hutan yang terdiri dari hutan campur maupun hutan pinus di beberapa lokasi, maka keberadaan reklame di lokasi ini menarik untuk diamati. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Juli 2010. Lokasi penelitian diperlihatkan Gambar 12.
Peta Kabupaten Bogor
Kecamatan Cisarua
Jalur sekitar perkebunan teh, kawasan wisata Puncak, Cisarua
Gambar 12. Lokasi Penelitian
34 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei untuk pengumpulan data karakter tapak dan pengambilan foto lanskap yang ada reklamenya. Pengolahan data foto dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE), yang dikemukakan oleh Daniel dan Boster (1976). Penggunaan metode SBE ini untuk menilai kualitas estetik lanskapnya. Sebanyak 20 setting lanskap ditayangkan dihadapan responden mahasiswa Arsitektur lanskap Institut Pertanian Bogor untuk dinilai keindahan lanskapnya. Penilaian karakter lanskap dilakukan dengan melakukan analisis persepsi responden terhadap lanskap dengan adanya reklame berdasarkan tanggapannya atas kondisi lanskap yang ditayangkan dengan menggunakan metode Semantic Differential (SD) yang dikembangkan oleh Osgood, Suci dan Tannenbaum tahun 1957 (Rosmalia dan Gunawan, 2007). Pada dasarnya, responden diminta memberi penilaian terhadap kondisi lanskap berdasarkan kata sifat yang saling bertentangan (bipolar adjective) sesuai tanggapan persepsional mereka. Kata sifat ini dapat pula dikemukakan sebagai frasa (kelompok kata) dengan maksud menggambarkan sifat atau kondisi lanskap yang dinilai.
3.2.1 Langkah dan Proses Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan kerangka alur proses sebagai berikut, sebagaimana disajikan pada Gambar 13. Penelitian ini berangkat dari kondisi eksisting media reklame yang ada dengan melakukan
inventarisasi, untuk
kemudian diidentifikasi struktur fisiknya. Selain itu, aspek lain di sekitar jalur juga diidentifikasi melalui pengamatan langsung maupun dari kepustakaan yang ada. Dalam penggalian informasi ini, data sekunder berupa peta, dan lain-lain dikumpulkan. Selain itu data juga diperoleh dengan mengadakan survei dan pendataan lapangan yang dilengkapi gambar berupa foto. Kondisi lanskap pada lokasi penelitian, terutama pada lanskap yang ada reklamenya diinventarisasi untuk mengidentifikasi karakter lanskap yang ada. Identifikasi ini dinyatakan secara deskriptif kualitatif untuk menggambarkan kondisi yang ada.
35 Studi Pustaka
Karakter lanskap tempat reklame dipasang
Kualitas estetika lanskap pada area wisata alam pegunungan Survei Lapangan
Pemotretan
Seleksi Foto Penilaian Semantic Differential
Penilaian Scenic Beauty Estimation Pembahasan Simpulan dan saran
Gambar 13. Kerangka proses penelitian a. Tahap Persiapan Tahap kegiatan ini dimulai dengan studi pustaka. Hasil studi pustaka berupa identifikasi karakter kualitas karakter lanskap dan penentuan titik pemotretan di sepanjang jalur wisata Puncak. Pada tahapan ini, dilakuakan peninjauan lapangan awal untuk mengambil dokumentasi dalam format video, dengan menggunakan handycam Sony model E201 untuk memperoleh gambaran kondisi lanskap dari kondisi pengamat bergerak. Selain itu, dokumentasi ini dapat bermanfaat untuk melihat kembali situasi yang terlewatkan dari pengamatan di kemudian hari. Dari gambar video ini juga direncanakan titik-titik pengambilan foto. Pengamatan karakter lanskap tertentu di sepanjang jalur wisata Puncak dilakukan bersamaan dengan pengambilan foto. Titik lanskap yang dipilih adalah penempatan reklame atau billboard disepanjang jalan di kawasan jalur wisata Puncak. Keberadaan reklame atau billboard tersebut diharapkan oleh pihak pemasang agar memiilki peluang untuk dilihat oleh pengamat atau pengunjung
36 jalur wisata puncak yang menikmati pemandangan dan kondisi lingkungan. Reklame yang diamati tersebar pada jalur wisata Puncak, yaitu jalur wisata Puncak, yaitu kilometer 83 sampai dengan kilometer 93.
b. Tahap Pengumpulan Data Kegiatan pada tahap pengumpulan data adalah pengamatan karakter lingkungan tempat pemasangan reklame dan kegiatan pengambilan foto pada jalur Ciawi Puncak, serta pengumpulan data sekunder tapak. Pengamatan karakter lingkungan pemasangan reklame dilakukan secara kualitatif. Pengamatan secara kualitatif merupakan pengamatan atas perbandingan kondisi relatif karakteristik lingkungan pemasangan reklame pada jalur Ciawi-Puncak. Kegiatan selanjutnya adalah pengambilan foto lanskap di jalur Ciawi-Puncak dengan kamera digital. Pemotretan dilakukan dengan sudut pandangan manusia pada posisi normal. Selain itu pemotretan diarahkan pada view yang mewakili karakter lanskap keberadaan reklame atau billboard. Pengambilan foto dilakukan pada pagi hari cerah sekitar pukul 10.00-14.00 WIB, agar diperoleh kualitas foto yang bagus. Pada setiap titik diambil beberapa foto kemudian diseleksi berdasarkan kualitas warna dan keterwakilan karakter lanskap. Pengambilan foto dilakukan secara acak dengan memperhatikan struktur visual yang mungkin berpengaruh terhadap penilaian keindahan lanskap yang ada. Foto-foto terutama diambil untuk menggambarkan keberadaan suatu reklame pada suatu lanskap dengan latar depan (foreground), latar tengah (midleground) dan latar belakang (background) yang ditentukan. Latar yang ditentukan sebagai kriteria pengambilan dan pemilihan foto untuk ditayangkan adalah tegakan pohon secara detail, tegakan pohon sebagai latar tengah, hutan (kumpulan tegakan pohon yang tidak detail) sebagai latar belakang, serta latar belakang langit yang dominan. Ukuran, warna dan bentuk reklame ditentukan dengan memeperhatikan ukuran besar atau dominan, yang kecil, yang warnanya mencolok dan yang tidak serta bentuk yang biasa atau bentuk yang unik. Untuk mewakili kondisi lanskap di daerah Puncak dan keberadaan reklame yang terpasang, maka dibuat serangkaian gambar berupa foto yang dibuat dengan kamera digital Canon Coolpix 51 (5,1 Mp) yang ditayangkan dengan bantuan
37 LCD Proyektor. Jumlah Foto yang diambil sejumlah 1 eksposur untuk setiap titik tangkap yang dibagi atas segmen-segmen setiap lebih kurang 500 meter, dengan memperhatikan ada tidaknya reklame di area tersebut. Gambar ini kemudian diseleksi menjadi 5 yang paling mewakili berdasarkan vantage point yang paling tepat. Gambar 14 menunjukkan titik-titik pengambilan gambar (foto).
= titik pengambilan foto Gambar 14. Peta titik pengambilan foto sampel lanskap Dengan penentuan kriteria tata guna lahan yang ada yaitu area perkebunan teh, area kios semi permanent, area masjid at Ta’awun, area yang ada bangunan permanen, maka gambar yang akan ditayangkan adalah 20 gambar. yaitu lanskap bereklame yang menunjukkan kriteria reklame pada suatu lanskap dengan latar depan (foreground), latar tengah (midleground) dan latar belakang (background) yang ditentukan. Latar yang ditentukan sebagai kriteria pengambilan dan pemilihan foto untuk ditayangkan adalah tegakan pohon secara detail, tegakan pohon sebagai latar tengah, hutan (kumpulan tegakan pohon yang tidak detail) sebagai latar belakang, serta latar belakang langit yang dominan. Jenis, warna dan bentuk reklame ditentukan dengan memperhatikan besar kecilnya ukuran, mencolok tidaknya warna, serta bentuk yang biasa atau yang unik. Gambar ini
ditayangkan untuk diberi penilaian sesuai prosedur SBE,
dimana responden diminta memberi penilaian dengan rentang 1 sampai 10. Data sekunder karakter lingkungan pemasangan reklame berasal dari literatur pustaka di perpustakaan IPB. Literatur pustaka berupa hasil penelitian di
38 kawasan Puncak Kabupaten Bogor yang sudah dilakukan sebelumnya. Data karakter ekologi berupa data iklim, hidrologi, geologi, topografi, dan vegetasi Selain itu diambil data tentang kondisi umum lokasi berupa letak, aksesibilitas, luas, dan status kawasan.
c. Tahap Pengolahan Data Hasil pemotretan lanskap dipresentasikan dalam bentuk slide foto berwarna yang kemudian dinilai oleh responden sesuai dengan metode tersebut. Dalam sesi penilaian terhadap kondisi dan preferensi atas kualitas visual di daerah puncak atas keberadaan reklame ini, responden yang dipilih adalah mahasiswa Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memiliki perhatian cukup banyak terhadap kualitas keindahan suatu lanskap. Sesi penilaian ini dilakukan pada satu tempat dan waktu yang tertentu. Dengan demikian, para responden dikumpulkan dalam satu ruang kemudian dilakukan presentasi slide dengan program Microsoft Office Power Point 2007. Penayangan kelompok slide dilakukan untuk penilaian tingkat keindahan lanskap dan untuk penilaian kualitas karakter lanskap. Penayangan kelompok slide dilakukan dalam waktu 8 detik untuk setiap lanskap secara urut berdasarkan letak ketinggian dari rendah ke tinggi. Responden memberikan skor 1 (terendah) sampai 10 (tertinggi) untuk setiap slide yang ditayangkan. Skor ini memperlihatkan nilai keindahan, dimana skor yang mendekati 1 dianggap lanskap yang tidak indah dan skor mendekati 10 dianggap lanskap yang indah (Daniel dan Boster, 1976). Penayangan kelompok slide berikutnya dilakukan selama kurang lebih 1 menit. Waktu yang dibutuhkan lebih lama, karena yang harus dinilai responden lebih banyak dari pada variabel penilaian kelompok slide sebelumnya. Selain itu juga karena responden diminta menilai gambar yang ada berdasarkan persepsi atas frasa yang menunjukkan sifat dari kondisi dan karakter lanskap dengan adanya reklame. Selanjutnya, responden memberikan skor 0 (netral) jika kualitasnya sedang, atau skor 4 (sangat tinggi) jika memberi kesan seperti yang digambarkan oleh frasa yang digambarkan (bersifat bipolar). Kriteria yang dipakai sebagai alat untuk menilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
39
Tabel 1. Tabel Kuesioner Semantic Differential Kriteria
4
3
2
1
0
1
2
3
4
Berwarna warni Proporsi yang tidak harmonis Memperlihatkan kesan bentuk yang yang sesuai
Kriteria Tidak berwarna warni Proporsi yang harmonis Tidak memperlihatkan kesan bentuk yang sesuai Tidak memperlihatkan kesan berukuran besar
Memeperlihatkan kesan berukuran besar Kesan tidak mengganggu pemandangan
Kesan mengganggu pemandangan
3.2.2 Penilaian Kualitas Keindahan dengan Metode SBE Langkah pertama yang dilakukan adalah pengelompokkan data kuesioner estetik setiap tempat atau lokasi berdasarkan skala penilaian dari 1 sampai 10. Selanjutnya setiap tempat atau lokasi dihitung jumlah frekuensi, frekuensi kumulatif, peluang kumulatif dan nilai z untuk setiap peringkat dari skor penilaian yang didapat (Daniel dan Boster, 1976). Formulasi SBE yang digunakan dalam perhitungan adalah: SBEx = [Zix – Zis] x 100 Dimana SBEx = Nilai pendugaan keindahan lanskap ke –x Zix = Nilai rata-rata z lanskap ke –x Zis = Nilai rata-rata z lanskap yang digunakan sebagai standar Nilai Z diformulasikan sebagai :
Nilai N adalah banyaknya populasi. Selang kepercayaan untuk μ ;s diketahui, bila x adalah nilai tengah contoh berukuran n yang diambil dari suatu populasi dan ragam σ 2 diketahui maka selang kepercayaan (1-α ) x 100% adalah:
40
Hasil nilai SBE digunakan untuk pengelompokkan tingkat keindahan dengan menggunakan sebaran normal. Tingkat keindahan lanskap dikelompokkan ke dalam tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokkan kelas keindahan ini dilakukan dengan menggunakan standar Daniel dan Boster (1976), yaitu tinggi (SBE > 20), sedang (-20 < SBE < 20), dan rendah (SBE < -20).
Dengan
demikian, lanskap yang memiliki nilai SBE lebih dari 20 dikategorikan lanskap berkualitas estetik yang tinggi,
sedangkan lanskap yang memiliki nilai SBE
kurang dari -20 dikategorikan lanskap berkualitas estetik yang rendah. Maka lanskap yang memiliki nilai SBE antara -20 sampai dengan 20 dikategorikan lanskap berkualitas estetik sedang.
3.2.3 Penilaian Karakter Lanskap dengan Metode SD Metode SD merupakan metode penilaian dengan menggunakan kata sifat yang saling berlawanan (adjective bipolar) untuk menggambarkan kondisi setiap karakter lanskap. Pengisian kuisioner pada dasarnya adalah memberi skor pada sejumlah kriteria yang merupakan kesan responden terhadap obyek lanskap yang dinilai berdasarkan frasa yang menggambarkan sifat-sifat secara bipolar. Hasil penilaian responden kemudian ditabulasikan atas skor penilaian diberi bobot nilai 1-9 dari kiri ke kanan. Setelah pembobotan, nilai dari seluruh responden dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah responden, sehingga didapatkan nilai rata-rata untuk setiap karakter lanskap beradasar kriteria yang telah ditentukan. Rataan bobot nilai yang diperoleh diplotkan pada grafik profil penilaian sehingga persepsi responden terhadap suatu lanskap dapat diketahui. Dari hasil ini karakter lanskap digambarkan pada lanskap setiap lokasi atau tempat yang dinilai.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Dekripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Profil dan Gambaran Umum Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor memiliki luas + 3.440,72 km2, terletak antara 6o19’ – 6o47’ lintang selatan dan 106o1’ – 107o13’ bujur timur. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan. Secara administratif, Kabupaten Bogor termasuk Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor berbatasan dengan kabupaten atau kota-kota lain yang terdiri dari 3 (tiga) propinsi. Sebelah Utara berbatasan dengan Depok, DKI Jakarta, dan Tangerang. Sebelah Selatan Kabupaten Sukabumi; sebelah Barat Kabupaten Lebak; sebelah Barat Laut Kabupaten Tangerang; sebelah Barat Daya, Kabupaten Lebak; sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang; sebelah Timur Laut Kabupaten Bekasi; Sebelah Tenggara Kabupaten Cianjur. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, secara administratif Kabupaten Bogor dibagi menjadi 3 wilayah pembangunan, yaitu: 1. Wilayah Pembangunan Barat Wilayah pembangunan barat dengan luas 128.750 Ha mencakup 150 Desa/Kelurahan pada 13 Kecamatan, yaitu Kecamatan Nanggung, Pamijahan, Tenjo, Leuwiliang, Leuwisadeng, Jasinga, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya, Rumpin, Sukajaya, Cigudeg, dan Parung Panjang. 2. Wilayah Pembangunan Tengah Wilayah pembangunan tengah dengan luas 87.552 Ha mencakup 201 Desa/Kelurahan pada 20 Kecamatan, yaitu Kecamatan Dramaga, Ciomas, Taman Sari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Cisarua, Mega Mendung, Sukaraja, Babakan Madang, Citeureup, Cibinong, Bojong Gede, Tajur Halang, Kemang, Ranca Bungur, Parung, Ciseeng, dan Gunung Sindur. 3. Wilayah Pembangunan Timur Wilayah pembangunan timur dengan luas 100.8000 Ha mencakup 75 Desa/Kelurahan pada 6 Kecamatan, yaitu Kecamatan Suka Makmur, Cariu, Tanjung Sari, Jonggol, Cileungsi, Klapanunggal.
42 Dengan demikian, maka lokasi penelitian, yaitu di jalur wisata Puncak Kabupaten Bogor ini berada di Wilayah Pembangunan Tengah, yaitu pada Kecamatan Cisarua. 4.1.2 Kondisi Bio-Fisik Lokasi Penelitian a. Topografi Wilayah Kabupaten Bogor memiliki topografi yang beragam dengan ketinggian berkisar antara 50 – 3.000 meter diatas permukaan laut dengan penyebaran sebagai berikut : 1. Bagian Utara
: dataran rendah dengan ketinggian 50–100 meter diatas permukaan laut.
2. Bagian Tengah
: dataran bergelombang dengan ketinggian 100–400 meter diatas permukaan laut.
3. Bagian Selatan
: (1) perbukitan dengan ketinggian 400–1200 meter diatas permukaan laut. (2) perbukitan dengan ketinggian 1200–1900 meter diatas permukaan laut. (3) pegunungan dengan ketinggian 1900–3000 meter diatas permukaan laut.
Lokasi penelitian yang berada di daerah Puncak (Cisarua) termasuk sebagai memiliki topografi yang lebih curam dengan jalur jalan yang lebih berkelok mengikuti kontur. Secara geologis, tanah di wilayah penelitian memiliki jenis tanah Latosol Merah dan Latosol Coklat Kemerahan, dan tanah Latosol. Jenis-jenis tanah ini dapat ditemukan pada setiap wilayah Kabupaten Bogor, termasuk pada lokasi penelitian dengan variasi pada lokasi-lokasi tertentu. b. Iklim Suhu udara di Kabupaten Bogor berkisar antara 20o C sampai 30o C. Bogor dikenal sebagai salah satu wilayah di Indonesia dengan curah hujan tertinggi, yaitu rata-rata antara 2500 mm sampai 5000 mm per tahun. Musim hujan biasanya berkisar antara bulan September sampai Pebruari, sedangkan kemarau biasanya
43 dari bulan Maret sampai Agustus. Namun karena jumlah hari hujan rata-rata di Bogor cukup tinggi, maka musim hujan rata-rata lebih panjang dari 6 bulan dalam setahun. Kecepatan angin berkisar antara 7-12 mil/jam sedangkan kelembaban nisbi (Relative Humidity/RH) maksimum antara 94%-98%.
c. Tata Guna Lahan Komposisi penggunaan lahan di Kabupaten Bogor terdiri dari lahan pertanian basah (sawah), pertanian lahan kering (ladang/tegalan), perkebunan, hutan, perumahan dan industri. Pada lokasi penelitian, tata guna lahan di sekitar Jalur Ciawi-Puncak, misalnya memiliki TGL yang cukup bervariasi, yaitu permukiman, persawahan, perkebunan dan hutan. Pada jalur wisata Puncak dimana penelitian dilakukan, yaitu pada kilometer +83 sampai dengan kilometer +93 tata guna lahan yang dominan adalah perkebunan teh. Perkebunan teh (Camelia sinensis) yang sudah diusahakan sejak jaman penjajahan Belanda ini merupakan salah satu daya tarik utama wisata Kabupaten Bogor. Pemandangan area pegunungan yang berbukit-bukit dengan pepohonan dan hamparan perkebunan teh yang luas menghijau menjadi pemandangan yang menarik untuk dinikmati para wisatawan maupun mereka yang melintasi jalur ini.
Gambar 15. Peta Rupa Bumi, menunjukkan tutupan lahan yang didominasi oleh perkebunan teh dengan landform yang berbukit-bukit sampai pegunungan
44 d. Aksesibilitas Posisi Kabupaten Bogor mengelilingi seluruh wilayah Kota Bogor. Kota Bogor berbatasan dengan Kabupaten Bogor di kedelapan penjuru mata angin. Karena letaknya, Kabupaten Bogor menjadi penghubung antara Kota Bogor dengan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Selain itu, Kabupaten Bogor juga menjadi penghubung alternatif Bandung dengan Jakarta. Karena letaknya berbatasan dengan ibukota negara, maka Bogor merupakan hinterland (wilayah penyangga) bagi Jakarta. Banyak permukiman diidirikan di wilayah Kabupaten Bogor yang memiliki akses langsung ke Jakarta seperti daerah Bojonggede, Cibinong, Gunung Putri, Cileungsi, Citeureup, dan Ciawi. Dengan demikian, aksesibilitas Kabupaten Bogor cukup tinggi dari berbagai penjuru. Selain pemukiman, wilayah Kabupaten Bogor juga banyak dijadikan kawasan industri, seperti misalnya yang terdapat di sepanjang jalan Raya JakartaBogor, Kawasan Industri Sentul yang letaknya tidak jauh dari jalan Tol, Citeureup, Gunungputri dan Cileungsi. Hal ini juga tidak terlepas dari kemudahan akses untuk menuju dan meninggalkan daerah-daerah tersebut. Saat ini aksesibilitas Kabupaten Bogor ditingkatkan dengan berbagai bentuk perencanaan jalur-jalur baru seperti akses Bojonggede-Parung, akses PemdaKandang Roda, dan sebagainya. Selain itu kemudahan akses juga dilakukan dengan peningkatan panjang dan kualitas jalan raya. Jalur wisata Puncak yang melalui Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisarua merupakan jalur dari Jakarta menuju Bandung maupun kota Cianjur, Cimahi, serta Sukabumi. Dengan telah beroperasinya Tol Cipularang, terjadi perubahan karakter pengguna jalan, tetapi nilai penting dari jalur wisata Puncak masih sangat tinggi. Hal ini terlihat dari masih banyaknya kendaraan yang melintas di jalur ini. Apalagi pada akhir pekan atau musim liburan.
e. Vegetasi Pada jalur penelitian yang merupakan kawasan wisata Puncak, sumber daya visual berupa pemandangan indah yang paling dominan adalah area perkebunan
45 teh (Camelia sinensis) yang telah berusia puluhan tahun, meskipun telah mengalami peremajaan. Secara teoritis, pohon teh dapat tumbuh sampai 15eter, tetapi dengan pertimbangan kemudahan dan kepraktisan pemetikan pucuk daunnya, maka ketinggiannya dipertahankan sekitar 1 (satu) meter. Dengan demikian, vegetasi dominan pada area penelitian ini adalah teh. Vegetasi lainnya yang juga banyak ditemukan adalah jenis-jenis cemara, misalnya pinus (Pinus mercusii), tuja dan lain-lain. Pada beberapa bagian jalur ini juga dapat ditemui pohon puspa (Schima walechii) yang daunnya dinamis dengan pergantian warna pucuknya yang kemerahan berangsur menjadi hijau ketika tua. Tanaman yang mirip dengan puspa ini, yang juga banyak ditemui pada area perkebunan dan dimanfaatkan sebagai pohon pelindung teh adalah tanaman kayu manis (Cynamomum burmani). Warna daun kayu manis yang merah ketika masih muda memberi kontras terhadap kehijauan daun cengkeh. Pada beberapa areal perkebunan teh juga terdapat pohon rendah jenis kastuba (Euphorbia pulcherrima) yang pucuk-pucuk daunnya juga berwarna merah. Warna merah daun kastuba ini juga memberi kesan kontras terhadap kehijuan daun-daun teh. Selain itu juga ditanam jenis-jenis tanaman pohon rendah termasuk polongpolongan (leguminoceae). Selain itu jenis jenis tanaman pada hutan dan kebun campur ditemukan keragaman baik spesies maupun tekstur daunnya yang meningkatkan keindahan lanskap pegunungan. Tutupan lahan pada beberapa rea memperlihatkan adanya keanekaragaman vegetasi. Keindahan ini juga ditunjang oleh bentuk permukaan bumi yang berkontur dan berbukit-bukit sehingga memberi kesan dinamis. Keindahan ini juga diperkuat oleh adanya hamparan perkebunan teh yang menghijau berkesan kompak dan sejuk.
4.1.3 Kondisi dan Keberadaan Reklame di Jalur Wisata Puncak Secara umum kondisi reklame di Kabupaten Bogor termasuk bervariasi, tergantung kondisi dan nilai strategis suatu jalur. Jenis reklame yang dapat ditemui di jalur-jalur utama Kabupaten Bogor ini dapat dibedakan menjadi dua
46 kelompok, yaitu media reklame permanen atau berdurasi lama (minimal 1 tahun) dan reklame yang temporer atau berdurasi pendek (mingguan atau bulanan). Yang termasuk reklame permanen antara lain jenis Bilboard tanam maupun tempel, backlight tanam maupun tempel, frontlight tanam maupun tempel, bando jalan, prismatek, thin plat, dan rombong. Sedangkan yang termasuk reklame temporer atau berdurasi pendek antara lain spanduk, umbul-umbul, poster, banner kain, baliho, dan balon udara. Dalam pengelolaan penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, jenisjenis reklame permanen merupakan wewenang dari Dinas Cipta Karya sebagai instansi yang berhak mengeluarkan ijin penyelenggaraannya. Sedangkan jenis reklame temporer, yaitu jenis spanduk, umbul-umbul, poster, dan leaflet sejak tahun 2000 perijinannya dilimpahkan kepada pihak Kecamatan. Tetapi sejak tanggal 1 Maret 2007 kewenangan perijinan reklame spanduk, umbul-umbul, poster dan leaflet dikembalikan kepada Dinas Cipta Karya lagi. Khusus untuk Banner kain, baligho dan balon udara legalisasi pemasangannya dikeluarkan oleh Dinas Cipta Karya, meskipun tidak berupa Surat Ijin Pemasangan Reklame sebagaimana reklame permanen. Sejak tahun 2009 hingga saat penulisan ini dibuat, pengelolaan atas pemasangan reklame di Kabupaten Bogor melibatkan 3 (tiga) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pendapatan Keuangan dan Badan Daerah (DPKBD), serta Badan Perijinan Terpadu (BPT). Dinas Kebersihan dan Pertamanan merupakan dinas teknis yang menangani pendataan, penataan, pengawasan dan pengendalian reklame, DPKBD menangani pajak reklame, sementara BPT menangani Ijin Pemasangan Reklame. Dalam proses pemasangan reklame, ketiga SKPD terlibat secara proporsional sesuai kewenangannya dalam pengelolaan reklame. Jalur Ciawi Puncak, yang dalam penelitian ini merupakan jalur yang relatif banyak diminati sebagai lokasi penyelenggaraan reklame. Salah satu sebab utamanya adalah kepadatan lalulintas kendaraan di jalur ini, terutama pada akhir pekan, dimana banyak penduduk Jakarta, Depok, Bogor dan sekitarnya yang berlibur di kawasan wisata Puncak yang menawarkan berbagai atraksi wisata
47 maupun tempat peristirahatan (villa) di kawasan pegunungan. Selain itu juga adanya arus kendaraan dari dan menuju Cianjur, Sukabumi hingga ke Bandung. Jenis-jenis reklame di jalur Ciawi-Puncak ini cukup beragam. Sebagai jalur yang paling diminati sebagai lokasi penyelenggaraan reklame luar ruang, maka keberadaan reklame di jalur ini bisa dikatakan cukup padat. Secara garis besar, reklame yang dipasang di jalur wisata Puncak ini dapat dibagi 2 (dua) berdasarkan cara pemasangannya yaitu bilboard yang ditempel pada bangunan (Gambar 15) dan bilboard yang ditanam atau memiliki konstruksi sendiri (Gambar 16).
.
Gambar 15. Reklame billboard konstruksi tanam, bersinar atau disinari lampu
Gambar 16. Reklame billboard konstruksi tempel, menempel pada bangunan Pada penelitian ini fokus perhatian terutama diarahkan pada kedua macam billboard, baik yang ditanam maupun yang menempel pada bangunan, karena keberadannya mempengaruhi nilai estetika lanskap di lokasi pemasangan, baik dipasang berdiri sendiri di lokasi tertentu di tepi jalur jalan maupun di atas bangunan. Jenis reklame yang lain adalah jenis reklame banner yang dipasang dengan konstruksi semi permanen, biasanya kayu atau bambu, serta reklame
48 spanduk. Reklame spanduk di jalur wisata Puncak sering terlihat dipasang melintang jalan, (Gambar 17) sehingga mengurangi estetika, terutam jika kondisinya sudah rusak, sobek dan kusam.
Gambar 17. Reklame spanduk, sejajar jalan dan melintang jalan. Reklame yang dipasang pada jalur wisata Puncak memiliki jenis yang beragam. Bahkan pada jalur ini terdapat jenis reklame yang tidak terdapat atau tidak dipasang di derah lain. Reklame yang disebut prismatek ini merupakan jenis reklame dengan bentuk tiga dimensi menyerupai bentuk benda yang diiklankan. Di jalur wisat Puncak, prismatek yang ada dipasang olegh perusahaan Kecap, seperti yang terlihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Reklame jenis prismatek, dibentuk menyerupai benda yang diiklankan
49 4.2 Kualitas Estetik Lanskap pada Jalur Wisata Puncak Kualitas estetika lanskap Jalur wisata Puncak dengan adanya reklame dinilai dengan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Dari hasil survey awal, beberapa setting lanskap yang terdapat reklame didokumentasikan dengan video. Latar yang ditentukan sebagai kriteria pengambilan dan pemilihan foto untuk ditayangkan adalah tegakan pohon secara detail, tegakan pohon sebagai latar tengah, hutan (kumpulan tegakan pohon yang tidak detail) sebagai latar belakang, serta latar belakang langit yang dominan.
Kedua puluh setting lanskap itu
diperlihatkan pada Gambar 19.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Gambar 19. Lanskap yang dinilai, 20 (duapuluh) setting lanskap
4.2.1 Evaluasi Kualitas Estetika Reklame pada Jalur Wisata Puncak Jalur wisata Puncak merupakan jalur yang paling diminati untuk pesangan reklame, dan menjadi daya tarik di kawasan tersebut yaitu area perkebunan teh yang merupakan jalur yang berada pada kilomter. Jkt. +83 sampai dengan
50 kilometer Jkt. + 93, karena memiliki kekhasan karakter lanskap yang berbeda, yaitu dengan adanya perkebunan teh yang luas dengan pemandangan alam yang indah. Maka sangat menarik untuk mengamati pemandangan berupa kebun teh yang diseling dengan hutan di beberapa lokasi, maka keberadaan reklame di lokasi ini menarik untuk diamati.Dua puluh setting lanskap jalan pada jalur Puncak dinilai kualitas estetiknya. Kualitas visual diidentikkan dengan nilai SBE (Daniel dan Boster, 1976). Hasil penilaian SBE yang diolah berdasarkan kuisioner SBE yang dinilai oleh mahasiswa Arsitektur Lanskap IPB dapat diketahui sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 19. Lanskap jalan yang mempunyai kualitas estetik tertinggi adalah lanskap 11 (SBE=81) dan terendah adalah lanskap 5 (SBE= -74). Pada lanskap dengan nilai tertinggi, yaitu lanskap 11, dapat dilihat beberapa elemen atau faktor yang memungkinkan dinilai sebagai lanskap yang memiliki kualitas estetika yang tinggi. Lanskap 11 diperlihatkan pada Gambar 20.
Gambar 20. Grafik Nilai SBE 20 Lanskap pada jalur wisata Puncak.
Pada Lanskap 11 memperlihatkan elemen-elemen utama lanskap pembentuk estetika yang sangat dominan mengalahkan reklame yang ada (Affandi dan Gunawan, 2011). Terlihat bahwa tegakan pohon yang hijau terlihat dominan di
51 kiri kana jalan membentuk bingkai yang kuat. Tegakan pohon ini menjadi salah satu elemen pemberi karakter dari lanskap alami daerah pegunungan yang kuat.
Gambar 21. Lanskap 11, lanskap dengan nilai SBE tertinggi
Elemen reklame pada lanskap ini terkesan sebagai focal point dari suatu koridor hijau jalan Puncak itu sendiri. Terihat elemen-elemen pembentuk karakter lanskap alami yang dominan, antara lain tegakan pohon serta dominasi warna hijau pada sebagian besar area pandangan.
Gambar 22. Lanskap 5, lanskap dengan nilai SBE terendah Sebaliknya, Lanskap 5 Gambar 21) merupakan lanskap dengan kualitas estetik yang paling rendah. Lanskap ini memperlihatkan elemen reklame dan elemen warung mendominasi lanskap sekitarnya. Elemen warung yang terlihat pada Lanskap 5 tersebut memperlihatkan kesan kumuh dan tidak teratur sehingga
52 menjadi elemen yang mengurangi atau tidak mendukung keindahan suatu lanskap (Gunawan, 2005).. Keduapuluh lanskap tersebut dikategorikan ke dalam tiga kelas keindahan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan kelas keindahan ini dilakukan dengan menggunakan standar Daniel dan Boster (1976), yaitu tinggi (SBE > 20), sedang (-20 < SBE < 20), dan rendah (SBE < -20). Dengan demikian terdapat enam lanskap yang dikategorikan sebagai lanskap dengan kualitas estetika tinggi, yaitu Lanskap 1, 3, 7, 9, 11, dan 18. Lanskap dengan kualitas estetika sedang meliputi sembilan lanskap sebagaimana tercantum pada Tabel 3, dan kelompok kualitas estetika rendah terdiri atas 5 lanskap.
Hasil perhitungan SBE
selengkapnya ada pada Lampiran 4. Dengan melihat jumlah sebaran lanskap berdasarkan kategori kelas keindahannya, maka secara umum kualitas estetik lanskap pada jalur wisata Puncak yang ada reklamenya masih berada pada kondisi berkualitas sedang, dimana yang masuk dalam kategori sedang ada 9 (sembilan) lanskap. Meskipun demikian hal ini tidak berarti bahwa keberadaan reklame tidak perlu dianggap mengkahawatirkan. Tabel 2. Karakter Kelas Kualitas Estetika Lanskap. Kualitas Estetika
a.
Nomor Lanskap
Tinggi
1, 3, 7, 9, 11, 18
Sedang
2, 4, 6, 8, 10, 12, 13, 16, 20
Rendah
5, 14, 15, 17, 19
Lanskap Estetika Tinggi Karakter lanskap dengan kualitas estetika tinggi memperlihatkan lanskap
alam yang didominasi oleh elemen-elemen alam seperti tegakan pepohonan, landform bukit atau pegunungan, koridor hijau, dan jalan yang bersih. Adanya elemen-elemen non-alami seperti reklame dan bangunan warung tidak memperlihatkan perubahan visual yang signifikan. Kelompok lanskap dengan nilai SBE yang termasuk kategori tinggi ini diperlihatkan pada Gambar 22.
53 Elemen warung yang ada terlihat tertata baik dengan warna yang alami sehingga tidak merusak karakter dan warna alam. Tegakan pohon merupakan elemen yang sangat kuat untuk meningkatkan kualitas estetika suatu lanskap (Gunawan dan Purwaningsih, 2009; dan Lestari dan Gunawan, 2010).
1
3
7
11
Gambar 23. Lanskap dengan kualitas estetik yang tinggi. Pada kelompok lanskap dengan estetika tinggi, keberadaan reklame tidak dominan baik dari segi ukuran, bentuk maupun warna. Demikian juga elemen buatan lainnya. Yang terlihat dominan adalah tegakan pohon dan vegetasi lainnya yang memberi warna hijau yang berkesan menyegarkan. Selain itu karakter lanskap juga masih diperkuat oleh adanya landform pegunungan yang berbukitbukit dan memberi kesan berkontur.
b. Lanskap Estetika Sedang Sebagian besar setting lanskap pada jalur wisata Puncak memperlihatkan kualitas estetik yang sedang, artinya tidak memperlihatkan visualitas yang sangat kuat kesan alaminya (Gambar 24).
2
6
8
16
Gambar 24. Kelompok lanskap dengan kualitas estetik yang sedang.
54 Elemen reklame terlihat jelas dan mengganggu. Beberapa warung terlihat tidak beraturan dan sebagian mendominasi. Tegakan pohon yang memperkuat setting lanskap diganggu dengan ‘foreground’ elemen reklame dan warung serta kendaraan yang parkir tidak beraturan. Walaupun setting lanskap tersebut berupa lanskap alami, namun kehadiran elemen keras yang tidak mendukung akan mengurangi kualitas estetik lanskap tersebut (Gunawan, 2005). Pada lanskap dengan kualitas estetik sedang ini terjadi persaingan antara elemen alami berupa tegakan pohon yang berpeluang menjadikan lanskap bernilai indah dengan keberadaan elemen buatan yang juga terlihat dominan. Pada lanskap 16, misalnya, lanskap alami berupa tegakan pohon yang hijau baik sebagai foreground, midleground maupun background, tetapi keberadaan reklame yang berwarna mencolok dan kontras terhadap lingkungannya menyebakan terjadinya penurunan kualitas estetika lanskap tersebut. Demikian juga pada lanskap 8, landform pegunungan dan hamparan perkebunan teh yang menjadi background yang berpotensi menambah kualitas pemandangan bersaing dengan keberadaan reklame maupun elemen buatan lainnya.
c.
Lanskap Estetika Rendah Lanskap-lanskap dengan kualitas estetik rendah sebagimana tercantum pada
Tabel 3, dapat dilihat pada Gambar 25 di bawah ini.
5
14
17
19
Gambar 25. Kelompok lanskap dengan kualitas estetik yang rendah.
Elemen reklame yang sangat mendominasi merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas estetik lanskap jalur wisata Puncak tersebut. Elemen-elemen keras berupa warung, reklame, dan kendaraan yang berada pada foreground
55 setting lanskap tersebut sangat mempengaruhi kualitas estetik lanskap tersebut. Elemen yang terletak di foreground sangat mempengaruhi sensitifitas pemandang suatu lanskap (Higuchi, 1989). Pengaruh tersebut dapat bersifat positif dan juga dapat bersifat negatif. Pengaruh negatif akan terjadi apabila elemen foreground sangat tidak sesuai dengan setting lanskapnya, sebaliknya, pengaruh positif terjadi apabila elemen foreground menyatu dengan setting lanskapnya (Higuchi, 1989).
4.2.2
Kecenderungan Nilai Estetika pada Jalur Wisata Puncak Kawasan pemasangan reklame di jalur wisata Puncak merupakan tempat
alternatif utama dalam penempatan reklame, yaitu pada jalur wisata Puncak pada kilometer Jkt. +83 sampai dengan kilometer Jkt. +93. Hal ini bisa dilihat bahwa reklame yang ditempatkan pada jalur ini memberi kontribusi cukup besar dalam hal pemasukan pajak reklame maupun retribusi yang lain. Dengan kondisi alami berupa perkebunan teh dan tutupan lahan berupa hutan atau pun kebun campur, maka dominasi warna hijau yang memberi kesan alami terasa kuat. Tetapi dengan tingginya peminatan untuk memasang reklame di jalur ini, maka hal ini akan cenderung menurunkan kualitas keindahan lanskap. Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, maka reklame yang dipasang pada area yang bersifat lanskap alami dengan dominasi warna hijau oleh dedaunan dan vegetasi secara umum, maka keberadaan reklame sulit atau tidak dapat menyatu dengan setting alamiahnya. Hal ini berbeda dengan keberadaan reklame sebagai media luar ruang yang ditempatkan pada kawasan perkotaan yang merupakan setting lanskap buatan. Meskipun pada kawasan perkotaan keberadaan reklame juga menjadi masalah (Cullen, 1996; Danisworo, 1991), tetapi karena karakter lanskap yang ada adalah lanskap buatan, maka kehadiran reklame lebih mudah diterima dan menyatu dengan setting lanskap buatan yang mendominasi lanskap perkotaan (townscape). Faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diterimanya reklame sebagai bagian dari elemen kota ini dapat ditemukan dalam hasil penelitian Ekomadyo (2008) yang menyatakan bahwa reklame ruang luar yang memiliki nilai tambah dalam kreativitas desain secara substantif dapat meningkatkan nilai
56 positif dan meningkatkan kualitas dan karakter kawasan perkotaan. Hal ini tentu tidak dapat dipersamakan dengan keberadaan reklame pada area yang memilki karakter lanskap alamiah yang dominan. Keberadaan reklame lebih merupakan elemen pengganggu.
4.2.3 Karakter Lanskap Karakter umum lanskap wisata jalur Puncak adalah lanskap yang termasuk sebagai lanskap alami. Karena itu kondisi awal yang dapat ditemukan adalah pemandangan lanskap dengan landform bergelombang sampai pegunungan, tegakan pohon yang mendominasi elemen lanskap. Dengan adanya perkembangan sosial ekonomi masyarakat, maka muncul elemen-elemn tambahan yang merupakan elemen buatan berupa elemen pendukung lanskap seperti reklame, warung, badan jalan yang berbentuk organik, dan elemen kendaraan. Berdasarkan hasil evaluasi karakter lanskap yang dilakukan dengan metode Semantic Differential, maka dapat diketahui bahwa beberapa karakter lanskap yang ada menunjukkan preferensi responden terhadap setting lanskap yang ada.
Tabel 3. Pengaruh Elemen terhadap Karakter Lanskap Jalur Wisata Puncak. No. Elemen Pendukung Karakter Lanskap
Kelompok Kualitas Estetik Lanskap Tinggi
Sedang
Rendah
1. Landform
●●●
●
●
2. Tegakan Pohon
●●●
●
●
3. Reklame
●●
●
●●●
4. Warung/Rumah
●●
●●●
●●●
5. Badan Jalan
●
●●●
●●●
6. Kendaraan
●●
●●
●●●
Keterangan:
●●● = Pengaruh Kuat; ●●
= Pengaruh Sedang;
●
= Pengaruh Rendah.
Evaluasi karakter lanskap tersebut dilakukan dengan pengamatan langsung ke lapang dan penilaian dengan Semantic Differential (SD). Hasil pengamatan
57 lapang terhadap ketiga kelompok kualitas estetika lanskap dihubungkan dengan elemen-elemen pembentuk lanskap tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 di atas. Lanskap berkualitas estetik tinggi lebih banyak didukung oleh elemen utama, yaitu landform dan tegakan pohon. Penciri utama lanskap alam yang berkarakter adalah adanya elemen
landform dan pohon (Booth, 1988) serta
secara visual memperlihatkan elemen yang sangat distinct (Higuchi, 1989). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Semantic Differential, Lanskap berkualitas tinggi memperlihatkan kriteria yang cenderung tidak berwarna-warni (Gambar 26). Hal ini karena lingkungan alam pegunungan lebih dominan dengan tanaman yang berdauh hijau, dan warna ini merupakan warna alam. Dengan demikian, keberadaan elemen yang terlalu berbeda dari segi warna akan mempengaruhi penilaian atas keindahan suatu lanskap alami. Hal ini tentunya akan berbeda dengan pendapat dari pemasang reklame yang justru berusaha untuk menampilkan reklame mereka secara mencolok, baik dalam hal warna maupun bentuk serta ukuran sebagai cara untuk menarik perhatian dari pengamat atau pemakai jalan.
Kriteria Berwarna-warni Proporsi yang tidak harmonis Memperlihatkan kesan bentuk yang sesuai Memperlihatkan kesan berukuran besar Kesan tdk mengganggu pemandangan
4
3
2
1
0
1
2
3
4
Kriteria Tidak Berwarna-warni Proporsi yang harmonis Tidak memperlihatkan kesan bentuk yang sesuai Tidak memperlihatkan kesan berukuran besar Kesan mengganggu pemandangan
Keterangan: garis biru ( ) lanskap kualitas estetik rendah; garis hitam titik-titk (.....) adalah Lanskap kualitas estetik sedang; dan garis berwarna hijau (-----) adalah Lanskap kualitas estetik tinggi.
Gambar 26. Profil Persepsi terhadap kriteria lanskap bereklame pada jalur wisata Puncak
58 Proporsi elemen yang terlihat dipandang sebagai suatu yang harmonis dengan bentukan yang sesuai. Elemen-elemen yang ada pada lanskap ini tidak saling mengganggu. Pada lanskap dengan kualitas estetik sedang, adanya landform berbukit dibarengi dengan elemen reklame, warung dan badan jalan yang luas (Tabel 4) mengakibatkan kualitas estetik tidak maksimal. Elemen reklame terlihat agak kuat sehingga dapat mengurangi kualitas estetik lanskap (Affandi dan Gunawan, 2011). Secara perceptual, lanskap ini hampir selalu berposisi di antara lanskap berkualitas tinggi dan rendah, kecuali pada kesan ukuran.
Lanskap ini
memperlihatkan kesan berukuran cenderung ke arah besar. Lanskap dengan kualitas estetik rendah memperlihatkan dominansi elemenelemen reklame, warung, badan jalan, dan kendaraan. Elemen-elemen tersebut mempengaruhi karakter lanskap secara keseluruhan. Karakter berwarna-warni disebabkan oleh banyaknya elemen yang tidak dikehendaki dan elemen reklame yang berukuran besar sangat mengganggu pemandangan sehingga secara proporsi terlihat kurang harmonis.
Berbagai jenis elemen memperlihatkan berbagai
bentuk, ukuran, dan warna yang berpengaruh negaitf terhadap karakter lanskap alam di sekitarnya (Nopiyanto dan Gunawan, 2009). Secara visual reklame yang berada pada lanskap jalur wisata memberikan pengaruh yang beragam, tergantung ukuran, warna, dan dominansinya terhadap lanskap. Ukuran dan warna reklame mempengaruhi secara nyata kualitas estetik lanskap sekitarnya (Affandi dan Gunawan, 2011). Kondisi visual dari lanskap alami yang terdapat pada lanskap di kawasan Wisata Puncak menunjukkan bahwa kualitas estetik lanskap ini tinggi, karena lanskap ini memiliki pemandangan yang unik berupa kebun teh yang luas, pemandangan hutan campuran dan hutan pinus, keindahan alam, serta penempatan reklame sesuai atau cocok dengan lingkungan sekitar. Keunikan pemandangan tersebut disebabkan oleh dominasi dan kesatuan tapak dibandingkan dengan pemandangan lanskap sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Foster (1982) bahwa dominasi tipe lanskap dapat menjadikan lanskap tersebut lebih menarik, karena terlihat berbeda dengan lanskap sekitarnya. Kondisi semacam ini akan
59 berubah apbila penempatan maupun pembangunan elemen buatan yang baru dilakukan tanpa memperhatikan faktor-faktor alami yang ada. Kehadiran elemeelemen buatan yang tidak terkendali akan mengurangi kualitas estetik sebuah lanskap alamia maupun kondisi ekologi yang ada di dalamnya. Van der Ryn dan Cowan (1996) menyarankan agar dalam pembangunan yang merubah bentang alam, faktor-faktor ekologis juga diperhatikan karena akan mengganggu keseimbangan yang ada. Mereka juga menyatakan bahwa sebuah rencana harusnya membuat orang dapat belajar tentang berjalannya proses ekologis yang ada di alam, sehingga termasuk di dalamnya pembangunan reklame harus menjaga kelestarian visual maupun ekologis dari lanskap alami yang ada. Kualitas estetik dan karakter lanskap yang ada pada jalur wisata Puncak merupakan sumber daya lingkungan yang penting dan bernilai tinggi. Saat ini ketika banyak hal dihitung berdasarkan satuan mata uang, maka sumber daya estetik dan kualitas karakter lanskap perlu diperhatikan karena pada akhirnya juga akan memberi efek secara ekonomi finansial terhadap masyarakat. Pemandangan yang indah dan suasana pegunungan yang menyegarkan adalah daya tarik utama terhadap kawasan wisata Puncak sehingga kalau kondisi ini tyidak dipertahankan maka akan terjadi penurunan minat terhadap kunjungan wisata pada kawasan ini. Penurunan kualitas lingkungan dan lanskap akan memberi dampak negatif terhadap kondisi ekonomi jangka panjang karena keberlanjutannya tidak dapat dipertahankan. Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa kualitas estetik dan karakter lanskap tempat pemasangan reklame pada tiga kelompok keindahan lanskap terlihat bahwa keberadaan reklame dan elemen buatan lainnya yaitu kios atau warung serta badan jalan mempengaruhi penilaian terhadap kualitas estetik lingkungan, dimana keberadaannya yang dominan dan mencolok menurunkan nilai esetik tersebut. Kondisi tersebut berupa warna, bentuk, komposisi desain, ukuran, dan jenis reklame yang dipasang kurang memberikan nilai estetik pada sebuah objek yang di lihat yaitu berupa keindahan pada tapak itu sendiri.
60 4.3 Pengelolaan Lanskap Alami Jalur Wisata Puncak Lanskap jalur wisata Puncak yang memeperlihatkan karakter yang kuat sebagai lanskap alami dengan landform yang khas bergelombang serta merupakan lanskap pegunungan yang hijau oleh tegakan pohon sangat penting untuk dipertahankan keberadaannya. Apalagi dengan hamparan perkebunan teh yang dapat dinikmati oleh pengguna jalan sepanjang kurang lebih 10 kilometer, maka kawasan ini benar-benar merupakan distinct area yang sangat menarik banyak wisatawan untuk melintasinya. Masih dapat dilakukan penelitian lebih lanjut, tentang motivasi utama dari para wisatawan untuk melintasi kawasan wisata ini, dihubungkan dengan keberadaan kebun teh di kawasan ini. Hal ini disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa kawasan wisata Puncak juga lintas wilayah administrasi, dimana daerah Cipanas di Kabupaten Cianjur juga merupakan daerah yang diminati oleh wisatawan dengan adanya berbagai fasilitas wisata ataupun daerah tujuan wisata seperti Taman Bunga Nusantara, Kawasan Kota Bunga, Istana Cipanas dan lainlain. Di kawasan Puncak Kabupaten Bogor pun daya tarik dan fasilitas wisata lainnya juga dikembangkan sebagai faktor penarik kunjungan para wisatawan seperti Taman Safari Indonesia Cisarua, Taman Matahari, dan lain-lainnya. Obyek wisata lainnya adalah perkebunan teh itu sendiri yang mulai dikemas dalam bentuk paket-paket wisata berupa berjalan-jalan melintasi perkebunan teh (tea walk) baik dengan berjalan kaki maupun berkuda, menikmati keindahan perkebunan teh dari angkasa dengan fasilitas terbang layang (dengan gantole, paragliding dan fasilitas olah raga angkasa lainnya).
Terdapat juga kegiatan
wisata mengikuti proses pengolahan daun teh dari proses petik sampai diperoleh olahan teh siap konsumsi, seperti yang disediakan oleh PT Gunung Mas di area perkebunan dan pengolahan daun teh. Dengan kondisi semacam ini maka upaya untuk mempertahankan kualitas estetik kawasan wisata Puncak menjadi sangat penting. Pertimbangan ekologis sebagai dasar pengelolaan kawasan dengan berbagai regulasi tentang penataan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang perlu menjadi acuan pemerintah daerah dalam menangani kawasan ini. Apalagi kawasan puncak ini secara
61 nasional juga telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan merupakan kawasan strategis nasional. Pengelolaan lanskap kawasan wisata Puncak perlu memperhatikan faktorfaktor keruangan spesifik serta aspek-aspek ekologis karena pada kawasan Puncak ini juga terdapat mata air Sungai Ciliwung, yaitu kawasan wisata Telaga Warna, yang merupakan salah satu sungai yang melintasi dan bermuara di Jakarta. Hal itu berarti bahwa kerusakan ekologis di kawasan hulu sungai Ciliwung, yaitu kawasan Puncak akan berdampak bagi kerusakan daerah hilir yaitu Jakarta. Selain itu, sumber daya ruang lainnya adalah berkaitan dengan estetika lingkungan berupa pemandangan indah. Pemandangan indah oleh keberadaan perkebunan teh, hutan dan kebun campur ini perlu dipertahankan dan dilestarikan karena ancaman terhadap keberadaannya akan membawa dampak ekologis maupun visual bagi kawasan ini, yang pada akhirnya juga mengancam aspek sosial dan ekonomi bagi kawasan ini. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Bopunjur dikategorikan sebagai kawasan tertentu yang memerlukan penanganan khusus dan merupakan kawasan yang mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya harus diprioritaskan. Selain itu sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bopunjur ditetapkan fungsi utama kawasan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya. Meskipun dermikian, disadari bahwa hal
ini
beleum
sepenuhnya dapat
ditegakkan. Masih
terdapat
penyimpangan maupun ketidasesuaian antara peraturan dengan pelaksanaannya di lapangan. Misalnya dengan masih terjadinya konversi lahan dimana kawasan lindung menjadi semakin menyempit, sementara kawasan budidaya justru semakin meluas (Syartinilia, 2004) Dalam pengelolaan dan perlindungan terhadap kawasan yang mempunyai nilai penting dari berbagai aspek ini, pemerintah daerah dapat berkoordinasi dengan pemerintah pusat maupun propinsi karena kawasan ini mempunyai nilai penting secara nasional. Pengelolaan yang dimaksud dapat berupa perencanaan, pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang agar secara ekologis maupun
62 estetik dapat dipertahankan. Pengendalian pemanfaatan ruang termasuk diantaranya berkaitan dengan pembatasan bangunan baik yang permanen maupun tidak permanen karena dapat mengurangi fungsi kawasan sebagai kawasan lindung. Selain itu, pembatasan terhadap tumbuhnya kios atau warung-warung kaki lima di sepanjang jalur wisata ini yang berpotensi mengurangi estetika lanskap kawasan. Pembatasan ijin pemasangan reklame juga perlu dilakukan dengan menetapkan kawasan ini sebagai kawasan terbatas dalam pemasangan reklame.
4.4 Rekomendasi Pengaturan Reklame di Jalur Wisata Puncak Reklame yang merupakan elemen buatan pada kawasan ini, berdasarkan hasil analisis sebelumnya berpotensi mengurangi atau menurunkan kualitas keindahan lanskap kawasan wisata Puncak, terutam pad aera kebun teh dan pemandangan alamiah lainnya. Untuk itu, dalam penyelenggaraan reklame di kawasan ini pertimbangan estetika perlu diprioritaskan sehingga keberadaan reklame tidak mengganggu. Salah satu aspek yang mempengaruhi penurunan kualitas pemandangan kawasan alami di kawasan wisata puncak dengan keberadaan reklame adalah terkait dengan ukuran dan warna naskah reklame. Ukuran reklame yang besar mendominasi pemandangan, menutupi bagian-bagiab dari pemandangan yang menarik sehingga diperlukan pembatasan terhadap reklame yang boleh dipasang di kawasan wisata Puncak. Demikian juga halnya dengan pemakaina warna pada naskah reklame, sehingga dengan memprioritaskan aspek perlindungan terhadap pemandangan alami, maka perlu dilakukan pengaturan terhadap warna reklame. Atribut kenampakan elemen reklame yang paling mencolok adalah ukuran dan warna naskah. Pemasang reklame berkepentingan untuk memasang papan reklame mereka sebesar mugkin, meskipun untuk itu mereka harus membayar pajak yang mahal (Kasali 2007). Tetapi dengan memperhatikan bahwa ukuran reklame yang besar berpotensi menutup pemandangan yang ada, maka diperlukan pengaturan ukuran reklame yang boleh dipasang. Apalagi dengan memperhatikan karakter lanskap jalur wisata Puncak yang merupakan lanskap alami, maka
63 keberadaan reklame berukuran besar dan berwarna mencolok yang tidak mendukung karakter lanskap akan menurunkan kualitas estetik lanskap. Untuk itu ukuran yang dipasang dibatasi sampai pada ukuran dapat terlihat dari jarak yang tidak terlalu jauh, dan hanya terlihat untuk satu sekuens pandangan. Maka ukuran yang diperbolehkan tidak lebih dari 3 meter x 4 meter, dengan memperhatikan proporsionalitas keterlihatan reklame dan kecepatan kendaraan di sekitar lokasi. Selain itu dapat direncanakan suatu zona pemandangan, yaitu zona yang pemandangan alamiahnya diproteksi dengan terencana agar tidak menurunkan kualitas estetika kawasan wisata. Di Jepang, konsep zona proteksi pemandangan ini (fuchi chiku) merupakan konsep yang telah lama dipakai sebagai upaya untuk melindungi dan mengkonservasi area yang memilki kualitas pemandangan yang tinggi (Arifin dan Masuda, 1997). Konsep semacam fuchi chiku ini dapat dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif perlindungan terhadap kualitas pemandangan kawasan wisata Puncak. Meskipun demikian, konsep ini memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif perlindungan terhadap kualitas pemandangan kawasan wisata Puncak. Aspek lainnya yang berkaitan dengan gangguan pemandangan oleh keberadaan reklame adalah jumlah atau kerapatan keberadaan reklame. Reklame yang dipasang saling berdekatan dan saling menutupi pada suatu sudut pandang akan memberi kesan kumuh dan berpotensi mengurasi estetika lingkungan di sekitarnya apalagi pada lanskap yang memilki pemandangan alami. Untuk itu diperlukan pengaturan tentang jumlah reklame yang boleh dipasang pada suatu lokasi dan pengaturan terhadap posisi pemasangannya. Perencanaan
zonasi
terhadap
pemasangan
reklame
ini
dapat
mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi aspek-aspek perencanaan ruang secara integratif. Misalnya dengan merencanakan pemanfaatan ruang secara terencana berupa pengadaan fasilitas peristirahatan (rest area) dimana pada area ini dapat diselenggarakan pemasangan reklame secara tertata serta pengalokasian pedagang kaki lima sehingga keberadaan mereka terlokalisasi sehingga tidak menyebar sepanjang koridor atau jalur wisata puncak. Dengan mengingat jumlah
64 pedagang yang banyak, maka perencanaan tersebut perlu memperhatikan pengembangan pada titik optimum yang ditentukan sehingga pembangunan rest area ini bukan justru menambah masalah baru dengan terjadinya konversi pemanfaatan lahan dari alamih ke buatan. Untuk itu perlu diperhitungkan dengan lebih baik kondisi-kondisi eksisting dan kondisi yang diinginkan di masa depan.
Dengan demikian, maka dalam pengelolaan lanskap pada kawasan wisata Puncak berkaitan dengan reklame, beberapa hal yang direkomendasikan antara lain adalah: 1.
Pengaturan untuk membatasi ukuran serta warna reklame sehingga tidak mengganggu keindahan pemandangan yang ada.
2.
Pengaturan zona proteksi pemandangan (fuchi chiku) yang bersifat lebih umum, karena termasuk di dalamnya pengaturan terhadap elemen-elemen buatan yang berpotensi mengurangi atau merusak pemandangan.
3.
Perencanaan area peristirahatan yang integratif dan memperhatikan berbagai aspek sehingga keberadaan elemen tambahan yang selama ini tersebar dan menurunkan kualitas keindahan pemandangan di kawasan wisata Puncak dapat dilokalisasi pada suatu tempat yang terencana. Elemen tambahan yang dimaksud adalah kios atau warung pedagang kaki lima, reklame, pemberhentian kendaraan atau parkir kendaraan yang tidak tertata, dan elemen buatan lainnya yang berpotensi mengganggu pemandangan.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Dari pembahasan hasil penelitian yang diperoleh melalui persepsi terhadap 20 slide reklame di sepanjang jalur wisata Puncak diperoleh simpulan berikut : 1.
Kualitas estetika lanskap jalur wisata Puncak dengan adanya reklame menunjukkan adanya keragaman. Keragaman tersebut dipengaruhi oleh adanya elemen-elemen lanskap. Elemen penting atau utama yang sangat memepengaruhi estetika adalah elemen landform dan pohon. Elemen-elemen yang mengurangi nilai estetika pada lanskap tersebut adalah reklame, warung-warung di pinggir jalan dan elemen bangunan lainnya yang penampilannya kurang sesuai dengan lingkungan.
2.
Lanskap yang termasuk kategori berkualitas tinggi menunjukkan karakter lanskap alami pegunungan yang kuat. Lanskap ini ditandai dengan landform pegunungan yang berbukit dan adanya tegakan pohon yang menghijau, sementara keberadaan reklame tidak terlalu dominan sehingga tidak mengganggu pemandangan alami. Lanskap yang termasuk kategori sedang menunjukkan adanya karakter lanskap alami yang bersaing dengan keberadaan reklame, warung maupun badan jalan. Pada lanskap ini juga terdapat ukuran reklame relatif besar sehingga berkesan mengganggu pemandangan. Lanskap yang termasuk kategori rendah memiliki karakter lanskap yang didominasi oleh elemen buatan yang tidak harmonis dan mengganggu pemandangan alam.
3.
Keberadaan reklame dalam lanskap jalur Wisata Puncak mempengaruhi kualitas estetikanya. Adanya reklame dalam lanskap tersebut dapat mempengaruhi kualitas estetiknya apabila diletakkan pada lokasi yang kurang tepat, dan dengan ukuran serta corak warna yang kurang tepat.
64 5.2 Saran Kondisi kualitas karakter lanskap yang cenderung menurun dengan keberadaan reklame perlu dikaji lebih jauh dengan model penelitian simulatif, yaitu penilaian lanskap dengan melakukan simulasi terhadap foto lanskap terkait dengan adanya reklame. Penelitian lanjutan perlu dilakukan terkait dengan ukuran optimum atau maksimum yang dapat dipasang di area wisata Puncak untuk menjaga kondis alami lanskap yang bisa diterima oleh pengamat tanpa merusak keindahan. Selain itu juga dapat dilakukan penelitian lain untuk menentukan zona pemandangan atau zona proteksi terhadap keberadaan reklame dan elemen buatan yang mengganggu. Kondisi lanskap yang saat ini dinilai oleh responden masih dalam kondisi sedang perlu diperhatikan agar tidak semakin banyak yang kualitasnya masuk kategori rendah dengan pembangunan reklame secara tidak terkendali.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Gunawan A. 2011. Kajian Reklame pada Lanskap Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor. Bogor: Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (Interim Report). Arifin NHS. Masuda T. 1997. The Visual Impact of Building Development on Ritsurin Garden and Its Conservation. Jurnal JILA Vo.60(4): 315-323. Asihara Y. 1986. Perancangan Luar Ruang. Gunadi S., penerjemah; Surabaya; UPT Penerbit ITS. Terjemahan dari: Exterior Design in Architecture. Booth NK. 1978. Basic Elements of Landscape Architectural Design. New York: McGraw Hill. Cullen G. 1996. The Concise Townscape. Oxford: Butterworth Heinemann. Daniel TC, Booster TC. 1976. Measuring Landscape Aesthetics: The Scenic Beauty Estimation Methode. USDA Forest Service Research Paper Rm Danisworo M, editor. 1991. Teori Perancangan Urban. Bandung: Pasca Sarjana ITB. Darmawan E. 2004. Analisis Ruang Publik Kota. Semarang: Universitas Diponegoro Press Ekomadyo A. 2008. Outdoor Advertising: Phenomena of Aesthetic-Creative Outdoor Advertising in Urban Space and Its Development Process. Proceeding International Conference Arte-polis 2. Bandung, 8-9 August 2008. P.C11-C19. Foster HD. 1982. Environmental Aesthetics. Victoria Univ. Pr. Canada. Gifford R. 1996. Environmental Psychology; Principles and Practice. Boston: Allyn and Bacon Gunn CA. 1997. Vacationscape: Developing Tourist Areas. Ed ke-3. Washington DC: Taylor & Francis Pr. Gunawan A, Purwaningsih J. 2007. Identifying Visual Characteristics of Ikonos Image Featuring Aesthietic Quality of Urban Landscape. Proceeding of the 4th Kyoto University – Southeast Asian Forum. Bogor, 23-24 January 2009. Gunawan A. 2007. Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap Kota Bogor. Jurnal Lanskap Indonesia Vol.1(1):21-24 Gold SM. 1980. Recreation Planning and Design. McGraw-Hill. New York Higuchi T. 1989. The Visual and Spatial Structure of Landscapes. Massachusets: MIT Press.
65 Hill WF. 1995. Landscape Handbook for The Tropics. New York: Garden Art Press Jefkins F. 1997. Periklanan Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga Kasali R. 2007. Manajemen Periklanan. (cetakan ketiga). Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran.(Edisi Milenium Jilid 1) Jakarta : PT Prenhalindo Lestari G. dan A. Gunawan. 2010. Pengaruh Bentuk Kanopi Pohon terhadap Kualitas Estetika Lanskap Jalan. Jurnal Lanskap Indonesia Vol.2(1):30-35. Lindberg, 1993. Tourism and Ecotourism. McGraw-Hill. New York Nasar JL editor 1988 Environmental Aesthetics: Theory, Research, and Applications, Cambridge: University Press. s Nopiyanto H and A Gunawan. 2009. The Effect of Tree Coverage and Canopy Form on Aesthetic Quality of Some Types of Building. Di dalam: Water Resources management in South East Asian Region. Proceeding of the 4th Kyoto University – Southeast Asian Forum. Bogor, 23-24 January 2009. Bogor; Himpunan Alumni Universitas Kyoto et all. Hlm 135-139 Natalivan P. 1997. Prinsip Perancangan sebagai Dasar Penanganan Konf lik Pada Koridor Jalan Komersil (Kasus studi: Koridor Jalan Komersial Bandung).Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota.Vol 14 (3):21-46. Porteous JD. 1977. Environment and Behavior: Planning and Everyday Urban Life. New York: Addison Wesley. Rosmalia D, Gunawan A. 2007. Perception of aesthetic and Preference of Bogor Botanical Garden Visitor. Di dalam: Pembangunan Nasional Berbasis IPTEKS untuk Kemandirian Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Persada XIII. Bogor, 9 Agustus 2007. Bogor: Persada Cabang Bogor dan Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Hlm 243-249. Sanoff H.1991.Visual Research Methods in Design. New York: Van Nostrand Reinhold. Smardon RC, Palmer JF, Felleman JP. editor, 1986. Foundations for Visual Project Analysis. New York: John Wiley & Sons. Shimp, T.A. 2003. Periklanan Promosi : Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Sahrial R, Anikasari D, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Advertising, Promotion, and Other Aspects Of Integrated Marketing Communications
66
Shirvani, H..1985. The Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Simonds JO. 1983. Landscape Architecture. New York: McGraw Hill. Syartinilia. 2004. Penerapan Multi Criteria Decision Making (MCDM) dan Geographical Information System (GIS) pada Evaluasi Peruntukan Lahan: (Studi Kasus: Das Ciliwung Hulu, Kab. Bogor, Jawa Barat). [tesis] Bogor: sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor Thorne JS, Huang CS. 1991. Toward A Landscape Ecological Aesthetic: Methodologies for designers and planners. Jur. Landscape and Urban Planning Vol 21 (1): 61-79
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai Pajak Reklame Kabupaten Bogor Tabel TARGET DAN REALISASI PAJAK REKLAME KABUPATEN BOGOR NO TAHUN
TARGET
REALISASI
PROSEN CAPAIAN
1
2002
1.750.000.000,00
1.809.078.533,00
103,38%
2
2003
2.500.000.000,00
2.684.757.104,37
107,39%
3
2004
3.500.000.000,00
3.738.964.623,58
106,83%
4
2005
6.000.000.000,00
6.018.259.130,00
100,30%
5
2006
6.500.000.000,00
6.486.835.803,00
99,80%
6
2007
7.500.000.000,00
7.798.557.843,00
103,98%
7
2008
8.250.000.000,00
8.310.111.733,00
100,73%
8
2009
9.000.000.000,00
8.106.924.647,00
90,08%
9
2010
9.000.000.000,00
9.381.050.759,00
104,23%
(Sumber : Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor.)
Gambar. Grafik nilai pajak Reklame Kabupaten Bogor
Lampiran 2
Pajak Reklame 15 Kecamatan dengan perolehan Pajak reklame tertinggi di Kabupaten Bogo
Gambar grafik pajak reklame pada 15 kecamatn dengan nilai pajak reklame tertinggi (Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor)
Lampiran 3 Foto Lanskap yang dinilai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lanjutan
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Lampiran 4 Hasil Perhitungan Scenic Beauty Estimation (SBE) Lanskap 1 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 0 27 0,98 2,09 3 1 27 0,98 2,09 4 0 26 0,96 1,79 5 4 26 0,96 1,79 6 5 22 0,81 0,9 7 11 17 0,63 0,33 8 5 6 0,22 -0,76 9 1 1 0,04 -1,79 10 0 0 0,02 -2,09 4,33 Zix = 0,48 SBE = 46,5 Lanskap 3 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 0 27 0,98 2,09 3 1 27 0,98 2,09 4 1 26 0,96 1,79 5 2 25 0,93 1,45 6 4 23 0,85 1,04 7 12 19 0,7 0,54 8 6 7 0,26 -0,65 9 1 1 0,04 -1,79 10 0 0 0,02 -2,09 4,47 Zix = 0,5 SBE = 47,9
Lanskap 2 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 0 27 0,98 2,09 3 1 27 0,98 2,09 4 3 26 0,96 1,79 5 8 23 0,85 1,04 6 10 15 0,56 0,14 7 4 5 0,19 -0,9 8 1 1 0,04 -1,79 9 0 0 0,02 -2,09 10 0 0 0,02 -2,09 0,29 Zix = 0,03 SBE = 1,52
Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lanskap 4 F CF CP Z 0 27 0,98 1 27 0,98 2,09 0 26 0,96 1,79 1 26 0,96 1,79 6 25 0,93 1,45 9 19 0,7 0,54 8 10 0,37 -0,33 2 2 0,07 -1,45 0 0 0,02 -2,09 0 0 0,02 -2,09 1,69 Zix = 0,19 SBE = 17,1
Lanjutan
Rating F 1 1 2 2 3 4 4 7 5 12 6 1 7 0 8 0 9 0 10 0
Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
F 1 0 0 2 4 6 9 3 2 0
Lanskap 5 CF CP Z 27 0,98 26 0,96 1,79 24 0,89 1,22 20 0,74 0,65 13 0,48 -0,05 1 0,04 -1,79 0 0,02 -2,09 0 0,02 -2,09 0 0,02 -2,09 0 0,02 -2,09 -6,52 Zix = -0,72 SBE = -74,1 Lanskap 7 CF CP Z 27 0,98 26 0,96 1,79 26 0,96 1,79 26 0,96 1,79 24 0,89 1,22 20 0,74 0,65 14 0,52 0,05 5 0,19 -0,9 2 0,07 -1,45 0 0,02 -2,09 2,84 Zix = 0,32 SBE = 29,9
Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
F 1 0 2 6 6 8 2 2 0 0
Lanskap 6 CF CP Z 27 0,98 26 0,96 1,79 26 0,96 1,79 24 0,89 1,22 18 0,67 0,43 12 0,44 -0,14 4 0,15 -1,04 2 0,07 -1,45 0 0,02 -2,09 0 0,02 -2,09 -1,58 Zix = -0,18 SBE = -19,2
Lanskap 8 Rating F CF CP Z 1 1 27 0,98 2 0 26 0,96 1,79 3 0 26 0,96 1,79 4 0 26 0,96 1,79 5 7 26 0,96 1,79 6 10 19 0,7 0,54 7 7 9 0,33 -0,43 8 2 2 0,07 -1,45 9 0 0 0,02 -2,09 10 0 0 0,02 -2,09 1,63 Zix = 0,18 SBE = 16,5
Lanjutan Lanskap 9 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 1 27 0,98 2,09 3 0 26 0,96 1,79 4 0 26 0,96 1,79 5 4 26 0,96 1,79 6 7 22 0,81 0,9 7 12 15 0,56 0,14 8 3 3 0,11 -1,22 9 0 0 0,02 -2,09 10 0 0 0,02 -2,09 3,09 Zix = 0,34 SBE = 32,6
Lanskap 10 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 0 27 0,98 2,09 3 2 27 0,98 2,09 4 4 25 0,93 1,45 5 10 21 0,78 0,76 6 7 11 0,41 -0,23 7 3 4 0,15 -1,04 8 1 1 0,04 -1,79 9 0 0 0,02 -2,09 10 0 0 0,02 -2,09 -0,85 Zix = -0,09 SBE = -11,2
Lanskap 11 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 0 27 0,98 2,09 3 0 27 0,98 2,09 4 0 27 0,98 2,09 5 2 27 0,98 2,09 6 3 25 0,93 1,45 7 12 22 0,81 0,9 8 8 10 0,37 -0,33 9 0 2 0,07 -1,45 10 2 2 0,07 -1,45 7,46 Zix = 0,83 SBE = 81,2
Lanskap 12 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 1 27 0,98 2,09 3 1 26 0,96 1,79 4 1 25 0,93 1,45 5 3 24 0,89 1,22 6 16 21 0,78 0,76 7 5 5 0,19 -0,9 8 0 0 0,02 -2,09 9 0 0 0,02 -2,09 10 0 0 0,02 -2,09 0,15 Zix = 0,02 SBE = 0
Lanjutan Lanskap 13 F CF CP Z 1 27 0,98 0 26 0,96 1,79 1 26 0,96 1,79 0 25 0,93 1,45 8 25 0,93 1,45 9 17 0,63 0,33 6 8 0,3 -0,54 2 2 0,07 -1,45 0 0 0,02 -2,09 0 0 0,02 -2,09 0,64 Zix = 0,07 SBE = 5,47
Lanskap 14 Rating F CF CP Z 1 1 27 0,98 2 1 26 0,96 1,79 3 1 25 0,93 1,45 4 2 24 0,89 1,22 5 10 22 0,81 0,9 6 10 12 0,44 -0,14 7 2 2 0,07 -1,45 8 0 0 0,02 -2,09 9 0 0 0,02 -2,09 10 0 0 0,02 -2,09 -2,49 Zix = -0,28 SBE = -29,4
Lanskap 15 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 2 27 0,98 2,09 3 2 25 0,93 1,45 4 3 23 0,85 1,04 5 11 20 0,74 0,65 6 7 9 0,33 -0,43 7 2 2 0,07 -1,45 8 0 0 0,02 -2,09 9 0 0 0,02 -2,09 10 0 0 0,02 -2,09 -2,91 Zix = -0,32 SBE = -34
Lanskap 16 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 2 27 0,98 2,09 3 1 25 0,93 1,45 4 5 24 0,89 1,22 5 3 19 0,7 0,54 6 10 16 0,59 0,23 7 6 6 0,22 -0,76 8 0 0 0,02 -2,09 9 0 0 0,02 -2,09 10 0 0 0,02 -2,09 -1,5 Zix = -0,17 SBE = -18,3
Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampiran 4 Hasil Perhitungan Scenic Beauty Estimation (SBE) Lanskap 17 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 0 27 0,98 2,09 3 4 27 0,98 2,09 4 4 23 0,85 1,04 5 9 19 0,7 0,54 6 10 10 0,37 -0,33 7 0 0 0,02 -2,09 8 0 0 0,02 -2,09 9 0 0 0,02 -2,09 10 0 0 0,02 -2,09 -2,92 Zix = -0,32 SBE = -34,1
Lanskap 18 Rating F CF CP Z 1 0 27 0,98 2 2 27 0,98 2,09 3 2 25 0,93 1,45 4 4 23 0,85 1,04 5 5 19 0,7 0,54 6 12 14 0,52 0,05 7 2 2 0,07 -1,45 8 0 0 0,02 -2,09 9 0 0 0,02 -2,09 10 0 0 0,02 -2,09 4,11 Zix = 0,46 SBE = 44
Lanskap 19 F CF CP Z 1 27 0,98 3 26 0,96 1,79 2 23 0,85 1,04 6 21 0,78 0,76 8 15 0,56 0,14 5 7 0,26 -0,65 2 2 0,07 -1,45 0 0 0,02 -2,09 0 0 0,02 -2,09 0 0 0,02 -2,09 -4,61 Zix = -0,51 SBE = -52,9
Lanskap 20 CF CP Z 27 0,98 27 0,98 2,09 27 0,98 2,09 25 0,93 1,45 23 0,85 1,04 19 0,7 0,54 10 0,37 -0,33 1 0,04 -1,79 0 0,02 -2,09 0 0,02 -2,09 0,91 Zix = 0,1 SBE = 8,42
Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
F 0 0 2 2 4 9 9 1 0 0