ANALISIS VIDEO SIDANG PARIPURNA DPD YANG DIWARNAI KERICUHAN PARA SENATOR Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Administrasi (Dosen Pengampu: Dr. Selfi Budi Helpiastuti, M. Si)
Disusun Oleh:
Tommi Indracesar
(NIM 150910201040)
Kartika Dewi
(NIM 150910201049)
R.A. Ratih Sonia Faradita
(NIM 150910201051)
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK JURUSAN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS JEMBER 2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Deskripsi Video Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang digelar di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/4/2017) dengan agenda pembacaan putusan Mahkamah Agung soal pergantian pimpinan DPD berlangsung ricuh. Kericuhan terjadi sebelum sidang dibuka. Kericuhan ini disebabkan adanya perbedaan pandangan mengenai hasil rapat panitia musyawarah (Panmus). Kejadian berawal saat anggota DPD RI Asal Maluku Utara, Basri Salama mengajukan interupsi. Menurut Basri Salama, seharusnya ada penyerahan penanggung jawab sidang dari pimpinan DPD RI kepada pimpinan sementara yang dibahas dalam Panitia Musyawarah (Panmus), sebab masa jabatan dua pimpinan sidang (Farouk Muhammad dan GKR Hemas) dianggap sudah berakhir pada tanggal 31 Maret 2017 berdasarkan Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD sepanjang 2,5 tahun dan Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2017 yang memberlakukan surut masa jabatan Pimpinan DPD pada periode 2014-2019. Apabila tidak ada penyerahan pimpinan sidang kepada pimpinan sidang sementara, maka pukul 12.00 WIB terjadi kekosongan kekuasaan yang mengakibatkan seluruh proses dari produk hukum akan menjadi illegal. Kemudian muncul Anggota DPD asal Jawa Timur, Ahmad Nawardi yang mengatakan bahwa Panmus mengamanatkan pimpinan sementara untuk memimpin rapat. Namun, hal itu dibantah Farouk. Akibatnya, anggota DPD RI asal Jawa Timur, Ahmad Nawardi maju ke mimbar untuk mengungkapkan protesnya. Selanjutnya, Ahmad Nawardi mengambil alih pengeras suara di podium dan membawa secarik kertas berisi kesimpulan rapat Panmus beberapa waktu lalu. Disaat Ahmad Nawardi membacakan hasil Panmus tersebut, muncul senator lain yang tak terima Nawardi mengambil alih podium. Namun, ia kemudian diseret oleh senator lain dan suasana menjadi ricuh. Sejumlah anggota DPD ikut maju ke depan, dan diantaranya juga terdapat anggota kepolisian dan Pengamanan Dalam (Pamdal) yang mendatangi ruang sidang dan ikut mengamankan kericuhan tersebut. Sidang yang awalnya diagendakan untuk membaca putusan MA mengenai masa jabatan pimpinan tersebut dihujani interupsi. MA melalui putusan Nomor 38 P/HUM/2016 membatalkan Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD sepanjang 2,5 tahun. Sebab putusan MA Nomor 38 P/HUM/2016 menyatakan Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 tidak sah karena bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2014
tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD, khususnya pada pasal 260 ayat 1. Pasal tersebut berbunyi, "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan DPD diatur dalam Peraturan DPD tentang tata tertib”. Dengan adanya putusan MA tersebut, masa jabatan Saleh, Farouk dan Hemas dianggap kembali normal dan berakhir pada 2019 sesuai siklus pemilu.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Flippo dalam Kumorotomo (2005: 196-199), penyalahgunaan wewenang yang mungkin dilakukan oleh seorang pegawai negara selama menjalankan tugas-tugasnya, yaitu: 1. Perilaku yang buruk Dalam peraturan-peraturan, seringkali terdapat celah-celah yang memungkinkan para pejabat yang kurang memiliki dasar moral melakukan penyimpangan. 2. Pelanggaran terhadap prosedur Prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah seringkali tidak tertulis dalam perundangan. Akan tetapi, sesungguhnya prosedur itu memiliki kekuatan seperti peraturan perundangan, dan sebab itu setiap instansi akan lebih baik jika melaksanakannya secara konsisten. 3. Inefisiensi (Pemborosan) Inventaris dinas adalah milik negara yang juga berarti milik masyarakat luas. Oleh karena itu, pemborosan dana, waktu, barang, atau sumber-sumber daya milik organisasi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
2.2 Analisis Video Berdasarkan teori di atas, analisis video rapat paripurna yang diselenggarakan pada tanggal 3 April 2017, yaitu: 1. Perilaku yang buruk Para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) cenderung mendahulukan ego pribadi. Hal ini tentu tidak sesuai dengan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib Pasal 12 ayat 1 (a) yang mewajibkan para anggota DPD untuk memegang teguh dan mengamalkan nilai-nilai pancasila. Seharusnya, DPD memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat, sebab DPD merupakan lembaga negara yang mempresentasikan wilayah daerahnya. 2. Pelanggaran terhadap prosedur Berdasarkan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib Pasal 166 ayat 1, yaitu ketua sidang membuka sidang
sesuai dengan jadwal sidang. Sedangkan pada rapat paripurna tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Inefisiensi (Pemborosan) Akibat kericuhan yang terjadi dalam sidang paripurna yang disebabkan oleh anggota yang tidak tertib menyebabkan pemborosan waktu selama 30 menit yang dikarenakan adanya skors.
2.3 Etika Khusus Berdasarkan deskripsi video, kami dapat menganalisis masalah tersebut berdasarkan kategori etika khusus, yaitu etika sosial, karena dalam persidangan tersebut jelas perilaku para senator / anggota DPD tidak mencerminkan kode etik sebagai figur yang ditunjuk oleh rakyat. Selain itu, sesama anggota DPD memaksakan kehendak mereka sendiri tanpa mendengar pendapat orang lain.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tersebut kami dapat menyimpulkan bahwa video tersebut termasuk dalam pelanggaran etika sosial yang dilakukan oleh para senator sebab dalam persidangan tersebut jelas perilaku para senator / anggota DPD tidak mencerminkan kode etik sebagai figur yang ditunjuk oleh rakyat. Selain itu, sesama anggota DPD memaksakan kehendak mereka sendiri tanpa mendengar pendapat orang lain.
3.2 Saran Kami memberikan saran kepada anggota DPD, seharusnya anggota DPD lebih menjaga sikap, sehingga kericuhan saat sidang tidak terulang kembali karena mereka merupakan lembaga negara yang mempresentasikan wilayah daerahnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://youtu.be/bdX8xsbh6bI Kumorotomo, Wahyudi. (2005). Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib