ANALISIS TRANSFORMASI PENAMPANG KAYU LAMINASI KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH
ATMAWI DARWIS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul analisis transformasi penampang kayu laminasi kelapa sawit menggunakan model distribusi ikatan pembuluh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Atmawi Darwis NIM E262100031
RINGKASAN ATMAWI DARWIS. Analisis Transformasi Penampang Kayu Laminasi Kelapa Sawit Menggunakan Model Distribusi Ikatan Pembuluh. Dibimbing oleh MUHAMMAD YUSRAM MASSIJAYA, NARESWORO NUGROHO, EKA MULYA ALAMSYAH. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu jenis tanaman yang tergolong dalam tumbuhan monokotil. Struktur anatomi batang kelapa sawit tersusun atas ikatan pembuluh dan parenkim sebagai jaringan dasarnya. Kedua komponen tersebut dapat mempengaruhi karakteristik kayunya. Dilihat dari penampang lintang batang, pola ikatan pembuluh tidak merata, dimana secara kontinyu menurun dari tepi ke pusat batang. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu model matematis hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan karakteristik “kayu” dari batang kelapa sawit dan menggunakan model ini dalam mentransformasi penampang kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Penelitian ini terdiri atas empat tahap. Tahap pertama pengamatan pengaruh distribusi ikatan pembuluh pada arah horisontal/radial (tepi ke pusat batang) dan vertikal/longitudinal (pangkal ke ujung) batang kelapa sawit terhadap karakteristik “kayu” (kerapatan dan sifat mekanis). Tahap kedua adalah karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Variabel-variabel yang digunakan dalam tahap ini adalah posisi ketinggian “kayu” pada batang kelapa sawit (2 m, 4 m, 6 m), berat labur (200 g m-2, 250 g m-2, 300 g m-2) dan lama pengempaan ( 1 jam, 2 jam, 3 jam). Tahap ketiga adalah pengaruh ketebalan lamina kelapa sawit yang diambil mulai dari bagian tepi batang terhadap karakteristik kayu laminasinya. Bahan baku lamina yang digunakan diambil dari ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m dengan ketebalan 6 cm, 3 cm, 2 cm, dan 1,5 cm. Berat Labur dan waktu kempa yang digunakan dalam tahap ini mengacu pada tahap kedua. Dimensi penampang kayu laminasi yang dibuat 6 cm x 6 cm. Penelitian tahap ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh ketebalan lamina terhadap karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Penelitian tahap terakhir adalah menganalisa sifat kekakuan/modulus elastisitas kayu laminasi dari batang kelapa sawit secara matematis dengan metode Transformed Cross Section (TCS) berdasarkan distribusi ikatan pembuluh yang diperoleh dari tahap pertama dan tahap ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi ikatan pembuluh dapat diasumsikan sebagai fungsi jarak dari tepi ke pusat batang dan dinyatakan dalam persamaan regresi non linier (power). Karakteristik “kayu” kelapa sawit dipengaruhi oleh distribusi ikatan pembuluhnya. Pada arah horisontal, semakin besar jumlah distribusi ikatan pembuluhnya, kerapatan dan sifat mekanisnya akan semakin tinggi, sedangkan pada arah vertikal menunjukkan fenomena yang sebaliknya. Hubungan ini dapat dimodelkan dalam persamaan regresi linier berganda yaitu: y = 0.221 – 0.023x1 + 0.001x2 ; R2 = 82% (kerapatan), y = 11609 – 2517x1 + 132x2 ; R2 = 70% (MOE), y = 76.710 – 13.942x1 + 0.852x2 ; R2 = 71% (MOR), y = 42.944 – 7.577x1 + 0.422x2 ; R2 = 69% (kekuatan tekan sejajar serat), y = 50.950 – 8.413x1 + 0.523x2 ; R2 = 77% (kekerasan), y = 11.189 – 2.413x1 + 0.183x2 ; R2 = 83% (kekuatan geser) dimana y adalah karakteristik “kayu” kelapa
sawit, x1 adalah ketinggian batang asal contoh uji, x2 adalah distribusi ikatan pembuluh. Sifat keterekatan “kayu” kelapa sawit dengan isosianat sebagai perekatnya menunjukkan sudut kontak yang dihasilkan dibawah 90o dan mengindikasikan bahwa perekat ini layak digunakan sebagai bahan perekat kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Pengujian karakteristik kayu laminasi 2 lapis (kekuatan geser rekat, kerusakan kayu dan rasio delaminasi) diperoleh hasil terbaiknya dengan berat labur 300 g m-2, sedangkan waktu kempa yang dibutuhkan selama 1 jam. Karakteristik kayu laminasi batang kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh sifat bahan baku lamina yang digunakan. Semakin tipis lamina yang diambil dari bagian tepi batang kelapa sawit, semakin banyak jumlah ikatan pembuluh. Hal ini menyebabkan kerapatan dan kekakuan laminanya juga semakin besar. Pada ketinggian yang berbeda, menunjukkan fenomena yang sebaliknya sebagaimana pada penelitian tahap pertama. Hubungan ini ditunjukkan dengan persamaan regresi linier yMOE = 177864xkerapatan – 32225 (R2 = 82%) dan yMOE = 1.0466xMOE 2 lamina + 1748.5 (R = 95%). Kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit 1.03 – 1.35 kali kerapatan balok utuh. MOE kayu laminasi batang kelapa sawit 1.54 – 1.66 kali MOE balok utuh, sedangkan MOR-nya sebesar 1.22 – 1.46 kali MOR balok utuhnya dan keteguhan geser kayu laminasi batang kelapa sawit 0.86 – 1.43 kali keteguhan geser balok utuhnya. Nilai MOE memiliki hubungan linieritas dengan distribusi ikatan pembuluh. Oleh sebab itu, rasio distribusi ikatan pembuluh dapat dipergunakan sebagai pengganti rasio modulus elastisitas untuk digunakan dalam mentransformasi penampang melintang (Transformed Cross Section) kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai teoritis dari model yang diturunkan ternyata tidak jauh berbeda dengan nilai empirisnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi Pearson yang sangat tinggi sebesar 94%. Berdasarkan hasil pengujian karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit, ternyata kekuatan geser, MOR dan MOE belum memenuhi Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007), sedangkan kadar air dan rasio delaminasi telah memenuhi standar. Hal ini diduga karena umur kelapa sawit yang digunakan masih muda (20 tahun). Kata Kunci: distribusi ikatan pembuluh, karakteristik, kayu laminasi, kelapa sawit, Transformed Cross Section
SUMMARY ATMAWI DARWIS. Transformation cross section analysis of oil palm wood laminate used distribution of vascular bundles model. Supervised by MUHAMMAD YUSRAM MASSIJAYA, NARESWORO NUGROHO, EKA MULYA ALAMSYAH. Palm oil (Elaeis guineensis Jacq.) is one types of plants belonged to monocot plants. In general, the anatomical structure of the trunk is composed of vascular bundles and parenchyma as essentially network. Basically, both of these components affect the characteristics of the wood. Based on the function, vascular bundles serve as the supporting structure and the transport system, while the parenchyma is the food storage elements. In a cross-sectional trunk, uneven pattern of vascular bundles is generated which continuously decreases from the outer to the center of the stem so that it will directly affect the characteristics of the "wood". The purpose of this research are to find a mathematical model of the relationship between the distribution of vascular bundles with a characteristic "wood" oil palm trunks and use this model in the transformed cross section of laminated wood oil palm trunk. This study consists of four stages. The first stage of observation influences the distribution of vascular bundles in the direction of the horizontal/radial (outer to the center of the stem) and vertical/longitudinal (base to top) of oil palm trunks on the characteristics of the "wood" (density and mechanical properties). The second phase is laminated wood characteristics of oil palm trunk. The variables used in this phase is the height position "wood" on the oil palm trunk (2 m, 4 m, 6 m), glue rate (200 g m-2, 250 g m-2, 300 g m-2) and press time (1 hour, 2 hours, 3 hours). The third stage is the influence of the thickness of the oil palm lamina taken from the outer of the trunk of the characteristics of wood laminations. Lamina raw material used was taken from a height of 2 m, 4 m and 6 m with a thickness of 6 cm, 3 cm, 2 cm, and 1.5 cm. The glue rate of adhesive and press time used in this phase refers to the second stage. Dimensional cross-section is made of laminated wood 6 cm by 6 cm. This phase of research aims to analyze the influence of the thickness of the lamina of the laminate wood characteristics of oil palm trunk. The last stage of the research is to analyze the modulus of elasticity laminate of oil palm trunk with methods Transformed Cross Section (TCS) based on the distribution of vascular bundles obtained from the first and the third stage. The results showed that the distribution of vascular bundles can be assumed as a function of distance from the edge to the center of the stem and is expressed in non-linear regression equation (power). The characteristics of oil palm wood are influenced by the distribution of vascular bundles. In the horizontal direction, the greater the number of vascular bundles distribution, density and mechanical properties will be higher, while the vertical direction indicates the opposite phenomenon. This relationship can be modeled in a multiple linear regression equation are : y = 0.221 - 0.023x1 + 0.001x2; R2 = 82% (density), y = 11609 - 2517x1 + 132x2; R2 = 70% (MOE), y = 76.710 - 13.942x1 + 0.852x2; R2 = 71% (MOR), y = 42.944 - 7.577x1 + 0.422x2; R2 = 69% (compressive parallel to grain), y = 50.950 - 8.413x1 + 0.523x2; R2 = 77% (hardness), y = 11.189 - 2.413x1 + 0.183x2; R2 = 83% (shear strength) where y is
the characteristic of "wood" palm oil, x1 is the origin of the stem height of the sample, x2 is the distribution of vascular bundles. The wettability properties of oil palm wood with isocyanate adhesive shows the resulting contact angle below 90 ° and indicates that the adhesive is fit for use as an adhesive laminate of oil palm trunk. Testing characteristics of laminate 2 layer (shear strength adhesive, wood failure and delamination ratio) obtained the best results with glue rate of 300 g m-2, while the press time required for 1 hour. Characteristics of glulam of OPT influenced by the properties of the laminae. The thinner the laminae taken from the outer part of OPT, the more distribution of the vascular bundles. This causes the density and stiffness of the laminae to also get bigger. At different heights opposite phenomenon occurred as in the earlier study. This relationship is shown by the linear regression equation yMOE = 177864xkerapatan - 32225 (R2 = 82%) and yMOE = 1.0466xMOE lamina + 1748.5 (R2 = 95%). The density of oil palm wood laminated 1.03 to 1.35 times of the density of a solid beam. MOE of oil palm wood laminated 1.54 - 1.66 times of MOE solid beams, while it’s MOR for 1.22 to 1.46 times of MOR beam shear strength of solid and shear strength of oil palm wood laminated 0.86 – 1.43 times of shear strength of solid beams. Based on this, oil palm “wood” laminate produced from thin laminae taken from the bottom of the stem will have higher properties. Value of wood bending (MOE) is closely related to the distribution of the vascular bundles. Therefore, the ratio of distribution of vascular bundles can be used as a substitute for the ratio of modulus of elasticity in transformed cross section analysis of oil palm “wood” laminated. The result shows theoretical value of derived model was not different from the empirical value one. This proved by a very high Pearson correlation values at 94%. Based on the results of testing glulam of OPT characteristics testing, apparently not all of them meet the Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Moisture content and the ratio of delamination have met these standards, while the shear strength, MOR and MOE have not. Keywords: characteristics, distribution of vascular bundles, glulam, oil palm trunk, Transformed Cross Section
Hak cipta milik IPB, tahun 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,atau tinjauan suatu masalah;dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS TRANSFORMASI PENAMPANG KAYU LAMINASI KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH
ATMAWI DARWIS
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Mayor Teknologi Serat dan Komposit
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji pada ujian tertutup: 1. Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS 2. Dr Ir Saptahari M Soegiri Poetra Penguji pada ujian terbuka:
1. Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS 2. Krisdianto, SHut MSc PhD
Judul Disertasi: Analisis Transformasi Penampang Kayu Laminasi Kelapa Sawit Menggunakan Model Distribusi Ikatan Pembuluh Nama : Atmawi Darwis NIM : E262100031
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Muh Yusram Massijaya, MS Ketua
Dr Ir Naresworo Nugroho, MS Anggota
Eka Mulya Alamsyah, SHut MAgr PhD Anggota
Diketahui oleh
Ketua Mayor Teknologi Serat dan Komposit
Dekan Sekolah Pascasarjana
I Nyoman Jaya Wistara, PhD
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 28 Juli 2015
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 sampai April 2014 adalah Biokomposit dengan judul Analisis Transformasi Penampang Kayu Laminasi Kelapa Sawit Menggunakan Model Distribusi Ikatan Pembuluh. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Prof Dr Ir Muh Yusram Massijaya, MS selaku ketua komisi pembimbing beserta anggota komisi pembimbing Dr Ir Naresworo Nugroho, MS dan Eka Mulya Alamsyah, SHut MAgr PhD yang telah dengan ikhlas dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik; 2. Pimpinan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Ketua Program Studi/Mayor Teknologi Serat dan Komposit beserta staf atas pelayanannya yang baik; 3. Prof Dr Ir Wasrin Syafi’i, dan Dr Wahyu Dwianto selaku penguji kualifikasi; Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS dan Dr Ir Saptahari M Soegiri Poetra selaku penguji ujian tertutup; Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS dan Krisdianto, SHut MSc PhD selaku penguji ujian promosi atas saran, kritik dan arahannya; 4. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan bantuan studi melalui BPPS tahun 2010; 5. Rektor Universitas Winaya Mukti dan Institut Teknologi Bandung yang telah mengijinkan penulis untuk mengikuti tugas belajar pada Program Doktor, Sekolah Pascasarjana IPB; 6. Dr Ichsan Suwandhi, SHut MP, Dr Ir Tati Karliati, MSi dan Dr Effendi Tri Bahtiar, SHut MSi atas bantuan dan kerjasamanya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar penulis, keluarga besar Departemen Hasil Hutan, teman-teman program pasca sarjana IPB serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Atmawi Darwis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Penelitian Novelty Penelitian Kerangka Pemikiran Penelitian
1 3 4 4 4 4 5
2. PENGARUH DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH TERHADAP KERAPATAN DAN SIFAT MEKANIS BATANG KELAPA SAWIT Pendahuluan 7 Bahan dan Metode 7 Hasil dan Pembahasan 9 Simpulan 15 3. KARAKTERISTIK KAYU LAMINASI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN PEREKAT ISOSIANAT Pendahuluan 16 Bahan dan Metode 17 Hasil dan Pembahasan 20 Simpulan 35 4. PENGARUH KETEBALAN LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK KAYU LAMINASI BATANG KELAPA SAWIT Pendahuluan 36 Bahan dan Metode 37 Hasil dan Pembahasan 38 Simpulan 46 5. ANALISIS TRANSFORMASI PENAMPANG LAMINA DAN LAMINASI BATANG KELAPA SAWIT BERDASARKAN DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUHNYA Pendahuluan 47 Bahan dan Metode 48 Hasil dan Pembahasan 50 Simpulan 66 6. PEMBAHASAN UMUM 7. SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
67 71 73 78
DAFTAR TABEL 2.1
2.2
3.1 3.2 3.3
3.4
3.5
3.6
3.7 3.8
3.9
3.10 3.11
3.12
3.13 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6
Persamaan regresi non linier yang dibentuk dari hubungan antara jarak (x) dari tepi ke pusat batang dengan distribusi ikatan pembuluh (y) pada ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m Ringkasan nilai koefisien regresi dan probabilitas hubungan antara distribusi ikatan pembuluh (x2) pada berbagai ketinggian (x1) dengan kerapatan dan sifat mekanis kayu sawit Karakteristik perekat isosianat dan cross linker Karakteristik lamina batang kelapa sawit Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kadar air kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kerapatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap keteguhan geser kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kerusakan kayu laminasi dari batang kelapa sawit Keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap delaminasi air dingin kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap delaminasi air mendidih kayu laminasi dari batang kelapa sawit Rasio delaminasi kayu laminasi batang kelapa sawit Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap MOE kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap MOR kayu laminasi dari batang kelapa sawit MOE dan MOR kayu laminasi batang kelapa sawit Karakteristik lamina batang kelapa sawit Hubungan antara Kerapatan (ρ) kayu utuh dengan kayu laminasi dari lamina bagian tepi batang kelapa sawit Hubungan antara MOE dan MOR kayu utuh dengan kayu laminasi dari lamina bagian tepi batang kelapa sawit Hubungan antara keteguhan geser kayu utuh dengan kayu laminasi dari lamina bagian tepi batang kelapa sawit Analisis sidik ragam karakteristik kayu laminasi batang kelapa sawit Karakteristik kayu laminasi batang kelapa sawit
11
13 17 21
24
24
27
28 29
31
31 32
34
34 35 38 40 42 44 45 46
5.1 5.2 5.3 5.4
Fungsi regresi non linier power untuk distribusi ikatan pembuluh pada batang kelapa sawit Sifat-sifat penampang lamina batang kelapa sawit dengan model transformasi power Ringkasan sifat-sifat penampang tertansformasi non linier (power) kayu solid dan kayu laminasi batang kelapa sawit Hasil korelasi pearson dan uji t-student data berpasangan untuk validasi hasil teoritis dibandingkan data empiris.
51 60 64 65
DAFTAR GAMBAR 1.1
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
3.6 3.7 3.8 3.9 3.10
3.11
3.12
3.13 3.14
Diagram alir tahapan penelitian analisis transformasi penampang kayu laminasi kelapa sawit menggunakan model distribusi ikatan pembuluh Pengambilan contoh uji (a) potongan memanjang, dan (b) potongan melintang Photo makroskopis distribusi ikatan pembuluh pada penampang lintang batang kelapa sawit Plot distribusi ikatan pembuluh dari tepi ke pusat batang kelapa sawit pada ketinggian 2m, 4m, dan 6m Rata-rata kerapatan, sifat mekanis dan distribusi ikatan pembuluh dari tepi sampai pusat batang pada ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m Pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit pada ketinggian 2, 4, dan 6 meter Sketsa kayu laminasi 2 lapis Contoh uji keteguhan geser (satuan: mm); JPIC (2007) Contoh uji dan pengujian MOE dan MOR metode one point loading dengan beban terpusat di tengah batang Sudut kontak isosianat dan air pada permukaan batang kelapa sawit pada 0 detik, 60 detik dan 120 detik Sudut kontak (a) air dan (b) perekat isosianat pada permukaan batang kelapa sawit yang diambil dari ketinggian 2 m, 4 m, dan 6m Nilai kadar air kayu laminasi kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda Nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda Nilai keteguhan geser kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda Kemerataan bahan perekat (warna putih) pada permukaan batang kelapa sawit: a) 200 g m-2, 250 g m-2 ,dan c) 300 g m-2 Nilai persentase kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda Kerusakan kayu terjadi pada bidang geser (a). Pada bidang transversal, kerusakan kayu terjadi pada jaringan parenkim (b) Kerusakan juga terjadi pada ikatan pembuluh pada bidang longitudinal (c). Mikrograf SEM pada bidang transversal menunjukkan bahwa perekat isosianat merekat dengan baik (d) Nilai rasio delaminasi rendam air (a) dan rendam air mendidih (b) kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda Nilai MOE kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda Nilai MOR kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda
6 8 10 10 12 14 18 18 19 21
22 23 24 26 26
27
28
30 33 33
4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8
5.1 5.2
5.3 5.4
5.5
5.6 5.7
5.8 5.9 5.10
5.11 5.12
Ketebalan lamina yang digunakan dan konfigurasi struktur lapisan kayu laminasi batang kelapa sawit Kadar air kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm Kerapatan kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm Keteguhan lentur kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm Keteguhan patah kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm Kurva beban-defleksi kayu laminasi kelapa sawit dan kayu utuh hasil pengujian pada ketinggian 2, 4, dan 6 m. Keteguhan Geser kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm Delaminasi kayu laminasi batang kelapa sawit a) sebelum direndam, b) setelah direndam air, dan c) setelah di oven. Angka 2, 3 dan 4 menunjukkan jumlah lamina penyusun kayu laminasi. Tanda panah menunjukkan garis rekat Photo makroskopis penampang melintang batang kelapa sawit Bentuk dan dimensi penampang tertransformasi power lamina batang kelapa sawit dengan ketebalan dan ketinggian yang berbeda Sketsa pemodelan power untuk analisa sifat penampang lamina batang kelapa sawit Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier (power) dari kayu utuh batang kelapa sawit (60.00 mm x 60.00 mm) Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang tertransformasi kayu solid batang kelapa sawit (60.00 mm x 60.00 mm) Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier (power) dari kayu laminasi batang kelapa sawit 2 lapis Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang tertransformasi konfigurasi kayu laminasi batang kelapa sawit 2 lapis Ilustrasi posisi centroid penampang tertransformasi non linier (power) konfigurasi 2 lapis Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier (power) dari kayu laminasi batang kelapa sawit 3 lapis Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang tertransformasi konfigurasi kayu laminasi batang kelapa sawit 3 lapis Ilustrasi posisi centroid penampang tertransformasi non linier (power) konfigurasi 3 lapis Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier (power) dari kayu laminasi batang kelapa sawit 4 lapis
37 37 40 41 41 42 43
45 51
53 54
60
60 61
61 62 62
62 62 63
5.13
5.14 5.15 5.16
Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang tertransformasi konfigurasi kayu laminasi batang kelapa sawit 4 lapis Ilustrasi posisi centroid penampang tertransformasi non linier (power) konfigurasi 4 lapis Hasil pengujian lentur kayu laminasi batang kelapa sawit Regresi linier validasi hasil teoritis model transformasi power terhadap data empirisnya
63
64 65 66
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dikelola oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman primadona subsektor perkebunan. Hal ini terlihat dengan semakin bertambahnya luas perkebunan kelapa sawit dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, hingga tahun 2013 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai 10.6 juta hektar (BPS 2014). Berdasarkan morfologi buahnya, terdapat tiga varietas kelapa sawit, yaitu dura, pisifera, dan tenera. Varietas yang banyak dibudidayakan adalah tenera yang merupakan hasil persilangan antara dura dan pisifera. Varietas ini memiliki persentase daging per buahnya mencapai 95% dan kandungan minyak per tandannya 28% (Allorerung et al. 2010). Dalam pengelolaan perkebunan sawit, batas umur produktif pohonnya relatif pendek yaitu antara 25 sampai 30 tahun. Setelah mencapai umur tersebut, pohon secara teknis harus ditebang dan diremajakan kembali. Sejalan dengan percepatan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang dimulai sekitar tahun 1980, maka pada saat ini maupun yang akan datang telah banyak perkebunan kelapa sawit yang memasuki umur untuk diremajakan. Menurut Badrun (2010), secara rata-rata pada waktunya nanti perlu diremajakan sekitar 250 ribu ha/tahun. Berdasarkan perhitungan pada waktu peremajaan masih terdapat sekitar 75% dari jumlah tegakan sebanyak 128 pohon/ha dengan volume rata-rata 1.72 m3/batang, maka ketersediaan limbah batang kayu kelapa sawit tua sekitar 170 m3/ha. Hal ini menunjukkan potensi limbah batang kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan secara lestari sebagai substitusi bahan baku industri perkayuan sekitar 42.5 juta m3/tahun. Bagian batang merupakan porsi terbesar ketiga setelah pelepah daun dan tandan buah kosong (Anis et al. 2008). Bagian tanaman ini belum termanfaatkan dan potensinya cukup besar. Bahkan, ketika dilakukan peremajaan perkebunan kelapa sawit, batang-batang kelapa sawit ini hanya menjadi limbah yang tak termanfaatkan. Seiring dengan laju pertumbuhan perkebunan kelapa sawit yang pesat, limbah dari batang kelapa sawit menimbulkan berbagai permasalahan terutama dalam pengelolaannya. Morfologi batang kelapa sawit mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan diantaranya batangnya yang lurus dan silindris dengan tapper yang kecil (0-12%), serta kelingkaran (roundness) penampang lintang batang yang mendekati sempurna (94.6%). Berdasarkan sifat-sifat tersebut akan menjadi lebih mudah dalam penggergajian dan pengupasan menjadi veneer (Bakar et al. 2008). Berbagai upaya untuk memanfaatkan batang kelapa sawit telah dilakukan melalui berbagai macam penelitian yang diawali pada sifat-sifat dasarnya. Secara anatomi, batang kelapa sawit tersusun atas ikatan pembuluh dan parenkim sebagai jaringan dasarnya. Kedua komponen ini sangat menentukan karakteristik sifat batangnya. Ikatan pembuluh tersebar seolah tidak beraturan terlihat pada penampang lintang batangnya. Pada bagian tepi batang dipenuhi dengan ikatan
2 pembuluh. Jumlah ikatan pembuluh semakin berkurang dari bagian tepi ke pusat batang. Berdasarkan sifat keawetan alaminya, batang kelapa sawit tergolong sangat rendah (Bakar et al 2008). Hal ini berkaitan dengan eksistensi gula dan pati dalam jaringan parenkim. Banyaknya gula dan pati yang terkandung dalam batang kelapa sawit menyebabkannya disukai oleh agen-agen biologis perusak “kayu”. Berdasarkan sifat fisis dan mekanisnya, “kayu” sawit yang dapat dimanfaatkan untuk komponen furniture dan bahan kontruksi ringan hanya pada beberapa sentimeter dari bagian pinggir batang dan beberapa meter diatas pangkal batang (Prayitno 1995). Hal ini juga didukung oleh Bakar et al. (1999) yang menyatakan bahwa 1/3 bagian terluar diameter dan ¾ bagian terbawah dari tinggi batang kelapa sawit dapat termanfaatkan sebagai alternatif pengganti kayu. “Kayu” pada bagian tepi batang sawit memiliki sifat fisis dan mekanis yang tertinggi dibandingkan bagian dalamnya. Keterbatasan dimensi sortimen yang dihasilkan dari limbah batang kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang menghambat penggunaannya sebagai bahan kontruksi bangunan. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memanfaatkannya menjadi produk kayu laminasi (glue laminated timber/glulam). Kayu laminasi merupakan produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina dan merekatnya membentuk penampang yang diinginkan (Serrano 2003). Lebih lanjut dikatakan bahwa keuntungan penggunaan kayu laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri yang lebih beragam, memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk. Keuntungan utama dari pembuatan kayu laminasi adalah dapat menghasilkan kayu besar dari kayu berdimensi kecil dengan kualitas rendah. Perekat merupakan salah satu komponen utama dalam pembuatan kayu laminasi. Salah satu perekat yang digunakan dalam pembuatan produk ini adalah perekat berbasis isosianat. Perekat ini memiliki kekuatan rekat yang baik dengan bahan-bahan yang mengandung atom hidrogen aktif karena mampu membentuk ikatan kimia. Selain itu perekat ini mudah membasahi dan menembus ke dalam struktur berpori untuk membentuk ikatan mekanik yang kuat (Schollenberger 1990). Sifat keterekatan antara perekat dan kayu penting untuk diketahui dalam pembuatan kayu laminasi. Sifat ini dapat diketahui dengan menguji sifat keterbasahan antara perekat dan kayu dengan mengukur sudut kontak antara keduanya. Pengujian lainnya adalah uji delaminasi, sifat keteguhan geser, serta interaksi antara perekat dengan kayu setelah dijadikan kayu laminasi. Studi sifat keterbasahan kayu sawit (veneer) telah dilakukan dengan perekat berbasis formaldehida (Sulaiman et al. 2009). Penelitian sifat keterbasahan kayu sawit dengan perekat isosianat masih minim informasinya. Penelitian mengenai kayu laminasi dari limbah batang kelapa sawit dengan perekat isosianat merupakan langkah nyata untuk memenuhi kebutuhan akan produk kayu, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, meningkatkan nilai tambah dari limbah batang kelapa sawit, dapat membuka lapangan kerja baru, serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Karakterisasi kayu laminasi
3 dari batang sawit merupakan langkah penting dalam memperoleh informasi dasar untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pembuatan kayu laminasi merupakan salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan dimensi sortimen yang dapat dihasilkan dari limbah batang kelapa sawit. Karakteristik kayu laminasi ditentukan oleh sifat-sifat lamina penyusunnya seperti sifat kekakuannya (MOE). Sebagai produk biologis, lamina-lamina yang dihasilkan batang kelapa sawit memiliki variabilitas sifat yang tinggi. Sifat kekakuan kayu laminasi dapat diprediksi nilainya dengan menggunakan metode analisis transformasi penampang melintang (Transformed Cross Section). Metode ini digunakan untuk mentransformasi/merubah bentuk penampang aktual kayu laminasi menjadi bentuk penampang imajiner fiktif. Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan geometri masing-masing bahan dengan rasio modulus elastisitas terhadap modulus bahan dasar, menciptakan bentuk fiksi bahan homogen dan menghasilkan penampang berbahan tunggal. Perumusan Masalah Ikatan pembuluh dalam batang sawit terdistribusi tidak merata baik dari tepi ke pusat batang maupun dari pangkal ke ujung batang. Distribusi yang dimaksud adalah jumlah ikatan pembuluh per satuan luas. Distribusi ikatan pembuluh dan kaitannya dengan sifat-sifat batang sawit belum dikaji lebih mendalam. Hubungan antara distribusi ikatan pembuluh pada batang dan sifat fisis dan mekanisnya perlu dikaji lebih lanjut sejauh mana keterkaitannya dengan membuat suatu model matematika dalam bentuk persamaan regresi. Sifat keterekatan antara bahan yang direkat dengan perekat menjadi salah satu pertimbangan penting dalam pembuatan produk kayu laminasi. Penelitian sifat keterekatan “kayu” sawit dengan perekat isosianat masih minim, sehingga perlu dilakukan penelitian sebagai bahan informasi pemanfaatannya dalam pembuatan produk kayu laminasi dari batang sawit. Pertimbangan yang penting diperhatikan dalam pemanfaatan kayu sebagai bahan kontruksi salah satunya adalah sifat mekanisnya. Sifat keteguhan lentur (MOE) dan keteguhan patah (MOR) kayu laminasi menjadi perhatian yang sangat penting untuk tujuan konstruksi. Teknologi laminasi kayu dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan sifat mekanis tersebut dengan mengatur pola pelapisannya. Dengan mengatur pola pelapisan kayu laminasi diharapkan dapat menghasilkan sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan kayu utuh. Penempatan lamina bagian luar yang lebih kuat akan meningkatkan sifat kekuatan kayu laminasi dibandingkan kayu solid/utuhnya (Bodig & Jayne 1993). Pemanfaatan “kayu” batang kelapa sawit bagian tepi sebagai bahan kayu laminasi belum banyak dilakukan. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut mengingat bahwa pada bagian tepi memiliki kekuatan yang lebih baik dibandingkan bagian dalam sehingga dapat dijadikan bahan kontruksi (Prayitno 1995, Bakar et al. 1999). Analisis transformasi penampang lintang kayu laminasi pada umumnya berdasarkan rasio MOE lamina penyususunnya. Karakteristik batang kelapa sawit yang sangat bervariasi dipengaruhi oleh keberadaan ikatan pembuluhnya. Pola sebaran atau distribusi ikatan pembuluhnya yang tidak merata pada penampang batang kelapa sawit diduga menjadi salah satu variabel penting yang mempengaruhi karakteristik “kayu” kelapa sawit. Analisis transformasi
4 penampang lintang (Transformed Cross Section) kayu laminasi dari batang kelapa sawit berdasarkan distribusi ikatan pembuluhnya dikaji dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap kerapatan dan sifat mekanis pada berbagai kedalaman dan ketinggian batang kelapa sawit 2. Seberapa besar pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit berperekat isosianat. 3. Seberapa besar pengaruh ketebalan lamina yang diambil dari bagian tepi batang kelapa sawit terhadap kerapatan dan sifat mekanis kayu laminasinya. 4. Seberapa besar kemampuan model distribusi ikatan pembuluh dapat digunakan dalam analisis transformasi penampang laminasi kayu kelapa sawit. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu model matematis hubungan antara distribusi ikatan pembuluh dengan karakteristik “kayu” dari batang kelapa sawit dan menggunakan model ini dalam mentransformasi penampang kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang hubungan antara karakteristik batang kelapa sawit dengan distribusi ikatan pembuluh dalam bentuk model matematik. Model yang terbentuk diharapkan dapat digunakan untuk menduga kerapatan dan sifat mekanis “kayu” dari batang kelapa sawit. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi dasar dalam pemanfaatan batang kelapa sawit untuk dijadikan produk kayu laminasi. Selain itu diharapkan penelitian ini juga dapat menambah informasi dari teori dan metodologi yang telah ada dalam analisis transformasi penampang kayu laminasi khususnya dari tumbuhan monokotil. Hipotesis Penelitian 1. Distribusi ikatan pembuluh dalam batang kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap karakteristik batang kelapa sawit maupun kayu laminasinya 2. Distribusi ikatan pembuluh berpengaruh nyata terhadap sifat keterekatan dan karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit 3. Ketebalan lamina yang diambil mulai dari tepi batang kelapa sawit akan mempengaruhi karakteristik kayu laminasinya 4. Distribusi ikatan pembuluh dapat menggantikan MOE laminanya dalam analisis transformasi penampang lintang kayu laminasi kelapa sawit Novelty Penelitian 1. Model matematis hubungan antara distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis “kayu” batang kelapa sawit. 2. Rasio distribusi ikatan pembuluh dapat digunakan dalam analisis transformasi penampang kayu laminasi dari batang kelapa sawit.
5 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini terdiri dari empat tahap yang meliputi pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit, sifat keterekatan kayu kelapa sawit dengan perekat isosianat, karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit dan analisis distribusi ikatan pembuluh dengan Transformed Cross Section (TCS). Penelitian tahap pertama untuk mengetahui pengaruh distribusi ikatan pembuluh dalam batang kelapa sawit terhadap kerapatan dan sifat mekanisnya. Hasil penelitian tahap pertama ini dapat dijadikan sebagai dasar dan informasi awal dalam menentukan lamina dalam pembuatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Pada penelitian tahap kedua, sifat keterekatan antara perekat dengan bahan yang direkat merupakan informasi penting dalam pembuatan produk laminasi. Sifat-sifat tersebut antara lain dapat dilihat dari sifat keterbasahan perekat terhadap permukaan kayu dengan menentukan sudut kontaknya, uji delaminasi, keteguhan geser dan interaksi perekat dengan bahan yang direkat. Pada penelitian tahap kedua ini, posisi ketinggian, berat labur dan lamanya tekanan dijadikan variabel dalam penelitian, sedangkan besarnya tekanan kempa dan lamanya pengondisian kayu lamina disesuaikan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan perekat isosianat. Selain sifat-sifat yang berkaitan dengan keterekatan bahan dan perekat, penelitian ini juga menguji kadar air, kerapatan, MOE dan MOR. Sifat mekanis kayu laminasi dari batang kelapa sawit ditentukan oleh distribusi ikatan pembuluh dan pola susunan laminanya serta karakteristik lamina penyusunnya. Pada penelitian tahap ketiga, ketebalan lamina kelapa sawit pada bagian tepi/pinggir batang dan ketinggian bahan lamina yang diambil dari batang pohonnya akan dijadikan variabel utama untuk mengetahui karakteristik kayu laminasi kelapa sawit yang dihasilkan. Penelitian tahap keempat menitikberatkan pada analisis transformasi penampang kayu laminasi batang kelapa sawit berdasarkan distribusi ikatan pembuluh. Metode transformasi penampang ini dapat digunakan sebagai salah satu analisis yang cukup memadai untuk menduga kekuatan lentur (MOE) kayu laminasi. Pada tahap ini ingin diketahui apakah distribusi ikatan pembuluh dapat menggantikan MOE lamina penyusunnya yang biasanya digunakan dalam analisis penampang lintang kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan diagram alir penelitian seperti disajikan pada Gambar 1. Diagram tersebut merupakan tahapan penelitian yang dilakukan dalam rangka menyusun disertasi ini.
6
Gambar 1.1
Diagram alir tahapan penelitian analisis transformasi penampang kayu laminasi kelapa sawit menggunakan model distribusi ikatan pembuluh
7
2 PENGARUH DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH TERHADAP KERAPATAN DAN SIFAT MEKANIS BATANG KELAPA SAWIT Pendahuluan Kelapa sawit termasuk jenis tanaman monokotil. Batangnya merupakan material non kayu yang berlignosellulosa (Hashim et al 2011). Struktur anatominya berbeda dengan kayu pada umumnya (Tomimura 1992). Komponen utama penyusun batang kelapa sawit adalah ikatan pembuluh dan jaringan parenkim. Kedua komponen ini berperan penting terhadap sifat-sifat dasar batang kelapa sawit (Tomlinson 1961). Ikatan pembuluh dalam batang menyebar secara tidak merata. Ikatan pembuluh terkonsentrasi pada bagian tepi dan menyebar pada bagian tengah batang (Bakar 2008). Berdasarkan posisi kedalaman dalam batang (horizontal), distribusi ikatan pembuluh menurun ke arah tengah batang (Shirley 2002, Erwinsyah 2008) sedangkan dari pangkal ke ujung batang (vertikal) distribusinya cenderung meningkat (Lim dan Khoo 1986). Distribusi ikatan pembuluh dijadikan sebagai salah satu parameter yang mempengaruhi sifat fisis maupun mekanis kayu sawit khususnya pada posisi kedalaman pada batang. Kerapatan dan sifat mekanis “kayu” sawit cenderung meningkat seiring dengan semakin banyaknya jumlah ikatan pembuluhnya (Khoo et al. 1991, Balfas 2006, Ratanawilai et al. 2006, Erwinsyah 2008. Namun kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan analisis pada arah horizontal (kedalaman batang) saja pada tiap-tiap ketinggian tertentu. Lim dan Khoo (1986) melaporkan bahwa distribusi ikatan pembuluh meningkat dari pangkal ke ujung, namun sifat fisis mekanisnya justru menurun. Sel-sel penyusun ikatan pembuluh pada bagian ujung masih berumur muda dibandingkan bagian di bawahnya dan dalam pertumbuhannya masih dipengaruhi oleh meristem pucuk. Sel-sel muda tentu memiliki sifat-sifat yang berbeda dibandingkan sel-sel dewasa. Oleh karena itu selain dipengaruhi distribusi ikatan pembuluh, kerapatan dan sifat mekanis kayu sawit juga dipengaruhi oleh karakteristik ikatan pembuluh itu sendiri. Batang sawit bagian ujung dapat memiliki proporsi ikatan pembuluh yang lebih banyak daripada bagian pangkal, namun oleh karena ikatan pembuluh disusun oleh sel-sel muda maka kerapatan dan sifat mekanis batang sawit bagian ujung lebih rendah dibandingkan bagian pangkal. Tujuan penelitian ini adalah pembuatan suatu model matematis mengenai distribusi ikatan pembuluh pada arah radial (dari tepi ke pusat batang) serta hubungan distribusi iaktan pembuluh terhadap karakteristik batang kelapa sawit pada ketinggian 2 m, 4 m dan 6 m. Bahan dan Metode Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang kelapa sawit varietas tenera dari 2 pohon berumur 20 tahun yang berasal dari PT. Perkebunan
8 Nusantara VII (PTPN 7) Lampung. Tinggi dan diameter pohon adalah 8 m dan 60 cm (dengan kulit). Pembuatan contoh uji dan pengujian sifat fisis mekanis Bahan uji yang digunakan berasal dari berbagai kedalaman maupun ketinggian batang kelapa sawit. Sampel diambil mulai dari 2 m, 4 m, dan 6 m dari pangkal batang kelapa sawit. Sampel pengamatan dari setiap ketinggian dipilih lagi berdasarkan kedalaman dari tepi ke arah tengah batang dengan jarak kelipatan 2.5 cm. Sampel untuk menghitung distribusi ikatan pembuluh berupa cakram piringan dengan ketebalan 5 cm (Gambar 2.1). Ukuran sampel sifat fisis (kerapatan) dan mekanis (MOE, MOR, kekuatan tekan sejajar serat, kekerasan, dan keteguhan geser sejajar serat) serta pengujiannya mengacu pada British Standard 373 (BSI 1957). Jumlah contoh uji sebanyak 48 per parameter sifat kayu. Pengujian sifat mekanis dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) merek Instron 330. Sampel yang diuji dikondisikan sampai kadar air kering udara (±14%).
(a)
(b)
Gambar 2.1 Pengambilan contoh uji (a) potongan memanjang, dan (b) potongan melintang Perhitungan distribusi ikatan pembuluh Distribusi ikatan pembuluh didefinisikan sebagai jumlah ikatan pembuluh per satuan luas (cm2). Perhitungannya dengan menggunakan kaca pembesar (lup) perbesaran 10x. Luas pengamatan dalam bentuk segi empat sama sisi (1 x 1 cm). Pengamatan dimulai dari bagian tepi ke arah pusat pada ketinggian 2 m, 4 m dan 6 m. Analisis data Data penelitian yang diperoleh dianalisis untuk mencari suatu model matematis mengenai hubungan antara distribusi ikatan pembuluh dengan lokasi pengambilan contoh uji pengamatan dari tepi ke pusat batang pada ketinggian 2
9 m, 4 m, dan 6m. Penentuan model matematis dalam hal ini persamaan regresi berdasarkan pola sebaran data pengamatan (scatter plot data). Model matematis selanjutnya adalah untuk menjelaskan hubungan antara posisi ketinggian pada batang dan distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis kayu kelapa sawit. Sebuah model regresi linier berganda kemudian dicoba untuk mengestimasi pengaruh distribusi ikatan pembuluh pada berbagai ketinggian terhadap kerapatan dan sifat mekanis batang sawit. Model yang dibangun adalah: y = a + b1x1 + b2x2 + ε di mana: y x1 x2 a b1,b2
= kerapatan atau sifat mekanis (MOE, MOR, kekuatan tekan sejajar serat, kekerasan, dan keteguhan geser sejajar serat) = posisi ketinggian = distribusi ikatan pembuluh = konstanta/intersep = koefisien regresi = sisaan Hasil dan Pembahasan
Distribusi ikatan pembuluh batang kelapa sawit Batang sawit merupakan bahan organik yang tersusun atas beraneka ragam sel yaitu fiber, metaxylem, protoxylem, protophloem atau sieve tubes, axial parenchyma, stegmata dan companion cells (Tomlinson 1961, Lim dan Fujii 1997). Komponen-komponen tersebut merupakan penyusun ikatan pembuluh. Ikatan pembuluh merupakan komponen penyusun batang kelapa sawit yang mempunyai peranan paling penting terhadap sifat-sifat kayunya. Distribusi ikatan pembuluh sangat bervariasi dalam batang kayu sawit (Gambar 2.2). Pada bagian tepi batang, jumlah ikatan pembuluhnya tampak lebih banyak dan rapat dan menurun ke arah pusat batang. Hal ini ditunjukkan dengan distribusi ikatan pembuluhnya yang menurun dari tepi ke pusat batang (Gambar 2.3). Berdasarkan pada posisi ketinggian pada batang kelapa sawit, distribusi ikatan pembuluh meningkat dari ketinggian 2 m ke 6 m. Proses pembentukan ikatan pembuluh pada batang palma diteliti oleh Zimmermann & Tomlinson (1965, 1972). Menurut studi tersebut pada dasarnya semua ikatan pembuluh tetap dipertahankan untuk berlangsung dalam jangka waktu yang tidak terbatas menuju ke atas/ujung batang. Setiap berkas/ikatan pembuluh vertikal, yakni berkas minor, intermediat, dan mayor menghasilkan cabang yang merupakan jalan daun (leaf trace) pada selang panjang tertentu. Berkas minor menghasilkan jalan daun lebih sering daripada mayor. Setiap berkas vertikal secara bertahap mencapai posisi yang lebih sentral jika diikuti dari dasar hingga ujung. Pada selang tertentu pula berkas itu membelok tajam ke tepi batang seraya memberikan jalan jaun dan jalan dahan yang menuju pembungaan. Selain itu, ada berkas “jembatan” yang menghubungkan dengan berkas lain yang ada didekatnya. Berkas mayor lebih banyak meluas ke tengah dibandingkan dengan yang minor. Jumlah berkas yang mengarah ke tengah batang hanya sedikit. Karena semua berkas untuk sebagian pertumbuhannya berada di daerah perifer (tepi), maka daerah ini penuh dengan
10 berkas pembuluh. Pada bagian dalam batang, berkas pembuluh kurang rapat, semua berkas memutar secara seragam, dan dari bawah ke atas berbentuk heliks mengikuti arah spiral filotaksis.
Kulit
Batang
Gambar 2.2. Photo makroskopis distribusi ikatan pembuluh dari tepi ke bagian dalam pada penampang lintang batang kelapa sawit
Gambar 2.3 Plot distribusi ikatan pembuluh dari tepi ke pusat batang kelapa sawit pada ketinggian 2m, 4m, dan 6m. Berdasarkan scatter plot data pada Gambar 2.3, maka model persamaan regresi yang digunakan adalah regresi non linier. Hasil pengujian menggunakan regresi kuadratik, eksponensial, logaritmik dan power ditunjukkan pada Tabel 2.1.
11 Tabel 2.1. Persamaan regresi non linier yang dibentuk dari hubungan antara jarak (x) dari tepi ke pusat batang dengan distribusi ikatan pembuluh (y) pada ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m. No 1 2 3 4
Kelapa Sawit 1
Model Persamaan Regresi Kuadratik
Kelapa Sawit 2
2m y = 0.0045x2 – 1.3352x + 120.17 -0.007x
2m R² = 0.74
y = 0.005x2 – 1.4194x + 114.09 -0.008x
R² = 0.71
Eksponensial
y = 85.422e
R² = 0.84
y = 71.492e
R² = 0.78
Logaritmik
y = -34.78ln(x) + 198.35
R² = 0.82
y = -34.14ln(x) + 188
R² = 0.78
Power
-0.588
y = 523.03x
R² = 0.97
-0.648
y = 543.66x
4m 2
R² = 0.97 4m
2
Kuadratik
y = 0.0069x - 1.9794x + 161.11
R² = 0.72
y = 0.0057x - 1.7058x + 150.85
R² = 0.89
2
Eksponensial
y = 104.54e-0.008x
R² = 0.81
y = 112.94e-0.009x
R² = 0.90
3
Logaritmik
y = -48.44ln(x) + 266.71
R² = 0.80
y = -44.37ln(x) + 249.04
R² = 0.94
Power
y = 817.98x-0.662
R² = 0.98
y = 879.39x-0.673
R² = 0.99
1
4
6m 1 2 3 4
Kuadratik
2
y = 0.0066x - 2x + 184.4 -0.008x
6m R² = 0.79
2
R² = 0.87
-0.008x
y = 0.0063x - 1.8975x + 172.31
Eksponensial
y = 136.08e
R² = 0.87
y = 127.18e
R² = 0.86
Logaritmik
y = -53.08ln(x) + 304.35
R² = 0.88
y = -49.01ln(x) + 280.49
R² = 0.92
Power
-0.593
y = 837.86x
R² = 0.98
-0.613
y = 832.65x
Untuk melihat keterandalan model digunakan koefisien determinasi (R2) yang menjelaskan seberapa besar presentase sumbangan pengaruh variabel independen (jarak) terhadap variabel dependen (distribusi ikatan pembuluh). Dengan demikian, semakin besar nilai R2, semakin besar sumbangan pengaruh variabel independen (jarak) terhadap variabel dependen (distribusi ikatan pembuluh). Berdasarkan nilai koefisien diterminasinya, maka persamaan regresi yang dipilih adalah persamaan regresi non linier power. Hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan jarak contoh uji dari tepi ke pusat batang memiliki korelasi yang lebih tinggi (82%) dibandingkan dengan ketinggian pada batang (25%). Hal ini menjelaskan bahwa perubahan jarak dari tepi ke pusat batang (posisi horisontal) dengan distribusi ikatan pembuluh memiliki hubungan yang lebih erat dibandingkan perubahannya dalam posisi vertikal (pangkal ke ujung). Hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit Kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit semakin menurun dari bagian tepi ke pusat, namun sifat-sifat tersebut meningkat dari ujung ke pangkal (Gambar 2.4). Menurut Lim dan Khoo (1986) perbedaan kerapatan dan sifat mekanis kayu sawit dari tepi ke arah tengah batang lebih disebabkan jumlah ikatan pembuluh persatuan luas. Setiap ikatan pembuluh memberikan kontribusi terhadap kerapatan dan sifat mekanis kayu sawit sehingga semakin banyak jumlah ikatan pembuluh maka sifat-sifat kayu menjadi semakin baik pula. Salah satu komponen sel penyusun ikatan pembuluh adalah sel serat/serabut. Pada bagian tepi batang (periperi) seratnya lebih pendek dibandingkan bagian dalam, tetapi memiliki diameter yang lebih kecil dan dinding sel yang lebih tebal. Dinding serat
R² = 0.98
12 yang tebal ini menunjukkan kandungan selulosa yang lebih tinggi dan menjadikan bahan materialnya menjadi lebih kuat (Shirley 2002).
Gambar 2.4 Rata-rata kerapatan, sifat mekanis dan distribusi ikatan pembuluh dari tepi sampai pusat batang pada ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m Proporsi ikatan pembuluh yang lebih banyak pada bagian tepi dibandingkan bagian dalam menunjukkan bahwa proporsi jaringan parenkim pada bagian tepi lebih sedikit dibandingkan bagian dalam (Rahayu 2001). Hal ini menyebabkan kerapatan dan sifat mekanis kayu sawit bagian tepi lebih tinggi dibandingkan bagian dalam. Fiber, protoxylem, metaxylem, dan phloem yang terikat menyatu menjadi ikatan pembuluh, merupakan jaringan yang berfungsi sebagai penguat batang dan transport system dalam batang kelapa sawit. Berdasarkan komposisi kimianya, kandungan α-sellulosa ikatan pembuluh lebih
13 besar dibandingkan pada jaringan parenkim yaitu 42.51% dan 9.03% (Abe et al. 2013). Dengan demikian maka semakin tinggi proporsi ikatan pembuluh dalam batang sawit, α-sellulosa yang terkandung semakin tinggi pula. Sel serat merupakan komponen penyusun ikatan pembuluh terbesar dibandingkan yang lainnya sehingga sangat mempengaruhi berat jenis ikatan pembuluhnya. Dinding sel sekunder serat tersusun dari beberapa lapisan (multy layers) berketebalan yang berbeda-beda. Fenomena ini pada umumnya ditemukan pada tanaman dari golongan palmae. Dinding sel sekunder yang berlapis-lapis, menurut Parthasarathy & Klotz (1976) ada indikasi bahwa protoplasma dalam sel sekundernya hidup dalam jangka waktu yang panjang. Jumlah lapisan dinding sel menurun dari tepi ke pusat batang (Shirley 2002). Hal tersebut menyebabkan kayu sawit bagian tepi memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dalam. Komposisi sel yang unik seperti itu (bagian luar lebih kuat daripada bagian dalam) merupakan contoh pengaturan alami yang memberikan momen inersia maksimum pada batang untuk mencegah terjadinya gejala tekuk dan lendutan sehingga batang lebih kuat menahan beban selama hidupnya. Pada arah vertikal, distribusi ikatan pembuluh meningkat dari pangkal ke ujung namun kerapatan dan sifat mekanisnya menurun. Menurut Lim dan Khoo (1986) hal ini disebabkan oleh umur ikatan pembuluh bagian ujung lebih muda daripada bagian pangkal. Pertumbuhan sel bagian ujung masih dipengaruhi oleh meristem pucuk sehingga belum terdiferensiasi sempurna. Selain itu penurunan kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit dipengaruhi oleh berat jenis ikatan pembuluh. Berat jenis ikatan pembuluh menurun dari pangkal ke ujung batang (Rahayu 2001). Berdasarkan kajian dari anatomi, jumlah lapisan dinding sel serat meningkat dari bagian pangkal ke bagian ujung batang. Semakin tebal dinding selnya maka kadar selulosa juga semakin banyak sehingga kekuatan bahannya juga semakin tinggi (Shirley 2002). Hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit dapat dimodelkan secara matematis dalam bentuk regresi linier berganda. Model tersebut mampu menjelaskan sebagian besar variasi sifat fisis mekanis batang sawit dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 68.9% – 83.3% (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Ringkasan nilai koefisien regresi dan probabilitas hubungan antara distribusi ikatan pembuluh (x2) pada berbagai ketinggian (x1) dengan kerapatan dan sifat mekanis kayu sawit Parameter
Kerapatan (gr.cm-3) Koefisien Prob.
MOE (kg.cm-2) Koefisien
MOR (kg.cm-2)
Prob.
Tekan sejajar serat (kg.cm-2)
Hardness (kg.cm-2)
Keteguhan Geser (kg.cm-2)
Koefisien Prob. Koefisien Prob. Koefisien Prob. Koefisien
Prob.
Intersep
0.221 0.000
11609
0.000
76.710 0.000
42.944 0.000
50.950 0.000
11.189
0.000
x1
- 0.023 0.000
- 2517
0.000
- 13.942 0.000
- 7.577 0.000
- 8.413 0.000
- 2.413
0.000
x2
0.001 0.000
132
0.000
0.852 0.000
0.422 0.000
0.523 0.000
0.183
0.000
2
R (%)
82.2
69.5
71.3
68.9
76.5
83.3
Galat
0.030
4440.260
26.560
14.177
14.209
3.900
n
48
48
48
48
48
48
14 Seperti terlihat pada Tabel 2.2, kedua variabel yang diukur (distribusi ikatan pembuluh dan posisi ketinggian asal contoh uji) memberikan pengaruh nyata pada kerapatan dan sifat mekanis (MOE, MOR, kekuatan tekan sejajar serat, kekerasan, dan keteguhan geser sejajar serat) batang kelapa sawit. Gambar 2.5 merupakan penjabaran dari model regresi yang diperoleh, kurva hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis untuk kayu sawit bagian ujung selalu berada di bawah kurva bagian pangkal. Batang sawit bagian ujung memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang lebih rendah daripada bagian pangkal meskipun distribusi ikatan pembuluhnya dapat lebih banyak.
Gambar 2.5
Pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit pada ketinggian 2, 4, dan 6 meter
Selain dipengaruhi oleh distribusi ikatan pembuluh, kerapatan dan sifat mekanis batang sawit juga dipengaruhi oleh letak kedalaman dalam batang kelapa sawit sawit asal pengambilan contoh uji tersebut. Penurunan distribusi ikatan pembuluh dari tepi ke pusat batang diiringi dengan penurunan kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit. Pola penurunan distribusi ikatan pembuluh yang tinggi dari 1/3 bagian tepi batang kelapa sawit ke bagian dalam menyebabkan perubahan yang drastis juga dialami pada nilai kerapatan dan sifat mekanisnya dan menurun perlahan ke arah pusat batang kelapa sawit (Gambar 2.4) sehingga pola regresi yang terbentuk berupa regresi linier berganda sebagaimana terlihat pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.5
15 Simpulan 1.
2.
Distribusi ikatan pembuluh dari tepi ke arah pusat batang cenderung menurun, sebaliknya meningkat pada ketinggian batang. Berdasarkan kedalaman pada batang, pola distribusinya ini dapat dimodelkan dalam regresi non linier power. Hubungan antara distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis kayu kelapa sawit dapat dimodelkan dalam regresi linier berganda.
16
3 KARAKTERISTIK KAYU LAMINASI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN PEREKAT ISOSIANAT Pendahuluan “Kayu” sawit memiliki struktur anatomi yang berbeda dengan kayu pada umumnya. Kayunya tersusun atas ikatan pembuluh dan jaringan parenkim dasar. Keduanya menentukan sifat-sifat kayu yang dihasilkan (Tomlinson 1961). Pada penelitian tahap pertama, distribusi ikatan pembuluh menurun dari tepi ke pusat batang sehingga pada bagian tepi batang memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang lebih tinggi dibandingkan pada pusat batang, sebaliknya pada ketinggian batang distribusi ikatan pembuluh meningkat tanpa disertai peningkatan kerapatan dan sifat mekanisnya. Bakar et al. (1999) merekomendasikan untuk memanfaatkan 1/3 bagian luar batang kelapa sawit untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan kontruksi ringan dan furniture. Terbatasnya biomassa sawit tersebut memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai produk kayu laminasi. Kayu laminasi merupakan produk panel yang diperoleh dengan cara merekatkan papan-papan dengan arah serat sejajar. Kayu laminasi untuk tujuan kontruksi memerlukan jenis perekat yang mampu merekat dengan kuat dan tahan lama. Salah satu jenis perekat yang saat ini mulai berkembang dan sedang diminati adalah perekat isosianat. Schollenberger (1990) dalam ulasannya mengungkapkan kelebihan yang dimiliki perekat isosianat. Perekat jenis ini juga memiliki beberapa keuntungan seperti yang diungkapkan oleh Langenberg et al. (2010). Karakteristik perekatannya yang berbeda dengan perekat lain dimana perekat ini mempunyai potensi untuk membentuk ikatan kovalen dengan bahanbahan yang memiliki gugus-gugus hidroksil aktif (Marra 1992, Lay & Cranley 1994). “Kayu” sawit sebagai bahan produk laminasi dengan karakteristik yang berbeda dengan kayu biasa akan memiliki karakter yang berbeda pula terutama dalam sifat keterekatannya dengan bahan perekat yang digunakan. Distribusi dan karakteristik ikatan pembuluh diduga juga akan memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat keterekatan “kayu” sawit. Sifat keterekatan veneer “kayu” sawit dan berbagai perekat berbasis formaldehid telah dilaporkan oleh Sulaiman et al (2009). Sifat keterekatan ini dapat dilihat dengan menguji keterbasahan kayu melalui pengukuran sudut kontak, keteguhan geser rekat dan kerusakan yang terjadi pada bidang yang direkat (bidang geser), delaminasi kayu, dan pengujian SEM untuk mengamati interaksi perekat dengan bahan yang direkat. Keberhasilan perekat dalam mengikat bahan yang direkat juga dipengaruhi jumlah perekat yang digunakan (berat labur) dan lamanya pengempaan selama proses pembuatan produk kayu laminasi. Karakteristik “kayu” sawit dengan perekat isosianat sebagai produk kayu laminasi pada variasi ketinggian termasuk didalamnya distribusi ikatan pembuluhnya, berat labur perekat dan waktu kempa belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat keterbasahan perekat isosianat pada “kayu” kelapa sawit dan karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit berdasarkan posisi ketinggian, lamanya pengempaan dan berat labur perekat isosianat. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi penting berapa
17 tentang waktu kempa yang diperlukan dan berat labur perekat isosianat dalam pembuatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Bahan Dan Metode Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang kelapa sawit varietas tenera dari 2 pohon berumur 20 tahun yang berasal dari PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN 7) Lampung. Perekat yang digunakan adalah perekat isosianat yang diproduksi oleh PT. KoyoBond Indonesia. Karakteristik perekat ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Table 3.1 Karakteristik perekat isosianat dan crosslinker Penampilan Viskositas pada 25oC (ps) Kadar padatan (%) pH
Isosianat Cairan Putih 150 ± 30 43 ± 3 7±1
Crosslinker (Hardener) Cairan coklat kehitaman 1.5 ± 0.2 0.03 – 0.05
Sumber: PT. KoyoBond Indonesia
Pembuatan sortimen (lamina) Sepertiga bagian batang kelapa sawit terluar digergaji dengan mesin gergaji pita (bandsaw) menjadi sortimen-sortimen. Sortimen contoh uji yang digunakan berasal dari berbagai ketinggian (2 m, 4 m, dan 6 m). Sortimen-sortimen tersebut dikeringkan sampai kadar air udara (12 sampai 14%). Sortimen-sortimen tersebut kemudian digergaji dengan ukuran 1000 mm (p) x 60 mm (l) x 15 mm (t). Uji keterbasahan kayu Pengujian keterbasahan kayu dilakukan dengan pengukuran sudut kontak (contact angle) antara cairan (air destilat dan perekat isosianat) dengan permukaan papan. Pengujian ini mengacu pada Sulaiman et al.(2009). Permukaan sortimen ditetesi dengan cairan sebanyak 10 ml kemudian dilakukan perekaman dari sisi samping dengan kamera digital yang dilengkapi perekam waktu (time recorder). Pengukuran sudut kontak dilakukan selama 120 detik dengan selang waktu 10 detik. Hasil pemotretan sudut kontak dianalisis dengan software scion image. Pengujian ini dilakukan 3 ulangan. Pembuatan kayu laminasi Sortimen-sortimen lamina disusun menjadi kayu laminasi 2 lapis dengan ukuran dimensi seperti pada Gambar 3.1. Kayu laminasi direkat dengan perekat isosianat yang terdiri dari dua komponen (base resin dan hardener) yang dicampur dengan perbandingan 100:15. Berat labur perekat yang digunakan bervariasi yaitu 200 g m-2, 250 g m-2, 300 g m-2. Pelaburan dilakukan pada kedua permukaan kayu (double spread). Tekanan kempa dingin yang digunakan adalah 10 kg cm-2. Pengempaan kayu dilakukan selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Sebelum dilakukan pengujian, kayu laminasi dikondisikan selama 1 minggu.
18
Gambar 3.1 Sketsa kayu laminasi 2 lapis Uji kadar air dan kerapatan Contoh uji kadar air dan kerapatan kayu laminasi kelapa sawit berukuran 6 cm x 6 cm x 3 cm. Metode pengujian mengacu pada Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Kadar air dan kerapatan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Uji keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu Ukuran contoh uji keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu (Gambar 3.2) dengan luas bidang geser 6.25 cm2. Metode pengujian mengacu pada Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Keteguhan rekat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kerusakan kayu diperkirakan mulai 0 sampai 100 persen pada bidang rekat/geser. Kerekatannya dianalisis pada setiap contoh uji dan diklasifikasikan menjadi 4 kategori: sangat baik (80 sampai 100%), baik (60 sampai 79%), buruk (40 sampai 59%), dan sangat buruk (0 sampai 39%) (Alamsyah et al. 2007). Contoh uji yang kerekatannya sangat baik dan baik mengindikasikan penetrasi perekat paling baik dan mudah perekatannya.
Gambar 3.2 Contoh uji keteguhan geser rekat (satuan: mm); JPIC (2007) Uji MOE dan MOR Pengujian MOE dan MOR, contoh uji yang digunakan berukuran 50 cm (p) x 6 cm (l) x 3 cm (t) dengan jarak sangga tidak kurang dari 14 kali tebalnya. Metode pengujian keteguhan lentur dengan metode one point loading dengan
19 beban terpusat (Gambar 3.3). Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah Universal Testing Machine (UTM) Instron tipe 330.
Gambar 3.3 Contoh uji dan pengujian MOE dan MOR metode one point loading dengan beban terpusat di tengah batang. Nilai MOE dan MOR dapat diperoleh dengan persamaan berikut:
Dimana: ΔP = Beban pada batas proporsional (kg cm-2) Δy = Defleksi pada batas proporsional (cm) l = Jarak sangga (cm) b = Lebar penampang kayu laminasi (cm) h = Tebal penampang kayu laminasi (cm) P= Beban maksimum (kg cm-2) Uji delaminasi rendaman air Uji delainasi digunakan untuk menentukan daya tahan perekat dalam produk kayu laminasi. Ukuran contoh uji dan metode pengujian mengacu pada Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Contoh uji delaminasi sesuai dengan penampang lintang kayu laminasi dengan panjang 75 mm. Contoh uji direndam dalam air dingin pada suhu ruang selama 24 jam, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 70 ± 3oC dengan ventilasi udara yang baik selama tidak kurang dari 24 jam. Rasio delaminasi tidak diperkenankan lebih dari 5% dan tidak boleh lebih dari ¼ panjang garis rekat. Rasio delaminasi dihitung dengan rumus sebagai berikut:
20 Uji delaminasi rendaman air mendidih-dingin Ukuran contoh uji sama seperti pengujian delaminasi yang direndam dalam air. Pengujian delaminasi mengacu pada Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Contoh uji direndam dalam air mendidih selama 4 jam dan kemudian direndam dalam air dingin pada suhu ruang selama 1 jam, dilanjutkan dengan pengeringan dalam oven berventilasi baik pada suhu 70 ± 3 oC selama tidak kurang dari 24 jam. Standar yang diperkenankan pada pengujian ini sama seperti pengujian delaminasi rendaman air. Scanning Electron Microscopy (SEM) Pengamatan sub-mikroskopis kayu dilakukan dengan SEM (Scanning Electron Microscope) JEOL JSM-6360LA. Gambar SEM direkam dengan detektor elektron sekunder menggunakan tegangan percepatan berkas elektron utama 10 kV. Sebelum pengukuran semua sampel dilapisi dengan emas untuk memungkinkan konduktivitas listrik yang cukup. Analisis data Dalam penelitian ini digunakan tiga variabel: variabel A adalah posisi ketinggian yang terdiri dari 3 taraf yaitu 2 m (A2), 4 m (A4) dan 6 m (A6), variabel B adalah berat labur perekat yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 200 g m-2 (B2), 250 g m-2 (B25) dan 300 g m-2 (B3). Variabel T adalah waktu kempa yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 1 jam (T1), 2 jam (T1) dan 3 jam (T3). Untuk mendeteksi pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap respon pengamatan digunakan analisis ragam dengan menggunakan model rancangan percobaan acak lengkap faktorial 3 x 3 x 3 dengan 3 ulangan. Model linier rancangan percobaan tersebut adalah:
dimana i (1,2,3): taraf posisi ketinggian (distribusi ikatan pembuluh), j (1,2,3): taraf berat labur perekat, k (1,2,3): taraf waktu kempa, l (1,2,3): ulangan. Apabila hasil uji F menunjukkan ada pengaruh nyata secara statistik (pada α = 5%), selanjutnya dilakukan uji Duncan. Untuk menghasilkan model pendugaan variabel-variabel tersebut terhadap sifat fisis dan mekanis kayu laminasi, dilakukan analisis regresi menggunakan metode stepwise regression, yaitu suatu metode regresi linier berganda yang mampu menyeleksi sejumlah variabel dari sekian banyak yang berpengaruh signifikan terhadap informasi tertentu. Hasil Dan Pembahasan Karakteristik kayu lamina batang kelapa sawit Sifat fisis (kerapatan) dan sifat mekanis (MOE) kayu lamina dari batang kelapa sawit memiliki nilai yang bervariasi (Tabel 3.2). Kadar air keseimbangan (kering udara) lamina batang kelapa sawit pada berbagai ketinggian pada batang umumnya sebesar 12%. Kadar air ini sudah memenuhi standar Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 untuk
21 digunakan sebagai bahan baku kayu laminasi yang mensyaratkan kurang dari 15%. Tabel 3.2 Karakteristik lamina batang kelapa sawit Ketinggian (m)
Jml Ikatan Pembuluh/cm2
Karakteristik Kerapatan (g.cmKadar Air (%) 3 )
MOE (kg.cm-2)
2
76 ± 0.68
12.40 ± 0.31
0.36 ± 0.008
30087.46 ± 383.10
4
122 ± 0.82
12.37 ± 0.18
0.34 ± 0.007
25520.07 ± 205.96
6 132 ± 0.73 *) nilai simpangan baku
12.33 ± 0.18
0.28 ± 0.005
16404.04 ± 120.02
Distribusi ikatan pembuluh lamina yang diambil dari ketiga ketinggian (2 m, 4 m, dan 6 m) meningkat seiring dengan meningkatnya posisi ketinggian pada batang kelapa sawit sebagaimana pada penelitian tahap pertama (Darwis et al. 2013). Sebaliknya, nilai kerapatan maupun MOE-nya menurun dengan semakin tingginya posisi pada batang. Keterbasahan “kayu” sawit (sudut kontak) Keterbasahan adalah kondisi suatu permukaan yang menentukan sejauh mana cairan yang akan ditarik oleh permukaan mempengaruhi absorpsi, adsorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat (Marra 1992). Keterbasahan kayu dapat diperoleh dengan mengukur sudut kontak antara garis rekat cair dengan permukaan kayu. Sudut kontak lebih kecil dari 90o menunjukkan keterbasahan yang tinggi dimana cairan membasahi permukaan dengan baik. Sudut kontak yang lebih besar dari 90o menunjukkan keterbasahannya rendah dimana cairan tidak membasahi permukaan dengan baik (Yuan dan Lee, 2013). Sudut kontak air dan isosianat pada “kayu” sawit ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Isosianat
Air 0 detik
60 detik
120 detik
Gambar 3.4 Sudut kontak isosianat dan air pada permukaan batang kelapa sawit pada 0 detik, 60 detik dan 120 detik. Sudut kotak menurun seiring dengan lamanya pembasahan air maupun perekat isosianat pada permukaan “kayu” kelapa sawit (Gambar 3.5). Sudut kontak awal (0 detik) pengukuran antara air dengan permukaan “kayu” kelapa sawit sebesar 81.45o (2 m), 80.56o (4 m), 80.13o (6 m) dan isosianat 89.15o (2 m), 89.05o (4 m), 88.77o (6 m) menurun menjadi 39.49o (2 m), 38.35o (4 m), 37.71o (6 m) untuk air dan 52.16o (2 m), 51.48o (4 m), 50.94o (6 m) untuk perekat isosianat pada akhir pengamatan (120 detik).
22
(a)
(b) Gambar 3.5 Sudut kontak (a) air dan (b) perekat isosianat pada permukaan batang kelapa sawit yang diambil dari ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.5, sudut kontak air dan perekat isosianat menurun dengan cepat pada 10 detik pertama pada proses pembasahan, kemudian secara perlahan menurun. Air maupun perekat isosianat memiliki sifat keterbasahan yang baik pada “kayu” kelapa sawit karena nilai sudut kontaknya di bawah 90o. Sudut kontak air dengan “kayu” kelapa sawit lebih rendah dibandingkan dengan perekat isosianat. Pada ketinggian berbeda, nilai sudut kontak menurun dengan semakin tingginya posisi contoh uji yang diambil dari batang kelapa sawit. Hal ini disebabkan “kayu” bagian atas lebih porous dibandingkan bagian bawah batang. Menurut Rahayu (2001) porsi zat “kayu” batang kelapa sawit bagian tepi cenderung berkurang dari bagian pangkal ke bagian ¾ tinggi batang. Rendahnya porsi zat kayu dibandingkan rongga mengindikasikan “kayu” batang kelapa sawit semakin porous.
23 Kadar air dan kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit Kadar air kayu laminasi pada perbagai kombinasi perlakuan berkisar antara 12.25% sampai 12.62%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar airnya telah mencapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya. Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai kadar air pada berbagai perlakuan maupun kombinasinya tidak berbeda nyata (Gambar 3.6).
Gambar 3.6 Nilai kadar air kayu laminasi kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda Nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit pada berbagai kombinasi perlakuan berkisar antara 0.23 sampai 0.37 g cm-3. Nilai tertinggi pada kayu laminasi yang bahan laminanya dari ketinggian 2 m dengan berat labur perekat 300 g m-2 dan dikempa selama 3 jam. Nilai terendah diperoleh pada kayu laminasi dari lamina di ketinggian 6 m yang direkat dengan berat labur perekat 200 g m-2 dan dikempa selama 1 dan 2 jam (Gambar 3.7). Nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit menurun seiring dengan meningkatnya ketinggian bahan yang diambil dari batang kelapa sawit. Berdasarkan penelitian Lim dan Khoo (1986) dilaporkan bahwa jumlah ikatan pembuluh meningkat dari pangkal ke ujung, namun sifat fisis mekanisnya justru menurun. Hal ini juga diperkuat dari hasil penelitian tahap pertama mengenai pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap nilai kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit. Sel-sel penyusun ikatan pembuluh pada bagian ujung masih berumur muda dibandingkan bagian di bawahnya dan dalam pertumbuhannya masih dipengaruhi oleh meristem pucuk. Sel-sel muda tentu memiliki sifat-sifat yang berbeda dibandingkan sel-sel dewasa. Hal ini diperkuat hasil penelitian Rahayu (2001) yang meneliti batang kelapa sawit umur 27 tahun dimana berat jenis ikatan pembuluh menurun dari pangkal (0.58), tengah (0.44) dan ujung batang (0.38). Penurunan nilai berat jenis maupun kerapatan batang kelapa sawit juga berkaitan dengan porositasnya dimana besarnya menurun dari pangkal sampai ¾ tinggi batang.
24
Gambar 3.7
Nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda
Hasil uji sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kadar air dan kerapatan berturut-turut disajikan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4. Tabel 3.3 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kadar air kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sumber Keragaman Perlakuan Posisi Ketinggian Waktu Kempa Berat Labur Posisi * Waktu Kempa Posisi * Berat Labur Waktu kempa * Berat Labur Posisi * Waktu kempa * Berat Labur Galat Total
Jumlah db Kuadrat 0.822 26 0.050 2 0.082 2 0.056 2 0.124 4 0.132 4 0.061 4 0.317 8 3.763 4.584
54 80
Kuadrat Tengah 0.032 0.025 0.041 0.028 0.031 0.033 0.015 0.040
F-hitung 0.454 0.357 0.587 0.403 0.445 0.475 0.218 0.569
Prob. 0.985 0.702 0.559 0.671 0.776 0.754 0.927 0.799
0.070
Tabel 3.4 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kerapatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sumber Keragaman Perlakuan Posisi Ketinggian Waktu Kempa Berat Labur Posisi * Waktu Kempa Posisi * Berat Labur Waktu kempa * Berat Labur Posisi * Waktu kempa * Berat Labur Galat Total
Jumlah Kuadrat 0.109 0.109 5.662E-5 8.417E-5 1.657E-5 1.190E-5 1.086E-6 4.617E-6 0.004 0.113
Db 26 2 2 2 4 4 4 8 54 80
Kuadrat Tengah 0.004 0.054 2.831E-5 4.209E-5 4.142E-6 2.975E-6 2.716E-7 5.772E-7 7.981E-5
F-hitung 52.602 682.724 0.355 0.527 0.052 0.037 0.003 0.007
Prob. 0.000 0.000 0.703 0.593 0.995 0.997 1.000 1.000
25 Berdasarkan Tabel 3.3, kadar air kayu laminasi batang kelapa sawit tidak berbeda nyata antar perlakuan maupun kombinasinya, sedangkan pada Tabel 3.4, nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit dipengaruhi oleh posisi ketinggian (nilai sig. = 0.00 < 0.05). Oleh karena itu untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antar taraf perlakuan posisi ketinggian dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nilai tengah pada ketinggian 2 m (0.37 g cm-3), 4 m (0.34 g cm-3), dan 6 m (0.28 g cm-3) menunjukkan perbedaan satu dengan yang lainnya. Hubungan antara variabel tak bebas (kerapatan) dan variabel bebas (posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat) dapat dilihat persamaan regresi linier berganda yang terbentuk. Berdasarkan metode stepwise, hanya variabel ketinggian yang berpengaruh terhadap nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit sehingga diperoleh persamaan regresi linier yang menunjukkan pengaruh variabel ketinggian (XT) terhadap nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit sebagai berikut: Y(kerapatan) = 0.417 - 0.022XT
R2 = 96%
Berdasarkan persamaan regresi linier tersebut dapat diketahui bahwa variabel posisi ketinggian berbanding terbalik dengan kerapatan (hubungan negatif). Semakin tinggi posisi pada batang kelapa sawit, kerapatannya semakin rendah. Keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit Keteguhan geser rekat adalah referensi yang sering digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan perekat dengan kayu solid karena itu merupakan tegangan interfasial antar permukaan pada kondisi tertentu (Pizzo et al. 2003). Hasil penelitian menunjukkan keteguhan geser rekat kayu laminasi sawit dengan perekat isosianat dipengaruhi oleh posisi ketinggian batang dan berat labur perekat (Gambar 3.8). Sifat keteguhan geser rekat kayu laminasi batang kelapa sawit yang menggunakan bahan dari bagian pangkal lebih tinggi dibandingkan bahan yang diambil dari bagian tengah maupun ujung batang. Hal ini disebabkan karakteristik sel-sel penyusunnya yang memiliki kerapatan yang lebih tinggi sehingga berpengaruh langsung pada nilai kekuatannya. Berat labur perekat yang digunakan juga berpengaruh terhadap keteguhan geser rekat kayu laminasi batang kelapa sawit. Kayu laminasi dengan berat labur perekat 300 g m-2, keteguhan geser rekatnya cenderung lebih tinggi dibandingkan berat labur 200 g m-2 dan 250 g m-2. Berat labur 200 g m-2 dan 250 g m-2 kurang cukup sehingga hasilnya kurang tersebar merata dibandingkan dengan berat labur 300 g m-2 pada permukaan “kayu” sawit (Gambar 3.9). Hal ini terkait dengan permukaan “kayu” sawit yang kasar sebagaimana dilaporkan Nordin et al. (2013). Sifat pengerjaan (permesinan) “kayu” sawit dan kekasaran permukaannya telah diteliti secara mendalam oleh Way et al. (2010). Kurang meratanya perekat yang dilaburkan pada permukaan kayu menyebabkan ada bagian-bagian permukaan kayu yang tidak saling merekat (River 1994). Faust & Rice (1986) melaporkan permukaan veneer yang halus, keteguhan rekatnya 33% lebih tinggi dibandingkan permukaan yang kasar. Lamina atau finir yang permukaannya kasar akan mengurangi kontak antara kayu dan substrat sehingga garis rekatnya rendah dan sifat kekuatannya juga rendah (Dundar et al. 2008).
26
Gambar 3.8 Nilai keteguhan geser rekat kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda
a
b
c
Gambar 3.9 Kemerataan bahan perekat (warna putih) pada permukaan batang kelapa sawit: a) 200 g m-2, 250 g m-2 ,dan c) 300 g m-2 Hasil uji sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap keteguhan geser kayu laminasi dari batang kelapa sawit disajikan pada Tabel 3.5. Berdasarkan Tabel 3.5 menunjukan bahwa variabel posisi ketinggian dan berat labur perekat isosianat berpengaruh terhadap keteguhan geser kayu laminasi dari batang kelapa sawit (nilai sig. = 0.00 < 0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa keteguhan geser pada taraf perlakuan posisi ketinggian (2 m, 4 m, dan 6 m) berbeda satu sama lainnya. Pada taraf perlakuan berat labur perekat, keteguhan geser pada taraf berat labur 200 g m -2 dan 250 g m-2 tidak berbeda namun berbeda dengan taraf berat labur 300 g m-2.
27 Tabel 3.5 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap keteguhan geser kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sumber Keragaman Perlakuan Posisi Ketinggian Waktu Kempa Berat Labur Posisi * Waktu Kempa Posisi * Berat Labur Waktu kempa * Berat Labur Posisi * Waktu kempa * Berat Labur Galat Total
Jumlah Kuadrat 1616.562 1602.864 0.134 11.870 0.032 1.536 0.072 0.053 23.584 1640.146
db 26 2 2 2 4 4 4 8 54 80
Kuadrat Tengah 62.175 801.432 0.067 5.935 0.008 0.384 0.018 0.007
F-hitung 142.361 1835.013 0.153 13.589 0.018 0.879 0.041 0.015
Prob. 0.000 0.000 0.858 0.000 0.999 0.482 0.997 1.000
0.437
Hubungan variabel posisi ketinggian (XT) dan besarnya berat labur (XBL) terhadap keteguhan geser dapat dilihat dari persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y(KG) = 29.121 – 2.606 XT + 0.009 XBL R2 = 90% Berdasarkan persamaan regresi berganda di atas dapat diketahui bahwa variabel posisi ketinggian berbanding terbalik terhadap keteguhan geser rekat (hubungan negatif), sedangkan variabel berat labur menunjukkan pengaruh sebaliknya (hubungan positif). Nilai kerusakan yang rendah pada kayu laminasi dengan berat labur 200 g m-2 pada bagian pangkal (2 m) sedangkan kerusakan yang besar dengan berat labur 300 g m-2 sebesar 100% pada berbagai posisi pada batang (Gambar 3.10).
Gambar 3.10 Nilai persentase kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda Kerusakan pada bidang gesernya terjadi pada “kayu” sawit bukan pada bidang rekatnya. Hal ini menunjukkan bahwa perekat isosianat mempunyai kemampuan yang baik sampai sangat baik dalam mengikat “kayu” sawit. Gambar bidang geser dengan kamera biasa (Gambar 3.11a) menunjukkan kerusakan pada bidang geser terjadi pada “kayu” sawit. Mikrograf optik menunjukkan kerusakan tersebut terjadi pada jaringan parenkim kayu penyusunnya (Gambar 3.11b),
28 sedangkan ikatan pembuluh pada bidang gesernya tidak mengalami kerusakan (Gambar 3.10c). Hal ini disebabkan jaringan parenkim memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan ikatan pembuluh. Selain itu, sel-sel parenkim ini memiliki dinding yang tipis sehingga mudah mengalami kerusakan apabila dikenai gaya tekan. Interaksi antara perekat isosianat dan “kayu” sawit diamati dari mikrograf SEM (Gambar 3.11d). Perekat mampu mengikat kedua permukaan “kayu” sawit dengan baik. Pada mikrograf SEM terlihat ikatan pembuluh dan selsel parenkim mengalami pemadatan akibat proses pengempaan. Selain itu pengempaan ini menyebabkan ikatan pembuluh sebagian terlihat terpisah dengan jaringan dasar parenkimnya (Gambar 3.11b). Hal tersebut ikut menyebabkan rendahnya kekuatan geser kayu laminasi sawit.
Gambar 3.11 Kerusakan kayu terjadi pada bidang geser (a). Pada bidang transversal, kerusakan “kayu” terjadi pada jaringan parenkim (b) Kerusakan juga terjadi pada ikatan pembuluh pada bidang longitudinal (c). Mikrograf SEM pada bidang transversal menunjukkan bahwa perekat isosianat merekat dengan baik (d). Hasil uji sidik ragam pengaruh variabel posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap nilai kerusakan kayu disajikan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kerusakan kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sumber Keragaman Perlakuan Posisi Ketinggian Waktu Kempa Berat Labur Posisi * Waktu Kempa Posisi * Berat Labur Waktu kempa * Berat Labur Posisi * Waktu kempa * Berat Labur Galat Total
Jumlah Kuadrat 1126.543a 328.395 17.284 363.580 19.753 356.790 12.346 28.395 766.667 1893.210
db 26 2 2 2 4 4 4 8 54 80
Kuadrat Tengah 43.329 164.198 8.642 181.790 4.938 89.198 3.086 3.549 14.198
F-hitung 3.052 11.565 0.609 12.804 0.348 6.283 0.217 0.250
Prob. 0.000 0.000 0.548 0.000 0.844 0.000 0.928 0.979
29 Berdasarkan Tabel 3.6, variabel posisi ketinggian dan berat labur serta kombinasi kedua variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap kerusakan kayu laminasi dari batang kelapa sawit (nilai sig. = 0.00 < 0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kerusakan kayu pada taraf perlakuan posisi ketinggian (2 m) berbeda dengan pada ketinggian 4 m dan 6 m. Pada taraf perlakuan berat labur perekat, kerusakan kayu pada taraf berat labur 200 g m-2 berbeda dengan berat labur 250 g m-2 dan 300 g m-2. Uji Duncan untuk kombinasi perlakuan antara posisi ketinggian dan berat labur perekat disajikan pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit Ketinggian (m) (Jumlah Ikatan Pembuluh/cm2)
Berat Labur
Waktu Kempa
Keteguhan geser rekat
Kerusakan Kayu
(g.m-2)
(jam)
(kg.cm-2)*
(%)*
200
250 2 (76 ± 0.68) 300
200
250 4 (122 ± 0.82) 300
200
250 6 (132 ± 0.73) 300
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
E
26.77 26.67 E 26.67 E 26.90 EF 27.12 EF 27.00 EF 27.37 F 27.43 F 27.49 F 18.78 C 18.81 C 18.85 C 18.88 C 18.97 C 19.00 C 19.42 D 19.47 D 19.61 D 16.12 A 16.14 A 16.24 A 16.22 A 16.30 A 16.33 A 17.34 B 17.44 B 17.48 B
86.67 a 86.67 a 91.67 a 95.00 b 98.33 b 98.33 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 96.67 b 96.67 b 96.67 b 98.33 b 98.33 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b 100.00 b
*)Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Sebuah model hubungan semua variabel bebas (posisi ketinggian, berat labur dan lamanya pengempaan) terhadap variabel tak bebas (kerusakan kayu) dinyatakan dalam persamaan regresi. Hasil pengolahan regresi dengan metode stepwise menunjukkan bahwa variabel ketinggian (XT) dan berat labur (XBL) yang berpengaruh terhadap nilai kerusakan kayu dan dinyatakan dalam persamaan regresi berganda sebagai berikut: Y(KK) = 80.586 + 1.204 XT + 0.050 XBL R2 = 34%
30 Berdasarkan persamaan regresi berganda di atas dapat diketahui bahwa variabel posisi ketinggian dan variabel berat labur berbanding lurus terhadap kerusakan kayu pada bidang rekat (hubungan positif). Namun, dilihat dari nilai koefisien determinasinya, kedua variabel ini baru mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap kerusakan kayu sebesar 34-35%, artinya masih ada variabel-variabel lain sebesar 65-66% yang berperan besar mempengaruhi nilai kerusakan kayu. Rasio delaminasi Data rasio delaminasi kayu laminasi kelapa sawit ditunjukkan pada Gambar 3.12. Kayu laminasi dengan berat labur perekat isosianat 300 g m-2 tidak mengalami delaminasi, baik yang hanya direndam dalam air maupun yang dikombinasikan dengan air mendidih. Kayu laminasi batang kelapa sawit yang direkat dengan berat labur 250 g m-2 dan 300 g m-2 mempunyai rasio delaminasi yang telah memenuhi standar yang dipersyaratkan Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007) yaitu maksimal 5%. Kayu laminasi yang direkat dengan berat labur 200 g m-2 tidak memenuhi standar. Hal ini disebabkan kurang meratanya bahan perekat yang dilaburkan pada permukaan kayu kelapa sawit terutama dengan berat labur seperti yang ditunjukkan Gambar 3.9. Kurang meratanya bahan perekat tersebut menyebabkan lamina penyusun kayu laminasi tidak seluruhnya menyatu dengan sempurna.
(a)
(b) Gambar 3.12 Nilai rasio delaminasi rendam air (a) dan rendam air mendidih (b) kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda
31 Hasil uji sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap delaminasi air dingin dan delaminasi air mendidih kayu laminasi batang kelapa sawit disajikan pada Tabel 3.8 dan Tabel 3.9. Berdasarkan tabel tersebut, variabel posisi ketinggian dan berat labur perekat (nilai sig. = 0.00 < 0.05) dan kombinasi kedua variabel (nilai sig. = 0.012 < 0.05 ; rendam air dingin dan nilai sig. = 0.043 < 0.05 ; rendam air mendidih) tersebut berpengaruh terhadap nilai delaminasi kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Tabel 3.8 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap delaminasi air dingin kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sumber Keragaman Perlakuan Posisi Ketinggain Waktu Kempa Berat Labur Posisi * Waktu Kempa Posisi * Berat Labur Waktu kempa * Berat Labur Posisi * Waktu kempa * Berat Labur Galat Total
Jumlah Kuadrat 741.602 22.440 0.596 695.925 1.440 14.953 1.584 4.665 56.275 797.878
db 26 2 2 2 4 4 4 8 54 80
Kuadrat Tengah 28.523 11.220 0.298 347.962 0.360 3.738 0.396 0.583
F-hitung
Prob.
27.370 10.766 0.286 333.893 0.345 3.587 0.380 0.560
0.000 0.000 0.752 0.000 0.846 0.012 0.822 0.806
1.042
Tabel 3.9 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap delaminasi air mendidih kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sumber Keragaman Perlakuan Posisi Ketinggian Waktu Kempa Berat Labur Posisi * Waktu Kempa Posisi * Berat Labur Waktu kempa * Berat Labur Posisi * Waktu kempa * Berat Labur Galat Total
Jumlah Kuadrat 824.641 14.812 0.834 784.721 3.466 8.142 5.502 7.163 41.496 866.137
db 26 2 2 2 4 4 4 8 54 80
Kuadrat Tengah 31.717 7.406 0.417 392.361 0.867 2.035 1.376 0.895
F-hitung
Prob.
41.274 9.638 0.543 510.592 1.128 2.649 1.790 1.165
0.000 0.000 0.584 0.000 0.353 0.043 0.144 0.337
0.768
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa delaminasi air dingin maupun delaminasi air mendidih pada kayu laminasi dari batang kelapa sawit pada taraf perlakuan posisi ketinggian (2 m) berbeda dengan pada ketinggian 4 m dan 6 m. Pada taraf perlakuan berat labur perekat, delaminasi air dingin maupun delaminasi air mendidih antar taraf berat labur 200 g m-2, 250 g m-2 dan 300 g m-2 berbeda satu dengan yang lainnya. Uji Duncan untuk kombinasi perlakuan antara posisi ketinggian dan berat labur perekat disajikan pada Tabel 3.10.
32 Tabel 3.10 Rasio delaminasi kayu laminasi batang kelapa sawit Ketinggian (m) (Jumlah Ikatan Pembuluh/cm2)
Berat Labur -2
Waktu Kempa
(g.m )
(jam)
200
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
250 2 (76 ± 0.68) 300
200
250 4 (122 ± 0.82) 300
200
250 6 (132 ± 0.73) 300
Rasio Delaminasi (%)* Rendam Air Rendam Air Mendidih 6.76 F 8.08 f F 8.33 9.56 f F 8.14 9.00 f C 4.15 5.23 c 3.61 C 5.33 c C 3.34 4.49 c A 0.00 0.00 a 0.00 A 0.00 a A 0.00 0.00 a E 6.49 8.18 d E 7.04 7.91 d 7.02 E 7.46 d C 3.67 3.95 c C 3.67 5.59 c 3.91 C 4.48 c A 0.00 0.00 a A 0.00 0.00 a A 0.00 0.00 a 5.69 D 7.40 d 6.28 D 7.39 d D 5.69 6.79 d 2.59 B 4.74 b B 1.70 2.57 b B 1.99 2.57 b A 0.00 0.00 a 0.00 A 0.00 a A 0.00 0.00 a
*)Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Sebuah model hubungan semua varibel bebas (posisi ketinggian, berat labur dan lamanya pengempaan) terhadap variabel tak bebas (rasio delaminasi) dinyatakan dalam persamaan regresi. Hasil pengolahan regresi dengan metode stepwise menunjukkan bahwa variabel ketinggian (XT) dan berat labur (XBL) yang berpengaruh terhadap nilai rasio delaminasi dan dinyatakan dalam persamaan regresi berganda sebagai berikut: Y(Delaminasi Air Dingin) = 21.554 - 0.289 XT – 0.068 XBL
R2 = 92%
Y(Delaminasi Air Mendidih) = 25.172 - 0.284 XT – 0.080 XBL
R2 = 93%
Berdasarkan persamaan regresi berganda di atas dapat diketahui bahwa variabel posisi ketinggian dan variabel berat labur berbanding terbalik terhadap rasio delaminasi (hubungan negatif). MOE dan MOR Gambar 3.13 dan 3.14 menunjukkan bahwa sifat keteguhan lentur (MOE dan MOR) kayu laminasi batang kelapa sawit menurun dari pangkal (2 m) ke bagian ujung (6 m). Hal ini disebabkan pada bagian pangkal (2 m), laminanya memiliki MOE yang lebih besar dibandingkan bagian atasnya (4 dan 6 m). Berdasarkan penelitian tahap pertama, karakteristik/sifat kayu bagian pangkal lebih tinggi dibandingkan bagian tengah dan ujung. Nilai MOR kayu laminasi batang kelapa sawit juga dipengaruhi oleh berat labur, dimana semakin banyak
33 akan semakin besar nilainya. Kemeratan bahan perekat juga berperan penting dalam menentukan nilai MOR-nya. Hasil penelitian menunjukkan kayu laminasi dengan berat labur 300 g m-2 nilai MOR-nya lebih tinggi dibandingkan kayu laminasi dengan berat labur 200 g m-2 dan 250 g m-2.
Gambar 3.13 Nilai MOE kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda
Gambar 3.14 Nilai MOR kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda Hasil uji sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap MOE dan MOR kayu laminasi batang kelapa sawit disajikan pada Tabel 3.11 dan Tabel 3.12. Berdasarkan Tabel 3.11, variabel posisi ketinggian berpengaruh nyata terhadap MOE kayu laminasi dari batang kelapa sawit (nilai sig. = 0.00 < 0.05). Nilai MOR kayu laminasi dari batang kelapa sawit dipengaruhi oleh posisi ketinggian (nilai sig. = 0.00 < 0.05) dan berat labur perekat (nilai sig. = 0.008 < 0.05) seperti terlihat pada Tabel 3.12.
34 Tabel 3.11 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap MOE kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sumber Keragaman Perlakuan Posisi Ketinggian Waktu Kempa Berat Labur Posisi * Waktu Kempa Posisi * Berat Labur Waktu kempa * Berat Labur Posisi * Waktu kempa * Berat Labur Galat Total
Jumlah Kuadrat 3.648E9 3.648E9 23033.857 322813.137 13396.020 122935.901 10574.392 20408.508 9322779.525 3.658E9
db 26 2 2 2 4 4 4 8 54 80
Kuadrat Tengah 1.403E8 1.824E9 11516.928 161406.569 3349.005 30733.975 2643.598 2551.063
F-hitung
Prob.
812.800 10564.918 0.067 0.935 0.019 0.178 0.015 0.015
0.000 0.000 0.936 0.399 0.999 0.949 1.000 1.000
172644.065
Tabel 3.12 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap MOR kayu laminasi dari batang kelapa sawit Sumber Keragaman Perlakuan Posisi Ketinggian Waktu Kempa Berat Labur Posisi * Waktu Kempa Posisi * Berat Labur Waktu kempa * Berat Labur Posisi * Waktu kempa * Berat Labur Galat Total
Jumlah Kuadrat 64942.176 64924.141 0.016 14.473 0.188 2.526 0.454 0.378 74.597 65016.773
db 26 2 2 2 4 4 4 8 54 80
Kuadrat Tengah 2497.776 32462.070 0.008 7.236 0.047 0.631 0.114 0.047
F-hitung
Prob.
1808.114 23498.958 0.006 5.238 0.034 0.457 0.082 0.034
0.000 0.000 0.994 0.008 0.998 0.767 0.988 1.000
1.381
Pengujian lanjut dengan uji Duncan memperlihatkan bahwa MOE dan MOR kayu laminasi batang sawit berbeda nyata pada posisi ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m. Kayu laminasi yang direkat dengan berat labur 300 g m-2 memiliki MOR yang berbeda dengan berat labur 200 g m-2, sedangkan kayu laminasi batang kelapa sawit yang dilabur 200 g m-2 dan 250 g m-2 MOR-nya tidak berbeda. Waktu pengempaan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap semua parameter yang diuji. Berdasarkan hasil tersebut, proses pembuatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit dibutuhkan waktu kempa selama 1 jam. Sebuah model hubungan semua varibel bebas (posisi ketinggian, berat labur dan lamanya pengempaan) terhadap variabel tak bebas (MOE dan MOR) dinyatakan dalam persamaan regresi. Hasil pengolahan regresi dengan metode stepwise menunjukkan bahwa hanya variabel ketinggian (XT) yang berpengaruh terhadap nilai MOE dan MOR dan dinyatakan dalam persamaan regresi kuadratik sebagai berikut: Y(MOR) = 245.190 – 17.330xT R2 = 99% Y(MOE) = 43017.41 – 4038.09xT
R2 = 98%
35 Tabel 3.13 MOE dan MOR kayu laminasi batang kelapa sawit Ketinggian (m) (Jumlah Ikatan Pembuluh/cm2)
Berat Labur -2
Waktu Kempa
MOR
MOE
(g.m )
(jam)
(kg.cm )*
(kg.cm-2)*
200
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
210.16 AD 210.43 AD 210.09 AD 211.50 ADE 211.26 ADE 211.39 ADE 211.61 AE 211.69 AE 211.83 AE 174.26 BD 174.42 BD 174.31 BD 174.66 BDE 174.76 BDE 174.68 BDE 175.10 BE 175.13 BE 175.12 BE 141.37 CD 141.37 CD 141.56 CD 141.95 CDE 141.42 CDE 141.62 CDE 142.12 CDE 142.26 CDE 142.41 CDE
33906.82 a 33899.62 a 34001.37 a 34067.05 a 34109.85 a 34136.26 a 34108.85 a 34137.34 a 34172.66 b 28601.22 b 28603.47 b 28624.23 b 28651.97 b 28565.60 b 28645.63 b 28628.57 b 28662.44 b 28665.03 c 17774.62 c 17817.64 c 17846.75 c 17910.59 c 17846.55 c 17880.85 c 18055.83 c 18010.57 c 18025.27
250 2 (76 ± 0.68) 300
200
250 4 (122 ± 0.82) 300
200
250 6 (132 ± 0.73) 300
-2
a
*)Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%(uji Duncan).
Simpulan Perekat isosianat memiliki sifat keterbasahan yang baik pada “kayu” kelapa sawit karena nilai sudut kontaknya kurang dari 90o. Perekat ini mampu mengikat kedua permukaan lamina kelapa sawit dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan uji kekuatan geser dimana pada bidang rekatnya tidak mengalami kerusakan. Karakteristik kayu laminasi batang kelapa sawit dipengaruhi oleh posisi ketinggian pada batang, sedangkan jumlah berat labur perekat isosianat berpengaruh terhadap keteguhan geser, kerusakan kayu dan rasio delaminasi. Kayu laminasi yang tersusun dari lamina pada ketinggian 2 m (pangkal) memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang lebih besar dibandingkan kayu laminasi yang tersusun dari lamina dari ketinggian 4 m (tengah) dan 6 m (ujung). Berat labur perekat isosianat yang dibutuhkan dalam pembuatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit sebanyak 300 g m-2 dengan waktu kempa selama 1 jam.
36
4 PENGARUH KETEBALAN LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK KAYU LAMINASI BATANG KELAPA SAWIT Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa bagian batang kelapa sawit yang layak digunakan sebagai bahan baku kontruksi ringan adalah 1/3 bagian terluar dari batang kelapa sawit seperti yang rekomendasikan oleh Bakar et al.(1999). Rendemen kayu gergajian dengan pola penggergajian yang dimodifikasi yang dinamakan polygon sawing hanya sebesar 30% (Bakar et al. 2006). Berdasarkan penelitian tersebut, maka kayu sawit yang dapat diproduksi berkisar antara 54 sampai 58 m3/ha. Keterbatasan dimensi sortimen yang dapat dihasilkan dari limbah batang kelapa sawit, merupakan salah satu faktor yang menghambat penggunaannya sebagai bahan bangunan. Pembuatan kayu laminasi merupakan salah satu langkah cerdas yang dapat memecahkan masalah tersebut. Kayu laminasi merupakan cara yang efektif dalam memanfaatkan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas menjadi elemen struktural yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran (CWC 2000). Kayu laminasi merupakan produk yang dihasilkan dengan cara menyusun sejumlah papan atau lamina di atas satu dengan lainnya dan merekatnya sehingga membentuk penampang yang diinginkan (Serrano 2003). Keuntungan penggunaan kayu laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri yang lebih beragam, memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk. Keuntungan utama dari pembuatan kayu laminasi adalah dapat menghasilkan kayu besar dari kayu berdimensi kecil dengan kualitas rendah (Berglund & Rowell 2005). Perekat merupakan salah satu komponen penting yang juga menentukan karakteristik kayu laminasi yang dihasilkan. Perekat isosianat merupakan salah satu perekat yang baik dan cocok digunakan sebagai bahan perekat dalam kayu laminasi, khususnya dari bahan batang kelapa sawit. Pada penelitian kedua, perekat ini mampu merekatkan bahan tersebut dengan baik. Penelitian ini merekomendasikan untuk menggunakan perekat ini dengan berat labur 300 g m-2 dengan lama pengempaan selama 1 jam (Darwis et al. 2014). Karakteristik kayu laminasi juga dipengaruhi oleh sifat lamina-lamina penyusunnya (Bodig & Jayne 1982). Kadar air dan kerapatan merupakan indikator kualitas kayu yang paling mendasar dimana akan mempengaruhi sifat-sifat kayu (Kretschmann & Green 1996). Pada umumnya, kerapatan kayu memiliki keterkaitan yang erat dengan sifat mekanis kayu (Sonderegger et al. 2008). Sebagai bahan kontruksi, sifat mekanis yang sangat penting adalah MOR dan MOE. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui pengaruh ketebalan lamina yang diambil dari bagian tepi batang kelapa sawit pada ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m terhadap karakteristik kayu laminasinya dan (2) rasio karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit terhadap kayu/balok utuhnya
37 Bahan Dan Metode Bahan Bahan yang digunakan adalah batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) varietas tenera berumur 20 tahun yang diambil dari perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VII Propinsi Lampung. Bahan perekat yang digunakan adalah isosianat yang diproduksi oleh PT Koyobond Indonesia. Pembuatan lamina Batang kelapa sawit ditebang menjadi kayu gelondongan (log) dengan chain saw menjadi 3 bagian berdasarkan ketinggian (2 m, 4 m, 6 m) dan dibelah menjadi papan/sortimen pada 1/3 bagian batang terluar. Papan-papan yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam kiln drying sampai mencapai kadar air kering udara (12 sampai 14%). Sortimen-sortimen tersebut kemudian dipotong dan dibelah dengan circular saw hingga diperoleh papan lamina dengan ukuran ketebalan masing-masing 6 cm, 3 cm, 2 cm, dan 1.5 cm dengan lebar 60 cm dan panjang 150 cm. Tebal lamina diukur mulai dari bagian terluar batang (Gambar 1). Papan lamina kayu sawit diuji MOE dengan metode non destruktif. Metode yang digunakan adalah dengan mencari hubungan antara pembebanan dan nilai defleksinya. Pembuatan kayu laminasi Kayu laminasi kelapa sawit yang dibuat bervariasi jumlah lapisannya tergantung tebal lamina penyusunnya (3 cm, 2 cm, dan 1.5 cm). Lamina-lamina selanjutnya direkatkan satu sama lain dengan perekat isosianat dengan berat labur 300 g m-2. Kayu laminasi kelapa sawit yang dibuat berukuran 6 x 6 x 150 cm sehingga jumlah lapisan bervariasi menjadi 2 lapis (lamina 3 cm), 3 lapis (lamina 2 cm) dan 4 lapis (lamina 1.5 cm). Sebagai pembandingnya dibuat kontrol berupa kayu kelapa sawit utuh dengan ukuran kayu laminasi yang dibuat (Gambar 4.1). Setelah direkatkan, kayu laminasi kelapa sawit tersebut ditekan dengan kempa dingin sebesar 10 kg cm-2 dengan waktu kempa 1 jam sesuai penelitian Darwis et al. (2014). Kayu laminasi batang kelapa sawit kemudian dikondisikan selama 1 minggu.
Kayu Laminasi
Lamina
Gambar 4.1 Ketebalan lamina yang digunakan dan konfigurasi struktur lapisan kayu laminasi batang kelapa sawit
38 Karakteristik kayu laminasi kelapa sawit yang dihasilkan ditentukan dengan melakukan pengujian sifat fisis dan sifat mekanis. Pengujian sifat fisis diantaranya: kadar air dan kerapatan sedangkan pengujian sifat mekanisnya adalah kekuatan geser sejajar serat, kekuatan lentur (Modulus of Rupture) dan kekakuan lentur (Modulus of Elastisity). Alat yang dipergunakan dalam uji mekanis adalah Universal Testing Machine (UTM) Instron Type 330. Kayu laminasi diuji lentur dengan pembebanan terpusat di tengah batang yang mengacu pada Japan Agricultural Standard for Glued Laminated : Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Analisis data Penelitian ini menggunakan dua variabel: variabel A adalah posisi ketinggian pada batang yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 2 m, 4 m dan 6 m. Variabel B adalah ketebalan lamina penyusun kayu laminasi yang terdiri dari 4 taraf, yaitu lamina 6 cm (kayu utuh), lamina 3 cm, lamina 2 cm dan lamina 1.5 cm. Pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap respon pengamatan dianalisis dengan menggunakan model rancangan percobaan faktorial acak lengkap 3 x 4 dengan 3 ulangan. Model linier rancangan percobaan tersebut adalah:
dimana i (1,2,3): taraf posisi ketinggian batang, j (1,2,3,4): taraf ketebalan lamina, k (1,2,3): ulangan. Apabila hasil uji F menunjukkan ada pengaruh nyata secara statistik (pada α = 5%) pada kedua perlakuan maupun kombinasinya, selanjutnya akan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan. Hasil Dan Pembahasan Karakteristik lamina kayu kelapa sawit Sifat fisis (kerapatan) dan sifat mekanis (MOE) kayu lamina kelapa sawit memiliki nilai yang bervariasi (Tabel 4.1) Tabel 4.1 Karakteristik lamina batang kelapa sawit Ketebalan lamina (cm) Karakteristik Kontrol (6.0) Kadar Air (%) Kerapatan (g cm-3) MOE (kg cm-2) Kadar Air (%) Kerapatan (g cm-3) MOE (kg cm-2)
12.47 ± 0.21* 0.32 ± 0.001 20.0 x 103 ± 103.73 12.35 ± 0.09 0.30 ± 0.007 16.6 x 103 ± 130.84
Kadar Air (%) Kerapatan (g cm-3)
12.39 ± 0.09 0.23 ± 0.006
MOE (kg cm-2)
10.6 x 103 ± 45.86
*) nilai simpangan baku
A (3.0)
B (2.0)
C (1.5)
2 meter 12.38 ± 0.16 0.34 ± 0.004
12.29 ± 0.43 0.36 ± 0.003
12.35 ± 0.19 0.38 ± 0.005
25.3 x 103 ± 67.57
28.3 x 103 ± 69.47
30.4 x 103 ± 106.05
12.34 ± 0.27 0.32 ± 0.014 23.9 x 103 ± 140.51
12.38 ± 0.20 0.34 ± 0.007
4 meter 12.38 ± 0.29 0.30 ± 0.004 21.2 x 103 ± 321.62 6 meter 12.44 ± 0.27 0.27 ± 0.009 13.4 x 103 ± 541.72
25.6 103 ± 260.56
12.38 ± 0.21 0.29 ± 0.005
12.34 ± 0.21 0.30 ± 0.004
15.1 x 103 ± 98.05
16.2 x 103 ± 98.68
39 Kerapatan dan MOE kayu sawit bervariasi pada berbagai posisi ketinggian dan ketebalan lamina yang diambil dari bagian tepi batang. Pada setiap posisi ketinggian batang, semakin tipis ketebalan lamina, kerapatan dan MOE-nya semakin besar. Semakin tipisnya ketebalan lamina yang diambil dari bagian terluar batang kelapa sawit menyebabkan distribusi ikatan pembuluh semakin besar persatuan luasnya. Hal tersebut menyebabkan nilai kerapatan dan MOE semakin besar. Namun hal ini tidak berlaku pada posisi ketinggian yang berbeda. Pada bagian pangkal nilai kerapatan maupun MOE-nya lebih besar dibandingkan pada bagian atas. Semakin tinggi posisi pengambilan bahan lamina, akan semakin menurun nilainya. Dilihat dari segi umur batang yang sama, bagian pangkal lebih tua dari bagian atasnya sehingga mempengaruhi karakteristik sel-sel penyusunnya (Lim & Khoo 1986). Sel-sel penyusun ikatan pembuluh pada bagian ujung masih berumur muda dibandingkan bagian dibawahnya dan dalam pertumbuhannya masih dipengaruhi oleh meristem pucuk. Sel-sel muda tentu memiliki sifat-sifat yang berbeda dibandingkan sel-sel dewasa. Hasil penelitian Rahayu (2001), berat jenis ikatan pembuluh kelapa sawit umur 27 tahun menurun dari pangkal ke ujung batang. Hal ini didukung dengan penelitian Shirley (2002) melalui kajian anatomi dinding sel serat dimana jumlah lapisan dinding selnya menurun dari pangkal ke ujung batang kelapa sawit. Karakteristik kayu laminasi batang kelapa sawit Kadar air dan kerapatan Kadar air kayu laminasi batang kelapa sawit berkisar antara 12.10% sampai 12.87%. Hal ini menunjukkan bahwa kayu laminasi batang kelapa sawit telah memenuhi standar Japan Agricultural Standard for Glued Laminated : Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007) yang mensyaratkan tidak lebih dari 15%. Nilai kadar air kayu laminasi batang kelapa sawit ditunjukkan dalam Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Kadar air kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm Kayu laminasi batang kelapa sawit memiliki nilai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan kayu utuhnya (Gambar 4.3). Kayu laminasi batang kelapa sawit yang tersusun dari lamina dengan ketebalan 1.5 cm memiliki kerapatan yang paling besar dibandingkan kayu laminasi dari lamina-lamina yang ketebalannya lebih besar pada posisi ketinggian yang sama. Semakin besar kerapatan lamina penyusunnya, semakin besar pula kerapatan kayu laminasinya.
40 Kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit menurun dengan semakin tingginya posisi pengambilan bahannya pada batang kelapa sawit. Peningkatan kerapatan kayu laminasi berkisar antara 1.03 – 1.35 kali kerapatan balok utuh (Tabel 4.2). Peningkatan ini dikarenakan nilai kerapatan lamina penyusunnya lebih besar dibandingkan balok utuh serta pemadatan pada kayu laminasi kelapa sawit yang ditimbulkan selama proses pengempaan.
Gambar 4.3 Kerapatan kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm Tabel 4.2. Hubungan antara Kerapatan (ρ) kayu utuh dengan kayu laminasi dari lamina bagian tepi batang kelapa sawit. 2 lapis
Kayu laminasi (60 mm x 60 mm) 3 lapis
4 lapis
2m
ρ glulam2 = 1.06 ρ solid
ρ glulam3 = 1.13 ρ solid
ρ glulam4 = 1.19 ρ solid
4m
ρ glulam2 = 1.03 ρ solid
ρ glulam3 = 1.07 ρ solid
ρ glulam4 = 1.17 ρ solid
6m
ρ glulam2 = 1.22 ρ solid
ρ Eglulam3 =1.30 ρ solid
ρ glulam4 = 1.35 ρ solid
Ketinggian
Sifat mekanis kayu laminasi batang kelapa sawit Karakteristik kayu laminasi dipengaruhi oleh karakteristik lamina penyusunnya (Yang et al. 2007). Terdapat hubungan matematis yang eksak antara sifat mekanis lentur (MOE dan MOR) kayu laminasi dengan sifat mekanis lentur lamina penyusunnya. Hubungan matematis itu telah disajikan oleh Bahtiar et al. (2010, 2011). Sifat kelenturan kayu laminasi batang kelapa sawit (MOE) ditentukan oleh kerapatan maupun MOE lamina penyusunnya sebagaimana halnya pada kayu laminasi pada umumnya maupun pada kayu utuh. Izekor et al. (2010) melaporkan bahwa nilai MOE dan MOR kayu jati pada kelas umur yang berbeda meningkat dengan meningkatnya kerapatan kayu. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan linieritas antara kerapatan dan MOE serta antara MOE lamina penyusun dengan MOE kayu laminasi. Hubungan ini ditunjukkan dengan persamaan regresi linier yMOE = 177864xkerapatan – 32225 (R2 = 82%) dan yMOE = 1.0466xMOE lamina + 1748.5 (R2 = 95%). Kayu laminasi batang kelapa sawit memiliki MOE dan MOR lebih tinggi dari kayu utuhnya (Gambar 4.4 dan Gambar 4.5).
41
Gambar 4.4 Keteguhan lentur kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm
Gambar 4.5 Keteguhan patah kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm Tingginya nilai MOE maupun MOR kayu laminasi terhadap kayu utuhnya disebabkan bahan lamina yang diambil berasal dari tepi batang yang sifat mekanis yang lebih kuat. Sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 4.1, semakin tipis ketebalan lamina yang diambil dari tepi batang kelapa sawit, MOE dan MOR-nya semakin besar. Kayu laminasi 4 lapis yang tersusun dari lamina berketebalan 1.5 cm memiliki nilai MOE dan MOR terbesar pada masing-masing ketinggian pada batang kelapa sawit. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dibuat suatu persamaan hubungan antara MOE dan MOR kayu utuh dan kayu laminasi dari batang kelapa sawit sebagaimana dilihat pada Tabel 4.3. Pada tabel tersebut terlihat jelas bahwa kayu laminasi dari kelapa sawit nilai MOE-nya 1.54 – 1.66 kalinya balok utuh, sedangkan MOR-nya sebesar 1.22 – 1.46 kali MOR balok utuhnya.
42 Tabel 4.3. Hubungan antara MOE dan MOR kayu utuh dengan kayu laminasi dari lamina bagian tepi batang kelapa sawit. Ketinggian 2m
4m
6m
2 lapis
Kayu laminasi (60 mm x 60 mm) 3 lapis
4 lapis
MOEglulam2 = 1.54MOEsolid
MOEglulam3 = 1.56MOEsolid
MOEglulam4 = 1.63MOEsolid
MORglulam2 = 1.27MORsolid
MORglulam3 = 1.36MORsolid
MORglulam4 = 1.40MORsolid
MOEglulam2 = 1.57MOEsolid
MOEglulam3 = 1.6MOEsolid
MOEglulam4 = 1.66MOEsolid
MORglulam2 = 1.22MORsolid
MORglulam3 = 1.33MORsolid
MORglulam4 = 1.36MORsolid
MOEglulam2 = 1.55MOEsolid
MOEglulam3 =1.56MOEsolid
MOEglulam4 = 1.63MOEsolid
MORglulam2 = 1.35MORsolid
MORglulam3 = 1.43MORsolid
MORglulam4 = 1.46MORsolid
Analisis kekakuan dapat dilihat melalui kurva beban-defleksi pembebanan terpusat di tengah bentak kayu laminasi dan kayu utuh sebagaimana disajikan pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Kurva beban-defleksi kayu laminasi kelapa sawit dan kayu utuh hasil pengujian pada ketinggian 2, 4, dan 6 m. Berdasarkan Gambar 4.6, secara umum dapat dilihat bahwa kayu utuh pada berbagai ketinggian memiliki kemiringan kurva yang paling kecil dibandingkan kayu laminasi. Kemiringan kurva semakin besar seiring dengan semakin banyaknya jumlah lapisan kayu laminasi. Semakin banyak jumlah lamina penyusun kayu laminasi, beban maksimum yang dibutuhkan juga semakin besar. Pada perlakuan yang sama untuk masing-masing ketinggian, kemiringan kurva menurun dari ketinggian 2 m ke 6 m. Semakin besar kemiringan kurva yang terbentuk menunjukkan kekakuan suatu bahan (MOE) semakin besar.
43 Jumlah lapisan kayu laminasi berbanding lurus dengan jumlah perekat yang dibutuhkan, dimana semakin banyak jumlah lapisan kayu laminasi maka jumlah perekat yang dibutuhkan juga semakin banyak. Hal ini disebabkan luas permukaan bidang rekatnya juga semakin besar. Jumlah perekat yang semakin banyak akan meningkatkan sifat kekakuan kayu laminasi karena perekat ini berperan penting dalam memperkuat kayu laminasi yang dihasilkan (Persson & Wogelberg 2011). Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah lamina pada suatu balok laminasi berdimensi sama, akan berpengaruh terhadap kekakuan balok. Penambahan jumlah lamina akan menambah luas bidang rekat antar lapisan lamina tersebut sehingga dapat meningkatkan kekakuan balok (Yoresta 2014). Kayu lamina penyusun kayu laminasi yang lebih tipis cenderung meningkatkan sifat kekakuannya (Sulistyawati et al. 2008). Berdasarkan standar Japan Agricultural Standard for Glued Laminated : Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007), nilai MOE dan MOR kayu laminasi batang kelapa sawit belum memenuhi standar yang mensyaratkan MOE dan MOR minimum 75 x 103 kg cm-2 dan 300 kg cm-2. Sistem pelapisan juga mempengaruhi nilai kekuatan kayu. Penyusunan lamina kayu sawit menempatkan bagian yang kuat di bagian terluar seperti pada Gambar 4.1. Penelitian kayu laminasi bambu yang memiliki karakteristik struktur anatomi yang sama dengan kayu kelapa sawit telah dilakukan oleh Nugroho et al. (2001) menyatakan bahwa pola penyusunan lapisan lamina akan mempengaruhi sifat mekanisnya. Bahtiar et al. (2014) membuktikan bahwa konfigurasi luar-luar yang digunakan untuk membuat bambu laminasi dua lapis memiliki MOE yang lebih tinggi daripada konfigurasi dalam-dalam dan luar-dalam. Keteguhan geser rekat kayu laminasi juga menunjukkan fenomena yang sama seperti halnya pada keteguhan lentur, kecuali pada kayu laminasi yang tersusun dua lapis (Gambar 4.7).
Gambar 4.7 Keteguhan geser kayu utuh (6 cm) dan kayu laminasi batang kelapa sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm Nilai keteguhan geser rekat kayu laminasi 2 lapis lebih kecil dibandingkan kayu utuhnya, hal ini dipengaruhi keberadaan leaf trace pada kayu utuhnya. Keteguhan geser kayu laminasi batang kelapa sawit 0.86 – 1.43 kali keteguhan geser balok utuhnya (Tabel 4.4).
44 Tabel 4.4. Hubungan antara keteguhan geser kayu utuh dengan kayu laminasi dari lamina bagian tepi batang kelapa sawit. Ketinggian
2 lapis
Kayu laminasi (60 mm x 60 mm) 3 lapis
4 lapis
2m
KG glulam2 = 0.86KGsolid
KG glulam3 = 1.13KGsolid
KG glulam4 = 1.43KGsolid
4m
KG glulam2 = 0.90KGsolid
KG glulam3 = 1.11KGsolid
KGglulam4 = 1.36KGsolid
6m
KG glulam2 = 0.90KGsolid
KG Eglulam3 =1.16KGsolid
KGglulam4 = 1.34KGsolid
Nilai keteguhan geser rekat kayu laminasi batang kelapa sawit belum memenuhi standar Japan Agricultural Standard for Glued Laminated : Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007) yang mensyaratkan keteguhan geser rekat minimum 54 kg cm-2. Rendahnya keteguhan geser rekat juga disebabkan oleh rendahnya kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit dan ditunjukkan dengan persamaan regresi linier yKG = 123.56xkerapatan - 23.184 (R² = 77%). Hubungan yang erat antara kerapatan dan nilai keteguhan geser rekat juga terjadi pada produk laminasi dari kayu tropis (Alamsyah et al 2007). Hal ini juga ditunjukkan dengan persentase kerusakan kayu pada bidang geser sebesar 100% untuk semua perlakuan. Kerusakan tersebut terjadi pada jaringan parenkim kayu penyusunnya dan sebagian kecil juga terjadi pada ikatan pembuluhnya (Gambar 3.10). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perlemahan pada perekat sehingga pengaruh perekatan terhadap kayu laminasi dianggap tidak ada. Peningkatan kekuatan geser kayu lamina terhadap kayu solidnya, selain disebabkan kerapatan lamina penyusunnya ternyata juga dipengaruhi oleh ketebalan lamina yang diambil dari tepi batang. Peningkatan kekuatan geser kayu laminasi terhadap “kayu” solid kelapa sawit berkisar 11 – 34%. Namun demikian, kayu laminasi yang tersusun lamina berketebalan 3 cm (2 lapis), nilai kekuatan gesernya lebih rendah dibandingkan kayu solid. Hal ini diduga disebabkan keberadaan leaf trace pada kayu solid berpengaruh terhadap kekuatan gesernya. Berdasarkan hal tersebut di atas menunjukkan bahwa yang memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya kekuatan pada kayu laminasi adalah bahan lamina penyusunnya. Rasio delaminasi Kayu laminasi batang kelapa sawit tidak mengalami delaminasi baik yang direndam dalam air dingin maupun air panas (Gambar 4.8). Hal ini menunjukkan bahan perekat isosianat mampu mengikat lamina-lamina dari batang kelapa sawit dengan baik. Penelitian ini sesuai dengan penelitian tahap kedua. Rasio delaminasi kayu laminasi batang kelapa sawit telah memenuhi standar Japan Agricultural Standard for Glued Laminated : Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007) yang mensyaratkan tidak melebihi 5%.
45
Gambar 4.8
Delaminasi kayu laminasi batang kelapa sawit a) sebelum direndam, b) setelah direndam air, dan c) setelah di oven. Angka 2, 3 dan 4 menunjukkan jumlah lamina penyusun kayu laminasi. Tanda panah menunjukkan garis rekat
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa semua variabel perlakuan (posisi pada ketinggian batang dan ketebalan lamina) serta kombinasinya menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada nilai kerapatan, MOE, MOR dan keteguhan geser rekat (Tabel 4.5). Hasil uji lanjut dengan uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.5 Analisis sidik ragam karakteristik kayu laminasi batang kelapa sawit Karakteristik Kayu laminasi Batang Kelapa sawit
Perlakuan Posisi Ketinggian F hit.
Tebal Lamina
Prob.
0.94
F hit. tn
0.21
Prob.
Kerapatan
947.13
0.00**
423.63
0.00**
13.22
0.00**
MOR
947.13
0.00**
3014.76
0.00**
32.20
0.00**
29449.46
0.00**
10282.07
0.00**
310.15
0.00**
177.23
0.00**
125.48
0.00**
4.93
0.00**
Keterangan: tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5% dan ** sangat nyata pada taraf 1%
0.97
tn
0.13
geser
0.14
Prob.
Kadar Air
MOE Keteguhan rekat
0.88
F hit. tn
Kombinasi Perlakuan
46 Tabel 4.6 Karakteristik kayu laminasi batang kelapa sawit Karakteristik Kayu Utuh dan Kayu Laminasi Batang Kelapa Sawit Ketinggian (m)
Tebal Lamina 6 cm 3 cm
KA (%)*
Kerapatan (g cm-3)*
MOR (kg cm-2)*
12.47
0.32 de
151.3 e
12.38
0.34 f
191.5 i
MOE (kg cm-2)* 20.0 x 103 d 3
30.8 x 10 h
2 2 cm
12.30
0.36 g
205.2 j
3
31.2 x 10 i 3
Keteguhan geser rekat (kg cm-2)*
Kerusakan Kayu (%)
Rasio Delaminasi (%)
18.55 fg
100
0
15.98 de
100
0
21.03 h
100
0
1.5 cm
12.33
0.38 h
212.4 k
32.6 x 10 j
26.45 i
100
0
6 cm
12.35
0.30 c
130.2 b
16.6 x 103 b
14.11 bc
100
0
3
12.71 ab
100
0
3
15.72 d
100
0
3
19.13 g
100
0
3
3 cm
12.46
0.31 d
159.4 f
26.1 x 10 e
4 2 cm 1.5 cm
12.41 12.47
0.32 e 0.35 f
172.6 g 177.6 h
26.5 x 10 f 27.6 x 10 g
6 cm
12.39
0.23 a
97.1 a
10.6 x 10 a
12.94 ab
100
0
3 cm
12.46
0.28 b
130.9 b
16.4 x 103 b
11.70 a
100
0
3
15.05 cd
100
0
3
17.32 ef
100
0
6 2 cm 1.5 cm
12.39 12.35
0.30 c 0.31 d
138.5 c 141.6 d
16.5 x 10 b 17.3 x 10 c
*)Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%(uji Duncan).
Simpulan 1.
2.
3.
Kayu laminasi dari batang sawit memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan kayu utuhnya pada berbagai posisi ketinggian pada batan. Kayu laminasi yang tersusun lamina berketebalan 1.5 cm memiliki nilai kerapatan dan sifat mekanis tertinggi. Kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit 1.03 – 1.35 kali kerapatan balok utuh. MOE kayu laminasi batang kelapa sawit 1.54 – 1.66 kali MOE balok utuh, sedangkan MOR-nya sebesar 1.22 – 1.46 kali MOR balok utuhnya dan keteguhan geser kayu laminasi batang kelapa sawit 0.86 – 1.43 kali keteguhan geser balok utuhnya. Peningkatan ini dikarenakan lamina penyusunnya memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan balok utuh kelapa sawit. Berdasarkan karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit, nilai kadar air dan rasio delaminasi kayu laminasi batang kelapa sawit umur 20 tahun yang telah memenuhi standar Japan Agricultural Standard for Glued Laminated : Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007), sedangkan sifat mekanisnya belum memenuhi standar tersebut.
47
5 ANALISIS TRANSFORMASI PENAMPANG LAMINA DAN LAMINASI BATANG KELAPA SAWIT BERDASARKAN DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUHNYA Pendahuluan Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang struktur anatomi batangnya tersusun atas ikatan pembuluh dan jaringan dasar parenkim. Setiap ikatan pembuluh tersusun atas fiber, vessel atau metaxylem, protoxylem, protophloem atau sieve tubes, axial parenchyma, stegmata dan companion cells. Komponen serat (fiber) jumlahnya lebih dari setengah volume setiap ikatan pembuluhnya dan memberikan kekuatan aksial pada batangnya (Butterfield & Meylan 1980). Karakteristik batang kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh struktur anatominya. Ikatan pembuluh (vascular bundles) merupakan komponen anatomi yang berfungsi memberikan kekuatan pada batang batang kelapa sawit. Kekuatan dan kekakuan batang kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh distribusi dan luas ikatan pembuluh per satuan luas penampang (Rahayu 2001, Darwis et al. 2013). Penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa bagian tepi (dekat kulit) memiliki ikatan pembuluh yang sangat rapat, selanjutnya ke arah dalam semakin jarang, sedangkan ditinjau berdasarkan ketinggian pada batangnya kerapatan ikatan pembuluh meningkat dari pangkal ke ujung. Lebih lanjut kondisi ini mengakibatkan kekuatan dan kekakuan batang kelapa sawit yang cenderung semakin rendah dari tepi ke dalam dan dari pangkal ke ujung. Analisa mekanika dengan mempertimbangkan variasi kekuatan dan kekakuan ini pada berbagai bagian batang kelapa sawit, lebih mendekati kondisi aktual daripada mengasumsikan batang sawit sebagai material yang homogen. Konsekuensinya transformasi penampangnya tidak berbentuk persegi empat lagi dan lokasi centroidnya lebih sulit dihitung daripada bentuk persegi empat. Sebuah fungsi tertentu (linier atau non linier) dapat dipergunakan untuk menduga pola degradasi tersebut. Bila bentuk transformasi berupa curvilinier maka diperlukan perhitungan integral (Bodig & Jayne 1993). Berdasarkan posisi pada kedalaman batang, kekuatan dan kekakuan batang kelapa sawit menurun secara kontinyu seiring menurunnya jumlah ikatan pembuluh per satuan luasnya sehingga batang kelapa sawit dapat diasumsikan sebuah sistem lapisan yang kekuatan dan kekakuan lapisannya merupakan fungsi dari distribusi ikatan pembuluh. Pada posisi ketinggian, menunjukkan fenomena yang sebaliknya. Hasil penelitian tahap pertama diperoleh model persamaan regresi linier berganda yang merupakan hubungan distribusi ikatan pembuluh terhadap kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit pada variasi ketinggian batang. Persamaan regresi linier berganda untuk MOE yang diperoleh adalah y = 11609 – 2517x1 + 132x2. Berkaitan dengan hal tersebut, metode transformed cross section (TCS) dapat dipergunakan sebagai salah satu alat analisis yang cukup memadai untuk menduga kekuatan dan kekakuan lamina dari batang kelapa sawit maupun kayu laminasinya. Analisis kekuatan untuk glulam dengan metoda TCS adalah metoda penggunaan konversi nilai MOE yang bervariasi pada masing-masing lamina terhadap satu nilai MOE, dan metoda ini mempunyai
48 pengaruh mengurangi lebar lamina dengan MOE rendah, dan menambah lebar lamina dengan MOE tinggi (Bodig dan Jayne 1993). Prediksi kekuatan glulam dengan metoda TCS dibandingkan terhadap pengujian laboratorium menghasilkan nilai yang hampir sama (Lee dan Kim 2000). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisa mekanika pengaruh ikatan pembuluh terhadap sifat penampang dan Modulus Elastisitas (MOE) lamina dan kayu laminasi batang kelapa sawit 2 lapis, 3 lapis dan 4 lapis. Bahan Dan Metode Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data hasil penelitian tahap pertama dan ketiga. Data tahap pertama berupa model regresi non linier power hubungan antara distribusi ikatan pembuluh dengan jarak pengamatan dari tepi ke pusat batang serta model regresi linier berganda yang terbentuk antara distribusi ikatan pembuluh dengan MOE kayu kelapa sawit pada ketinggian 2, 4, dan 6 meter. Nilai kekakuan lentur (MOE) kayu utuh dan kayu laminasi kelapa sawit 2, 3, dan 4 lapis dijadikan data empiris yang diperoleh pada penelitian tahap ketiga. Metode Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: Analisa sifat penampang batang kelapa sawit Analisa sifat penampang batang kelapa sawit mengacu pada Bahtiar et al (2014). Dengan batasan bahwa kekakuan dan kekuatan batang kelapa sawit terutama disumbangkan oleh distribusi ikatan pembuluh, maka rasio modulus elastisitas pada setiap posisi adalah ekuivalen dengan rasio kerapatan ikatan pembuluh (Persamaan 1), maka lebar penampang tertransformasi dalam TCS dapat dimodifikasi dengan rasio distribusi ikatan pembuluh sebagai substitusi dari rasio modulus elastisitas (Persamaan 2). ............................................................................................................... (1) dimana Ei: modulus elastisitas lamina ke-i, Ej: modulus elastisitas lamina referensi, vi; distribusi ikatan pembuluh lamina ke-i, dan vj: distribusi ikatan pembuluh lamina referensi. ................................................................................................ (2) dimana bi: lebar lamina ke-i, bj: lebar lamina referensi. Karena distribusi ikatan pembuluh merupakan fungsi dari jarak, maka persamaan 2 dapat diubah menjadi: ........................................................................................................ (3) Apabila batang kelapa sawit bagian pusat (1/2 jari-jari) sejauh 100 mm dipilih sebagai referensi, dan lamina batang kelapa sawit dibuat berukuran lebar (b) 60 mm, maka: ..................................................................................................... (4)
49 Apabila tebal lamina batang kelapa sawit (t : 15 mm, 20 mm, 30 mm, dan 60 mm) dibuat dengan menghilangkan bagian batang terluar setebal 10 mm dan matrik bagian dalam, maka sifat-sifat penampang tertransformasi secara umum diperoleh berdasarkan rumusan: Luas penampang: ............................................................................. (5) Momen pertama penampang: ....................................................................... (6) Centroid dari sumbu x: ................................................................................................... (7) Momen Inersia penampang pada sumbu x: ..................................................................... (8) Momen Inersia penampang pada centroid: ...................................................................... (9) Analisa sifat penampang kayu laminasi batang kelapa sawit Kayu laminasi batang kelapa sawit dibuat dengan tiga konfigurasi yaitu 2 lapis, 3 lapis, dan 4 lapis, sebagaimana disajikan pada Gambar 4.1. Selain itu sebagai pembanding dengan kontrol (balok utuh kelapa sawit). Analisis sifat penampang kayu laminasi mengacu pada Bahtiar et al. (2014). Lebar setiap penampang kemudian ditransformasikan sesuai dengan persamaan 4, sehingga diperoleh bentuk geometri penampang tertransformasi. Selanjutnya sifat-sifat penampang kayu laminasi dihitung sebagai: Luas penampang ............................................................................. (10) Centroid ........................................................................ (11) Momen inersia penampang pada centroid ....................... (12) Momen inersia penampang aktual ....................................................... (13) Rasio modulus elastisitas kayu laminasi batang kelapa sawit (Eact) dibandingkan lamina batang kelapa sawit bagian pusat (Etcs) ............................................................................. (14) Analisa sifat penampang kayu dan kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian yang berbeda Parameter-parameter yang telah di analisis (lebar penampang (b), luas penampang tertransformasi (A), momen pertama penampang tertransformasi (I), dan momen inersia pada sumbu x (Ix) kemudian dikalikan dengan faktor koreksi pada ketinggian yang berbeda. Pada ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m,
50 faktor koreksinya berturut-turut adalah
,
atau
, dan
atau dimana f(x) adalah persamaan regresi/fungsi hubungan antara distribusi ikatan pembuluh dengan MOE pada ketinggian 2 m [ , 4 m [ , dan 6 m [ yang diperoleh pada penelitian tahap 1. Nilai x adalah distribusi ikatan pembuluh pada jarak 10 mm dari bagian tepi batang kelapa sawit pada ketinggian 2 m sebagai referensinya. Analisa Data Untuk melakukan verifikasi teoritis dengan data empiris, analisa data dilakukan secara bertahap, yaitu: a. Sebagai data acuan adalah modulus elastisitas kayu solid/utuh batang kelapa sawit (Es) b. Selanjutnya modulus elastisitas kayu laminasi batang kelapa sawit dua lapis (E2), tiga lapis (E3), dan empat lapis (E4) dikurangi Es sehingga diperoleh rasio E terhadap Es (Persamaan 17 dan 18): .............................................................................. (15) .............................................................................. (16) .............................................................................. (17) c. Rasio hasil teoritis diperoleh dengan rumusan: .............................................................................. (18) .............................................................................. (19) .............................................................................. (20) d. Untuk menguji validitas rasio hasil empiris dibanding rasio hasil teoritis dilakukan uji t-student dengan hipotesa: H0 : H1 : Apabila H0 ditolak dan H1 diterima, maka dapat dinyatakan bahwa rasio hasil empiris tidak berbeda dengan rasio hasil teoritis. Kondisi tersebut memiliki konsekwensi hasil teoritis adalah cukup memadai untuk menduga hasil empiris, sehingga rasio distribusi ikatan pembuluh kelapa sawit dapat dipergunakan untuk menggantikan rasio modulus elastisitas pada metode TCS. Hasil Dan Pembahasan Distribusi ikatan pembuluh Secara umum terlihat bahwa jumlah ikatan pembuluh per satuan luas (selanjutnya disebut distribusi ikatan pembuluh) pada batang kelapa sawit menurun dari tepi ke dalam (Gambar 5.1 dan Gambar 2.2). Selain ikatan pembuluh, batang kelapa sawit tersusun atas sel-sel parenkim yang bertindak sebagai jaringan dasarnya. Proporsi parenkim akan berbanding terbalik dengan kerapatan ikatan pembuluh (Rahayu 2001). Sel parenkim berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan berupa pati dan gula.
51 Secara umum fungsi regresi distribusi ikatan pembuluh pada berbagai jarak dari tepi ke pusat batang kelapa sawit adalah regresi non linier (power) yang ditunjukkan dengan besarnya pengaruh variabel tersebut terhadap distribusi ikatan pembuluhnya (R2) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Fungsi regresi non linier power untuk distribusi ikatan pembuluh pada batang kelapa sawit. Posisi batang kelapa sawit Pangkal (2 m) Tengah (4 m) Ujung (6 m)
Non-linier (power) y = 533.88x-0.617; R² = 0.98 y = 965.91x-0.661; R² = 0.99 y = 890.74x-0.602; R² = 0.99
Keterangan : Jarak dalam satuan mm
Gambar 5.1 Photo makroskopis penampang melintang batang kelapa sawit Analisa sifat penampang lamina batang kelapa sawit Metode transformed cross section telah lazim digunakan secara luas untuk analisa material yang berlapis-lapis (layered system). Metode ini mentranformasi lebar penampang suatu material sesuai dengan rasio modulus elastisitas (E)-nya. Material yang ber-E tinggi akan diperlebar, sedangkan yang ber-E rendah akan dipersempit sehingga akan terbangun bentuk geometri imajiner yang baru dan sama sekali berbeda dengan bentuk geometri aktualnya. Dengan asumsi bahwa rasio E adalah equivalen dengan rasio distribusi ikatan pembuluh, maka bentuk penampang tertranformasi tersebut dapat juga dibangun dari fungsi distribusi ikatan pembuluh. Dengan demikian, model regresi non linier (power) dari distribusi ikatan pembuluh pada berbagai kedalaman dapat digunakan untuk membangun bentuk penampang tertransformasi dan melakukan analisa sifat penampangnya.
52 Pada model power, lebar penampang tertransformasi pada setiap bagian dapat dinyatakan dengan: ........................................... (21) sehingga lebar penampang untuk masing-masing ketebalan lamina batang kelapa sawit dapat dinyatakan dengan: Lebar penampang lamina pada ketinggian 2 m (pangkal) a. Lamina (15 mm) : ........... (22) Untuk y = 10; maka Untuk y = 25; maka b. Lamina (20 mm)
= 248.40 mm = 141.13 mm ........... (23)
Untuk y = 10; maka Untuk y = 30; maka c. Lamina (30 mm)
= 248.40 mm = 126.12 mm ........... (24)
Untuk y = 10; maka Untuk y = 40; maka d. Lamina (60 mm)
= 248.40 mm = 105.60 mm ........... (25)
Untuk y = 10; maka Untuk y = 70; maka
= 248.40 mm = 74.77 mm
Lebar penampang lamina pada ketinggian 4 m (tengah) a. Lamina (15 mm) : ........... (26) Untuk y = 10; maka Untuk y = 25; maka b. Lamina (20 mm)
= 274.89 mm = 150.01 mm ........... (27)
Untuk y = 10; maka Untuk y = 30; maka c. Lamina (30 mm)
= 274.89 mm = 132.98 mm ........... (28)
Untuk y = 10; maka Untuk y = 40; maka d. Lamina (60 mm)
= 274.89 mm = 109.95 mm ........... (29)
Untuk y = 10; maka Untuk y = 70; maka
= 274.89 mm = 75.95 mm
53 Pada penelitian tahap pertama telah diperoleh persamaan regresi linier berganda untuk MOE yaitu y = 11609 – 2517x1 + 132x2, sehingga pada ketinggian 4 m, lebar penampang dikalikan dengan dimana f(x)2 = 132x + 6575 dan f(x)4 = 132x + 1541 Lebar penampang lamina pada ketinggian 6 m (ujung) a. Lamina (15 mm) : .............. (30) Untuk y = 10; maka Untuk y = 25; maka b. Lamina (20 mm)
= 239.97 mm = 138.23 mm .............. (31)
Untuk y = 10; maka Untuk y = 30; maka c. Lamina (30 mm)
= 239.97 mm = 123.86 mm .............. (32)
Untuk y = 10; maka Untuk y = 40; maka d. Lamina (60 mm)
= 239.97 mm = 104.16 mm .............. (33)
Untuk y = 10; maka Untuk y = 70; maka
= 239.97 mm = 74.37 mm
Pada penelitian tahap pertama telah diperoleh persamaan regresi linier berganda untuk MOE yaitu y = 11609 – 2517x1 + 132x2, sehingga pada ketinggian 6 m, lebar penampang dikalikan dengan dimana f(x)2 = 132x + 6575 dan f(x)6 = 132x – 3493 Berdasarkan Persamaan 23 sampai 34 dapat dibangun bentuk penampang tertransformasi seperti pada Gambar 5.2
aktual
a. (2 m)
b. (4 m)
c. (6 m)
Gambar 5.2 Bentuk dan dimensi penampang tertransformasi power lamina batang kelapa sawit dengan ketebalan dan ketinggian yang berbeda.
54 Selanjutnya model sketsa gambar model diferensialnya disajikan pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3 Sketsa pemodelan power untuk analisa sifat penampang lamina batang kelapa sawit Seperti terlihat pada Gambar 5.3 di atas, luas penampang tertransformasi dapat dinyatakan dengan persamaan 5, sehingga untuk masing-masing lamina batang kelapa sawit, luas penampang tertransformasinya adalah: Luas penampang lamina tertransformasi pada ketinggian 2 m (pangkal) a. Lamina (15 mm) ................................................................... (34) b. Lamina (20 mm) ................................................................... (35) c. Lamina (30 mm) ................................................................... (36) d. Lamina (60 mm) ................................................................... (37) Luas penampang lamina tertransformasi pada ketinggian 4 m (tengah) a. Lamina (15 mm) ................................................................... (38) b. Lamina (20 mm) ................................................................... (39) c. Lamina (30 mm) ................................................................... (40) d. Lamina (60 mm) ................................................................... (41)
55 Luas penampang tertransformasi pada ketinggian 4 meter ini juga dikalikan dengan dimana f(x)2 = 132x + 6575 dan f(x)4 = 132x + 1541 sehingga nilai luas masing-masing lamina adalah 2323.66 mm2, 2878.51 mm2, 3826.82 mm2, dan 5958.77 mm2 untuk ketebalan lamina 15 mm, 20 mm, 30 mm, dan 60 mm. Luas penampang lamina tertransformasi pada ketinggian 6 m (ujung) a. Lamina (15 mm) ........................................................................ (42) b. Lamina (20 mm) ........................................................................ (43) c. Lamina (30 mm) ........................................................................ (44) d. Lamina (60 mm) ........................................................................ (45)
Luas penampang tertransformasi pada ketinggian 6 meter di atas dikalikan dengan dimana f(x)2 = 132x + 6575 dan f(x)6 = 132x – 3493 sehingga nilai luas masing-masing lamina adalah 1521.22 mm2, 1895.87 mm2, 2545.21 mm2, dan 4042.61 mm2 untuk ketebalan lamina 15 mm, 20 mm, 30 mm, dan 60 mm. Momen pertama penampang dapat dinyatakan dengan persamaan 6 sehingga masing-masing lamina batang kelapa sawit mempunyai momen pertama penampang sebagai: Momen pertama penampang lamina pada ketinggian 2 m (pangkal) a. Lamina (15 mm) .................................................... (46) b. Lamina (20 mm) .................................................... (47) c. Lamina (30 mm) .................................................... (48) d. Lamina (60 mm) ................................................... (49)
56 Momen pertama penampang lamina pada ketinggian 4 m (tengah) a. Lamina (15 mm) ............................................................. (50) b. Lamina (20 mm) ............................................................. (51) c. Lamina (30 mm) ............................................................. (52) d. Lamina (60 mm) ............................................................. (53) Momen pertama penampang tertransformasi pada ketinggian 4 meter ini juga dikalikan dengan dimana f(x)2 = 132x + 6575 dan f(x)4 = 132x + 1541 sehingga nilai masing-masing lamina adalah 38931.75 mm3, 54162.23 mm3, 87203.02 mm3, dan 202500.44 mm3 untuk ketebalan lamina 15 mm, 20 mm, 30 mm, dan 60 mm. Momen pertama penampang lamina pada ketinggian 6 m (ujung) a. Lamina (15 mm) ............................................................... (54) b. Lamina (20 mm) ............................................................... (55) c. Lamina (30 mm) ............................................................... (56) d. Lamina (60 mm) ............................................................... (57) Momen pertama penampang tertransformasi pada ketinggian 6 meter di atas dikalikan dengan dimana f(x)2 = 132x + 6575 dan f(x)6 = 132x – 3493 sehingga nilai masing-masing lamina adalah 25589.07 mm3, 35875.03 mm3, 58508.30 mm3, dan 139611.31 mm3 untuk ketebalan lamina 15 mm, 20 mm, 30 mm, dan 60 mm. Centroid ditinjau dari sumbu x dapat diperoleh dari persamaan 7. Berdasarkan persamaan tersebut, nilai centroid masing-masing lamina batang kelapa sawit ditinjau dari sumbu x adalah:
57 Centroid lamina pada sumbu x di ketinggian 2 m (pangkal) a. Lamina (15 mm) ................................................................... (58) b. Lamina (20 mm) ................................................................... (59) c. Lamina (30 mm) .................................................................. (60) d. Lamina (60 mm) .................................................................. (61) sehingga centroid ditinjau dari alas penampang pada ketinggian 2 m adalah 6.80 mm, 8.90 mm, 12.94 mm, dan 24.39 mm masing-masing untuk ketebalan lamina 15 mm, 20 mm, 30 mm, dan 60 mm. Centroid lamina pada sumbu x di ketinggian 4 m (tengah) a. Lamina (15 mm) ................................................................... (62) b. Lamina (20 mm) ................................................................... (63) c. Lamina (30 mm) ................................................................... (64) d. Lamina (60 mm) .................................................................. (65) sehingga centroid ditinjau dari alas penampang pada ketinggian 4 m adalah 6.75 mm, 8.82 mm, 12.79 mm , dan 23.98 mm masing-masing untuk ketebalan lamina 15 mm, 20 mm, 30 mm, dan 60 mm. Centroid lamina pada sumbu x di ketinggian 6 m (ujung) a. Lamina (15 mm) ................................................................... (66) b. Lamina (20 mm) ................................................................... (67) c. Lamina (30 mm) ................................................................... (68) d. Lamina (60 mm) .................................................................. (69) sehingga centroid ditinjau dari alas penampang pada ketinggian 6 m adalah 6.82 mm, 8.92 mm, 12.99 mm, dan 24.53 mm masing-masing untuk ketebalan lamina 15 mm, 20 mm, 30 mm, dan 60 mm.
58 Momen inersia pada sumbu x untuk masing-masing lamina batang kelapa sawit dapat diperoleh dari persamaan 8. Momen inersia lamina pada sumbu x di ketinggian 2 m (pangkal) a. Lamina (15 mm) ................................................................ (70) b. Lamina (20 mm) ................................................................ (71) c. Lamina (30 mm) ................................................................ (72) d. Lamina (60 mm) ................................................................ (73) Momen inersia lamina pada sumbu x di ketinggian 4 m (tengah) a. Lamina (15 mm) ................................................................ (74) b. Lamina (20 mm) ................................................................ (75) c. Lamina (30 mm) ................................................................ (76) d. Lamina (60 mm) ................................................................ (77) Momen inersia pada sumbu x pada ketinggian 4 meter ini juga dikalikan dengan dimana f(x)2 = 132x + 6575 dan f(x)4 = 132x + 1541 sehingga nilai masingmasing lamina adalah 695855.66 mm4, 1115085.37 mm4, 2274187.93 mm4, dan 8669444.36 mm4 untuk ketebalan lamina 15 mm, 20 mm, 30 mm, dan 60 mm. Momen inersia lamina pada sumbu x di ketinggian 6 m (ujung) a. Lamina (15 mm) ................................................................... (78) b. Lamina (20 mm) ................................................................... (79)
59 c. Lamina (30 mm) ................................................................... (80) d. Lamina (60 mm) .................................................................. (81) Momen inersia pada sumbu x pada ketinggian 6 meter di atas dikalikan dengan dimana f(x)2 = 132x + 6575 dan f(x)6 = 132x – 3493 sehingga nilai masingmasing lamina adalah 459012.54 mm4, 742186.87 mm4, 1536502.27 mm4, dan 6041642.88 mm4 untuk ketebalan lamina 15 mm, 20 mm, 30 mm, dan 60 mm. Momen inersia pada centroidnya untuk masing-masing lamina batang kelapa sawit dapat diperoleh dari persamaan 9. Momen inersia lamina pada centroid di ketinggian 2 m (pangkal) a. Lamina (15 mm) ............................ (82) b. Lamina (20 mm) ....................... (83) c. Lamina (30 mm) ........................ (84) d. Lamina (60 mm) ................... (85) Momen inersia lamina pada centroid di ketinggian 4 m (tengah) a. Lamina (15 mm) ............................ (86) b. Lamina (20 mm) ......................... (87) c. Lamina (30 mm) ........................ (88) d. Lamina (60 mm) ..................... (89) Momen inersia lamina pada centroid di ketinggian 6 m (ujung) a. Lamina (15 mm) ............................ (90) b. Lamina (20 mm) ........................... (91) c. Lamina (30 mm) ........................ (92) d. Lamina (60 mm) ..................... (93) Dengan demikian sifat-sifat penampang tertransformasi power dari masing-masing lamina batang kelapa sawit dapat diringkas dalam Tabel 5.2 berikut:
60 Tabel 5.2 Sifat-sifat penampang lamina batang kelapa sawit dengan model transformasi power
Pangkal (2 m) Luas Penampang (A) Centroid ( ) Momen Inersia pada Centroid Tengah (4 m) Luas Penampang (A) Centroid ( ) Momen Inersia pada Centroid Ujung (6 m) Luas Penampang (A) Centroid ( ) Momen Inersia pada Centroid
Tebal lamina 30 mm
15 mm
20 mm
60 mm
2726.57 mm2 6.80 mm 51185.75 mm4
3392.84 mm2 8.90 mm 113289.53 mm4
4543.50 mm2 12.94 mm 341659.78 mm4
7179.85 mm2 24.39 mm 2164028.88 mm4
2323.66 mm2 6.75 mm 43573.90 mm4
2878.51 mm2 8.82 mm 95964.88 mm4
3826.82 mm2 12.79 mm 287062.78 mm4
5958.77 mm2 23.98 mm 1787755.79 mm4
1521.22 mm2 6.82 mm 28567.43 mm4
1895.87 mm2 8.92 mm 63335.23 mm4
2545.21 mm2 12.99 mm 191537.58 mm4
4042.61 mm2 24.53 mm 1220168.12 mm4
Analisa sifat penampang kayu laminasi batang kelapa sawit Konfigurasi kayu Solid Analisa TCS dengan model non linier (power), kayu utuh batang kelapa sawit dengan ukuran penampang lintang 60.00 mm x 60.00 mm dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 5.4, sedangkan centroid masing-masing bagian disajikan pada Gambar 5.5.
Gambar 5.4 Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier (power) dari kayu utuh batang kelapa sawit (60.00 mm x 60.00 mm) Centroid penampang tertransformasi ditinjau dari sumbu x dapat dihitung dengan Persamaan 11, dan menghasilkan nilai masing-masing 24.39 mm, 23.98 mm, dan 24.53 mm untuk ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m. Oleh karena sumbu x berimpit dengan alas bidang tertransformasi, maka nilai centroid tersebut adalah identik dengan centroid yang ditinjau dari alasnya (Gambar 5.5)
Gambar 5.5 Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang tertransformasi kayu solid batang kelapa sawit (60.00 mm x 60.00 mm)
61 Selanjutnya, momen inersia penampang tertransformasi dapat dihitung dengan persamaan 12, sehingga diperoleh nilai sebesar 2164028.88 mm4, 1787755.79 mm4, dan 1220168.12 mm4 masing-masing untuk ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m. Rasio E aktual terhadap E standar dapat diperoleh dari persamaan 14, yaitu: 1)
2m:
.................................... (94)
2)
4m:
.................................... (95)
3)
6m:
.................................... (96)
Apabila hanya menggunakan batang kelapa sawit utuh, maka akan memiliki MOE ± 12.98% sampai 100.37% lebih tinggi daripada lamina batang kelapa sawit bagian pusat. Konfigurasi 2 lapis Analisa TCS dengan model non linier (power), kayu laminasi batang kelapa sawit dua lapis dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 5.6, sedangkan centroid masing-masing bagian disajikan pada Gambar 5.7
Gambar 5.6 Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier (power) dari kayu laminasi batang kelapa sawit 2 lapis
Gambar 5.7
Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang tertransformasi konfigurasi kayu laminasi batang kelapa sawit 2 lapis
Karena penampang tertransformasi berbentuk simetris, maka centroid terletak tepat di tengah (Gambar 5.8), yaitu sejauh 30 mm dari sumbu x, sehingga momen inersianya adalah 3328033.00 mm4, 2841360.84 mm4, dan 1856148.40 mm4 masing-masing untuk ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m. Selanjutnya rasio E aktual terhadap E standar adalah: 1)
2m:
.................................... (97)
2)
4m:
.................................... (98)
3)
6m:
.................................... (99)
62 Apabila konfigurasi dua lapis yang digunakan untuk membuat kayu laminasi batang kelapa sawit, maka akan memiliki MOE ±71.87% sampai 208.15% lebih tinggi daripada lamina batang kelapa sawit bagian pusat.
Gambar 5.8 Ilustrasi posisi centroid penampang tertransformasi non linier (power) konfigurasi 2 lapis Konfigurasi 3 lapis Analisa TCS dengan model non linier (power), kayu laminasi batang kelapa sawit tiga lapis dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 5.9, sedangkan centroid masing-masing bagian disajikan pada Gambar 5.10
Gambar 5.9
Gambar 5.10
Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier (power) dari kayu laminasi batang kelapa sawit 3 lapis
Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang tertransformasi konfigurasi kayu laminasi batang kelapa sawit 3 lapis
Centroid penampang tertransformasi ditinjau dari sumbu x dapat dihitung dengan Persamaan 11, dan menghasilkan nilai masing-masing 29.63 mm, 29.61 mm, dan 29.64 mm untuk ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m. Oleh karena sumbu x berimpit dengan alas bidang tertransformasi, maka nilai centroid tersebut adalah identik dengan centroid yang ditinjau dari alasnya (Gambar 5.11).
Gambar 5.11 Ilustrasi posisi centroid penampang tertransformasi non linier (power) konfigurasi 3 lapis
63 Selanjutnya, momen inersia penampang tertransformasi dapat dihitung dengan persamaan 12, sehingga diperoleh nilai sebesar 3363658.68 mm4, 2873590.74 mm4, dan 1879218.94 mm4 masing-masing untuk ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m. Rasio E aktual terhadap E standar dapat diperoleh dari persamaan 14, yaitu: 4)
2m:
.................................. (100)
5)
4m:
.................................. (101)
6)
6m:
.................................. (102)
Apabila konfigurasi tiga lapis yang digunakan untuk membuat kayu laminasi batang kelapa sawit, maka akan memiliki MOE ± 74.00% sampai 211.45% lebih tinggi dari lamina batang kelapa sawit bagian pusat. Konfigurasi 4 lapis Analisa TCS dengan model non linier (power), kayu laminasi batang kelapa sawit empat lapis dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 5.12, sedangkan centroid masing-masing bagian disajikan pada Gambar 5.13.
Gambar 5.12 Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier (power) dari kayu laminasi batang kelapa sawit 4 lapis
Gambar 5.13
Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang tertransformasi konfigurasi kayu laminasi batang kelapa sawit 4 lapis
Karena penampang tertransformasi berbentuk simetris, maka centroid terletak tepat di tengah (Gambar 5.14), yaitu sejauh 30 mm dari sumbu x, sehingga momen inersianya adalah 3505948.62 mm4, 3002407.44 mm4, dan 1952507.58 mm4 masing-masing untuk ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m. Selanjutnya rasio E aktual terhadap E standar adalah: 4)
2m:
.................................. (103)
5)
4m:
.................................. (104)
6)
6m:
.................................. (105)
64 Apabila konfigurasi empat lapis yang digunakan untuk membuat kayu laminasi batang kelapa sawit, maka akan memiliki MOE ±80.79% sampai 224.62% lebih tinggi daripada lamina batang kelapa sawit bagian pusat.
Gambar 5.14
Ilustrasi posisi centroid penampang tertransformasi non linier (power) konfigurasi 4 lapis
Secara ringkas, sifat-sifat penampang tertransformasi power kayu laminasi dari batang kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Ringkasan sifat-sifat penampang tertansformasi non linier (power) kayu solid dan kayu laminasi batang kelapa sawit. Kayu laminasi kelapa sawit 4 lapis 3 lapis 2 lapis Model Transformasi Power 2m 4m 6m Centroid (mm) 2m 4m 6m Momen inersia (mm4) 2m 4m 6m Nisbah (Eact/Etcs) (%) 2m 4m 6m
y = 533.88x-0.617 y = 965.91x-0.661 y = 890.74x-0.602
Kayu solid
R² = 0.98 R² = 0.99 R² = 0.99
30.00 30.00 30.00
29.63 29.61 29.65
30.00 30.00 30.00
24.39 23.98 24.53
3505948.62 3002407.44 1952507.58
3363658.68 2873590.74 1879218.94
3328033.00 2841360.84 1856148.40
2164028.88 1787755.79 1220168.12
324.62 278.00 180.79
311.45 266.07 174.00
308.15 263.09 171.87
200.37 165.53 112.98
Pengujian empiris kayu laminasi batang kelapa sawit Pengujian empiris di laboratorium menghasilkan modulus elastisitas sebagaimana disajikan pada Gambar 5.16. Pada grafik tersebut terlihat bahwa kayu kelapa sawit utuh lebih lentur dibandingkan kayu laminasinya. Kayu laminasi batang kelapa sawit konfigurasi 2 lapis merupakan yang paling lentur dibandingkan dua konfigurasi lainnya, sedangkan konfigurasi 4 lapis merupakan yang paling kaku.
65
Gambar 5.15 Hasil pengujian lentur kayu laminasi batang kelapa sawit. Validasi teoritis dengan hasil empiris Seperti disajikan pada Tabel 5.4, hasil teoritis power memiliki nilai korelasi Pearson yang tinggi (95%) sehingga terdapat hubungan linier yang baik antara hasil teori dan empiris. Uji t-student data berpasangan juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara hasil teoritis dan empiris. Tabel 5.4 Hasil korelasi pearson dan uji t-student data berpasangan untuk validasi hasil teoritis dibandingkan data empiris. Rata-rata Keragaman Pengamatan Korelasi Pearson Hypothesized Mean Difference df t stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
R empiris 58.69 19.24 9 0.94 (94%) 0 8 0.64 0.27 1.86 0.54 2.31
R teoritis 58.33 25.14 9
Korelasi berbeda nyata pada taraf 0.01 (99%)
Hasil uji hubungan antara hasil empiris dengan teoritis berdasarkan persamaan regresi linier yang terbentuk menunjukkan hubungan yang erat antara kedua hasil tersebut dengan ditunjukkan nilai R2 sebesar 89% (Gambar 5.16).
66
Gambar 5.16 Regresi linier validasi hasil teoritis model transformasi power terhadap data empirisnya Simpulan Bentuk/model imajiner penampang lintang “kayu” kelapa sawit tertransformasi berdasarkan rasio distribusi ikatan pembuluh berbeda dengan penampang tertransformasi pada umumnya yang menggunakan rasio MOE yang berbentuk persegi panjang. Pada bagian penampang yang memiliki distribusi ikatan pembuluh yang rapat memiliki lebar penampang yang lebih besar dibandingkan pada bagian yang kurang rapat. Hal ini menyebabkan penampang tertransformasinya tidak berbentuk segi empat. Rasio distribusi ikatan pembuluh dapat dipergunakan untuk mentransformasi penampang kayu laminasi dari batang kelapa sawit pada variasi ketebalan dan ketinggian lamina karena hasil teoritis dari model yang diturunkan ternyata tidak jauh berbeda dengan nilai empirisnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi pearson yang tinggi (94%) dan uji t-student data berpasangan.
67
6 PEMBAHASAN UMUM Tanaman kelapa sawit termasuk famili Palmae. Struktur jaringan penyusun batangnya tidak berbeda dengan struktur tanaman yang termasuk dalam family tersebut. Berdasarkan struktur anatominya, batang kelapa sawit tersusun atas ikatan pembuluh dan parenkim sebagai jaringan dasarnya. Ikatan pembuluh tersusun atas fiber, metaxylem, protoxylem, protophloem atau sieve tubes, axial parenchyma, stegmata dan companion cells (Lim dan Fujii 1997). Pada penampang lintang batang kelapa sawit, ikatan pembuluh tersebara tidak merata dari tepi ke pusat batang. Berdasarkan distribusi sebaran ikatan pembuluhnya, pada arah horizontal cenderung menurun dari bagian tepi ke arah pusat batang, sedangkan pada arah vertikal menunjukan penurunan dari pangkal ke ujung batang. Berdasarkan pola sebaran data pengamatan (scatter plot), maka model persamaan regresi yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara distribusi ikatan pembuluh terhadap jarak (dari tepi ke pusat batang kelapa sawit) adalah regresi non linier. Dari beberapa model regresi non linier yang terbentuk (kuadratik, logaritmik, eksponensial dan power), regresi non linier power memiliki garis regresi yang mendekati pola sebaran datanya. Keterandalan model ini juga ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi yang tinggi. Distribusi ikatan pembuluh menunjukkan hubungan yang erat dengan karakteristik (kerapatan dan sifat mekanis) “kayu” kelapa sawit (Tomlinson 1961). Hubungan ini dapat dimodelkan dalam persamaan regresi linier berganda yaitu: y = 0.221 – 0.023x1 + 0.001x2 ; R2 = 82% (kerapatan), y = 11609 – 2517x1 + 132x2 ; R2 = 70% (MOE), y = 76.710 – 13.942x1 + 0.852x2 ; R2 = 71% (MOR), y = 42.944 – 7.577x1 + 0.422x2 ; R2 = 69% (kekuatan tekan sejajar serat), y = 50.950 – 8.413x1 + 0.523x2 ; R2 = 77% (kekerasan), y = 11.189 – 2.413x1 + 0.183x2 ; R2 = 83% (kekuatan geser) dimana y adalah karakteristik “kayu” kelapa sawit, x1 adalah ketinggian batang asal contoh uji, x2 adalah distribusi ikatan pembuluh. Berdasarkan model persamaan yang terbentuk, variabel ketinggian dan distribusi ikatan pembuluh baru dapat menjelaskan keeratan hubungannya dengan karakteristik batang kelapa sawit 69 – 83%. Hal ini menjelaskan bahwa masih ada variabel penentu lain yang berpengaruh terdapat karakteristik “kayu” kelapa sawit. Pada tingkat kedalaman pada batang kelapa sawit, semakin banyak distribusi ikatan pembuluhnya, semakin besar nilai karakteristik “kayu”-nya. Karakteristik ”kayu” batang kelapa sawit menurun dari tepi ke pusat batang karena distribusi ikatan pembuluhnya juga menurun, sebaliknya berdasarkan pada posisi ketinggian batang, karakteristiknya menurun dari pangkal ke ujung batang walaupun distribusinya mengalami peningkatan. Sel fiber (serat) dalam ikatan pembuluh berperan penting terhadap sifat mekanis “kayu” batang kelapa sawit. Lebih dari setengah volume ikatan pembuluh tersusun oleh serat (Butterfield & Meylan 1980). Kemampuan ikatan pembuluh sebagai penyokong kekuatan kayu berkaitan erat dengan tebal dinding sel seratnya. Berdasarkan kajian Shirley (2002), tebal dinding sel serat menurun dari tepi ke pusat dan dari pangkal ke ujung batang kelapa sawit. Dinding sel serat ini ditunjukkan dengan jumlah dinding sekundernya yang berlapis-lapis (multy layers). Lapisn-lapisan yang terbentuk dalam dinding sel serat tanaman palmae merupakan pengulangan dari lapisan tipe S1 dan S2. Jumlah lapisan yang
68 terbentuk berhubungan dengan umur serat. Kehadiran inti sel serat batang kelapa diperkirakan berusia beberapa dekade, dan terdeposisi terus pada lapisan dinding, adalah bukti dari umur panjang dari protoplas serat. Khusus pada posisi ketinggian batang, batang bagian pangkal lebih tua umurnya dibandingkan bagian atasnya (Lim dan Khoo 1986) sehingga memiliki dinding sel yang lebih tebal. Proporsi ikatan pembuluh (luasan pembuluh terhadap luas bidang pengamatan) juga berperan penting terhadap karakteristik “kayu” kelapa sawit. Proporsi ikatan pembuluh yang lebih banyak pada bagian tepi dibandingkan bagian dalam menunjukkan bahwa proporsi jaringan parenkim pada bagian tepi lebih sedikit dibandingkan bagian dalam (Rahayu 2001). Berdasarkan kajian tersebut, selain distribusi ikatan pembuluh, proporsi ikatan pembuluh dan ketebalan dinding sel serat juga berpengaruh terhadap kerapatan dan sifat mekanis “kayu” kelapa sawit. Kajian penggunaan bahan sebagai kayu laminasi tidak terlepas dari pengujian sifat keterekatan antara bahan baku “kayu” kelapa sawit dengan perekat. Pada dasarnya “kayu” batang kelapa sawit merupakan produk biologi yang tidak jauh berbeda dengan kayu pada umumnya. Bahannya berlignoselulosa dan secara anatomi bersifat porous. Berdasarkan sifat keterbasahannya, perekat isosianat ternyata cocok digunakan sebagai bahan perekat kayu laminasi batang kelapa sawit sebagaimana halnya pada kayu. Hal ini ditunjukkan dengan sudut kontak yang dihasilkan antara perekat isosianat dan permulaan “kayu” batang kelapa sawit dibawah 90o. Karakteristik kimia maupun struktur anatominya yang tidak jauh berbeda dengan kayu menyebabkan perekat mampu membasahi permukaan “kayu”kelapa sawit dengan baik. Besarnya berat labur mempengaruhi sebaran bahan perekat pada bidang rekat. Sebaran perekat yang paling merata pada bidang rekat adalah dengan berat labur 300 g m-2. Kurang meratanya perekat yang dilaburkan karena jumlah perekatnya yang kurang banyak. Ketidakmerataan bahan perekat pada bidang rekat akan berpengaruh terhadap sifat keterekatannya. Berdasarkan hasil pengujian, keteguhan geser dan kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit meningkat seiring dengan semakin banyaknya berat labur perekat, sedangkan nilai rasio delaminasi berlaku sebaliknya. Keteguhan geser dan rasio delaminasi kayu laminasi dari bahan yang diambil dari berbagai ketinggian batang (2 m, 4 m, dan 6 m) menunjukkan peningkatan seiring dengan semakin rendahnya posisi pada batang, sedangkan kerusakan kayu pada bidang geser menunjukan nilai yang sebaliknya. Kinerja perekat isosianat sebagai bahan perekat kayu laminasi batang kelapa sawit yang baik ditunjukkan dengan kerusakan kayu yang dihasilkan dari pengujian kekuatan geser. Kerusakan kayu yang terjadi bukan pada bidang rekatnya, tetapi pada kayu kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa perekat ini mampu mengikat dengan baik kedua permukaan kayu kelapa sawit. Pada pengujian sifat keterekatan ini juga memasukkan variabel lamanya pengempaan (1, 2, dan 3 jam). Variabel waktu kempa menunjukkan tidak adanya perbedaan pengaruh terhadap karakteristik sifat keterekatannya. Oleh sebab itu waktu kempa yang dibutuhkan dalam dalam pembuatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit adalah selama 1 jam. Berdasarkan ketiga variabel yang diujikan (posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa), sifat keteguhan rekat, kerusakan kayu dan rasio delaminasi kayu laminasi batang kelapa sawit dipengaruhi oleh posisi ketinggian dan berat labur perekat. Berat labur perekat berkaitan erat dengan kemerataan bahan perekat yang dilaburkan pada permukaan
69 kayu serta karakteristik “kayu” kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan penyusunnya. Pada pengujian sifat kerapatan, kelenturan dan kekakuan kayu (MOE dan MOR), nilainya tidak dipengaruhi oleh besarnya berat labur dan lamanya pengempaan. Variabel utama yang menentukannya adalah posisi bahan pada berbagai ketinggian batang kelapa sawit. Kerapatan, MOE dan MOR kayu laminasi batang kelapa sawit meningkat dari bahan bagian pangkal ke ujung batang. Hal ini disebabkan karakteristik “kayu” kelapa sawitnya yang bervariasi pada ketinggian yang berbeda. Dari penelitian sifat keterekatan kayu kelapa sawit dengan perekat isosianat direkomendasikan untuk mengunakan berat labur sebanyak 300 g m-2 dengan waktu kempa selama 1 jam. Karakteristik kayu laminasi dipengaruhi karakteristik kayu lamina penyusunnya. Pemilihan kayu kelapa sawit bagian tepi telah direkomendasikan oleh Bakar et al. (1999) untuk digunakan sebagai bahan kontruksi ringan. Kayu laminasi dari batang sawit memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan kayu utuhnya pada berbagai posisi ketinggian pada batang. Kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit 1.03 – 1.35 kali kerapatan balok utuh. MOE kayu laminasi batang kelapa sawit 1.54 – 1.66 kali MOE balok utuh, sedangkan MOR-nya sebesar 1.22 – 1.46 kali MOR balok utuhnya dan keteguhan geser kayu laminasi batang kelapa sawit 0.86 – 1.43 kali keteguhan geser balok utuh. Peningkatan sifat-sifat kayu laminasi disebabkan oleh karakteristik lamina penyusunnya yang lebih baik dibandingkan balok utuhnya. Semakin tipis ketebalan lamina yang diambil dari bagian tepi batang kelapa sawit, semakin tinggi kerapatan dan sifat mekanisnya. Kajian secara mendalam untuk menganalisis sifat kekakuan kayu laminasi dapat dilakukan secara matematis dengan metode TCS. Metode ini umumnya dengan terlebih dahulu mengetahui MOE lamina-lamina penyusunnya. Berdasarkan rasio MOE dapat mentransformasi penampang kayu laminasi/produk komposit menjadi bentuk penampang yang baru yang berbeda dengan bentuk penampang sebenarnya. Dengan asumsi bahwa distribusi ikatan pembuluh berhubungan erat dengan MOE, maka rasio ikatan pembuluh juga dapat digunakan untuk mentransformasi bentuk penampang kayu/kayu laminasi kelapa sawit. Berdasarkan kajian penelitian hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan karakteristik “kayu” kelapa sawit, rasio distribusi ikatan pembuluh ini dapat digunakan sebagai pengganti rasio MOE lamina dalam analisis transformasi penampang lamina dan kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Bentuk imajiner penampang kayu laminasi tertransformasi berdasarkan rasio ikatan pembuluh sangat berbeda dibandingkan transformasi pada umumnya, dimana dengan adanya degradasi ikatan pembuluh dari tepi kea rah pusat batang menyebabkan terjadinya penyempitan lebar penampang pada bagian dalam batang kelapa sawit sebagaimana ditunjukkan pada hasil penelitian tahap empat. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson yang sangat tinggi (94%) antara hasil teori dan empiris membuktikan bahwa rasio distribusi ikatan pembuluh dapat digunakan dalam menganalisis sifat kekakuan kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Hubungan linieritas juga terbentuk antara nilai empiris dengan nilai teoritis yang ditunjukkan dengan persaman regresi linier y = 1.08x – 5.054 ; R2 = 89%. Sifat mekanis kayu laminasi dari batang kelapa sawit yang berumur 20 tahun masih masih jauh dari harapan bila dijadikan bahan kontruksi bangunan. Namun demikian pemanfaatan kayu kelapa sawit masih memungkinkan untuk
70 bahan baku kayu laminasi dengan syarat kayu yang digunakan berasal dari umur yang tua. Umur kelapa sawit berpengaruh terhadap karakteristik sel-sel penyusunnya terutama ketebalan dinding sel. Semakin tua umur kelapa sawit, dinding sel penyusun batang kelapa sawit semakin tebal (Shirley 2002). Dengan semakin tua dan semakin tebal dinding sel penyusun dalam batang kelapa sawit, kerapatan maupun sifat mekanisnya akan semakin besar. Hal ini ditunjukkan dengan penelitian sifat dasar batang kelapa sawit yang umurnya 27 tahun (Erwinsyah 2008) dimana sifat mekanisnya lebih tinggi dibandingkan bahan kelapa sawit umur 20 tahun yang digunakan dalam penelitian ini.
71
7 SIMPULAN DAN SARAN Distribusi ikatan pembuluh mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan karakteristik “kayu” kelapa sawit. Pola distribusi ikatan pembuluh ini dapat dimodelkan dalam regresi non linier power. Pada tingkat kedalaman batang kelapa sawit, semakin banyak distribusi ikatan pembuluh maka kerapatan dan sifat mekanis (MOE, MOR, tekan sejajar serat, kekerasan, dan keteguhan geser) “kayu”nya akan semakin besar, namun pada tingkat ketinggian pada batang menunjukkan fenomena yang sebaliknya. Hubungan antara distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis (MOE, MOR, tekan sejajar serat, kekerasan, keteguhan geser) kayu kelapa sawit pada variasi ketinggian dapat dimodelkan dalam regresi linier berganda. Perekat isosianat dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan kayu laminasi batang kelapa sawit. Perekat ini mampu membasahi (wettability) dan mengikat “kayu” kelapa sawit dengan baik. Karakteristik kayu laminasi batang kelapa sawit dipengaruhi oleh posisi bahan yang diambil berdasarkan ketinggian dan berat labur perekat isosianat. Berat labur perekat isosianat yang dibutuhkan dalam pembuatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit sebanyak 300 g m-2 dengan waktu kempa selama 1 jam. Kayu laminasi batang kelapa sawit memiliki karakteristik (kerapatan dan sifat mekanis) yang lebih baik dibandingkan kayu utuhnya. Hal ini disebabkan lamina yang digunakan berasal dari tepi batang memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan “kayu” kelapa sawit utuh. Ketebalan lamina yang diambil dari bagian tepi batang kelapa sawit berpengaruh terhadap karakteristik kayu laminasinya. Semakin tipis lamina penyusun kayu laminasi kelapa sawit, rasio kerapatan, MOE, MOR dan keteguhan geser terhadap kayu solidnya akan semakin besar. Kayu laminasi yang tersusun dari lamina berketebalan 1.5 cm yang diambil mulai dari tepi batang memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang paling tinggi. Oleh karena itu, pembuatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit disarankan untuk menggunakan lamina yang tipis yang diambil dari bagian tepi sehingga diperoleh kekuatan tinggi. Rasio distribusi ikatan pembuluh dapat digunakan sebagai substitusi rasio MOE lamina penyusun kayu laminasi batang kelapa sawit dalam analisis transformasi penampang kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Oleh sebab itu, disarankan dalam menganalisis transformasi penampang kayu laminasi kelapa sawit menggunakan rasio ikatan pembuluh karena model penampang fiktifnya mendekati gambaran sifat/karakteristik yang sebenarnya. Kerapatan dan sifat mekanis kayu laminasi dari batang kelapa sawit masih rendah karena batang kelapa sawit yang digunakan berasal dari tanaman yang relatif masih muda (20 tahun). Penelitian kayu laminasi dari batang kelapa sawit berumur lebih tua diduga akan menghasilkan sifat-sifat kayu yang lebih kuat. Hal ini bukan tanpa alasan, karena batang kelapa sawit berumur 27 tahun yang diteliti Erwinsyah (2008) memiliki karakteristik yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Produk komposit dalam hal ini kayu laminasi sebagai bahan kontruksi pada umumnya memiliki ukuran yang besar. Oleh sebab itu, akan banyak digunakan berbagai bentuk sambungan. Sambungan ini dapat berupa sambungan kearah panjang dan lebar produk yang dihasilkan. Berdasarkan sifat
72 keterekatannya dari hasil penelitian, bentuk-bentuk sambungan diusahakan memiliki bidang rekat yang luas seperti sambungan jari (finger joint), lidah dan sambungan miring sehingga diharapkan dapat meningkatkan karakteristik kekuatan kayu komposit.
73
DAFTAR PUSTAKA Abe H, Murata Y, Kubo S, Watanabe K, Tanaka R, Sulaiman O, Hashim R, Ramle SFM, Zhang C, Nashiro S, Mori Y. 2013. Estimation of the ratio of vascular bundles to parenchyma tissue in oil palm trunks using NIR Spectroscopy. BioResources 8(2):1573-1581 Alamsyah EM, Liu CN, Yamada M, Taki K, Yoshida H. 2007. Bondability of tropical fast-growing tree species I: Indonesian wood species. J of Wood Science 53(1):40-46 Allorerung D, Syakir M, Poeloengan Z, Safarudin, Rumini W. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Bogor (ID): Aska Media Anis M, Kamarudin H, Astimar AA, Lim WS, Basri W. 2008. Current status of oil palm biomass supply. Di dalam: Tahir PM, Abdullah LC, Ibrahim WA, Asa’ari AZM, Mokhtar A, Hassan WHW, Harun J. editor. Utilization of oil palm tree: strategizing for commercial exploitation. Perpustakaan Negara Malaysia. Badrun M. 2010. Lintasan 30 Tahun Pengembangan Kelapa sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Bahtiar ET, Nugroho N, Massijaya MY, Roliandi H, Nurbaiti RA, Satriawan A. 2010. A new method to estimate modulus of elasticity and modulus of rupture of glulam I-Joist. AIP Conference Proceedings 1325 pp. 319322.doi: 10.1063/1.3537940 Bahtiar ET, Nugroho N, Massijaya MY, Roliandi H, Nurbaiti RA, Satriawan A. 2011. Method of estimate mechanical properties of glulam on flexure testing based on its laminae characteristics and position. Indonesian Journal of Physics 22 (2):57-67 Bahtiar ET, Nugroho N,, Karlinasari L, Surjokusumo S, Darwis A. 2014. Rasio Ikatan Pembuluh sebagai Substitusi Rasio Modulus Elastisitas pada Analisa Layer System pada Bilah Bambu dan Bambu Laminasi. Jurnal Teknik Sipil 21(2):147-162 Bakar ES, Rachman O, Hermawan D, Karlinasari L, Rosdiana N.1998. Pemanfaatan batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) sebagai bahan bangunan dan furniture (I): Sifat fisis, kimia dan keawetan alami kayu kelapa sawit. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 11 (1):1-12 Bakar ES, Rachmat O, Darmawan W, Hidayat I. 1999. Pemanfaatan batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) sebagai bahan bangunan dan furniture (II): Sifat mekanis kayu kelapa sawit. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 12 (1):10-20 Bakar ES, Febrianto F, Wahyudi I, Ashaari Z. 2006. Polygon sawing: an optimum sawing pattern for oil palm stems. J. Biol. Sci. 6(4):744-749
74 Bakar ES, Sahry MH, H’ng PS. 2008. Anatomical Characteristic and Utilization of Oil Palm Wood. Di dalam: Nobuchi T, Sahry MH. editor. The Formation of Wood in Tropical Forest Tree: A Challenge from the Perspective of Functional Wood Anatomy. Serdang: Penerbit Universiti Malaysia. Balfas J. 2006. New Approach to oil palm wood utilization for woodworking production part 1: Basic Properties. Journal of Forestry Research 3(1):5565 Berglund L, Rowell RM. 2005. Wood Composites, Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. CRC Press, pp. 290-291 Bodig J, Jayne BA. 1993. Mechanics of Wood and Wood Composites. Krieger Publishing Company. Malabar, Florida, USA. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2014. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. [BSI] British Standard Institution. 1957. Methods of testing small clear specimens of timber (BS 373:1957). London: British Standard Institution. Butterfield BG, Meylan BA. 1980. Three-dimensional Structure of Wood: an ultrastructural approach. Chapman and Hall Ltd. London [CWC] Canadian Wood Council. 2000. Wood Reference Handbook: A guide to the architectural use of wood in building contruction. Ed ke-4. Ottawa. Darwis A, Nurrochmat DR, Massijaya MY, Nugroho N, Alamsyah EM, Bahtiar ET, Safe’I R. 2013. Vascular bundle distribution effect on density and mechanical properties of oil palm trunk. Asian J Plant Sci. 12(5):208-213. Darwis A, Massijaya MY, Nugroho N, Alamsyah EM, Nurrochmat DR. 2014. Bond ability of oil palm xylem with isocianate adhesive. J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 12(1):39-47 Dundar T, As N, Korkut S, Unsal O. 2008. The effect of boiling time on the surface roughness of the rotary-cut veneers from oriental beech (Fagus orientalis L.). Mat Process Technol J. 199:119–23.) Erwinsyah. 2008. Improvement of Oil Palm Wood Properties Using Bio resin [dissertation]. Dresden: Institut für Forstnutzung und Forsttechnik. Fakultät für Forst-, Geo- und Hydrowissenschaften. Technische Universität Dresden. Faust TD, Rice JT. 1986. Effect of surface roughness on glue bond in southern pine plywood. Forest Prod J. 36(4):57–62. Hashim R, Wan Nadhari WNA, Sulaiman O, Kawamura F, Hiziroglu S, Sato M., Sugimoto T, Tay GS, Tanaka R. 2011. “Characterization of raw materials and manufactured binderless particleboard from oil palm biomass,” Mater Design. 32:246-254. Izekor DN, Fuwape JA, Oluyege AO. 2010. Effect of density on variations in the mechanical properties of plantation grown Tectona grandis wood. Arch. Appl. Sci. Res. 2 (6):113-120
75 [JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation. 2007. Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152. Tokyo: JPIC Khoo KC, Killmann W, Lim SC, Halimahton M. 1991. Characteristics of the oil palm stem. Oil Palm Stem Utilisation – Review of research, Research Pamplet No. 107, FRIM. Kretschmann DE, Green DW. 1996. Modeling moisture content-mechanical property relationships for clear southern pine. Wood and Fiber Science 28(3):320-337 Langenberg KV,Warden P, Adam C, Milner HR. 2010. The durability of isocyanate-based adhesives under service in Australian conditions. The results from a 3 year exposure study and accelerated testing regime (Literature Review). Melbourney: Forest & Wood Products Australia Lay D, Crankey P. 1994. “Polyurethane adhesives”, Handbook of Adhesive Technology. Ed. A Pizzi & K. Mittal, Marcel Dekker inc Lee JJ, Kim GC. 2000. Study on the estimation of the strength properties of structural glued laminated timber I: determination of optimum MOE as input variable. Journal of Wood Science 46(2): 115-121 Lim SC, Khoo KC. 1986. Characteristics of oil palm trunk and its potential utilization. The Malaysian Forester 49: 3-22 Lim SC, Fujii T. 1997. A note on the structure of oil palm trunk by scanning electron microscopy. Journal of Tropical Forest Product 3(1):105-109 Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding: Principles in Practice. Van Nostrand Reinhold. New York. Nugroho N, Ando N. 2001. Development of structural composite products made from bamboo II: fundamental properties of laminated bamboo lumber. J Wood Sci. 47 (3):237-242 Nordin NA, Sulaiman O, Hasyim R, Salim N, Sato M, iziroglu S. 2013. Properties of laminated panels made compressed oil palm trunk. Composites: Part B 52:100-105 Parthasarathy MV, Klotz LH. 1976. “Palm Wood”. I. Anatomy aspects. Wood Science and Technology. 10(3):215-229 Persson M, Wogelberg S. 2011. Analytical models of pre-stressed and reinforced glulam beams: A competitive analysis of strengthened glulam beams [tesis]. Göteborg, Sweden: Chalmers University of Technology Pizzo B, Lavisci P, Misani C,Triboulot P, Macchioni N. 2003. Measuring the shear strength ratio of glued joints within the same specimen. Holz als Roh-und Werkstoff. 61:273-280. DOI 0.1007/s00107-003-0386-5 Prayitno TA. 1995. Bentuk batang dan sifat fisis kayu kelapa sawit. Bulletin Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada 28:43-59 Rahayu IS. 2001. Sifat dasar vascular bundle dan parenchyme batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dalam kaitannya dengan sifat fisis, mekanis serta keawetannya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
76 Ratanawilai T, Chumthong T, Kirdkong S. 2006. An investigation on the mechanical properties of trunks of palm oil trees for the furniture industry. Journal of Oil Palm Research: 114-121 River BH. 1994. “Fracture of adhesive-bonded wood joints”. Handbook of Adhesive Technology. Ed. A Pizzi & K. Mittal, Marcel Dekker inc Schollenberger C. 1990. Polyurethane and Isocyanate-based Structural Adhesives. Di dalam Skeist I. editor. Handbook of Adhesives. Van Nostrand Reinhold. Serrano E. 2003. Mechanical Performance and Modeling of Glulam. Di dalam: Thelandesson S, Larsen HJ, editor. Timber Engineering. Madison: USDA Forest Service, Forest Products Laboratory. Shirley MB. 2002. Cellular Structure of Stems and Fronds of 14 and 25 Years-Old Elaeis guineensis Jacq [tesis]. Serdang: Universiti Putra Malaysia. Sulaiman O, Salim N, Hashim R, Yusof LHM, Razak W, Yunus NYM, Hashim WS, Azmy MH. 2009. Evaluation on the suitability of some adhesives for laminated veneer lumber from oil palm trunks. Material and Design. 30:3572-3580. Sonderegger W, Mandallaz D, Niemz P. 2008. An investigation of the influence of selected factors on the properties of spruce wood. Wood Science and Technology 42:281-298 Sulistyawati I, Nugroho N, Suryokusumo S, Hadi YS. 2008. Kekakuan dan kekuatan lentur maksimum balok glulam dan utuh kayu akasia. Jurnal Teknik Sipil 15 (3):113-121 Tomimura Y. 1992. Chemical characteristics and utilization of oil palm trunks. JARQ. 25: 283-288. Tomlinson PB. 1961. Anatomy of Monocotyledon, II. Palmae. Clorendon Press, Oxford. Way CY, Bakar ES, Ashaari Z, Sahri MH. 2010. Treatment of oil palm wood with low-molecular weight phenol formaldehyde resin and its planning characteristics. Wood Research Journal 1(1):7-12 Yang TH, Wang SY, Lin CJ, Tsai MJ, Lin FC. 2007. Effect of laminate configuration on the modulus of elasticity of glulam evaluated using a strain gauge method. Journal of Wood Science 53:31-39.doi: 10.1007/s10086-006-0818-z Yoresta FS. 2014. Studi eksperimental perilaku lentur balok glulam kayu pinus (Pinus merkusii). J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 12(1):33-38 Yuan Y, Lee TR. 2013. Contact angle and wetting properties. G. Bracco, B. Holst (Ed.), Surface Science Techniques, Springer Series in Surface Sciences 51, DOI 10.1007/978-3-642-34243-1_1, © Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Zimmermann MH, Tomlinson PB. 1965. Anatomy of the palm Rhapis exselsa: I. Mature vegetative axis. J. Arnold Arb. 46:160-178
77 Zimmermann MH, Tomlinson PB. 1972. The vascular monocotyledonous stems. Bot. Gaz. 133(2):141-155
system
of
78
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sadang, Kebumen, Jawa Tengah pada tanggal 2 Oktober 1975 sebagai anak kedua dari pasangan bapak Daspan Muntawiatma (Alm) dan ibu Sunarti. Penulis telah menikah dengan Ari Supriyati, AMd dan telah dikarunia tiga orang putra yaitu Muh. Ihsan Romdhon (2004), Ahmad Nabil Muharom (2007), dan Muh. Khoiru Shoffar (2011). Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti, lulus tahun 1999. Pada tahun 2006, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan menamatkannya pada tahun 2008. Pada tahun 2010 penulis kembali mendapat kesempatan melanjutkan tugas belajar pada Program Doktor di Mayor Teknologi Serat dan Komposit (TSK), Sekolah Pascasarjana IPB dengan sponsor BPPS dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pengalaman pekerjaan yang penulis jalani, dimulai pada tahun 2001hingga 2010 penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti, Jatinangor-Sumedang. Pada tahun 2011 hingga kini penulis menjadi staf pengajar di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Tenologi Bandung (SITH-ITB), Bandung. Sampai saat ini penulis juga menjadi anggota asosiasi Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Beberapa karya ilmiah yang dipublikasikan dan dipresentasikan selama penulis menjalankan studi adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Atmawi Darwis, Krisdianto, Ichsan Firmansyah. 2010. Kualitas Serat Kayu Randu Alas (Bombax ceiba L.) Sebagai Bahan Baku Kertas. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Vol. 3. No.2. Hal: 56-60 Lusita Wardani, Effendi Tri Bahtiar, Ignasia Maria Sulastiningsih, Atmawi Darwis, Lina Karlinasari, Naresworo Nugroho, Suryono Surjokusumo. 2011. Kekuatan Tekan dan Rasio Poisson Kayu Pangsor dan Kecapi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Vol. 4. No.1. Hal: 1-7 Effendi Tri Bahtiar, Naresworo Nugroho, Arinana, Atmawi Darwis. Pendugaan Sisa Umur Pakai Kayu Komponen Cooling Tower di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit II Kamojang. 2012. Jurnal Teknik Sipil Vol.19. No.2. Hal: 103-113 Atmawi Darwis, Ratih Damayanti, Imam Wahyudi. 2012. Struktur Anatomi Kayu Surian (Toona sinensis Roem). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol.10 No.2. Hal: 159-167 Atmawi Darwis, Effendi Tri Bahtiar, Dea Dara Augistyra. Ikatan Pembuluh Ruas dan Buku Bambu Tali, Betung, Andong. The 15th Annual Meeting of the Indonesian Wood Research Society, 6-7 Nopember 2012. Makasar, Indonesia Atmawi Darwis, Dodik Ridho Nurrochmat, Muh. Yusram Massijaya, Naresworo Nugroho, Eka Mulya Alamsyah, Effendi Tri Bahtiar, Rahmat Safe’i. 2013. Vascular Bundle Distribution Effect on Density and Mechanical Properties of Oil Palm Trunk. Asian J. Plant Sci. Vol. 12 No.5 Hal: 208-213.
79 7.
Atmawi Darwis, Dodik Ridho Nurrochmat, Muh. Yusram Massijaya, Rahmat Safe’i. Utilization Of Oil Palm Trunk Waste For Glued Laminated Timber (Glulam). The 4th International Conference and Exhibition of palm Oil (Poster Presenter). The Indonesian Oil Palm Society (MAKSI). 7-9 Mei 2013. Bogor, Indonesia 8. Atmawi Darwis, Dodik Ridho Nurrochmat, Muh. Yusram Massijaya, Naresworo Nugroho, Eka Mulya Alamsyah, Rahmat Safe’i. Karakteristik Glulam dari 1/3 Bagian Terluar Batang Kelapa Sawit (Glulam Characteristics from Third Outermost Part of Oil Palm Trunk). Seminar Tahunan Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia (MAKSI), 25 September 2013. Bogor, Indonesia 9. Atmawi Darwis, Lusita Wardani, Ignasia Maria Sulastiningsih, Imam Wahyudi. Struktur Anatomi Kayu Ficus callosa Willd. The 16th Annual Meeting of the Indonesian Wood Research Society, 6 Nopember 2013. Balikpapan, Indonesia 10. Atmawi Darwis, Muh. Yusram Massijaya, Naresworo Nugroho, Eka Mulya Alamsyah, Dodik Ridho Nurrochmat. Bond Ability of Oil Palm Xylem with Isocyanate Adhesive. 2014. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 12 No.1. Hal: 39-47 11. Atmawi Darwis, Lusita Wardani, Ignasia Maria Sulastiningsih, Ihak Sumardi. Struktur Anatomi Kayu Kecapi (Sandorikum koetjapi). The 17th Annual Meeting of the Indonesian Wood Research Society, 11 Nopember 2014. Medan, Indonesia 12. Atmawi Darwis, Muh. Yusram Massijaya, Naresworo Nugroho, Eka Mulya Alamsyah. Karakteristik Kayu Laminasi dari Batang Kelapa Sawit. 2015. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis (accepted) Beberapa karya ilmiah yang dipublikasikan dan presentasikan merupakan bagian dari isi disertasi yang berjudul “Analisis transformasi penampang kayu laminasi kelapa sawit menggunakan model distribusi ikatan pembuluh” dibawah bimbingan Prof Dr Ir Muh Yusram Massijaya, MS; Dr Ir Naresworo Nugroho, MS, dan Eka Mulya Alamsyah, SHut MAgr PhD.