Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
PERILAKU MEKANIKA PASANGAN DINDING BATU BATA BERKERANGKA KAYU KELAPA LAMINASI (GLUGU LAMINASI) IGL Bagus Eratodi1 dan Andreas Triwiyono2 1
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik dan Informatika, Universitas Pendidikan Nasional (UNDIKNAS) Denpasar, Jl. Bedugul No. 39, Sidarkarya, Denpasar Email:
[email protected] 2 Departemen Sipil, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No. 2 Kampus UGM Yogyakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK Rekayasa kayu kelapa atau glugu laminasi (glulam) merupakan solusi baru dibidang teknologi bahan bangunan. Glulam mampu memenuhi berbagai dimensi struktur, memperbaiki dan meningkatkan sifat fisika dan mekanika bahan dasarnya. Hasil uji sifat mekanika, kuat tumpu, tahahan lateral dan sambungan telah didapatkan menggunakan bahan glulam. Penelitian terkait dinding dengan kerangkanya sebagai komponen struktur sangat membutuhkan perhatian serius karena sering diabaikannya syarat teknis pada pelaksanaan di lapangan. Beberapa kesalahan khas yang sering terjadi adalah kualitas bahan mortar atau batu bata buruk, buruknya kualitas garis antara batu bata, garis vertikal antara batu bata tidak sepenuhnya terisi oleh mortar, tidak memadainya dimensi kerangka kayu, dan tanpa atau tidak cukupnya dimensi angkur antara balok dan pondasi. Studi eksperimental penelitian ini mengaplikasikan bahan glulam sebagai kerangka struktur pada pasangan dinding batu bata. Penggunaan bahan ini untuk menjawab tantangan pemenuhan dimensi kerangka balok-kolom yang sesuai dengan kebutuhan, sebagai alternatif pengganti bahan kayu dan beton bertulang untuk rumah tinggal. Perilaku mekanika melalui uji siklik pada pasangan dinding berkerangka glulam memberikan respons baik sebagai struktur tahan gempa. Kinerja dinding bata dengan kerangka glulam menggunakan sekur dan tanpa sekur dibandingkan dengan kerangka beton bertulang menunjukkan nilai yang tidak signifikan berbeda. Kekakuan kerangka glulam hanya terpaut 36,71% dan 26,46% masing-masing glulam tanpa sekur (BU-1) dan menggunakan sekur (BU-2) lebih rendah dibanding kerangka beton bertulang (BU-3). Nilai daktilitas BU-1, BU-2 dan BU-3 masing-masing sebesar 25,5; 15,25 dan 12,9. Kata kunci: glugu laminasi, kerangka dinding, batu bata, tahan gempa.
1.
PENDAHULUAN
Latar belakang Bangunan modern bernuansa tradisional sekarang ini banyak diminati dan dikembangkan. Disebut bangunan modern karena penggunaan bahan dinding dari batu bata merah dan bata beton yang diplaster atau tanpa plaster. Bernuansa tradisional karena penggunaan bahan kayu pada struktur utamanya. Sistem struktur termasuk model perletakan dan sistem sambungan bangunan tradisional telah diyakini memiliki nilai historis yang unik dan kemampuan struktur sebagai struktur tahan gempa telah teruji baik oleh alam maupun pengujian ataupun analisis struktur bangunan sipil melalui banyak hasil penelitian. Penggunaan bahan kayu merupakan salah satu bentuk wujud mendukung pelaksanaan go green di dunia. Gempa bumi menyebabkan kerusakan atau runtuhnya bangunan. Kerusakan tergantung pada banyak parameter, yaitu intensitas, durasi getar tanah, kondisi geologi dan tanah, kualitas bahan dan konstruksi (Boen, 1977 dalam Triwiyono 2012). Karena gempa, bangunan akan terguncang dan bergetar, yang menyebabkan percepatan, kecepatan dan perpindahan. Beban gempa yang dinamis, tergantung pada arah dan sulit untuk diketahui secara persis. Gempa bumi terakhir di Indonesia telah menunjukkan bahwa jumlah tempat tinggal yang rusak dan sangat mempengaruhi jumlah kerugian hidup dan material. Mengingat bahwa sebagian besar bangunan di Indonesia adalah tempat tinggal, yang terbuat dari dinding batu bata , meningkatkan kinerja dinding batu bata di bawah beban seismik telah menjadi prioritas utama untuk mengurangi kerugian. Struktur-struktur perumahan umumnya dikenal sebagai rumah sederhana, biasanya dibangun tanpa proses desain struktural, ini diklasifikasikan sebagai struktur nonteknik. Rumah-rumah modern dengan nuansa khas tradisional di Indonesia adalah struktur satu atau dua lantai, yang terbuat dari kerangka, kayu dan dinding terbuat dari batu bata atau bata beton.
Paper ID : MA03 Material 607
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Variasi dalam pelaksanaannya mungkin mengabaikan prinsip dasar desain. Ini kesalahan yang dianggap sebagai alasan utama kegagalan dan kerusakan struktur rumah saat terjadinya beban lateral seperti gempa bumi. Berdasarkan variasi dalam pelaksanaannya, studi eksperimental beberapa dinding batu bata dibatasi oleh kerangka beton bertulang telah dilakukan untuk lebih memahami kinerja struktur dinding batu bata .
Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3.
2.
Untuk mengevaluasi kinerja tahan gempa dari dinding pasangan batu bata dengan kerangka kayu glulam berdasarkan persyaratan utama, Untuk mengamati dan mendapatkan pengaruh dari beberapa parameter atau perbandingan dari persyaratan utama pada kinerja kerangka glulam dan dinding batu bata , Untuk menentukan analisis numerikal yang tepat untuk model struktur dinding dengan kerangka glulam hasil verifikasi eksperimen,
TINJAUAN PUSTAKA
Rumah tahan gempa dengan kerangka kayu Konsep bangunan tahan gempa pada dasarnya adalah upaya untuk membuat seluruh elemen rumah menjadi satu kesatuan yang utuh, yang tidak lepas atau runtuh akibat gempa. Tetapi pada skala tertentu jika memang bangunan tersebut akan roboh karena kekuatan gempa yang besar, paling tidak bangunan tersebut masih mempunyai waktu untuk bertahan dari goncangan untuk memberikan waktu kepada penghuninya menyelamatkan diri dan mengevakuasi anggota keluarga yang lain. Rumah konstruksi kayu adalah bangunan rumah dengan menggunakan sistem struktur rangka pemikul dari bahan kayu. Biasa disebut sebagai rumah kayu, ciri-cirinya yaitu seluruh komponen balok dan kolom serta dinding yang digunakan adalah kayu. (DPU, 2006). Hasil penelitian perilaku rumah tradisional Jawa “Joglo” terhadap gempa (Prihatmaji, 2007) menunjukkan bahwa struktur rumah tradisional Joglo aman untuk daerah zona gempa 3 (apabila sistem tumpuan dibuat jepit). Struktur kayu pada bangunan tradisional merupakan struktur inti yang akan menahan gaya lateral, didukung oleh fleksibilitas, redaman, stabilitas, elastisitas, daktilitas, kehiperstatisan kayu dan konstruksi. Model struktur kayu bangunan tradisional terhadap getaran gempa menyumbang kestabilan pada gempa frekuensi tinggi dan akselerasi rendah-tinggi. Dalam buku Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa disebutkan syarat-syarat utama untuk rumah kayu seperti yang tampak pada gambar Gambar 1.
a)
Detail A: sambungan kolom sudut dengan ring balok
b) Detail B: sambungan balok-kolom sekur dengan kolom.
Gambar 1. Sambungan balok-kolom (Departemen PU, 2006)
Kayu kelapa (glugu) Kayu kelapa (Cocos nucifera Linn) atau kayu glugu biasa tumbuh di daerah tropis. Ketinggian pohon kelapa biasanya antara 5 – 30 meter, dengan diameter ±25 cm (Triwiyono, 1998). Pohon kelapa di Indonesia merupakan tanaman yang terluas di dunia, sekitar 3.334.144 Ha atau 30% dari luas tanaman kelapa di dunia. Sifat kayu kelapa bagian tepi mempunyai kekuatan dan kekerasan yang tinggi, sedangkan bagian inti mempunyai kekuatan dan kekerasan yang rendah sehingga tidak cocok digunakan untuk kayu konstruksi (Santoso dkk, 2000). Menurut penelitian Triwiyono (1998), apabila digunakan standar PKKI 1961 kayu kelapa dapat dikelompokkan dalam kelas
Paper ID : MA03 Material 608
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
kuat II, dengan data-data berat jenis antara 0,85 – 0,94 g/cm3 dan kuat lentur bagian tepi kayu mencapai 605 kg/cm2. Kekuatan kayu kelapa untuk ketinggian pohon 10 meter keatas, satu meter bagian pangkal dan empat meter bagian ujung tidak baik digunakan untuk struktur. Kayu kelapa yang berasal dari pohon kurang dari 10 meter kurang baik untuk bahan konstruksi. Kayu kelapa yang mempunyai kenampakan fisik berupa serabut yang cukup rapat dan warna coklat (gelap) mempunyai kekuatan yang lebih besar dibanding dengan bagian yang berwarna putih/terang (Triwiyono, 1998).
Kayu laminasi Struktur kayu laminasi atau konstruksi kayu berlapis majemuk diperkenalkan di Eropa pada akhir abad ke-19, berupa lapisan-lapisan kayu gergajian (lumbers) yang direkatkan dengan bahan resin dengan semua lapisan seratnya sejajar pada arah memanjang (Breyer, 1999). Beberapa kelebihan struktur balok kayu laminasi dibanding dengan kayu gergajian yang solid, yakni balok laminasi dapat diaplikasikan dan difabrikasi dengan mudah dalam berbagai bentuk dan ukuran seperti : bentuk lurus (straight), lengkung (curved), non prismatis (single dan double tapered), lonjong dan sebagainya (Somayaji, 1995). Untuk keperluan konstruksi, kayu laminasi dapat dibuat penampang dan panjang yang lebih besar dari balok biasa. Kayu mutu rendah (bukan konstruksi) dapat digunakan dengan menempatkan sedemikian rupa pada bagian yang menerima tegangan rendah, sehingga kekuatan menjadi sama bahkan lebih tinggi dari balok utuh. Kelebihan lain balok laminasi adalah adanya reduksi cacat-cacat mata kayu (Falk dan Colling, 1995). Penelitian Fakhri (2001) tentang pengaruh jumlah kayu sengon sebagai pengisi balok laminasi keruing-sengon terhadap kekuatan dan kekakuan lentur. Kekuatan balok glulam dengan persentase kayu sengon 50% kekuatannya meningkat sampai 103,1% dibandingkan kayu glulam tanpa kayu keruing. Sedangkan kekakuan balok glulam juga meningkat hingga sebesar 152,715 % pada balok dengan persentase kayu sengon 50%. Golyakov dalam Fakhri (2001) telah meneliti pengaruh variasi mutu lapisan-lapisan balok laminasi, hasil yang diperoleh bahwa penempatan lapisan-lapisan kayu mutu rendah pada bagian dalam akan cocok untuk balok bentang panjang, sebaliknya penempatan lapisan-lapisan kayu mutu lebih tinggi pada bagian dalam lebih sesuai untuk balok bentangan pendek.
Karakteristik bahan batu bata Struktur dinding di Indonesia umumnya menggunakan batu bata merah. Bahan ini digunakan sebagai elemen utama untuk elemen dinding dan diproduksi menggunakan teknologi tradisional. Tidak ada standar yang diikuti dalam produksi, dimensi dan kualitas batu bata sangat bervariasi. Standar indusri Indonesia SII 0021-78 mengklasifikasikan ukuran unit standar untuk batu bata merah. Batu bata merah banyak tersedia di pasar, namun pembuatannya biasanya tidak mengikuti standar dimensi dan bervariasi dari satu daerah dengan daerah lain. Kekuatan keseluruhan dari bahan batu bata merah di Indonesia, seperti dilansir Beca Carter Hollings & Ferner Ltd Studi Gempa Indonesia (1981) dalam Triwiyono 2012 adalah kuat tekan: 3,51 MPa; kuat lentur (diplester): 0,20 MPa; kuat lentur (tidak diplester): 0,05 MPa; kuat geser: 0,17 MPa. SII 1978 mengklasifikasikan kuat tekan batu bata merah di Indonesia menjadi 6 kelas (lihat Tabel 1.) Tabel 1. Kuat Tekan Bata Merah (SII, 1978)
Karakteristik bahan mortar Kuat tarik dan geser dinding pasangan batu bata penting untuk struktur tahan gempa, mortar dengan campuran semen : pasir sebesar 1:6 berdasarkan volume atau harus setara dengan kekuatan minimum (IAEE Commiitte (1986). Campuran yang tepat untuk berbagai kategori konstruksi yaitu kategori konstruksi I dengan proporsi semen pasir 1:2, kategori konstruksi II dengan proporsi semen pasir 1:4, kategori konstruksi III dengan proporsi semen pasir 1:6, dan kategori konstruksi IV dengan proporsi semen pasir 1:8.
Paper ID : MA03 Material 609
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Karakteristik bahan dinding Kuat tekan batu bata yang digunakan sebagai dinding tergantung pada banyak faktor, seperti diuraikan pada IAEE, 1986. Kuat runtuh dinding, tekan kuat mortar tersebut, rasio kelangsingan dinding selanjutnya memberikan kontribusi pada karakteristik mekanika dinding. Semakin besar rasio kelangsingan, semakin kecil kekuatannya, dan pengaruh eksentrisitas dari beban vertikal pada dinding . Semakin besar eksentrisitas, semakin kecil kekuatannya, dan faktor persentase bukaan dinding. Semakin besar bukaan maka semakin kecil kekuatannya. Kuat tarik dan geser dari dinding tergantung pada ikatan atau adhesi pada permukaan kontak antara batu bata dan mortar, secara umum nilainya hanya sebagian kecil dari kuat runtuh. Uji dilakukan pada bata-bata yang dibuat dengan tangan yang dibuat dalam adukan semen memberikan nilai-nilai yang khas seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Kekuatan dinding (IAEE, 1986)
Dinding batu bata terdiri dari batu bata dan mortar, karakteristiknya ditentukan oleh kuat tekan batu bata dan mortar. Secara umum, kekuatan dinding batu bata adalah kekuatan total komponen batu bata dan mortar. Kuat tekan dinding batu bata dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (CDM-ITB, 2009): (1) dengan f 'm = kuat tekan dinding batu bata (MPa), fm = kuat tekan batu bata (MPa), fcm dan K : konstanta, untuk dinding batu bata secara umum, diberikan 0.6 MPa
= kuat tekan mortar (MPa)
Nilai fcm tidak lebih dari 20 MPa atau tidak lebih dari 2 fm, dipilih mana yang lebih kecil. Kuat geser dinding batu bata dapat ditentukan oleh: fvk = fvk0 + 0.4.σd (MPa)
(2)
dengan fvk = kuat geser dinding batu bata (MPa), fvk0 : kuat geser ikatan bata-mortar dibawah tegangan tekan nol (MPa) dan σd = kuat tekan normal pada bidang geser. Modulus elastisitas dari spesimen dinding batu bata dapat ditentukan dengan uji bahan, yaitu mengambil kemiringan beban-perpindahan pada sepertiga dari beban maksimum sebagai titik dalam menentukan modulus elastisitas untuk batu bata. Nilai modulus elastisitas dinding batu bata diambil sebagai E = 750.f'm, dan modulus geser diasumsikan sebagai 40% dari nilai modulus elastisitas.
Mekanisme kegagalan dinding batu bata Mekanisme kegagalan panel dinding batu bata (Gambar 2.) tergantung pada arah pembebanan gempa. Ada dua skenario yang mungkin: 1. 2.
Gempa mengguncang tanah sejajar arah dengan sumbu memanjang dinding, juga dikenal sebagai in-plane beban gempa, atau Gempa tanah bergetar tegak lurus sumbu memanjang dinding, atau out-of plane seismik.
Gambar 2. Gagal geser (kiri) dan gagal lentur (kanan) pada pasangan dinding
Paper ID : MA03 Material 610
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
3.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini fokus pada perilaku mekanik bahan dinding dan struktur dinding batu bata dengan kerangka glulam. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji eksperimental meliputi:
Uji kuat tekan beton dan mortar Uji kuat tekan beton dan mortar dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) tipe statis monoton, yaitu uji tekan melalui penambahan beban yang relatif konstan dengan kecepatan rata-rata pembebanan tertentu. Uji kuat tekan mortar didasarkan pada SNI 03-6825-2002, "Metode Pengujian untuk Kuat Tekan Mortar." Model uji beton menggunakan kubus beton diameter 150 mm dan tinggi 200 mm. Benda uji mortar dengan kubus ukuran 50 mm x 50 mm x 50 mm. Campuran komposisi beton adalah 1:2:4 untuk rasio semen : pasir dan kerikil. Bahan mortar yang digunakan dalam benda uji ini adalah 1:4 dan 1:6 untuk rasio semen dan pasir dan air sebanyak sekitar 20% dari volume campuran.
Uji kuat tekan batu bata Uji kuat tekan batu bata dilakukan dengan menggunakan UTM tipe statis monoton. Uji ini didasarkan pada SII 0021-78, "Spesifikasi dan Metode Pengujian untuk Red Brick." Spesimen dari bahan setengah bagian batu bata yang dibuat 2 lapis batu bata.
Uji kuat geser dinding batu bata Uji kuat geser dinding batu bata dilakukan dalam 2 macam, yaitu uji geser diagonal dan uji geser horizontal. Uji kuat geser dinding batu bata dilakukan dengan menggunakan UTM tipe statis monoton. Uji ini didasarkan pada SNI-03-4166-1994, "Metode Pengujian Kuat Geser Masonry." Dimensi benda uji geser diagonal adalah 460 mm x 460 mm dari dinding pasangan batu bata.
Uji kuat tarik baja tulangan dan angkur Uji kuat tarik baja tulangan untuk tulangan (longitudinal) utama, geser (sengkang) dan angkur dilakukan dengan menggunakan UTM berdasarkan SNI 07-2529-1991. Spesimen diambil dengan metode sampling dari baja tulangan dan angkur yang akan digunakan dalam uji pasangan dinding ini. Benda uji 3 buah batang sebagai ulangan dan empat variasi diamater dengan panjang masing-masing 600 mm diujikan tarik. Uji dilakukan dengan menarik benda uji sampai putus. Pada saat yang sama beban dan deformasi dicatat, leleh, maksimum dan putus. Kemudian grafik hubungan antara beban dan perpanjangan yang dibuat untuk memperoleh perilaku tulangan baja.
Pengujian dinding batu bata dengan kerangka glulam Uji model adalah 3m × 3m dinding batu bata . Dinding dibuat berdasarkan pada persyaratan utama dari standar yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Model struktural memiliki tinggi dan panjang 3 m. Dimensi dan detail dari 3 dinding pasangan batu bata pengisi kerangka glulam. Struktur dinding batu bata dengan kerangka glulam tanpa sekur sebagai benda uji kesatu (BU-1), struktur dinding batu bata kerangka glulam menggunakan sekur sebagai benda uji kedua (BU-2) dan benda uji ketiga struktur dinding batu bata kerangka beton bertulang selanjutnya disebut dengan BU-3
Uji siklik Menurut Karacabeyli dkk. (2005), dalam menganalisis benda uji berbentuk join tipe ┼ dan tipe ├ digunakan pembebanan horizontal yang memodelkan pembebanan gempa serta hasil-hasil yang ingin diketahui baik perilaku maupun kapasitas dari struktur yang akan diuji. Pembebanan lateral bolak-balik atau sering disebut uji siklik dilakukan mengacu pada ISO 16670-2003. Beban lateral diberikan pada benda uji dengan arah bergantian (tarikdorong) hingga mencapai batas lelehnya yang kemudian dilanjutkan hingga mencapai runtuh. Gambar 3. menampilkan uji beban yang sesuai dengan jenis pembebanan dan layanan beban menurut ISO 16670-2003. Uji siklik struktur dinding menurut ISO 16670-2003, metode pengujian mengembangkan kurva envelope yang dihasilkan melalui olah data bahan elastis sampai in-elastic. Daerah elastik, melalui satu siklus yang diaplikasikan pada tiap tingkat perpindahan (1,25%, 2,5%, 5%, 7,7%, 10% dari batas perpindahan).
Paper ID : MA03 Material 611
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Gambar 3. Jenis pembebanan dan layanan beban, uji beban menurut International Standards Organization (ISO 16670-2003)
Gambar 4. Definisi perpindahan: νu pada failure displacement (kasus a), displacement pada titik 0,8Fmax (kasus b), yang pertama terjadi pada pengujian (ISO 16670-2003) Daerah in-elastic, menghasilkan tiga kurva envelope dimana masing-masing didistribusi sepanjang perpindahan sumbu x. Kurva envelope digunakan untuk menentukan perlemahan dari kekuatan, daktilitas dan gabungan keduaduanya. Hasil uji siklik nantinya akan mendapatkan perilaku mekanik antara lain: Hysteretic loops, hyteritic energy, energi potensial, kekauan siklus, dan Equivalent Viscous Damping Ratio (EVDR). Kekakuan join diambil dari data hubungan beban-perpindahan yang didapat dari pengujian sesuai Gambar 4. dapat dihitung dengan persamaan 3. berikut ini: k = (0,3 Fmax) / (v0,40Fmax - v0,10Fmax)
(3)
dengan v0,40Fmax = perpindahan pada 40% dari Fmax dan v0,10Fmax : perpindahan pada 10% dari Fmax.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kuat tekan beton, mortar dan batu bata Silinder beton terdiri dari sampel beton untuk pondasi dan kerangka ( sloof, ring balok dan kolom). Kuat tekan ratarata beton frame dengan komposisi 1: 2: 4: 0,8 untuk rasio semen, pasir, agregat dan air, untuk struktur sloof ratarata sebesar 14,51 MPa, bahan kolom rata-rata sebesar 15,12 MPa dan struktur balok ring rata-rata sebesar 12,71 MPa. Air rasio semen yang lebih tinggi, yang digunakan dalam campuran, menyebabkan penurunan kuat tekan untuk frame. Kuat tekan mortar yang digunakan untuk meletakkan batu bata dengan semen: pasir 1:6 sebagai kategori III mortar campuran sesuai standar IAEE commiitte 1986. Kuat tekan mortar yang didapat hasil pengujian rata-rata adalah 77,82 kg/cm2 atau 7,94 MPa. Kuat tekan batu bata hasil uji yang digunakan untuk benda uji struktural pasangan batu bata, sebesar 5,606 MPa. Hasil uji tekan batu bata ini masuk pada kategori class 50 menurut SII 1978.
Paper ID : MA03 Material 612
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Kuat geser pasangan batu bata Uji karakteristik bahan dinding dalam bentuk pasangan batu bata sesuai ASTM dan CDM-ITB 2009. Campuran semen : pasir menggunakan 1 : 6, kekuatan dinding IAEE, 1986 diperkirakan memiliki kuat tarik, kuat geser dan kuat tekan pasangan dinding sebesar masing-masing 0,25 MPa; 0,39 MPa dan 3,3 MPa. Hasil uji kuat geser horisontal 0,127 MPa dan kuat geser diagonal pasangan batu bata sebesar 0,101 MPa.
(a)
(b)
Gambar 5. Gambar Benda Uji: (a) sambungan kolom-balok ring dan (b) benda uji kerangka glugu laminasi
Karakteristik mekanika pasangan dinding batu bata Kerangka glugu laminasi dengan sekur menggunakan alat sambung baut pada pertemuan balok dan ring balok seperti pada tampak pada Gambar 5.a. Keseluruhan benda uji seperti tampak Gambar 5.b. dilakukan uji siklik setelah memiliki usia 28 hari. Pasangan dinding batu bata kerangka glugu laminasi tanpa sekur dengan daktilitas sebesar 25,5 mampu menerima beban sampai 5,19 kN (siklus +) dan 5,81 kN (siklus -) dengan displacements maksimum sebesar 40, 59 mm dan 30,29 mm masing-masing untuk siklus positif dan negatif. Pasangan dinding batu bata kerangka glugu laminasi dengan sekur mampu menerima beban sampai 5,95 kN (siklus +) dan 6,77 kN (siklus -) dengan displacement maksimum sebesar 20,99 mm dan 41,39 mm masing-masing untuk siklus positif, negatif dan daktilitas sebesar 15,25. Benda uji dengan kerangka beton bertulang memiliki daktilitas sebesar 12,9 mampu menahan beban lateral sebesar 6,57 kN pada displacement 28,79 pada siklus positif dan menahan beban lateral sebesar 7,38 kN pada displacement 18,49 pada siklus negatif. Perbandingan tiga benda uji tampak nyata benda uji dengan kerangka beton bertulang memiliki kekakuan yang lebih tinggi namun gagal pada displacements yang kecil. Benda uji 1 dan 2 sebagai perilaku mekanika bahan dinding batu bata, mortar dan glugu laminasi memiliki kekakuan yang kecil dan kegagalan terjadi pada deformasi yang cukup besar. Mekanisme kegagalan panel dinding pasangan batu bata dengan kerangka glulam dan beton bertulang tampak pada Gambar 7. Simulasi beban gempa mengguncang tanah sejajar arah dengan sumbu memanjang dinding, juga dikenal sebagai in-plane beban gempa disimulasi menggunakan beban melalui uji siklik. BU-1 mengalami retak di bagian pojok atas dan kiri kanan sedangkan pada BU-2 pada bagian pojok yang sama tidak mengalami kerusakan. Perilaku ini menunjukkan terjadi deformasi yang besar pada pojok kiri-kanan benda uji 1 akibat tidak adanya pengaku atau sekur seperti pada benda uji 2. Benda uji 3 memiliki mekanisme kegagalan khas beton bertulang, retak juga terjadi pada pojok atau sudut benda uji namun pada beban yang tinggi menjelang benda uji mengalami kegagalan. Redaman energi baik terjadi pada BU-1 dan BU-2 tampak pada Gambar 6. yang memberikan gambaran luasan histeretik loop yang cukup besar dibanding BU-3 sebagai indikasi kemapuan struktur meredam energi. Rekayasa aplikasi kerangka glugu laminasi memberikan peluang baik sebagai alternatif pengganti bahan beton dan bahan lain sebagai kerangka pasangan dinding batu bata.
Paper ID : MA03 Material 613
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
(a)
(b)
(c) Gambar 6. Histeretik Loop Benda Uji: a. BU-1, b. BU-2 dan (c) BU-3
(a)
(b)
(c) Gambar 7. Bentuk Retak Benda Uji: a. BU-1, b. BU-2 dan (c) BU-3
Paper ID : MA03 Material 614
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
5.
KESIMPULAN
Hasil uji siklik pasangan dinding batu bata berkerangka glulam didapat beberapa kesimpulan yaitu 1. Kekakuan kerangka glulam BU-1 dan BU-2 lebih rendah 36,71% dan 26,46% masing-masing dibanding kerangka beton bertulang (BU-3) dengan nilai daktilitas BU-1, BU-2 dan BU-3 masing-masing sebesar 25,5; 15,25 dan 12,9.
2. Benda uji pasangan dinding tanpa sekur mencapai beban maksimum sebesar 5,19 kN, dengan sekur 5,95 kN dan kerangka beton bertulang 6,57 pada nilai displacements masing-masing sebesar 40,59 mm; 28,79 dan 28,79 mm.
DAFTAR PUSTAKA American Society of Mechanical Engineers, 2002. ASTM D143: Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber. Annual book of ASTM Standards, Vol. 04.10., West Conshohocken, PA, USA. American Society of Mechanical Engineers, 2002. ASTM 1761: Standard test methods for mechanical fasteners in wood. Annual book of ASTM Standards, Vol. 04.10., West Conshohocken, PA, USA. Blass, H.J., P. Aune, B.S. Choo, R. Gorlacher, D.R. Griffiths. B.O. Hilso. P. Racher, and G. Steck, (Eds). 1995. Timber Engineering Step I. First Edition. Centrum Hount, The Nedherlands. Bodig, J., and Jayne, B. A., 1982, Mechanics of Wood and Wood Composites. Van Nostrand Reindhold Company Inc. 135 West 50th Street, New York, N.Y. 10020. Breyer, D.E., 1999, Design of Wood Structures, Second Edition, McGraw-Hill, Inc. New York. Center For Disaster Mitigation Institut Teknologi Bandung (CDM-ITB), 2010, Experimental Study and Structural Analysis of Confined Masonry Structure, not published. DPU, 2006, Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa, Direktorat Jenderal Cipta Karya Departement Pekerjaan Umum, Jakarta. Falk, R.H. and F. Colling. 1995. Laminating Effects in Glued-Laminated Timber Beams. Journal of Strucyural Engineering, 121 (12) : 1857-1863. Fakhri, 2001. Pengaruh Jumlah Kayu Pengisi Balok Komposit Kayu Keruing-Sengon Terhadap Kekuatan dan Kekakuan Balok Kayu Laminasi, Tesis S2, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan). International Association For Earthquake Engineering (IAEE), 1986, Guidelines For Earthquake Resistant NonEngineered Construction, Gakujutsu Bunken Fukyu-Kai, Tokyo ISO 16670, 2003, Timber structures - Joints made with mechanical fasteners - Quasi-static reversed-cylic test method. ISO 16670 The international Organization for Standardization, Genava. ISO (1997) is the 1997 draft version of this standard. SII 1978, Metode Uji Dan Spesifikasi Bata Merah, SII 0021‐78 Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta PKKI, 1961, Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, NI-5 PKKI 1961, Derektorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Dirjen Cipta Karya, Dep. PU. Prihatmaji, Y.P., 2007, Perilaku Rumah Tradisional Jawa “Joglo”Terhadap Gempa, Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 35, No. I, Juli 2007. Santoso, A., N. Hadjib, dan P. Sutigno. 2000. Peningkatan Mutu Kayu Melalui Produk Perekatan. Makalah Ilmiah disampaikan pada Diskusi Peningkatan Kualitas Kayu, tanggal 24 Februari 2000, Bogor. SNI-5 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia. Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta. SNI 1991, Metode Pengujian Tarik Tulangan Baja, SNI 07‐2529‐1991, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta SNI 1994, Metode Pengujian Kuat Geser Dinding, SNI 03‐4166‐1994, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta SNI 2002, Metode Pengujian Kuat Tekan Mortar, SNI 03‐6825‐2002, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta Somayaji, S., 1995, Civil Engineering Materials, Prentice Hall, Englewoodf, Cliffs, New Jersey. Triwiyono, A., 1998, Variasi Sifat Mekanik Kayu Kelapa Arah Longitudinal dan Radial, Prosiding Nasional Mekanika Bahan Menyongsong Tahun 2000, Pusat Studi Antar Universitas UGM Yogyakarta. Triwiyono, A., 2012, Experiment And Numerical Study Of Masonry Confined Wall, Report The survey of Construction Method, Peoples Awareness and so on, JICA 2012
Paper ID : MA03 Material 615
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Paper ID : MA03 Material 616