1
ANALISIS TINGKAT FANATISME PADA MEREK APPLE DI KALANGAN MAHASISWA FISIP UI PRIMARDIANI INDIRASARI PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PEMBIMBING: IXORA LUNDIA SUWARYONO Abstrak: Penlitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana tingkat fanatisme pada merek Apple di kalangan mahasiswa FISIP UI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang mahasiswa FISIP UI yang memiliki lebih dari satu produk Apple. Metode yang peneliti gunakan adalah non-probability sampling serta teknik pengambilan sampel purposive. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner dan dianalisis berdasarkan nilai mean. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat fanatisme pada merek Apple di kalangan mahasiswa FISIP UI cukup tinggi, hal ini terlihat melalui kecenderungan nilai mean yang tinggi. Kata Kunci: Fanatisme, Kultus Merek, Apple Abstract: The objective of this research is to analyze the extent to which level of fanaticism towards the Apple brand amidst the students of FISIP UI. The sample of this research is 100 students at FISIP UI. Researcher used questionnaire as research instrument and analyzed with value of the mean. The result of this research indicates that the level of fanaticism towards the Apple brand amidst the students of FISIP UI is high enough, this is indicated by tendency of the high value of the mean. Key Words: Fanaticism, Cult Brand, Apple
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di tengah era globalisasi serta maraknya persaingan dan membanjirnya penawaran produk dengan ratusan bahkan ribuan merek di pasar baik dari dalam dan luar negeri, maka bertambah pula pekerjaan rumah bagi pemasar untuk dapat bertahan dan berhasil di pasar. Pemasar yang ingin bersaing dan memenangkan persaingan berusaha merebut pangsa pasar dengan cara mengoptimalkan asset yang dimilikinya. Salah satu aset untuk mencapai kondisi tersebut adalah brand (merek). Merek yang paling memiliki daya tariklah yang dapat memenangkan persaingan di pasar. (Aaker, 1996)
Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
2 Merek merupakan payung bagi kegiatan bisnis, karena itu penting bagi perusahaan untuk terus menjaga ekuitas serta loyalitas merek. Salah satu aset yang menentukan ekuitas merek adalah loyalitas merek. Cara terbaik untuk memeliharanya adalah dengan memahami konsumen dan menggunakan komunikasi yang tepat untuk membangun loyalitasnya. Loyalitas konsumen terhadap sebuah merek berbeda-beda. Terdapat salah satu jenis loyalitas yakni consumer fanaticism atau loyalitas fanatik, yang ditandai oleh komitmen, kesetiaan, devosi atau pengabdian, passion, ikatan emosional, antusiasme, dan keterlibatan (Chung & Farrelly, 2005). Konsumen fanatik menunjukkan “extereme devotion to a brand” dimana merek menjadi bagian penting yang berpengaruh dalam kehidupan konsumen (Chung & Farelly, 2005). Apapun akan dilakukan untuk tetap menggunakan dan menjaga merek tersebut, dimana dalam hal ini konsumen telah mencapai pemujaan terhadap suatu merek (cult brand). Pemujaan terhadap suatu merek ini termasuk ke dalam loyalitas fanatik, dimana istilah ‘cult brand’ merupakan merek yang menargetkan pada niche market atau merek yang melahirkan evangelistic customers (Ragas & Bueno, 2002). Makna cult brand secara luas adalah suatu merek yang membuat koneksi emosional yang sangat dalam dan unik dengan konsumennya sehingga mereka menunjukkan pengabdian atau kesetiaan yang ekstrem atau dedikasi dan loyalitas terhadap merek (Interview of the Week, 2003). Dengan demikian, konsumen cult brand memiliki karakteristik yang sama seperti konsumen fanatik. Fenomena pemujaan terhadap suatu merek menjadi satu hal yang menarik dalam dunia pemasaran. Membangun merek menjadi cult brand penting untuk dilakukan perusahaan karena cult brand menghasilkan konsumen yang paling loyal dan fanatik. Dengan memiliki konsumen tersebut, banyak manfaat yang didapat perusahaan, antara lain, konsumen fanatik dengan sukarela akan menyebarkan word-of-mouth yang positif mengenai merek serta menjaga kelanjutan eksistensi merek (Chung & Farrelly, 2005). Selain itu, konsumen fanatik menunjukkan kecintaan yang mendalam terhadap merek dan akan tetap loyal meskipun kinerja merek kurang baik. Terlebih lagi, konsumen fanatik memiliki dorongan konsumsi yang ekstrem yang berimplikasi pada pola pembeliannya (Hoffman, 2000). Mereka juga bertindak sebagai penyebar merek kepada orang lain dan mampu menarik konsumen baru bagi perusahaan (Rifkin, 1999). Konsumen fanatik berusaha untuk mendukung merek, salah satunya dengan bergabung dan terlibat aktif dalam komunitas merek (brand communities) (Muniz & O’Guinn, 2001). Dukungan yang diberikan terhadap merek sangatlah konsisten, terus menerus, dan tidak tergoda pada setiap upaya untuk mengurangi keterikatan tersebut, termasuk di dalamnya menolak pesan-pesan pemasaran yang diberikan merek kompetitor Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
3 (James, 1997). Dengan demikian cult brand akan lebih dipilih secara terus menerus oleh konsumennya dibandingkan dengan merek kompetitor. Terdapat sembilan merek yang sudah mencapai tahap cult brand menurut Ragas dan Bueno (2002), antara lain Oprah, Star Trek, Harley Davidson, Linux, World Wrestling Entertainment (WWE), Jimmy Buffet, Vans Inc., dan yang akan menjadi objek dalam penelitian ini, yaitu Apple Inc. Apple, sebagai salah satu dari sembilan cult brand menurut Ragas dan Bueno (2002) telah memenuhi ketujuh prinsip dalam cult brand. Apple merupakan merek yang memiliki konsumen dengan devosi atau pengabdian yang kuat terhadap merek (www.livescience.com). Apple berani berbeda, menciptakan produk yang memiliki keunikan tersendiri terutama dari segi design, yang membuatnya sulit disaingi atau disamai oleh merek lain. Baik dari design Apple Store-nya dan yang terutama design produknya. Untuk menghasilkan produk-produk yang berbeda dan memiliki keunikan, Apple berani mengambil risiko untuk melakukan inovasi-inovasi. Apple memimpin, berani berinovasi, yang lain hanya mengikuti. Cult brand menciptakan customer yang sangat mencintai merek sehingga customer tidak mau beralih ke merek lain. Cult brand memiliki customer yang sangat loyal dan berdedikasi terhadap merek. Apple, sebagai salah satu cult brand menurut Ragas dan Bueno (2002), menunjukkan posisinya sebagai cult brand dengan memiliki jutaan pengikut yang sangat loyal yang sangat mendukung Apple yang lebih banyak dibanding perusahaan teknologi manapun di dunia saat ini (Wong, 2001). Pengguna produk Apple dengan sendirinya bersedia untuk menyebarkan mengenai produk Apple dan kecintaannya terhadap Apple kepada orang lain. Status cult dari banyak pengikut Mac dibuktikan dalam sebuah website “Cult of Mac.” Website ini dijalankan oleh Leander Kahney yang juga menerbitkan buku, The Cult of Mac. Di dalam buku tersebut, Kahney mengungkapkan bahwa bagi para pengguna Mac, Apple mewakili apa yang tidak dimiliki Microsoft. Apple berinovasi, Microsoft mengikuti. Apple melambangkan kreatifitas dan individualitas, Microsoft melambangkan bisnis dan konformitas. Terdapat 25 juta manusia di dunia yang menggunakan Macintosh Computers, menurut Apple. Tetapi tidak seperti komputer lain, konsumen tidak hanya menggunakan Macs, mereka menjadi fans, penggemar. Mereka mengembangkan passion mereka terhadap Mac, dimana kadang dapat berubah menjadi obsesi (Kahney, 2004). Hal tersebut merupakan salah satu penyebab Apple menjadi salah satu merek yang memiliki loyalitas konsumen paling kuat di dunia dan memiliki tingkat pembelian kembali (repurchase) yang tinggi dalam bidang komputer. (MacNN Staff, 2006). Produk Apple lain seperti iPod juga dianggap Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
4 memiliki aspek cult bagi para pengikutnya, sehingga Leander Kahney kembali menerbitkan buku berjudul “The Cult of iPod”. Di Indonesia sendiri, fanatisme terhadap merek Apple mulai ditunjukkan dengan munculnya komunitas pengguna Apple. Komunitas tersebut antara lain komunitas ID-Mac, ID-iPad, ID-Apple iOs, dan ID-iPhone (www.inet.detik.com). Komunikasi antar anggotanya lebih sering dilakukan dalam bentuk mailing list. Para anggota komunitas ID-Mac memang sangat fanatik, terbukti dengan terdapatnya beberapa anggota yang mempunyai tiga sampai empat notebook hanya bermerek Apple Macintosh, lalu terdapat juga anggota yang semua perangkat teknologinya memakai merek Apple, mulai dari PC, notebook, iPod, iPhone, sampai Apple TV. Fanatisme terhadap merek Apple jelas ditunjukkan oleh para pengikut merek yang tergabung dalam komunitas seperti yang disebutkan di atas. Mereka merasa berbeda dan ingin mengaktualisasikan dirinya dengan membentuk ataupun bergabung dengan kelompok dengan individu-individu serupa yang memiliki pemikiran yang sama, dimana hal tersebut dipenuhi oleh Apple sebagai cult brand. Tetapi selain fanatisme merek yang terlihat dari anggotaanggota komunitas, terlihat juga suatu bentuk fanatisme semu yang terdapat di kalangan mahasiswa saat ini, khususnya mahasiswa FISIP UI. Fanatisme semu ini terlihat dari banyaknya mahasiswa FISIP UI yang menggunakan lebih dari satu jenis produk Apple, seperti memiliki Macbook sekaligus iPhone, atau memiliki iPhone dan iPad, dan sebagainya. Selain itu mereka seringkali menceritakan keunggulan merek Apple serta merekomendasikan merek Apple kepada orang lain. Fanatisme semu ini dapat disebabkan antara lain karena merek Apple yang sangat kuat dan sudah terkenal, selain itu produk-produk Apple memiliki harga premium sehingga menimbulkan prestis tersendiri, produk Apple juga bersifat user-friendly atau mudah penggunaannya, sehingga banyak mahasiswa FISIP UI yang mendapatkan kepuasan menggunakan merek Apple. Fanatisme ini dikatakan sebagai fanatisme semu karena para pengguna Apple khususnya mahasiswa FISIP UI tersebut merasa mereka tidak sefanatik itu, seperti halnya para anggota komunitas atau pengguna Apple lain yang memang menunjukkan kefanatikannya, tetapi mengenali dan memahami kesetiaan atau devosi tersebut. Maka, berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengambil judul “Analisis Tingkat Fanatisme pada Merek Apple Di Kalangan Mahasiswa FISIP UI”.
Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
5 2. Pokok Permasalahan Agar suatu merek dapat menjadi cult brand, menurut Ragas dan Bueno (2002) terdapat tujuh prinsip yang harus dipenuhi, yaitu, cult branders menyadari bahwa konsumen memiliki keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok yang berbeda; cult brand investors menunjukkan keberanian dan kebulatan tekad; cult brand menjual gaya hidup; cult brand investors harus mendengarkan pelanggan dan menciptakan cult brand evangelist; cult brand selalu menciptakan komunitas pelanggan; cult brand bersifat inklusif; dan yang terakhir, cult brand menunjukkan kebebasan personal pelanggannya dan menjaga pelanggan dari serangan musuhnya. Demikian juga dengan merek Apple, yang menurut Ragas dan Bueno sudah mencapai cult brand, harus memenuhi ketujuh prinsip cult brand yang telah disebutkan di atas. Dengan memenuhi ketujuh prinsip tersebut maka Apple mampu menghasilkan konsumen yang loyal dan fanatik. Semakin banyak prinsip atau unsur cult brand yang diberikan Apple serta mampu diterima atau dirasakan oleh konsumennya, maka semakin tinggi pula tingkat fanatisme konsumen terhadap merek Apple. Konsumen Apple yang merupakan anggota komunitas tentu memiliki tingkat fanatisme yang tinggi terhadap merek Apple. Tetapi hal ini belum tentu sama dengan mahasiswa FISIP UI yang hanya sebatas menggunakan produk dari Apple. Hanya saja, fenomena yang terjadi di kalangan mahasiswa FISIP UI, dimana banyak yang menggunakan produk Apple lebih dari satu, menunjukkan suatu bentuk loyalitas yang mengarah kepada fanatisme semu terhadap merek Apple. Oleh karena itu pada penelitian ini, dengan menggunakan ketujuh prinsip cult brand oleh Ragas dan Bueno (2002), peneliti ingin meneliti sejauh mana tingkat fanatisme pada merek Apple khususnya di kalangan mahasiswa FISIP UI. 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: Untuk menganalisa sejauh mana tingkat fanatisme pada merek Apple di kalangan mahasiswa FISIP UI.
Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
6 TINJAUAN TEORITIS 1. Cult Brand Atkin (2004) mendefinisikan cult brand sebagai sebuah merek yang kepada merek itu sekelompok pelanggan menunjukkan kesetiaan atau dedikasi mereka yang amat tinggi, memiliki ideologi tersendiri dengan komunitas yang amat jelas dan berkomitmen, serta kesetiaan mereka sangat eksklusif (kesetiaan yang tidak berbagi dengan kelompok lain), dan para anggotanya seringkali menjadi pembela-pembela yang tulus. Sedangkan Ragas & Bueno (2002) memberikan definisi cult brand sebagai semua merek tertentu yang memiliki keloyalan pelanggan super tinggi dan hampir semua pelanggannya merupakan evangelical customers atau evangelical followers yang setia kepada merek. Ragas & Bueno juga menjelaskan proses cult branding sebagai mengubah perusahaan, orang, tempat atau organisasi menjadi suatu entitas dengan pengikut yang devoted (berbakti) dan fanatik. Sebuah merek yang dapat memunculkan asosiasi yang kuat dalam benak konsumen, pengalaman positif ketika memakai, dan menjadikan para konsumen memiliki loyalitas tertinggi serta memiliki ikatan yang kuat dengan merek tersebut dalam jangka waktu lama dapat dikategorikan sebagai cult brand (merek yang dipuja). Para konsumen telah menjadi pelanggan yang tidak segan untuk mempromosikan merek tersebut kepada orang lain. Antara konsumen dengan merek telah terbangun kepercayaan dan ikatan emosional. Ketika merek telah mencapai level ini, perusahaan akan mendapatkan kemewahan yang tidak akan didapat pesaing berupa customer involvement yang sangat tinggi dan loyalitas yang tidak mungkin tertandingi oleh para pesaing (Kartajaya, 2002). Merek memiliki kapasitas untuk membangkitkan fanatisisme seperti kultus (Atkin, 2004). Menurut Ragas & Bueno (2002), terdapat tujuh prinsip yang diperlukan dalam proses menjadikan sebuah merek sebagai cult brand, yaitu: 1) The Golden Rule of Social Groups: Konsumen Ingin Menjadi Bagian dari Kelompok yang Berbeda Cult brand menyediakan customer-nya identitas unik, mereka berani berbeda. Cult brand memberikan setiap customer-nya cara yang unik untuk “bersama-sama menjadi aneh dan kemudian tidak terasa aneh lagi.” Produk cult brand juga benar-benar unik dan berbeda dari pesaingnya. Konsumen yang mampu berbeda, mampu mengaktualisasikan diri, dan merasa dalam kebebasan sementara pada saat menggunakan cult brand akan beralih menjadi cult followers (pengikut kultus) yang loyal dan fanatik. Menjadi produk yang insanely different atau benar-benar berbeda adalah sesuatu yang penting dalam cult brand (Ragas & Bueno, 2002). Pengikut cult brand harus merasa bahwa Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
7 tidak ada satu pun produk atau jasa lain yang bisa menyamai cult brand tersebut. Konsumen menjadi loyal dan fanatik terhadap satu merek tertentu karena mereka yakin tidak ada substitusi atau merek yang sama bagusnya dengan merek tersebut, hanya ada satu cult brand bagi mereka. 2) The Golden Rule of Courage: Cult Brand Investors Menunjukkan Keberanian dan Kebulatan Tekad Cult branders percaya akan diri mereka, produk dan jasa mereka. Mereka menantang kebijaksanaan konvensional (conventional wisdom). Kebijakan konvensional hanyalah simbol dari konformitas, sedangkan cult brand adalah simbol non-konformitas. (Ragas & Bueno, 2002) Untuk membuat suatu merek unggul di pasar dan untuk menarik pelanggan yang loyal, maka diperlukan kesediaan, keberanian, serta determinasi untuk mengambil risiko serta menghasilkan hal-hal baru dan berbeda. Cult branders adalah pemimpin bukan pengikut. Cult branders tidak pernah menerima situasi yang ada begitu saja tetapi berani melakukan inovasiinovasi yang berbeda dari orang lain. 3) The Golden Rule of Fun: Cult Brand Menjual Gaya Hidup Semua orang ingin bersenang-senang, dan pada intinya cult brand adalah merek yang fun. Cult brand adalah kesenangan tersendiri, cult brand membuat konsumennya tersenyum, merasa bahagia, menghibur, dan memberi rasa percaya diri. Cult brand membantu konsumennya menikmati hidup. Cult brand memanfaatkan kebutuhan manusia akan self-actualization atau pengaktualisasian diri dengan cara mengembangkan produk dan jasa yang mendukung kebutuhan tingkat tinggi tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Abraham Maslow (Ragas & Bueno, 2002). Customer harus memperoleh perasaan self-actualization yang luar biasa pada saat berinteraksi dengan merek. Cult brand juga harus memberikan self-empowerment atau pemberdayaan diri bagi para pelanggannya. Selain self-empowerment, customer juga harus memperoleh self-fulfillment dari interaksinya dengan merek. Dengan kata lain, menggunakan cult brand akan memberi konsumen perasaan mampu mengontrol takdir mereka sendiri dan membuat konsumennya merasa menjadi apapun yang mereka inginkan. Konsumen mampu memenuhi mimpi dan passion mereka untuk sementara. Karena itulah cult brand bukan hanya menjual produk atau jasa, tetapi juga menjual gaya hidup. Dengan menjual gaya hidup, cult brand mampu menyatukan perasaan antara kebebasan, self-fulfillment, dan self-empowerment menjadi satu Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
8 kesatuan kemasan produk. Setiap orang memiliki mimpi, fantasi, passion, dan aspirasi, dan cult brand membantu konsumennya untuk memenuhi itu semua. 4) The Golden Rule of Human Needs: Mendengarkan Pelanggan dan Menciptakan Cult Brand Evangelist Cult brand fokus pada melayani keinginan dan kebutuhan konsumen yang telah mereka miliki. Kepuasan pelanggan sangatlah penting karena mampu mengubah konsumen menjadi pengikut loyal, fanatik, yang disebut dengan brand evangelist. Maka dari itu, untuk membuat konsumennya menjadi brand evangelist, cult branders harus menghargai konsumen, menganggap opini konsumen bernilai, memberi reward atau penghargaan kepada konsumen, mendengarkan, serta tidak pernah mengabaikan pengikut setia dari merek mereka. Perusahaan juga harus bersikap jujur atas segala kesalahan yang pernah dibuat di masa lampau. 5) The Golden Rule of Contribution: Cult Brand Selalu Menciptakan Komunitas Pelanggan Untuk membangun hubungan yang kuat dan terus menerus dengan customer, cult branders harus mengembangkan dan mendukung komunitas pelanggan. Cult brand tidak takut untuk menggunakan keuntungan yang diperolehnya untuk menciptakan suatu komunitas pelanggan untuk menghasilkan niat baik jangka panjang yang kuat untuk bisnis serta merek. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membangun dan mendorong komunitas pelanggan adalah dengan pemasaran, misalnya dengan membuat newsletter, majalah, ataupun mailing list untuk pelanggan. Mensponsori event tertentu, mengadakan acara untuk pelanggan, memberikan tiket bioskop, atau menggelar kontes dengan hadiah juga dapat menjadi cara untuk menunjukkan penghargaan bagi konsumen. 6) The Golden Rule of Openness: Cult Brand bersifat Inklusif Cult brand sangatlah terbuka dan inklusif. Cult brand tidak mendiskriminasi. Mereka secara terbuka menerima dan merangkul siapa saja yang tertarik pada perusahaan mereka. Cult brand menerima dengan tangan terbuka pelanggan dari segala umur, ras, agama, dan latar belakang sosial ekonomi. 7) The Golden Rule of Freedom: Cult Brand Mendukung Kebebasan Personal dan Menjaga Pelanggan dari Serangan Musuhnya Cult branders menyadari bahwa para pelanggannya adalah manusia yang membutuhkan kebebasan dan akan mencari kesempatan untuk membeli rasa kebebasan ini dalam kehidupannya sehari-hari (Bueno, 2007). Cult brand menjual kebebasan yang unik yang berkaitan dengan keinginan dan kebutuhan tertentu dari pelanggannya. Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
9 Cult brand mendukung tema yang mendasari kebebasan dan nonkonformitas dengan pengalaman sensorik yang memorable atau tidak terlupakan bagi pelanggan mereka. Menciptakan ingatan yang melekat dan bertahan lama bagi konsumen akan berpengaruh pada pemilihan merek bagi konsumen tersebut, dan hal ini merupakan keunggulan yang sulit ditiru kompetitor karena hubungan emosional sangat sulit dihilangkan. Loyalitas merek (brand loyalty) akan otomatis ‘tertanam’ pada saat cult brand menciptakan pengalaman tak terlupakan bagi pelanggannya. 2. Definisi Operasional Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan untuk mengukur fanatisme adalah dari cult brand sendiri. Fanatisme memiliki koneksi dengan berbagai makna sehingga dapat didefinisikan melalui berbagai konsep (Chung & Farrelly, 2005). Maka dari itu, konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai devosi (pengabdian) terhadap suatu merek atau cult-like worship of brands (pemujaan terhadap suatu merek) dengan menggunakan teori cult brand oleh Ragas dan Bueno (2002). Cult brand merupakan merek yang memiliki sekelompok pelanggan yang menunjukkan kesetiaan atau dedikasi mereka yang amat tinggi (Atkin, 2004). Cult brand memiliki pengikut berupa pelanggan yang sangat fanatik dan sangat loyal. Cult brand adalah merek yang dipuja, dan dengan adanya pemujaan terhadap sebuah merek mengakibatkan munculnya fanatisme. Fanatisme konsumen memiliki kaitan erat dengan cult brand, dimana fanatisme konsumen merupakan extreme devotion atau pengabdian yang ekstrem terhadap suatu merek. Cult brand memiliki tujuh aspek utama yang akan dijadikan dimensi pada penelitian ini. Dimana ketujuh dimensi tersebut akan digunakan untuk mengukur fanatisme mahasiswa FISIP UI terhadap merek Apple. Dimensi tersebut terdiri dari be different, determination, lifestyle, evangelist, communities, inclusive, dan freedom. Semakin konsumen merasakan ketujuh aspek tersebut dalam suatu merek, maka akan semakin loyal dan fanatik juga konsumen tersebut. Di samping itu, salah satu dimensi dalam penelitian ini adalah dimensi communities atau komunitas. Maksud dari dimensi komunitas ini menurut Ragas dan Bueno (2002) adalah bagaimana Apple sebagai cult brand mampu mengembangkan serta memberdayakan komunitas pelanggannya. Komunitas di sini bukan berarti untuk menjadi konsumen yang fanatik maka ia harus bergabung ke dalam komunitas merek. Douglas Atkin (2004) dalam bukunya The Culting of Brands: When Customers Become True Believers mengungkapkan Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
10 bahwa bisa saja seseorang bukan merupakan bagian dari komunitas merek, melainkan hanya membeli merek karena nilai pakainya, tetapi ia menginginkan orang lain untuk menjadi sama dengannya, memiliki minat yang sama. Misalnya dengan melihat orang lain yang tidak memakai Apple, rasanya ingin memberitahu orang tersebut untuk mengganti produknya dengan Apple. Hal tersebut, menurut Atkin (2004), disebut dengan ‘komunitas imajiner’. Maka dari itu, responden dalam penelitian ini tidaklah harus seseorang yang merupakan anggota komunitas merek Apple. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui sejauh mana ketertarikan serta keterlibatan responden dalam komunitas merek Apple. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengamati, mengumpulkan informasi, dan menyajikan analisis hasil penelitian. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan teknik pengumpulan data (Prasetyo & Jannah, 2005). Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni, karena penelitian dilakukan dalam rangka melihat kesesuaian antara teori dengan realita di lapangan. Berdasarkan waktu penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian cross sectional, yaitu penelitian yang dapat dilakukan dengan data yang hanya sekali dikumpulkan dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian (Sekaran, 2000). Penelitian ini mengambil waktu pada bulan Oktober 2012 sampai Mei 2013 di FISIP UI, Depok. Berdasarkan teknik pengumpulan data, dilakukan dengan dua cara yakni data primer dengan menggunakan penelitian survey dengan teknik pengumpulan data kuesioner dan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan untuk referensi dalam memperoleh data yang mendukung teori, pembahasan penelitian, dan penulisan laporan. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FISIP UI (S1 Paralel dan Reguler) yang memiliki lebih dari satu produk Apple. Jumlah sampel yang digunakan sejumlah 100 responden. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan metode non-probablity sampling dengan menggunakan teknik purposive. Sebelum peneliti turun lapangan, maka terlebih dahulu dilakukan Pre Test dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas. Pre Test dalam penelitian ini dilakukan kepada 30 responden yang memenuhi kriteria sampel. Validitas berkaitan dengan ketepatan penggunaan Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
11 indikator untuk menjelaskan arti variabel yang sedang diteliti. Pengukuran dilakukan pada (1) Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy: >0.500; (2) Bartlett’s Test of Sphericity: >0.500; (3) Anti-image Matrices: >0.500. (Hair, et al., 2007) Reliabilitas berkaitan dengan keterandalan atau konsistensi suatu indikator. Pada pengukuran reliabilitas, peneliti menggunakan metode pengukuran dengan Cronbach’s Aplha. Menurut Malhotra nilai reliabilitas yang baik untuk indikator penelitian adalah 0.600 atau Cronbach’s Alpha ≥ 0,60 (Malhotra, 2009). Pada penelitian ini, pengolahan data survey dilakukan dengan menggunakan program software SPSS (Statistical for Social Science) 17.0. Analisis pengolahan data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat, yakni analisis terhadap satu variabel; variabel cult brand. Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert. Skala Likert yang digunakan adalah dengan format lima skala poin yang menunjukkan semakin besar nilainya maka semakin tinggi tingkat kesetujuannya. Jawaban yang diberikan responden pada kuesioner akan diberikan penilaian sebagai berikut: Sangat Setuju (5), Setuju (4), Netral (3), Tidak Setuju (2), Sangat Tidak Setuju (1). (Malhotra, 2007) Selain itu terdapat analisis statistik deskriptif yang terdiri dari analisis distribusi frekuensi untuk memberikan gambaran umum tentang karakteristik responden, dan analisis ukuran pemusatan untuk melihat seberapa besar kecenderungan data memusat pada nilai tertentu (Prasetyo & Jannah, 2005). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran pemusatan mean. Analisis statistik deskriptif dengan mean akan dilakukan dengan menghitung batasan-batasan untuk setiap kelas. Untuk mengetahui batasan nilai untuk setiap kelas maka digunakan rumus seperti di bawah ini (Neumann, 2003): Rumus
:
:
: 0,8
Setelah diketahui besarnya jumlah interval, maka dapat diketahui rentang skala dan kategorisasi nilai mean untuk jawaban responden, yaitu: Sangat Rendah (1,00 < x ≤ 1,80); Rendah (1,80 < x ≤ 2,60); Cukup (2,60 < x ≤ 3,40); Tinggi (3,40 < x ≤ 4,20); dan Sangat Tinggi (4,20 < x ≤ 5,60). HASIL PENELITIAN Pembahasan Hasil PreTest Untuk uji validitas dari setiap dimensi, dilakukan dengan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy, Bartlett’s Test of Sphericity, dan Anti-Image. Pada tabel di
Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
12 bawah ini disajikan uji-uji tersebut untuk dimensi yang ada pada variabel cult brand untuk hasil pretest pertama yang diakukan oleh peneliti: Tabel 4.1 Pengukuran Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequancy dan Bartlett’s Test of Sphericity No.
Dimensi Penelitian
Nilai yang diharapkan
KMO Measure of
Bartlett’s Test of Sphericity
Sampling Adequancy
Significance
>0.500
< 0.05
1
Dimensi Be Different
0.614
0.000
2
Dimensi Determination
0.672
0.000
3
Dimensi Fun
0.630
0.000
4
Dimensi Evangelist
0.674
0.000
5
Dimensi Communities
0.610
0.000
6
Dimensi Inclusive
0.564
0.000
7
Dimensi Freedom
0.688
0.000
Sumber: Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 17
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh dimensi yang terdapat dalam variabel cult brand telah memenuhi batas nilai validitas yaitu >0.500 sehingga dapat dianalisis lebih lanjut. Setelah itu, untuk menghitung nilai validitas untuk per indikator, peneliti menghitung nilai validitas untuk masing-masing indikator yang terdapat di semua dimensi dengan melihat kepada Anti Image. Nilai Anti Image yang diharapkan adalah >0.500. Pada tabel berikut merupakan hasil uji validitas indikator dari setiap dimensi dalam variabel cult brand: Tabel 4.2 Pengukuran Anti Image No.
Indikator
Anti Image >0.500
Nilai yang diharapkan Variabel Cult Brand Dimensi Be Different 1 Merasa berbeda dengan orang lain ketika menggunakan merek Apple 2 Merasa lebih menonjol (stand out) ketika menggunakan merek Apple 3 Apple lebih unik dibanding merek lain dari segi design
0.581 0.584 0.520 Universitas Indonesia
Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
13 4 Merek Apple sulit disaingi atau disamai oleh merek lain 5 Merek Apple tak tergantikan oleh merek lain Dimensi Determination 1 Apple menghasilkan produk-produk yang inovatif Menggunakan Apple karena ingin berbeda (anti-mainstream) 2 Setia terhadap merek Apple 3 4 Bangga memiliki produk Apple Dimensi Lifestyle 1 Senang (fun) menggunakan merek Apple 2 Merasa percaya diri ketika menggunakan merek Apple 3 Menggunakan merek Apple membantu memenuhi passion 4 Mampu mengaktualisasikan diri saat menggunakan merek Apple 5 Fitur-fitur dalam Apple membantu pemberdayaan diri (mampu melakukan berbagai hal) 6 Memperoleh pemenuhan diri (kepuasan maksimal) ketika menggunakan Apple Dimensi Evangelist 1 Menceritakan pengalaman ketika menggunakan merek Apple 2 Menceritakan keunggulan merek Apple 3 Merekomendasikan orang lain untuk memakai merek Apple 4 Tetap mendukung Apple meski memiliki kekurangan Dimensi Communities 1 Tertarik untuk bergabung dalam komunitas pengguna Apple 2 Mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan merek Apple 3 Aktif membahas perkembangan Apple di berbagai forum (online/offline) Dimensi Inclusive 1 Siapapun dapat memiliki produk-produk Apple 2 Siapapun dapat menggunakan fitur-fitur Apple 3 Apple menyediakan berbagai jenis produk untuk kegunaan yang berbeda-beda 4 Dapat meng-customize sendiri produk Apple sesuai keinginan Dimensi Freedom 1 Menggunakan Apple memberi kebebasan sementara dari rutinitas hidup sehari-hari 2 Menggunakan Apple memberi rasa kebebasan berekspresi 3 Menggunakan Apple memberi perasaan independen (mandiri) 4 Apple selalu mengeluarkan produk baru agar mereknya tetap diingat
0.719 0.714 0.750 0.701 0.688 0.623 0.663 0.608 0.606 0.629 0.549 0.643
0.624 0.695 0.751 0.555 0.578 0.729 0.594
0.548 0.548 0.602 0.601
0.700 0.633 0.781 0.589
Sumber: hasil pengolahan data menggunakan SPSS 17 Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
14 Berdasarkan tabel di atas, seluruh indikator dari setiap dimensi sudah memenuhi nilai batas yang diharapkan yaitu >0.500. Dengan demikian maka seluruh indikator yang ada bersifat valid dan dapat digunakan sebagai indikator pengukuran dalam penelitian. Selanjutnya untuk uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach’s Alpha. Nilai batas reliabilitas dengan menggunakan Cronbach’s Alpha adalah diatas >0.600 (Malhotra, 2009). Berikut adalah hasil penghitungan terhadap reliabilitas: Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas No.
Dimensi Penelitian
Cronbach’s Alpha
1
Dimensi Be Different
0.805
2
Dimensi Determination
0.819
3
Dimensi Lifestyle
0.714
4
Dimensi Evangelist
0.768
5
Dimensi Communities
0.668
6
Dimensi Inclusive
0.629
7
Dimensi Freedom
0.788
Sumber: hasil pengolahan data menggunakan SPSS 17.0
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha dari setiap dimensi yang ada telah memenuhi persyaratan nilai reliabilitas yaitu sebesar 0.600. Dengan demikian maka seluruh dimensi yang ada bersifat reliable dan dapat dianalisis lebih lanjut. Pembahasan Statistik Deskriptif Penelitian Karakteristik Responden Karakteristik responden yang pertama adalah jenis kelamin. Dimana terdapat 72 responden berjenis kelamin perempuan dan 28 responden berjenis kelamin laki-laki. Dengan demikian mayoritas responden dalam penelitian ini adalah perempuan. Karakteristik responden yang kedua adalah usia responden. Mayoritas usia responden adalah 20 tahun sebanyak 33 responden. Karakteristik responden yang terakhir adalah jumlah produk Apple yang digunakan. Mayoritas responden memiliki dua produk Apple, yaitu sebanyak 51 responden.
Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
15 Analisis Rata-rata (Mean Analysis) Tingkat Fanatisme pada Merek Apple di Kalangan Mahasiswa FISIP UI Variabel Cult Brand Pada grafik di bawah dapat dilihat perbandingan di setiap indikator sesuai dengan jumlah mean dari indikator tertinggi hingga mean terendah. Mean tertinggi terdapat pada dimensi Determination yaitu pada indikator pertama mengenai “Apple menghasilkan produkproduk yang inovatif”, dengan nilai 4.38. Hal ini didasari karena Apple sebagai cult brand merupakan merek yang memiliki determinasi dan keberanian untuk melakukan inovasiinovasi yang berbeda dari pesaingnya. Misalnya ketika Apple meluncurkan mp3-player dengan inovasi baru yakni iPod, dan konsep komputer tablet yang diperbaharui melalui iPad. Keberanian Apple untuk melakukan hal baru dan berinovasi ini membuat konsumennya semakin loyal, dan setiap Apple mengeluarkan produk dengan inovasi baru konsumen yang sudah menggunakan produk Apple sebelumnya tidak akan ragu untuk membeli produk Apple yang baru, terbukti dengan mayoritas responden yang memiliki produk Apple lebih dari satu, bahkan ada yang memiliki lima produk Apple sekaligus. Dimensi Determination memiliki empat indikator, selain indikator dengan mean tertinggi yaitu “Apple menghasilkan produk yang inovatif”, terdapat indikator ke-3 dan ke-4 yang memiliki mean yang tidak terlalu berbeda satu sama lain. Indikator ke-3 “Setia terhadap merek Apple” memiliki nilai mean sebesar 3.80 dan indikator ke-4 “Merasa bangga memiliki produk dengan merek Apple” memiliki nilai mean sebesar 3.84. Sedangkan indikator ke-2 mngenai “Menggunakan Apple karena ingin berbeda (anti-mainstream)” memiliki nilai mean sebesar 3.57. Selanjutnya, nilai mean tertinggi kedua terdapat pada dimensi Be Different yaitu pada indikator ke-3 mengenai “Apple lebih unik dari segi design” dengan nilai mean sebesar 4.17. Persetujuan yang diberikan responden pada indikator ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki lebih dari satu produk Apple bersedia melakukan pembelian berulang dan kemudian menjadi loyal terhadap Apple salah satunya karena keunikan design yang dimiliki setiap produk Apple. Apple selalu mengutamakan design yang ramping, modern, unik, simpel, menarik, dan ukuran yang pas. Design produk Apple yang unik juga membuat penggunanya merasa berbeda dengan orang lain, sesuai dengan indikator pertama dalam dimensi Be Different. Keunikan design produk Apple juga berpengaruh pada indikator ke-4 mengenai “Merek Apple sulit untuk disaingi atau disamai oleh merek lain” sehingga bagi pengguna merek Apple, dengan keunikan yang dimiliki Apple, tidak ada produk lain yang dapat menyamai serta menawarkan produk yang sama dengan Apple. Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
Dimensi
Indikator Merasa berbeda dengan orang lain ketika menggunakan Apple
1
2
3
164
Merasa lebih stand out saat menggunakan merek Apple Be Apple lebih unik dibanding merek lain dari segi design Different Merek Apple sulit disaingi atau disamai oleh merek lain
Determi nation
Merek Apple tak tergantikan oleh merek lain Apple menghasilkan produk yang inovatif Menggunakan Apple karena ingin berbeda (anti-mainstream) Setia terhadap merek Apple Bangga memiliki produk dengan merek Apple Senang (fun) ketika menggunakan merek Apple
Merasa percaya diri ketika menggunakan merek Apple Menggunakan merek Apple membantu memenuhi passion Mampu mengaktualisasikan diri saat berinteraksi dengan merek Lifestyle Apple Fitur-fitur dalam Apple dapat membantu pemberdayaan diri Memperoleh pemenuhan diri (kepuasan maksimal) ketika menggunakan merek Apple Menyebarkan pengalaman memakai merek Apple Menyebarkan keunggulan merek Apple kepada orang lain Evangeli Merekomendasikan merek Apple ke orang lain st Tetap mendukung merek Apple meski memiliki kekurangan atau kesalahan tertentu Tertarik untuk bergabung dalam komunitas pengguna Apple Commun Mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan merek Apple ities Aktif membahas perkembangan merek Apple di berbagai forum (online/offline) Siapapun dapat memiliki produk-produk dari Apple Siapapun dapat menggunakan fitur-fitur Apple Apple menyediakan berbagai jenis produk untuk kegunaan yang Inclusive berbeda-beda Dapat meng-customize sendiri produk Apple yang dimiliki sesuai keinginan
Freedom
Apple memberi rasa kebebasan sementara dari rutinitas hidup seharihari Menggunakan merek Apple memberi rasa kebebasan berekspresi Menggunakan produk Apple memberi perasaan independen Apple selalu mengeluarkan produk-produk baru agar mereknya tetap diingat oleh pelanggannya Grafik Mean Variabel Cult Brand Sumber: hasil pengolahan data menggunakan SPSS 17.0
Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
5
17 Sedangkan untuk nilai mean terendah terdapat pada dimensi Communities yaitu pada indikator ke-2 “Mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan merek Apple” dengan nilai mean sebesar 2.77. Apple sebagai cult brand telah memenuhi salah satu prinsip cult brand yakni dengan mendukung komunitas konsumennya, serta mengadakan event-event sebagai ajang berkumpulnya para pengguna Apple. Sayangnya hal tersebut belum dilaksanakan di banyak negara. Negara yang paling rutin mengadakan event demikian adalah Amerika Serikat dan Jepang. Maka dari itu, rendahnya nilai mean dibandingkan dengan indikator-indikator lain dikarenakan di Indonesia sendiri Apple belum terjun langsung menangani pelanggannya maupun komunitas-komunitas Apple. Sehingga belum ada event-event atau acara resmi yang diselenggarakan Apple di Indonesia. Kegiatan yang berkaitan dengan Apple di Indonesia sejauh ini dilaksanakan sendiri oleh komunitas-komunitas Apple yang terbentuk seperti acara gathering, yang sebatas disponsori oleh provider layanan produk Apple seperti Telkomsel. Acara tersebut cukup banyak dihadiri oleh para fanatik Apple yang mayoritas adalah anggota komunitas, tetapi untuk mahasiswa FISIP UI yang kebanyakan belum bergabung ke dalam komunitas pengguna Apple, mereka tidak mengikuti acara tersebut. Meski belum bergabung dengan komunitas pengguna Apple, karena merek Apple adalah merek yang kuat dan sudah dikenal sebagai cult brand, serta didukung dengan segala keunikan, kekhasan design, dan keunggulan yang dimilikinya, maka siapapun yang menggunakan merek Apple mendapat keuntungan yang jarang disadari yaitu bergabung ke dalam suatu komunitas yang kreatif, berpengetahuan luas, dan suportif. (Kahney, 2004). Meskipun komunitas pengguna Apple di Indonesia belum didukung langsung atau secara resmi dari Apple tetapi para anggotanya menunjukkan kecintaannya terhadap produk Apple tersebut dengan mau berbagi, bertukar informasi dengan anggota lainnya, hubungan para anggota cukup solid dan menjadi anggota komunitas Apple sebenarnya memiliki banyak keuntungan, tertutama untuk menambah wawasan tentang gadget Apple yang dimiliki. Diharapkan dengan dukungan dari Apple sendiri secara resmi terhadap komunitas penggunanya di Indonesia, akan semakin banyak pengguna Apple yang tertarik untuk bergabung dalam komunitas tersebut. Implikasi Manajerial Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat fanatisme pada merek Apple di kalangan mahasiswa FISIP UI. Cult brand merupakan variabel independen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fanatisme terhadap merek Apple di kalangan mahasiswa FISIP UI cukup tinggi. Melalui hasil analisis penelitian diketahui bahwa 26 dari 30 indikator dalam penelitian Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
18 ini berada pada kategori mean tinggi, satu indikator pada kategori sangat tinggi, serta tiga indikator pada kategori cukup. Dalam cult brand terdapat tujuh dimensi yang digunakan untuk menganalisis tingkat fanatisme pada merek Apple. Dimensi pertama yaitu Be Different, dinilai positif oleh responden. Hal ini terlihat melalui mean dari setiap indikator yang berada pada kategori tinggi. Sehingga Apple, dengan segala perbedaan dan keunikannya, telah berhasil membuat konsumennya juga merasa berbeda dari orang lain. Dimensi kedua yaitu Determination juga dinilai positif oleh responden. Responden dapat merasakan bahwa Apple sebagai cult brand memang merupakan merek yang berani berinovasi menghasilkan produk-produk baru, dan hal ini memunculkan perasaan bangga bagi para pengguna Apple. Pada dimensi ketiga yaitu Lifestyle, responden juga memiliki penilaian positif sehingga dapat dikatakan bahwa Apple telah mampu memberi rasa senang bagi penggunanya, Apple membantu penggunanya memenuhi passion, serta pemenuhan akan self-actualization, self-fulfillment, serta selfempowered. Dimensi Evangelist juga memiliki penilaian positif dari responden, dimana hal ini menunjukkan loyalitas yang dimiliki mahasiswa FISIP UI pada merek Apple, dimana mereka sudah menjadi evangelis atau penyebar merek Apple. Pada dimensi Inclusive, responden juga memiliki penilaian yang positif. Hal ini dikarenakan Apple yang terbuka bagi siapa saja, dari berbagai usia, ras, agama, latar belakang sosial ekonomi. Hal yang sama juga terjadi pada dimensi Freedom, dimana responden memberi penilaian yang positif, sehingga menunjukkan bahwa Apple juga memberi konsumennya kebebasan dari rutinitas sehari-hari serta memberi kebebasan berekspresi dengan menggunakan produk dan fitur di dalamnya. Dengan terpenuhinya prinsip-prinsip cult brand tersebut bagi para responden maka dapat dikatakan bahwa tingkat fanatisme terhadap merek Apple cukup tinggi di kalangan mahasiswa FISIP UI. Hanya saja terdapat satu dimensi yang tidak memiliki mean pada kategori tinggi, melainkan cukup, yaitu dimensi Communities. Hal ini dikarenakan lebih banyaknya jawaban netral pada ketiga indikator dalam dimensi ini. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya komunitas resmi dari Apple, belum banyak mahasiswa yang bergabung dengan komunitas merek Apple sebagai wujud loyalitasnya terhadap merek. Wujud loyalitas dan fanatisme lebih ditunjukkan dengan menyebarkan atau menceritakan pengalaman serta keunggulan menggunakan produk Apple ke orang lain, serta kebangaan dan kesetiaan terhadap Apple dengan tidak mau beralih ke merek lain. Hal tersebut dikarenakan Apple yang berkomitmen terhadap kesempurnaan design dan inovasi untuk menyempurnakan setiap aspek pengalaman konsumen dan terhadap setiap orang yang juga memiliki komitmen dan keberanian untuk Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
19 berbeda dan stand out (Gallo, 2012). Komitmen, kesetiaan, dan juga kepuasan akan merek Apple ditunjukkan dengan melakukan pembelian berulang terhadap merek Apple. Karena itu banyak mahasiswa FISIP UI, tertutama 100 responden dalam penelitian ini memiliki lebih dari satu produk Apple. Dalam hal ini peneliti menilai terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan Apple. Melihat konsumen Apple khususnya mahasiswa FISIP UI yang fanatik terhadap merek Apple, serta dengan sudah banyaknya bermunculan komunitas pengguna Apple, sebaiknya Apple mulai memperhatikan dan mendukung para pengguna produknya di Indonesia terutama dengan memberdayakan atau mengembangkan komunitas konsumennya di Indonesia. Dengan terlibat langsung, maka Apple membangun hubungan jangka panjang serta meningkatkan loyalitas konsumennya. Selain itu dari segi retail, Apple selalu mengutamakan visi memperkaya kehidupan (enrich lives) di balik setiap Apple Store. Apple ingin membuat pengalaman yang berkesan atau memorable bagi setiap konsumennya. Apple selalu berkata bahwa konsumen datang ke Apple Store untuk berbelanja membeli produk, tetapi mereka kembali untuk belajar. Pengalaman yang diperoleh konsumen Apple dari Apple Store menjadi salah satu hal yang membuat mereka tetap loyal dan menjadi fanatik terhadap merek Apple. Di Indonesia sendiri belum terdapat Apple Store resmi yang mampu menawarkan pengalaman seperti itu. Maka dari itu, bagi pengguna Apple di Indonesia, khususnya bagi mahasiswa FISIP UI, pengalaman yang didapat hanya sebatas dari segi produknya. Dengan rencana didirikannya Apple Store di Indonesia, selain untuk meningkatkan penjualan dari Apple Store sendiri, diharapkan Apple akan mampu memberi pengalaman baru yang memorable bagi para pengguna Apple, sehingga loyalitas dan fanatisme terhadap merek Apple juga semakin meningkat. SIMPULAN dan SARAN Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat fanatisme pada merek Apple di kalangan mahasiswa FISIP UI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam Bab 4, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat fanatisme pada merek Apple di kalangan mahasiswa FISIP UI cenderung cukup tinggi. Hal ini terlihat melalui penilaian mean pada 26 dari 30 indikator dalam variabel cult brand yang berada pada kategori tinggi. Sedangkan sisanya adalah satu indikator pada kategori sangat tinggi dan 3 indikator pada kategori cukup.
Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
20 Saran Berdasarkan simpulan yang didapat, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut: •
Apple dapat memulai strategi untuk terlibat langsung dalam menangani, memberdayakan, dan mengembangkan komunitas pengguna Apple di Indonesia guna membangun hubungan jangka panjang, meningkatkan loyalitas konsumennya, serta mempertahankan status cult-nya. Dengan terlibat langsung, pengguna Apple di Indonesia akan merasa lebih diperhatikan oleh merek yang selama ini dipujanya. Salah satu bentuk perhatian yang dapat dilakukan Apple adalah dengan memberi pelanggannya pengalaman baru yang berkesan terhadap merek melalui Apple Store. Dengan mendirikan Apple Store di Indonesia, diharapkan pengguna Apple di Indonesia akan semakin merasa hubungan atau koneksi emosional dengan merek melalui pengalaman yang didapat di Apple Store.
•
Saran bagi penelitian selanjutnya untuk menganalisis tingkat fanatisme secara lebih mendalam melalui aspek-aspek cult brand. Selain itu dalam pengambilan objek pada penelitian dimana ketujuh dimensi cult brand, yaitu Be Different, Determination, Lifestyle, Evangelist, Communities, Inclusive, dan Freedom dapat disesuaikan untuk dijadikan alat ukur sehingga terlihat tingkat fanatisme secara keseluruhan.
DAFTAR REFERENSI Buku Aaker, A. David. (1996). Building Strong Brands. New York: The Free Press. Atkin, Douglas. (2004). The Culting of Brands: When Customers Become True Believers. New York: Portofolio. Bueno, Bolivar J. (2007). Cult Branding Workbook: Seven Steps To Growing Your Business By Better Understanding Your Customer. New York: Creative Crayon Publishers. Gallo, Carmine. (2012). The Apple Experience. McGraw-Hill. Hair, Joseph F.,et al. (2007). Multivariate Data Analysis, 7th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Kahney, Leander. (2004). The Cult of Mac. Singapore: Craft Print International. Kartajaya, Hermawan. (2002). Hermawan Kartajaya On Marketing. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
21 Malhotra, Naresh K. (2007). Marketing Research: An Applied Orientation, 5th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. ……………………. (2009). Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan, Jilid 1. Jakarta: PT Indeks. Prasetyo, Bambang & Lina M. Jannah. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ragas, Matthew W., Bolivard J. Bueno. (2002). The Power of Cult Branding: How 9 Magnetic Brands Turned Customers into Loyal Followers (and Yours Can, Too!). New York: Crown Business. Sekaran, Uma. (2000). Research Methods for Business. New York: John Willey & Sons. Jurnal Chung, Emiliy & Francis Farrelly. (2005). Exploring Consumer Fanaticism: A Fresh Perspective On The Concept of Loyalty. ANZMAC 2005 Conference: Consumer Behaviour. Hofman, M., (2000). Wanted: Compulsive consumers. Inc. 22(11), 29-32. Muniz, A., O'Guinn, T.C. (2001). Brand Community. Journal of Consumer Research 27 (March), 412-432. Rifkin, G. (1999). How the Red Sox Touch All the Branding Bases. strategy+business 17, 7583. Skripsi dan Tesis James, J.D. (1997). Becoming A Sports Fan: understanding cognitive development and socialization in the development of fan loyalty. Unpublished Doctoral Dissertation. Columbus: The Ohio State University. Artikel May Wong. (2001). Windows Won War, but Apple Led Way. Associated Press, August 12, 2001. Artikel Online Detik.
(2010).
Apa
Gunanya
Aplikasi
di
iPad.
http://inet.detik.com/read/2010/04/23/171536/1344335/406/apa-gunanya-aplikasi-diipad (Di akses pada 22 Mei 2013 pukul 21.00) Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013
22 Interview
of
the
Week,
(2003).
Diakses
http://www.agencyfaqs.com/news/interviews/mat_ragas_0302_2003.html
dari pada
10
Desember 2012 pukul 20.30. Rettner, Rachael. (2010). Apple Obsession: The Science of iPad Fanaticism. Diakses dari http://www.livescience.com/6391-apple-obsession-science-ipad-fanaticism.html pada 2 Juli 2013 pukul 13.00. MacNN
STAFF.
(2006).
Apple,
Google
tops
in
loyalty
survey.
Diakses
dari
http://www.macnn.com/articles/06/07/11/apple.google.find.loyalty/ pada 5 Februari 2013 pukul 21.30.
Universitas Indonesia Analisis Tingkat..., Primardiani Indirasari, FISIP UI, 2013