ANALISIS TINGKAT EFISIENSI DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PROFITABILITAS BPR KONVENSIONAL DI INDONESIA PERIODE 2012 - 2014 JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Hapsari Kiky Dewi Putri 125020401111023
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
ANALISIS TINGKAT EFISIENSI DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PROFITABILITAS BPR KONVENSIONAL DI INDONESIA PERIODE 2012-2014 Hapsari Kiky Dewi Putri Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Brawijaya Email :
[email protected]
ABSTRAK
The purpose of this study is to investigates the level of efficiency and impact on the level of profitability Conventional BPR in Indonesia in the period 2012 -2014. The data used is data timer series and cross section. Input variables used are Capital, Third Party Funds, Interest Expense. While the output variables, credit and net interest income. The analytical method used to see the level of efficiency is the method of DEA and to see the effect of the level of efficiency to the level of profitability is the panel data regression. The results showed that the conventional rural banks in Indonesia in the period 2012 - 2014 is not efficient. And efficiency have a significant negative effect on the profitability of BPR.
Keyword: Capital, Fund, Interest Expense, Credit, Net Interest Income, Probability, Efficiency, Panel Data Regression A. LATAR BELAKANG Lembaga keuangan bank mempunyai peran penting di dalam proses maupun aktivitas ekonomi masyarakat di Indonesia. Peran bank yaitu sebagai wahana untuk menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisiensi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan Undang -Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang–Undang No. 10 tahun 1998, BPR merupakan lembaga perbankan resmi. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR konvensional adalah salah satu jenis bank pembiayaan yang beroperasi menggunakan prinsip–prinsip konvensional pada umumnya. BPR konvensional tidak jauh berbeda dengan bank umum konvensional yaitu menjalankan aktivitas usahanya dengan penerapan bunga. Perkembangan kinerja BPR Konvensional di Indonesia selama periode 2012-2014 mengalami peningkatan, yaitu dari segi aset, kredit dan DPK. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BPR konvensional di Indonesia semakin meningkat. BPR dituntut untuk selalu bekerja secara efisien dan bisa bersaing agar dapat memberikan kontribusi yang lebih optimal untuk pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dalam memberikan kredit BPR harus memilih debitur yang baik untuk menghindari Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet. Masalah pinjaman merupakan isu penting yang dihadapi oleh manajemen BPR untuk menghindari kebangkrutan (Nashihin, 2014). Efisiensi menggambarkan kinerja yang harus diperhatikan oleh pihak bank dalam memanfaatkan faktor produksi serta meminumkan tingkat resiko yang dihadapi dalam operasionalnya. Ukuran kinerja dalam suatu bank merupakan kemampuan suatu bank dalam menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada. Menurut Muharam dan Pusvitasari (2007), Efisiensi perbankan akan mempengaruhi tingkat profitabilitas suatu bank. Penyaluran kredit yang berlebihan tanpa memperhatikan faktor efisiensi akan berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas. Hal ini dikarenakan pinjaman yang diberikan merupakan salah satu bentuk penempatan dana oleh bank yang sumbernya berasal dari pihak ketiga. Pinjaman yang diberikan juga menjadi sumber pendapatan operasional bank yang utama. Sementara itu dana pihak ketiga yang dihimpun membawa konsekuensi biaya operasional bagi bank. Perkembangan tingkat profitabilitas pada BPR Konvensional di Indonesia selama periode 2012-2014 mengalami penurunan. Tingkat profitabilitas pada tahun 2012 sebesar 3,44%, tahun 2013 sebesar 2,98% dan tahun 2014 menurun menjadi sebesar 2,71%. Hal ini menarik untuk diteliti karena perkembangan tingkat profitabilitas berbanding terbalik dengan peningkatan kinerja pada BPR konvensional di Indonesia. Maka peneliti ingin melihat
bagaimanakah tingkat efisiensi dan pengaruhnya terhadap tingkat profitabilitas BPR konvensional di Indonesia periode 2012 – 2014.
B. KERANGKA TEORITIS A. Landasan Teori Efisiensi menyangkut pengelolaan hubungan antara input dan ouput, yaitu bagaimana mengelola input atau faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output yang maksimal. Menurut Pratikto dan Sugianto (2011:109), Pengukuran kinerja efisiensi perbankan berguna untuk dasar perhitungan kesehatan dan pertumbuhan bank. Suatu bank yang tidak mampu memperbaiki tingkat efisiensinya maka akan menurunkan tingkat kinerja bank yang akan berpengaruh terhadap daya saing dalam hal mengerahkan dana masyarakat maupun dalam hal penyaluran dana dalam bentuk usaha modal. Konsep efisiensi dibedakan menjadi dua yaitu pendekatan input dan output:
Pendekatan sisi input adalah diasumsikan sebuah perusahaan yang menggunakan dua jenis input, yaitu x1 dan x2, untuk memproduksi satu jenis output (y) dengan asumsi constant returns to scale (CRS). Asumsi CRS maksudnya adalah jika kedua jenis input, x1 dan x2, ditambah dengan jumlah persentase tertentu, maka output juga akan meningkat dengan persentase yang sama.
Pendekatan sisi output berlawanan dengan pendekatan sisi input yang menjawab berapa banyak kuantitas input bisa dikurangi secara proporsional untuk memproduksi kuantitas output yang sama, pendekatan sisi output menjelaskan berapa banyak kuantitas output dapat ditingkatkan secara proporsional dengan kuantitas input yang sama. B. Pengukuran Efisiensi Menurut Hadad dkk (2003) dalam Ario (2005) terdapat 3 pendekatan yang lazim digunakan dalam metode parametrik Stochastic Frontier Approach (SFA) dan Distribution Free Approach (DFA) dan metode non-parametrik DEA untuk mendefinisikan hubungan input dan output dalam kegiatan finansial suatu lembaga keuangan:
1. Pendekatan Aset (The Assets Approach) Dalam pendekatan ini, aset merupakan suatu output bagi lembaga keuangan. Pendekatan aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). 2. Pendekatan Produksi (The ProductionApproach) Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai unit kegiatan ekonomi yang menghasilkan output yaitu simpanan dan kredit pinjaman, dan output meliputi jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal pada aset-aset tetap dan material lainnya. 3. Pendekatan Intermediasi (The Intermediation Approach) Pendekatan ini memandang sebuah lembaga keuangan sebagai intermediator, yaitu menjadi perantara antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Peranan modal sebagai variabel input, Menurut Zainul Arifin (2002) secara tradisional, modal didefenisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Pada suatu bank, sumber perolehan modal bank dapat diperoleh dari beberapa sumber. Pada awal pendirian, modal bank diperoleh dari para pendiri dan para pemegang saham. Pemegang saham menempatkan modalnya pada bank dengan memperoleh hasil keuntungan di masa yang akan datang. Salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk kredit (loan) adalah modal sendiri (ekuitas), sehingga semakin besar sumber dana (ekuitas) yang ada maka bank akan dapat menyalurkan kredit dalam batas maksimum yang lebih besar pula. Peranan Dana Pihak Ketiga sebagai variabel input, Menurut Kasmir (2002:64), dana pihak ketiga memiliki kontribusi terbesar dari beberapa sumber dana tersebut sehingga jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh suatu bank akan mempengaruhi kemampuannya dalam menyalurkan kredit. Dana Ketiga membawa konsekuensi beban bunga yang harus dibayarkan kepada deposan bagi pihak Bank. C. Profitabilitas Menurut Agnes Sawir (2005:31), Profitabilitas atau biasa disebut dengan rentabilitas merupakan kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaannya. Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Semakin tinggi laba yang dihasilkan suatu perusahaan maka akan dapat menarik para investor untuk menanamkan modalnya, sebaliknya jika tingkat profitabilitas rendah maka akan menyebabkan para investor menarik dananya. Ukuran yang banyak digunakan adalah return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan return on investment (ROI). Salah satu ukuran rasio profitabilitas yang sering juga digunakan adalah return on equity (ROE) yang merupakan tolak ukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan total modal sendiri yang digunakan. Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi investasi yang nampak pada efektivitas pengelolaan modal sendiri. Cara menilai profitabilitas perusahaan adalah bermacam-macam tergantung dari total aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya. a. Rasio pengembalian total aktiva (return on asset), diperoleh dengan membandingkan laba bersih dengan total aktiva. Rasio pengembalian total aktiva = Return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return on assets merupakan perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Return on assets (ROA) yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila return on assets yang negatif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan. Tetapi
jika total aktiva yang digunakan perusahaan tidak memberikan laba maka perusahaan akan mengalami kerugian dan akan menghambat pertumbuhan. b. Rasio pengembalian investasi (return on investment), diperoleh dengan membandingkan laba dengan total aktiva rata-rata.
Rasio pengembalian investasi = Laba atas investasi adalah rasio uang yang diperoleh pada suatu investasi, relatif terhadap jumlah uang yang diinvestasikan. Jumlah uang yang diperoleh tersebut dapat disebut bunga atau laba/rugi. ROI biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase dan bukan dalam nilai desimal. ROI tidak memberikan indikasi berapa lamanya suatu investasi. Namun demikian, ROI sering dinyatakan dalam satuan tahunan atau disetahunkan dan sering juga dinyatakan untuk suatu tahun kalendar atau fiskal (wikipedia). ROI juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit) atau hasil suatu investasi pada saat ini, masa lampau atau prediksi di masa mendatang. Atau bahasa sederhananya ROI merupakan pengembalian keuntungan atas investasi. c. Rasio pengembalian ekuitas (return on equity), diperoleh dengan membandingkan laba bersih denga ekuitas.
Rasio Pengembalian Ekuitas = ROE mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham. Rasio ini menggambarkan tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan oleh manajemen, oleh sebab itu akan diperhatikan oleh pemilik modal karena investor jangka panjang sangat berkepentingan degan analisa profitabilitas ini, misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk deviden. Dan rasio ini juga menunjukkan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan pengembalian pada pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik karena memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar pada pemegang saham perusahaan.
C. METODE Pendekatan penelitian ini menggunakan jenis metode kuantitatif yang digolongkan ke dalam jenis penelitian penjelasan (explanatory research). Populasi penelitian ini adalah semua BPR konvensional di Indonesia yang terdaftar di OJK. Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling yakni, 10 BPR Konvensional yang memiliki jumlah aset terbesar pada bulan desember 2015 yang menyajikan laporan keuangan dan dipublikasi oleh OJK.
Tabel 1.1 Definisi Variabel Input dan Output Variabel Definisi Modal Dana dari pihak pertama yang diinvestasikan oleh pemilik untuk pendirian suatu Bank. Dana Pihak Ketiga Dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank dapat berupa giro, tabungan dan deposito. Beban Bunga
Beban yang dibayar oleh bank dan diberikan kepada deposan ataupun kepada nasabah yang menabung.
Komponen Jumlah Ekuitas
Deposito dan Tabungan
Beban Bunga
Kredit
Penyediaan uang atau tagihan berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dengan jangka waktu tertentu.
Jumlah Kredit diberikan
Pendapatan Bunga Bersih
Ukuran perbedaan antara pendapatan bunga yang dihasilkan oleh bank dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka. Parameter untuk mengukur kinerja suatu perusahaan dalam penggunaan input yang minimal untuk menghasilkan output yang maksimal. Kemampuan yang digunakan untuk menilai sejauh mana perusahaan mampu menghasilkan laba pada tingkat yang diterima.
Jumlah Pendapatan Bunga dikurangkan dengan Beban Bunga
Efisiensi (X1)
Profitabilitas (Y)
yang
Hasil dari Perhitungan DEA
Laba Bersih Operasional BPR
Sumber : Penulis (2016) Penelitian ini menggunakan metode analisis DEA (Data Envelopment Analysis) untuk mengetahui tingkat efisiensi BPR Konvensional di Indonesia. Metode DEA merupakan sebuah metode non-parametric yang menggunakan program linier untuk menghitung perbandingan antara input dan output. Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan suatu pendekatan yang berdasarkan program matematis untuk mengukur efisiensi relatif serangkaian Decision Making Unit (DMU) yang menggunakan multiple input dan multiple output dalam proses operasionalnya (Charnes, Cooper, & Rhodes, 1978). Decision Making Unit (DMU) atau biasanya disebut dengan Unit Pengambil Keputusan (UPK) merupakan suatu unit yang akan dianalisis produktivitasnya atau efisiensinya dalam metode DEA, misalnya perusahaan. Suatu DMU dapat dikatakan efisien secara relatif bila nilai fungsi tujuannya sama dengan 1 (nilai efisiensinya = 100%), jika nilai fungsi tujuannya kurang dari 1, maka DMU yang bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif (Silkman, 1986). Model regresi data panel merupakan gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross-section). Data runtut waktu biasanya meliputi satu objek atau individu tetapi meliputi beberapa periode (harian, bulanan, kuartalan atau tahunan). Data silang terdiri atas beberapa atau banyak objek, sering disebut responden (misalnya perusahaan) dalam suatu periode tertentu. Beberapa model yang ada dalam regresi data panel adalah sebagai berikut: a. Common Effect Teknik yang digunakan dalam model Common Effect hanya dengan mengkombinasikan data time series dan cross-section. Dengan hanya menggabungkan kedua jenis data tersebut maka dapat digunakan metode OLS untuk mengestimasi model data panel. b. Fixed Effect Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fixed effect. Model dengan menggunakan variabel dummy uuntuk menangkap adanya perbedaan intersep. Model ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar perusahaan dan antar waktu, namun intersepnya berbeda antar perusahaan sama antar waktu (time invariant). c. Random Effect Teknik yang digunakan dalam model Random Effect adalah dengan menambahkan variabel gangguan (error terms) yang mungkin saja akan muncul pada hubungan antar waktu dan antar kota/kabupaten. Teknik metode OLS tidak dapat digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien, sehingga lebih tepat untuk menggunakan metode Generalized Least Square (GLS).
Model Regresi Panel dari penelitian ini sebagai berikut: Y = α + bXit + e Keterangan: Y = Variabel dependen (Profitabilitas) α = Konstanta X = Variabel independen (Efisiensi) e = Error term t = Waktu i = Bank Perkreditan Rakyat Untuk menentukan model yang baik antara model common effect, fixed effect atau random effect dapat menggunakan Uji Chow dan Uji Hausman. 1. Uji Chow Chow test yakni pengujian untuk menentukan antara model fixed effect atau model random effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dalam uji chow adalah: H0 : Common Effect Model atau pooled OLS H1 : Fixed Effect Model Dasar penolakan terhadap hipotesis di atas adalah dengan melihat hasil dari hasil uji F. Jika probabilitas cross-section F lebih kecil dari derajat kepercayaan (0,05), maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. 2. Uji Hausman Hausman test adalah pengujian statistic untuk memilih antara model fixed effect atau random effect yang paling tepat digunakan. Pengujian uji hausman dapat dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut : H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model Dasar penolakan terhadap hipotesis di atas adalah dengan melihat hasil dari hasil uji F. Jika probabilitas cross-section random lebih kecil dari derajat kepercayaan (0,05), maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Sebaliknya, jika probabilitas cross-section random lebih besar dari derajat kepercayaan (0,05) maka hipotesis nol (H 0) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengukur tingkat efisiensi BPR Konvensional di Indonesia periode 2012-2014 dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang didasarkan pada orientasi input. Pemilihan berdasarkan orientasi input ini untuk mengetahui tingkat efisiensi dari sumber daya yang ada saat ini. Hasil pengujian DEA untuk tingkat efisiensi BPR Konvensional di Indonesia Periode 20122014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.1 : Tingkat Efisiensi BPR Konvensional di Indonesia Periode 2012-2014 Tingkat Efisiensi Skor Efisiensi Efisien Tidak Efisien Rata-rata BPR Konvensional Tahun 2012 96,2% Rata-rata BPR Konvensional Tahun 2013
95,7%
Rata-rata BPR Konvensional Tahun 2014
91,6%
Sumber : Software Max DEA (Data diolah, 2016)
Hasil dari pengujian regresi data panel dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.2 : Hasil Uji Regresi
Sumber : Software Eviews (Data diolah, 2016)
Pembahasan Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa dengan menggunakan asumsi Variable Return on Scale (VRS) memberikan hasil bahwa tidak semua BPR konvensional di Indonesia mencapai tingkat efisiensi 100%. Rata–rata tingkat efisiensi BPR konvensional di Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2012 tidak mencapai tingkat efisiensi 100%. Inefisiensi yang terjadi pada BPR Konvensional tahun 2012-2014 dikarenakan total nilai modal, DPK dan beban bunga yang besar. Terutama pada tahun 2014, dimana rata-rata efisiensinya paling rendah. Penyebab inefisiensi ini adalah karena suku bunga simpanan yang ditawarkan oleh BPR sangat tinggi. Suku bunga BPR yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan sudah tinggi dibandingkan bank umum yaitu berkisar 10%, sedangkan suku bunga simpanan di Bank umum hanya berkisar 7,5%. Beberapa BPR berani menawarkan suku bunga simpanan yang lebih tinggi dari yang ditetapkan oleh LPS. Hal ini tujuannya untuk menarik nasabah, dan mengambil pangsa pasar. Karena beberapa bank swasta sudah mulai masuk ke daerah pedesaan, agar BPR tetap mampu bersaing di dunia perbankan. Suku bunga simpanan di BPR lebih tinggi dibandingkan dengan Bank umum yaitu berkisar 10%. Hal ini menyebabkan Ekses atau kelebihan likuiditas di BPR Konvensional relatif tinggi karena banyaknya modal dan simpanan yang masuk. Banyaknya simpanan dari masyarakat menyebabkan beban bunga yang harus dibayarkan kepada deposan juga naik atau tinggi. Suku bunga simpanan yang tinggi maka akan memicu BPR untuk menaikkan suku bunga kredit. Agar pendapatan yang diterima oleh BPR juga tinggi dan digunakan untuk membayar beban bunga kepada deposan yang menyimpan uangnya di BPR. Meningkatnya nilai beban bunga yang harus dibayarkan oleh BPR menyebabkan pendapatan bunga bersih BPR menurun. Hal ini tentunya berdampak terhadap efisiensi BPR konvensional di Indonesia. Suku bunga kredit yang tinggi akan berdampak terhadap turunnya minat masyarakat untuk mengambil kredit, karena suku bunga kredit di BPR cenderung lebih tinggi dibandingkan suku bunga kredit di Bank umum. Walaupun Otoritas Jasa Keuangan sekarang ini sudah berusaha untuk menurunkan BI Rate dan Suku bunga simpanan. Namun BPR beranggapan bahwa dengan menurunnya BI rate belum berdampak terhadap pengurangan beban bunga di BPR. Karena BPR masih harus membayar beban bunga terhadap simpanan yang sebelumnya telah masuk ke BPR. Hal ini yang menyebabkan suku bunga simpanan di BPR masih sangat tinggi. Tingkat inefisiensi yang terjadi pada BPR Konvensional di Indonesia periode 2012-2014 ini didukung oleh tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) BPR Konvensional di Indonesia. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan, Tingkat LDR BPR Konvensional di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 78,63%, pada tahun 2013 sebesar 84,34%, dan pada tahun 2014 sebesar 79,79%. Menurut Otoritas Jasa Keuangan LDR yang baik besarnya adalah sekitar 85% - 110%. LDR merupakan rasio yang menggambarkan perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh bank. LDR yang tinggi menunjukkan bahwa BPR meminjamkan seluruh dananya, sebaliknya jika rasio LDR rendah menunjukkan bahwa BPR likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang disiapkan untuk disalurkan kepada masyarakat. Jika bank memiliki LDR yang kecil maka BPR tersebut akan kesulitan untuk menutupi simpanan para nasabah dengan jumlah kredit yang ada, sehingga BPR akan dibebani dengan bunga simpanan yang tinggi sedangkan bunga dari pinjaman yang telah diterima oleh BPR terlalu rendah. Hal ini menandakan bahwa fungsi intermediasi BPR konvensional di Indonesia belum berjalan secara optimal. Karena BPR Konvensional di Indonesia belum bisa memanfaatkan dana yang diterima dari masyarakat dan penyaluran kreditnya belum maksimal. Dalam penelitian ini terpilih model random effect yang baik untuk digunakan. Dalam penelitian ini tidak menggunakan uji asumsi klasik karena pada model random effect, metode yang
tepat untuk digunakan adalah metode Generalized Least Square (GLS). Teknik metode OLS tidak dapat digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien. Teknik OLS lebih tepat digunakan untuk model fixed effect. Berdasarkan hasil hipotesis menunjukkan bahwa efisiensi berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas dan memiliki pengaruh yang negatif. Pengaruh negatif ini disebabkan karena hasil dari tingkat efisiensi dari BPR Konvensional selama periode 2012-2014 menunjukkan bahwa inefisiensi, dimana beban bunga lebih besar daripada pendapatan bunga bersih. Hubungan negatif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi inefisiensi maka profitabilitas BPR akan semakin menurun, yang berarti semakin besar tingkat efisiensi maka keuntungan atau profitabilitas yang diperoleh oleh BPR akan semakin besar. Hasil dari penelitian ini didukung oleh penelitian Masdupi (2014), yang menyatakan bahwa BOPO memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Hubungan negatif BOPO dengan ROA menunjukkan bahwa semakin tinggi BOPO maka ROA akan menurun, yang berarti semakin efisien kinerja operasional suatu bank maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Hal ini juga sesuai dengan teori Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa jika rasio BOPO semakin meningkat, hal tersebut mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekankan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya, dan hal itu dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya.
D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penyebab inefisiensi pada BPR Konvensional di Indonesia oleh total nilai input yaitu modal, DPK dan beban bunga yang terlalu berlebihan, sedangkan penyaluran kreditnya dan pendapatan bunga bank kurang maksimal. Hal ini menandakan bahwa fungsi intermediasi BPR konvensional di Indonesia belum berjalan secara baik. Dana Pihak Ketiga yang menyebabkan inefesiensi dikarenakan suku bunga simpanan di BPR yang terlalu tinggi, sehingga memicu masyarakat untuk menabung di BPR dan menyebabkan beban bunga yang harus dibayarkan oleh BPR kepada deposan juga tinggi. Dampak dari beban bunga yang tinggi, memicu BPR untuk menaikkan suku bunga kredit agar pendapatan bunga bersih meningkat. Namun dengan tingginya suku bunga kredit membuat masyarakat tidak tertarik untuk mengambil kredit di BPR. Hal ini menyebabkan kredit kurang tersalurkan dan menyebabkan kelebihan likuiditas pada BPR Konvensional di Indonesia. Tingkat efisiensi berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas dan memiliki pengaruh yang negatif. Pengaruh negatif ini disebabkan karena hasil dari tingkat efisiensi dari BPR Konvensional selama periode 2012-2014 menunjukkan bahwa inefisiensi, dimana beban bunga lebih besar daripada pendapatan bunga bersih. Hubungan negatif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi inefisiensi maka profitabilitas BPR akan semakin menurun, yang berarti semakin besar tingkat efisiensi maka keuntungan atau profitabilitas yang diperoleh oleh BPR akan semakin besar. Saran Dengan melihat hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, adapun saran yang dapat diberikan yaitu Bagi pihak BPR disarankan untuk lebih efisien dalam menjalankan bisnisnya agar tingkat profitabilitas meningkat dengan cara mengurangi penggunaan jumlah modal, DPK dan beban bunga. Sebaiknya modal dan DPK lebih banyak digunakan untuk menyalurkan kredit. Dalam memberikan kredit disarankan lebih selektif agar nilai NPL rendah atau tidak terjadi kredit macet. Sehingga akan berdampak terhadap besarnya pendapatan operasional daripada biaya operasional yang akan berakibat terhadap meningkatnya profitabilitas bank. Bagi peneliti selanjutnya disarankan menambah variabel independen atau variabel input dan outputnya Serta dapat menambah sampel bank yang akan diteliti atau merubah populasi data.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z., & Endri. 2009. Kinerja Efisiensi Teknis Bank Pembangunan Daerah: Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 11, No. 1, 21-29. Bank for International Settlements, 2000. Principles for the Management of Credit Risk. http://www.bis.org/publ/bcbs75.pdf. Diakses tanggal 05 Januari 2016. Darmawi, Herman. 2012. Manajemen Perbankan. 2 nd ed. Jakarta : Bumi Aksara. Ekawati, Marlina. Et al. 2006. Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Artikel dan Makalah. Malang : Jurusan IESP FE UB. Filippaki, A.K., Margaritis, D., & Straikouras, C. 2009. Efficiency and productivity growth in the banking industry of central and eastern Europe. Journal of Banking & Finance, 33, 557567. Fiordelisi, F., Ibanez, D.M., & Molyneux, P. 2011. Efficiency and risk in European banking. Journal of Banking & Finance, 35, 1315-1326. Gujarati, N. Damador. & Porter, C. Dawn. 2012. Dasar-dasar Ekonometrika. Buku 1, Edisi 5. Jakarta : Salemba Empat. Greuning, V.H., & Bratanovic, B.S. 2009. Analyzing Banking Risk. 3rd eds. Washington, D.C. : The World Bank. Hadad, M. H., Santoso, W., Ilyas, D. & Mardanugraha, E. 2003. Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia : Penggunaan Metode Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) Journal, http://bi.go.id. H, Moh, Tjoekam. 1999. Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Huri dan Susilowati, 2004, "Pengukuran Efisiensi Relatif Emiten Perbankan dengan Metode Data Envelopment Analysis (Studi Kasus : Bank - Bank Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002)," Dinamika Pembangunan Vol. 1 No. 2, Hal. 95-110, Jakarta. Jati, P. & Suliyanto. 2014. Perbandingan Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Umum dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis. Jurnal, Vol.18, (No.2) : 297-306. Maharani, F. (2012). Pengukuran Efisiensi Perbankan Dengan Menggunakan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) dan Pengaruh Efisiensi Perbankan Terhadap Stock Return Pada Bank Umum Konvensional Yang Terdaftar di BEI Periode 2005-2010. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok. Masdupi, Erni. 2014. Pengaruh Efisiensi Operasional Terhadap Profitabilitas Sektor Perbankan journal, Vol.3, (No.1). Miller, L.R dan Meiners, R.E. 1993. Teori Ekonomi Mikro dan Intermediate, Teori, Masalah Pokok dan Penerapan, Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Muharam, H. & Pusvitasari, R. 2007. AnaIisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia Dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) Journal, Vol.2, (No.3) : 80-116. Nashihin, H. & Harahap, Ludwina. 2014. The analysis of the efficiency of BPR-S : production function approach Vs financial ratios approach. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 115, 188-197. Nopirin. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Edisi Pertama, Cetakan Keenam. Yogyakarta: BPFE. Nugraha, Wahyu H. 2013. Analisis Efisiensi Perbankan Menggunakan Metode Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Ilmu Manajemen. Vol 1, (No.1). Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Laporan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat. www.ojk.go.id. Diakses tanggal 22 Februari 2016. Peraturan bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank. Jakarta: Republik Indonesia. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat. Diakses tanggal 03 Desember 2015. Pratikto, H. & Sugianto, I. 2011. Kinerja Efisiensi Bank Syariah Sebelum dan Sesudah Krisis Global Berdasarkan Data Envelopment Analysis Journal, Vol.16, (No.2) : 108-117. Sari, F. 2007. Analisa Efisiensi Produksi Pada Industri Telekomunikasi Selular Indonesia. Skripsi Universitas Indonesia. Depok. Silkman, S R H E., (1986). Measuring Efficiency : an assessment of data envelopment analysis. San Fransisco, Jossey Bass : American Evaluation Association. Sinungan, Muchdarsyah. 1997. Manajemen Dana Bank. 2 nd ed. Jakarta : Bumi Aksara.
Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi teori pengantar,Edisi I. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sukma, L. Yoli. 2013. Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Kecukupan Modal, dan Risiko Kredit terhadap Profitabilitas. Skripsi. Universitas Negeri Padang. Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Diakses tanggal 05 Desember 2015. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Diakses tanggal 03 Desember 2015. Wijesiri, M. Vigano, L. & Meoli, M. 2015. Efficiency of microfinance institutions in Sri Lanka : a two-stage double bootstrap DEA approach. Economic Modelling, 47, 74-83.