ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH SEBELUM DAN SESUDAH SPIN OFF Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
AHMAD NIZAR NIM 109046100201
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM (MUAMALAT) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1436 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 Desember 2015
Ahmad Nizar 109046100201
iii
ABSTRAK Ahmad Nizar, NIM 109046100201. Analisis Tingkat Efisiensi Bank Umum Syariah Sebelum dan Setelah Spin Off. Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2015. Skripsi ini membahas tentang pengukuran efisiensi bank umum syariah sebelum dan setelah spin off. Sempel dalam penelitian ini adalah BJB Syariah, BRI Syariah dan BNI Syariah. Periode waktu pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga tahun sebelum spin off (masih berbentuk UUS) dan tiga tahun setelah spin off (setelah berbentuk BUS). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA), dengan menggunakan asumsi Constant Return to Scale (CRS). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah DPK, biaya operasional, biaya tenaga kerja sebagai variabel input serta pembiayaan dan pendapatan operasional sebagai variabel output. Hasil dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat efisiensi
bank umum syariah antara sebelum dan setelah spin off.
Penelitian ini juga memberikan analisis potential improvement, dengan melihat nilai to gain sebagai sarana atau alternatif yang dapat digunakan supaya perbankan dapat beroperasi dengan efisien. Kata Kunci : Spin Off, Efisiensi, DEA, CRS, Potential Improvement
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW semoga kelak kita termasuk kedalam umat yang mendapat syafaat dari beliau di hari akhirat kelak. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum yang saya hormati. 2. Bapak A.M. Hasan Ali, MA selaku ketua Program Studi Muamalat yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada seluruh mahasiswa prodi muamalat. 3. Ibu Dr. Nurhasanah, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran, yang telah memberikan banyak ilmu, serta menjadi figur yang sangat memotivasi dalam penyusunan skripi ini.
v
4. Kedua orang tua alm. Bpk Drs. H. Abdus Syukur dan Hj. Ibu Siti Manfaah, S.Ag yang telah sangat memberikan dukungan dan motivasi, serta kesabaranya menunggu terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan kasih sayang kepada kalian. 5. Bapak Abdurrauf, MA. Selaku sekertaris prodi, yang selalu berrsedia untuk direpotkan, serta ibu Oke di bagian akademik yang tanpa lelah mengurus berkas-berrkas mahasiswa. 6. Anggit Wicaksono dan Farhan Rabbani, yang telah mengarahkan, mengajarkan, serta bersedia memabagi ilmunya, sehingga skripsi ini dapat berjalan lancar. 7. Kawan-kawan yang telah menjadi tempat untuk menyegarkan pikiran, Ardiansyah, Heri, Mas Ari, Aji, Diki, dan kawan-kawan lainnya. 8. Seluruh pihak yang telah membantu penulis menjalankan perkuliahan dan penyusunan skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis mendoakan agar Allah SWT membalas segala dukungan dan kebaikan kalian yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
vi
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii LEMBAR PERNYATAAN............................................................................. iii ABSTRAK ........................................................................................................ iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 9 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 9 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 11 E. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 12 F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 14 BAB II PERBANKAN SYARIAH di INDONESIA A. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah .................................................................. 16 2. Regulasi Perbankan Syariah ............................................................ 20 3. Produk-produk Bank Syariah ........................................................... 29 B. Pemisahan (Spin Off) ............................................................................ 31
vii
C. Efisiensi ................................................................................................ 36 D. Kerangka Kinerja Perbankan Syariah ................................................... 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian ................................................................................... 43 B. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 48 C. Populasi dan Sampel ............................................................................. 48 D. Metode Analisis 1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) ..................................... 50 2. Input dan Output ............................................................................... 58 BAB IV HASIL ANALISIS DATA A. Kriteria Penilaian Efisiensi ................................................................... 63 B. Hasil Perhitungan Dengan Metode DEA 1. Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ............................................ 64 2. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan a. Hasil Efisiensi Perbankan Sebelum Spin Off (UUS) ................... 68 b. Hasil Efisiensi Perbankan Setelah Spin Off (BUS) ...................... 72 3. Efisiensi Rata-Rata Perbankan Sebelum dan Setelah Spin Off ........ 76 C. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi Input........... 80 D. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi output......... 85 BAB V PENUTUP A. Simpulan ............................................................................................... 90 B. Saran ..................................................................................................... 92
viii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 95 LAMPIRAN ................................................................................................... 98
ix
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Daftar BUS dan UUS ................................................................. 4
Tabel 1.2
Perkembangan BUS dan UUS .................................................... 7
Tabel 3.1
Daftar Objek Penelitian .............................................................. 43
Tabel 3.2
Persamaan DEA ......................................................................... 51
Tabel 3.3
Model DEA CRS ........................................................................ 54
Tabel 3.4
Model DEA VRS........................................................................ 55
Tabel 3.5
Input dan Output ......................................................................... 59
Tabel 4.1
Kriteria dan Nilai Efisiensi ......................................................... 63
Tabel 4.2
Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ..................................... 64
Tabel 4.3
Efisiensi Rata-Rata Sebelum dan Setelah Spin Off .................... 75
Tabel 4.4
Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Input ....... 80
Tabel 4.5
Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Output ..... 85
x
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Kerangka Kinerja Perbankan Syariah.......................................... 41
Gambar 4.1
Grafik Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ........................... 66
Gambar 4.2
Grafik Hasil Efisiensi Sebelum Spin Off ..................................... 69
Gambar 4.3
Grafik Hasil Efisiensi setelah Spin Off ........................................ 72
Gambar 4.4
Grafik Efisiensi Rata-Rata Bank Sebelum dan Setelah melakukan Spin Off ........................................................................................ 76
Gambar 4.5
Grafik Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off Orientasi Input ............................................................................................. 81
Gambar 4.6
Diagram Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off Orientasi Input ............................................................................. 83
Gambar 4.7
Grafik Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off Orientasi Output .......................................................................................... 86
Gambar 4.8
Diagram Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off Orientasi Output ......................................................................... 88
xi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang Masalah Dalam rangka peningkatan akses masyarakat terhadap perbankan syariah pada awalnya Bank Indonesia mengeluarkan PBI No. 8/3/PBI/2006 Pasal 38 ayat 2, dimana isi peraturan ini membolehkan kantor cabang BUK yang telah memiliki UUS dapat melayani transaksi syariah (Office Channelling). Tetapi, sejak diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, maka
persoalan pengembangan perbankan syariah diatur melalui mekanisme baru, yaitu dengan mekanisme akuisisi dan konversi bank konvensional menjadi bank umum syariah. Dalam penerapannya ada tiga pendekatan, yaitu: Pertama, Bank Umum Konvensional
(BUK)
yang
telah
memiliki
Unit Usaha Syariah (UUS)
mengakuisisi bank yang relative kecil kemudian mengkonversinya menjadi syariah dan melepaskan serta
menggabungkan UUS-nya dengan bank
yang baru
dikonversi tersebut. Kedua, BUK yang belum memiliki UUS, mengakuisisi bank yang
relative kecil dan
mengkonversinya menjadi syariah. Ketiga, BUK
1
melakukan pemisahan (spin-off) UUS dan dijadikan Bank Umum Syariah (BUS) tersendiri.1 Pada perkembangan saat ini UUS merupakan pilihan bagi banyak bank konvensional yang
ingin menikmati buah perkembangan perbankan syariah.
Banyak keuntungan yang diperoleh dalam pendirian UUS dari pada harus mendirikan BUS baru, diantaranya adalah biaya yang lebih rendah dan proses yang relative cepat. UUS juga dapat memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang dimilki oleh bank induk, baik tekhnologi, jaringan maupun SDM. Tetapi kelemahan UUS sebagai lembaga keuangan syariah adalah dimana kebijakan bank induk masih melekat kuat dalam UUS, sehingga untuk akselerasi pertumbuhan dan market share dalam layanan syariah masih sangat minim. Mencermati fenomena spin-off, ketua umum Asosiasi Bank Syariah Seluruh Indonesia (Absindo) Achmad Riawan Amin, berpendapat bahwa spinoff perbankan syariah dari UUS menjadi BUS seakan-akan dipaksakan sehingga yang terjadi banyak manajemen bank syariah baru sulit
mengembangkan diri.
Beliau memandang seharusnya spin-off dilakukan ketika nasabah suatu bank sudah dengan perbandingan 50:50, dengan demikian dilakukannya spin-off merupakan alternatif UUS bisa mandiri. Tetapi yang terjadi di Indonesia tidak
1
Abdul Ghofur Anshori, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi: Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam (Yogyakarta: UII Press, 2010), hlm. 1.
2
demikian, spin-off dilakukan hanya berdasarkan informasi dari Bank Indonesia bahwa potensi industri perbankan sangat cerah. Selain beberapa praktisi perbankan yang kontra dengan gagasan spin-off, ada pula praktisi perbankan yang pro dengan gagasan tersebut. Para praktisi yang mendukung gagasan spin-off berpendapat bahwa spin-off merupakan salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan
memaksimalkan kinerja
perusahaan. Dengan memisahkan UUS yang dimiliki oleh suatu BUK, diharapkan BUK yang dimaksud serta BUS baru yang terbentuk dari hasil spin-off tersebut dapat semakin fokus beroperasi, lebih
cepat dan fleksibel dalam pengambilan
keputusan-keputusan bisnis, serta
kebijakan untuk perbaikan perusahaan dapat
dilakukan lebih tepat guna. Ada
tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam
pelaksanaan spin-off
UUS menjadi
BUS, yakni timing, sizing, dan pricing.
Maksudnya adalah jika waktu sudah tepat (timing), aset atau pangsa pasar sudah besar (sizing), serta ongkosnya murah dan lebih menguntungkan (pricing), tidak ada pilihan kecuali memisahkan UUS dari bank induknya. Dari 36 lembaga keuangan syariah berupa bank, baru ada 11 lembaga keuangan syariah yang berbentuk BUS dan sisanya masih berupa UUS. 10 BUS yang ada merupakan hasil dari proses mekanisme pembentukan BUS diatas.
3
Tabel 1.1 Daftar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Juni 2014 Bank Umum Syariah 1. PT Bank Muamalat Indonesia 2. PT Bank Syariah Mandiri 3. PT Bank Syariah Mega 4. PT Bank BRI Syariah 5. PT Bank Syariah Bukopin 6. PT Bank Panin Syariah 7. PT Bank Victoria Syariah 8. PT Bank BCA Syariah 9. PT Bank Jabar dan Banten Syariah 10. PT Bank BNI Syariah 11. PT Bank Maybank Indonesia Syariah
Unit Usaha Syariah 1. PT Bank Danamon
14. BPD Aceh
2. PT Bank Permata
15. BPD Jambi
3. PT Bank International Indonesia
16. BPD Sulawesi Selatan
4. PT Bank DKI
17. BPD Kalimantan Barat
5. PT Bank Tabungan Negara
18. BPD Kalimantan Selatan
6. PT Bank TPN
19. BPD Sumatra Selatan
7. PT Bank Sinarmas
20. BPD Sumatra utara
8. PT CIMB Niaga
21. BPD Sumatra Barat
9. OCBC NISP
22. BPD Riau
10. The Hongkon & Shanghai Bank
23. BPD NTB
4
11. IFI
24. BPD Jawa Tengah
12. BPD Daerah Istimewa Yogya
25. BPD Jawa Timur
13. BPD Kalimantan Timur
Semakin banyaknya jumlah bank syariah yang beroperasi khusus dalam bentuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia dengan berbagai bentuk produk
dan layanan
yang diberikan
membuat persaingan antar bank syariah yang semakin ketat, secara langsung ataupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap pencapaian profitabilitas bank syariah. Sebagai lembaga bisnis (Business entity), perbankan (termasuk perbankan syariah) dituntut untuk meningkatkan kinerja (performance) usahanya. Salah satu cara untuk mengukur kinerja usaha perbankan syariah ialah melalui tingkat
efisiensi. Dengan
kata
lain, tingkat
efisiensi
dapat
memberikan
gambaran mengenai kinerja usaha perbankan syariah. Perbankan yang efisien berarti kinerjanya juga baik, demikian pula sebaliknya, perbankan yang tidak efisien kinerjanya juga tidak baik. Perbankan yang efisien dapat memberikan keyakianan kepada para investor, bahwa dana yang diinvestasikan di perbankan tersebut akan memberikan hasil atau keuntungan. Sedangkan bagi para nasabah, perbankan yang efisien dapat memberikan keuntungan karena biaya transaksi di perbankan tersebut lebih murah dibandingkan perbankan yang lain (yang tidak efisien). Bagi pemerintah, bank yang efisien akan memberikan keuntungan
5
berupa pajak perusahaan. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan khususnya pemerintah, otoritas moneter serta manajemen bank harus memberikan perhatian terhadap masalah efisiensi perbankan tersebut.2 Efisiensi mengacu pada hubungan antara keluaran (output) dan masukan (input), sehingga efisiensi dapat diartikan sebagai rasio antara output dengan input. Ada tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1) Apabila dengan input yang sama dapat menghasilkan output yang lebih besar; (2) Dengan input yang kecil dapat menghasilkan output yang sama; dan (3) Dengan input yang lebih besar dapat menghasilkan output yang lebih besar lagi.3 Indikator efisiensi dapat dilihat dengan memperhatikan besarnya rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dan rasio non performing financing (NPF). Selain itu efisiensi
juga dapat
dilihat
dengan
memperhatikan
pertumbuhan
tingkat
indikator kinerja bank seperti jumlah simpanan, pembiayaan, dan total aktiva. Secara umum, ada dua pendekatan untuk mengukur tingkat efisiensi perbankan yaitu pendekatan nisbah keuangan (financial ratio) dan pendekatan operating research (OR). Pendekatan nisbah keuangan biasanya merujuk pada kinerja keuangan, antara lain return on aset (ROA), return on equity (ROE), capital asset ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau cost to
2
64
H. Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek (Jawa Barat:Gramata Publishing, 2014), h.
3
Muhammad Ghafur, Potret Perbankan Syariah di Indonesia Terkini: Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah (Yogyakarta: Biruni Press, 2007)
6
income ratio (CIR). Sedangkan pendekatan OR, pengukuran efisiensi dihitung dengan
menggunakan:
(1)
teknik
parametrik
Approach (SFA), Distribution Free Approach Frontier
Approach
(RTFA).
(2)
teknik
seperti
Stochastik
Frontier
(DFA) dan Recusive Thick non-parametrik
seperti
Data
Envelopment Analysis (DEA) dan Free Disposable Hull (DFH) analysis.4 Tabel 1.2 Perkembangan Kinerja BUS dan UUS Periode Indikator Kinerja 2007
2008
2009
2010
2011
2012
Simpanan (triliun)
28,0
36.8
52,2
76,0
115,4 147,5 183,5
Biaya Operasional (triliun)
1,7
2,6
3,1
4,4
6,6
8,7
14,0
Biaya Operasional Lain (triliun)
0,31
0,49
1,4
0,96
1,1
1,6
1,9
Pembiayaan (triliun)
27,9
38,1
46,8
68,1
102,6 147,5 184,1
Total Aktiva (triliun)
36,5
49,5
66,1
97,5
145,4 195,0 242,2
NPF (%)
4,05
1,42
4,01
3,02
2,52
BOPO (%)
76,54
81,75 84,39
80,54
78,41 74,97 78,21
2,22
2013
2,62
Sumber : Statistik Perbankan Syariah 23 september 2014 (data diolah)
4
Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek (Jawa Barat:Gramata Publishing, 2014), h. 69
7
Dari table 1.2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada indikator kinerja keuangan BUS dan UUS diantaranya adalah simpanan meningkat dari 28,0 triliun pada periode 2007 menjadi 183,5 triliun pada periode 2013. Begitu juga dengan pembiayaan meningkat dari 27,9 triliun pada periode 2007 menjadi 184,1 triliun pada periode 2013, serta total aktiva meningkat dari 36,5 triliun pada periode 2007 menjadi 242,2 triliun pada periode 2013. Akan tetapi hal tersebut diikuti dengan rasio NPF dan BOPO yang fluktuatif selama periode 2007 sampai 2013. Berfluktuasinya rasio BOPO pada periode 2007-2013 menunjukkan bahwa BUS dan UUS mengalami inkonsistensi dalam hal efisiensi pada kegiatan operasionalnya, maka diperlukkan penelitian kebih lanjut. Beberapa penelitian tentang efisiensi perbankan syariah telah dilakukan sebelumnya antara lain oleh Dwi Fazriyatunnisa (2010), penelitian ini meneliti tentang tingkat efisiensi BUS pada periode 2007-2009. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pada periode 2007-2009 rata-rata tingkat efisiensi BUS adalah
100 persen. Namun,
hasil
penelitian
tersebut berbeda dengan yang
dilakukan oleh Uma Uctavia (2013). Penelitian ini meneliti tentang tingkat efisiensi BUS dan UUS pada periode 2007-2011.
Hasil
penelitian
tersebut
mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat efisiensi BUS dan tingkat esisiensi UUS di Indonesia pada periode 2007-2011. Dengan rata-rata tingkat efisiensi 93,09 persen untuk BUS dan 97,31 persen
8
untuk UUS. Oleh karena research gap pada beberapa penelitian terdahulu dan belum adanya penelitian yang terfokus pada efisiensi BUS sebelum dan sesudah spin-off maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi perbankan syariah. Berdasarkan uraian latarbelakang tersebut maka judul yang diambil dalam penelitian ini yaitu “Analisis Efisiensi Bank Umum Syariah Sebelum
dan
Sesudah Spin-Off” B. Identifikasi Masalah 1. Perkembangan perbankan syariah yang inkonsistensi dalam hal efisiensi pada kegiatan operasionalnya. (kenaikan yang cukup signifikan dilihat dari sisi simpanan, total aktiva, dan pembiayaan tetapi diikuti oleh rasio NPF dan rasio BOPO yang berfluktuatif) 2. Permasalahan yang terkait dengan restrukturisasi perbankan syariah, yang tercantum pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Serta research gap yang terjadi pada penelitian sebelumnya tentang efisiensi perbankan syariah. C. Pembatasan dan Rumusan Masalah Agar penelitian ini tidak melebar maka penulis perlu membatasi masalah pada penelitian.
9
1. Penelitian ini terfokus pada BUS yang terbentuk dari proses mekanisme spin off yang terdaftar pada Bank Indonesia, yaitu BJB Syariah, BRI Syariah, dan BNI Syariah. 2. Bahasan penelitian hanya seputar tingkat efisiensi BUS sebelum dan sesudah melakukan spin-of . 3. Untuk mendapatkan hasil yang valid, maka penulis akan menggunakan periode yang paling dekat saat sebelum melakukan spin off dan setelah melakukan spin off, yaitu 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah BUS melakukan spin-off. Untuk BJB Syariah (periode sebelum spin off yaitu per juni 2006 - maret 2009 dan periode setelah spin of yaitu per juni 2010 – maret 2013), Untuk BRI Syariah ( periode sebelum spin off yaitu per desember 2005 – september 2008 dan periode setelah spin off yaitu per desember 2008 – september 2011), dan untuk BNI Syariah ( periode sebelum spin off yaitu per juni 2006 – maret 2009 dan periode setelah spin off yaitu per juni 2010 – maret 2013). Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka pokok masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada perbedaan kinerja Bank Syariah dilihat dari sisi efisiensi antara sebelum dan setelah spin off? 2. Berapakah tingkat efisiensi rata-rata perbankan syariah di Indonesia yang berdiri dari hasil spin off dengan menggunakan pendekatan non parametrik?
10
3. Bagaimana upaya minimalisasi biaya input dan maksimalisasi output yang harus dilakukan perbankan syariah supaya efisien di awal periode setelah spin off ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Setelah melihat judul yang diangkat dan latar belakang masalah yang ada serta perumusan masalah yang ingin didapatkan, maka penelitian ini bertujuan, antara lain: Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan bukti empiris tentang perbandingan tingkat efisiensi bank umum syariah sebelum dan sesudah melakukan spin-off secara individu. 2. Mendapatkan bukti empiris tentang perbandingan tingkat efisiensi bank umum syariah sebelum dan sesudah melakukan spin-off secara kelompok. Hasil penelitian perbandingan tingkat efisiensi bank umum syariah sebelum dan sesudah melakukan spin-off diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi beberapa pihak yang berkepentingan, antara lain: Manfaat dari penelitian adalah: 1. Bagi Perbankan Syariah, Bank Indonesia dan
Pemerintah, yaitumemberikan
informasi tentang kinerja (tingkat efisiensi) bank syariah di Indonesia.
11
2. Bagi akademisi dan pembaca, memberikan pengetahuan tentang masalah perbankan khususnya efisiensi dan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan membahas tentang masalah perbankan. 3. Bagi peneliti dan penelitian selanjutnya, dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi wahana pengetahuan dan pengalaman mengenai perbankan syariah, serta menjadi bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. E. Review Studi Terdahulu Penelitian tentang efisiensi
perbankan sudah banyak dilakukan dalam
penelitian ekonomi. Penelitian tentang efisiensi perbankan ini dilakukan dengan metodologi yang berbeda-beda, baik secara parametrik maupun nonparametrik. Salah satu metode yang banyak digunakan di berbagai Negara untuk mengukur tingkat efisiensi adalah metode non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA). DEA merupakan teknik pengukuran efisiensi non parametrik yang baik, yang digunakan secara ekstensif di lebih dari 400 penelitian tentang efisiensi dalam ilmu manajemen selama sepuluh tahun terakhir.5 Berikut adalah penelitian terkait dengan DEA dan Spin Off.
5
Mohd. Azmi Omar, Abdul Rahim Abdul Rahman, Rosylin Mohd. Yusof, M. Shabri Abd. Majid, dan Mohd. Eskandar Shah Mohd. Rasid, Efficiency Of Commercial Banks In Malaysia (2006)
12
NO JudulPenelitian 1.
Efisiensi Teknis Perbankan Indonesia Pada Bank Yang Merger – Akuisis Dan Spin Off. Oleh Anggit Wicaksono tahun 2014.
Metode
Hasil Penelitian
Perbedaan
Metode DEA
Perbankan yang terbentuk dari hasil spin off memiliki hasil efisiensi yang lebih tinggi.
Penulis tidak
dengan pendekatan intermediasi.
membandi ng kan dengan
Input: DPK, beban tenaga kerja, dan aset
bank yang terbentuk dari hasil mergerakuisisi.
tetap. Output: Penyaluran dana, dan pendapatan operasional. 2.
Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah Sebelum Dan Sesudah Spin Off. Oleh Ima Akmala Muharamah tahun 2013.
Metode uji dua sampel berpasangan dengan rasio BOPO, FDR, dan ROA.
Dilihat dari rasio FDR membuktikan adanya perbedaan kinerja keuangan, tetapi dilihat dari rasio BOPO dan ROA tidak adanya perbedaan kinerja keuangan.
Penulis mengguna kan metode DEA bukan uji dua sampel berpasang an.
3.
Analisis Perbandingan Tingkat Kesehatan Bank BNI Syariah Sebelum dan Sesudah Menjadi Bank Umum Syariah. Oleh Siti Muayanah tahun 2012.
Dengan perhitungan rasio Rentabilitas dan rasio Likuiditas.
Tidak ada perbedaan tingkat kesehatan Bank BNI Syariah antara sebelum dan sesudah menjadi BUS.
Penulis mengguna kan metode DEA bukan rasio Rentabilit as dan rasio Likuiditas
13
4.
Tingkat Efisiensi Bank Umum Syariah (BUS) menggunakan Metode DEA. Oleh Shafitranata tahun 2011.
Metode DEA dengan pendekatan produksi. Input: biaya operasional, biaya tenaga kerja dan jasa bank. Output:
Dua dari tiga bank yang ada pada sampel telah mencapai efisiensi rata-rata 100%, tetapi satu bank syariah hanya mencapai efisiensi rata-rata 90,48%.
Penulis
Dari 10 bank yang diteliti tingkat inefisiensi rata-rata mencapai hanya sekitar 7%. Serta tidak ada perbadaan yang signifikan antara tingkat efisiensi BUS dengan BUK yang memiliki unit usaha syariah.
Penulis tidak mengukur skala ekonomi pada industri perbankan syariah.
membandi ngkan tingkat efisien BUS sebelum dan sesudah spin off.
total simpanan dan deposito. 5.
Analisis Efisiensi dan Skala Ekonomi Pada Industri Perbankan Syariah di Indonesia tahun 1999-2004. Oleh Priyonggo Suseno tahun 2008.
Metode DEA dengan cost efficiency. Input: biaya bagi hasil, biaya lainnya dan aset. Outpu: pendapatan bunga dan pendapatan lainnya. .
F.
Sistemat ika Penulisan Bab I berisi tentang latar belakang kenapa penulis mengangkat judul penelitian ini , permasalahan apa saja yang diangkat dalam penelitian, tujuan dan manfaat dari penelitian ini dilakukan, serta melihat bagaimana hasil dari penelitian-
14
penelitian terdahulu. Bab II menjelaskan tentang gambaran umum objek penelitian yang diambil oleh penulis. Bab III menerangkan tentang bagaimana pengolahan data pada penelitian serta mejelaskan tentang metode analisis yang dipakai dalam penelitian. Bab IV berisi hasil analisa yang dilakukan penulis dari objek dalam penelitian. Dan bab V berisi tentang kesimpulan dan saran penulis akan hasil analisa dalam penelitian.
15
BAB II Perbankan Syariah di Indonesia A. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Bank berasal dari kata banco dalam bahasa Italia yang berarti bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan popular menjadi bank. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya
hanya memberikan pelayanan
jasa kepada masyarakat.
Pengertian bank syariah atau yang dalam istilah internasionalnya disebut dengan Islamic Banking adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Perbedaan yang mencolok antara bank konvensional dengan bank syariah adalah pada landasan operasinya, dimana bank syariah tidak berlandaskan bunga melainkan berlandaskan bagi hasil, ditambah dengan jual-beli dan sewa. Selain menghindari bunga, bank syariah secara aktif turut
16
berpartisipasi dalam mencapai sasaran dan tujuan dari ekonomi Islam yang berorientasi pada kesejahteraan sosial (Rivai, 2007).1 Dalam undang-undang No.21 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.2 Secara umum, bank syariah adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah Islam.3 Definisi bank syariah lainnya adalah lembaga keuangan yang sistem operasi dan produk-produk yang dikeluarkannya berlandaskan al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Antonio dan Perwataatmadja,4 memberikan dua definisi terhadap bank syariah, yaitu bank yang beroperasi sesuai perinsip-perinsip Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan alQur’an dan Hadits. Mereka menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam 1
Veitzhal Rivai, dkk, 2007, Bank and Financial Institution Management, Conventional and Sharia System, Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah 3 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisa Fiqih dan Keuanga,. 2004, h. 18. 4 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1997), h. 1.
17
khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Sedangkan yang dimaksud dengan bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan al-Qur’an dan Hadits adalah bank yang tata cara beroperasinya mengikuti perintah dan larangan yang tercantum dalam alQur’an an Hadits. Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang menerapkan nilai-nilai syariah, dimana termasuk di dalamnya ialah larangan penerapan unsur riba, seperti dijelaskan dalam ayat Al Qur’an sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
18
bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya..” ( Q.S Al Baqarah : 278-279). Secara umum, tujuan berdirinya bank syariah adalah dapat memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank syariah. Adapun
secara
khusus
tujuan
pengembangan
bank
syariah,
diantaranya5 : 1. Kebutuhan Jasa Perbankan bagi Masyarakat yang Tidak Dapat Menerima Konsep Bunga Dengan
diterapkannya
system
perbankan
syariah
yang
berdampingan dengan system perbankan konvensional, mobilisasi dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas, terutama dari segmen masyarakat yang selama ini belum dapat tersentuh oleh system perbankan konvensional. 2. Peluang Pembiayaan bagi Pengembangan Usaha Berdasarkan Prinsip Kemitraan Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan antar investor yang harmonis (mutual investor relationship). Adapun dalam 5
Muhammad Syafi’I Antonio. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h,
226.
19
system konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship). 3. Kebutuhan akan Produk dan Jasa Perbankan Unggulan Sistem perbankan syariah memiliki beberapa keunggulan komperatif
berupa
penghapusan
pembebanan
bunga
yang
berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, dan pembiayaan yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral (halal). 2. Regulasi Perbankan Syariah di Indonesia Gagasan Pendirian bank syariah di Indonesia telah ada sejak pertengahan tahun 1970an. Hal ini dibahasa pada acara seminar internasional hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh lembaga Studi Ilmuilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhenika Tunggal Ika. Namun ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini.6 1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur oleh perundang-undangan dan karena itu tidak sejalan dengan UU pokok perbankan yang berlaku yakni UU No.14 Tahun 1967
6 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999), h. 405.
20
2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis karena bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam dan karena itu tidak dikehendaki pemerintah. 3. Masih dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia. Pembahasan mengenai bank syariah sempat meredam dan muncul kembali pada tahun 1988, para ulama saat itu berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada perangkat hukum yang dapat dirujuk, kecuali bahwa perbankan dapat saja menerapkan bunga sebesar 0%. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor pada tanggal 19-22 Agustus 1990 yang kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (MUNAS) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990 dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Pada tahun 1992, berdirilah Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia yang merupakan hasil kerja tim perbankan MUI tersebut.
21
Berikut ini adalah regulasi perbankan syariah di Indonesia pasca berdirinya bank syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat Indonesia: 1. Periode Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Dalam UU No.7 Tahun 1992 disebutkan, bahwa salah satu usaha bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal ini secara tegas disebutkan dalam PP NO.7 Tahun 1992, yang berbunyi: a. Bank Umum atau Bank perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. b. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Dalam menjalankan perannya, bank Islam berlandaskan pada UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dan PP No.72 Tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil, yang kemudian lebih lanjut dijelaskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang pada pokoknya menetapkan hal-hal antara lain:
22
a. Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah Bank Umum dan Bank Perkreitan Rakyat yang dilakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil. b. Prinsip bagi hasil yang dimaksudkan adalah prinsip bagi hasil yang berdasarkan syariat Islam. c. Bank beradasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syariat (DPS). d. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. Sebaliknya Bank Umum atau Bank perkreditan Rakyat yang melakukan
usaha
tidak
dengan
prinsip
bagi
hasil
tidak
diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Akan tetapi, peraturan itu justru menjadi pembatas bagi perkembangan bank syariah karena jalur pertumbuhan jaringan kantor bank syariah hanya melalui perluasan kantor bank syariah yang telah ada atau pembukaan bank baru yang relatif besar investasinya. Situasi demikian membuat Bank Muamalat Indonesia (BMI) menjadi pemain tunggal di pasar dengan sejumlah problem terutama berkaitan dengan
23
masalah pengelolaan likuiditas dan mitra kerjasama. Sementara itu oleh karena kebutuhan masyarakat terhadap perbankan syariah telah dirasakan meningkat pada saat itu, maka untuk mengakomodir kebutuhan tersebut sejumlah investor telah mendirikan BPR yang beroperasi dengan prinsip syariah. Hingga tahun 1998 telah berdiri 76 BPRS di berbagai kota di Indonesia.7 Berdasarkan sejumlah masalah yang ada maka UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan diubah ke dalam UU No. 10 Tahun 1998, sehingga landasan hukum syariah menjadi lebih jelas dan kuat baik dari segi kelembagaannya maupun landasan operasional syariahnya. Dengan demikian pengembangan bank syariah merupakan bagian dari agenda kerja Bank Indonesia karena UU tersebut mengakui keberadaan bank konvensional dan bank syariah secara berdampingan atau dikenal dengan dual banking system. Berdasarkan UU tersebut bank umum maupun BPR dapat beroperasi berdasarkan prinsip syariah dan bank umum konvensional melalui suatu mekanisme perizinan tertentu dari Bank Indonesia dapat melakukan kegiatan usaha perbankan syariah dengan membuka kantor cabang syariah. 2. Periode Undang-Undang Tahun 1998
7 A. Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, (UIN Pres, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juli 2009), h. 95
24
Dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 merupakan perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Pada undang-undang ini terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Dalam UU, tersebut beberapa hal yang berkaitan dengan perbankan syariah dijelaskan dalam BAB I pasal 1, di antaranya sebagai berikut:8 a. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan pelayanan dalam lalu lintas pembiayaan. b. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamaakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang ibiayai untuk mengembalikan uang atua tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil. c. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Di antara prinsip-prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal 8
Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah:Teori dan Praktek, (Jawa Barat: Gramata Publishing, 2014), h. 23.
25
(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah),
atau
pembiayaan
barang
modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Isi dari undang-undang ini selain berupa penegasan terhadap eksistensi
perbankan
Islam
di
Indonesia
adalah
menyangkut
kelembagaan dan operasional bank Islam. Sebagai pelaksanaan dari undang-undang ini, kemudian diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk surat keputusan atau SK direksi Bank Indonesia yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang luas bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Yaitu dikeluarkannya PBI No.7/PBI/2005 tanggal 25 september 2005 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan untuk BPRS diatur oleh PBI No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah. Pemberlakuan undang-undang No.10 Tahun 1998 ini dapat dikatakan momemen pengembangan perbankan di Indonesia, karna undang-undang tersebut membuka kesempatan untuk pengembangan jaringan perbankan syariah, antara lain melalui izin pembukaan Kantor
26
Cabang Syariah (KCS) oleh bank konvensional. Dengan kata lain bank konvensional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Pada periode ini juga telah diatur mengenai ketentuan kliring instrument moneter dan pasar uang antar bank. Demikian pula untuk mengatur tentang pengelolaan likuiditas bank Islam, Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan mengenai Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan ketentuan tentang fasilitas pembiayaan jangka pendek bagi bank syariah. Selain itu, agar profitabilitas pengelolaan dana bank-bank Islam dapat ditingkatkan Bank Indonesia telah melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah yang terkait, yaitu Departement Keuangan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan Nonbank, Direktorat jendral Asuransi, Bapepam dan sebagainya. 3. Periode Undang-Undang No.21 Tahun 2008 Pada tahun 2008 telah lahirnya UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Undang-undang yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 ini adalah bukti telah meningkatnya perhatian pemerintah terhadap pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan yang tertera dalam UU No.21 Tahun 2008. Berikut ini adalah beberapa ketentuan tersebut:
27
a. Istilah bank perkreditan rakyat yang diubah menjadi bank pembiayaan rakyat syariah. b. Penetapan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai pihak terafiliasi seperti halnya akuntan public, konsultan, dan penilai. c. Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan dibandingkan definisi yang ada dalam UU sebelumnya tentang perbankan (UU No. 10 Tahun 1998). Dalam definisi terbaru, pembiayaan dapat berupa transaksi jual beli, transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi simpan pinjam, dan transaksi sewa menyewa jasa (multijasa).9 d. Jika terjadinya penggabungan atau peleburan bank syariah dengan bank lain, bank hasil penggabungan atau peleburan tersebut wajib menjadu bank syariah. e. Pemisahan wajib bagi UUS yang dimiliki bank konvensional ketika asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total aset bank induknya atau 15 tahun sejak berlakunya undang-undang ini.
9
Bank Indonesia, Ikhtisar Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, h. 1
28
3. Produk-Produk Bank Syariah Dalam menjalankan kegiatan usahanya perbankan syariah menerapkan akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah, antara lain: 1. Produk Penghimpunan Dana a. Produk Penghimpunan Dana dengan Akad Wadiah Giro iB, Tabungan iB, dan Tabungan Haji iB. Produk penghimpunan dana ini disesuaikan dengan prinsip akad wadiah, yaitu akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang. b. Produk Penghimpunan Dana dengan Akad Mudharabah Tabungan Emas iB, Tabungan iB, Tabungan Umrah iB, dan Deposito iB. Produk penghimpunan dana ini disesuaikan dengan prinsip akad mudharabah, yaitu akad kerjasama antara pihak pertama sebagai pemilik dana dan pihak keddua yang bertindak sebagai pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad. 2. Produk Penyaluran Dana
29
a. Produk Penyaluran Dana dengan Akad Ijarah Pembiayaan
iB,
Pembiayaan
Multijasa
iB,
Pembiayaan
Menengah dan Korporasi iB, Pembiayaan Mikro dan Kecil iB, dan Pembiayaan Modal kerja iB. Produk penyaluran dana ini disesuaikan dengan prinsip akad ijarah, yaitu akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan
transaksi
sewa,
tanpa
diikuti
dengan
pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. b. Produk Pembiayaan Dana dengan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik Pembiayaan iB, dan Pembiayaan Channeling iB. Produk penyaluran dana ini disesuaikan dengan prinsip akad ijarah muntahiya bittamlik, yaitu akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. c. Produk Pembiayaan Dana dengan Akad Murabahah Pembiyaan iB, Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB, Pembiayaan Mikro dan Kecil iB, Pembiayaan Modal Kerja iB, Pembiayaan Channeling iB, Pembiayaan Pemilikan Kendaraan iB, dan Pembiayaan Rumah iB. Produk penyaluran dana ini disesuaikan dengan
30
prinsip akad murabahah, yaitu akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. 3. Produk Jasa a. Produk Jasa dengan Akad Qard dan Ijarah Jasa Deposit Box Emas iB, dan Gadai iB. Produk jasa ini telah disesuaikan dengan prinsip akad Qard dan Ijarah, yaitu akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengambalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati. b. Produk Jasa dengan Akad Sharf Jasa Penukaran Uang iB, produk jasa ini telah disesuaikan dengan prinsip akad sharf. c. Produk Jasa dengan Akad Qard, Rahn dan Ijarah Gadai Emas iB, produk jasa ini disesuaikan dengan prinsip akad qard, rahn, dan ijarah. B. Pemisahan (Spin Off) Unit Usaha Syariah (UUS) 1. Regulasi Pemisahan (Spin Off) UUS
31
Yang dimaksud dengan spin off adalah apabila unit kegiatan tersebut kemudian dipisahkan dari sebuah perseroan dan berdiri sebagai suatu perseroan baru yang terpisah. Dengan demikian perseroan tersebut akan mempunyai direksi sendiri dan independen dalam mengambil keputusan, serta kepemilikan perseroan baru tersebut berada di tangan para pemegang saham. Pemisahan ini dimaksudkan agar unit tersebut dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat, lebih efisien dan ada yang secara khusus bertanggung jawab. Sebenarnya praktek spin off telah cukup lama dikenal sebagai satu bagian konstruksi yang banyak digunakan dalam merestrukturisasi hukum, akan tetapi hal ini baru dilegislasikan setelah diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sedangkan dalam perbankan syariah sendiri, peraturan pemisahan (spin off) UUS menjadi Bank Umum Syariah dituangkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008, disebutkan pada Pasal 68 ayat (1) Dalam hal Bank Umum Konvensional memeliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aser bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahaan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah.10 Sedangkan peraturan pelaksanaan mengenai 10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008.
32
pemisahaan (spin off) unit usaha syariah (UUS) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah, dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.11/28/DPbS tanggal 5 oktober 2009. Dimana pemisahaan (spin off) UUS dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu pemisahan (spin off) UUS dengan cara pendirian BUS baru atau pemisahan (spin off) UUS dengan cara pengalihan hak dan kewajiban kepada BUS yang sudah ada.11 2. Tujuan Pemisahan (Spin Off) UUS Tujuan dikeluarkannya peraturan ini adalah agar perkembangan perbankan syariah dapat terfokus kepada bank syariah, yakni bank umum syariah (BUS) dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) sehingga kedepannya tidak ada lagi unit usaha syariah (UUS). Dengan difokuskannya perkembangan perbankan syariah kedalam bank syariah baik dari segi kelembagaan maupun peraturan-peratuan mengenai perbankan syariah, diharapkan dapat meningkatkan SHARE perbankan syariah itu sendiri, untuk menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip syariah, prinsip kesehatan bank bagi bank syariah, dan juga diharapkan dapat memobilisasi dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap bank syariah diatur dalam undangundang tersendiri.
11
Surat Edaran Bank Indonesia No.11/28/DPbS.
33
Apabila hanya melihat tujuannya, terlihat bahwa spin off yang diatur dalam
UU
Perbankan
Syariah
sebenarnya
lebih
ditujukan
untuk
mengakomodasi kepentingan pengembangan syariah, dalam hal ini melalui pemisahan UUS dari bank konvensional menjadi bank syariah. Namun apabila kita lihat lagi, sebenarnya pengertian spin off dalam UU Perbankan Syariah tersebut memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada perbankan untuk melakukan penguatan restruktur usahanya. Dalam penguatan struktur usahanya, mekanisme spin off dapat dimanfaatkan oleh bank sebagai sarana untuk lebih mempertajam segmentasi pasar, khususnya melalui penguatan lini bisnis yang lebih fokus dan spesialis. 3. Pro dan Kontra Pemisahan (Spin Off) Mencermati fenomena spin off, ketua umum Asosiasi Bank Syariah Seluruh Indonesia (Absindo) Achmad Riawan Amin, berpendapat bahwa spin off perbankan syariah dari UUS menjadi BUS seakan-akan dipaksakan sehingga yang terjadi banyak manajemen bank syariah baru sulit mengembangkan diri. Beliau memandang seharusnya spin off dilakukan ketika nasabah suatu bank sudah dengan perbandingan 50:50, dengan demikian dilakukannya spin off merupakan alternatif UUS bisa mandiri. Tetapi yang terjadi tidak demikian, spin off dilakukan hanya karena berdasarkan informasi dari Bank Indonesia bahwa potensi industri perbankan sangat cerah.
34
Sementara pengamat ekonomi syariah, Aviliani menegaskan sejak awal tak setuju dengan kebijakan spin off UUS menjadi BUS, ketika modal yang dimiliki oleh bank syariah tersebut masih kecil. Beliau menyarankan bahwa spin off dilakukan ketika bank syariah tersebut memiliki modal yang sangat besar. BUS baru hasil spin off sangat sulit mengembangkan diri karena modalnya sangat kecil, apalagi mereka dituntu oleh pihak pemegang saham yang harus profit dan efisien. Selain beberapa praktisi perbankan yang kontra dengan gagasan spin off ada pula praktisi perbankan yang pro dengan gagasan tersebut diantaranya Heriyakto S. Hartomo dan Subarjo Joyosumarto. Para praktisi perbankan yang mendukung gagasan tersebut berpendapat bahwa dengan adanya spin off dapat lebih mengembangkan perbankan syaraiah di Indonesia. Selain dapat mengatur dan mengelola keuangan UUS setelah di spin off secara independen, spin off juga dimaksudkan menghilangkan keragu-raguan pengelola dana unit syariah dengan bank induknya yakni bank konvensional. Pengamat ekonomi syariah, Khotibul Umam berpendapat bahwa demi menjaga ketaatan bank dalam menjaga prinsip syariah maka pemisahan (spin off) unit usaha syariah perlu dilakukan, sejatinya alasan melakukan pemisahan ini adalah untuk lebih memurnikan operasional perbankan syariah. Selain itu spin off merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan.
35
Anggota DPR dari Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, mengkritik aturan permodalan dalam PBI tersebut. Menurut dia, modal BUS sebesar Rp 1 triliun terlalu gampang untuk dipenuhi sebuah bank. Menurut dia, modal BUS hendaknya tidak jauh berbeda dengan BUK. Dia menambahkan, pengetatan modal Bank Umum Syariah dilakukan guna bankir tidak sembarangan dalam mendirikan sebuah bank syariah.12 Sementara mengenai jangka waktu 15 tahun penyesuaian Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah, menurut Harry sudah tepat. Bisa saja untuk membuat fundamental perbankan syariah atau Unit Usaha Syariah itu mapan dulu, paparnya. Hanya, sambungnya, apabila Bank Indonesia membuat persyaratan yang ringan, justru prinsip kehati-hatian perbankan menjadi diragukan. Jadi kalau targetnya untuk mengejar chair perbankan syariah jadi 5 persen misalnya dengan menurunkan tingkat prudensial perbankan, Saya kira itu memang jadi pertanyaan. Sisi prudencility-nya musti dijaga. Pertaruhan itu, apalagi dalam situasi seperti ini, tuturnya. C. Efisiensi Efisiensi adalah suatu parameter kinerja dimana suatu perusahaan dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki atau dalam pandangan 12
www.hukumonline.com, Bank Wajib Pisahkan Unit Usaha Syariah Pada Tahun 2023, diakses tgl
26/06/2015
36
matematika didefinisikan sebagai perhitungan rasio output (keluaran) dan atau input (masukan) atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari satu input yang digunakan. Suatu perusahaan dikatakan efisien apabila : 13 a. Menggunakan jumlah unit input yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jurnlah unit input yang digunakan oleh perusahaan lain dengan menghasilkan jumlah output yang sama b. Menggunakan jumlah unit input yang sama, dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar. Sama halnya dengan bentuk perusahaan, efisiensi dalam perbankan juga merupakan suatu tolak ukur dalam mengukur kinerja bank dimana efisiensi merupakan jawaban atas kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja seperti tingkat efisiensi alokasi, teknis maupun total efisiensi. Jadi unit ekonomi untuk beroperasi pada tingkat nilai produk marginal (marginal value product) sama dengan biaya marginal (marginal cost). Ditinjau dari Teori
Ekonomi, ada dua pengertian efisiensi yaitu
efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi.14 Efisiensi ekonomi mempunyai sudut
13
Haryum Muharam, dan Rizki Pusvitasari, Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, vol.II, no.3 (2005), hal. 85. 14 Muhammad Ghafur. Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini. Yogyakarta: Biruni Press, 2007, h.120.
37
pandang makro yang mempunyai jangkauan lebih luas dibandingkan dengan teknik yang bersudut pandang mikro. Pengukuran efisiensi teknik cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasionl proses konversi input menjadi output. Sehingga usaha untuk meningkatkan efisiensi teknis
hanya
memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan pengendalian dan alokasi sumber daya yang optimal. Konsep pengukuran efisiensi pertama kali diperkenalkan oleh Farrel. Farrel M.J (1957:259) mengemukakan bahwa konsep pengukuran efisiensi ada dua, yaitu efisiensi teknis (technical efficiency/TE) dan efisiensi alokatif (allocative efficiency/AE). Efisiensi teknis menggambarkan kemampuan untuk memproduksi output semaksimal mungkin dari input yang ada. Sedangkan efisiensi alokatif menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan input dengan memasukan perhitungan biaya. Efisiensi perbankan juga dapat dibagi menjadi efisiensi keuntungan (Profit efficiency), efisiensi biaya (cost
efficiency), dan efisiensi
pendapatan/keuntungan (revenue efficiency).15 Efisiensi perbankan biasanya banyak
didasarkan kepada biaya. Hal ini disebabkan karena tingkat
keuntungan
(profit) atau pendapatan lebih tidak menentu (vulnearable)
dibandingkan tingkat biaya.
15
H. Rahmat hidayat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek, Bekasi: Gramata Publishing,
2014, h. 67.
38
Secara umum, ada dua pendekatan untuk pengukuran tingkat efisiensi perbankan yaitu pendekatan nisbah keuangan (financial (OR).16 Pendekatan
pendekatan operating reaserch
ratio)
nisbah
dan
keuangan
biasanya merujuk pada kinerja keuangan, antara lain return on asset (ROA), return on equity (ROE), capital
asset ratio (CAR), operating
efficiency ratio (OER) atau cost to income ratio (CIR). Sedangkan pada OR, pengukuran efisiensi dihitung dengan menggunakan analisis frontier. Untuk analisis frontier ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan
parametrik
dan
non-parametrik.
Pendekatan
parametrik
melakukan pengukuran dengan menggunakan ekonometrik yang stokastik dan berusaha menghilangkan gangguan dari pengaruh ketidak efisienan. Metode parametrik meliputi Stochastic Frontier Approach (SFA), Thick Frontier Approach (TFA), dan
Distribution Free Approach (DFA).
Pendekatan non parametrik dengan program linear (Non Parametric Linear Programing Approach) melakukan pengukuran non
parametrik dengan
pendekatan yang tidak stokastik dan cenderung mengkombinasikan gangguan dan ketidakefisienan. Metode non parametrik meliputi Free Disposal Hull (FDH), dan Data Envelopment Analysis (DEA).
16
Ibid. h. 69.
39
Untuk
menentukan
variabel-variabel
yang
digunakan
dalam
melakukan pengukuran efisiensi perbankan terdapat tiga pendekatan utama yang bisa digunakan. Pendekatan tersebut terdiri dari:17 a. Pendekatan Produksi : Pendekatan produksi menjelaskan bahwa aktivitas perbankan adalah pelayanan terhadap deposan dan kreditor menggunakan seluruh faktor produksi, seperti pegawai dan modal tenaga kerja. Untuk mencapai tujuannya, yaitu memproduksi
output
yang
diinginkan.
Pendekatan
ini
deperkenalakan oleh bentson (1965) , bell dan Murphy (1968), bank sebagai pemilik deposit akun dari deposan dan memberikan dana kepada kreditor. b. Pendekatan Intermediasi : Pendekatan intermediasi menjelaskan tentang aktivitas perbankan sebagai agen intermediasi yang mentransformasikan penyaluran dana dari deposan (pihak yang kelebihan dana) kepada kreditor (pihak yang kekurangan dana). Dengan kata lain, dana pihak ketiga yang cenderung likuid, berjangka pendek, dengan resiko rendah yang ditransformasikan menjadi pembiayaan yang lebih beresiko, tidak likuid dan berjangka
pamjang.
Oleh
karena
itu
pendekatan
ini
17
Ascarya, Diana Yumanita, dan Guruh S. Rohimah, Efficiency Analysis of Conventional and Islamic Banks in Indonesia Using Data Envelopment Analysist (2007), hal. 10
40
mendefinisikan input sebagai financial capital dan output sebagai volume pembiayaan atau investment outstanding. c. Pendekatan Modern : Pendekatan modern mencoba untuk mengembangkan dua pendekatan yaitu manajemen resiko kegiatan usaha, system informasi dan pemecahan masalah kedalam teori klasik perusahaan. Pendekatan ini memperkenalkan perbedaan antara manajer bank dan pemilik bank dalam prilakunya memaksimalkan keuntungan. Pendekatan ini diperkenalkan oleh hughes dan mester (1994) yang dilakukan pada bank yang ingin lebih besar dan ingin mengembangkan ukurannya. D. Kerangka Kinerja Perbankan Syariah Berdasarkan data dan teori yang dihimpun untuk penelitian Perbankan Syariah di Indonesia, kerangka pemikiran penelitian dimulai dari pencarian perbankan syariah yang terbentuk dari hasil spin off unit usaha syariah, serta pengumpulan data objek penelitian yang diambil dari laporan
keuangan
publikasi Bank Indonesia (BI). Penetapan variabel input dan output dengan pendekatan intermediasi, kemudian data-data tersebut diproses menggunaka software DEA sehingga dapat diketahui seberapa besar nilai DEA yang mencerminkan efisiensi. Secara visual dapat disampaikan oleh gambar bagan kerangka efisiensi sebagai berikut.
41
Gambar 2.1 Kerangka Kinerja Perbankan Syariah Bank Syariah
Pengelompokan Bank Syariah
Ketika Berbentuk UUS
Setelah Menjadi BUS
Laporan Keuangan Bank Syariah
Variabel input
Variabel output
DPK
Pembiayaan/ Penyaluran Dana
Biaya Operasional Biaya Tenaga Kerja
Pendapatan Operasional
Analisis Score Efisiensi Berdasarkan Metode DEA (Pendekatan Intermediasi)
Score Efisiensi
42
BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Dalam sub-bab pembatasan masalah telah disinggung objek-objek yang terkait dalam penelitian ini, yaitu Bank Umum Syariah yang berdiri dari hasil proses spin off. Adapun bank-bank yang dimaksud adalah sebagaimana yang tercantum dalam table 3.1 dibawah ini : Tabel 3.1 Nama dan Kode Bank
Kode Bank
Nama Bank
1
PT. Bank Jabar dan Banten Syariah
2
PT. Bank BRI Syariah
3
PT. Bank BNI Syariah
Sumber : Bank Indonesia, 2014.
43
Profil Singkat Objek Penelitian 1. PT. Bank Jabar dan Banten Syariah Pendirian bank bjb syariah diawali dengan pembentukan Divisi/Unit Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Barat yang mulai tumbuh keinginannya untuk menggunakan jasa perbankan syariah pada saat itu. Setelah 10 (sepuluh) tahun operasional Divisi/Unit Usaha syariah, manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. berpandangan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan usaha syariah serta mendukung program Bank Indonesia yang menghendaki peningkatan SHARE perbankan syariah, maka dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. diputuskan untuk menjadikan Divisi/Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah. Sebagai tindak lanjut keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. maka pada tanggal 15 Januari 2010 didirikan PT Bank BJB Syariah berdasarkan Akta Pendirian Nomor 4 yang dibuat oleh Notaris Fathiah Helmi dan telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU.04317.AH.01.01 Tahun 2010 tanggal 26 Januari 2010.
44
Pada saat pendirian PT Bank BJB Syariah memiliki modal disetor sebesar Rp.500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah), kepemilikan saham PT Bank BJB Syariah dimiliki oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. dan PT Global Banten DEVELOPMENT, dengan komposisi PT Bank
Pembangunan
Daerah
Jawa
Barat
dan
Banten
Tbk.
sebesar
Rp.495.000.000.000 (empat ratus Sembilan puluh lima milyar rupiah) dan PT Banten Global DEVELOPMENT sebesar
Rp.5.000.000.000
(lima
milyar
rupiah). Pada tanggal 6 Mei 2010 PT Bank BJB Syariah memulai usahanya, setelah diperoleh Surat Ijin Usaha dari Bank Indonesia Nomor 12/629/DPbS tertanggal 30 April 2010, dengan terlebih dahulu dilaksanakan cut off dari Divisi/Unit Usaha Syariah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. yang menjadi cikal bakal PT Bank BJB Syariah. 2. PT Bank BRI Syariah Berawal dari akuisisi PT Bank Rakyat Indonesia terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari bank Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT Bank BRI Syariah secara resmi beroperasi. Kemudian PT Bank BRI Syariah merubah kegiatan usaha yang semula
45
beroperasi secara konvensional kemudian menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam. Aktivitas PT Bank BRI Syariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT Bank Rakyat Indonesia, untuk melebur kedalam PT Bank BRI Syariah (proses spin off) yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009. Penandatangan dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Dirut PT Bank Rakyat Indonesia dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Dirut PT Bank BRI Syariah. Lima tahun lebih PT Bank BRI Syariah hadir mempersembahkan sebuah bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah. Melayani nasabah dengan pelayanan prima (service excellence). Saat ini PT Bank BRI Syariah termasuk salah satu bank syariah terbesar di Indonesia. 3. PT Bank BNI Syariah Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil, transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistem perbankan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada Undang-undang No.10 Tahun 1998, pada tanggal tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang di Yogyakarta, Malang,
46
Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Selanjutnya UUS BNI terus berkembang menjadi 28 Kantor Cabang dan 31 Kantor Cabang Pembantu. Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor Cabang BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih kurang 1500 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah tetap memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah. Dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Ma’ruf Amin, semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga telah memenuhi aturan syariah. Berdasarkan
Keputusan
Gubernur
Bank
Indonesia
Nomor
12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010 mengenai pemberian izin usaha kepada PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun 2000 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan dilakukan spin off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 19 Juni 2010 dengan beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS). Realisasi waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk perbankan syariah juga semakin meningkat. Juni 2014
47
jumlah cabang BNI Syariah mencapai 65 Kantor Cabang, 161 Kantor Cabang Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan Gerak dan 20 Payment Point. B. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keungan triwulan bank syariah yang menjadi objek penelitian. Data diperoleh
dari
berbagai sumber, yaitu Laporan Keuangan Publikasi Bank Indonesia (BI), Statistik Perbankan Bank Indonesia (BI), Laporan Keungan Publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Laporan Keuangan Bank Syariah bersangkutan.
C. Populasi dan Sample Penelitian ini menggunakan populasi seluruh Bank Umum Syariah yang ada di Indonesia yang masih beroperasi sampai tahun 2014 dan terdaftar di Bank Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode non probabilitas atau secara tidak acak, elemen-elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Adapun teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling) dengan metode pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan
(judgement sampling)
yakni pengambilan sampel yang didasarkan pada penilaian terhadap beberapa
48
karakteristik anggota sampel yang
disesuaikan dengan maksud penelitian.
Mudrajad Kuncoro (2003), dalam Ida Kusmargiani1. Kriteria – kriteria yang harus dipenuhi pada sampel bank yang spin off adalah sebagai berikut : a. Bank hasil spin off yang masih oprasional sampai tahun 2014. b. Tersedianya data laporan keuangan pada bank yang melakukan
spin off
dengan periode yang paling dekat sebelum dan setelah spin off. c. Data keuangan yang digunakan pada bank yang spin off menggunakan interval waktu 3 (tiga) tahun pada saat sebelum spin off dan 3 (tiga) tahun setelah spin off, secara triwulan.
D. Metode Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Data Envelopment Analysis (DEA), yang basisnya pemrograman linier (Linier Programming). Setelah mendapatkan skor efisiensi dari masing-masing perbankan syariah, kemudian dilihat perbedaan efisiensi perbankan sebelum dan setelah melakukan spin off. Secara teknis perhitungan dibantu dengan paketpaket software, untuk menghitung skor efisiensi DEA.
1
Ida Savitri Kusmargiani, Analisis Efisiensi Operasional Dan Efisiensi Profitabilitas Pada Bank Yang Merger Dan Akusisi Di Indonesia (2006), hal. 64
49
1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu teknik pemrograman matematika (mathematical program-ming) untuk mengukur tingkat efisiensi dari Unit Pengambil Keputusan (UPK) atau Decision Making Unit (DMU) relative terhadap UPK yang sejenis ketika semua unit-unit ini berada pada atau di bawah “kurva” efisiensi frontiernya.2 Teknik atau metode DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978. Data Envelopment Analysis, sesuai dengan namanya merupakan metode yang mengamplopkan data observasi untuk membentuk frontier yang nantinya digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari objek penelitian. Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weights) atau timbangan untuk setiap input dan output DMU. Bobot tersebut memiliki sifat tidak bernilai negative dan bersifat universal, artinya setiap DMU dalam sampel harus dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasionya (total weighted output/total weighted input) dan rasio tersebut tidak boleh lebih dari satu (total weighted output/total weighted input ≤ 1).
2
H. Rahmat hidayat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek, Bekasi: Gramata Publishing, 2014, h. 72..
50
Cara pengukuran yang digunakan dalam DEA adalah dengan membandingkan antara output yang dihasilkan dengan input yang ada, yang digambarkan sebagai berikut :
Dalam kenyataannya, baik input maupun output bisa terdapat lebih dari satu input dan output dalam suatu decision making unit (DMU). Dalam membandingkan output dan input, digunakan bobot untuk masing-masing input dan output yang ada, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut : 3
Technical Efficiency =
Pada tahun 1957, farell memperkenalkan ide efisiensi menggunakan unit produksi, dengan menggunakan konsep input oriented. Ini merupakan model pemrograman linear, yang berasumsi tidak ada kesalahan secara acak, dan digunakan untuk mengukur efisensi teknis. Efisiensi teknis merupakan pengukran
efektifitas
yang
memberikan
serangkaian
input
untuk
menghasilkan output. DMU hanya merupakan efisiensi teknis yang menggunakan level minimum dari input untuk menghasilkan maksimum
3
James T Shanon. Productivity, Cost, and Technical Efficiency Evaluation of Southeastern U.S. Logging Contractors.(1998).h.13
51
output atau ini dapat digunakan untuk meredam tingkat input ketika diberikan jumlah output yang sama. Persamaan matematis yang digunakan : Tabel 3.2 Persamaan DEA
Maksimal h = batasan
j = 1,…..,n (untuk keseluruhan j) Ur , vi
Keterangan : h : efisiensi teknis perbankan yrj : merupakan jumlah output r yang diproduksi oleh bank s. xij : jumlah input i yang digunakan oleh bank s ur : merupakan bobot output r yang di hasilkan oleh bank s vi : bobot input i yang diberikan oleh bank s, dan r dihitung dari 1 ke m serta i dihitung dari 1 ke n.
Dari persamaan diatas dapat didefinisikan kedalam beberapa notasi. Dengan asumsi bahwa sigma i adalah input dan sigma r adalah output untuk setiap perusahaan, atau seringkali disebut dengan Decision Making Unit dalam literatur DEA. Untuk DMU ke-I diwakili secara berturut-turut oleh vektor x1 dan y1. Dalam hal, x adalah matrik input i x n, dan Y adalah matriks output r x n, maka representasi tersebut merupakan cara merumuskan data dalam bentuk matriks dari semua n UKE. Tujuan dari DEA adalah membentuk sebuah frontier non-parametric envelopment terhadap suatu data dari titik pengamatan yang berada di bawah frontier. Cara terbaik untuk memperkenalkan DEA adalah melalui bentuk
52
rasio. Untuk setiap UKE, kita akan mendapatkan ukuran rasio dari semua output terhadap inputnya, seperti uryr / vixi, dimana u mrupakan vektor r yl dari output tertimbang (weight output) dan v adalah vektor i xl dari input tertimbang (weight input). Untuk penimbang yang optimal harus dispesifikasikan kedalam problema matematis (the mathematical programming problem). dalam hal ini, termasuk juga menemukan nilai untuk u dan v, sebagai sebuah pengukuran efisiensi h yang maksimal. Dengan tujuan untuk kendala bahwa semua ukuran efisiensi haruslah kurang atau sama dengan satu, salah satu masalah dengan formulasi atau rumusan rasio ini adalah bahwa ia memiliki sejumlah solusi yang tidak terbatas (infinite). Untuk menghindari hal ini, maka kita dapat menentukan kendala yang akan menspesifikasikan dan memudahkan dalam
proses
menunjukkan
selanjutnya jumlah bank
menggunkan dalam
teknik
sampel.
komputasi.
dimana
Pertidaksamaan
pertama
menunjukkan adanya efisiensi rasio untuk perusahaan lain tidak lebih dari 1, sementara pertidaksamaan kedua berbobot positif. Angka rasio akan bervariasi antara 0 sampai dengan 1. Bank dikatakan efisien apabila memiliki angka rasio mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya jika mendekati 0 menunjukkan efisiensi bank semakin rendah. Pada DEA, setiap bank dapat menentukan pembobotnya masing-masing dan menjamin bahwa pembobot yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang terbaik.
53
Dalam model DEA terdapat dua pendekatan optimasi atau asumsi yang biasa digunakan, yaitu constant return scale (CRS) dan Variable return to scale (VRS). a. Constan Return to Scale (CRS) Model CCR yang merupakan model dasar DEA menggunakan asumsi constan return to scale yang membawa implikasi pada bentuk efficient set yang linier. Model constant return to scale dikembangkan oleh Climes, Cooper dan Rhodes (model CCR), model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output adalah sama (constant return to scale). Artinya jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala yang optimal. Untuk itu fungsi objektif dan fungsi kendala pada DEA model constant return to scale dapat digambarkan pada persamaan berikut ini:
54
Tabel 3.3 Model DEA CRS
Keterangan : yrj = jumlah output r yang diproduksi oleh DMU j xij = jumlah input i yang digunakan oleh DMU j ur = bobot yang diberikan kepada output r, (r=1,...,t dan t adalah jumlah output) vi = bobot yang diberikan kepada input i, (i=1,..., m dan m adalah jumlah input) n = jumlah DMU,
b. Variable Return to Scale
j0 = DMU yang diberi penilaian
Model ini dikembangkan oleh BCC (Banker, Charnes Cooper) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR. Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang optimal, asumsi dari model ini adalah rasio antara penambahan input dan output tidak sama (Variable return to scale). Artinya, penambahan input x kali tidak akan menyebabkan output naik sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Untuk itu fungsi objektif dan fungsi kendala pada DEA model Variable return to scale dapat digambarkan pada persamaan berikut ini :
55
Tabel 3.4 Model DEA VRS
Keterangan : yrj = jumlah output r yang diproduksi oleh DMU j, xij = jumlah input i yang digunakan oleh DMU j, ur = bobot yang diberikan kepada output r, (r = 1 ,..., t dan t adalah jumlah output), vi = bobot yang diberikan kepada input i, (i = 1,..., m dan m adalah jumlah input), n = jumlah DMU, j0 = DMU yang diberi penilaian
Rumus pendekatan DEA diatas memiliki fungsi tujuan untuk memaksimalkan nilai efisiensi dari masing-masing DMU dengan meminimalisir input dan menggunakan dengan faktor kendalanya bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada nilai efisien DMU yang lebih besar dari 100%, penjumlahan setiap output akan sama dengan 1 dan semua variabel keputusan tidak sama dengan 0. DEA menghitung rasio perbandingan output terhadap input untuk setiap unit, dengan skor dinyatakan sebagai 0-1 atau 0 sampai 100 persen. Sebuah unit kesehatan dengan skor kurang dari 100% akan tidak efisien bila dibandingkan dengan unit lain.
56
Pada penelitian ini asumsi yang digunakan adalah constant return to scale (CRS). Asumsi ini digunakan karena penelitian ini mencoba untuk melihat apa saja sumber ketidakefisiensian, berapa besar persentase ketidak efisiensian dan berapa persentase To Gain yang harus ditingkatkan supaya perbankan dalam penelitian ini dapat beroperasi dengan efisien. Untuk itu penelitian ini memberikan dua alternatif orientasi pengukuran yaitu keadaan dimana perbankan harus memaksimalkan outputnya (output oriented) dan ketika perbankan harus meminimimalisir penggunaan input (input oriented). Maka kedua alternatif inilah yang akan digunakan perbankan sebagai gambaran dan langkah apa yang harus dilakukan perbankan supaya dapat beroperasi dengan efisien. Untuk menggunakan kedua orientasi pengukuran ini, maka asumsi yang digunakan harus constant return to scale (CRS) agar tidak memberikan hasil yang bias dalam pengukuran efisiensi. Hal ini dikarenakan ketika melakukan pengukuran menggunakan orientasi input maupun orientasi output maka akan menghasilkan nilai efisiensi yang sama ketika menggunakan asumsi constant return to scale. Hal ini terjadi dikarenakan DMU beroperasi pada frontier yang sama jika menggunakan asumsi CRS. Berbeda hasilnya jika DMU menggunakan asumsi variable return to scale (VRS) hal ini akan mengakibatkan
57
DMU memberikan hasil efisiensi yang berbeda antara pengukuran menggunakan orientasi input dan pengukuran menggunakan orientasi output. Sehingga sulit diambil kesimpulan serta solusi yang harus dilakukan perbankan supaya dapat beroperasi dengan efisien menggunakan dua alternatif orientasi pengukuran.
2. Input dan Output Untuk menggunakan
mengukur pendekatan
tingkat
efisiensi
parametrik
lembaga
atau
keuangan
non-parametrik
baik perlu
ditentukan atau didefinisikan variable input dan output.4 Menurut Hadad et. al
(2003), ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk
menentukan
atau
mendefinisikan
variable
input-output
dari
suatu
lembaga keuangan, yaitu: 1. Pendekatan Produksi (Production Approach) Pendekatan produksi menganggap lembaga keuangan sebagai produsen
dari
rekening
tabungan
(deposit
account)
dan
kredit/pinjaman (loans). Pendekatan produksi mendefinisikan output sebagai jumlah dari berbagai rekening tersebut atau berbagai transaksi yang terkait. Sedangkan input dihitung dari jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal pada aktiva tetap dan material lainnya. 4
H. Rahmat hidayat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek, Bekasi: Gramata Publishing, 2014, h. 74
58
2. Pendekatan Intermediasi (Intermediation Approach) Pendekatan sebagai
prantara
intermediasi (intermediary),
menganggap dimana
lembaga
lembaga
keuangan
keuangan
ini
mengubah atau mentransfer berbagai aset keuangan dari unit yang kelebihan dana ke unit yang kekurangan dana. Yang termasuk dalam input dalam pendekatan ini adalah biaya tenaga kerja dan modal serta pembayaran bunga (margin) pada deposito, adapun output diukur melalui kredit/pinjaman (loans) atau pembiayaan (financing) dan investasi keuangan. 3. Pendekatan Aset (Asset Approach) Pendekatan
aset
menganggap
lembaga
keuangan
sebagai
pencipta kredit/pinjaman (loans). Dalam pendekatan ini, efisiensi diukur berdasarkan kemampuan perbankan menanamkan dana dalam bentuk
kredit/pinjaman/pembiayaan, surat-surat
berharga
dan
aset
lainnya sebagai output. Sedangkan input diukur dari biaya tenaga kerja, biaya dana (cost of found) dan biaya kapital fisik. Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan intermediasi, dimana pendekatan ini dianggap sesuai dengan fungsi perbankan yang sebenarnya yaitu sebagai lembaga penyaluran dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana serta
59
penelitian ini juga bertujuan untuk melihat apakan perbankan sudah efisien apabila dilihat dari sisi intermediasinya. Dilihat dari hal inilah maka dapat ditentukan variabel input dan output apa saja yang akan digunakan dalam penelitian. Dan berikut adalah table 3.5 yang menunjukkan variabel yang input-output dalam penelitian ini: Tabel 3.5 Input dan Output
Pendekatan
Intermediasi
Variabel Input
Variabel Output
DPK (I1)
Pembiayaan (O1)
Biaya Operasional (I2)
Pendapatan Operasional (O2)
Biaya Tenaga Kerja (I3)
Variabel Output Ada dua variabel output yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu total pembiayaan (O1) dan pendapatan lain bank (O2).
60
a. Pembiayaan atau Penyaluran Dana Pembiayaan (O1) menurut PBI No 15/16/PBI/2013 adalah aktiva bank dalam bentuk pembiayaan mudharabah, pembiayaan musyarakah, piutang, dan ijarah. b. Pendapatan Operasional Pengertian pendapatan menurut PSAK No.223 (IAI 2002, paragraph 6), pendapatan sebagai arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktifitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan, yang tidak berasal dari kontribusi peranan modal. Sedangkan yang dimaksud pendapatan operasiional yaitu pendapatan
yang
dihasilkan
dari
kegiatan
utama,
rutin,
dan
berkesinambungan oleh perusahaan. Variabel Input Ada 3 variabel input yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu DPK (I1), biaya operasional (I2), dan biaya tenaga kerja (I3). a. Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana Pihak Ketiga bank yang selanjutnya disebut DPK adalah kewajiban bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam rupiah dan valuta asing
61
b. Biaya Operasional Adalah biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh barang, melakukan pemasaran dan melakukan penjualan serta biaya-biaya untuk operasional perusahaan lain jika perusahaan tersebut manufaktur. Jika perusahaannya adalah perusahaan dagang maka biaya operasionalnya adalah biaya untuk memperoleh barang dagangan, pemasaran dan kegiatan penjualan serta biaya-biaya lain operasional perusahaan. c. Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja atau disebut juga beban personalia adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai penggunaan tenaga kerja (manusia) dalam proses produksi. Biaya tenaga kerja dapat berupa biaya gaji, provisi maupun fee yang diberikan perusahaan kepada karyawan.
62
BAB IV
Hasil Analisis Data
A. Kriteria Penilaian Efisiensi
Untuk menentukan atau memastikan tingkat atau tahap efisiensi perbankan syariah dibuat ukuran atau kriteria efisiensi, yaitu efisiensi tinggi, efisiensi sedang, efisiensi rendah dan tidak efisien, dan nilai (skor) yang termasuk efisiensi tinggi, efisiensi sedang, efisiensi rendah dan tidak efisien. Ukuran efisiensi dan nilai ukuran efisensi tersebut tampak dalam tabel di bawah ini.1
Tabel 4.1 Kriteria dan Nilai Efisiensi Kriteria Efisiensi
Nilai
Tinggi
81 - 100
Sedang
60 - 80
Rendah
40 - 59
Tidak Efisien
0 - 40
1
Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah:Teori dan Praktek, (Jawa Barat: Gramata Publishing, 2014), h. 124
63
B. Hasil Perhitungan Efisiensi
1. Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan
Berikut ini adalah tabel skor efisiensi dari kelompok perbankan sebelum spin off dan kelompok perbankan setelah melakukan spin off secara keseluruhan.
Tabel 4.2 Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan Nama Bank
Triwulan UUS BJB
UUS BRI
UUS BNI
BJB Sy
BRI Sy
BNI Sy
1
100
69.05
62.73
79.1
100
100
2
100
100
66.46
71.9
100
91.54
3
93.76
87.87
67.47
75.11
99.92
95.8
4
90.64
81.84
65.9
76.87
89.82
100
5
90.21
78.34
68.88
74.48
66.92
94.99
6
97.23
95.38
69.69
81.82
67.4
97.44
7
94.98
57.12
71.44
84.88
70.74
100
8
88.12
65.02
72.64
72.82
69
71.8
9
90.85
59.77
78.52
77.47
67.69
80.04
10
90.2
68.44
82.81
85.8
62.47
81.13
11
88.87
58.62
91.58
94.12
64.14
76.78
12
100
82.01
92.2
88.35
65.84
67.85
Rata-rata
93.74
75.29
74.2
80.23
76.99
88.11
64
Dari table diatas maka dapat dirinci secara keseluruhan skor rata-rata tingkat efisiensi perbankan pada periode 3 tahun terrakhir sebelum spin off dan periode 3 tahun setelah spin off, yaitu sebagai berikut :
1. Unit Usaha Syariah BJB dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 93.74% 2. Unit Usaha Syariah BRI dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 75.29% 3. Unit Usaha Syariah BNI dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 74.2% 4. BJB Syariah dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 80.23% 5. BRI Syariah dengan skor efisiensi rata-rata 76.99% 6. BNI Syariah dengan skor efisiensi rata-rata 88.11%
Dari skor diatas dapat diketahui bahwa skor efisien tertinggi pada kelompok UUS diraih oleh UUS BJB dengan skor efisiensi 93.73% dan skor efisiensi terendah diaraih oleh UUS BNI dengan skor efisiensi 74.68%. Sedangkan untuk kelompok BUS skor efisiensi tertinggi diraih oleh BNI Syariah dengan skor efisiensi 88.10% dan skor efisiensi terendah diraih oleh BRI Syariah dengan skor efisiensi 76.98%. Dari skor diatas dapat diketahui perbandingan skor efisiensi perbankan pada saat sebelum dan setelah spin off. BJB Syariah sebelum spin off dengan skor efisiensi sebesar 93.73% dan setelah spin off skor efisiensi sebesar 80.22%, sedangkan BRI Syariah sebelum spin off dengan skor efisiensi
65
sebesar 75.27% dan setelah spin off skor efisiensi sebesar 76.98%, dan BNI Syariah sebelum spin off dengan skor efisiensi 74.68% dan setelah spin off skor efisiensi sebesa 88.10%. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai perubahan efisiensi kedua kelompok perbankan serta perbandingan antara setiap triwulannya maka dapat dilihat melalui grafik yang menggambarkan skor efisien dalam 12 triwulan secara keseluruhan, yang digambarkan pada grafik dibawah ini.
Gambar 4.1 Grafik Hasil Efisiensi Keseluruhan
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa skor efisiensi perbankan tiap triwulannya cenderung fluktuatif baik ketika masih berbentuk UUS maupun
66
ketika sudah berbentuk BUS. Meskipun setelah spin off BNI Syariah memiliki skor efisiensi rata-rata paling tinggi, namun BJB Syariah dan BRI Syariah memiliki trend efisiensi yang lebih cenderung stabil.
Adapun perbankan yang dikatagorikan efisiensi penuh adalah perbankan yang memiliki skor efisiensi sebesar 100% dan skor dibawah itu dianggap inefisiensi. Bank yang memiliki skor efisiensi 100% adalah bank yang mampu beroperasi dengan tepat, dimana ia dapat menggunakan sumber dayanya dengan tepat untuk menghasilkan output.
Berikut ini adalah perbankan yang beroperasi dengan efisien dalam penelitian ini. BJB Syariah sebelum spin off beroperasi dengan efisien 3 kali selama periode penelitian, yaitu pada triwulan 1, 2 dan triwulan 12, sedangkan setelah spin off selama periode penelitian BJB Syariah belum mampu beroperasi dengan efisien. BRI Syariah sebelum spin off beroperasi dengan efisien 1 kali selama periode penelitian, yaitu pada triwulan 2, sedengkan setelah spin off BRI Syariah mampu beroperasi dengan efisien 2 kali selama periode penelitian, yaitu pada triwulan 1 dan 2. Sedangkan BNI Syariah sebelum spin off belum mampu beroperasi dengan efisien selama periode penelitian, sedangkan setelah spin off BNI Syariah mampu beroperasi dengan efisien 3 kali selama periode penelitian, yaitu pada triwulan 1, 4 dan 7.
67
Dari hasil diatas Bank yang mengalami efisiensi penuh paling banyak sebelum spin off adalah BJB Syariah yaitu selama 3 triwluan, dan BRI Syariah 1 triwulan, sedangkan BNI Syariah tidak pernah mencapai efisiensi sekalipun. Sedangkan setelah spin off Bank yang mengalami efisiensi penuh adalah BNI Syariah yaitu selama 3 triwulan, dan BRI Syariah dengan 2 triwulan, sedangkan BJB Syariah belum mampu beroperasi dengan efisien setelah spin off.
Setelah melihat hasil efisensi keseluruhan diatas, maka dapat diketahui bahwa, tidak ada perbedaan efisiensi yang signifikan ketika perbankan masih berbentuk UUS maupun setelah berbentuk BUS. Yang artinya, perbankan setelah memisahkan diri dari bank induk (spin off) belum dapat memanfaatkan sumber daya yang ada (input) untuk menghasilkan output yang optimal.
Setelah mengetahui skor efisiensi perbankan secara keseluruhan. Selanjutnya adalah merinci berapakah skor efisiensi perbankan sebelum dan setelah melakukan spin off. Untuk itu maka akan ditunjukan pada grafik berikut ini.
2. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan
a. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan Sebelum Spin Off
68
Berikut ini adalah grafik yang menampilkan skor efisiensi perbankan sebelum spin off, yaitu UUS BJB, UUS BRI dan UUS BNI.
Tabel 4.3 Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan Sebelum Spin Off
Triwulan
Nama Bank UUS BJB
UUS BRI
UUS BNI
1
100
69.05
62.73
2
100
100
66.46
3
93.76
87.87
67.47
4
90.64
81.84
65.9
5
90.21
78.34
68.88
6
97.23
95.38
69.69
7
94.98
57.12
71.44
8
88.12
65.02
72.64
9
90.85
59.77
78.52
10
90.2
68.44
82.81
11
88.87
58.62
91.58
12
100
82.01
92.2
Rata-rata
93.74
75.29
74.2
Berikut ini adalah grafik yang menampilkan skor efisiensi perbankan sebelum spin off, yaitu UUS BJB, UUS BRI dan UUS BNI.
69
Gambar 4.2 grafik hasil efisiensi bank sebelum spin off
Keterangan : perhitungan lap. Keuangan UUS BJB pada 2006-2009, UUS BRI 2005-2008, UUS BNI 20062009.
Dari grafik diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata urutan skor efisiensi terbaik pada kelompok perbankan sebelum spin off dirinci sebagai berikut :
1. UUS BJB dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 93.74% 2. UUS BRI dengan skor rata-rata efisiensi sebesar 75.29% 3. UUS BNI dengan skor rata-rata efisiensi sebesar 74.2%
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa skor rata-rata efisiensi tertinggi pada kelompok ini diraih oleh UUS BJB dengan skor sebesar 93.74% dan skor rata-rata efisiensi terendah diraih oleh UUS BNI dengan skor 74.2%. Pada
70
kelompok ini pergerakan skor efisiensi masing-masing perbankan cenderung menunjukan trend yang fluktuatif. Tetapi UUS BNI yang cenderung memiliki skor efisiensi paling rendah memiliki trend pergerakan yang relatif stabil dibandingkan dengan bank lainnya.
Pada kelompok perbankan sebelum spin off terlihat hal yang menarik pada UUS BNI, dimana selama periode penelitian UUS BNI yang memiliki DPK cukup tinggi tetapi belum pernah mengalami efisiensi penuh. Hal ini disebabkan karena UUS BNI hanya dapat mengefisiensikan penggunaan DPK nya sebesar 74.19%, biaya operasional sebesar 70.08%, biaya tenaga kerja sebesar 72.61% serta
kemampuan
memaksimalkan
output
pembiayaan
dan
pendapatan
operasional masing-masing sebesar 54.96% dan 73.98%.
Sedangkan UUS BJB yang memiliki DPK relatif kecil mampu mencapai tingkat efisiensi yang paling tinggi diantara kelompok bank lainnya, selama periode penelitian bank ini mampu mencapai efisiensi penuh selama tiga triwulan. UUS BJB mampu mengefisiensikan DPK nya sebesar 93.73%, biaya operasional sebesar 91.17%, biaya tenaga kerja sebesar 92.44% serta kemampuan memaksimalkan output pembiayaan dan pendapatan operasionalnya masingmasing sebesar 78.69% dan 93.73%.
71
Pada UUS BRI, Bank ini memeliki trend efisiensi yang cenderung lebih fluktuatif dibandingkan dengan kedua bank lainnya. Bank ini dapat mengefisiensikan DPK nya sebesar 75.28%, biaya operasional sebesar 67.73%, biaya tenaga kerja sebesar 74.58% serta kemampuan memaksimalkan output pembiayaan dan pendapatan operasional masing-masing sebesar 71.65% dan 72.18%.
Setelah melihat efisiensi dari masing-masing bank pada saat sebelum spin off. Selanjutnya adalah mengetahui skor rata-rata efisiensi dari keseluruhan perbankan saat sebelum spin off. Dari keseluruhan perbankan saat sebelum spin off atau saat masih berbentuk UUS didapat skor efisiensi rata-rata sebesar 81.07%.
b. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan Setelah Spin Off
Berikut ini adalah grafik yang menampilkan skor efisiensi perbankan setelah spin off, yaitu BJB Syariah, BRI Syariah dan BNI Syariah.
Tabel 4.4 Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan Setelah Spin Off
Triwulan 1
Nama Bank BJB Sy
BRI Sy
BNI Sy
79.1
100
100
72
2
71.9
100
91.54
3
75.11
99.92
95.8
4
76.87
89.82
100
5
74.48
66.92
94.99
6
81.82
67.4
97.44
7
84.88
70.74
100
8
72.82
69
71.8
9
77.47
67.69
80.04
10
85.8
62.47
81.13
11
94.12
64.14
76.78
12
88.35
65.84
67.85
Rata-rata
80.23
76.99
88.11
Berikut ini adalah grafik yang menampilkan skor efisiensi perbankan setelah spin off, yaitu BJB Syariah, BRI Syariah dan BNI Syariah.
Gambar 4.3 grafik hasil efisiensi bank setelah spin off
Keterangan : perhitungan lap. Keuangan BJB Sy 2010-2013, BRI Sy 2008-2011, BNI Sy 2010-2013
73
Dari grafik diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata urutan skor efisiensi terbaik pada kelompok bank setelah spin off dapat dirinci sebagai berikut :
1. BNI Syariah dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 88.11%. 2. BJB Syariah dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 80.23%. 3. BRI Syariah dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 76.99%
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa skor efisiensi rata-rata tertinggi diraih oleh BNI Syariah dengan skor efisiensi sebesar 88.11%, dan skor efisiensi terendah diraih oleh BRI Syariah dengan skor rata-rata efisiensi sebesar 76.99%. Dari hasil efisiensi tiap triwulan pada perbankan setelah spin off, dapat dilihat bahwa BJB Syariah memiliki trend yang lebih stabil dibandingkan dengan bank lainnya. Sedangkan BRI Syariah meskipun mencapai skor efisiensi rata-rata tertinggi tetapi justru memiliki trend yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan bank yang lainnya.
Dari ketiga bank dalam peneletian yang melakukan restrukturisasi dengan melakukan spin off, yaitu BJB Syariah, BRI Syariah dan BNI Syariah, 2 bank diantaranya yaitu BNI Syariah dan BRI Syariah mampu bekerja lebih efisien dibandingkan saat sebelum spin off, sedangkan tingkat efisiensi BJB Syariah justru menurun setelah melakukan spin off.
74
Pada BNI Syariah, dimana bank ini tidak pernah mencapai efisiensi penuh saat sebelum spin off, tetapi setelah melakukan spin off bank ini mampu beroperasi pada efisiensi penuh dalam tiga triwulan, yaitu triwulan 1, 4 dan 8. Setelah melakukan spin off bank ini dapat mengefisiensikan DPK nya sebesar 88.11%, biaya operasional sebesar 88.11%, biaya tenaga kerja sebesar 85.18% serta
kemampuan
memaksimalkan
output
pembiayaan
dan
pendapatan
operasional masing-masing sebesar 84.55% dan 88.11%.
Pada BRI Syariah, bank ini mengalami efisiensi penuh selama satu triwulan pada saat sebelum spin off, dan mampu mencapai efisiensi penuh selama dua triwulan setelah melakukan spin off, yaitu pada triwulan 1 dan 2. Bank ini pun mengalami kenaikan tingkat efisiensi setelah melakukan spin off. Setelah melakukan spin off bank ini dapat mengefisiensikan DPK sebesar 76.98%, biaya operasional sebesar 76.98%, biaya tenaga kerja sebesar 70.88% serta kemampuan memaksimalkan output pembiayaan dan pendapatan oprasional masing-masing sebesar 75.16% dan 76.98%.
Pada BJB Syariah, bank ini mengalami efisiensi penuh selama tiga triwulan ketika masih berbentuk UUS, akan tetapi setelah berbentuk BUS, bank ini tidak pernah mengalami efisiensi penuh dan juga mengalami penurunan skor tingkat efisiensi rata-rata. Setelah melakukan spin off menjadi BUS bank ini hanya dapat mengefisiensikan DPK sebesar 80.22%, biaya operasional sebesar
75
80.22% biaya tenaga kerja sebesar 70.47% serta kemampuan memaksimalkan output pembiayaan dan pendapatan oprasional masing-masiing sebesar 78.95% dan 77.35%.
Setelah melihat skor efisiensi dari masing-masing bank setelah berbentuk BUS atau setelah spin off. Selanjutnya adalah mengetahui skor rata-rata efisiensi dari keseluruhan perbankan setelah berbentuk BUS. Dari keseluruhan perbankan pada kelompok ini skor efisiensi rata-rata sebesar 81.78%.
3. Hasil Efisiensi Rata-rata Bank Sebelum dan Setelah Spin Off
Untuk melihat perbandingan dari skor efisiensi rata-rata setiap triwulannya dari keseluruhan perbankan sebelum dan setelah spin off, maka akan dijelaskan kedalam sebuah table dan digambarkan kedalam grafik. Hal ini untuk melihat bagaimana perbandingan skor efisiensi rata-rata dari keseluruhan perbankan tiap triwulannya antara kedua kelompok perbankan. Untuk lebih jelas mengetahui perbandingan skor efisiensi dari kedua kelompok perbankan berikut ini adalah table yang menampilkan skor efisiensi dari kedua kelompok perbankan tersebut.
76
Tabel 4.3 Efisiensi Rata-rata Bank Sebelum dan Setelah Spin Off Triwulan
Bank Sebelum dan Setelah Spin Off UUS
BUS
1
77.26
93.03
2
88.82
87.81
3
83.03
90.28
4
79.46
88.9
5
79.14
78.8
6
87.43
82.22
7
74.51
85.21
8
75.26
71.21
9
76.38
75.07
10
80.48
76.47
11
79.69
78.34
12
91.4
74.01
Rata-rata
81.07
81.78
Untuk mengetahui pergerakan rata-rata efisiensi kedua kelompok perbankan maka akan digambarkan pada grafik dibawah ini. Gambar 4.4 grafik Efisiensi Rata-rata Bank Sebelum dan Setelah Spin Off
77
Dari grafik perbandingan dua kelompok perbankan dapat diketahui bahwa perbankan setelah berbentuk BUS memiliki pergerakkan efisiensi rata-rata dengan trend yang lebih stabil jika dibandingkan dengan saat masih berbentuk UUS. Pada kelompok perbankan stelah spin off mengalami rata-rata efisiensi tertinggi pada triwulan pertama sebesar 93.03% dan triwulan ketiga sebesar 90.28%, efisiensi rata-rata terendah terjadi pada triwulan kedelapan sebesar 71.21%. Pada kelompok perbankan sebelum spin off terlihat cenderung memiliki trend pergerakan efisiensi rata-rata yang lebih fluktuatif. Skor rata-rata tertinggi pada kelompok perbankan ini diraih pada triwulan terakhir sebesar 91.4% dan triwulan kedua sebesar 88.82%, sedangkan efisiensi rata-rata terendah terjadi pada triwulan ketujuh sebesar 74.51%.
Setelah melihat grafik dari pergerakan efisiensi rata-rata dari kedua kelompok perbankan, untuk mengetahui kelompok perbankan manakah yang beroperasi lebih efisien diantara keduanya, maka dibuat rata-rata dari keseluruhan triwulan untuk melihat hasil efisiensi keseluruhannya. Hasil efisiensi keseluruhan dari perbankan sebelum spin off atau saat masih berbentuk UUS adalah sebesar 81.07%, dengan rata-rata efisiensi penggunaan DPK sebesar 81.06%, biaya oprasional
76.32%,
biaya
tenaga
kerja
79.87%,
serta
kemampuan
memaksimalkan pembiayaan sebesar 68.43% dan pendapatan operasional sebesar 79.96%. Hasil efisiensi perbankan setelah spin off atau setelah berbentuk BUS
78
adalah sebesar 81.78%, dengan rata-rata efisiensi penggunaan DPK sebesar 81.77%, biaya oprasional 81.77%, biaya tenaga kerja 75.5%, serta kemampuan memaksimalkan pembiayaan sebesar 79.55% dan pendapatan operasional sebesar 82.24%.
Dari kedua hasil efisiensi keseluruhan ini diketahui bahwa kedua kelompok perbankan ini memiliki kecenderungan yang sama yaitu mereka memiliki efisiensi yang tinggi dari jumlah DPK, dikarenakan jumlah DPK yang akan digunakan dalam penyaluran dana sudah ditentukan batasannya oleh Bank Indonesia, apabila penggunaan DPK tidak sesuai ketentuan Bank Indonesai maka perbankan yang bersangkutan akan mendapat tambahan dari perhitungan jumlah GWM (giro wajib minimum) yang harus disetorkan kepada Bank Indonesia. Untuk itu perbankan pastinya akan menghindari uangnya untuk masuk kedalam sektor-sektor yang kurang produktif.
Saat masih berbentuk UUS mereka hanya mampu memaksimalkan pembiayaan sebesar 68.43%. Kemampuan memaksimalkan pembiayaan meraka naik menjadi 79.55% setelah menjadi BUS, akan tetapi kebutuhan SDM yang besar tidak diikuti dengan kenaikan efisiensi dari penggunaan SDM itu sendiri. Tingkat efisiensi penggunaan SDM lebih tinggi saat masih berbentuk UUS dibandingkan ketika sudah menjadi BUS. Untuk itu, seperti yang telah dijelaskan oleh Wilson Arafat (2006), diperlukan pengukuran efisiensi pada kantor cabang
79
perbankan agar dapat diketahui maslah apa yang terjadi terkait inefisiensi dan tindakan apa yang harus dilakukan supaya perbankan efisien.
Berikutnya, suatu unit akan dikatakan efisien adalah, ketika suatu unit dapat beroperasi secara tepat. Secara matematis dapat dijelaskan ketika rasio input ideal akan menghasilkan output yang ideal, dan rasio ideal itulah yang dikatakan sebagai efisiensi. Untuk itu maka harus dilihat berapakah potential improvement yang harus dilakukan suatu perbankan untuk mencapai hasil yang efisien saat mereka baru melakukan spin off (pemisahan). Dalam penelitian ini potential improvement tersebut dilihat dari nilai to gain yang harus dicapai perbankan. Nilai to gain adalah presentase yang harus dicapai perbankan supaya input dan outputnya dapat menghasilkan rasio yang efisien.
Dalam penelitian ini nilai to gain dilihat dari dua orientasi pengukuran. Orientasi tersebut terdiri dari pengukuran berorientasi input dan pengukuran berorientasi output. Berikut ini dapat disjelaskan bagai mana potential improvement tersebut menggunakan pengukuran berorientasi input dan pengukuran berorientasi output.
C. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi Input
80
Analisis ini adalah melihat berpakah nilai input yang harus dikurangi setiap DMU untuk menghasilkan sejumlah output tertentu, agar dapat beroperasi dengan efisien. Dalam hal ini adalah melihat seberapa besar biaya (input) yang dapat diminimalisir oleh perbankan diawal-awal periode setelah mereka memisahkan diri, supaya mereka dapat beroperasi dengan efisien. Untuk lebih jelasnya analisis ini akan dijelaskan dalam table dan digambarkan kedalam grafik serta diagram.
Berikut adalah tabel yang menggambarkan nilai to gain pada masing-masing input yang dapat diminimalisir, serta rata-rata input yang hrus diminimalisir dan masing-masing output yang harus dimaksimalkan, srta rata-rata output yang harus dimaksimalkan supaya perbankan diawal periode setelah spin off dapat beroperasi dengan efisien.
Tabel 4.4 Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Input Biaya Tenaga Kerja
ratarata input
Pembiaya an
Pendapat an Operasion al
ratarata output
Triwulan
DPK
Biaya Operasional
1
6.97
6.97
22.7
12.21
0
12.94
6.47
2
12.2
12.2
13.74
12.71
4.57
0
2.28
3
9.74
9.74
18.97
12.81
4.57
0
2.28
4
11.1
11.1
25.54
15.91
0
1.64
0.82
5
21.2
21.2
23.74
22.05
0.14
0
0.07
6
17.8
17.8
22.47
19.36
0
0
0
7
14.8
14.8
16.97
15.52
0.5
0
0.25
81
8
28.8
28.8
40
32.53
0
0
0
9
24.94
24.94
24.94
24.94
10.8
0
5.4
10
23.54
23.54
25.64
24.24
0
0
0
11
21.67
21.67
23.27
22.2
9.14
0
4.57
12
26
26
35.97
29.32
0
0
0
Rata-rata
17.62
17.62
24.49
20.32
2.47
1.21
1.84
Untuk mengetahui pergerakan dari rata-rata nilai togain input yang dapat di minimalisir dan nilai to gain output yang dapat dimaksimalkan, maka akan digambarkan pada grafik berikut.
Gambar 4.5 grafik nilai to gain bank setelah spin off orientasi input
82
Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat dari sisi penggunaan DPK, pada triwulan 8 kelompok perbankan ini paling boros dalam penggunaan DPK. Tercata dalam nilai to gain sebesar 28.8% hal ini menandakan bahwa pada triwulan 8 seharusnya perbankan dapat meminimalisir penggunaan DPK sebesar 28.8% supaya dapat beroperasi dengan efisien. Penggunaan DPK paling baik terlihat pada triwulan 1 dimana perbankan hanya harus mengurangi biaya input sebesar 6.97% supaya beroperasi dengan efisien.
Dari sisi biaya operasional, dapat dilihat bahwa penggunaan biaya oprasional paling boros terjadi pada triwulan 8. Tercatat dalam nilai to gain perbabankan ini harus meminimalisir penggunaan biaya oprasional sebesar 28.8% supaya dapat beroperasi dengan efisien. Penggunaan biaya oprasional paling baik terlihat pada triwulan 1 dimana perbankan hanya harus mengurangi biaya oprasional sebesar 6.97% supaya beroperasi dengan efisien.
Dari sisi penggunanan biaya tenaga kerja, terlihat bahwa penggunaan biaya tenaga kerja paling boros terjadi pada triwulan 8. Dimana tercatat dalam nilai to gain perbankan harus meminimalisir pengunaan biaya tenaga kerja sebesar 40% supaya perbankan dapat beroperasi dengan efisien. Penggunaan biayaa tenaga kerja paling baik terlihat pada triwulan 1, dimana tercatat dalam nilai to gain sebesar 12.21%. Artinya kelompok perbankan ini hanya harus meminimalisir penggunaan biayaa tenaga kerja sebesar 12.21% supaya dapat beroperasi dengan efisien.
83
Setelah melihat nilai to gain dari masing-masing input dan output tiap triwulan. Selanjutnya adalah melihat berapakah rata-rata dari masing-masing input yang harus diminimalisir dan berapakah output yang harus dimaksimalkan pada kelompok perbanak setelah spin off supaya dapat beroperasi dengan efisien. Untuk itu maka akan dijelaskan pada diagram berikut.
Gambar 4.6 diagram nilai to gain bank setelah spin off orientasi input
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa untuk mencapai efisiensi kelompok perbankan setelah spin off harus meminimalisir DPK sebesar 28%, biaya operasional sebesar 28% dan biaya tenaga kerja sebesar 38% serta memaksimalkan
84
pembiayaan sebesar 4% dan pendapatan operasional sebesar 2%. Atau jika dibuat rata-rata maka kelompok perbankan ini harus meminimalisir biaya input sebesar 20.32% dan memaksimalkan output sebesar 1.84% supaya dapat beroperasi dengan efisien.
D. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi Output
Analisis ini melihat berapakah nilai output yang dapat dimaksimalkan DMU dengan sejumlah input terntu, agar dapat beroperasi dengan efisien. Dalam hal ini adalah melihat seberapa besar hasil/keluaran (output) yang dapat dimaksimalkan oleh perbankan setelah spin off agar dapat beroperasi dengan efisien. Untuk lebih jelasnya analisis ini akan dijelaskan dalam table dan gambar kedalam gerafik serta diagram.
Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan nilai to gain pada masingmasing output dan rata-rata output yang dapat dimaksimalkan, serta nilai to gain pada masing-masing input dan rata-rata input yang harus diminimalisir, supaya perbankan dapat beroperasi dengan efisien.
85
Tabel 4.5 Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Output Biaya Tenaga Kerja
ratarata input
Pembiaya an
Pendapata n Operasion al
ratarata outpu t
Triwulan
DPK
Biaya Operasion al
1
0
0
19.9
6.63
6.97
0
3.48
2
0
0
1.7
0.57
16.37
12.2
14.28
3
0
0
9.23
3.08
16.47
9.73
13.1
4
0
0
17.7
5.9
11.1
12.37
11.73
5
0
0
3.77
1.26
21.33
21.2
21.26
6
0
0
6.9
2.3
17.8
17.8
17.8
7
0
0
2.57
0.86
15.23
14.8
15.01
8
0
0
15.5
5.17
28.8
28.8
28.8
9
0
0
0
0
32.23
24.93
28.58
10
0
0
3.33
1.11
23.53
23.53
23.53
11
0
0
2.1
0.7
29.53
21.67
25.6
12
0
0
12.7
4.23
26
26
26
Rata-rata
0
0
7.95
2.65
20.45
17.75
19.1
Untuk mengetahui pergerakan dari rata-rata nilai to gain output yang dapat dimaksimalkan dan nilai to gain input yang harus diminimalisir, maka akan digambarkan pada grafik berikut.
86
Gambar 4.7 grafik nilai to gain bank setelah spin off orientasi output
Setelah melihat table dan grafik diatas maka dapat diketahui, jika dilihat dari sisi pembiayaan. Hasil dari penggunaan sejumlah input untuk menghasilkan pembiayaan terlihat paling buruk pada triwulan 9, dimana tercata pada nilai to gain sebesar 32.23%, yang artinya perbankan harus memaksimalkan pembiayaannya sebesar 32.23% supaya dapat beroperasi dengan efisien. Penggunaan input untuk menghasilkan penyaluran dana paling baik terlihat ketika perbankan beroperasi pada triwulan 1, dimana tercatat pada nilai to gain sebesar 6.97%, yang artinya perbankan hanya harus memaksimalkan pembiayaannya sebesar 6.97%, supaya perbankan dapat beroperasi dengan efisien.
87
Dilihat dari sisi pendapatan operasional, hasil penggunaan sejumlah input untuk menghasilkan pendapatan operasional terlihat paling buruk ketika perbankan beroperasi pada triwulan 8, dimana tercatat pada nilai to gain perbankan harus memaksimalkan pendapatan operasionalnya sebesar 28.8% supaya perbankan dapat beroperasi dengan efisien. Penggunaan sejumlah input untuk menghasilkan pendapatan operasional paling baik, tercatat ketika perbankan beroperasi pada triwulan 1, dimana tercatat pada nilai to gain sebesar 0%, yang artinya perbankan telah beroperasi dengan efisien dalam penggunaan sejumlah input untuk menghasilkan pendapatan operasional.
Setelah melihat nilai to gain dari masing-masing output dan input tiap triwulan, selanjutnya adalah melihat berapakah rata-rata dari masing-masing output yang harus dimaksimalkan dan berapakah rata-rata input yang harus diminimalisir pada kelompok perbankan ini supaya dapat beroperasi dengan efisien. Untuk itu maka akan dijelaskan pada diagram berikut ini.
88
Gambar 4.8 diagram nilai to gain bank setelah spin off orientasi output
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa untuk mencapai efisiensi kelompok perbankan setelah spin off harus memaksimalkan pembiayaan sebesar 44% dan pendapatan operasional sebesar 39%, serta harus meminimalisir rata-rata biaya tenaga kerja sebesar 17%, dimana dalam hal ini rata-rata DPK dan biaya operasional sudah efisien. Atau jika dibuatkan rata-rata maka kelompok perbankan ini harus memaksimalkan output sebesar 19.1% dan meminimalisir input sebesar 2.65% supaya dapat beroperasi dengan efisien.
89
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan pada penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hasil yaitu: 1. Dari hasil pengukuran efisiensi perbankan, dapat dirincikan hasil efisiensi keseluruhan perbankan sebagai berikut :
No
Nama Bank
Skor Efisiensi
1
UUS BJB
93.74%
2
UUS BRI
75.29%
3
UUS BNI
74.20%
4
BJB Syariah
80.23%
5
BRI Syariah
76.99%
6
BNI Syariah
88.11%
Setelah melihat hasil efisiensi keseluruhan diatas, maka dapat diketahui bahwa, perbankan sebelum dan sesudah spin off mengalami perubahan dalam skor efisiensi, dimana skor efisiensi dari BRI Syariah dan BNI Syariah meningkat setelah spin off, sedangkan BJB Syariah mengalami penurunan skor efisiensi.
90
2. Dari hasil pengukuran efisiensi perbankan, dapat dirincikan hasil efisiensi rata-rata perbankan sebagai berikut :
Triwulan
Bank Sebelum dan Setelah Spin Off UUS
BUS
1
77.26
93.03
2
88.82
87.81
3
83.03
90.28
4
79.46
88.9
5
79.14
78.8
6
87.43
82.22
7
74.51
85.21
8
75.26
71.21
9
76.38
75.07
10
80.48
76.47
11
79.69
78.34
12
91.4
74.01
Rata-rata
81.07
81.78
Dari hasil pengukuran efisiensi perbankan syariah, dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan efisiensi yang signifikan antara BUS sebelum dan setelah melakukan spin off. 3. Dari hasil analisis potential improvement perbankan setelah spin off, maka dapat diketahui inefisiensi rata-rata pada perbankan setelah spin off, jika dilihat dari orientasi input maka inefisiensi penggunaan DPK sebesar 28%, biaya operasional sebesar 28%, dan biaya tenaga kerja sebesar 38%. Jika
91
dilihat dari orientasi output maka inefisiensi pembiayaan sebesar 44%, dan pendapatan operasional sebesar 39%. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat penulis berikan terhadap beberapa pihak terkait, diantaranya: 1. Bagi manajemen bank Diharapkan dari hasil penelitian ini supaya manajemen perbankan yang akan melakukan Spin Off supaya memperhatikan kinerjanya agar dapat beroperasi dengan efisien, yaitu agar dengan input tertentu perbankan dapat memaksimalkan
pembiayaan
dan
pendapatan
operasional,
serta
meminimalisir jumlah NPF. Karena jika dilihat dari perhitungan nilai To Gain dalam orientasi output tingkat inefisiensi pada penyaluran dana atau pembiayaan cukup tinggi sebesar 44%. Serta berdasarkan gambaran dari perhitungan nilai To Gain maslah inefisien paling tinggi terjadi pada masalah penggunaan biaya tenaga kerja, untuk itu bagi UUS yang nantinya akan melakukan Spin Off diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan biaya tenaga kerja, sehingga perbankan dapat beroperasi dengan efisien. Selain hal tersebut penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada perbankan dalam memilih alternatif antara orientasi input
92
atau orientasi output sesuai dengan tujuan dan pencapaian yang ingin dilakukan oleh perbankan yang bersangkutan. Sehingga perbankan tidak hanya mengejar efisiensi saja, namun juga dapat menghargai hak-hak pekerjanya. 2. Bagi masyarakat / nasabah bank Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan menjadi rujukan bagi masyarakat apabila ingin menjadi nasabah di bank tertentu dan apabila ingin mempercayakan uangnya untuk di investasikan di bank tertentu. 3. Bagi penelitian-penelitian berikutnya Bagi
peneliti
berikutnya
penulis
menyarankan
supaya
memperhatikan penggunaan variabel input-output serta menambahkan akun aset tetap sebagai variabel input karena secara teknis variabel ini dianggap sebagai sumber daya yang harus dikeluarkan dalam kegiatan perbankan untuk menghasilkan suatu hasil atau output, serta dalam pemilihan variabel juga harus memperhatikan nilai-nilai dari perbankan Islam salah satu variabelnya dalah aset tetap bukan total aset. Apabila ingin melakukan perbandingan pengukuran efisiensi antara perbankan syariah sebelum dan setelah Spin Off, supaya memperhatikan
93
pertimbangan lain dalam melakukan pengukuran, seperti penggunaan akun serta periode pengukuran. Sehingga dapat kita ketahui secara menyeluruh bagaimana kinerja efisiensi antara perbankan syaraiah sebelum dan setelah melakukan Spin Off, dan dapat diketahui bagaimana kenyataan yang terjadi.
94
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad Riawan. Menata Perbankan Syariah di Indonesia. UIN Pres, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juli 2009. Anshori, Abdul Ghofur, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi: Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press, 2010. Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2007. Ascarya, dkk. Efficiency Analysis of Conventional and Islamic Banks in Indonesia Using Data Envelopment Analysist , 2007. Bank Indonesia, Ikhtisar Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, h. 1 Ghafur, Muhammad, Potret Perbankan Syariah di Indonesia Terkini: Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah. Yogyakarta: Biruni Press. 2007. Hidayat, Rahmat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori Dan Praktek. Jawa Barat: Gratama Publishing, 2014. Huda, Nurul dan Heykal, Mohamad. Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan Teoritis dan Praktis , Jakarta: Kencana, 2010.
95
Karim, Adiwarman. A. Bank Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Kusmargiani, Ida Savitri.
Analisis Efisiensi Operasional Dan Efisiensi
Profitabilitas Pada Bank Yang Merger Dan Akusisi Di Indonesia, 2006. Muharam, Haryum dan Rizki Pusvitasari. Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 2005. Perwataatmadja, Karnaen dan Muhammad Syafi’I Antonio. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1997. Rahardjo , Muhammad Dawam. Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi. Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999. Rivai, Veitzhal, dkk. Bank and Financial Institution Management, Conventional and Sharia System. Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada, 2007. Shafitranata, Tingkat Efisiensi Bank Umun Syariah (BUS) menggunakan Metode Data Analysis Envelopment (DEA), Skripsi Program Studi Muammalat UIN syarifhidayatullah Jakarta. 2011. Shanon , James T. Productivity, Cost, and Technical Efficiency Evaluation of Southeastern U.S. Logging Contractors, 1998. Surat Edaran Bank Indonesia No.11/28/DPbS.
96
Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Internet www.bi.go.id www.hukumonline.com
97
LAMPIRAN Tabel Input-Output Laporan Keuangan (dalam jutaan rupiah) Periode juni 2006 september 2006 desember 2006 maret 2007 juni 2007 september 2007 desember 2007 maret 2008 juni 2008 september 2008 desember 2008 maret 2009
Periode
UUS BJB DPK 67,892 78,762 141,805 123,474 115,220 125,457 179,883 141,369 184,726 217,191 258,514 225,458
BiayaTenaker 4,305 7,678 11,219 2,733 5,899 9,015 12,490 3,319 6,855 12,089 19,156 4,064
BiayaOpr 10,952 18,837 25,670 6,592 15,735 23,446 32,260 8,446 22,429 31,116 42,451 10,340
Pembiayaan 252,843 268,570 264,833 273,141 299,848 327,469 324,946 335,773 525,023 561,438 593,532 605,929
PendOpr 24,007 37,226 51,883 14,964 30,142 46,734 64,010 18,136 35,969 61,368 82,470 26,419
UUS BRI DPK
BiayaTenaker
BiayaOpr
Pembiayaan
PendOpr
desember 2005
250,770
53,936
20,008
636,228
70,842
maret 2006
212,789
19,791
7,617
704,819
24,046 53,029
juni 2006
249,056
43,981
15,753
814,544
september 2006
301,165
65,485
22,513
957,290
87,402
desember 2006
360,816
105,952
38,455
1,053,213
140,708 40,619
maret 2007
380,645
31,986
10,612
1,101,545
juni 2007
679,547
64,642
26,358
1,123,072
84,980
september 2007
659,722
93,333
38,036
1,142,673
134,822 140,708
desember 2007
750,243
105,952
47,967
1,134,147
maret 2008
751,141
39,248
11,764
1,136,126
53,065
juni 2008
657,278
85,808
32,663
1,169,200
108,712
september 2008
507,543
151,591
47,467
1,223,739
190,982
98
UUS BNI
Periode DPK
BiayaTenaker
BiayaOpr
Pembiayaan
PendOpr
juni 2006
943,327
52,988
19,474
980,839
77,411
september 2006
982,510
72,875
30,504
1,067,821
116,337
desember 2006
1,124,363
99,826
47,136
1,132,559
159,230
maret 2007
1,243,140
25,587
11,746
1,204,106
47,144
juni 2007
1,372,784
51,026
24,317
1,416,325
94,791
september 2007
1,493,763
80,844
42,642
1,599,950
144,377
bNiuus-des07
1,799,247
113,747
56,943
1,800,996
202,936
maret 2008
2,015,270
33,578
14,296
2,046,680
65,412
juni 2008
2,622,925
74,721
27,870
2,688,422
151,377
september 2008
2,562,614
127,561
47,932
3,104,437
256,168
desember 2008
4,211,984
200,371
62,030
3,132,553
376,892
maret 2009
3,029,252
47,836
18,086
3,214,640
128,530
BJB Syariah
Periode DPK
BiayaTenaker
BiayaOpr
Pembiayaan
PendOpr
829,498
17,103
17,103
1,031,933
22,448
september 2010
1,063,613
21,077
39,536
1,419,780
77,053
desember 2010
1,321,758
34,987
66,193
1,618,185
129,006
maret 2011
1,149,232
18,075
30,194
1,609,946
58,464
juni 2011
1,394,144
32,703
57,838
1,563,659
116,102
september 2011
1,702,659
44,022
85,132
1,642,899
182,607
desember 2011
2,218,533
64,417
120,453
1,769,445
265,039
maret 2012
1,980,995
21,313
36,681
1,804,135
78,923
juni 2012
2,253,249
42,843
75,542
2,065,539
163,328
september 2012
2,365,563
60,033
110,283
2,450,093
251,192
desember 2012
3,362,073
78,073
147,563
2,960,606
370,923
maret 2013
3,580,309
23,585
43,517
3,072,345
124,125
juni 2010
99
BRI Syariah
Periode DPK
BiayaTenaker
BiayaOpr
Pembiayaan
PendOpr
desember 2008
42,217
116,101
68,022
1,077,116
217,897
maret 2009
595,622
22,438
15,010
986,893
62,201
juni 2009
721,645
55,119
35,419
1,322,411
132,520
september 2009
1,529,565
109,899
62,072
1,838,200
241,628
desember 2009
2,151,086
179,054
90,176
2,635,647
284,942
maret 2010
3,015,398
70,001
35,691
3,293,083
128,730
juni 2010
3,674,356
165,407
78,678
4,273,156
307,061 498,096
september 2010
4,861,164
286,213
136,042
4,996,432
desember 2010
5,762,952
455,838
189,999
5,555,929
734,301
maret 2011
5,960,427
136,383
61,620
5,774,681
236,340
juni 2011
6,577,958
289,164
143,301
6,109,186
490,779
september 2011
8,370,114
461,616
238,325
7,963,197
777,453
Periode
BNI Syariah DPK
BiayaTenaker
BiayaOpr
Pembiayaan
PendOpr
juni 2010
4,253,227
7,188
4,429
3,134,532
42,294
september 2010
4,902,567
72,847
38,107
3,252,704
223,241
desember 2010
5,131,610
169,559
77,280
3,558,484
447,913
maret 2011
5,041,153
64,478
29,046
3,858,179
225,773 436,744
juni 2011
5,319,279
163,568
81,229
4,493,001
september 2011
5,965,281
278,318
132,654
5,138,244
713,868
desember 2011
6,756,261
393,655
183,764
5,310,291
1,009,550
maret 2012
6,921,122
116,141
60,586
5,452,525
257,455
juni 2012
7,247,944
256,879
132,449
5,866,783
565,328 849,420
september 2012
8,165,205
400,633
190,724
6,590,292
desember 2012
8,980,035
673,953
317,073
7,631,994
1,259,539
maret 2013
10,683,235
184,528
95,371
8,477,888
377,954
100
Hasil Efisiensi Keseluruhan Nama Bank
Triwulan UUS BJB
UUS BRI
UUS BNI
BJB Sy
BRI Sy
BNI Sy
1
100
69.05
62.73
79.1
100
100
2
100
100
66.46
71.9
100
91.54
3
93.76
87.87
67.47
75.11
99.92
95.8
4
90.64
81.84
65.9
76.87
89.82
100
5
90.21
78.34
68.88
74.48
66.92
94.99
6
97.23
95.38
69.69
81.82
67.4
97.44
7
94.98
57.12
71.44
84.88
70.74
100
8
88.12
65.02
72.64
72.82
69
71.8
9
90.85
59.77
78.52
77.47
67.69
80.04
10
90.2
68.44
82.81
85.8
62.47
81.13
11
88.87
58.62
91.58
94.12
64.14
76.78
12
100
82.01
92.2
88.35
65.84
67.85
Rata-rata
93.74
75.29
74.2
80.23
76.99
88.11
Nilai Achive Bank sebelum Spin Off Triwulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 rata-rata
BJB UUS 100 100 93.8 90.6 90.2 97.2 95 88.1 90.8 90.2 88.9 100 93.73
DPK BRI UUS BNI UUS 69 62.7 100 66.5 87.9 67.5 81.8 65.9 78.3 68.9 95.4 69.7 57.1 71.4 65 72.6 59.8 78.5 68.4 82.8 58.6 91.6 82 92.2 75.27 74.19
rata-rata 77.23 88.83 83.07 79.43 79.13 87.43 74.5 75.23 76.37 80.47 79.7 91.4 81.06
101
Triwulan
Biaya Operasional BJB UUS
BRI UUS
BNI UUS
rata-rata
1
100
62.9
58.7
73.87
2
100
100
66.5
88.83
3
93.8
80.1
67.5
80.47
4
90.6
67.9
65.9
74.8
5
86
66.5
68.9
73.8
6
94
81.7
69.7
81.8
7
92.7
57.1
71.4
73.73
8
88.1
65
72.6
75.23
9
70.7
59.8
71.4
67.3
10
89.2
51.7
79.2
73.37
11
88.9
56.8
71.2
72.3
12
100
63.2
78
80.4
rata-rata
91.17
67.72
70.08
76.32
Triwulan BJB UUS
Biaya Tenaga Kerja BRI UUS BNI UUS
rata-rata
1
100
69
62.7
77.23
2
100
100
66.5
88.83
3
89.1
87.9
61
79.33
4
90.6
81.8
58.6
77
5
90.2
78.3
68.9
79.13
6
97.2
95.4
69.7
87.43
7
95
57.1
69.2
73.77
8
88.1
63.7
69.6
73.8
9
90.8
52.7
78.5
74
10
90.2
68.4
82.8
80.47
11
78.1
58.6
91.6
76.1
12
100
82
92.2
91.4
rata-rata
92.44
74.57
72.61
79.87
102
Triwulan
Pembiayaan BJB UUS
BRI UUS
BNI UUS
1
100
69
37.8
68.93
2
100
100
52.9
84.3
3
48
87.9
60.8
65.57
4
90.6
81.8
65.9
79.43
5
75.5
78.3
68.9
74.23
6
71.6
95.4
69.7
78.9
7
49.2
57.1
71.4
59.23
8
84.5
54.8
72.6
70.63
9
90.8
48
67.1
68.63
10
72.9
65.3
44.8
61
11
61.2
52.2
34.3
49.23
12
100
70
13.3
61.1
rat-rata
78.69
71.65
54.96
68.43
Triwulan
rata-rata
Pendapatan Operasional BJB UUS
BRI UUS
BNI UUS
rata-rata
1
100
69
62.7
77.23
2
100
100
66.5
88.83
3
93.8
60.5
67.5
73.93
4
90.6
74.6
65.9
77.03
5
90.2
78.3
68.9
79.13
6
97.2
92.9
69.7
86.6
7
95
57.1
71.4
74.5
8
88.1
65
70.1
74.4
9
90.8
59.8
78.5
76.37
10
90.2
68.4
82.8
80.47
11
88.9
58.6
91.6
79.7
12
100
82
92.2
91.4
rat-rata
93.73
72.18
73.98
79.97
103
Nilai Achive Bank Setelah Spin Off Triwulan
DPK BJB Sy
BRI Sy
BNI Sy
rata-rata
1
79.1
100
100
93.03
2
71.9
100
91.5
87.8
3
75.1
99.9
95.8
90.27
4
76.9
89.8
100
88.9
5
74.5
66.9
95
78.8
6
81.8
67.4
97.4
82.2
7
84.9
70.7
100
85.2
8
72.8
69
71.8
71.2
9
77.5
67.7
80
75.07
10
85.8
62.5
81.1
76.47
11
94.1
64.1
76.8
78.33
12
88.3
65.8
67.9
74
rata-rata
80.22
76.98
88.11
81.77
Triwulan
Biaya Operasional BJB Sy
BRI Sy
BNI Sy
rata-rata
1
79.1
100
100
93.03
2
71.9
100
91.5
87.8
3
75.1
99.9
95.8
90.27
4
76.9
89.8
100
88.9
5
74.5
66.9
95
78.8
6
81.8
67.4
97.4
82.2
7
84.9
70.7
100
85.2
8
72.8
69
71.8
71.2
9
77.5
67.7
80
75.07
10
85.8
62.5
81.1
76.47
11
94.1
64.1
76.8
78.33
12
88.3
65.8
67.9
74
rata-rata
80.22
76.98
88.11
81.77
104
Triwulan
Biaya Tenaga Kerja BJB Sy
BRI Sy
BNI Sy
rata-rata
1
31.9
100
100
77.3
2
71.9
100
86.9
86.27
3
75.1
72.2
95.8
81.03
4
51.3
72.1
100
74.467
5
74.5
59.3
95
76.27
6
81.8
53.4
97.4
77.53
7
78.4
70.7
100
83.03
8
52.4
69
58.6
60
9
77.5
67.7
80
75.07
10
85.8
56.2
81.1
74.37
11
94.1
64.1
72
76.73
12
70.9
65.8
55.4
64.03
rata-rata
70.47
70.87
85.18
75.51
Pembiayaan
Triwulan BJB Sy
BRI Sy
BNI Sy
rata-rata
1
79.1
100
100
93.03
2
71.9
100
79
83.63
3
75.1
99.9
75.6
83.53
4
76.9
89.8
100
88.9
5
74.5
66.9
94.6
78.67
6
81.8
67.4
97.4
82.2
7
83.6
70.7
100
84.77
8
72.8
69
71.8
71.2
9
77.5
45.8
80
67.77
10
85.8
62.5
81.1
76.47
11
80.1
64.1
67.2
70.47
12
88.3
65.8
67.9
74
rat-rata
78.95
75.16
84.55
79.56
105
Triwulan
Pendapatan Operasional BJB Sy
BRI Sy
BNI Sy
1
48.4
100
100
100
2
71.9
100
91.5
87.8
3
75.1
99.9
95.8
90.27
4
73.1
89.8
100
87.63
5
74.5
66.9
95
78.8
6
81.8
67.4
97.4
82.2
7
84.9
70.7
100
85.2
8
72.8
69
71.8
71.2
9
77.5
67.7
80
75.07
10
85.8
62.5
81.1
76.47
11
94.1
64.1
76.8
78.33
88.3 77.35
65.8 76.98
67.9 88.11
74 82.25
12 rat-rata
rata-rata
Tabel Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi input Triwulan
DPK
Biaya Operasional
Biaya Tenaga Kerja
rata-rata input
Pembiayaan
Pendapatan Operasional
rata-rata output
1
6.97
6.97
22.7
12.21
0
12.94
6.47
2
12.2
12.2
13.74
12.71
4.57
0
2.28
3
9.74
9.74
18.97
12.81
4.57
0
2.28
4
11.1
11.1
25.54
15.91
0
1.64
0.82
5
21.2
21.2
23.74
22.05
0.14
0
0.07
6
17.8
17.8
22.47
19.36
0
0
0
7
14.8
14.8
16.97
15.52
0.5
0
0.25
8
28.8
28.8
40
32.53
0
0
0
9
24,94
24,95
24.94
24.94
10.8
0
5.4
10
23.54
23.54
25.64
24.24
0
0
0
11
21.67
21.67
23.27
22.2
9.14
0
4.57
12
26
26
35.97
29.32
0
0
0
Rata-rata
17.62
17.62
24.49
20.32
2.47
1.21
1.84
106
Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi output Triwulan
DPK
Biaya Operasional
Biaya Tenaga Kerja
rata-rata input
Pembiayaan
Pendapatan Operasional
rata-rata output
1
0
0
19.9
6.63
6.97
0
3.48
2
0
0
1.7
0.57
16.37
12.2
14.28
3
0
0
9.23
3.08
16.47
9.73
13.1
4
0
0
17.7
5.9
11.1
12.37
11.73
5
0
0
3.77
1.26
21.33
21.2
21.26
6
0
0
6.9
2.3
17.8
17.8
17.8
7
0
0
2.57
0.86
15.23
14.8
15.01
8
0
0
15.5
5.17
28.8
28.8
28.8
9
0
0
0
0
32.23
24.93
28.58
10
0
0
3.33
1.11
23.53
23.53
23.53
11
0
0
2.1
0.7
29.53
21.67
25.6
12
0
0
12.7
4.23
26
26
26
Rata-rata
0
0
7.95
2.65
20.45
17.75
19.1
107