Akta Kimindo Vol. 3 No. 1 Oktober 2007: 43-48
Akta Kimindo Vol. 3 No. 1 Oktober 2007 : 43 - 48
AKTA KIMIA
INDONESIA
Analisis Termal Dan Studi Transformasi Fase Sistem Badan Keramik Lempung Batu Kumbung Lombok, Feldspar ‡ Wirman Kasmayadi1 dan Irmina Kris Murwani1,* 1Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih, Surabaya 60111
ABSTRAK Telah dilakukan identifikasi transformasi fase dan analisis termal sistem badan keramik lempungbatu kumbung lombok-feldspar sebagai langkah awal kajian pembuatan keramik porselin dengan memanfaatkan sumber daya lokal pulau Lombok. Badan keramik yang terbentuk dikarakterisasi dengan X-ray diffraction dan DTA/TGA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi transformasi fase terhadap pengaruh suhu dengan teknik difraksi sinar-X menunjukkan telah terjadi reaksi-reaksi penting yang berperan dalam mengubah campuran badan keramik yang rapuh menjadi massa yang padat, keras dan kuat yaitu reaksi dehidroksilasi kaolinit, dekomposisi kalsit dan anorthit. Hasil ini juga didukung oleh hasil analisis termal dengan teknik DTA/TGA yang menunjukkan telah terjadi transisi fasa pada suhu sekitar 505,65°C (dehidroksilasi kaolinit); 565,83°C (inversi kuarsa); 934,39°C (pembentukan mullite dan atau γ-alumina) dan 1097,63°C (dekomposisi anorthit). Sedangkan suhu sintering untuk pembakaran badan keramik minimal pada 934oC. Kata kunci : - Badan keramik, transformasi fase, sifat termal, dan suhu sintering. ABSTRACT Thermal analyses and identification of transformation phase toward clay-pumice-feldspar of ceramic body system have been studied as a preliminary stage of porcelain ceramic production using a local resources of Lombok. The ceramic body system consists of Plambik village clay, Lombok pumice, and feldspar was characterized by X-ray diffraction, and DTA/TGA. The result showed that the important reactions, dehidroxilation caolinite, calcite and anorthite decomposition, happened to change the decay ceramic body mixture into a hard, strong and massive mass. The result was also supported by thermal analyses using DTA/TGA technique which showed that phase transition occurred at 505.65°C (dehidroxilation caolinite); 565.83°C (quartz inversion); 934.39°C (mullite and or γ-alumina) and 1097.63°C (anorthite decomposition). Meanwhile, a minimum sintering temperature for ceramic body was at 934°C. Keywords : - Ceramic body, transformation phase, thermal properties and sintering temperature. PENDAHULUAN Perkembangan industri bahan bangunan membutuhkan penyediaan bahan bangunan alternatif yang lebih unggul dan harga lebih murah dari pada bahan bangunan konvensional, antara lain keramik tile. Pada masa sekarang dibutuhkan keramik alternatif yang lebih kuat, lebih tahan lama serta relatif lebih murah. ‡
Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia IX, di Surabaya 24 Juli 2007 * Corresponding author, Cellphone : 08563116179, e-mail :
[email protected]
© Kimia ITS – HKI Jatim
Keramik tile dapat menjadi salah satu produk bahan bangunan ekonomis di pulau Lombok apabila dapat diproduksi di tempat dan dari bahan lokal, mengingat produk keramik tile belum dikembangkan, serta kebutuhan terhadap produk bangunan ini sangat tinggi, bahkan selama ini kekurangan keramik di pulau lombok dipenuhi melalui impor dari pulau Bali. Oleh karena bahan mineral industri sangat melimpah, maka di pulau Lombok sangat potensial untuk di kembangkan produk keramik sebagai salah satu produk alternatif berbasis sumber daya lokal dan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan potensi wilayah agar memiliki nilai ekonomi lebih 43
Kasmayadi dan Murwani - Analisis Termal Dan Studi Transformasi Fase Sistem Badan Keramik Lempung Batu Kumbung Lombok, Feldspar
tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kombinasi bahan-bahan pembangun badan keramik sangat menentukan karakteristik badan keramik yang dihasilkan, karena masingmasing bahan pembangun tersebut mempunyai sifat fisika dan kimia yang spesifik. Sifat penting produk keramik bergantung pada karakter kimia, fisika, dan mineralogi dari semua bahan baku, seperti komposisi kimia, ukuran partikel, impuriti dan lain-lain. Oleh karena itu studi awal terhadap karakter badan keramik dengan memanfaatkan bahan baku lokal pulau Lombok perlu dilakukan. Studi terhadap proses transformasi fase dan sifat termal pada berbagai suhu pembakaran badan keramik dengan memanfaatkan data difraksi sinar-X dan termogram DTA/TGA perlu dipelajari untuk mengetahui proses yang menyebabkan campuran badan keramik yang rapuh menjadi massa yang padat, keras dan kuat. Selain itu, analisis ini juga sangat penting untuk mengetahui suhu sintering minimum untuk pembakaran badan keramik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari transformasi fase dan sifat termal sistem badan keramik lempung, batu kumbung dan feldspar sebagai langkah awal kajian pembuatan keramik dengan memanfaatkan bahan lokal dari pulau Lombok. Pada makalah ini akan dibahas secara lengkap proses transformasi fase badan keramik sebagai fungsi suhu pembakaran (600-1200°C). Transformasi fase ulang terjadi diamati menggunakan teknik difraksi sinar-X dan teknik DTA/TGA. METODOLOGI Bahan yang digunakan adalah lempung desa Plambik, batu kumbung, feldspar, dan air
44
(pelarut/pensuspensi). Ukuran semua bahan 80120 mesh. Bahan baku dianalisis lebih dahulu dengan metode spektroskopi serapan atom (Shimadzu) dan X-Ray Diffraction untuk mengetahui komposisi unsur dan jenis mineral dalam bahan. Proses preparasi terbagi dalam tiga tahapan yaitu, proses pengurangan ukuran (size reduction) dan proses pencampuran (mixing) bahan baku. Proses reduksi ukuran dilakukan terhadap bahan baku lempung, batu kumbung, dan feldspar secara individual dengan rangkaian perlakuan melalui tahapan penghancuran (crashing), pengeringan (drying), penggerusan (milling), pengayakan (sieving) dan pemisahan (classifying). Hasil akhir yang diperoleh pada tahap ini adalah bubuk (powder) bahan baku yang lolos saringan 80 mesh dengan kondisi relatif kering. Dibuat 15 komposisi lempung-batu kumbung-feldspar sebagai bahan uji. Pada masing-masing komposisi yang dibuat ditambahkan air sampai mencapai kondisi plastis. Kemudian ubin dengan ukuran 7x3x1 cm dibuat sebanyak 30 batang untuk setiap komposisi dan dikeringkan. Pengeringan dilakukan di atas rak pengering pada suhu kamar. Badan keramik kering dibakar sampai suhu sintering dengan Techno Kiln. Suhu sintering ditentukan dengan Differential Thermal Analysis/ ThermographyAnalysis-DTA/TGA (Setaram Setsys1750). Pengamatan terhadap transformasi unsur/mineral dilakukan dengan analisis XRD badan keramik pada pembakaran 600oC, 1000oC, 1100 oC dan 1200 oC.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 3 No. 1 Oktober 2007: 43-48
Q z cps Q z An+BaC a Q zAn a Q Q zC A l Q z Q z z KaQ Ka Ka il z Q z
Intensitas
d)
© Kimia ITS – HKI Jatim
An C a An z Al Q Q z KAlSi An
c) BaC a H bt
45
Kasmayadi dan Murwani - Analisis Termal Dan Studi Transformasi Fase Sistem Badan Keramik Lempung Batu Kumbung Lombok, Feldspar
Gambar 1 : Pola Difraksi Sinar X dari Bahan Baku Keramik a) Lempung; b) Batu kumbung; c) Feldspar; dan d) Gabungan Bahan Baku Mentah 0
0 ,5
-2
0 ,0
-4
Δ m 1= - 0 ,7 %
-6
Hilang Berat,%
1 0 9 7 ,6 3
9 3 4 ,3 0
- 1 ,0
-8
5 6 3 ,8 5 5 0 5 ,6 5
- 1 ,5
-1 0 -1 2
- 2 ,0 -1 4
Δ m 2= - 3 ,2 6 %
- 2 ,5
DTA -1 6
Heat Flow (μV)
- 0 ,5
-1 8
- 3 ,0
-2 0
- 3 ,5
-2 2 - 4 ,0
TGA
-2 4
- 4 ,5 0
200
400
600
800
1000
-2 6 1400
1200
o
Suhu, ( C )
Gambar 2 : Kurva Termogram DTA/TGA Sampel Badan Keramik Sistem Lempung Batu kumbung dan Feldspar (L-BK-F) HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku Hasil identifikasi mineral-mineral dengan teknik X-Ray Diffraction (XRD) terdapat pada Gambar 1. Puncak-puncak yang muncul pada difraktogram sesuai dengan database JCPDS tahun 2001 menunjukkan bahwa di dalam lempung terdapat mineral-mineral Illit [Kx(Al,Mg)4(Si,Al)8O20(OH)4.nH2O, dengan x<1], kuarsa (SiO2), dan kaolinit (Al2O3.2SiO2.2H2O). Sedangkan dalam batu kumbung terdapat mineral baitokalsit (BaCa(CO3)2), kalium feldspar [K(AlSi3O8)], hidrobiotit (KMgAlSi) dan hematit (Fe2O3). Di samping itu, bahan feldspar mengandung mineral-mineral kelompok feldspar plagioklas seperti kalsit (CaCO3), anorthit (CaO.Al2O8.2SiO2), Albit (Na2O.Al2O8.6SiO2), kalium aluminium silika (KAlSi), dan kuarsa (SiO2). Pada Gambar 1 ditunjukkan pola difraksi sinar X dari bahan baku (lempung desa Plambik, batu kumbung dan feldspar) dan gabungan bahan baku mentah badan keramik. Difraktogram sinar X perpaduan ketiga bahan baku yang merupakan badan keramik mentah (matrik E) teridentifikasi mineral kaolinit (Ka), Albit (Al), anorthit (An), Illit (il), kuarsa (Qz), dan kalsit (Ca). Analisis Termal Dilakukan analisis termal terhadap sampel badan keramik dengan komposisi 42,85% lempung, dan masing-masing 28,57% batu kumbung dan feldspar untuk mengetahui reaksireaksi yang terjadi selama pembakaran dan mengetahui suhu sintering. Kurva termogram
46
DTA/TGA sampel sistem badan keramik disajikan pada Gambar 2. Kurva DTA pada Gambar 2 teridentifikasi 4 puncak, yaitu 2 puncak endotermis dan 2 puncak eksotermis. Pada kurva DTA ini tidak terdeteksi puncak endotermis yang berhubungan dengan penghilangan air fisis dan oksidasi impuriti senyawaan organik, tetapi indikasi terjadinya reaksi ini terlihat pada termogram TGA dengan adanya hilang berat (Δm1= -0,7 %) yang signifikan. Puncak endotermis (1) pada 505,65oC (Δm2= -3,26%) memberikan informasi yang berkaitan dengan reaksi dehidroksilasi berupa hilangnya gugus hidroksil atau molekul air yang terserap pada kisi-kisi kristal dari mineral lempung kaolin menuju pembentukan metakaolin. Persamaan reaksinya: Al2O3.2SiO2.2H2O
Al2O3.2SiO2 + 2H2O↑
Metakaolin merupakan senyawa antara menuju senyawa berikutnya (mullite). Diketahui dari hasil penelitian sebelumnya, bahwa reaksi dehidroksilasi ini dapat belangsung pada kisaran suhu 500–900oC (Grim, 1962), tetapi sumber lain (Schieltz dan Soliman, 1953) menyebutkan pada suhu 500–600oC. Sedangkan hasil penelitian pada beberapa lempung di Indonesia (Bojonegoro, Singkawang) menunjukkan dehidroksolasi terjadi pada 500–550oC (Rohmat,dkk, 2006). Puncak endotermis (2) pada 563,85oC berhubungan dengan inversi kuarsa dari struktur α-kuarsa menjadi β-kuarsa yang meliputi pengaturan kembali tetrahedral SiO4. Hal ini disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yaitu efek © Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 3 No. 1 Oktober 2007: 43-48
suhu 600oC, terlihat puncak kaolinit (*) menghilang, dan dikonfirmasi dengan termogram DTA/TG pada gambar 2, maka transformasi ini berkaitan dengan reaksi dehidroksilasi kaolinit. Reaksi dehidroksilasi ini disertai dengan penataan ulang aluminium pada kaolin yang semula oktahedral menjadi sebagian besar tetrahedral pada metakaolin sebagai hasil reaksi (Carty dan Senapati, 1998). Struktur metakaolin masih kontroversi (Brindley dan Nakahira, 1959; Mac Kenzie dkk, 1985), mengingat senyawa ini merupakan senyawa antara yang kurang stabil. Pada suhu 600oC tidak terdeteksi adanya puncak kaolinit, sehingga dapat dikatakan reaksi dehiroksilasi telah sempurna demikian juga dengan reaksi di atas 600 oC (Gambar 3). Sedangkan transformasi yang lain tidak begitu terlihat, hanya beberapa puncak mengalami penurunan intensitas seperti puncak albit (Al), anorthit (An) dan kalsit (Ca) (tanda panah pada Gambar 3 suhu 600 oC). Pada suhu 1000oC terjadi pengurangan intensitas yang sangat signifikan dari puncak anorthit (An) (tanda panah pada suhu 1000oC). Sedangkan transformasi fasa yang cukup signifikan ditunjukkan oleh hilangnya puncak albit (2θ=13,70o) dan kalsit (2θ=41,94°) (tanda ф pada Gambar 3). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu (Boynton,1980 dalam Cultrone, et.al, 2001), bahwa penguraian kalsit terjadi pada suhu (830-870oC), sehingga pada sampel E ini kemungkinan telah terjadi dekomposisi termal kalsit (Ca) membentuk kalsium oksida (CaO) dan gas CO2. Reaksi yang mungkin dan berkaitan adalah:
kimia berupa sifat larutan padat dan efek fisik berupa efek pembentukan gelas dengan adanya impuriti (Deer, W.A at al., 1962). Sedangkan puncak eksotermis (3) pada 934,30oC memberikan informasi terjadinya pembentukan fasa kristalin dari metakaolin, dimana pada reaksi ini ada beberapa pendapat yang mengemukan: (1) pembentukan γ-alumina dan (2) pembentukan mullite (Richardson et.al. dalam Grim, 1962). Mullit merupakan senyawa yang sangat stabil, sehingga dapat dikatakan pembentukan mullite ini merupakan tujuan dari pembakaran keramik, karena dengan adanya mullite ini, sifat-sifat keramik yang keras, kompak, dan padat mulai terbentuk. Puncak ini memberikan informasi lebih lanjut tentang terjadinya proses sintering. Oleh karena itu berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat diketahui untuk badan keramik minimal dibakar pada 934oC. Puncak (4) pada 1097,63oC berkaitan dengan reaksi dekomposisi feldspar. Fenomena ini bersesuaian dengan laporan Senapati, et al. (1998) bahwa reaksi peleburan feldspar pada ~1050°C dan Iqbal at al. (2000) melaporkan titik lebur feldspar pada ~1100°C. Transformasi Fase Pada Kenaikan suhu Pembakaran. Transformasi fase ini diamati untuk mempelajari transformasi yang terjadi selama matriks keramik dibakar pada suhu tertentu. Pengamatan dilakukan dengan XRD. Suhu yang diamati yaitu: 600oC, 900oC, dan 1000oC. Gambar 3 menunjukkan difraktogram matriks E pada 30oC (mentah), 600oC, 1000oC, 1100oC dan1200oC. Matriks E dipilih karena matriks E dianggap mewakili sistem yang diteliti. Pada Gambar 3 teridentifikasi adanya transformasi fase yang bertahap dan sistematik dari puncak-puncak difraksi sinar X selama peningkatan suhu pembakaran. Sampai pada
ΔH
CaCO3
CaO + CO2↑
cp s o
1 20 0 C
Intensitas
#
# o
11 00 C φ
φ o
10 00 C
∗
∗
∗ Q z
K a
K a
A l
Q z
Q z Q z il
o
60 0 C
A n+ B a C a
C a Q z
Q z
A n
Q z
K a
Q z
Q z
m e n ta h o
(3 0 C )
1 0
20
30
4 0
2 θ (
© Kimia ITS – HKI Jatim
5 0 o
6 0
7 0
80
)
47
Kasmayadi dan Murwani - Analisis Termal Dan Studi Transformasi Fase Sistem Badan Keramik Lempung Batu Kumbung Lombok, Feldspar
Gambar 3. Pola Difraksi Sinar-X Transformasi Fase Badan Keramik sebagai Efek Suhu Pembakaran
Pada suhu 11000C puncak anorthit sudah tidak terlihat lagi (tanda # pada Gambar 3). Hal ini dapat dikonfirmasikan dengan kurva termogram DTA/TGA pada Gambar 2 yang menunjukkan bahwa suhu 1097oC merupakan titik lebur feldspar. Hal ini menandakan bahwa feldspar telah mengalami dekomposisi dengan sempurna sesuai laporan Iqbal at al. (2000) bahwa titik lebur feldspar pada ~1100°C. Difraktogram sinar X pada suhu pembakaran 1100oC dan 1200oC tidak terlihat perbedaan puncak-puncak yang signifikan, sehingga berdasarkan pada pengamatan tersebut dipilih suhu 1100oC sebagai suhu pembakaran benda keramik sistem lempung–batu kumbung Lombok–feldspar, dimana pertimbangan waktu untuk mencapai suhu tersebut lebih singkat dibandingkan suhu 1200oC, juga dapat mereduksi energi yang diperlukan untuk pembakaran. Dari pembahasan transformasi fasa dalam pembentukan keramik melalui peningkatan suhu pembakaran, maka telah dilalui reaksi-reaksi penting yaitu dehidroksilasi kaolinit, dekomposisi kalsit, serta dekomposisi anortit [Ca(Al2Si2O8)] yang ditunjukkan oleh meleburnya feldspar. Ketiga reaksi ini berperan dalam mengubah campuran badan keramik yang rapuh menjadi massa yang padat, keras dan kuat. KESIMPULAN Hasil Identifikasi transformasi fase terhadap pengaruh suhu menunjukkan telah terjadi reaksi dehidroksilasi kaolinit, dekomposisi kalsit dan anorthit yang berperan dalam mengubah campuran badan keramik yang rapuh menjadi massa yang padat, keras dan kuat. Hasil ini juga didukung oleh hasil analisis termal yang menunjukkan telah terjadi transisi fasa pada suhu sekitar 505,65°C (dehidroksilasi kaolinit); 565,83°C (inversi kuarsa); 934,39°C (pembentukan mullite dan atau γ-alumina) dan 1097,63°C (dekomposisi anorthit). Sedangkan suhu sintering untuk pembakaran badan keramik minimal pada 934oC.
Haloysite”, in Applied Clay Mineralogy, ed. Grim R.E., McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. hal. 98-102. Brindley, G.W., and Nakahira, M., 1959,” The Kaolinite and Mullite Reaction Series II: Metakaolin”, J .Am. Ceram. Soc., Vol. 42, No. 7, hal. 311-314 Carty, W.M., and Senapati, U., 1998,” PorceleinRaw Materials, Procesing, Phase Evolution, and Mechanical Behavior”, J. Am. Ceram. Soc., Vol. 81, No. 1, hal. 3-20. Cultrone, G., Navarro, C. R., Sebastian, E., Cazlla, O., and De La Torre, M., 2001,” Carbonate and Slicate Phase Reacions During Ceramic Firing”, Eur. J. Mineral., Vol. 13, hal. 621634. Deer, W.A., Howie, R.A., and Zussman, J., 1962,” Rock Forming Minerals”, Longman, London, Sheet Silicates, Vol. 3, hal. 191-242. Grim, R.E., and Bradley, W.F., 1940,”Investigation of the Effect of Heat on the Clay Minerals Illite and Montmorillonite”, J. Am. Ceram. Soc., Vol. 23, hal. 242-248. Grim, R.E., 1962, Applied Clay Mineralogy, McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. Grimshaw, R.W., Heaton, E., and Roberts, A.L., 1945,” Constitution of Refractory Clays II, Thermal Analysis Methods”, Trans. Brit. Ceram.Soc., Vol. 44, hal. 76-92. Iqbal, Y., and Lee, W.E., 2000,” Microstructural Evolution in Triaxial Porcelain”, J. Am. Ceram. Soc., Vol. 83, No. 12, hal. 3121-3127. Monteiro, S.N, Viera M.F., dan Carvalho, E.A., 2005,” Technological Behavior of Red Ceramics Incorporated with Brick Waste”, Revista Materia, Vol. 10, No.4, hal. 537542. PDF Joint Committee, 2001, database PCPPDFWIN, New York. Sulistya, R., Hartanto Dj., Murwani, Irmina K., 2006,” Karakterisasi dan Studi Sebaran Kobalt Sistem Bandan Keramik Lempung Bojonegoro – Feldspar – Kuarsa”, Indo.J. Chem., Vol. 6, No. 2, hal. 138-143.
DAFTAR PUSTAKA Brindley, G.W., and Nakahira, M., 1957, ” Kinetics of Dehydroxylation of Kaolinite and
48
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 3 No. 1 Oktober 2007: 43-48
© Kimia ITS – HKI Jatim
49