PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (0, 10 DAN 15 wt%) TERHADAP KARAKTERISTIK TERMAL (DTA-TGA) DAN KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN KERAMIK CORDIERITE BERBASIS SILIKA SEKAM PADI (Skripsi)
Oleh: Nesya Tamalia
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK
PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (0, 10, DAN 15 WT%) TERHADAP KARAKTERISTIK TERMAL (DTA-TGA) DAN KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN KERAMIK CORDIERITE BERBASIS SILIKA SEKAM PADI
Oleh
Nesya Tamalia
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan alumina terhadap karakteristik termal (DTA-TGA) dan konduktivitas termal. Silika diperoleh dari sekam padi melalui metode sol-gel, sedangkan alumina dan magnesium berasal dari Sigma-Aldrich. Cordierite disintesis melalui metode padatan dengan suhu sintering 1200oC. Hasil Pengukuran menunjukan bahwa karakterisasi dengan Differensial Thermal Analysis (DTA) pada sampel C0 menunjukkan adanya puncak eksoterm di suhu 694oC dan C10 di suhu 649,9 oC, yang menandakan terbentuknya fasa christobalite dari sekam padi dan fasa spinel. Hasil konduktivitas termal C10 cukup tinggi, yaitu 12,97 W/mK disebabkan sampel sudah mulai homogen. Kata kunci: Alumina, cordierite, DTA-TGA, konduktivitas termal, dan sekam padi.
i
ABSTRACT
THE EFFECT OF ALUMINA (Al2O3) 0, 10, AND 15 WT% ON TERMAL CARACTERISTIC (DTA-TGA) AND THERMAL CONDUCTIVITY OF CORDIERITE BASED SILICA FROM RICE HUSK
By
Nesya Tamalia This study was carried out to investigate the effect of alumina on the physical characteristics, microstructure, and electrical conductivity of cordierite. Silica obtained from rice husk through sol-gel method, while alumina and magnesium were obtained from Sigma-Aldrich. Cordierite was synthesized by the solid state method and sintered at 1200°C. The measurement results revealed that the addition of alumina on cordierite reduced density and increased porosity. The Differensial Thermal Analysis (DTA) at 694oC for C0 and 649,9oC for C10 showed that there is cristobalite phase of rice husk and spinel phase has also been established. The results of the thermal conductivity C10 is high at 12.97 W/mK because a sample is homogeneous. Keywords: Alumina, cordierite, DTA-TGA, rice husk, and thermal conduktivity.
ii
PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (0, 10 DAN 15 WT%) TERHADAP KARAKTERISTIK TERMAL (DTA-TGA) DAN KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN KERAMIK CORDIERITE BERBASIS SILIKA SEKAM PADI
Oleh
NESYA TAMALIA
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS Pada Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kerang, Lampung Barat pada tanggal 11 Juni 1992, anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak
Muis S.Pd dan
Ibu Husnah S.Pd. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SDN 2 Kota Besi pada 2005, MTsN 1 Liwa pada 2008 dan SMAN 1 Liwa, Lampung Barat pada 2011.
Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur undangan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di kegiatan kampus antara lain sebagai Garuda BEM FMIPA Unila 2011/2013, anggota Bidang Masyarakat BEM FMIPA Unila 2012/2013, anggota Bidang Keputrian ROIS FMIPA Unila pada 2012/2013, anggota Bidang Kaderisasi Himafi FMIPA Unila pada 2012/2013. Penulis juga pernah menjadi asisten Fisika Dasar pada 2013/2014 dan 2014/2015, asisten Komposit 2014/2015 dan asisten Sol Gel 2015/2016. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di UPT. Balai Pengolahan Mineral Lampung (BPML). Penulis melakukan KKN di Tulang Bawang Barat tepatnya di KecamatanWay Kenanga Tiyuh Indraloka II. Selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penambahan Alumina (0, 10 dan 15 wt%) terhadap Karakteristik Termal (DTA-TGA)
vii
dan Konduktivitas Termal Bahan Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi” sebagai tugas akhir di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
viii
MOTTO
“Hidup Adalah Menikmati Kehidupan” “Time is Life”
ix
Kuniatkan Karya Kecilku Ini Karena ALLAH SWT
Aku Persembahkan Karya Ini Untuk: Kedua Orang Tua dan Keluarga, yang Selalu Mendo’akan dan Mendukungku
Dosenku, yang Mengajarkan Banyak Ilmu, Mendidik dan Membimbingku
Sahabat dan Teman Seperjuangku
Almamater Tercinta. “Universitas Lampung”
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Penambahan
Alumina
(0,
10
dan
15 wt%)
terhadap
Karakteristik Termal (DTA-TGA) dan Konduktivitas Termal Bahan Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 dan juga melatih mahasiswa untuk berpikir cerdas dan kreatif dalam menulis karya ilmiah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.
Bandar Lampung,
Agustus 2016
Penulis,
Nesya Tamalia
xi
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas kuasa-Nya penulis masih diberikan kesempatan untuk mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini, terutama kepada: 1.
Kedua orang tuaku Bapak Muis S.Pd. dan Ibu Husnah S.Pd. serta adik-adikku Roby Yunata S.AP dan Aqila Nadine Azzahra yang tiada henti memberiku semangat dan doa.
2.
Bapak Prof. Simon Sembiring, Ph.D., sebagai Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan serta nasehat dalam menyelesaikan tugas akhir.
3.
Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D., sebagai Pembimbing II yang senantiasa
memberikan
masukan-masukan
serta
nasehat
dalam
menyelesaikan tugas akhir. 4.
Ibu Suprihatin, S.Si., M.Si.,
sebagai Penguji
yang telah mengoreksi
kekurangan, kritik dan saran selama penulisan skripsi. 5.
Bapak Prof. Posman Manurung, Ph.D sebagai Pembimbing Akademik, yang telah memberikan bimbingan serta nasehat dari awal perkuliahan sampai menyelesaikan tugas khir.
6.
Ibu Dr. Yanti Yuliati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan
xii
Alam
Universitas
Lampung.
7.
Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8.
Para dosen serta karyawan di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
9.
Yosef Saputra yang selalu memberikan dukungannya dan teman sepermainan Melisa Aristi, Citra Dewi, Era Septasari, Desi Susanti dan Fitria Yuliza yang selalu bisa menghiburku.
10. Teman-teman satu team: Shella, Nindy, Umi, Dita, dan Nur yang telah membantu dan menjadi teman diskusi yang baik. 11. Teman–teman Jurusan Fisika 2011 serta kakak – kakak dan adik – adik tingkat
yang
membantu
dan
memberikan
semangat
dalam
proses
menyelesaikan tugas akhir. 12. Teman-teman KKN Indraloka II (Tubaba) Putri, Dera, Yoga, Fery, Hanif dan Nico. Terimakasih untuk setiap pelajaran hidup. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta memberkahi hidup kita. Amin.
Bandar Lampung,
Agustus 2016
Penulis,
Nesya Tamalia
xiii
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ..................................................................................................... i ABSTRACT ................................................................................................... ii HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v PERNYATAAN ............................................................................................. vi RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii MOTTO .......................................................................................................... ix PERSEMBAHAN ........................................................................................... x KATA PENGANTAR ................................................................................... xi SANWANCANA ........................................................................................... xii DAFTAR ISI .................................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii I. PENDAHULUAN A. Latar belakang ........................................................................................... B. Rumusan masalah...................................................................................... C. Tujuan penelitan ........................................................................................ D. Batasan masalah ........................................................................................ E. Manfaat penelitian ..................................................................................... F. Sistematika penulisan ................................................................................
1 3 3 4 4 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keramik cordierite .................................................................................... 1. Mineral cordierite ................................................................................. 2. Karakteristik cordierite......................................................................... 3. Pembentukan Kristal cordieirite ........................................................... 4. Aplikasi cordierite ................................................................................ B. Alumina ..................................................................................................... 1. Karakteristik alumina ........................................................................... 2. Sumber alumina .................................................................................... 3. Struktur alumina ...................................................................................
6 6 6 7 8 9 9 10 10
xiv
4. Aplikasi alumina ................................................................................... C. Paduan cordierite-alumina ........................................................................ D. Sekam padi ................................................................................................ E. Silika ......................................................................................................... 1. Definisi silika ........................................................................................ 2. Klasifikasi ............................................................................................ F. Ekstraksi silika sekam padi ....................................................................... G. Metode sol-gel ........................................................................................... H. Proses sintering ......................................................................................... I. Karakterisasi material keramik ................................................................. 1. Konduktivitas Termal ........................................................................... 2. Thermal Gravimetry Analysis (TGA) ................................................... 3. Differential Thermal Analysis (DTA)...................................................
11 11 12 13 13 14 17 18 19 20 20 21 22
III. Metode penelitian A. Waktu dan tempat penelitian ..................................................................... B. Bahan dan alat penelitian .......................................................................... C. Prosedur penelitian .................................................................................... 1. Preparasi sampel.................................................................................. 2. Karakterisasi sampel ........................................................................... 3. Diagram alir ........................................................................................
23 23 24 24 27 29
IV. Hasil dan Pembahasan A. Pengantar .................................................................................................. 33 B. Hasil Ekstraksi Sekam Padi ..................................................................... 33 C. Hasil Paduan Cordierite-Alumina ............................................................ 35 D. Karakterisasi .............................................................................................. 37 1. Analisis Termal DTA Cordierite dengan Penambahan Alumina 0, 10 dan 15 wt% ......................................................................................... 37 2. Analisis Konduktivitas Termal pada Cordierite dengan Penambahan Alumina 0, 10 dan 15 wt% ................................................................. 39 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................................. 42 B. Saran ....................................................................................................... 42 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xv
DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Struktur silika tetrahedral .................................................................. 15 Gambar 2. Skematik heat flux menggunakan DSC ............................................. 28 Gambar 3. Diagram alir pembuatan bubuk silika ................................................. 29 Gambar 4. Diagram alir pembuatan bubuk cordierite ......................................... 30 Gambar 5. Diagram alir pembuatan bubuk paduan cordierite-alumina .............. 31 Gambar 6. Diagram alir pembuatan dan karakterisasi sampel cordierite dengan penambahan alumina .......................................................................... 32 Gambar 7. Proses pemanasan sekam padi dengan larutan KOH 5% .................. 34 Gambar 8. Gel silika sebelum dicuci (a) gel silika setelah dicuci (b) ................. 34 Gambar 9. Silika padat (a) Bubuk silika (b) ........................................................ 35 Gambar 10. Bubuk paduan cordierite-alumina ................................................... 36 Gambar 11. Sampel setelah disintering ............................................................... 36 Gambar 12. Analisis termal DTA keramik cordierite paduan alumina 0% (a), 10%(b), dan 15%(c). ......................................................................... 37 Gambar 13. Grafik perbedaan TGA pada cordierite dengan penambahan alumina 0% (a), 10%(b), dan 15%(c). .......................................................... 37 Gambar 14. Grafik konduktivitas termal terhadap variasi alumina 0,10 dan 15 wt% ............................................................................................. 40
xvi
DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Karakteristik cordierite ....................................................................................
7
Tabel 2. Karakteristik alumina .......................................................................................
9
Tabel 3. Transformasi fase - Al2O3 ke fase - Al2O3 .................................................. 10 Tabel 4. Komposisi Kimia Sekam Padi ......................................................................... 13 Tabel 5. Karakteristik amorph silika ............................................................................. 14 Tabel 6. Bentuk Kristal utama silika ............................................................................. 16 Tabel 7. Komposisi massa campuran cordierite dan alumina ......................................... 35 Tabel 8. Hasil analisis DTA-TGA cordierite terhadap variasi alumina........................... 38
xvii
1
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keramik refraktori merupakan bahan padat anorganik bukan logam yang sukar meleleh pada suhu tinggi sehingga digunakan pada industri temperatur tinggi sebagai material batu tahan api. Salah satu yang dikenal sebagai bahan refraktori adalah cordierite (2MgO. 2Al2O3. 5SiO2) yang tersusun dari magnesium oksida, aluminium oksida, dan silika. Berdasarkan penelitian sebelumnya, cordierite terbentuk pada suhu 1300°C-1400°C melalui ekstraksi sol-gel (Nozhat et al, 2013) dan dengan metode padatan (solid state) cordierite terbentuk pada suhu 1050°C-1400°C (Shukur, 2015). Sumber bahan oksida-oksida pembentuk cordierite cukup melimpah dialam seperti sumber MgO dapat diperoleh dari dolomite, MgCl2 dan MgSiO2, Al2O3 didapat dari tanah koalin, dan coal fly ash. Sedangkan SiO2 dapat diperoleh dari fumed silica dan sekam padi. Pada penelitan ini, keramik cordierite akan dipadukan dengan alumina untuk mengetahui sifat termal dan konduktivitas termal keramik cordierite-alumina.
Cordierite dipadukan dengan alumina karena alumina memiliki ketahanan suhu yang tinggi, memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik, dan ketahanan panas yang tinggi. Namun alumina memiliki ekspansi termal yang cukup tinggi yaitu 6,3x10-6/oC (Sebayang et al, 2007) dan konduktivitas termal yang tinggi 30 W/m.K (Hwangyoo et al, 2007). Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan
2
Margussian ( 2009) hasil DTA menunjukkan bahwa pada suhu 980 C µ-cordierite mulai terbentuk, tetapi menurut penelitian Piinero et al, (1992), pada suhu 850980°C, terdapat fasa μ-cordierite (hexagonal) dengan sifat metastabil pada suhu rendah, dan fase α-cordierite (orthorhombic) pada suhu 980-1465°C dengan sifat stabil pada suhu tinggi. Sedangkan menurut penelitian Smart et al (1976) paduan cordierite dengan α-alumina setara dengan paduan mullite-spinel yang sifatnya reversibel tetapi reaksinya lambat.
Pembentukan sifat cordierite dipengaruhi oleh bahan baku silika dan suhu sintering. Berdasarkan penelitian sebelumnya bahan baku fumes silica, untuk menghasilkan cordierite membutuhkan suhu sintering 1350°C (Ewais, 2009), sedangkan sumber silika dari sekam padi, cordierite terbentuk pada suhu 1200 °C (Quadratun, 2014). Hal inilah yang mendasari penggunaaan sumber silika dari sekam padi pada penelitian ini, selain mudah didapatkan karena cukup melimpah, proses ekstraksi silika dari sekam padi juga sederhana. Dengan menggunakan metode sol-gel, silika diperoleh dengan penambahan larutan (KOH), hasil tertinggi silika yang didapat dari ekstraksi sekam padi yaitu dengan menggunakan 5% KOH pada ekstraksi 60 menit (Sembiring, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi Termal (DTA-TGA) dan konduktivitas termal dari bahan keramik cordierite berbasis silika sekam padi yang dipadukan dengan alumina (Al2O3) pada suhu sintering 1200°C. Metode yang akan digunakan adalah metode reaksi padatan (Solid-State Reaction).
3
Dua jenis teknik analisa termal yang utama adalah analisa termogravimetrik (TGA), yang secara otomatis merekam perubahan berat sampel sebagai fungsi dari suhu maupun waktu, dan Differntial Thermal Analysis (DTA) yang mengukur perbedaan suhu (T) antara sampel dengan material referensi yang inert sebagai fungsi dari suhu. Teknik yang berhubungan dengan DTA adalah Differential Scanning Calorimetry (DSC). Pada DSC peralatan didesain untuk memungkinkan pengukuran kuantitatif perubahan entalpi yang timbul dalam sampel sebagai fungsi dari suhu maupun waktu.
B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah: a.
Bagaimana pengaruh penambahan Alumina terhadap karakteristik termal (DTA-TGA) dari keramik cordierite.
b.
Bagaimana pengaruh penambahan Alumina terhadap konduktivitas termal keramik cordierite.
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah: a.
Untuk mengetahui pengaruh penambahan Alumina terhadap karakteristik termal (DTA-TGA) dari keramik cordierite.
b.
Untuk mengetahui pengaruh penambahan Alumina terhadap konduktivitas termal dari keramik cordierite.
4
D.
Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah: a.
Penggunaan silika pada sintesis cordierite pada penelitian ini merupakan hasil dari ekstraksi dari sekam padi dengan metode sol-gel menggunakan KOH 5%.
b.
Cordierite yang disintesis dilakukan penambahan Alumina sebanyak 0, 10, dan 15 wt% .
c.
Cordierite di sintering pada suhu 1200oC selama 2 jam.
d.
Analisis yang dilakukan meliputi karakteristik sifat termal menggunakan Differential thermal analysis/thermal gravimetry analysis (DTA-TGA) dan analisis konduktivitas termal.
E.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: a.
Sebagai penambahan refrensi dalam hal mensitesis cordierite dengan bahan baku utama silika berbasis sekam padi.
b.
Bahan refrensi mengenai keramik cordierite alumina.
c.
Bahan literatur mengenai konduktivitas termal dan DTA/TGA pada sampel paduan cordierite-alumina.
F.
Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan memahami penulisan Skripsi ini, perlu dibuat sitematika penulisan yang mencakup : BAB I PENDAHULUAN
5
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penuliasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang teori dasar yang berhunbungan dengan refraktori, cordierite, silika, dan termasuk teori pengujian.
BAB III METODE PENELITIAN Menjabarkan langkah-langkah penelitian dari awal sampai akhir yang termasuk di dalamnya tentang spesifikasi bahan, alat uji dan alat ukur yang digunakan, dan diagram alir penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berisi tentang analisa data yang diperoleh dari pengujian dan pembahasan dari untuk menarik kesimpulan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan dari tugas penelitian ini yang dirangkum dari hasil selama pengujian dan analisa data. Bab ini juga berisi saran-saran yang dapat mendukung pengembangan dalam penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keramik Cordierite 1. Mineral cordierite Pada umumnya cordierite mempunyai bentuk kimia 2MgO.2Al2O3.5SiO2 pada preparasi komposisi dalam bentuk sol (Yalamac, 2004; Naskar dan Chaterjee, 2004). Di alam, cordierite tidak dapat ditemukan secara alami tetapi dapat diolah dengan bahan dasar alkali tanah, aluminosilikat kaca, kaolin, alumina dan magnesit (Tulyaganov et al, 2001). Selain itu cordierite dapat terbentuk dari bahan baku utama silika yang bersumber dari bahan-bahan mineral seperti pasir kuarsa, batu granit, tanah liat dan batu bara (Kurama dan Kurama, 2006). 2. Karakteristik Cordierite Cordierite merupakan salah satu nama mineral dari bahan keramik dalam sistem MgO-Al2O3-SiO2. Cordierite memiliki kestabilan termal dan daya tahan terhadap zat kimia yang tinggi serta koefisien termal rendah
(Goncalves, 2006) sehingga
digunakan di berbagai industri seperti industri gelas, industri keramik dan industri elektronik sebagai isolator panas dan listrik. Cordierite juga mempunyai ekspansi termal yang rendah dan koofisien dielektrik yang tinggi (Djorjevic, 2005) sehingga cocok digunakan untuk bahan isolator yang baik. Karakteristik cordierite secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Karakteristik cordierite (Bridge et al, 1985; Garsia et al, 2002). Karakteristik Warna
Nilai Tak berwarna, biru muda, violet, kuning 7,5 8-17 12 9.3 35-31 212 3.5-5.5 0,6 0.21 300 1700
Kekerasan Flexural strength Modulus elastisitas Dielectric constant Compressive strength Dielectric strength Kekuatan regang Konduktivitas termal Panas spesifik Shock resistance Temperatur maksimal
Satuan Mohs kpsi Psi x 106 Pada 1 MHz kpsi Ac volts/mil Kpsi W/mK cal/g oC o C o C
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa Cordierite memiliki dielectric contant 9,3 pada 1 MHz, dan panas spesifik 0,21 cal/g oC. Cordierite juga dengan tahan suhu hingga 1700 oC dan sock resistance 300 oC. Cordierite baik digunakan untuk isolator suhu tinggi. Selain itu sifat cordierite yang memiliki daya bias yang tinggi juga dapat digunakan sebagai katalis gas pada mobil dan pelapis material dalam elektronik. 3. Pembentukan Kristal Cordierite Bahan baku yang paling sering digunakan dalam komposisi cordierite adalah magnesium oksalat, silika dan alumina. Tetapi ada juga yang menggunakan bahan talc-koalin. Menurut Kriinert et al (1964) reaksi pembentukan
cordierite
menggunakan dua komposisi bahan baku talc-kaolin, produk yang dibentuk diwakili persamaan berikut:
→
(1)
→
(
)(
)
(2)
8
→
(3)
Dari reaksi talc-kaolin fase menengah protoenstatit dan mullite muncul sebelum cordierite terbentuk. Reaksi yang lain dengan bahan baku magnesium karbonat, alumina dan batu api terbentuk dengan persamaan berikut:
→
(4)
→
(
)
Dari
reaksi
(5)
(
)→
magnesium
(6) karbonat,
alumina
dan
batu
api,
intermediate
fase spinel menghilang ketika cordierite mulai mengkristal pada 1200°C. Kristobalit mulai membentuk antara 1000 - 1100°C dan diasumsikan sebagai kristal cordierite. 4. Aplikasi cordierite Cordierite adalah jenis material dengan aplikasi yang luas. Cordierite dapat digunakan sebagai bahan isolator panas dan sangat baik digunakan untuk isolator listrik tegangan tinggi karena mempunyai koefisien termal yang rendah (Karmakar et al, 2002). Cordierite juga dapat diaplikasikan sebagai bahan pelapis logam dan bahan furnace (Lin et al, 1984) karena cordierite merupakan bahan yang berefraktori tinggi (Ganguli, 1997). Selain itu cordierite juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan piranti elektronik (Naskar and Chaterjee, 2004).
9
B. Alumina Aluminium oksida adalah keluarga dari senyawa anorganik dengan rumus kimia Al2O3 yang merupakan oksida omphoteric dan umumnya disebut dengan alumina atau corundum. Menurut Kopeliovich (2010) Alumina memiliki titik lebur yang tinggi, kekerasan yang tinggi dan kekuatan mekanik yang tinggi meskipun kekuatan mekanik dan ketahanan kejut suhu berkurang pada suhu 1000oC karena ekspansi termal alumina yang relatif besar. Alumina yang mempunyai karakteristik stabilitas yang baik menyebabkan ketahanan terhadap korosi yang tinggi.
1. Karakterisik alumina Alumina memiliki kekuatan ion yang kuat, yang menentukan sifat material, diantaranya memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang tinggi, sangat kuat terhadap serangan kimia dari asam kuat dan alkali hingga suhu yang tinggi, sifat isolasi yang sangat baik, koefisien ekspansi termal yang rendah dan konduktifitas termal yang baik (Kopeliovich, 2010). Karakteristik alumina Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik alumina (Gernot, 1988). Parameter Nilai Satuan Densitas 3,96 gr/cm3 Kuat tekan 230-350 MPa Koefisien ekspansi termal 8-9 10-6 oC-1 Modulus of refracture 350 MPa Konduktivitas termal 24-26 W/mK o Titik lebur 2050 C
diperlihatkan pada
10
2. Sumber Alumina Alumina banyak ditemukan di alam, seperti pada kaolin dengan kandungan Al2O3 25,39%, SiO2 61,05%, MgO 0,091%, Fe2O3 0,885% dan TiO2 1,03% (Khairunnisa, 2011) sehingga sangat cocok untuk produksi alumina karena memiliki kelimpahan yang besar (Hosseini et al, 2011). Alumina anhidrat terdapat dalam bentuk alumina stabil berupa α-alumina dan alumina metastabil yaitu gamma alumina (γ-Al2O3), delta alumina (δ-Al2O3), theta alumina (θ-Al2O3), kappa alumina (κ-Al2O3) dan chi alumina (χ- Al2O3), sedangkan hidratnya berada dalam bentuk aluminium hidroksida seperti gibsite, bayerit, boehmite dan diaspore. Aluminium hidroksida merupakan komponen utama di dalam bauksit, sehingga umumnya alumunium hidroksida dibuat dari bauksit, sedangkan alumina anhidrat dibuat dari dehidrasi aluminium hidroksida. Di alam alumina anhidrat juga terdapat sebagai mineral korundum (Ulyani, 2008; Utari, 1994)
3. Struktur alumina Senyawa alumina bersifat polymorph dengan struktur
- Al2O3 (corundum) dan -
Al2O3. Transformasi corundum dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Transformasi fase Reaksi Al(OOH)2 AlOOH AlOOH - Al2O3 - Al2O3 - Al2O3 - Al2O3 - Al2O3 -Al2O3 -Al2O3
- Al2O3 ke fase - Al2O3 (Clifton and Rishbud, 2000). Suhu pembentukan (oC) 200 - 300 500 – 800 800 – 900 900 -1000 1000 – 1100
11
Transformasi dari fase
pada suhu diatas 1000oC menghasilkan struktur
berukuran mikro dengan derajat hubungan porositas yang tinggi. 4. Aplikasi Alumina Alumina banyak digunakan untuk penyangga katalis pada industri katalis, seperti yang digunakan dalam hidrodesulfurisasi karena alumina cendrung multifase yang sering disebut corundum. Alumina secara luas digunakan untuk menghilangkan air dari aliran gas (Hudson et al, 2002). Isolasi untuk tungku suhu tinggi sering dibuat dari alumina dengan persentase silika yang tergantung pada suhu material. Alumina juga umumnya memiliki kemurnian yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk bahan keramik tembus cahaya (Gernot,1988). Selain itu, alumina diaplikasikan dibidang elektronik, termal, kimia katalis dan mekanik. Alumina merupakan material yang sangat kuat dan keras sehingga sering digunakan sebagai bahan dibidang teknik misal bahan struktur pesawat. Alumina juga memiliki konduktivitas listrik yang sangat rendah sehingga dapat digunakan sebagai bahan isolator listrik (Santhiarsa, 2009) dan alumina juga dimanfaatkan sebagai bahan pelapisan tekstil pada proses akhir (finishing) karena dapat membentuk lapisan tipis transparan pada tekstil melalui metode sol-gel.
C. Paduan cordierite-alumina Menurut penelitian Sijabat (2007), pada penambahan alumina dengan persentase di atas 50% dengan suhu 1300°C, densitas mengalami penurunan dengan nilai penurunannya kecil dan porositas meningkat. Nilai porositas maksimum yang diperoleh sebesar 34,38% dan nilai densitas terkecil adalah 2,77 gr/cm3 pada penambahan 90% Al2O3, dan menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan
12
Senguttuvan et al (2001) cordierite dengan paduan alumina yang paling baik dihasilkan yaitu pada suhu 1380°C dengan kepadatan struktur 2,5 g cm-3 dan menurut penelitian Smart et al (1976) paduan cordierite dengan α-alumina setara dengan paduan mullite-spinel yang sifatnya reversibel tetapi reaksinya lambat. Perlakuan termal atau fase pada cordierite-alumina berbeda, bergantung pada suhu dan waktu sintering, serta kemurnian dan komposisi bahan. Berdasarkan penelitian Margussian ( 2009) hasil DTA menunjukkan bahwa pada suhu 980oC µ-cordierite mulai terbentuk, tetapi menurut penelitian Piinero et al, (1992), pada suhu 850980°C, terdapat fasa μ-cordierite (hexagonal) dengan sifat metastabil pada suhu rendah, dan fase α-cordierite (orthorhombic) pada suhu 980-1465°C dengan sifat stabil pada suhu tinggi. Sedangkan menurut (Marghussian, 2009), dengan bertambahnya persentase alumina dan suhu sintering, akan muncul fase baru yaitu mullite pada suhu 1045-1055oC. D. Sekam padi Sekam padi merupakan sisa dari proses penggilingan padi. Sekam padi juga bagian terluar yang keras dari butir padi yang terdiri dari atas lapisan lemma dan pellea. Sifat kekerasan pada sekam padi ini disebabkan oleh tingginya kandungan silika. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8-12% dan beras giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan. Ditinjau data komposisi
13
kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Sekam Padi (Ismunadji, 1998). Komponen % Berat Kadar air 32,40-11,35 Protein kasar 1,70-7,26 Lemak 0,38-2,98 Ekstrak nitrogen bebas 24,70-38,79 Serat 31,37-49,92 Silika abu 13,16-29,04 Pentose 16,94-21,95 Sellulosa 34,34-43,80 Lignin 21,40-46,97
E. Silika 1. Definisi Silika Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silicon dioxsida) yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral adalah senyawa yang banyak ditemui dalam mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan fledsfar yang mengandung kristal-kristal silika (Della et al, 2002). Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur kristal tridimit dapat diperoleh dengan cara memanaskan pasir kuarsa pada suhu 870°C silika juga dapat dibentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu tinggi (Iler, 1979). Karakteristik silika amorph diperlihatkan dalam Tabel 5.
14
Tabel 5. Karakteristik amorph silika (Surdia dkk, 2000) Nama lain Silikon dioksida Rumus molekul SiO2 3 Massa jenis (g/cm ) 2,6 Bentuk Padat o Titik cair ( C) 1610 Titik didih (oC) 2230 Kekuatan tarik (MPa) 110 Modulus elastisitas (GPa) 70-75 >1014 Resistivitas ( m) Kekerasan (kg/mm2) 650 Koordinasi geometri Tetrahedral Struktur Kristal Kristobalit, tridimit, kuarsa Silika nabati dapat ditemui pada sekam padi (Dahliana dkk, 2013). Silika nabati yang umumnya digunakan saat ini adalah silika sekam padi (Siriluk and Yuttapong, 2005). Dalam mendapatkan silika dari sekam padi dapat dilakukan menggunakan metode ekstraksi alkalis (Kalaphaty et al, 2000; Ginting dkk, 2008) dan metode pengabuan (Haslinawati et al, 2011). Silika yang diperoleh melalui metode ekstraksi alkalis adalah berupa larutan sol dimana silika pada fase larutan adalah fase amorph atau mudah reaktif. Sedangkan pada metode pengabuan, sekam padi dibakar pada suhu di atas 200°C selama 1 jam untuk mendapatkan arang sekam padi yang berwarna hitam (Haslinawati dkk, 2011). 2. Klasifikasi Silika Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur dengan empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silikon. Gambar 1 memperlihatkan struktur silika tetrahedral.
15
Gambar 1. Struktur silika tetrahedral (Anonim A, 2015). Pada umumnya silika adalah dalam bentuk amorph terhidrat, namun bila pembakaran berlangsung terus-menerus pada suhu diatas 650°C maka tingkat kristalinitasnya akan cenderung naik dengan terbentuknya fasa quartz, crystobalite, dan tridymite (Hara, 1986). Bentuk struktur quartz, crystobalite, dan tridymite yang merupakan jenis kristal utama silika memiliki stabilitas dan kerapatan yang berbeda (Brindley and Brown, 1980). Struktur Kristal quartz, crystobalite, dan tridymite memiliki nilai densitas masing-masing sebesar 2,65×103 kg/m3, 2,27×103 kg/m3, dan 2,23×103 kg/m3 (Smallman and Bishop 2000). Berdasarkan perlakuan termal, pada suhu < 570°C terbentuk low quartz, untuk suhu 570-870°C terbentuk high quartz yang mengalami perubahan struktur menjadi crystobalite dan tridymite,. Silika dapat ditemukan di alam dalam beberapa bentuk meliputi kuarsa dan opal, silika memiliki 17 bentuk kristal (Anonim B, 2015), dan memiliki tiga bentuk kristal utama yaitu kristobalit, tridimit, dan kuarsa seperti diperlihatkan pada Tabel 6.
16
Tabel 6. Bentuk Kristal utama silika (Smallman and Bishop, 2000) Bentuk Kristobalit
Rentang stabilitas (oC) 1470-1723
Tridimit
870-1470
Kuarsa
<870
Modifikasi -(kubik) -(tetragonal) -(?) -(heksagonal) -(ortorombik) -(heksagonal) -(trigonal)
Silika adalah keramik tahan terhadap temperatur tinggi yang banyak digunakan dalam industri baja dan gelas (Smallman and Bishop, 2000). Diketahui bahwa satuan struktur primer silika adalah tetrahedron SiO4, dimana satu atom silika dikelilingi oleh empat atom oksigen (seperti terlihat pada Gambar 1). Gaya-gaya yang mengikat tetrahedral ini berasal dari ikatan ionik dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral ini kuat. Pada silika murni tidak terdapat ion logam dan setiap atom oksigen merupakan atom penghubung antara dua atom silikon (Vlank and Lawrench, 1992). Menurut Sunarya (2008), silika mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya. Silika biasa diperoleh melalui proses penambangan yang dimulai dari menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar silika
17
yang lebih besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat penambangan. Pasir inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau silika dengan kadar tertentu.
F. Ekstraksi silika sekam padi Dalam mendapatkan silika dari sekam padi, dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode ekstraksi alkalis dan metode pengabuan. Sekam padi dapat diperoleh dengan sangat mudah, biaya yang relatif murah dan suhu yang rendah yakni dengan metode ekstraksi alkalis (Kalaphaty et al, 2000) dimana silika yang di peroleh melalui ekstraksi adalah berupa larutan sol. Silika pada fase larutan adalah fase amorph atau mudah reaktif terhadap zat lain yang bersifat porous (Khopkar, 1990).
Berbeda dengan metode pengabuan, metode pengabuan banyak dibutuhkan biaya cukup mahal karena perlu dilakukan proses pengarangan atau pengabuan pada suhu tinggi yaitu 600oC selama 4 jam. Proses ekstraksi pada metode ekstraksi alkalis didasarkan pada kelarutan silika amorph yang besar dalam larutan basa atau alkalis seperti kalium hidroksida (KOH) natrium karbonat (Na2CO3) atau natrium hidroksida (NaOH) dan pengendapan silika terlarut menggunakan asam seperti asam klorida (HCl) (Daifullah, 2003). Silika di ektraksi dengan larutan KOH 5% selama 30 menit pada pH optimum 7,0 atau bersifat nomal sehingga terbentuk gel silika. Selain ekstraksi dengan larutan KOH dalam mendapatkan silika gel, juga dapat dilakukan dengan larutan NaOH, namun larutan NaOH dapat merubah struktur gel sehingga menyebabkan ukuran butir yang tidak seragam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Urhadiansyah (2005) metode ini dapat menghasilkan 91% silika amorph dengan kemurnian 93%. Silika sekam padi memiliki kelebihan dibandingkan dengan
18
silika mineral yaitu memiliki butiran yang lebih halus, lebih reaktif, dapat diperoleh dengan cara yang mudah dengan biaya yang relatif murah. Kemudian sifat reaktif silika amorph yang diperoleh dengan metode ini juga lebih dapat dipertahankan karena pada metode kimiawi tidak ada perlakuan suhu tinggi yang akan meningkatkan kristalinitas silika tersebut. Sehingga akan mudah bereaksi ketika diberikan suatu pereaksi.
G. Metode sol-gel Metode sol-gel merupakan suatu metode pembentukan material melalu jaringan oksida dengan reaksi polikondensasi pada medium cair. Proses ini melibatkan perubahan dari fasa larutan (sol) menjadi fasa padat (gel). Melalui tahapan pembentuk sol, pembentukan gel, penuaan (aging), pengeringan dan pemadatan. Keuntungan penggunaan metode sol-gel dibandingkan dengan metode lain yaitu: 1. Metode sol-gel dapat menghasilkan lapisan yang homogenitasnya tinggi, murni dan stoikiometris akibat percampuran dalam skala molekuler, sehingga dapat mengurangi
suhu kristalisasi dan mencegah dari pemisahan fase selama
pemanasan (Saberi et al, 2007). 2. Menggunakan temperatur suhu yang rendah, hal ini dikarenakan ukuran partikel yang kecil dan luas permukaan besar. 3. Bisa menghasilkan partikel ukuran nano yang seragam serta peralatan yang digunakan relatif sederhana (Sunendar, 2007) 4. Relatif mudah dilakukan, tidak memerlukan waktu yang lama, dan interaksi antara padatan relatif kuat (Sriyanti dkk, 2005).
19
H. Proses Sintering Tahap sintering merupakan tahapan pembuatan keramik yang sangat penting dan menentukan sifat-sifat keramik yang dihasilkan. Sintering adalah proses pemadatan dari sekumpulan serbuk pada temperatur tinggi mendekati titik leburnya, sehingga terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas, dan penyusutan volume. Hal ini disebabkan karena butiran-butiran partikel akan tersusun semakin rapat (Sebayang et al, 2009). Dalam tahapan ini akan terjadi berkurangnya pori-pori, cacat bahan, pengontrolan ukuran butir, dan fase batas butiran (Parno, 1997). Hal ini bertujuan agar butiran-butiran dalam partikel yang berdekatan dapat bereaksi dan berikatan. Selama proses pembakaran, kandungan air pada material hilang (Mothe & Ambrosio, 2007). Proses sintering fase padat terbagi menjadi tiga padatan, yaitu: 1. Tahap awal Pada tahap awal ini terbentuk ikatan atomik. Kontak antar partikel membentuk leher yang tumbuh menjadi batas butir antar partikel. Pertumbuhan akan menjadi semakin cepat dengan adanya kenaikan suhu sintering. Pada tahap ini penyusutan juga terjadi akibat permukaan porositas menjadi halus. Penyusutan yang tidak merata menyebabkan keretakan pada sampel (Kashcheev & Turlova, 2010). 2. Tahap menengah Pada tahap kedua terjadi desifikasi dan pertumbuhan partikel yaitu butir kecil larut dan bergabung dengan butir besar. Akomodasi bentuk butir menghasilkan pemadatan yang lebih baik. Pada tahap ini juga berlangsung penghilangan porositas. Akibat
20
pergeseran batas butir, porositas mulai saling berhubungan dan membentuk silinder di sisi butir. 3. Tahap akhir Fenomena desifikasi dan pertumbuhan butir terus berlangsung dengan laju yang lebih rendah dari sebelumnya. Demikian juga dengan proses penghilangan porositas, pergeseran batas butir terus berlanjut. Apabila pergeseran batas butir lebih lambat daripada porositas, maka porositas akan muncul di permukaan dan saling berhubungan.
I. Karakterisasi Material Keramik Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu bahan keramik maka perlu dilakukan suatu pengujian Konduktivitas Termal dan Karakterisasi termal (DTATGA). 1. Konduktivitas Termal Konduksi termal adalah perpindahan panas dengan cara agitasi molekul dalam suatu material tanpa gerak materi secara keseluruhan (Halliday et al, 1997). Konduksi termal
merupakan suatu fenomena transport yang mana perbedaan temperatur
menyebabkan transfer energi termal dari satu daerah material yang memiliki temperatur yang lebih panas ke daerah yang sama pada temperatur yang lebih rendah (Callister et al, 2003). Dalam kasus perpindahan termal fluks panas, dT/dx adalah gradien suhu melalui beberapa jarak, q adalah laju aliran panas Q yang melintasi luasan A (Godovsky dan Privalko, 1995). Hubungan dasar perpindahan panas secara konduksi mengikuti hukum Fourier:
21
(
)
(7)
Sehingga nilai konduktivitas termal (k) adalah (
⁄
)
( )( )
(8)
Satuan k yang dipergunakan adalah kalori per meter per detik per derajat Celcius (kal/m det °C), atau watt per meter per derajat Kelvin (W/mK) (Godovsky dan Privalko, 1995).
2. Thermal Gravimetry Analysis (TGA) Analisis termogravimetri atau Thermal Gravimetry Analysis (TGA) adalah metode analisis termal di mana perubahan dalam sifat fisik dan kimia dari bahan yang diukur sebagai fungsi dari meningkatnya suhu (dengan laju pemanasan konstan), atau sebagai fungsi waktu (dengan suhu konstan atau kehilangan massa konstan). TGA dapat memberikan informasi tentang fenomena fisik, seperti penguapan, sublimasi, penyerapan, adsorpsi
dan desorpsi. Demikian juga TGA dapat memberikan
informasi tentang fenomena kimia seperti oksidasi atau reduksi. TGA biasanya digunakan untuk menentukan karakteristik yang dipilih dari bahan yang menunjukkan baik kehilangan massa atau keuntungan karena dekomposisi, oksidasi, atau kehilangan volatil (seperti kelembaban). Aplikasi umum dari TGA adalah : 1. Karakterisasi bahan melalui analisis pola dekomposisi karakteristik. 2. Studi mekanisme degradasi dan kinetika reaksi. 3. Penentuan kadar organik dalam sampel.
22
4. Penentuan anorganik (misalnya ash) konten dalam sampel, yang mungkin berguna untuk menguatkan struktur materi diprediksi atau hanya digunakan sebagai analisis kimia. Teknik
TGA
sangat
berguna
untuk
studi
polimer
bahan,
termasuk
termoplastik, termoset, elastomer, film plastik, serat dan pelapis. 3. Differential Thermal Analysis (DTA) Salah satu teknik yang digunakan dalam analisis termal yakni Differntial Thermal Analysis (DTA) yang mengukur perbedaan temperatur (ΔT) antara sampel dan material pembanding yang inert sebagai fungsi waktu. Untuk itu DTA digunakan untuk mendeteksi perubahan panas. Temperatur sampel dan Temperatur tetap harus sama hingga terjadi suatu kondisi termal, seperti peleburan, dekomposisi, atau perubahan dalam struktur kristal yang terjadi dalam sampel dimana dapat terjadi perubahan yang sifatnya eksotermal atau pun endotermal. Perbedaan temperatur dapat juga timbul di antara dua sampel yang inert ketika respon keduanya terhadap pemanasan tidaklah sama. Sehingga dengan demikian, DTA dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat termal dan perubahan fase yang tidak menjurus pada suatu perubahan di dalam entalpi.
23
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai dengan Maret 2016 di Laboratorium
Fisika
Material
Universitas
Lampung,
Laboratorium
Kimia
Instrumentasi Universitas Lampung, Laboratorium SMK SMTIN Bandar Lampung. Uji dan karakterisasi sampel dilakukan di Laboratorium Gedung 42 BATAN Puspitek Serpong, Divisi Karakterisasi Material Teknik Material dan Metalurgi FTI ITS dan Laboratorium Teknik Kimia ITB.
B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: sekam padi, larutan KOH 5%, larutan HCl 10%, aquades, alkohol 70%, Magnesium Oxide (MgO) SIGMA-ALDRICH product of Israel (63093-250G-F) dan Aluminium Oxide (Al2O3) SIGMA-ALDRICH product of Germany (11028500G). 2. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kompor listrik, beaker glass, spatula, kertas saring, selang infus, pH meter, timbangan digital merk ACIS, stirrer merk PMC, oven pemanas, cawan kuarsa, mortar dan pastel, saringan 63 m, tissue, aluminium foil, kertas press, alat press
24
GRASEBY SPECAC, furnace Bamstead Thermolyne 48000, jangka sorong, LCR HIOKI, dan DSC-TGA.
C. Prosedur Penelitian 1.
Preparasi Sampel
Preparasi sampel pada penelitian ini meliputi preparasi sekam padi, ekstrasi silika dari sekam padi, pembuatan bubuk cordierite, pembuatan bubuk cordierite dengan variasi penambahan alumina dan pembentukan pelet.
a.
Preparasi Sekam Padi
Sebelum melakukan preparasi, terlebih dahulu membersihkan sekam padi yang diperoleh dari pabrik penggilingan padi yang berasal dari Way Kandis kota Bandar Lampung. Selanjutnya mencuci sekam padi hingga bersih dengan menggunakan air dan merendamnya selama 1 jam. Lalu membuang sekam padi yang mengapung di permukaan dan mengambil sekam padi yang tenggelam untuk menggunakannya dalam percobaan selanjutnya. Lalu dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 hari, pengeringan menggunakan sinar matahari dimaksudkan agar kekeringannya merata. Setelah itu, sekam padi direndam ke dalam air panas dan merendamnya selama 6 jam, hal ini dimaksudkan agar kotoran-kotoran (zat organik) yang larut dalam air seperti batang padi, tanah, pasir, debu, dan zat-zat pengotor lainnya dapat terlepas dari sekam padi. Setelah itu, meniriskan sekam padi dan mengeringkannya dengan menggunakan sinar matahari selama ± 2 hari. Meratakan sekam padi selama proses penjemuran agar kering secara menyeluruh
25
b.
Ekstraksi Silika Sekam Padi
Sekam padi yang telah dicuci dan dikeringkan, selanjutnya diekstraksi dalam larutan KOH 5%. dengan cara memasukkan 50 gram sekam padi ke dalam beaker glass, kemudian memberi larutan KOH 5% sebanyak 500 ml hingga sekam terendam seluruhnya untuk mendapatkan silika terlarut. Mendidihkan sekam padi yang telah terendam larutan KOH 5% hingga 100°C menggunakan kompor listrik dengan daya 600 Watt selama 30 menit. Pada saat mendidih sekam padi diaduk-aduk agar kandungan silikanya mudah terlepas dari sekam padi dengan maksimal. Tahap selanjutnya adalah memisahkan ampas sekam padi dari ekstrak sekam menggunakan saringan, untuk memperoleh hasil ekstraksi yang berupa filtrat silika yang terlarut. Kemudian menutup filtrat silika yang dihasilkan dengan menggunakan plastik press dan mendiamkan filtrat silika selama 24 jam, tahap inilah yang biasa disebut dengan penuaan (aging). Selanjutnya, menuangkan 50 ml silika sol ke dalam beaker glass, selanjutnya mengasamkan filtrat dengan menambahkan 25 ml HCl 10% sedikit demi sedikit menggunakan alat infus sehingga terbentuk silika gel. Selanjutnya mendiamkan silika gel yang didapat selama 24 jam agar terjadi proses penuaan (aging). Setelah melalui tahap aging, didapatlah gel yang berwarna coklat kehitam-hitaman, kemudian mencuci silika gel dengan menggunakan air hangat dan pemutih untuk mendapatkan silika gel berwarna putih, proses ini disebut dengan proses bleaching. Tahap selanjutnya menyaring silika gel hasil pencucian dengan menggunakan kertas saring. Kemudian mengeringkan silika gel dengan menggunakan oven pada suhu pemanasan 110 °C selama 3 jam untuk memperoleh silika dalam
26
bentuk padat. Silika yang tadinya berbentuk padat di gerus agar dihasilkan serbuk silika lalu di ayak agar mendapatkan serbuk yang homogen. c. Pembuatan bubuk cordierite Pembuatan bubuk cordierite dimulai dengan menimbang bahan baku MgO, Al2O3 dan SiO2 dengan perbandingan mol 2 : 2 : 5 atau perbandingan persen massa 14 : 35 : 51. Komposisi bahan baku yang telah ditimbang kemudian dicampur dan diaduk dengan menggunakan mortar selama 3 jam. Bubuk cordierite kemudian diayak menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 63
m agar ukuran butir cordierite
menjadi homogen.
d. Pembuatan cordierite dengan penambahan alumina Penambahan alumina pada penelitian ini adalah 0, 10, dan 15 wt% dari total massa campuran cordierite dan alumina. Cordierite dan alumina ditimbang sesuai presentasi massa masing-masing dalam paduan kemudian kedua bahan tersebut dicampur. Pencampuran dilakukan dengan melarutkan kedua bahan kedalam larutan alkohol 70% dan distirer dengan kecepatan 120 rpm selama 4 jam. Larutan yang telah distirer kemudian disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan cairan alkohol dari paduan cordierite-alumina. Paduan yang telah kering dioven pada suhu 70
selama 3
jam dan kemudian digerus agar berbentuk bubuk. Bubuk hasil penggerusan diayak menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 63 cordierite-alumina yang homogen.
m untuk mendapatkan paduan
27
e. Pencetakan pelet Bubuk paduan cordierite-alumina dengan variasi 0, 10, dan 15 wt% masing-masing ditimbang sebanyak 2 gram. Bubuk yang telah ditimbang kemudian dioven pada suhu 110
sampai benar-benar kering. Bubuk hasil pengovenan tersebut langsung dituang
dalam cetakan pelet yang terbuat dari stainless steel lalu dicetak menggunakan alat press dengan tekanan 5 ton untuk menghasilkan pelet.
f. Sintering Pelet ditata di dalam cawan tahan panas dari bahan kuarsa kemudian dimasukkan ke dalam tungku furnace. Pembakaran pelet untuk proses sintering dilakukan pada suhu 1200
dengan kenaikan suhu 5 /menit. Setelah mencapai suhu 1200
dilakukan
penahanan selama 3 jam.
2. Karakterisasi Sampel Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji konduktivitas termal dan analisis DSC-TGA sampel cordierite dengan penambahan alumina 0, 10, dan 15 wt%. a.
Konduktivitas Termal
Pengukuran konduktivitas termal bertujuan untuk mengetahui sampel dalam menghantarkan panas. Salah satu metode untuk menentukan besar konduktivitas termal suatu bahan adalah dengan metode Hot Wire Test. Hot Wire Test mengikuti prosedur dari ASTM C 1113-99 tentang Standard Test Method for Thermal Conductivity of Refractories by Hot Wire. Benda uji berupa batangan berbentuk silinder dengan diameter 4,8 cm dan tebal 2 cm.
28
b.
Differential Scanning Calorimetry (DSC)
Analisis termal memiliki beberapa kelompok teknik analisis dimana sifat-sifat metarial dapat diketahui melalui perubahan suhu, salah satu untuk menguji karakterisasi termal (DTA-TGA) adalah DSC (Differential Scanning Calorimetry) . Teknik ini memiliki kesamaan dengan teknik analisis termal lainnya, yaitu mengukur perubahan suhu dalam laju aliran kalor/panas terhadap bahan (sampel) dengan bahan referensi. Hasil analisis DSC berupa kurva antara fluks panas (heat flux) yang diplotkan dengan waktu atau suhu, yang dapat juga digunakan dalam penentuan entalpi dan kapasitas panas. Sampel pembanding yang umumnya digunakan adalah sampel yang tidak aktif secara termal misalnya Al2O3. Secara sederhana, DSC terdiri dari dua wadah (pan), yaitu reference pan dan sample pan.
Kedua wadah ini
dihubungkan dengan pemanas dan termokopel untuk mendeteksi temperatur. Sample pan adalah tempat untuk meletakkan sampel yang akan dianalisis, sedangkan di reference pan diletakkan suatu bahan acuan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Skematik heat flux menggunakan DSC
29
DSC dapat digunakan untuk analisis kapasitas panas dan entalpi suatu bahan logam, paduan logam, dan bahan keramik. Untuk fabrikasi bahan nuklir, DSC difungsikan untuk mengetahui perubahan fasa, temperatur lebur, entalpi. Selain itu, DSC juga dapat digunakan untuk mempelajari fenomena kestabilan panas endotermik atau eksotermik bahan.
D. Diagram Alir Proses ekstraksi silika dai sekam padi ditunjukkan oleh diagram alir pada Gambar 3.
Sekam padi - direbus dalam larutan KOH 5% - disaring Sol Silika - diaging 24 jam - ditetesi larutan HCl 10% Gel Silika - diaging 24 jam - dicuci menggunakan pemutih - ditiriskan - dioven 7 jam pada suhu 110oC Padatan Silika - digerus sampai halus - dioven 3 jam pada suhu 110oC - disaring dengan saringan 63 m Bubuk silika (SiO2) Gambar 3. Diagram alir pembuatan bubuk silika.
30
Pembuatan bubuk codierite ditunjukkan oleh diagam alir pada Gambar 4. 2MgO.2Al2O3.5SiO2 + Al2O3 - ditimbang dengan komposisisi variasi penambahan Al2O3 0,10, dan 15 wt% - distrirrer dalam larutan alkohol 70% selama 4 jam - disaring dan ditiriskan Paduan Cordierite-Alumina - dioven 3 jam pada suhu 70oC - digerus sampai halus - disaring dengan saringan 63 m Bubuk paduan Cordierite-Alumina - disaring dengan saringan 63 m Gambar 4. Diagram alir pembuatan bubuk cordierite.
Proses pembuatan bubuk codierite dengan penambahan alumina ditunjukkan oleh diagam alir pada Gambar 5.
31
2MgO.2Al2O3.5SiO2 + Al2O3 - ditimbang dengan komposisisi variasi penambahan Al2O3 0,10, dan 15 wt% - distrirrer dalam larutan alkohol 70% selama 4 jam - disaring dan ditiriskan Paduan Cordierite-Alumina - dioven 3 jam pada suhu 70oC - digerus sampai halus - disaring dengan saringan 63 m Bubuk paduan Cordierite-Alumina - disaring dengan saringan 63 m Gambar 5. Diagram alir pembuatan bubuk paduan cordierite-alumina. Pembentukan pelet sebagai sampel hingga kaakterisasi sampel codierite dengan penambahan alumina ditunjukkan oleh diagam alir pada Gambar 6.
32
Bubuk paduan Cordierite-Alumina - ditimbang masing-masing 2 gram - dioven 2 jam pada suhu 110 oC - dicetak dengan alat press pada tekanan 50 ton Pelet Paduan Cordierite-Alumina - disintering pada suhu 1200 oC - diukur konduktivitas termal - dikarakterisasi menggunakan DSC-TGA
Data uji dan karakteisasi - dianalisis Kesimpulan Gambar 6. Diagram alir pembuatan dan karakterisasi sampel cordierite dengan penambahan alumina.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1.
Hasil analisis DTA pada sampel C0, C10 dan C15 dengan puncak eksoterm 694oC, 649,9oC dan 759,7oC terjadi pembentukan µ-cordierite dari kristalisasi spinel.
2.
Hasil analisis TGA pada sampel C0, C10 dan C15 terjadi pengurangan masa dengan persentase pengurangan massa tertinggi terjadi pada sampel C10 yaitu 4,938%.
3.
Nilai konduktivitas termal tertinggi terjadi pada sampel C10 yaitu 12,97 W/mK.
B. Saran Untuk penelitian cordierite penambahan alumina selanjutnya disarankan melakukan penelitian dengan perbandingan suhu guna mengetahui titik jenuh yang terjadi pada sampel cordierite paduan alumina.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. 2015. http://www.scribd.com/doc/57982095/Silika. Diakses 5 Desember 2015 pukul 20.30 WIB. Anonim B. 2015. Http://err.wikipedia.org.wiki/silicon_dioxide. Diakses 5 Desember 2015 pukul 21.00 WIB. Bridge, D.R. 1985. Development of Alpha Cordierite Phase in Glass Ceramics for Use in Electronic Device. Glass Technologi. Vol 26. No 6. Page 286-293. Brindley, G.W and Brown, G. 1980. Crystal Structures of Clay Minerals and Their XRay Identification. Mineralogical Society. No 5. Page 312-316. Callister, W., Appendix B. 2003. Materials Science and Engineering an Introduction. John Wiley & Sons. Page 757. Cliffton, G.B. and Risbud, Subash H. 2000. Introduction to Phase Equilibria in Ceramics. The American Society, Inc. Ohio. Dahliana, D., Sembiring, S., dan Simanjuntak, W. 2013. Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Fisis Komposit MgO-Si Berbasis Silika Sekam Padi. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika. Vol 1. No 1. Hal 49-52. Daifullah, A.A.M., Awward, N.S., and El-Reefy, S.A. 2004. Purification of Wet hosphoric Acid From Ferric Ions Using Modified Rice Husk. Chemical Engineering and Processing. Vol. 43, page. 193-201. Della, V.P., Kuhn, I., and Hotza, D. 2002. Rice Husk Ash an Alternate Source For Active Silica Production. Materials Leters. Vol 57. Page 818-821. Djorjevic S., Trumbulovic, L., Pavlovic, L., Acimovic L., Andric, M., Stamatovic. 2005. Influence of the Cordierite Ligning on The Lost Foam Casting Procces. Journal of Mining and Metalurgi. Vol 39. Page 3-4. Ewais E.M.M., Ahmed Y. M. Z., Ameen A.M.M. 2009. Prepation of Porous Cordierite Ceramic Using a Silica Secondary Resource (Silica Fumes) for Dust Filtration Purposes. Journal of Ceramic Prossesing research. Vol 10. No 6. Page 721-728.
Faizah, N. 2016. Pengaruh Penambahan Alumina (Al2O3) (0, 10, dan 15 wt%) Terhadap Karakteristik Kekerasan dan Struktur Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung Ganguli, D., Chatterjee M. 1997. Ceramic Powder Prepation; a Handsbook. Page 150-152. Garcia, E., Osendi, M.I., and Miranzo, P. 2002. Thermal Diffusivity of Porous Cordierite Ceramic Burners. Journal of Applied Physic. No 5. Vol 22. Gernot, K. 1988. High-Tech Ceramics. Academic Press. Zurich. Pp 100-118. Ginting, S.I., Washinton S., Simon S., dan Evi Trisnawati. 2008. Karakteristik Silika Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang diperoleh dengan Metode Ekstraksi. MIPA dan Pembelajarannya. Vol. 37, No.1, hal. 47-52. Godovsky, Y. K. and Privalko, V. P. 1995. Thermal and Electrical Conductivity of Polymer Materials. Springer. Verlag Berlin Heidelberg Goncalves, M.R.F., Bergmann, C.P. 2006. Thermal Insulator Made with Cordierite: Production and Correlation Between Properties and Microstructure. Contruction and Building Materials. No 21. Page 632-638. Itoh, S., Yoshihiro, H., Taro, S., and Shoiciro, S., 2015. Theortical and Experimental Analyses of Thermal Conduktivity of the Alumina-Mullite System. Journal of Europan Ceramic Society. No 35. Page 605-612. Hara. 1986. Utilization of Agrowastes for Bulding Materials. International Reseach and Development Cooperation Division. Tokyo. Japan. Halliday, R.D., Resnic, J., Walker. 1997. Fundamentals of Physics (5th ed.). John Wiley and Sons. New York. Haslinawati, M.M., K.A. Matori., Z.A. Wahab., H.A. Sidek., and A. T. Zainal. 2011. Effect of Temperature on Ceramic from Rice Husk Ash. International Journal of Basic and Applied Science. Vol 9. No 9. Page 22-25. Hosseini, S. A., Niaei A., dan D. Salari. 2011. Production of Gamma Alumina from Kaolin. Open Journal of Physical Chemistry.Vol 1. Page 23-27. Hudson, L. Keith., Misra, Chanakya., Perotta, Anthony. J., Wefers, Karl. and Williams, F.S. 2002. Alumina Oxide. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Wiley-VCH. Weinheim.
Hwangyoo D., Hong K.S., Eastman J.A., Honsoon Y. 2007. Thermal Conductivity of Al2O3/Water Nanofluids. Journal of the Korean Physical Society. Vol 51. Page 84-87. Iler, R.K. 1979. Silica gels and powders. In: The Chemistry of Silica. John Wiley and Sons, New York. Page 462–599. Ismunadji, M. 1988. Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Kalapathy, U., A. Proctor., and J. Shultz. 2000. A Simple Method for Production of Pure Silica From Rice Hull Ash. Bioresource Technology. Vol. 73. Page 257262. Karmakar, B., Kundu, p., Jana, S., Dwiredi, R.N. 2002. Crystallitation Kinetics and Mechanism of Low Expansion Magnesium-Alumina-Silicate Glass. Ceramics by Dilatometry. Vol 85. No 10. Page 2572-2574. Kashcheev, I. D., Turlova, O.V. 2010. Physical-Chemical Properties of Ceramic Mix Using Nizhneuvel skoe Clay. Journal Glass and Ceramic. Vol. 67. No 5-6. Khairunnisa. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Membran Keramik Berpori Berbahan Baku Kaolin dengan Penambahan Corn Starch Sebagai Pore Forming Agent. (Skripsi). Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta. Kriinert, W., Schwiete, H.E., and Suckow, A. 1964. Die Bildung von Cordieritaus Talk, Kaolin and den Oxiden im Dreist of system Mg0-Al2O3-SiO2. Journal of Ceramic Society. Vol 38. Page 420-425. Kopeliovich, Dimitri. 2010. Alumina Ceramics. Substances and Technologies. 2nd international conference on “High Tech Aluminas and Unfolding their Business Prospect”. Kolkata. India. Kurama, S., Kurama, H. 2006. The Reaction Kinetics of Rice Husk Based Cordierite Ceramics. Ceramic International. No 34. Page 269-27. Lin, J., Wang, O., Siddiqui, J.A. 2002. Surface Modification of Inorganic Oxide Particles with Silane Coupling Agent and Organic Dyes. Polymer technology. Vol 12. Page 285-292. Marghussian. V. K., U. Balazadegan., B. Efthekhari-yekta. 2008. The Effect of BaO and Al2O3 addition on the Crytallization behavior of Cordierite Glass Ceramics in the Presence of V2O5 Nucleant.Tehran Iran. Journal of the European Ceramic Society. Vol, 29. Page 39-46.
Mothe, C. G., Rosio M. C. 2007. Processes Occuring During The Sintering of Porous Ceramic Materials by TG/DSC. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. Vol 87. No 3. Page 819-822. Naskar, M., K. Chaterjee, M. 2004. A Novel Procces for Shyntesis of Cordierite (Mg2Al4Si5O18) Powder from Rice Husk Ash and Other Sources of Silica and Their Comparative Study. Journal of European Ceramics Society. Vol 24. Page 3499-3508. Nozhat MB., Djordie V., Bojan J., ZElico I.S., Rada P. 2013. Conventional and Spark-Plasma Sintering of Cordierite Powders Synthesized by Sol-Gel. Ceramic International. Vol 39. No 4. Page 5845-5854. Oktivianty, S.W. 2016. Pengaruh Penambahan Alumina (Al2O3), 0,10, dan 15 wt% terhadap Karakteristik Konduktivitas Listrik dan Mikrostruktur Cordierite (2MgO.2Al2O3.5SiO2) Berbasis Silika Sekam Padi. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung Parno. 1997. Keramik. Karakteristik, Pembuatan dan Penggunaannya. Vol.1 No.1. Pinero, M., M. Atik and J. Zarzycki. 1992. Cordierite-ZrO2 and Cordierite-Al2O3 Composites Obtained by Sonocatalytic Methods. France. Journal of NonCristalline Solids. Vol 147. Page, 523-531. Quadratun. 2014. Pengaruh Suhu Sintering terhadap Nilai Konstanta Dielektrik Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi. (Skripsi) Universitas Sebelas Maret. Saberi, A., Babak, A., Zahra, N., Faramarz, K dan Ali A. 2007. A Novel Method to Low Temperature Synthesis of Nanocrystalline Forsterite. Materials Research Bulletin 42. Hal 666–673. Sebayang P., Anggito P. T., Deni S., Khaerudini M., Masno G. 2007. Efek Aditif 3Al2O3.2SiO2 dan Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Keramik - Al2O3. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Vol 3. No 2 Hal 1-6. Sembiring, S dan Wasinton, S. 2015. Silika Sekam Padi: Potensinya sebagai Bahan Baku Keramik Industri. Plantaxia. Yogyakarta. Sembiring, S., Posman, M., Pulung, K.K. 2011. Pengaruh Suhu Tinggi Terhadap Karakteristik Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Vol 5. No 1. Hal 1-3.
Senguttuvan, T.D., Kalsi, H.S., Sharda, S.K., Das, B.K. 2001. Sintering Behavior of Alumina Rich Cordierite Porous Ceramics. Materials Chemistry and Physics. Vol 67. Page 146–150. Shukur M.M., Aswad M.A., Kadhim Z. I. 2015. Prepation of Cordierite Ceramic from Iraqi Raw Materials. Journal of Engineering and Technologi. Vol 5. No 3. Page 172-175. Sijabat, Kaston. 2007. Pembuatan Keramik Paduan Cordierite (2MgO.2 Al2O3.5SiO2) Alumina (Al2O3) sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya. (Skripsi) Universitas Sumatera Utara. Siriluk and Yuttapong. 2005. Structure of Mesoporous MCM-41 Prepared from Rice Husk Ash. Asian Symposium on Visualization. Chaingmai. Thailand. Smallman, R. E. and Bishop, R. J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material. Edisi keenam. Terjemahan Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta. Smart R.M., Glasser F.P.1976. Phase Relations of Cordierite and Sapperhirine in the System MgO- Al2O3- SiO2. Journal of Materials. Vol 6. Page 1459-1464. Sriyanti, Taslimah, Nuryono dan Narsito. 2005. Sintesis Bahan Hibrida Amino-Silika dari Abu Sekam Padi Melalui Proses Sol-Gel. (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang. Sunendar, B. 2007. Inovasi dan Teknik Fabrikasi Material Biokeramik. Jurnal Keramik dan Gelas Indonesia. Vol 16. No 1. Sunaraya, S. 2008. Analisis Kimia Sepuluh Jenis Bambu dari Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hasil pertanian. No 5. Hal 290-293. Surdia, T dan Saito, S. 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Pramita. Jakarta. Tang, B., Fang, Y.W., Zang, S., Ning, H.Y., and Jing, C.Y. 2010. Preparation and Characterization of Cordierite Powders by Water-Based Sol-Gel Method. Indian Journal of Enginering and Materials Sciences. Vol 18. Page 221-226. Tulyaganov, D.U., Goel, A., Ribeiro, M.J., Pascual, M.J., Ferreira. 2001. Effect of Al2O3 and K2O Content on Structure, Properties and Devitrification of Glasses in the Li2O-SiO2 System . Journal of the European Ceramic Society. Vol 30 10. Page 2017-2030. Ulyani. 2008. Reaksi Katalisis Oksidasi Vanili Menjadi Asam Vanilat menggunakan Katalis TiO2Al2O3 (1:1) yang Dibuat dengan PEG 6000. (Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.
Urhadiansyah, Y. 2005. Escapsulasi Enzim Horseradish Peroxidas-Glucose Oxidase(HRP-Gox) dalam Aquagel Silika Hasil Sintesis dari Abu Sekam Padi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Utari, T. 1994. Pembuatan Adsorben Alumina dari Kaolin.(Tesis). Universitas Indonesia. Depok. Vlack Van and H. Lawrench. 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Non Logam). Edisi kelima. Alih Bahasa: Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta. Watanabe, K., Edward, A., and Giess. 1994. Cristallization Kinetics of HighCordierite Glass. Journal of Non-Crystaline Solids. Vol 169. Page 306-310. Yalamac, E. 2004. Preparation of Fine Spinal and Cordierite Ceramic Powders. (Thesis). Izmir Inztitude of Technology.