190
Marga Asta Jaya Mulya / Studi Awal Pengemb Pengembangan Alat Ukur Konduktivitas Termal ermal Menggunakan Sensor Thermocouple dan Heat Flux
Studi Awal Pengembangan angan Alat Ukur Konduktivitas Termal Termal Menggunakan Sensor Thermocouple dan Heat Flux Marga Asta Jaya Mulya1), Hendra Adinanta2), Yana Menre K.3) 1,2)
Pusat Penelitian Fisika - LIPI PT BIN - BATAN Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan email:
[email protected] 3)
Abstrak – Konduktivitas termal merupakan suatu parameter yang ang digunakan untuk mengetahui karakteristik material yang diperlukan pada implementasi material yang berhubungan dengan penggunaannya pada area suhu yang luas, seperti pada blok mesin, pipa penghantar, kawat listrik, heat exchanger dan lain sebagainya. Ke Keberadaan alat konduktivitas thermal yang terbatas di Indonesia menjadikan analisa thermal dari material-material material material tersebut sangat terbatas. Pada kegiatan ini, studi awal pengembangan alat ukur kur konduktivitas thermal panas dilakukan. Material yang diukur, diberi perbedaan panas mengunakan heater dan heatshink sebagai pendingin. Kedua permukaan material diletakkan sensor thermocouple dan heat flux. Material Mate yang digunakan adalah stainlesssteel 304 304. Variasi metode pengukuran dilakukan untuk mengamati pengaruhnya pengaruhnya terhadap hasil pengukuran konduktivitas termal termal. Nilai konduktivitas termal terbaik yang didapat dari proses pengukuran adalah sebesar 1,68 W/mK. Dari hasil yang belum mendekati nilai yang sesuai dapat diketahui bahwa pengaruh lingkungan terhadap proses pengukuran. Diperlukan penyempurnaan terhadap alat uji dengan menambahkan pelindung panas pada alat uji konduktivitas termal termal. Kata kunci: konduktivitas termal, thermocouple, heat flux sensor Abstract – Thermal conductivity is a parameter that used to find find out the caracteristic of a material for a specific application such as machine block, electric wire, heat exchanger, etc. The limited avaibility of this instrument in Indonesia causing difficulties on thermal analisys. analisys This research focussing on development ent of thermal conductivity measuring device.Thermal conductivity measuring device will provide heat to a sample and use a heatsink as cooler in the bottom of the device. Sample that used in this research is 304 stainless steel. Various methode of measurement has been used to examine the effect of those method methodess on the result of measurement. Best measurement result in this activity is 1,68 W/mK. From that result, which is not fit for a 304 stainless steel sample, we find out that the environment posses great influence on the measurement result. It is required a heat guard to protect the device from environment environment. Key words: thermal conductivity, thermocouple, heatflux sensor
I. PENDAHULUAN Perkembangan riset material maju saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak industri maupun institusi riset di Indonesia yang membutuhkan peralatan untuk menunjang penelitian di bidang bida pengembangan material maju. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh industri maupun institusi riset di Indonesia untukk mengembangkan riset karena sulitnya melakukan pengadaan alat-alat alat riset yang harganya mahal dan terbatasnya anggaran riset. Alat lat analisa yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah analisa konduktivitas termal. Konduktivitas termal merupakan suatu besaran intensif suatu material yang menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan panas. Proses penghantaran panas terjadi melalui media material yang diukur konduktivitasnya. Dalam proses pengukuran konduktivitas termal diperlukan suatu metode standar, salah satuya adalah ASTM E 1530-99. Pada penelitian ini standar ASTM E 1530-99 99 dijadikan sebagai metode untuk mengevaluasi resistasi transmisi termal dari suatu material dengan menggunakan teknik guarded heat flow (aliran panas yang diarahkan) [1]. Pada teknik ini aliran panas dikondisikan dengan
memfokuskan panas yang menghantar tar dari permukaan material yang bertemperatur lebih tinggi ke permukaan yang bertemperatur lebih rendah. II. LANDASAN TEORI A. Konduktivitas Termal Konduksi termal adalah perpindahan panas dengan cara agitasi molekul dalam suatu material tanpa gerak materi secara keseluruhan [2,3]. Konduksi termal merupakan suatu fenomena transport yang mana perbedaan temperatur menyebabakan transfer energi termal dari satu daerah material yang memiliki temperatur yang lebih panas ke daerah aerah yang sama pada temperatur yang lebih rendah [4,5,6].. Secara sederhana konduktivitas termal dapat diperoleh dari persamaan (1). (1)
Besaran ini didefinisikan sebagai panas (Q), yang dihantarkan selama waktu (t) melaui ketebalan (L) dengan arah normal ke permukaan dengan luas (A) yang disebabkan oleh perbedaan temperatur (∆T) dalam kondisi konstan.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII XXVI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014
Marga Asta Jaya Mulya / Studi Awal Pengembangan Alat Ukur Konduktivitas Termal Menggunakan Menggunakan Sensor Thermocouple dan Heat Flux
B. Heat Flux Transducer (HFT) Sensor HFT merupakan transduser yang menghasilkan sinyal listrik sebanding dengan tingkat panas keseluruhan diterapkan pada permukaan sensor. Heat rate yang diukur dibagi dengan luas permukaan sensor untuk menentukan fluks panas [7]. Fluks panas yang diukur oleh sensor dapat berasal dari media sumber panas yang bertemperatur lebih tinggi ke temperatur yang lebih rendah secara radiasi, konveksi, maupun konduksi.. Besarnya panas yang diukur oleh sensor HFT sangat bengantung dengan besarnya nilai optimasi panas yang melewati permukaan sensor. Dalam satuan SI, tingkat panas diukur dalam watt w dan fluks panas dihitung dalam watt att per meter persegi. Sebuah sensor panas fluks harus mengukur kerapatan fluks panas lokal dalam satu arah yang hasilnya dinyatakan dalam satuan watt per meter persegi. Perhitungannya ditunjukkan oleh persamaan (2) (2) di mana Vsen adalah output sensor dan Esen adalah konstanta kalibrasi dari sensor.
tebal 5 mm.. Sensor HFT berada di antara sample dan TC case. Beban (W)) sebesar 2 kg. Heatsink diletakkan pada susunan paling bawah untuk membuang panas selama proses pengujian. Suhu yang diberikan heater diatur dengan menggunakan PID controller buatan Autonic dengan seri TK4S-T4CN. T4CN. Sedangkan nilai suhu sebelum dan sesudah sampel serta keluaran dari HFT sensor diukur dengan menggunakan data acquisition (DAQ) U6 pro buatan Labjack. Data dari HFT yang diperoleh adalah nilai Q/A dalam satuan W/m2. Untuk mendapatkan nilai tersebut maka tegangan yang terukur dari HFT dibagi dengan nilai sensitivitas sensor. Nilai sensitivitas sensor HFT yang digunakan pada penelitian kali ini adalah 10,7 uV/(W/m2). Semua data yang dikumpulkan dikirim ke komputer dengan menggunakan koneksi USB. Oleh komputer data diolah, ditampilkan ilkan dalam bentuk Grafik dan disimpan untuk analisa lebih lanjut. Proses pengujian dilakukan dengan memberikan panas sebesar 60oC dan suhu tersebut dipertahankan selama 5 menit. Kemudian suhu ditingkatkan menjadi 80oC selama 5 menit dan 100oC selama 5 menit. Selama proses tersebut data terus direkam oleh komputer. Nilai W (berat yang diaplikasikan pada sistem alat) divariasi mulai dari 2 kg, 5 kg dan 20 kg untuk mengetahui pengaruh dari efek pembebanan pada sistem alat. Selain itu, untuk melihat ihat pengaruh lingkungan terhadap proses pengujian.
Gambar 1. Karakteristik umum sensor HFT.
Seperti ditunjukkan dalam Gambar ambar 1, sensor fluks panas umumnya memiliki bentuk pelat datar dan kepekaan dalam arah tegak lurus ke permukaan sensor. Sejumlah termokopel dihubungkan secara seri yang disebut thermopiles.. Keuntungan dari sistem rangkaian Thermopiles adalah stabilitasnya, nilai ohmik rendah yang berarti sedikit gangguan elektromagnetik dan rasio signal - noise yang baik, sedangkan kerugiannya adalah memiliki sensitivitas yang rendah [7,8]. B. Standar ASTM E 1530-99 Metode pengukuran konduktivitas termal pada standar ini memiliki ki batasan pengukuran resistansi aliran panas material dengan ketebalan sampel ukur kurang dari 25 mm dan berdiameter sebesar 50,8 mm atau 2 inchi. Resistansi termal yang diukur harus berkisar dari 10 sampai 400 × 10-4 m2.K/W dan nilai konduktivitas termalnya berkisar 0,1< λ < 30 W/(m.K) pada temperatur berkisar 150 sampai 600 ºK [1]. III. METODE PENELITIAN Proses pengujian dilakukan dengan ngan metode stack seperti pada Gambar ambar 2. Sampel yang akan diuji diletakkan pada stack diantara heater dan termocouple (TC) case. TC case dan heater ini terbuat dari bahan alumunium. Sedangkan sampel yang digunakan adalah material stainless steel 304 dengan diameter 50,8 mm dan
191
W
TC
Heater
PID
USB
Sample
HFT Sensor
DA TC case
Heatsink Gambar 2. Skema pengembangan alat ukur konduktivitas konduktivitas.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Beban 2 kg Pada pengujian ini didapat hasil seperti pada Gambar 3. Pada saat suhu dinaikkan dari 60oC ke 80oC dan dari 80oC ke 100oC terdapat lonjakan pada nilai selisih suhu (∆T). ). Lonjakan nilai ini terjadi karena lambatnya rambatan panas dari heater ke TC case. Selain itu nilai selisih suhu juga terus meningkat yang menandakan adanya panas yang hilang selama proses pengukuran pengukuran.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII XXVI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014
192
Marga Asta Jaya Mulya / Studi Awal Pengembangan Alat Ukur Konduktivitas Termal Menggunakan Sensor Thermocouple dan Heat Flux
Gambar 3. Grafik perubahan suhu pada uji beban 2 kg.
Gambar 5. Grafik perubahan suhu pada uji kapton tape.
Gambar 4. Grafik perubahan k pada uji beban 2 kg.
Setelah semua data dimasukkan, maka didapat Gambar 4 dengan nilai k (konduktivitas termal) tertinggi sebesar 0,97 W/mK. Nilai ini berbeda sangat jauh jika dibandingkan dengan nilai yang diketahui dari konduktivitas termal suatu stainless steel 304 yang sebesar 16 W/mK. B. Hasil Uji Kapton Tape Pada pengujian ini alat ukur konduktivitas termal dibalut dengan selotip kapton (kapton tape) untuk melihat pengaruh dari lingkungan sekitar. Dalam hal ini mencegah panas keluar dari alat. Hasil pengukuran terdapat pada Gambar 5. Pada Gambar 5, dapat diketahui bahwa selisih suhu ketika mencapai 80oC Grafik selisih suhu kembali mendekati nilai awal ketika suhu belum dinaikkan. Ini berarti hanya sedikit panas yang terbuang ke lingkungan. Pada Gambar 6 didapat nilai k hasil perhitungan dari seluruh data yang diperoleh. Nilai k yang didapat secara umum lebih baik dari pengujian sebelumnya yaitu sekitar 1,07 W/mK. Hasil ini tetap jauh dari harapan mencapai 16 W/mK pada pengukuran K.
Gambar 6. Grafik perubahan k pada uji kapton tape.
C. Hasil Uji dengan Beban 5 kg Pada pengujian ini, alat uji tidak dibalut dengan kapton tape tetapi nilai W pada Gambar 2 ditambah menjadi 5 kg. Pada hasil pengukuran dengan beban 5 kg pada Gambar 7, menunjukkan bahwa nilai selisih suhu mulai berkurang bila diandingkan dengan 2 pengujian sebelumnya. Nilai selisih suhu pada 60oC rata-rata adalah sebesar 5,62oC. Pada suhu 80oC dan 100oC selisih suhunya adalah 21,1oC dan 34,07oC.
Gambar 7. Grafik perubahan suhu pada uji beban 5 kg.
Hasil perhitungan k terdapat pada Gambar 8.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 ISSN : 0853-0823
Marga Asta Jaya Mulya / Studi Awal Pengembangan Alat Ukur Konduktivitas Termal Menggunakan Sensor Thermocouple dan Heat Flux
193
Gambar 10. Grafik perubahan k pada uji beban 20 kg. Gambar 8. Grafik perubahan k pada uji beban 5 kg.
Nilai k yang diperoleh tertinggi sebesar 1,68 W/mK. Dan terus berkurang hingga 1,39 W/mK pada suhu sekitar 100oC. Nilai ini adalah nilai tertinggi dari semua pengujian yang dilakukan, nilai ini juga terus berkurang seiring penambahan suhu heater. Pengurangan nilai k yang terjadi disebabkan karena adanya panas yang keluar dari sistem alat ukur konduktivitas termal. D. Hasil Uji dengan Beban 20 kg Pada pengujian kali ini beban ditambah menjadi 20 kg. Hasil pengukuran terdapat pada Gambar 9. Pada hasil pengukuran dengan beban 20 kg pada Gambar 9, menunjukkan bahwa nilai selisih suhu mulai berkurang bila diandingkan dengan pengujian 1 dan 2. Nilai selisih suhu pada 60oC rata-rata adalah sebesar 7,3oC. Pada suhu 80oC dan 100oC selisih suhunya adalah 21,6oC dan 33,57oC. Hasil ini hampir serupa dengan pengukuran dengan menggunakan beban 5 kg. Hasil perhitungan k terdapat pada Gambar 10.
Nilai k yang diperoleh tertinggi sebesar 1,53 W/mK dan terus berkurang hingga 1,37 W/mK pada suhu sekitar 100oC. Nilai ini hampir sama dengan pengujian sebelumnya, pada pengujian ini nilai k mengalami pengurangan seiring penambahan suhu heater. Pengurangan nilai k yang terjadi disebabkan karena adanya panas yang keluar dari sistem alat ukur konduktivitas termal. V. KESIMPULAN Setelah melalui beberapa pengujian, dapat diperoleh hasil bahwa alat ukur yang dikembangkan telah mampu melakukan pengukuran konduktivitas termal. Nilai k tertinggi diperoleh pada pengujian dengan beban 5 kg yaitu sebesar 1,68 W/mK. Hasil ini masih sangat jauh dari harapan nilai k dari suatu stainless steel 304 sebesar 16 W/mK. Rendahnya nilai k ini berhubungan dengan selisih suhu pada setiap pengujian. Semakin besar selisih suhu pada proses pengujian maka nilai k akan semakin rendah. Tingginya selisih suhu ini disebabkan karena panas dari heater yang keluar dari sistem. Diperlukan suatu sistem isolasi panas yang mampu mencegah panas keluar dari sistem. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada Pusat Penelitian Fisika LIPI atas segala fasilitas yang diberikan untuk proses penelitian ini dan Bapak Agus Sukarto Wismogroho atas bimbingannya. PUSTAKA [1]
Gambar 9. Grafik perubahan suhu pada uji beban 20 kg. [2] [3] [4]
[5]
[6]
Anonim, Standard Test Method for Evaluating the Resistance to Thermal Transmission of Materials by the Guarded Heat Flow Meter Technique, ASTM International, 1999. D. Halliday, R. Resnick, & J. Walker, Fundamentals of Physics (5th ed.). John Wiley and Sons, New York, 1997. www.en.wikipedia.org/wiki/thermal_conductivity diakses pada 15 April 2014. W. Callister, Appendix B : Materials Science and Engineering - An Introduction. John Wiley & Sons. p. 757, 2003. R. Gardon, An instrument for the direct measurement of intense thermal radiation, Rev. Sci. Instrum., 24, 366-370, 1953. T. E. Diller, Advances in Heat Transfer, Vol. 23, p.297298, Academic Press, 1993.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 ISSN : 0853-0823
194
[7]
Marga Asta Jaya Mulya / Studi Awal Pengembangan Alat Ukur Konduktivitas Termal Menggunakan Sensor Thermocouple dan Heat Flux
www.en.wikipedia.org/wiki/heat_flux_sensor pada 15 April 2014.
diakses
TANYA JAWAB Dewita, BATAN ? Apakah sampel bersifat endoterm atau eksoterm? Jangan-jangan perbedaan suhu itu akibat sampel yang bersifat endoterm?
Marga Asta Jaya Mulya, LIPI @ Sampel yang digunakan adalah stainless steel 304 yang memiliki nilai k = ±16 w/mk dan dari hasil pengukuran kami belum mencapai nilai itu. Penyempurnaan alat terus dilakukan dengan harapan terjadi perbaikan hasil pengukuran. Soal endoterm/eksoterm saya belum tahu apa efeknya terhadap pengukuran.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 ISSN : 0853-0823