ANALISIS TERMAL DAERAH PERAKARAN PADA MEDIA TANAM SISTEM HIDROPONIK UNTUK TANAMAN SELADA DI DATARAN RENDAH TROPIKA
AULYA ABRAR
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Termal Daerah Perakaran pada Media Tanam Sistem Hidroponik untuk Tanaman Selada di Dataran Rendah Tropika adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Aulya Abrar NIM F14100081
ABSTRAK AULYA ABRAR. Analisis Termal Daerah Perkaran pada Media Tanam Sistem Hidroponik untuk Tanaman Selada di Dataran Rendah Tropika. Dibimbing oleh HERRY SUHARDIYANTO. Suhu udara di dalam greenhouse cenderung lebih tinggi dibandingkan di luar greenhouse. Untuk mengatasi masalah tersebut, sistem pendinginan daerah perakaran diajukan sebagai sistem yang lebih efisien dibanding dengan pendinginan daerah pucuk. Pendinginan daerah perakaran sistem hidroponik dapat dilakukan dengan pendinginan larutan nutrisi tanaman secara langsung. Pendinginan larutan nutrisi dilakukan dengan unit pendingin kemudian mengalirkannya ke daerah akar tanaman dengan suhu yang dijaga sesuai dengan suhu optimum bagi tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pindah panas pada media hidroponik, melakukan validasi model pindah panas, dan memprediksi suhu input agar mendapatkan suhu daerah perakaran yang diinginkan. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan model pindah panas tersebut, suhu hasil prediksi ternyata sangat mendekati suhu hasil pengukuran. Untuk mendapatkan suhu akar tanaman selada 20 °C pada jam 14.00 WIB ketika radiasi matahari 687 W/m2 dan suhu udara luar 32 °C, maka suhu larutan nutrisi di titik inlet haruslah 19.85 °C untuk kotak media yang diinsulasi styrofoam tebal 5 cm, dan 17.06 °C untuk kotak media yang tidak diinsulasi. Kata kunci: pendinginan, daerah perakaran, suhu, greenhouse, model pindah panas
ABSTRACT AULYA ABRAR. Termal Analysis of Root Zone in a Hydroponic System for Lettuce Plants in Tropical Lowlands. Supervised by HERRY SUHARDIYANTO Air temperature inside the greenhouse tends to be higher than that of outside the greenhouse. To overcome this problem, root zone cooling systems is proposed to be cost-effective and much more efficient than cooling the shoot zone. The root zone cooling system can be constructed by cooling the plant nutrient solution. The nutrient solution is cooled by cooling unit then distributed to root zone area and kept it on optimal temperature range. This study aims to analyse the heat transfer in the cooled nutrient on hydroponic media, to validate the heat transfer model, and to predict the input of nutrient solution temperature in order to achieve the set point of root zone temperature. The results of this study showed that by using the heat transfer model the predicted temperatures were very close to that of measured temperature. The temperature of nutrient solution at the inlet should be set to 19.85 °C for media insulated by styrofoam with thickness 5 cm and 17.06 °C for un-insulation media to achieve root zone temperature of 20 °C (2.00 pm, solar radiation 687 W/m2, outside air temperature 32 °C). Keywords: cooling, root zone, temperature, greenhouse, heat transfer model
ANALISIS TERMAL DAERAH PERAKARAN PADA MEDIA TANAM SISTEM HIDROPONIK UNTUK TANAMAN SELADA DI DATARAN RENDAH TROPIKA
AULYA ABRAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Termal Daerah Perakaran pada Media Tanam Sistem Hidroponik untuk Tanaman Selada di Dataran Rendah Tropika Nama NIM
: Aulya Abrar : F14100081
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 sampai bulan Juli 2014 ini ialah root zone cooling, dengan judul Analisis Termal Daerah Perakaran pada Media Tanam Sistem Hidroponik untuk Tanaman Selada di Dataran Rendah Tropika. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto, MSc selaku pembimbing, Bapak Dr Ir Rokhani Hasbulah Msi dan Bapak Dr Ir Leopold O. Nelwan, Msi selaku dosen penguji, serta Bapak Agus Gautsun Niam dan Bapak Yulianto yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dharma, Bapak Ahmad, Bapak Harto, Kakak Nurul, Muharrom, Nurbaiti, Fajar, Friandost, serta teman-teman Anthares yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada ayahanda Sudirman, ibunda Solfia Rina serta saudara-saudaraku Feni, Fero, Icha, dan Nency yang telah memberikan doa, semangat, motivasi, dan kasih sayangnya, serta kepada Mellyana yang telah memberikan semangat dan motivasi selama menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014 Aulya Abrar
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
METODE
8
Waktu dan Tempat Penelitian
8
Alat dan Bahan
8
Prosedur Analisis Data
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Parameter Lingkungan Greenhouse
12
Perpindahan Panas dan Kenaikan Suhu
13
Validasi Model Pindah Panas
15
Perencanaan Suhu Larutan Nutrisi di Posisi Inlet pada Pagi dan Siang Hari untuk Budidaya Tanaman Selada SIMPULAN DAN SARAN
16 18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
21
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Modified Standard Peak Greenhouse Ilustrasi perpindahan panas pada dua dinding berbeda Kotak media diinsulasi dengan styrofoam Sistem irigasi dan drainase hidroponik Perubahan radiasi matahari dan suhu di dalam dan di luar greenhouse (14 Juli 2014) Pindah panas pada masing-masing sisi kotak media Perbedaan suhu pada setiap bagian pada proses perpindahan panas Perbandingan pindah panas yang terjadi pada kotak media diinsulasi dengan tidak diinsulasi Energi panas yang disimpan atau dilepas pada daerah akar setiap 15 menit Plot suhu larutan nutrisi daerah akar hasil pengukuran dan hasil simulasi
5 8 9 9 11 12 12 13 14 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Titik pengukuran suhu Keterangan simbol-simbol rumus Posisi kotak media terhadap mata angin Sifat-sifat fisik air dan udara
22 23 24 25
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Greenhouse atau rumah tanaman merupakan lingkungan tumbuh tanaman yang dirancang agar tanaman dapat tumbuh secara optimal. Di dalam greenhouse tanaman terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti kecepatan angin dan curah hujan yang terlalu tinggi, serta hama dan penyakit. Di dalam greenhouse, parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, yaitu cahaya matahari, suhu udara, kelembapan udara, pasokan nutrisi, kecepatan angin, dan konsentrasi karbondioksida dapat dikendalikan dengan lebih mudah (Suhardiyanto 2009). Struktur greenhouse berinteraksi dengan parameter iklim di lingkungan greenhouse dan menciptakan iklim mikro di dalamnya yang berbeda dengan parameter iklim di sekitar greenhouse dimana suhu udara di dalam greenhouse cenderung lebih tinggi dibanding suhu udara di luar greenhouse (Suhardiyanto 2009). Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman di dalam greenhouse. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan metode-metode penurunan suhu di dalam greenhouse salah satunya adalah zone cooling. Zone cooling adalah metode penurunan suhu yang dilakukan pada daerah terbatas disekitar tanaman. Salah satu cara yang dilakukan dalam metode zone cooling adalah pendinginan larutan nutrisi pada budidaya tanaman secara hidroponik. Pendinginan larutan nutrisi bertujuan untuk menjaga suhu daerah perakaran tanaman cukup rendah walaupun suhu udara tinggi pada siang hari (Suhardiyanto 2009). Hal itu dilakukan dengan mendinginkan larutan nutrisi secara langsung menggunakan unit pendingin lalu mengalirkannya ke dalam kotak yang dijadikan media tanam. Perbedaan suhu antara lingkungan di dalam greenhouse dan media tanam menimbulkan interaksi perpindahan panas secara konveksi dan konduksi. Analisis termal perlu dilakukan pada root zone cooling media larutan nutrisi di dalam kotak plastik dengan insulasi styrofoam yang memperlihatkan laju aliran perpindahan panas karena perbedaan suhu dari beberapa bagian. Pemodelan matematika dari analisis termal ini dapat digunakan lebih lanjut sebagai acuan untuk menentukan input suhu larutan nutrisi sehingga menghasilkan suhu larutan nutrisi di daerah perakaran sesuai dengan yang diperlukan oleh tanaman yang dibudidayakan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis termal pada daerah perakaran sistem hidroponik dengan pendinginan larutan nutrisi oleh unit pendingin dan dialirkan ke kotak media tanam, melakukan validasi model pindah panas melalui perbandingan simulasi dengan hasil pengukuran. Model pindah panas yang dibangun kemudian digunakan untuk perencanaan suhu larutan nutrisi pada posisi inlet untuk mendapatkan suhu daerah perakaran yang diharapkan pada budidaya tanaman selada.
2
TINJAUAN PUSTAKA Sistem Hidroponik dan Root Zone Cooling Kultur hidroponik adalah metode penanaman tanaman tanpa menggunakan media tumbuh dari tanah. Secara harafiah hidroponik berarti penanaman dalam air yang mengandung campuran hara. Dalam praktek sekarang ini, hidroponik tidak terlepas dari penggunaan media tumbuh lain yang bukan tanah sebagai penopang pertumbuhan tanaman (Rosliani dan Sumarni 2005). Berbagai sistem hidroponik, secara prinsip menyediakan dan mengalirkan larutan mineral sebagai nutrien bagi tanaman, perlu formula larutan nutrien yang sangat tepat untuk budidaya secara hidroponik. Menurut Rosliani dan Sumarni (2005), sistem hidroponik dikelompokan menjadi dua, yaitu kultur substrat dan kultur air. Pada kultur substrat, penanaman dilakukan menggunakan media tanam padat berpori sebagai tempat dimana akar tanaman tumbuh. Media tanam yang digunakan dapat berupa media organik, anorganik, atau campuran keduanya. Pada kultur air, penanaman dilakukan tidak menggunakan media tanam atau media tumbuh, sehingga akar tanaman tumbuh di dalam larutan nutrisi atau di udara. Kultur air dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu hidroponik larutan diam, hidroponik dengan larutan nutrisi yang disirkulasikan, dan aeroponik. Sistem hidroponik yang digunakan pada penelitian ini mengacu kepada larutan nutrisi yang mengalir dengan aliran yang pelan. Larutan nutrisi yang terdapat di dalam suatu wadah dialiri hembusan gelembung udara agar kandungan oksigen di dalam larutan nutrisi dapat memenuhi kebutuhan akar dan pertumbuhan tanaman. Daerah lingkungan sekitar tanaman sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, yaitu daerah perakaran maupun daerah kanopi tanaman. Zone cooling telah dikembangkan sebagai metode pendinginan di dalam greenhouse untuk kondisi lingkungan panas dan lembab (Suhardiyanto 1994). Meskipun suhu udara di dalam rumah tanaman tinggi, tetapi apabila suhu di daerah perakaran dapat dipertahankan cukup rendah, maka pertumbuhan tanaman akan cukup baik. Dengan demikian, energi yang diperlukan lebih sedikit jika dibandingkan dengan energi untuk mendinginkan seluruh volume dalam rumah tanaman (Suhardiyanto 2009). Menurut Delucia et al. (1992), peningkatan suhu akar dapat meningkatkan respirasi akar dan memperlambat pertumbuhan daun rumput Andropogon gerardii, yang memiliki suhu optimal pertumbuhan daun pada suhu akar 25 °C. Suhu akar yang rendah, dapat menyebabkan serapan air atau nutrisi dari akar berkurang karena penurunan transpor transmembran (Markhart et al. 1979). Disamping itu Davies dan Volkenburgh (1983) menjelaskan bahwa penurunan suhu daerah akar juga dapat menyebabkan tanaman mengalami gelaja stres dan layu yang disebabkan oleh ketersediaan air akar menurun. Wang dan Tachibana (1996) menjelaskan bahwa pertumbuhan akar, tingkat pelebaran daun, kadar air di daun, laju fotosintesis, dan konsentrasi mineral daun menurun drastis karena suhu pada zona perakaran yang tinggi. Dalam mengatasi hal tersebut, root zone cooling dapat mengurangi stres tanaman pada saat suhu udara tanaman cukup tinggi. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan kondisi lingkungan di dalam greenhouse yang menyebabkan suhu udara di dalam greenhouse lebih tinggi dari udara sekitar greenhouse. Untuk itu beberapa metode
3 pendinginan daerah terbatas dikembangkan dengan tujuan untuk menghemat biaya operasional dan memberikan lingkungan pertumbuhan optimum pada tanaman. Metode pendinginan seperti evaporative cooling dengan mendistribusikan kabut air sehingga dapat menurunkan suhu udara di dalam greenhouse. Namun hal tersebut dapat meningkatan kelembaban di dalam greenhouse sehingga dapat memicu berkembangbiaknya mikroorganisme dan jamur. Metode pendinginan daerah terbatas contohnya yaitu root zone cooling dengan menjaga suhu daerah perakaran dalam kondisi optimal. Metode ini sudah banyak dikembangkan untuk bermacam tanaman. Penelitian mengenai sayuran selada yang dilakukan oleh Marsh (1987) menunjukkan bahwa temperatur akar yang lebih tinggi pada saat musim dingin dapat menambah luasan daun. Wolfe (1991) juga menjelaskan bahwa penurunan yang signifikan terhadap rasio luas daun terjadi pada beberapa jenis tanaman ketika tumbuh dengan suhu yang lebih dingin. Untuk daerah subtropis, pada musim dingin dimana suhu lingkungan berada pada titik yang relatif rendah, meningkatkan suhu daerah akar memiliki dampak positif terhadap produktivitas tanaman yang dipengaruhi oleh reduksi resistansi akar sehingga keseimbangan air tanaman terjaga (Challa et al. 1995). Penelitian yang dilakukan pada sayuran selada di musim dingin, Hicklenton dan Wolynetz (1987) menjelaskan bahwa dengan meningkatkan suhu di daerah akar pada sistem hidroponik, menghasilkan peningkatan nilai luasan daun, rasio luas daun, dan rasio berat daun yang diukur pada saat pemanenan. Penjelasan dari beberapa penelitian tersebut, dapat diartikan bahwa pertumbuhan tanaman dapat dioptimalkan dengan menjaga suhu daerah perakaran, baik itu didinginkan atau dipanaskan untuk mencapai suhu akar yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Untuk itu root zone cooling adalah cara yang tepat dilakukan guna menciptakan pertumbuhan tanaman yang optimal ditengah suhu lingkungan yang tinggi. Greenhouse Greenhouse adalah suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya (Nelson 1978). Biasanya budidaya tanaman dengan cara hidroponik dilakukan di dalam greenhouse karena faktor lingkungan di dalam greenhouse lebih mudah dikendalikan sehingga dari tanaman yang ditanam dengan sistem hidroponik mendapatkan pertumbuhan dan produktivitas yang optimal. Pada awalnya greenhouse dirancang untuk wilayah subtropis dengan empat musim. Dengan adanya greenhouse tanaman dapat hidup sepanjang tahun meskipun suhu lingkungan di luar greenhouse sangat rendah. Dengan kata lain, suhu di luar greenhouse lebih rendah dibandingkan suhu di dalam greenhouse. Indonesia dengan iklim tropis, greenhouse berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan hama, curah hujan, dan kecepatan angin yang tinggi. Suhardiyanto (2009) menjelaskan bahwa struktur greenhouse berinteraksi dengan parameter iklim di sekitar greenhouse dan menciptakan iklim mikro di dalamnya yang berbeda dengan parameter iklim di sekitar greenhouse yang disebut sebagai peristiwa greenhouse effect. Menurut Bot (1983), greenhouse effect disebabkan oleh dua hal, yaitu: (1) pergerakan udara di dalam greenhouse yang relatif sangat sedikit atau cenderung stagnan. Hal ini menyebabkan suhu udara di
4 dalam greenhouse cenderung lebih tinggi daripada di luar, dan (2) radiasi matahari gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse melalui atap dan dipantulkan oleh lantai serta diubah menjadi radiasi gelombang panjang. Radiasi gelombang panjang ini tidak dapat keluar dari greenhouse dan terperangkap di dalamnya. Radiasi gelombang panjang yang terperangkap di dalam greenhouse menyebabkan naiknya suhu udara di dalam greenhouse. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diperhatikan bentuk greenhouse maupun sirkulasi udara di dalamnya (Boutet dan Terry 1987). Adanya greenhouse effect maka rancangan greenhouse untuk daerah tropika basah haruslah berbeda dengan greenhouse untuk daerah subtropis. Untuk kawasan yang beriklim tropika basah seperti Indonesia konsep rumah tanaman dengan umbrella effect dipandang lebih sesuai. Rumah tanaman lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin, dan hama. Selain itu, rumah tanaman dibangun untuk mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto 2009). Menurut Suhardiyanto (2009), greenhouse dengan tipe modified standard peak dengan bentangan satu atau lebih adalah tipe greenhouse yang cocok digunakan di Indonesia. Tipe atapnya memungkinkan bukaan ventilasi pada bubungan rumah tanaman dapat dibuat dengan mudah dan strukturnya cukup stabil untuk menahan angin yang kencang. Penentuan sudut kemiringan atap rumah tanaman di kawasan yang beriklim subtropika mempertimbangkan sudut datang radiasi matahari pada atap rumah tanaman sepanjang tahun. Kemiringan atap dan tinggi dinding merupakan faktor penting yang menentukan kondisi termal di dalam greenhouse. Karena pada prinsip dasarnya, suhu udara yang lebih tinggi memiliki masa jenis yang lebih ringan dibandingkan dengan masa jenis suhu udara yang lebih rendah, maka udara yang lebih panas akan naik dan berada pada bagian atas. Kemiringan atap disarankan adalah berkisar 27° – 30°. Penentuan sudut kemiringan atap yang optimal perlu mempertimbangkan radiasi matahari dan kecepatan angin di luar greenhouse (Sumarni 2007). Menurut Suhardiyanto (2009), bentuk modified standard peak greenhouse merupakan modifikasi dari span roof atau standard peak greenhouse. Modifikasi dilakukan terhadap bagian bubungan. Bentuk gable tidak lagi segitiga, karena atap dibuat bersusun dua dengan bukaan ventilasi yang luas dan ditutup screen. Gambar 1 adalah modified standard peak greenhouse di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo yang kembangkan dan dirancang oleh Herry Suhardiyanto. Bentuk atap dengan bukaan seperti ini memungkinkan terjadinya ventilasi alamiah, walaupun tidak ada angin yang bertiup. Aliran udara yang keluar melalui bukaan ventilasi di bagian bubungan terjadi, karena perbedaan kerapatan udara. Agar perbedaan kerapatan udara tersebut lebih besar maka rumah tanaman dibuat lebih tinggi dari rata-rata tinggi rumah tanaman tipe standard peak. Hal ini sekaligus berarti bahwa tipe ini sesuai untuk tanaman yang tinggi, seperti tomat, paprika, dan melon.
5
Gambar 1 Modified Standard Peak Greenhouse
Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Selada atau lettuce (Lactuca sativa L.) adalah tanaman sayuran daun yang relatif banyak dikonsumsi di Indonesia, umumnya digunakan sebagai bahan untuk membuat salad atau dimakan sebagai lalapan. Menurut United States Departement of Agriculture (www.plants.usda.gov), selada termasuk kedalam kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta, superdivision Spermatophyta, division Magnoliophyta, class Magnoliopsida, subclass Asteridae, order Asterales, family Asteraceae/Compositae, genus Lactuca L., dan species Lactuca sativa L. Selada tumbuh baik pada temperatur harian 16 °C sampai 19 °C, temperatur malam 7 °C sampai 10 °C, dan temperatur perakaran 19 °C sampai 24 °C (Hicklenton dan Wolynetz 1987). Umur panen selada berbeda-beda tergantung jenisnya. Umumnya selada dipanen pada saat luasan daunnya sudah memenuhi permintaan pasar, karena selada adalah sayuran daun. Tanaman selada dapat dikelompokan menjadi lima kelompok, yaitu: 1) head atau cabbage lettuce, tanaman berbentuk padat seperti kubis; 2) romaine atau cos lettuce, panjang tanaman sekitar 15 cm, tegak, dan daun yang luas bertangkai; 3) butterhead lettuce, memiliki daun yang lunak dan lembut; 4) curled atau leaf lettuce, memiliki daun yang berkerut-kerut dan renyah; dan 5) stem lettuce, memiliki batang yang lebih besar dan merupakan bagian yang dikonsumsi. Penelitian Terkait Penelitian mengenai pendinginan daerah akar atau root zone cooling untuk mendapatkan produktivitas optimal tanaman sudah banyak dikembangkan. Kwack et al. (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh pendinginan daerah perakaran terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman paprika dengan sistem hidroponik menggunakan media rockwool cube. Penelitian dilakukan pada musim panas di daerah subtropis Korea. Pendinginan daerah akar dilakukan dengan mengalirkan air yang telah didinginkan (17 °C) melalui pipa plastik, sehingga dapat
6 menurunkan suhu daerah akar sebesar 3.6 °C. Dihasilkan bahwa tanaman paprika yang didinginkan tersebut memiliki tingkat pertumbuhan akar dan pembungaan yang lebih baik dan cepat dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberikan perlakuan root zone cooling. Sumarni et al. (2013) melakukan penelitian mengenai pendinginan daerah perakaran pada produksi tanaman benih kentang pada daerah dataran rendah tropika basah dengan sistem aeroponik di dalam greenhouse. Suhu di daerah perakaran dijaga dengan 4 perlakuan yaitu 10 °C, 15 °C, 20 °C, dan tanpa didinginkan. Dari 4 perlakuan tersebut didapatkan hasil bahwa produksi umbi kentang yang baik yaitu dengan mendinginkan daerah perakara pada suhu 10 °C dengan rata-rata jumlah umbi 14.85 umbi/tanaman. Randiniaty (2007) melakukan penelitian mengenai analisis termal pendinginan siang dan malam larutan nutrisi pada budidaya tanaman tomat dengan sistem hidroponik NFT (Nutrient Film Technique). Perlakuan pendinginan di daerah perakaran dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan mendinginkan larutan nutrisi pada malam hari, sepanjang hari, dan tidak didinginkan. Dari perlakuan tersebut dihasilkan bahwa persentase petumbuhan terbesar yaitu pada pendinginan larutan nutrisi di malam hari sebesar 93.9 % dibandingkan dengan pendinginan larutan nutrisi sepanjang hari dan tidak didinginkan. Hal ini juga di perkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muniarti (2008) dimana persentase tanamannya yang tumbuh baik mencapai 100 %, karena pendinginan larutan nutrisi pada malam hari menjadikan perbandingan suhu akar pada malam hari dengan siang hari relatif jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa pendinginan daerah perakaran dengan suhu yang sesuai dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman menuju nilai optimal. Suhardiyanto et al (2007) telah melakukan penelitian mengenai analisis pindah panas pada pendinginan dalam tanah untuk sistem hidroponik. Suhu larutan nutrisi diturunkan dengan memanfaatkan keadaan bawah tanah dengan suhu yang lebih rendah. Kemudian larutan nutrisi tersebut didistribusikan ke daerah akar tanaman. Dari hasil penelitian ini dihasilkan bahwa terjadi peningkatan suhu larutan nutrisi sepanjang perjalanannya dari tangki di dalam tanah ke daerah perakaran. Suhu air yang keluar dari emitter pada jaringan irigasi tetes dengan penempatan tangki di dalam tanah 0.1 °C sampai dengan 5.1 °C lebih rendah dibandingkan dengan suhu air yang keluar dari emitter pada jaringan irigasi tetes dengan penempatan tangki di atas tanah. Metode pendinginan dengan efek lingkungan dalam tanah dapat digunakan untuk zone cooling dengan menempatkan tangki larutan nutrisi di kedalaman tertentu sehingga dapat menghemat penggunaan energi untuk mendinginkan larutan nutrisi. Pindah Panas Perpindahan panas didefinisikan sebagai perpindahan energi dari suatu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda temperatur di daerah-daerah tersebut (Kreith 1994). Pindah panas dapat terjadi secara radiasi, konveksi, dan konduksi.
7 Radiasi Radiasi adalah perpindahan panas yang melewati suatu tempat dalam bentuk energi radiasi panas (Mastalerz 1977). Laju aliran panas suatu benda dengan cara radiasi dihitung berdasarkan hukum Stefan-Boltzmann: 𝑞𝑟= 𝜎𝜀𝐴𝑇𝑠4
(1)
dimana, qr adalah laju pindah panas secara radiasi (W/m2), σ adalah konstanta Stefan-Boltzmann, 5.67 x 10-8 (W/m2.K4). Konveksi Konveksi yaitu proses perpindahan panas karena kontak antara suatu permukaan dengan fluida mengalir (Kothandaraman 2006). Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan berdasarkan hukum Newton: (2)
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖 = ℎ 𝐴 (𝑇𝑠 − 𝑇~ )
dimana, qkonveksi adalah laju pindah panas secara konveksi (W/m2), h adalah koefisien pindah panas konveksi (W/m2 °C), Ts adalah temperatur permukaan bidang (°C), dan (𝑇~ ) adalah temperatur pada jarak tertentu dari permukaan bidang (°C). Konduksi Konduksi adalah transmisi panas melalui padatan, gas, cairan, atau diantara objek yang sama dan bersentuhan langsung. Perpindahan panas konduksi mengalir dari suhu yang lebih tinggi (Holman 2010). Besarnya laju aliran panas dengan cara konduksi suatu bahan dinyatakan dengan menggunakan hukum Fourier: Δ𝑇
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = −𝑘 𝐴 (Δ𝑥 ) = 𝑘 𝐴
𝑇1 −𝑇2 Δ𝑥
(3)
dimana, qkonduksi adalah laju pindah panas secara konduksi (W/m2), A adalah luas penampang suatu bidang (m2) dan ΔT adalah perubahan suhu diantara dua permukaan (°C). Perpindahan panas secara mantap yaitu perpindahan panas yang tidak terjadi perubahan suhu terhadap waktu. Bila dinding yang dilewati energi panas terdiri dari dua dinding dengan bahan yang berbeda seperti Gambar 2, maka laju perpindahan panas per satuan luas penampang dapat diturunkan sebagai berikut (Kamil dan Pawito 1983): (𝑇1 −𝑇2 )
𝑞1−𝑝 = 𝑘1 {
𝑞𝑝−2 = 𝑘2 {
∆𝑥1
}
(𝑇𝑝 −𝑇2 ) ∆𝑥2
}
(4) (5)
8
Gambar 2 Ilustrasi perpindahan panas pada dua dinding berbeda Dari persamaan (4) dan (5) didapatkan laju aliran panas dari titik satu ke titik dua sebagai berikut:
𝑞1−2 =
𝑇1 −𝑇2 ∆𝑥 ∆𝑥1 )+( 2 ) ( 𝑘2 𝑘1
(6)
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah tanaman atau greenhouse laboratorium lapang Siswadi Soepardjo dan laboratorium Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sejak April 2014 sampai dengan Juli 2014. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 14 Juli 2014. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pompa air, pipa PVC, aerator, chiller, hybrid recorder, thermocouple, automatic weather station, thermal conductivity meter, timbangan digital, thermometer, kotak plastik, styrofoam, PC, alat tulis, dan peralatan perbengkelan. Prosedur Analisis Data Analisis termal dilakukan terhadap kotak media tanam daerah perakaran tanaman selada yang dibudidayakan secara hidroponik larutan nutrisi. Dalam penelitian ini diambil beberapa asumsi, yaitu: (1) sifat fisik larutan nutrisi sama
9 dengan air; (2) pindah panas yang terjadi melalui proses konveksi dan konduksi dengan batasan sistem adalah dinding terluar dari insulasi wadah media tanam; dan (3) tidak ada pengaruh dari udara yang dihasilkan oleh aerator dalam larutan nutrisi terhadap pindah panas yang terjadi pada sistem. Wadah larutan nutrisi adalah kotak plastik dengan ukuran panjang, lebar, dan tingginya adalah 74 cm, 51 cm, dan 40 cm yang diinsulasi dengan styrofoam setebal 2 cm seperti pada Gambar 3. Larutan nutrisi didinginkan menggunakan chiller dialirkan ke dalam kotak media tanam. Terdapat 16 lubang output dari pipa sebagai input larutan nutrisi di dalam kotak media tanam, seperti yang ditunjukan pada Lampiran 1. Pada ketinggian 39 cm dari dasar kotak, kotak dilubangi sebagai limpasan dari larutan nutrisi (output) sehingga larutan nutrisi kembali ke tangki larutan nutrisi dan didinginkan lagi oleh chiller. Di dalam kotak media dipasangkan aerator untuk menyediakan kebutuhan oksigen. Aliran larutan nutrisi pada sistem hidroponik ditunjukan pada Gambar 4. Pengukuran suhu dilakukan menggunakan termocouple pada titik-titik yang diperlihatkan pada Lampiran 1. Pengukuran dimulai dari jam 07.00 WIB sampai jam 17.00 WIB. Suhu yang dibaca oleh termocouple direkam oleh data logger setiap 10 detik. Radiasi, suhu greenhouse dan luar greenhouse, serta kelembaban diukur menggunakan automatic weather station setiap 30 menit.
Gambar 3 Kotak media diinsulasi dengan styrofoam
Gambar 4 Sistem irigasi dan drainase sistem hidroponik
10 Aliran kalor menyeluruh sebagai hasil gabungan proses konduksi dan konveksi pada kondisi mantap akan menghasilkan suatu tahanan termal (Çangel 2003). Total tahanan termal adalah sebagai berikut: (7)
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 + 𝑅4
dimana, R1 adalah tahanan termal karena pindah panas konveksi antara udara di dalam greenhouse dengan permukaan luar insulasi, R2 adalah tahanan termal karena pindah panas konduksi pada insulasi styrofoam, R3 adalah tahanan termal karena pindah panas konduksi pada dinding kotak plastik, dan R4 adalah tahanan termal karena pindah panas konveksi antara fluida di dalam media dengan dinding dalam media. Penelitian ini membatasi sistem sampai dengan permukaan luar insulasi dengan nilai konduktifitas termal dan ketebalan yang berbeda dengan dinding kotak media, sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut:
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =
1 ℎ𝑢 𝐴
+
𝑥1 𝑘1 𝐴
+
𝑥2 𝑘2 𝐴
+
1 ℎ𝑎 𝐴
(8)
Laju dari perpindahan panas yang terjadi dihitung dengan persamaan berikut: 𝛥𝑇
𝑄𝑡 =
(9)
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑇𝑢 −𝑇𝑎 )
𝑄𝑡 =
1
(10)
𝑥 𝑥 1 + 1+ 2+
ℎ𝑢 𝐴 𝑘1 𝐴 𝑘2 𝐴 ℎ𝑎 𝐴
Nilai konveksi yang terjadi antara udara di dalam greenhouse dengan permukaan luar media tanam dapat dihitung dengan persamaan: 𝐴𝑏
𝐿𝑐 = 𝑇𝑓 = 𝛽=
(11)
𝐾 𝑇𝑢 +𝑇𝑠𝑡𝑦
(12)
2
1
(13)
𝑇𝑓
Bilangan Grasolf dan Prandtl didapatkan dari persamaan berikut:
𝐺𝑟𝑃𝑟 =
𝑔𝛽(𝑇𝑠𝑡𝑦 −𝑇𝑢 )𝐿𝑐 3 𝑣2
× 𝑃𝑟
(14)
Bilangan Nusselt untuk dinding vertikal (sisi bagian depan, belakang, kanan, dan kiri): 𝑁𝑢 = 0.555 × 𝐺𝑟𝑃𝑟 0.25
(15)
11 Bilangan Nusselt untuk sisi atas: 𝑁𝑢 = 0.27 × 𝐺𝑟𝑃𝑟 0.25
(16)
Bilangan Nusselt untuk sisi bawah: 𝑁𝑢 = 0.54 × 𝐺𝑟𝑃𝑟 0.25
(17)
Maka, nilai konveksinya yaitu:
ℎ𝑢 =
𝑁𝑢 𝐿𝑐
×𝑘
(18)
Untuk menghitung nilai konveksi yang terjadi antara fluida di dalam kotak media dengan permukaan dalam kotak media, dapat dihitung menghitung bilangan Reynold dan Nusselt terlebih dahulu.
𝑅𝑒 =
𝑣𝑠 𝐿
(19)
𝑣
𝑁𝑢 = 0.332 𝑅𝑒 0.5 𝑃𝑟 0.33 ; 0.6 < Pr < 50
ℎ𝑎 =
𝑁𝑢 𝐷
(20) (21)
𝑘
Secara sederhana, di dalam hukum termodinamika dapat dituliskan bahwa: (22)
𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑜𝑢𝑡 = 𝑄𝑠𝑡𝑜𝑟𝑒𝑑
Suhu pada larutan nutrisi mengalami fluktuasi, sehingga larutan nutrisi dapat melepas atau menyimpan panas, dimana dapat dihitung dengan persamaan: (23)
𝑄𝑠 = 𝑚 𝐶𝑝 (𝑇𝑛+1 − 𝑇𝑛 )
Air yang mengalir pada kotak media menyimpan panas dengan persamaan sebagai berikut: (24)
𝑄 = ṁ 𝐶𝑝 𝛥𝑇
Dari persamaan di atas dapat dikembangkan sebuah persamaan sebagai berikut:
ṁ 𝐶𝑝 (𝑇𝑎 − 𝑇𝑖 ) =
𝑇𝑖 =
(𝑇𝑢 −𝑇𝑎 ) 1
𝑥 𝑥 1 + 1+ 2+ ℎ𝑢 𝐴 𝑘1 𝐴 𝑘2 𝐴 ℎ𝑎 𝐴
𝑇𝑎 (𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ṁ𝐶𝑝 )−𝑇𝑢 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ṁ𝐶𝑝
(25)
(26)
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Lingkungan Greenhouse
40
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Suhu (°C)
35 30 25 20 15 10 7:00
9:00
11:00
13:00
15:00
Radiasi Matahari (W/m²)
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 14 Juli 2014 dari jam 07.00 WIB sampai jam 17.00 WIB. Sekitar jam 12.30 WIB merupakan radiasi matahari tertinggi dengan nilai 817 W/m2 dan terendah 32 W/m2 pada jam 17.00 WIB. Suhu udara tertinggi di luar greenhouse mencapai 33.0 °C pada jam 13.30 WIB sedangkan suhu terendah sebesar 21.0 °C pada jam 07.00 WIB. Suhu udara di dalam greenhouse mencapai angka tertinggi pada jam 14.00 WIB yaitu 35.0 °C dan terendah pada jam 07.00 WIB yaitu 21.4 °C. Perbedaan rata-rata dari suhu udara di dalam greenhouse dengan suhu udara di luar greenhouse adalah 1.4 °C. Hasil pengukuran disajikan ke dalam Gambar 4.
17:00
Waktu Setempat (WIB) Suhu Udara di Dalam Greenhouse Greenhouse
Suhu Udara di Luar Greenhouse Greenhouse
Radiasi Matahari
Gambar 5 Perubahan radiasi matahari dan suhu di dalam dan di luar greenhouse (14 Juli 2014) Bot (1983) di dalam Suhardiyanto (2009) menjelaskan bahwa suhu udara di dalam greenhouse lebih tinggi dari suhu di luar greenhouse disebabkan oleh pergerakan udara di dalam greenhouse relatif stagnan karena strukturnya yang tertutup dan laju pertukaran udara di dalam greenhouse dengan lingkungan sangat kecil. Disamping itu, penyebab suhu udara di dalam greenhouse lebih tinggi daripada di luar greenhouse adalah radiasi matahari gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse melalui atap dan dipantulkan oleh lantai kemudian diubah menjadi radiasi gelombang panjang. Radiasi gelombang panjang ini tidak dapat keluar dari greenhouse dan terperangkap di dalamnya, sehingga suhu udara di dalam greenhouse lebih tinggi daripada suhu udara di luar greenhouse yang juga dikenal dengan istilah greenhouse effect.
13
Perpindahan Panas (W)
14 12
Depan
10
Belakang Kanan
8
Kiri 6
Atas
4
Bawah
2
Rata-rata
0 7:00
8:00
9:00
10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00
Waktu Setempat (WIB)
Gambar 6 Pindah panas pada masing-masing sisi kotak media
Perpindahan Panas dan Kenaikan Suhu Perhitungan pindah panas dilakukan pada masing-masing dinding kotak media sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6. Posisi sisi-sisi dinding kotak terhadap mata angin dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai pindah panas pada setiap dinding. Pindah panas tertinggi terjadi pada dinding kotak media pada bagian atas. Perbedaan pindah panas yang terjadi pada masing-masing dinding ini disebabkan oleh posisi yang berbeda terhadap paparan sinar matahari sehingga perbedaan nilai konveksi yang terjadi antara dinding luar insulasi dengan udara di dalam greenhouse. 45 40
Suhu (°C)
35 30 25 20 15 10 5 0 7:00
9:00
11:00
13:00
15:00
17:00
Waktu Setempat (WIB) Suhu Udara
Suhu Permukaan Luar Styrofoam Styrofoam
Suhu Permukaan Dalam Media
Akar Suhu Larutan Nutrisi di Daerah Dalam Media
Suhu Larutan Nutrisi Input
Gambar 7 Perbedaan suhu pada setiap bagian pada proses perpindahan panas
14 Perhitungan laju pindah panas ini dilakukan pada saat pengukuran dengan debit aliran 0.000035 m3/s dimana debit input ke media kotak dan output keluar media kotak sama. Dengan demikian dapat dianggap bahwa tidak ada penurunan tekanan di dalam media kotak. Penurunan tekanan pada dasarnya selalu terjadi karena adanya headloss, akan tetapi hal itu dapat diabaikan karena sangat kecil sehingga dapat diasumsikan bahwa aliran mantap. Suhu air yang didinginkan dan terdapat di dalam kotak media jauh lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara greenhouse. Karena ada perbedaan suhu tersebut maka terjadi perpindahan panas sehingga suhu udara greenhouse yang lebih tinggi melepaskan kalor kepada air di dalam kotak media melalui dinding kotak media. Insulasi pada kotak media diberikan bertujuan untuk menghambat laju perpindahan panas tersebut. Pada Gambar 7 dapat dilihat perbedaan suhu antara air di dalam kotak media dengan suhu di luar kotak media tetap terjaga pada kisaran 12 °C. Hal ini menunjukkan bahwa insulasi dapat menghambat perpindahan panas dengan baik. 160
Pindah Panas (W)
140 120 100 80 60 40 20 0
7:00
9:00
11:00
13:00
15:00
17:00
Waktu Setempat (WIB) Tanpa Insulasi
Diinsulasi
Gambar 8 Perbandingan pindah panas yang terjadi pada kotak media diinsulasi dengan tidak diinsulasi Nilai konduktivitas termal dari suatu bahan berpengaruh terhadap besarnya perpindahan panas yang terjadi akibat perbedaan temperatur. Besaran perpindahan panas yang dihantarkan oleh suatu media atau bahan sebanding dengan nilai konduktivitas termal media atau bahan tersebut. Gambar 8 menunjukkan perbedaan perpindahan panas yang terjadi antara kotak media tanam yang diberi insulasi styrofoam dengan yang tidak diberi insulasi. Perbedaan pindah panas terbesar yaitu 136.8 W/m2 pada jam 13.45 WIB dan perbedaan pindah panas terkecil yaitu 23.4 W/m2 pada jam 07.00 WIB, sedangkan rata-rata perbedaan pindah panas yaitu 107 W/m2. Styrofoam yang memiliki nilai konduktivitas termal yang relatif rendah dapat mengurangi perpindahan panas dari lingkungan mikro greenhouse dengan larutan nutrisi.
15
1900
Energi Panas (kJ)
1400 900 400 -100 -600 -1100 -1600
7:00
9:00
11:00
13:00
15:00
17:00
Waktu Setempat (WIB)
Gambar 9 Energi panas yang disimpan atau dilepas pada daerah akar setiap 15 menit Fluktuasi suhu larutan nutrisi di dalam kotak media tanam relatif kecil yang disajikan pada Gambar 7. Salah satunya disebabkan oleh berkurangnya persediaan air di tangki yang didinginkan oleh unit pendingin ketika pengambilan data, sehingga volume air yang didinginkan oleh unit pendingin lebih sedikit dan lebih cepat dingin. Disamping itu juga, disebabkan oleh pengaruh perpindahan panas yang dilepaskan oleh lingkungan mikro greenhouse terhadap larutan nutrisi di dalam kotak media tanam. Gambar 9 menunjukan energi panas yang disimpan ataupun dilepas oleh larutan nutrisi di daerah akar. Nilai negatif menunjukan bahwa energi panas dilepaskan dari larutan nutrisi di daerah akar sehingga suhu di daerah perakaran menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya air pada tangki air karena adanya kebocoran sambungan pipa sehingga air yang didinginkan oleh chiller memiliki volume yang lebih kecil dan suhu yang lebih rendah sehingga fluktuasi yang ditunjukan pada Gambar 9 cukup beragam. Validasi Model Pindah Panas Validasi model dilakukan untuk menguji kinerja model dalam memprediksi parameter tertentu. Validasi model yang digunakan adalah metode analisis regresi linear pada plot suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran. Model dikatakan akurat jika persamaan regresi linear tersebut memiliki intersep mendekati angka nol sedangkan gradiennya mendekati angka satu. Analisis regresi yang dapat dilihat pada Gambar 10 menunjukkan bahwa hasil pemodelan yang dilakukan cukup baik karena memiliki nilai gradien garis regresi yang mendekati satu yaitu 1.0175 dengan intersepnya mendekati nol yaitu -0.5563 dan memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.8917. Model pindah panas ini dikembangkan dengan asumsi bahwa udara greenhouse yang kontak dengan semua permukaan luar insulasi sisi kotak media
16 memiliki suhu yang sama dan bagian bawah kotak media tidak bersentuhan dengan lantai greenhouse. Kekurangakuratan dari pemodelan ini mungkin disebabkan oleh asumsi yang tidak sepenuhnya berlaku dan keterbatasan peralatan penelitian yaitu pada saat pengambilan data terkadang air dari tangki yang didinginkan berkurang karena adanya pengembunan dan sedikit kebocoran sambungan pada pipa-pipa yang mengalirkan air sehingga air di dalam tangki harus ditambah dan menyebabkan kenaikan suhu dari air input yang diberikan. Namun secara keseluruhan model yang dibangun dapat dikategorikan sebagai model yang handal dan mewakili sistem yang dianalisis. Dengan demikian, model tersebut dapat digunakan untuk simulasi perencanaan suhu larutan nutrisi pada posisi inlet ke dalam daerah perakaran. 22
Suhu Larutan Nutrisi Prediksi (°C)
21
20
19
18
17
y = 1,0175x - 0,5563 R² = 0,8917
16
15
14 14
15
16
17
18
19
20
21
22
Suhu Larutan Nutrisi Pengukuran (°C)
Gambar 10 Plot suhu larutan nutrisi daerah akar hasil pengukuran dan hasil simulasi
Perencanaan Suhu Larutan Nutrisi di Posisi Inlet pada Pagi dan Siang Hari untuk Budidaya Tanaman Selada Perencanaan pendinginan larutan nutrisi untuk menentukan nilai suhu pada titik input agar suhu larutan nutrisi pada daerah akar sesuai dengan suhu kebutuhan tanaman selada. Posisi dari titik input yang telah ditentukan dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Hicklenton dan Wolynetz (1987), suhu akar yang optimal untuk tanaman selada adalah 19 °C sampai 24 °C. Dalam perencanaan ini ditentukan
17 nilai suhu larutan nutrisi di daerah akar selada atau suhu larutan nutrisi di dalam kotak media yaitu 20 °C. Suhu larutan nutrisi ditentukan untuk jam 08.00 WIB dan 14.00 WIB pada saat suhu udara tertinggi. Pagi hari jam 8.00 WIB, suhu udara greenhouse yaitu 21.50 °C dan suhu permukaan dari insulasi styrofoam yaitu 23.40 °C, 21.80 °C, 22.80 °C, 23.00 °C, 23.20 °C, 22.70 °C untuk sisi-sisi bagian atas, bawah, kiri, kanan, depan, dan belakang. Suhu permukaan dari kotak media yang tidak diberi insulasi yaitu 22.78 °C, 20.80 °C, 20.78 °C, 20.78 °C, 21.01 °C, 17.60 °C untuk sisisisi bagian atas, bawah, kiri, kanan, depan, dan belakang. Siang hari jam 14.00 WIB, suhu udara greenhouse yaitu 35 °C dan suhu permukaan dari insulasi terluar yaitu 47.50 °C, 34.00 °C, 41.30 °C, 33.80 °C, 43.50 °C, 34.40 °C untuk sisi-sisi bagian atas, bawah, kiri, kanan, depan, dan belakang. Suhu permukaan dari kotak media yang tidak diinsulasi yaitu 24.30 °C, 20.30 °C, 20.41 °C, 20.41 °C, 20.52 °C, 19.62 °C untuk sisi-sisi bagian atas, bawah, kiri, kanan, depan, dan belakang. Untuk penentuan posisi letak kotak media terhadap mata angin dapat dilihat pada Lampiran 3. Debit aliran larutan nutrisi diatur sebesar 0.03526 l/s. Kotak plastik ditetapkan memiliki ketebalan 2 mm dengan bahan insulasi styrofoam tebal 5 cm dengan nilai konduktivitas termal 0.044 W/m°C. Kotak media memiliki panjang, lebar, dan tinggi adalah 100 cm, 100 cm, dan 30 cm. Hasil perhitungan untuk perencanaan menunjukkan bahwa pada jam 8.00 WIB, untuk mendapatkan suhu larutan nutrisi di daerah perakaran sebesar 20 °C dibutuhkan nilai suhu larutan nutrisi pada titik input sebesar 19.94 °C untuk kotak media yang diinsulasi styrofoam dengan nilai perpindahan panas 5.05 Watt dan 18.82 °C untuk kotak media yang tidak diinsulasi dengan nilai perpindahan panas 100.61 Watt. Perbedaan suhu pada titik input sebesar 1.12 °C antara kotak yang diinsulasi dengan yang tidak diinsulasi. Jam 14.00 WIB, untuk mendapatkan suhu larutan nutrisi di daerah perakaran sebesar 20 °C dibutuhkan nilai suhu larutan nutrisi pada titik input sebesar 19.85 °C untuk kotak media yang diinsulasi styrofoam dengan nilai pindah panas sebesar 12.61 Watt dan 17.06 °C untuk kotak media yang tidak diinsulasi dengan nilai pindah panas sebesar 250.60 Watt. Perbedaan suhu perencanaan di titik input antara kotak yang diinsulasi dan tidak diinsulasi sebesar 2.79 °C menunjukan bahwa insulasi cukup baik untuk menghambat perpindahan panas sehingga dapat mengurangi beban pendinginan larutan nutrisi oleh unit pendingin. Ketebalan dari insulasi berpengaruh terhadap perpindahan panas yang terjadi dimana nilai perpindahan panas akan menurun untuk penambahan ketebalan insulasi dan berlaku untuk sebaliknya. Namun hal ini perlu ditinjau lebih lanjut karena menurut Çangel (2001), ketebalan insulasi memang akan meningkatkan resistensi termal konduksi dari bahan insulasi, namun semakin tebal insulasi tahanan termal konveksi akan menurun disebabkan oleh luas permukaan bagian luar insulasi semakin besar yang berakibat kepada perpindahan panas secara konveksi semakin besar juga.
18
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis pindah panas didapatkan laju perpindahan panas untuk sisi depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawah secara berturut-turut adalah 0.95, 0.98, 1.01, 1.02, 2.02, dan 0.64 W/m2. Dari hasil validasi menunjukkan bahwa model pindah panas yang dikembangkan dapat digunakan dalam menentukan suhu larutan nutrisi pada titik input untuk mendapatkan suhu larutan nutrisi di daerah akar yang cocok pada budidaya tanaman sebagaimana ditunjukkan oleh nilai gradien garis regresi yang mendekati satu yaitu 1.0175 dengan intersepnya mendekati nol yaitu -0.5563 dan memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.8917. Hasil perencanaan menunjukkan bahwa pada jam 8.00 WIB untuk mendapatkan suhu larutan nutrisi pada daerah akar tanaman selada yaitu 20 °C, maka suhu larutan nutrisi pada titik input yaitu 19.94 °C untuk kotak media yang diinsulasi styrofoam dengan nilai pindah panas yaitu 5.05 Watt dan 18.82 °C untuk kotak media yang tidak diinsulasi dengan nilai pindah panas yaitu 100.61 Watt. Pada jam 14.00 WIB, untuk mendapatkan suhu larutan nutrisi sebesar 20 °C pada daerah akar tanaman selada, suhu larutan nutrisi pada titik input yaitu 17.06 °C untuk kotak media yang tidak diberi insulasi dengan nilai pindah panas yaitu 250.60 Watt dan 19.85 °C untuk kotak media yang diberi insulasi styrofoam tebal 5 cm dengan nilai pindah panas yaitu12.61 Watt. Perbedaan sebesar 2.79 °C menunjukan bahwa insulasi cukup baik untuk menghambat perpindahan panas sehingga dapat mengurangi beban pendinginan larutan nutrisi oleh unit pendingin. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menganalisis pindah panas dimulai dari suhu larutan nutrisi di dalam tangki hingga larutan nutrisi sampai pada daerah akar tanaman sehingga dapat prediksi suhu larutan nutrisi di dalam tangki agar suhu di daerah akar dapat dilakukan sesuai dengan suhu yang dibutuhkan oleh tanaman. Disamping itu, berdasarkan hasil simulasi ketebalan dari insulasi yang lebih besar dapat menghambat laju perpindahan panas pada nilai namun harus dipertimbangkan bahwa seiring dengan kenaikan nilai ketebalan tersebut justru menurunkan resistansi termal konveksi akibat luasan permukaan konveksi bertambah besar.
DAFTAR PUSTAKA Çangel Yunus A. 2003. Heat Transfer: A Practical Approach Second Edition. New York (US): McGraw-Hill Company, Inc. Çengel YA, Turner RH. 2001. Fundamentals of Thermal Fluid Sciences. New York (US): McGraw-Hill Company, Inc.
19 Bot GPA. 1983. Greenhouse climate: from physical processes to a dynamic model [disertasi]. Wageningen (NL): Eageningen University. Boutet, Terry S. 1987. Controlling Air Movement – A Manual for Archiyects and Builders. New York (US): McGraw Hill Book Co. Challa HE, Heuvelink, Can MU. 1995. Crop growth and development. Di dalam: Bakker JC, Bot GPA, Challa H, van de Braak NJ, editor. Greenhouse Climate Control. Netherlands (NL): Wagening Pers. hlm 62-84. Choerunnisa Nurul. 2013. Analisis pindah panas pada pipa utama sistem hidroponik substrat dengan pendinginan larutan nutrisi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Davies WJ, Van Volkenburgh E. 1983. The influence of water deficit on the factors controling the daily pattern of growth of Phaseolus trifoliates. Journal of Experimental Botany. 34(8):987-999.doi:10.1093/jxb/34.8.987 De Lucia EH, Heckathorn SA, Day TA. 1992. effect of soil temperature on growth, biomass allocation and resource acquisition of Andropogon gerardii Vitman. New Phytologist. 120(4):543-549.doi:10.1111/j.1469-8137.1992.tb01804.x. Hicklenton PR, Wolynetz MS. 1987. Influence of light and dark period air temperature and root temperature on growth of lettuce in nutrient flow systems. Journal of American Society for Horticultural Science. 112(6):932935. Holman JP. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. New York (US): MCGraw-Hill Company, Inc. Kamil S, Pawito. 1983. Termodinamika dan Pindah Panas. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kreith F. 1994. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas. Priyono, penerjemah. Jakarta (ID): Airlangga. Kothandaraman C.P. 2006. Fundamentals of Heat and Mass Transfer. New Delhi (IN): New Age International Publishers. Kwack Y, Kim DS, Chun C. 2013. Root-zone cooling affects growth and development of paprika transplants grow in rockwool cubes. Horticultural Environment Biotechnol. 55(1):14-18.doi:10.1007/s13580-014-0117-3 Markhart AH, Fiscus EL, Naylor AW, Kramer PJ. 1979. Effect of temperature on water and ion transport in soybean an broccoli systems. Plant Physiology. 64(1):83-87. Marsh LS. 1987. A model of greenhouse hydroponic lettuce production: daily selection of optimum air temperatur and comparison of greenhouse covers [disertasi]. Ithaca (NY): Cornell University. Mastalerz JW. 1977. The Greenhouse Environment “The Effect of Environmental Factors on the Growth and Development of Flowers Crops”. New York (USA): John Wiley & Sons, Inc. Murniati E. 2008. Analisis pindah panas pendinginan larutan nutrisi pada budidaya tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) dengan sistem Nutrient Film Technique (NFT) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Nelson PV. 1978. Greenhouse Operation and Management. Virginia (US): Reston Publ. Co. Inc. Randiniaty Y. 2007. Analisis termal pendinginan siang/malam (day/night cooling) larutan nutrisi pada budidaya tanaman tomat (Licopersicum esculentum Mill)
20 dengan sistem Nutrient Film Technique (NFT) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rosliani R, Sumarni N. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem Hidroponik. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Suhardiyanto H. 1994. Studies on zone cooling method for greenhouse culture [disertasi]. Japan (JP): Ehime University. Suhardiyanto H.2009. Teknologi Rumah Tanaman Untuk Iklim Tropika Basah. Bogor (ID): IPB Pr. Suhardiyanto H, Fuadi MM, Widaningrum Y. 2007. Analisis pindah panas pada pendinginan dalam tanah untuk sistem hidroponik. Jurnal Keteknikan Pertanian. 21(4): 355-361. Sumarni E. 2007. Optimasi Sudut Atap dan Tinggi Dinding pada Rumah Kaca di Daerah Tropika dengan Algoritma Genetik (AG) [tesis]. Bogor (ID): IPB. Sumarni E, Suhardiyanto H, Seminar KB, Saptomo SK. 2013. Pendinginan Zona Perakaran (Root Zone Cooling) pada Produksi Benih Kentang Menggunakan Sistem Aeroponik. Jurnal Agronomi Indonesia. 41(2): 154-159. Syam SZ. 1995. Karakteristik termal zona perakaran tanaman salada (Lactuca sativa L.) pada sistem Nutrient Film Technique (NFT) dengan sirkulasi larutan nutrisi secara berkala [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wang YH, Tachiban S. 1996. Growth and mineral nutrition of cucumber seedlings as affected by elevated air and root-zone temperature. Journal of Japanese Society for Horticultural Science. 64(4):845-852.doi:10.2503/jjshs.64.845. Wolf DW. 1991. Low temperature effects on early vegetative growth, leaf gas exchange and water potential of chilling-sensitive and chilling-tolerant crop species. Annals of Botany. 67(3):205-212.
21
Lampiran
22 Lampiran 1 Titik pengukuran suhu 5 4
11 10
7
6
10 11 13 14 12
7
9
6
8
8
14 9
12
`
10
13
Tampak sisi kanan
2 3
Tampak sisi atas
1
1
1
1
1
Penampang pipa di dalam kotak media
Keterangan: 1. Titik input larutan nutrisi 2. Permukaan dalam kotak media sisi depan 3. Permukaan luar insulasi sisi depan 4. Permukaan dalam kotak media sisi belakang 5. Permukaan luar insulasi sisi belakang 6. Permukaan dalam kotak media sisi kanan 7. Permukaan luar insulasi sisi kanan 8. Permukaan dalam kotak media sisi kiri 9. Permukaan luar insulasi sisi kiri 10. Permukaan dalam kotak media sisi atas 11. Permukaan luar insulasi sisi atas 12. Permukaan dalam kotak media sisi bawah 13. Permukaan luar insulasi sisi bawah 14. Suhu larutan nutrisi di dalam kotak media (daerah akar)
1
1
23 Lampiran 2 Keterangan simbol-simbol rumus
R Qt Q Tu Ta A X2 K1 K2 Lc Ab K Tf GrPr v Nu D k Re vs L Pr Qin Qout Qstored Qs Cp Tn+1 T1 hu ha
= Tahanan termal (°C/Watt) = Pindah panas total (Watt) = Pindah panas (Watt) = Suhu udara di dalam greenhouse (°C) = Suhu daerah perakaran (°C) = Luas dinding media (m2) = Ketebalan kotak media plastik (m) = Konduktivitas termal styrofoam (W/m°C) = Konduktivitas termal kotak media plastik (W/m°C) = Keliling total terbasahi (m) = Luas penampang terbasahi (m2) = Keliling terbasahi (m) = Suhu rata-rata udara greenhouse dan permukaan styrofoam (°C) = Bilangan Grasoft Prandtl = Viskositas dinamik (m2/s) = Bilangan Nusselt = Diagonal penampang aliran (m) = Konduktivitas ermal (W/m°C) = Bilangan Reynold = Kecepatan aliran (m/s) = Panjang aliran (m) = Bilangan Prandtl = Panas yang masuk ke sistem (Watt) = Panas yang keluar sistem (Watt) = Panas yang disimpan sistem (Watt) = Panas yang disimpan oleh larutan nutrisi daerah akar (Joule) = Panas spesifik fluida (J/kg°C) = Suhu larutan nutrisi pada menit ke-0 (°C) = Suhu larutan nutrisi pada menit ke-15 (°C) = Nilai konveksi udara di dalam greenhouse dengan kotak media/insulasi (W/m2°C) = Nilai konveksi fluida di dalam kotak media dengan permukaan dalam kotak media (W/m2°C)
24 Lampiran 3 Posisi kotak media terhadap mata angin
T 1
5 3 B 4
Keterangan: 1. Sisi bagian depan 2. Sisi bagian belakang 3. Sisi bagian kanan 4. Sisi bagian kiri 5. Sisi bagian atas 6. Sisi bagian bawah
6
2
25 Lampiran 4 Sifat-sifat fisik air dan udara Sifat fisik air Suhu Volume Kalor jenis (oC) spesifik (J kg-1 oC-1) (kg m-3) 5 999.9 4205 10 999.7 4194 15 999.1 4185 20 998.0 4182 25 997.0 4180 30 996.0 4178 35 994.0 4178 Sumber : Çangel dan Turner (2001) Sifat fisik udara Suhu Volume o ( C) spesifik (kg m-3) 15 1.225 20 1.204 25 1.184 30 1.164 35 1.145 40 1.127 45 1.109 50 1.092
Kalor jenis (J kg-1 oC-1) 1007 1007 1007 1007 1007 1007 1007 1007
Konduktivitas termal (W m-1 oC-1) 0.571 0.580 0.589 0.598 0.607 0.615 0.623
Viskositas dinamik (kg m-1 s-1) 1.519 x 10-3 1.307 x 10-3 1.138 x 10-3 1.002 x 10-3 0.891 x 10-3 0.798 x 10-3 0.720 x 10-3
Bilangan Prandtl
Konduktivitas termal (W m-1 oC-1) 0.02476 0.02514 0.02551 0.02588 0.02625 0.02662 0.02699 0.02735
Viskositas dinamik (kg m-1 s-1) 0.00001802 0.00001825 0.00001849 0.00001872 0.00001895 0.00001918 0.00001941 0.00001963
Bilangan Prandtl
11.20 9.45 8.09 7.01 6.14 5.42 4.83
0.7323 0.7309 0.7296 0.7282 0.7268 0.7255 0.7241 0.7228
26 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Padang, 13 Oktober 1992 dari ayah Sudirman dan ibu Solfia Rina. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Menyelesaikan pendidikan formal di SDN 34 Bukit Gonggang tahun 2004, SMPN 1 Pariaman 2007, SMAN 1 Pariaman 2010, dan kemudian melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri Institut Pertanian Bogor sampai sekarang melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) mengambil mayor Teknik Mesin dan Biosistem di Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis senang mengikuti kegiatan dibidang kebudayaan dan lingkungan. Penulis pernah mengikuti program Service Learning Program organized by SUIJI (Six Universities Initiative Japan Indonesia). Disamping itu juga penulis bersama anggota SUIJI lainnya sedang membangun program Sekolah Sampah yang diperuntukan bagi siswa SD lingkar kampus dalam upaya menanamkan rasa peduli terhadap lingkungan dan cara penanganan sampah yang baik untuk menjaga lingkungan. Selain bergiat dibidang lingkungan, penulis juga pernah mengikuti Youth Ecopreneurship Camp. organized by SUSI (Study of the US Institute) dalam mengembangkan usaha yang berbasis eco-green. Bulan Juni sampai Agustus 2013 penulis melaksanakan praktek lapang di PT Perkebunan Nusantara IV unit kebun Pabatu, Sumatera Utara, dengan judul Mempelajari Aspek Keteknikan pada Perkebunan Kelapa Sawit di Unit Usaha Pabatu, PT Perkebunan Nusantara IV, Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Untuk memenuhi syarat kelulusan penulis sebagai sarjana, penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Termal Daerah Perakaran pada Media Tanam Sistem Hidroponik untuk Tanaman Selada di Dataran Rendah Tropika.