PENGARUH PENDINGINAN LARUTAN HARA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH PADA SISTEM HIDROPONIK DENGAN EMPAT MACAM MEDIA TANAM Agus Margiwiyatno Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Unsoed
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan : (1) memperoleh pendinginan larutan hara terbaik, (2) mendapatkan macam media yang sesuai untuk bawang merah, (3) mendapatkan nilai energi yang digunakan untuk pendinginan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media yang sesuai untuk pertumbuhan bawang merah yang ditanam pada sistem hidroponik adalah campuran cocopeat+pasir dengan pendinginan larutan hara pada suhu 180C. Energi yang dibutuhkan untuk pendinginan tersebut adalah 4,33 kW/bulan. Kata Kunci : Bawang merah, pendinginan, media hidroponik
PENDAHULUAN Hidroponik adalah pengelolaan air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan sebagai tempat akar tanaman mengambil unsur hara. Hidropinik merupakan budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya (Soeseno, 1998). Media tanam yang digunakan bersifat porous, seperti pasir, arang sekam, batu apung, kerikil, rockwool, perlit, zeolit (Samsu, 1990). Penanaman secara hidroponik telah banyak dilakukan pada beberapa tanaman seperti bawang merah, cabai, mentimun, tomat, melon, semangka, asparagus dan radish (Sonneveld, 1994; Reed, 1996; Whipker et al, 2000; Nelson, 2003) Prinsip dasar budidaya hidroponik adalah upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan, perlu dibangun greenhouse yang berfungsi untuk mengatur suhu dan kelembaban udara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Lingga, 1985). Kendala yang sering timbul pada bangunan green house adalah tingginya suhu udara, sehingga tanaman stress karena suhu yang tinggi. Pendinginan pada seluruh ruang green house membutuhkan banyak energi, dan berakibat meningkatkan biaya produksi. Salah satu upaya pengurangan stress tanaman akibat suhu tinggi dengan pendinginan. Zone cooling adalah metode pendinginan lingkungan tanaman secara terbatas pada daerah perakaran/sekitar tajuk tanaman. Zone cooling dilakukan untuk penghematan energi. Energi yang dikeluarkan pada pendinginan yang dibatasi pada daerah perakaran lebih hemat dibandingkan apabila pendinginan dilakukan pada seluruh dalam ruangan green house, sementara yang diperlukan tanaman hanya pada daerah yang berada di sekitar organ tanaman. Daerah lingkungan mikro yang lebih luas (jauh) tidak signifikan bagi tanaman. Salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman adalah kualitas media tanam (Biernbawn, 1992; Styer and Koranski, 1997; Fonteno et al, 1996). Sifat fisik media tanam dalam greenhouse dipengaruhi oleh bulk density (Bunt, 1983; Beardsell et al., 1979; Hanan et al., 1981), ukuran partikel (Puustjarvi dan Robertson, 1975), dan volume media (Fonteno, 1988; Milks et al., 1989). Sifat fisik media tanam di dalam green house juga dipengaruhi oleh metode irigasi, pemberian volume air, kelembaban media (Airhart et al., 1978; Beardsell dan Nichols, 1982; Bunt, 1988; Argo dan Biernbaum, 1994). Kapasitas aktual tempat media mungkin sangat kecil akibat transpirasi dan evaporasi tanaman dalam permukaan media tanam (Argo dan Biernbaum, 1994; 1995; Furuta, 1976). Pemberian air disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan kemampuan media, diukur dengan gravimetric (Argo dan Biernbaum, 1994; 1995; Yelanich, 1991; 1995; Yelanich dan Biernbaum, 1993) atau tensiometer (Kiehl et al., 1992). Media arang sekam, bersifat mudah menyerap dan didapat. Arang sekam perlu disiram sampai jenuh dengan larutan anorganik serta digunakan setelah steril. Media zeolit, terbuat dari mineral, sukar lapuk, tidak mempengaruhi pH, mampu menyerap dan menyimpan air dengan baik, bagus untuk jangka panjang (Ball, 1998; Stamatakis et al, 2002). Serbuk sabut kelapa, memiliki C/N yang tinggi, sekitar 215, pelapukannya lambat, kandungan hara rendah, sehingga perlu ditambahi pupuk anorganik, kandungan zat tannin dan fenol yang menghambat pertumbuhan dapat dihilangkan dengan perlakuan suhu. Media pasir, membutuhkan irigasi dengan frekuensi yang tetap atau dengan aliran konstan untuk mencegah kekeringan. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) memperoleh pendinginan larutan nutrisi terbaik, (2) mendapatkan macam media yang sesuai untuk bawang merah, (3) mendapatkan nilai energi yang digunakan untuk pendinginan Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
285
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di rumah plastik Fakultas Pertanian Unsoed Karangwangkal Purwokerto, dengan ketinggian 110 mdpl. Waktu pelaksanaan penelitian adalah antara bulan Juli sampai Nopember 2005. Varietas bawang merah yang digunakan adalah varietas Bima dari Brebes. Pendinginan larutan hara dilakukan dengan menggunakan alat pendingin dengan memodifikasi Air Conditioner dan dapat diset sesuai perlakuan. Faktor yang dicoba adalah : 1. Pendinginan media tanam : 180, 210, 240C, dan tanpa pendinginan. 2. Media tanam : arang sekam, zeolit, cocopeat dan campuran cocopeat + pasir (1:1). Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 kali ulangan. Karakter yang diamati adalah : tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, jumlah umbi, ukuran umbi dan bobot umbi. Data yang diperoleh dilakukan uji F dan dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan‟t (UJGD) taraf 5 %. Pengukuran energi yang digunakan pada tiap taraf zone cooling dengan KW/bln. Pengukuran energi ini untuk menilai tingkat efisiensi penggunan energi. Metode pendinginan larutan hara sesuai dengan Chil et al. (2001). HASIL DAN PEMBAHASAN
Arang Sekam Zeolit Cocopeat Cocopeat+pasir
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
40
Jumlah daun
Tinggi tanaman (cm)
Pada beberapa macam media yang digunakan, media yang paling berpengaruh terhadap tinggi tanaman bawang merah adalah arang sekam dengan suhu pendinginan larutan hara 24 0C sebaliknya yang paling tidak berpengaruh adalah campuran cocopeat+pasir pada media suhu ruang (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa media arang sekam dengan suhu pendinginan larutan hara 240C efektif untuk memperoleh tanaman bawang merah yang tinggi. Pada suhu pendinginan larutan hara 240C tanaman bawang menghasilkan jumlah daun terbanyak dan berturut-turut diikuti pada pendinginan dengan suhu ruang, suhu 210C dan suhu 180C (Gambar 2).
30 20 10 0
18
21
24
ruang
Suhu media (oC)
Gambar 1. Penampilan tinggi tanaman (cm) bawang merah pada 4 macam media hidroponik dan 4 taraf suhu media
18
21
24
ruang
Suhu media (oC)
Gambar 2. Penampilan jumlah daun bawang merah pada 4 taraf suhu media hidroponik
Bobot basah tajuk yang dihasilkan oleh bawang merah pada 4 (empat) macam media dan suhu pendinginan dapat dilihat pada Tabel 1. Pada berbagai suhu pendinginan, media media cocopeat menghasilkan pembentukan bobot basah tajuk tertinggi, sedangkan media zeolit menunjukkan sebaliknya. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kombinasi suhu pendinginan larutan hara dan jenis media yang dapat menghasilkan bobot basah tajuk bawang merah tertinggi adalah pendinginan larutan hara pada suhu 240 C dan media cocopeat. Tabel 1. Penampilan Bobot Basah Tajuk Tanaman (g) Bawang Merah pada Perlakuan 4 Taraf Suhu Media dan 4 Macam Media Suhu media (oC) No Macam Media 18 21 24 Ruang 1. Arang sekam 8,13abxy 7,03axy 5,70 ax 10,67 by 2. Zeolit 4,43 ax 4,30 ax 4,05 ax 3,13 ax 3. Cocopeat 11,18 bx 21,10 bz 23,83 bz 14,70 by 4. Cocopeat+pasir (1:1) 5,77 ax 4,87 ax 6,30 ax 5,73 ax Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf (a,b) yang sama tidak berbeda pada taraf 5 % UJGD Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf (x,y,z) yang sama tidak berbeda pada taraf 5 % UJGD
286
Makalah Poster
Bobot kering tajuk bawang merah tertinggi dihasilkan pada penanaman dengan media cocopeat, dan diikuti dengan hasil yang lebih rendah pada penanaman dengan media arang sekam, campuran cocopeat+pasir, dan zeolit (Gambar 3). Seperti halnya untuk menghasilkan bobot basah tajuk tertinggi, media cocopeat juga menunjukkan efektivitasnya untuk mendapatkan bobot kering tajuk tertinggi. Pada Gambar 4 tampak bahwa media cocopeat juga merupakan media yang sesuai untuk membentuk umbi bawang merah terbanyak. Sedangkan media yang menunjukkan pengaruh lebih rendah terhadap pembentukan umbi bawang merah berturut-turut adalah campuran cocopeati+pasir, zeolit, dan arang sekam (Gambar 4). Dalam hal ini, suhu media tidak mempengaruhi jumlah umbi bawang merah yang dibentuk. 10 8
3
Jumlah umbi
Bobot kering tajuk (g)
4 3.5 2.5 2 1.5 1
6 4 2
0.5 0
0 Arang Sekam
Zeolit
Cocopeat
Arang Sekam
Cocopeat+pasir
Macam media
Zeolit
Cocopeat
Cocopeat+pasir
Macam media
Gambar 3. Penampilan bobot kering tajuk (g) bawang merah pada 4 macam media hidroponik
Gambar 4. Penampilan jumlah umbi bawang merah yang dibentuk pada 4 macam media yang digunakan
Gambar 5 menunjukkan umbi bawang merah yang dibentuk pada masing-masing media hidroponik. Umbi yang terberat/besar dibentuk pada penanaman dengan media arang sekam, dan diikuti oleh campuran cocopeat+pasir, zeolit dan media cocopeat. Hal ini menunjukkan bahwa media arang sekam cocok untuk memperoleh umbi yang besar, sedangkan media cocopeat cocok untuk menghasilkan umbi yang kecil. 2.00
Diameter umbi (cm)
Bobot per umbi (g)
4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
1.50 1.00 0.50 0.00
Arang Sekam
Zeolit
Cocopeat
Cocopeat+pasir
Arang Sekam
Macam media
Gambar 5. Penampilan bobot per umbi (g) bawang merah pada perlakuan 4 macam media hidroponik
Zeolit
Cocopeat
Cocopeat+pasir
Macam media
Gambar 6. Penampilan diameter umbi (cm) bawang merah pada 4 macam media hidroponik
Sama halnya dengan bobot per umbi bawang merah, diameter umbi yang besar dibentuk pada media arang sekam, sedangkan diameter yang lebih kecil berturut-turut dihasilkan pada penanaman dengan media campuran cocopeat+pasir, zeolit dan cocopeat (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa pada bawang merah yang pembentukan umbinya besar akan mempunyai jumlah umbi yang sedikit per rumpunnya dan demikian sebaliknya. Jadi media yang cocok digunakan untuk pembentukan umbi yang tidak terlalu kecil dan sesuai untuk bibit adalah campuran cocopeat+pasir. Bobot umbi bawang merah yang dihasilkan pada penggunaan 4 (empat) macam media dan perlakuan pendinginan larutan hara dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil bobot umbi bawang merah tertinggi diperoleh pada penggunaan media campuran cocopeat+pasir dengan suhu pendinginan larutan hara 180 C. Hasil yang lebih rendah berturut-turut diperoleh pada penanaman dengan menggunakan media arang sekam pada suhu pendinginan 180 C, cocopeat pada suhu pendinginan 240 C, dan zeolit pada suhu pendinginan 210 C (Tabel 2). Suhu tersebut dipandang sebagai suhu optimum bagi tanaman bawang merah untuk menyerap hara. Beberapa penelitian menunjukkan indikasi yang sama, yaitu pada tanaman paprika suhu optimum bagi larutan hara Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
287
berkisar antara 17 – 22 0C, sedangkan pada tanaman kentang adalah 20 – 250 C (Benoit dan Ceustermans, 2001; Chil, et al., 2001). Tabel 2. Penampilan Bobot Umbi Per Rumpun Tanaman (g) Bawang Merah pada Perlakuan 4 Taraf Suhu Media dan 4 Macam Media Suhu media (oC) No Macam Media 18 21 24 Ruang 1. Arang sekam 25,90 cz 18,17 axy 15,90 abx 20,73 by 2. Zeolit 16,30 bx 18,70 ax 12,43 ax 12,77 ax 3. Cocopet 9,15 ax 20,75 ay 25,85 cz 23,85 byz 4. Cocopeat+pasir (1:1) 26,07 cy 18,55 ax 19,77 bcx 20,33 bx Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf (a,b,c) yang sama tidak berbeda pada taraf 5 % UJGD Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf (x,y,z) yang sama tidak berbeda pada taraf 5 % UJGD
Campuran cocopeat+pasir, arang sekam dan cocopeat merupakan media yang cocok untuk penanaman secara hidroponik karena media-media tersebut mempunyai ciri porous tetapi mampu mengikat air sehingga memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman (Argo dan Biernbaum, 1995; Reed, 1996). Hasil evaluasi energi yang digunakan untuk pendinginan larutan hara adalah sebagai berikut : Pendinginan larutan hara pada suhu 180C membutuhkan energi sebesar 4,33 kW/bln dan kebutuhan energi ini lebih rendah dari pada yang dibutuhkan untuk mendinginkan seluruh rumah kaca yang mencapai 6,33 kW/bln. Pendinginan larutan hara pada suhu 210C membutuhkan energi sebesar 2,88 kW/bln Pendinginan larutan hara pada suhu 240 C membutuhkan energi sebesar 1,44 kW/bln. Evaluasi tersebut menunjukkan bahwa pendinginan media dapat mengurangi pengeluaran energi antara 31 sampai 77 persen daripada pendinginan ruangan yang mencapai 6,33 kW/bln. Hal ini sejalan dengan pernyataan Austin (2001) bahwa pendinginan pada daerah yang dibutuhkan hanya memerlukan energi sekitar 25 % daripada pendinginan seluruh ruangan. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa media yang sesuai untuk penanaman bawang merah secara hidroponik adalah campuran cocopeat+pasir dengan pendinginan larutan hara pada suhu 180C dan energi pendinginan yang dibutuhkan adalah 4,33 kW/bln. Guna mendapatkan informasi lebih luas maka disarankan agar dicobakan media hidroponik lain dan berbagai kisaran suhu pendinginan yang mungkin. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih kepada PHK A2 THP Unsoed 2005 yang telah memberikan kepercayaan dan dana penelitian. DAFTAR PUSTAKA Airhart, D.L., N.J. Natarella, and F.A. Pokorny. 1978. Influence of initial moisture content on the wettability of a milled pine bark medium. HortScience 13:432-434. Argo, W.R. and J.A. Biernbaum. 1994. A method for quantifying plant available water holding, capacity and water absorption potential in container media under production condition. Hort Science 29 (5) :501 (Abstr). Argo, W.R. and J.A. Biernbaum. 1995. Comparison of nutrient levels and irrigation requirements of five root media with poinsettia. Hort Science 30(3):535-538. Austin, A. 2001. Evaporative cooling humidifier. mailto:
[email protected]. Ball, V. 1998. Irrigation for pot and bedding plant. In Ball, V., ed. Ball Red Book, 16 th ed., pp. 83-90. Batavia, IL: Ball Publishing. Beardsell, D.V., D.G. Nichols, and D.L. Jones 1979. Physical properties of nursery potting materials. Scientia Hort. 11:1-8.
288
Makalah Poster
Benoit, F., and N. Ceustermans. 2001. Impact of root cooling on blossom end rot in soilless paprika. In E. Maloupo and D. Geraopoulos (eds). International Symposium on Growing Media and Hydroponics. 1 March 2001. Acta Horticulturae 548. Macedonia, Greece. Biernbaum, J.A., 1992. Root zone management of greenhouse container-grown crops to control water and fertilizer use. Hort. Technology 2(1):127-132. Bunt, A.C. 1983. Physical properties on mixture of peats and minerals of different partical size and bulk density for potting substrates. Acta Hort. 150:143-153. Bunt, A.C. 1988. Media and mixes for container-grown plants. 2nd ed. Unwin Hymnan Ltd., London. Chil, C.D., S.Y.Kim, J.C. Joeng, and Y.B. Lee. 2001. Solution temperature effects on potato growth and mineral uptake in hydroponic system. In E. Maloupo and D. Geraopoulos (eds). International Symposium on Growing Media and Hydroponics. 1 March 2001. Acta Horticulturae 548. Macedonia, Greece. Fonteno, W.C. 1988. Know your media, the air, water, and container connection. Grower Talks 51 (11):110-111. Fonteno, W.C., P.V. Nelson, and D. A. Bailey. 1996. Plug substrates; In search of the perfect mix. The systems approach to growing plugs: Water substrate, and nutrition. NCSU plug research and information center, N.C. State Univ. Furuta, T. 1976. Nitrogen fertilization of container-grown ornamental. Amer. Nurseryma. 143 (12):14,106-109. Hanan, J.J., C. Olympios, and C.Pittas. 1981. Bulk density, porosity, percolation and salinity control in shallow, freely draining, potting soils. J. Amer. Soc.Hort. Sci. 106:742-746. Lingga, Pinus. 1985. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. Milks, R.R., W.C. Fonteno, and R.A. Larson. 1989. Hydrology of horticultural substrates: II. Predicting physical properties of substrate in container. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 114:5356. Nelson, P. V. 2003. Greenhouse Operation & Management. Departement of Horticultural Science North Carolina State University. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey. Puustjarvi V. and R.A. Robertson. 1975. Physical and chemical properties, p. 23-38. In: D.W. robinson and J.G.D. Lamb (eds). Peat in horticulture. Academic Press, London. Reed, D. W., ed. 1996. Water, Media and Nutrition for Greenhouse Crops. Batavia, IL: Ball Publishing. Samsu, S. 1990. Hidroponik. Pamulang Integrated Farming. Jakarta. Soeseno, S. 1998. Bercocok Tanam Secara Hidroponik. Gramedia. Jakarta. Sonneveld, C., ed. 1994. International symposium on growing media and plant nutrition in horticulture. Acta Hort. No. 401. Stallen, M.P.K. and Y. Hilman. 1991. Effect of Plant density and bulb size on yield and quality of shallot. Bul. Penel. Hort. (EK 1): 117-125. Stamatakis, M., N. Koukouzas, CH. Vassilatos, E. Kamenou, and K. Samantouros. 2002. The Zeolites from evros region, northern Greece: A potential use as cultivation substrate in hydroponics. In D. S. Fon, S. Chen, and T. T. Lin (eds). International Symposium on Design and Environmental Control of Tropical and Subtropical Greenhouse. 30 June 2002. Acta Horticulturae 578. Taichung, Taiwan. Styer, R.C. and D. Koranski. 1997. Plug and transplant production. A grower‟s guide. Ball Publishing, Batavia, III. Yelanich, M.V. 1991. Methods to Improve Fertilization to Minimize Nitrogen Runoff. Mich. State Univ., East Lansing. Yelanich, M.V. 1995. Modeling the concentration of nitrogen in the root zone of container-grown chrysanthemums. PhD diss., Michigan State Univ., East Lansing.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
289